Anda di halaman 1dari 5

1.

Perbedaan antara Rukun dan Syarat Perkawinan adalah bahwa rukun perkawinan sebagian dari
hakikat perkawinan, seperti laki-laki, perempuan, wali, aqad nikah dan sebagainya. Kalau salah
satu tidak ada maka perkawinan tersebut tidak sah. Sedangkan syarat adalah sesuatu yang mesti
ada dalam perkawinan, tetapi tidak termasuk salah satu dari hakikat perkawinan itu, misalnya
syarat wali itu laki-laki, baligh, berakal dan lain sebagainya. Dalam uraian mengenai rukun nikah
disampaikan beberapa unsur yang harus ada yakni calon mempelai laki-laki dan perempuan; wali
dari calon mempelai perempuan; dua orang saksi (laki-laki) yang adil dan tidak fasik; ijab dari
wali calon mempelai perempuan atau wakilnya dan qabul dari calon mempelai laki-laki atau
wakilnya. Sementara dalam syarat nikah, Adam menguraikan syarat-syarat yang mesti dipenuhi
baik oleh calon pengantin pria, calon pengantin wanita maupun oleh wali nikah. Sehubungan
dengan perkawinan itu, beliau juga mengemukakan juga sejumlah larangan yang harus dihindari
menurut syariat Islam yakni hubungan darah terdekat (nasab); hubungan persusuan (radha);
hubungan persemendaan (mushaharah); talak bain kubra; permaduan; poligami (pernikahan
kelima); masih bersuami/dalam iddah; perbedaan agama dan ihram haji atau umrah

Persamaan Syarat dan rukun pernikahan


Berikut merupakan rukun sah nikah dalam Islam:
1. Mampelai pria dan wanita sama-sama beragama Islam.
2. Mempelai laki-laki tidak termasuk mahram bagi calon istri.
3. Wali akad nikah dari perempuan bersedia menjadi wali.
4. Kedua mempelai tidak dalam kondisi sedang ihram.
5. Pernikahan berlangsung tanpa paksaan.

2. Jumhur ‘Ulama’ sepakat bahwa Rukun perkawinan terdiri atas :


1.      Adanya calon suami dan istri yang akan melakukan perkawinan.
2.      Adanya wali dari pihak calon pengantin wanita.
Akad nikah akan dianggap sah apabila ada seorang wali atau wakilnya yang akan
menikahkannya, berdasarkan sabda Nabi SAW :
ِ َ‫ت بِ َغي ِْر اِ ْذ ِن َولِيِّهَا فَنِ َكا ُحهَا ب‬
)‫اط ٌل (اخرجه االربعة اال للنسائ‬ ْ ‫اَيُّ َما ا ْم َرَأ ٍة نِ َك َح‬
Perempuan mana saja yang menikah tanpa seizin walinya, maka pernikahannya batal
Dalam hadis lain Nabi SAW bersabda:
)‫رواه ابن ماجه و دار قطنى‬ ( ‫ج ْال َمرْ َأةُ نَ ْف َسهَا‬
ِ ‫ج ْال َمرْ ا َءةَ َواَل تُزَ ِّو‬
ِ ‫الَ تُ َز ِّو‬
Janganlah seseorang perempuan menikahkan perempuan lainnya, dan janganlah seorang
perempuan menikahkan dirinya sendiri.[1]
3.      Adanya dua orang saksi.
Pelaksanaan akad nikah akan sah apabila dua orang saksi yang menyaksiakan akad
nikah tersebut, berdasarkan Hadis Nabi SAW:
)‫اَل نِ َكا َح اِاِّل بِ َولِ ِّي َو َشا ِهدَى َع ْد ٍل (رواه احمد‬
4.      Shighat akad nikah, yaitu Ijab Qabul yang diucapkan oleh wali atau wakilnya dari
pihak wanita, dan dijawab oleh calon pengantin laki-laki.
Maksud ijab dalam akad nikah seperti ijab dalam berbagai transaksi lain, yaitu
pernyataan yang keluar dari salah satu pihak yang mengadakan akad atau transaksi, baik
berupa kata-kata, tulisan, atau isyarat yang mengungkapkan adanya keinginan
terjadinya akad, baik salah satunya dari pihak suami atau dari pihak istri. Sedangkan
Qabul adalah pernyataan yang datang dari pihak kedua baik berupa kata-kata, tulisan,
atau isyarat yang mengungkapkan persetujuan ridhanya. Berdasarkan pengertian di atas,
ijab tidak dapat dikhususkan alam hati sang istri atau wali dan atau wakilnya. Demikian
juga dengan qabul.
            Jika seorang laki-laki berkata kepada wali perempuan: “Aku nikahi putrimu atau
nikahkan aku dengan putrimu bernama si fulanah”. Wali menjawab: “Aku nikahkan
kamu dengan putriku atau aku terima atau aku setuju”. Ucapan pertama disebut ijab dan
ucapan kedua adalah qabul. Dengan kata lain, ijab adalah bentuk ungkapan baik yang
memberikan arti akad atau transaksi, dengan catatan jatuh pada urutan pertama.
Sedangkan qabul adalah bentuk ungkapan yang baik untuk menjawab, dengan catatan
jatuh pada urutan kedua dari pihak mana saja dari kedua pihak.
Akad adalah gabungan ijab salah satu dari dua pembicara serta penerimaan yang lain.
Seperti ucapan seorang laki-laki: “Aku nikahkan engkau dengan putriku” adalah ijab.
Sedangkan yang lain berkata: “ Aku terima” adalah qabul. Tentang Jumlah rukun nikah
ini, para ulama berbeda pendapat: Imam Malik mengatakan bahwa rukun nikah itu ada
lima macam, yaitu:
-          Wali dari pihak perempuan,
-          Mahar (maskawin)
-          Calon pengantin laki-laki
-          Calon pengantin perempuan
-          Sighat akad nikah
Imam Syafi’i berkata bahwa rukun nikah itu ada lima macam, yaitu:
-    Calon pengantin laki-laki,
-    Calon pengantin perempuan,
-    Wali,
-    Dua orang saksi,
- Sighat akad nikah.

3. Kemukakan Urutan wali nasab menurut Imam syafi’i

Kedudukan Wali Nikah

Keberadaan seorang wali dalam aqad nikah adalah suatu yang  mesti dan tidak sah aqad

perkawinan yang tidak dilakukan oleh wali. Wali  itu ditempatkan sebagai rukun dalam

perkawinan, menurut kesepakatan  ulama adalah prinsip. Dalam aqad perkawinan itu

sendiri wali dapat   berkedudukan sebagai orang yang bertindak atas nama mempelai

perempuan dan dapat pula sebagai orang yang diminta persetujuannya untuk

kelangsungan perkawinan tersebut.

1. Wali Nasab. Yang dimaksud wali nasab yaitu wali berhubungan tali darah dari pihak

ayah dengan perempuan yang akan nikah/kawin. Orang-orang yang termasuk ke

dalam wali nasab itu adalah sebagai berikut:

2. Wali aqrab, yaitu:

 Ayah kandung

 Ayah dari ayah kandung (kakek)

3. Wali ab’ad, yaitu:

 Saudara laki-laki kandung

 Saudara laki-laki seayah

 Anak saudara laki-laki kandung


 Anak saudara laki-laki seayah

 Paman kandung

 Paman seayah

 Anak paman kandung

 Anak paman seayah

4. Wali Mu’thiq: yaitu orang yang menjadi wali terhadap perempuan bekas hamba sahaya

yang dimerdekakannya.

5. Wali Hakim: yaitu orang yang menjadi wali dalam kedudukannya sebagai hakim atau

penguasa yang diangkat oleh negara yang telah ditauliyahkan sebagai wali hakim.

Jumhur ulama Imam Syafi’i dan Imam Malik mereka berpendapat bahwa wali merupakan

salah satu rukun perkawinan dan tak ada perkawinan kalau tak ada wali. Oleh sebab itu

perkawinan yang dilakukan tanpa wali hukumnya tidak sah (batal). S. An Nur/24 : 3  “Laki-laki

yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang

musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau

laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang mukmin.”
4. Ijab Qobul
Ijab adalah sesuatu yang timbul / keluar salah seorang yang berakad (Kehendak)
Qobul adalah sesuatu yang keluar dari orang yang berakad lainnya (Pernyataan
kehendak)
Syarat Ijab Qobul
Keduanya jelas dalam mengungkapkan keinginan membuat akad
Kesesuaian qabul dengan ijab
Masing-masing orang yang berakad mengetahui maksud lawannya
Persambungan qabul dengan ijab dalam majelis akad
Menggambarkan kesungguhan dan keamanan para pihak yang bersangkutan
5. Syarat-syarat perkawinan mengikuti rukun-rukunnya sebagai berikut (khalil Rahman, tt:
31)
a. Calon mempelai pria syarat-syaratnya adalah
1. Beragama islam
2. Laki-laki
3. Jelas orangnya
4. Dapat memberikan persetujuan
5. Tidak terdapat halangan perkawinan
b. Calon mempelai wanita, syarat-syaratnya yaitu :
1. Beragama Islam atau Yahudi dan Nasrani yang masih asli turun menurun.
2. Perempuan
3. Jelas orangnya.
4. Dapat memberikan persetujuan
5. Tidak terdapat halangan perkawinan.

Anda mungkin juga menyukai