Anda di halaman 1dari 7

Syarat dan rukun nikah

Imam asy-Syafi’i menyebutkan bahwa rukun nikah itu ada lima, yaitu calon suami,
calon istri, wali, dua orang saksi dan sigat. Menurut Imam Malik rukun nikah itu
adalah wali, mahar calon suami, calon istri, sigat. (Abdurrahman al-Jaziri, tt:12)
Mahar/ mas kawin adalah hak wanita. Karena dengan menerima mahar, artinya ia
suka dan rela dipimpin oleh laki-laki yang baru saja mengawininya. Mempermahal
mahal adalah suatu hal yang dibenci Islam, karena akan mempersulit hubungan
pernikahan di antara sesama manusia.(Ibrahim M. al-Jamal, 1986:373) Dalam hal
pemberian mahar ini, pada dasarnya hanya sekedar perbuatan yang terpuji
(istishab) saja, walaupun menjadi syarat sahnya nikah. (Muhammad Abu Zahrah,
1957:123) Sebagaimana saksi menjadi syarat sahnya nikah menurut Imam asy-
syafi’i.

As-Sayyid Sabiq dalam hal ini berpendapat, bahwa akad nikah merupakan ijab
qabul yang memenuhi syaratsyarat sebagai berikut:

1. Pihak yang melakukan akad itu memiliki kecakapan, yaitu berakal, balig, dan
merdeka.

2. Masing-masing pihak memiliki wewenang yang penuh untuk melakukan akad.

3. Qabul tidak boleh menyalahi ijab, kecuali kalau wali itu menguntungkan pihak
yang berijab.

4. Hendaknya kedua belah pihak yang berakad berada dalam satu majlis dan
saling memahami ucapan lawan. (As-Sayyid Sabiq, 1973:34-36)

Di Indonesia, para ahli hukum Islam sepakat bahwa akad nikah itu baru terjadi
setelah dipenuhinya rukun-rukun dan syarat-syarat nikah, yaitu:

1. Calon pengantin itu kedua-duanya sudah dewasa dan berakal (akil balig).

2. Harus ada wali bagi calon pengantin perempuan.


3. Harus ada mahar (mas kawin) dari calon pengantin laki-laki yang diberikan
setelah resmi menjadi suami istri kepada istrinya.

4. Harus dihadiri sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi yang adil dan laki-laki
Islam merdeka.

5. Harus ada upacara ijab qabul, ijab ialah penawaran dari pihak calon istri atau
walinya atau wakilnya dan qabul penerimaan oleh calon suami dengan
menyebutkan besarnya mahar (mas kawin) yang diberikan.

6. Sebagai tanda bahwa telah resmi terjadinya akad nikah (pernikahan) maka
hendaknya diadakan walimah

(pesta pernikahan).

7. Sebagai bukti otentik terjadinya pernikahan, sesuai dengan analogi surat Ali-
Imran ayat 282 harus diadakani i’lan an-nikah (pendaftaran nikah), kepada
Pejabat Pencatat Nikah, sesuai pula dengan UU No. 22 Tahun 1946 jo UU No.32
Tahun 1954 jo UU No.1 Tahun 1974 (lihat juga Pasal 7 KHI Instruksi Presiden RI
No.1 Tahun 1991).(M. Idris Ramulyo, 2002:48-49)

Syarat nikah

Syarat calon pengantin laki-laki dan wanita

a) Syarat-syarat Bakal Suami

1) Islam

2) Lelaki yang tertentu

3) Bukan mahram dengan bakal isteri

4) Bukan dalam ihram haji atau umrah


5) Dengan kerelaan sendiri (tidak sah jika dipaksa)

6) Mengetahui wali yang sah bagi akad nikah tersebut

7) Mengetahui bahwa perempuan itu boleh dan sah dinikahi 8) Tidak mempunyai
empat orang isteri yang sah dalam satu masa

b) Syarat-syarat Bakal Isteri:

1) Islam

2) Perempuan yang tertentu

3) Tidak dalam keadaan idah

4) Bukan dalam ihram haji atau umrah

5) Dengan rela hati (bukan dipaksa kecuali anak gadis)

6) Bukan perempuan mahram dengan bakal suami

7) Bukan isteri orang atau masih ada suami

2. Syarat Wali

Syarat akad nikah yang kedua yaitu adanya wali, adapun syarat wali diantaranya
adalah : 1) Adil 2) Islam 3) Baligh 4) Lelaki 5) Merdeka 6) Tidak fasik, kafir dan
murtad 7) Bukan dalam ihram haji atau umrah 8) Waras –tidak cacat akal fikiran
atau gila 9) Dengan kerelaan sendiri dan bukan paksaan. 10) Tidak muflis atau
ditahan kuasa atas hartanya

3. Syarat Saksi

Adapun syarat-syarat bagi seorang saksi diantaranya adalah 1) Islam 2) Lelaki 3)


Baligh 4) Berakal 5) Merdeka 6) Sekurang-kurangnya dua orang 7) Memahami
kandungan lafaz ijab dan qabul 8) Dapat mendengar, melihat dan bercakap (tidak
buta, bisu atau pekak) 9) Adil (tidak melakukan dosa besar dan tidak berterusan
melakukan dosa-dosa kecil) 10) Bukan tertentu yang menjadi wali. (Misalnya,
bapa saudara lelaki yang tunggal). Katalah hanya ada seorang bapa saudara yang
sepatutnya menjadi wali dalam perkahwinan itu tetapi dia mewakilkan kepada
orang lain untuk menjadi wali sedangkan dia hanya menjadi saksi, maka
perkahwinan itu tidak sah karena dia dikira orang tertentu yang sepatutnya
menjadi wali.

4. Syarat Ijab dan Qabul

a) Syarat Sah Shigat Ijab Qabul

Untuk terjadinya akad yang mempunyai akibat-akibat hukum pada suami istri
haruslah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut 1) Kedua belah pihak sudah
tamyiz. 2) Ijab qabulnya dalam satu majlis, yaitu ketika mengucapkan ijab qabul
tidak boleh diselingi dengan kata-kata lain, atau menurut adat dianggap ada
penyelingan yang menghalangi peristiwa ijab qabul.4

rukun dalam akad nikah yaitu

: 1) Adanya pengantin lelaki (Calon Suami) dan Pengantin perempuan (Calon


Isteri) yang tidak terhalang dan terlarang secara syar’i untuk menikah, diantara
perkara syar’i yang menghalangi keabsahan suatu pernikahan misalnya si wanita
yang akan dinikahi oleh si lelaki karena adanya hubungan nasab atau penyusuan.
Atau si wanita sedang dalam masa iddahnya dan selainnya. Penghalang lainnya
adalah apabila si lelaki adalah orang kafir, sementara si wanita yang akan
dinikahinya adalah seorang muslimah.

2) Wali

3) Saksi

4) Ijab dan Qabul (akad nikah)

5) Ridhonya pihak mempelai pria dan ridhonya pihak mempelai wanita. 1

1
gfjhkujyrsgfgffjhjhkjgvdsrff
Rukun nikah

Masalah perkawinan dalam hukum Islam sudah diatur sedemikian rupa, berikut
ini akan dikemukakan pendapat ualama mengenai rukun dan syarat perkawinan.
Jumhur ulama sepakat bahwa rukun perkawinan terdiri

atas:

1. Calon mempelai pengantin pria,

2. Calon mempelai pengantin wanita,

3. Wali dari pihak calon penganting wanita,

4. Dua orang saksi

5. dan ijab qabul.

Tujuan pernikahan
Artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan
untukmu istriistri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa
tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi
kaum yang berfikir”.

Dipilihnya ayat tersebut untuk dibaca saat momentum pernikahan tentu


mempunyai maksud, yaitu ingin mengingatkan kedua mempelai -juga semua
yang hadir dalam acara tersebut- akan isi yang terkandung di dalamnya. Bahkan
tidak jarang saat ada sesi ceramah nasehat pernikahan, penceramah akan
membahas dan mengurai maksud dari ayat tersebut
menurut apa yang difahaminya. Ada tiga kata yang dititik-tekankan dari ayat
tersebut, yaitu sakinah, mawaddah dan rahmah.

Sakinah (‫ )السكينة‬artinya ketenangan dan ketenteraman ( ‫)واالستقرار الطمأنينة‬

mawaddah (‫ )المودة‬artinya kecintaan (‫)المحبة‬

rahmah (‫ )الرحمة‬artinya kasih sayang ( ‫الرقة‬

(‫والشفقة‬

atau kebaikan dan kenikmatan (‫)والنعمة الخير‬2

Dari makna lughawi ketiga kata tersebut, ketika diterapkan untuk memahami
maksud ayat tersebut, seolah-olah mengarah kepada suatu makna bahwa
pernikahan itu akan membimbing kedua suami dan istri yang melangsungkan
akad nikah untuk meraih ketenteraman, kedamaian dan ketenangan, serta
dapat saling meluahkan rasa kasih dan sayang antara keduanya.

Rumah tangga seperti inilah yang diinginkan Islam, yakni rumah tangga sakinah,
sebagaimana disyaratkan Allah SWT dalam surat ar-Rum (30) ayat 21 di atas.
Ada tiga kata kunci yang disampaikan oleh Allah dala ayat tersebut, dikaitkan
dengan kehidupan rumah tangga yang ideal menurut Islam , yaitu sakinah (as-
sakinah), mawadah (al-mawaddah), dan rahmat (ar-rahmah). Ulama tafsir
menyatakan bahwa as-sakinah adalah suasana damai yang melingkupi rumah
tangga yang bersangkutan; masing-masing pihak menjalankan perintah Allah
SWT dengan tekun, saling menghormati, dan saling toleransi.

Dari suasana as-sakinah tersebut akan muncul rasa saling mengasihi dan
menyayangi (al-mawadah), sehingga rasa tanggung jawab kedua belah pihak
semakin tinggi. Selanjutnya, para mufasir mengatakan bahwa dari as sakinah
dan al-mawadah inilah nanti muncul ar-rahmah, yaitu keturunan yang sehat dan
penuh berkat dari Allah SWT, sekaligus sebagai pencurahan rasa cinta dan kasih
suami istri dan anak-anak mereka

2
ghghd
Hasbi al Shiddieqy19, mengemukakan faedah-faedah pernikahan sebagai
berikut:

1. Lahirnya anak yang akan mengekalkan keturunan seseorang dan memelihara


jenis manusia.

2. Memenuhi hajat biologis. Pernikahan memelihara diri dari kerusakan akhlak


dan keburukan yang merusak masyarakat. Tanpa pernikahan, maka hajat
biologis disalurkan lewat cara-cara yang tidak dibenarkan agama dan akal yang
sehat serta kesusilaan.

3. Menciptakan kesenangan dan ketenangan kedalam diri masing-masing suami


isteri. Membangun dan mengatur rumah tangga atas dasar rahmah dan
mawaddah antara dua orang yang telah dijadikan satu itu.

4. Menjadi motivasi untuk sungguh-sungguh berusaha mencari rezki yang halal.

Anda mungkin juga menyukai