Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH HUKUM AGRARIA

PENDAFTARAN TANAH

UIN SUSKA RIAU

DISUSUN OLEH :

1. SITI KHASANAH (11727200292 )


2. TRI WIRANDA (1720724977 )
3. YOGA ORANTARI (11720715167 )
4. YOSHUA HERMAN B. M. S ( 11720715241 )

DOSEN PEMBIMBING:
ASRIL, SHI., MH.

Ilmu Hukum-F
Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan anugrah dari-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Sholawat dan
salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan besar kita nabi
Muhammad SAW yang telah menunjukkan kepada kita semua jalan yang lurus
berupa ajaran Agama Islam yang sempurna dan menjadi anugrah terbesar bagi
seluruh alam semesta. Akhirnya kami dapat menyelesaikan makalah yang menjadi
tugas mata kuliah Hukum Agraria dengan bahan kajian yang berjudul
“Pendaftaran Tanah”.

Saya mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Asril S.HI., SH.,
MH. yang telah membimbing kami. Dan kami mengucapkan banyak terimakasih
kepada semua pihak yang telah membantu selama pembuatan makalan ini
berlangsung, dan yang belum dapat berkontribusi didalam pembuatan makalah ini
agar dapat mengintropeksi diri untuk kedepannya. Demikian yang dapat kami
sampaikan, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Kami
mengharapkan kritik dan saran terhadap makalah ini agar kedepannya dapat
diperbaiki.

Pekanbaru, 5 November 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.................................................................................................................i
Daftar Isi..........................................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .................................................................................................1

B. Rumusan Masalah ............................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Pendaftaran Tanah.........................................................................3

B. Dasar Hukum Pendaftaran Tanah....................................................................4


C. Sejarah Pendaftaran Tanah di Indonesia..........................................................4
D. Asas-Asas Pendaftaran Tanah.........................................................................8
E. Tujuan Pendaftaran Tanah...............................................................................8
F. Penyelenggara Pendaftaran Tanah...................................................................9
G. Sistem Pendaftaran Tanah.............................................................................10
H. Objek Pendaftaran Tanah...............................................................................12
I. Pelaksanaan Pendaftaran Tanah.....................................................................13
J. Penerbitan Sertifikat Pengganti.....................................................................16

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan.....................................................................................................18

C. Saran ..............................................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................20

ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tanah merupakan elemen yang penting bagi kehidupan manusia. Oleh karena itu
kepastian kepemilikan tanah sangat diperlukan untuk kepastian hukum. Sehingga
kepemilikan tanah perlu di daftarkan. Untuk tercapainya kepastian pendaftaran tanah
tersebut maka Penyelenggaraan Pendaftaran Tanah berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 10 Tahun 1961 (selanjutnya akan disebut sebagai PP 10/1961) yang telah
berlaku sejak tahun 1961 dipandang memiliki substansi yang sudah tidak dapat lagi
memenuhi tuntutan zaman untuk memberikan kepastian atas pendaftaran tanah
tersebut.

Oleh karenanya pada tanggal 8 Juli 1997 pemerintah menetapkan dan


mengundangkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran
Tanah (selanjutnya akan disebut sebagai PP 24/1997) untuk menggantikan PP 10/1961
tersebut. PP ini berlaku tiga bulan sejak tanggal diundangkannya (Pasal 66) yang
berarti secara resmi mulai berlaku diseluruh wilayah Indonesia sejak tanggal 8
Oktober 1997 dengan Peraturan Pelaksananya adalah Peraturan Menteri Negara
Agraria/Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1997 (selanjutnya akan disebut sebagai PerMen
3/1997). Sementara semua peraturan perundang-undangan sebagai pelaksana dari PP
10/1961 yang telah ada masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau diubah
atau diganti berdasarkan PP 24/1997 ini (Pasal 64 ayat (1) ).

PP 24/1997 yang menggantikan PP 10/1961 ini merupakan peraturan pelaksana


dari amanat yang ditetapkan dalam Pasal 19 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960
Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (yang selanjutnya akan disebut
UUPA) yang mengatur:"Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan
pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan
yang diatur dengan Peraturan Pemerintah".

1
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian tersebut di atas, adapun rumusan masalah dalam makalah ini
adalah :
1. Apa yang dimaksud dengan pendaftaran tanah?
2. Apa dasar hukum dari pendaftaran tanah)
3. Bagaimana sejarah pendaftaran tanah di Indonesia?
4. Apa saja asas-asas pendaftaran tanah?
5. Apa tujuan pendaftaran tanah?
6. Siapa penyelenggara pendaftaran tanah?
7. Bagaimana sistem pendaftaran tanah?
8. Apa objek pendaftaran tanah?
9. Bagaimana pelaksanaan pendaftaran tanah?
10. Bagaimana penerbitan sertifikat pengganti?

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Pendaftaran Tanah


Pengertian Pendaftaran Tanah menurut ketentuan Pasal 1 angka 1 PP
No.24 Tahun 1997 adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
pemerintah secara terus-menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi
pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data
fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang
tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti
haknya bagi biang-bidang tanha yang sudah ada haknya dan hak milik atas
satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.

Menurut A.P. Parlindungan, sebagaimana dikutip oleh Urip Santoso,


pendaftaran tanah berasal dari kata Cadastre, yang dalam bahasa Belanda
disebut Kadaster. Cadastre adalah suatu istilah teknis untuk suatu recocrd
(rekaman) yang menunjukkan kepada luas, nilai dan kepemilikan (atau lain-
lain atas hak) terhadap suatu bidang tanah. Kata Cadastre berasal dari bahasa
latin Capistrtum1

Pendaftaran tanah dilakukan dalam bentuk peta dan daftar, dapat kita
ketahui bahwa salah satu rangkaian kegiatan pendaftaran tanah adalah
pemeliharaan data fisik dan data yuridis yang juga dilakukan dalam bentuk
peta ddan daftar yang memuat data fisik dan data yuridis dari bidang-bidang
tanah dan satuan rumah susun.2

1. Data Fisik
Data fisik sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 1 angka 6 PP
No.24 Tahun 1997 adalah keterangan mengenai letak, batas dan luas
bidang-bidang tanah dan satuan rumah susun yang didaftar, termasuk

1
Wibowo Tunardy, “Pendaftaran Tanah”, Jurnal Hukum No.4 Vol.02 November 2013,
hlm. 4
2
Arba, Hukum Agraria Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2015), hal.148

3
keterangan mengenai adanya bangunan atau bagian bangunan di atasnya.
Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa yang menjadi objek-objeknya
adalah bidang tanah dan satuan rumah susun, dan keterangan yang
diperlukan terhadap objek tersebut adalah mengenai letak, batas, luas serta
bangunan yang ada di atasnya.
2. Data Yuridis
Data Yuridis yang dimaksud dalam ketentuan Pasal 1 angka 6 PP
No.24 Tahun 1997 adalah keterangan mengenai status hukum bidang tanah
dan satuan rumah susun yang didaftar, pemegang haknya dan hak pihak
lain serta beban-beban lain yang membebaninya.

B. Dasar Hukum Pendaftaran Tanah


1. Undang-Undang No.5 Tahun 1960 (UUPA) Pasal 19, Pasal 23, Pasal 32,
dan Pasal 38.
2. Peraturan Pemerintah No.10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah, yang
diganti dengan Peraturan Pemerintah No.24 Tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah.

C. Sejarah Pendaftaran Tanah di Indonesia


1. Periode Kacau Balau (De Chaotische Periode)

Periode ini ditandai dengan dibentuknya VOC yang endapatkan kekuasan


berdagang dan kedaulatan daerah-daerah yang dikuasainya. Hal ini membuat
VOC merasa memiliki hak milik atas tanah yang terletak dalam wilayah
kekuasaannya.
VOC (Vernigde Oost Indische Compagnie) yang didirikan pada tahun 1602
di samping menerima hak dari pemerintah Belanda untuk berdagang di
Nederslands-Indie, juga menerima hak untuk menjalankan kekuasaan yang
berdaulat atas daerah-daerah yang dikuasainya dengan kekuatan senjata.
Adanya hak menjalankan kekuasaan tersebut membuat VOC menganggap

4
dirinya sebagai pemilik dari tanah-tanah yang terletak daerah-daerah
kekuasaannya.3
Pada tanggal 18 Agustus 1620, VOC mengeluarkan suatu plakat atau
maklumat yang merupakan peletakan dasar pertama bagi pelaksanaan kadaster
dan penyelenggaraan pendaftaran hak di Hindia Belanda. Pada tanggal 23 Juli
1680, VOC mengeluarkan plakat yang mengatur mengenai susunan dan
tugas Dewan Heemraden,yaitu suatu lembaga pemerintah yang memiliki
daerah kekuasaan di luar kota Jakarta. Pasal 16 plakat tersebut menetapkan
bahwa Dewan Heemraden harus dengan segera membuat suatu peta umum dari
tanah-tanah yang terletak dalam wilayah kerjanya yang pada setiap petanya
dicatat luas dari tiap-tiap tanah serta nama pemiliknya.
Dari ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Pasal 16 tersebut, ada 3 hal
yang perlu dicatat sehubungan dengan perkembangan kadaster, yaitu:4
a. Penyelenggarakan kadaster oleh Dewan Heemraden harus dilakukan
berdasarkan peta-peta tanah sehingga hal ini berarti Dewan
Heemraden harus menyelenggarakan suatu kadaster dalam arti yang
modern.
b. Tujuan penyelenggaraan kadaster adalah untuk tujuan pemungutan
pajak tanah dan memberikan jaminan kepastian hukum mengenai batas-
batas tanah.
c. Dewan Heemraden di samping menyelenggarakan kadaster bertugas
pula untuk menyelenggarakan perkara-perkara yang berkaitan dengan
batas-batas tanah serta pemeliharaan jalan-jalan, jembatan-jembatan,
saluran-saluran air, tanggul-tanggul dan bendungan-bendungan.
2. Periode Ahli Ukur Pemerintah (De Periode van den Gouvernements
landmeter)

Pada periode ini, Gubenur Jenderal dalam keputusannya tanggal 18 Januari


1837 No. 3 menginstruksikan kepada para ahli ukur di Jakarta, Semarang dan
Surabaya untuk menyelenggarakan suatu kadaster secara terperinci sesuai

3
Ibid., hal.153
4
Ibid., hal.154

5
dengan pokok-pokok penyelenggaraan suatu kadaster dalam arti yang modern.
Ahli ukur tanah pemerintah bertugas untuk: 5
a. Menyimpan dan memelihara peta-peta tanah yang telah ada atau peta-
peta tanah yang dibuat oleh para ahli ukur tanah sebelum berlakunya
instruksi tersebut dan membuat peta-peta tanah dari bidang-bidang
tanah yang belum diukur dan di peta.
b. Menyelenggarakan daftar-daftar yang terdiri dari:
1. Daftar tanah, yaitu daftar di mana tiap-tiap bidang tanah di daftar
menurut nomor atau huruf yang diberikan pada bidang-bidang
tanah yang diperlukan.
2. Daftar dari semua peta seperti peta kasar dan peta-peta lain.
3. Daftar dari hasil pengukuran dan penaksiran-penaksiran.
c.Memberikan Landmeterskennis.
3. Periode Pendaftaran Tanah (De Periode van den Kadastralen Dienst)
Sesuai dengan usul Motke dan J.B Hiddink tersebut, segera dimulai
pengukuran dan pemetaan dari Jakarta (Afdeling Batavia dat Landerman
Batavia) yang oleh residen Jakarta diinstruksikan dengan surat keputusan
tertanggal 12 Agustus 1874. Surat keputusan ini selanjutnya diubah dengan
Staatsblad 1875 No. 183 yang berlaku untuk seluruh Indonesia. Dalam
Staatsblad 1875 No. 183 diatur secara rinci mengenai penyelenggaraan
pengukuran dan pemetaan. Pada Pasal Staatsblad 1875 No. 183 tersebut
dinyatakan bahwa bidang-bidang tanah yang harus diukur dan di peta adalah: 6
a. Bidang tanah yang dipunyai oleh orang atau badan hukum dengan
sesuatu hak.
b. Bagian-bagian dari bidan tanah hak jika bagian-bagian dari bidang tanah
itu terpisah oleh batas alam atau jika bagian-bagian tanah itu mempunyai
tanaman yang berbeda-beda.
c. Memelihara Kadaster.

5
Ibid., hal.155
6
Ibid., hal.157

6
d. Mengeluarkan surat-surat keterangan (Landmeterskennis) dan surat-surat
ukur.

4. Priode Pendaftaran Tanah setelah Indonesia Merdeka


Tanggal 24 September 1960 merupakan tonggak bersejarah dalam hukum
tanah Nasional kita, hal ini disebabkan pada tanggal tersebut lahirlah Undang-
undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 yang selanjutnya biasa kita
kenal dengan sebutan UUPA. Lahirnya UUPA ini merupakan
pengejawantahan dari pasal 33 UUD 1945 sebagaimana ditegaskan dalam
Pasal 3 UUPA.
Sebelum berlakunya UUPA, hanya tanah-tanah yang tunduk pada hukum
Barat, misalnya Hak Eigendom, Hak Opstal, dan Hak Erfpacht yang
dilakukan pendaftaran tanah yang bertujuan untuk memberikan jaminan
kepastian hukum, dan kepada pemegang haknya diberikan suatu tanda bukti
berupa akta yang dibuat oleh Pejabat Balik Nama (Overschrijvings
Ambtenaar).
Pendaftaran tanah untuk tanah-tanah sebagaimana disebutkan diatas ini
dikenal dengan Recht Kadaster. Sebenarnya di masa yang lalu di beberapa
daerah pernah diselenggarakan pendaftaran tanah untuk tujuan fiskal, tetapi
oleh masyarakatnya diberi arti juga bersifat yuridis. Pendaftaran ini
didasarkan pada hukum adat setempat, ada yang didasarkan pada peraturan
yang dibuat oleh penguasa setempat, dan ada pula yang didasarkan pada
peraturan yang bersifat Nasional, misalnya saja :

1. Pendaftaran yang diselenggarakan oleh Kantor Pajak Hasil Bumi


(Landrente),sekalipun pendaftaran tanah yang dilakukannya bersifat
administrasi sesuai dengan peraturan yang bersangkutan, tetapi di balik
itu masyarakat menganggap surat pajak tersebut seakan-akan sebagai
bukti hak atas tanahnya yang terkena pajak tersebut. Mereka belum
merasa aman sebelum surat pajaknya ada di tangannya.

7
2. Pendaftaran tanah Subak yang diselenggarakan oleh Pengurus Subak di
Bali berdasarkan hukum adat setempat.
3. Pendaftaran tanah hak Grant di Medan yang diselenggarakan
berdasarkan peraturan Gemeente Medan.
4. Pendaftaran tanah yang diselenggarakan di Daerah Istimewa
Yogyakarta berdasarkan peraturan yang dikeluarkan oleh Kesultanan
Yogyakarta.
D. Asas-Asas Pendaftaran Tanah
Adapun asas-asas penyelenggaraan Pendaftaran Tanah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 PP No.24 Tahun 1997 adalah sebagai berikut:
1. Asas Sederhana, agar ketentuan-ketentuan pokok dan prosedurnya mudah
dipahami oleh pihak-pihak yang berkepentingan terutama para pemegang
hak atas tanah.
2. Asas Aman, agar diselenggarakan secara teliti dan cermat, sehingga
hasilnya dapat memberikan kepastian hukum sesuai dengan tujuan
pendaftaran tanah itu sendiri.
3. Asas Terjangkau, maksudnya yaitu pelayanan yang diberkan dalam rangka
peyelenggaraan pendaftaran tanah harus bisa tterjangkau bagi pihak-pihak
yang memerlukan, khususnya dengan memperhatikan kebutuhan dan
kemampuan golongan ekonomi lemah.
4. Asas Mutakhir, yaitu adanya kelengkapan yang memadai dalam
pelaksanaannya dan kesinambungan dalam pemeliharaan datanya. Data
yang disediakan harus menunjukkan keadaan yang mutakhir.
5. Asas Terbuka, bahwa dalam pendaaftaran tanah hendaknya selalu bersifat
terbuka bagi semua pihak,sehingga bagi yang membutuhkan informasi
tentang suatu tanah akan mudah untuk memperoleh keterangan-keterangan
yang diperlukan.7

E. Tujuan Pendaftaran Tanah


Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 PP No.24 Tahun 1997 tujuan dari
pendaftaran tanah adalah sebagai berikut:
7
Arba, Op.Cit., hal.151-152

8
1. Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada
pemegang hak atas sebidang tanah, satuan rumah susun, dan hak-hak lain
yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai
pemegang hak yang bersangkutan, untuk itu kepada pemegang hak
diberikan sertifikat.
2. Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan
termasuk pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang
diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang
tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar. Untuk
melaksanakan fungsi tersebut, data fisik dan data yuridis sebidang tanah
dan satuan rumah susun yang terdaftar terbuka untuk umum.
3. Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.

Dengan demikian, maka tujuan pedaftaran tanah adalah menjamin


kepastian hukum hak-hak atas tanah. Jaminan kepastian hukum hak-hak atas
tanah tersebut meliputi :
a. Kepastian hukum atas objek bidang tanahnya;
b. Kepastian hukum atas subjek haknya; dan
c. Kepastian hukum atas jenis ha katas tanahnya.
Untuk menjamin kepastian hukum hak-hak atas tanah, maka pendaftaran
tanah harus meliputi 2 kegiatan, yaitu:
1. Kadaster Hak
2. Pendaftaran Hak.8

F. Penyelenggara Pendaftaran Tanah


Pasal 19 UUPA menentukan bahwa pendaftaran tanah diselenggarakan
oleh pemerintah. Selanjutnya dalam PP No. 10 Tahun 1961 tentang
Pendaftaran Tanah, penyelenggaraan Pendaftaran Tanah dilaksanakan oleh
Jawatan Pendaftaran Tanah (Pasal 1). Sedangkan dengan berlakunya PP No. 24

8
Ibid., hal.154

9
Tahun 1997, Pasal 5 menentukan bahwa pendaftaran tanah diselenggarakan
oleh Badan Pertanahan Nasional.9
Kemudian dengan terbentuknya PP No. 10 Tahun 2006 tentang Badan
Pertanahan Nasional, maka tugas penyelenggaraan pendaftaran tanah dilakukan
oleh Deputi Bidang Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah. Penyelenggaraan
Pendaftaran Tanah secara garis besar meliputi kegiatan pendaftaran tanah
untuk pertama kali dan pemeliharaan data pendaftaran tanah. Kedua hal
tersebut sama-sama pentingnya, karena jika salah satunya kurang diperhatikan
maka menimbulkan hal-hal yang tidak diharapkan dikemudian hari.

G. Sistem Pendaftaran Tanah


Pendaftaran tanah mempunyai sistem yang berbeda antara negara yang
satu dengan negara yang lainnya. Namun yang banyak diikuti adalah sistem
pendaftaran yang berlaku di Australia yang lazim disebut Sistem Torrens.
Torrens ketika menjadi anggota First Colonial Ministry dari provinsi South
Australia, mengambil inisiatif untuk mengintroduksi pendaftaran tanah yang
di Australia terkenal sebagai Real Property Act Nomor 15 Tahun 1857-1858
Sistem ini kemudian di dunia dikenal dengan sistem Torrens atau Torrens
system. 10
Penerapan sistem ini berawal dari cita suatu ketentuan bahwa manakala
seorang mengklaim sebagai pemilik fee simple baik karena undang-undang
atau sebab lain harus mengajukan suatu permohonan agar lahan yang
bersangkutan diletakkan atas namanya. Permohonan ini kemudian diteliti oleh
Barrister and Conveyancer yang terkenal sebagai examiner of title
(pemeriksa alas hak), dan berdasarkan PP Nomor 10 Tahun 1961 disebut
Panitia Tanah A/ B, atau panitia Ajudikasi oleh PP Nomor 24 Tahun 1997.
Dalam memeriksa kelayakan sebuah permohonan yang diajukan oleh
pemohon, maka lahan tersebut akan diuji dan berkesimpulan:
1. bahwa lahan yang dimohon didaftarkan tersebut baik dan jelas;

9
Ibid., hal.159
10
Supriadi, Op.Cit., hal.166

10
2. bahwa atas permohonan tidak ada sengketa dalam pemilikan tersebut;
3. bahwa atas permohonannya secara meyakinkan dapat diberikan;
4. bahwa atas bukti dari alas hak tidak ada orang yang berprasangka dan
berkeberatan terhadap kemilikan pemohon.
Pendaftaran tanah yang dianut oleh sistem Torrens ini tentu mempunyai
kelebihan dan kelemahan. Keuntungan pendaftaran sistem Torrens ini, yaitu:
1. menetapkan biaya-biaya yang tak dapat diduga sebelumnya;
2. meniadakan pemeriksaan yang berulang-ulang;
3. meniadakan kebanyakan rekaman;
4. secara tegas menyatakan dasar haknya;
5. melindungi terhadap kesulitan-kesulitan yang tidak tersebut dalam
sertifikat;
6. meniadakan (hampir tak mungkin) pemalsuan;
7. tetap memelihara sistem tersebut tanpa menambahkan kepada taksasi
yang menjengkelkan, oleh karena yang memperoleh kemanfaatan
dari sistem tersebut yang membayar biaya;
8. meniadakan alas hak pajak; dan
9. dia memberikan suatu alas hak yang abadi, oleh karena negara
menjaminnya tanpa batas.
Di samping keuntungan yang terdapat dalam pendaftaran sistem Torrens
tersebut, terdapat beberapa kekurangan, yaitu:
a. dia mengganti kepastian dari ketidakpastian;
b. dia shilling dan waktu penyelesaian dari bulanan menjadi harian;
c. dia mengubah menjadi singkat dan kejelasan dari ketidakjelasan dan
bertele-tele. 11
Selain sistem Torrens dalam pendaftaran tanah di atas, dikenal pula satu
sistem pendaftaran yang lazim disebut "Pendaftaran Tanah dengan Stelsel
Negatif". A.P. Parlindungan" mengatakan bahwa sejarah pemilikan tanah
secara individual jika hanya mengandalkan kepada ingatan atau keterangan
saksi pasti tidak teliti, karena ingatan bisa saja kabur dan saksi-saksi hidup satu

11
Ibid., hal.167

11
masa akan meninggal dunia, apalagi seperti di Indonesia, tanah sudah ada sejak
dahulu dalam artian bahwa hubungan manusia dengan tanah telah ada sejak
dahulu, namun karena tidak tertulis apalagi tidak terdaftar hanya secara lisan
diketahui tanah itu milik siapa dan batas-batasnya, atau setidak-tidaknya satu
bidang tanah itu umum diketahui adalah milik seseorang ataupun warisan
seseorang pada ahli warisnya.
Lebih jauh A.P. Parlindungan" mengatakan bahwa sungguhpun oleh
Torrens sistem hal ini juga diinsafi dengan adanya lembaga examiner of title
(di Indonesia: Panitia Tanah) sehingga memberi kesempatan kepada orang atas
pihak yang merasa haknya lebih benar/kuat dari yang terdapat dalam sertifikat
untuk mengklaim hal ini dengan mengajukannya kepada Pengadilan Negeri
setempat dengan adagium siapa yang merasa berhak harus mengajukan bukti-
buktinya. Jika hal ini meyakinkan, Hakim Pengadilan Negeri menyatakan
bahwa sertifikat itu batal, dan menyatakan orang yang mengajukan perkara
tersebut lebih berhak dan meyakinkan. Kelihatannya PP Nomor 24 Tahun 199
menganut stelsel negatif yang terbatas 5 tahun. 12
Memperhatikan kedua sistem di atas, timbul pertanyaan, di Indonesia
sistem pendaftaran tanah mana yang dianut. Menelusuri beberapa Putus
Mahkamah Agung tentang kasus yang timbul berkaitan dengan tanah di
Indonesia, ternyata sistem pendaftaran tanah di Indonesia mengarah pada
pengakuan sistem stelsel negatif .

H. Objek Pendaftaran Tanah


Adapun objek pendaftaran tanah menurut ketentuan Pasal 9 PP No. 24
Tahun 1997 obje pendaftaran tanah meliputi: 13
1. Bidang-bidang tanah yang dipunyai dengan Hak Milik, Hak Guna
Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai;
2. Tanah Hak Pengelolaan;
3. Tanah Wakaf;

12
Ibid., hal.167
13
Arba, Op.Cit., hal.161

12
4. Hak Milik atas Satuan Rumah Susun;
5. Hak Tanggungan; dan
6. Tanah Negara.
Khusus Tanah Negara sebagai objek Pendaftaran Tanah,
pendaftarannya dilakukan hanya dengan cara membukukan bidang tanah
Negara dalam daftar tanah (Pasal 9 ayat (2)). Adapun satuan wilayah Tata
Usaha Pendaftaran Tanah adalah desa atau kelurahan. Sedangkan khusus
pendaftaran tanah hak guna usaha, hak pengelolaan, hak tanggungan dan
tanah Negara satuan wilayah tata usaha pendaftarannya adalah Kabupaten/
Kotamadya.

I. Pelaksanaan Pendaftaran Tanah


Pelaksanaan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Indonesia didasarkan
pada Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997. Pelaksanan pendaftaran
tanah diselenggarakan oleh Badan Pertanahan Nasional Pelaksanaan
pendaftaran tanah meliputi kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali
dan pemeliharaan data pendaftaran tanah (Pasal 11). 14
Pendaftaran tanah untuk pertama kali (Pasal 13) dilakukan melalui dua
cara, yaitu:
1. Secara sistematik, didasarkan pada suatu rencana kerja dan
dilaksanakan di wilayah-wilayah yang ditetapkan oleh Menteri.
2. Secara sporadik, pendaftaran tanah dilaksanakan atas permintaan
pihak yang berkepentingan.

1. Pengumpulan dan Pengolahan Data Fisik


Peangumpulan dan Pengolahan data fisik adalah keterangan mengenai
letak, batas dan luas bidang tanah dan satuan rumah susun yang terdaftar,
termasuk keterangan mengenai adanya bangunan atau bagian bangunan di
atasnya. Dalam rangka pengumpulan dan pengolahaan data fisik, dilakukan

14
Ibid., hal.162

13
kegiatan pengukuran dan pemetaan. Kegiatan pengukuran dan pemetaan
(Pasal 14) meliputi:
a. Pembuatan peta dasar pendaftaran;
b. Penetapan batas-batas bidang tanah;
c. Pengukuran dan pemetaan bidang-tanah dan pembuatan peta
pendaftaran;
d. Pembuatan daftar tanah; dan
e. Pembuatan surat ukur.

2. Pembuktian Hak dan Pembukuannya


Dalam hal ini meliputi:
a. Pembuktian hak baru;
b. Pembuktian hak lama; dan
c. Pembukuan hak.
3. Penerbitan Sertifikat Tanah
Menurut PP No. 24 Tahun 1997, sertifikat adalah Surat Tanda Bukti
Hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA untuk
hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah
susun dan hak tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dala
Buku Tanah yang bersangkutan. Dengan demikian sertifikat tanah terdiri
atas:
a. Salinan buku tanah;
b. Salinan surat ukur; dan
c. Kertas sampul.
4. Penyajian Data Fisik dan Data Yuridis
Penyajian data fisik dan data yuridis merupakan kegiatan tata usaha
pendaftaran tanah. Penyajian data fisik dan data yuridis oleh Kantor
Pertanahan terdiri dari:
a. Peta Pendaftaran Tanah, yaitu peta yang menggambarkan bidang
atau bidang-bidang tanah untuk keperluan pembukuan.

14
b. Daftar Tanah, yaitu dokumen dalam bentuk daftar yang memuat
identitas bidang tanch dengan suatu sistem penomoran.
c. Surat Ukur, yaitu dokumen yang memuat data fisik suatu bidang
tanah dalam bentuk peta dan uraian.
d. Buku Tanah, yaitu dokumen dalam bentuk daftar yang memuat
data yuridis dan data fisik suatu objek pendaftaran tanah yang
sudah ada haknya
e. Daftar Nama, yaitu dokumen dalam bentuk daftar yang memuat
keterangan mengenai penguasaan tanah dengan sesuatu hak atas
amah, atau hak pengelolaan dan mengenai pemilikan hak milik
atas rumah susun oleh orang perorangan atau badan hukum.
5. Penyimpanan Daftar Umum dan Dokumen
Dokumen Dokumen-dokumen yang merupakan alat pembuktian yang
telah digunakan sebagai dasar pendaftaran (warkah), diberi tanda pengenal
dan disimpan di Kantor Pertanahan yang bersangkutan atau di tempat lain
yang ditetapkan oleh Menteri/Kepala Badan Pertanahan.
Peta pendaftaran, daftar tanah, surat ukur, buku tanah, daftar nama dan
dokumen-dokumen di atas harus tetap berada di Kantor Pertanahan atau
ditempat lain yang ditetapkan oleh Menteri/Kepala Badan Pertanahan
Nasional. Untuk mencegah hilangnya dokumen tersebut, maka apabila ada
instansi yang menganggap perlu untuk memeriksanya, pemeriksaan wajib
dilakukan di Kantor Pertanahan.
Kegiatan pemeliharaan data pendaftaran tanah meliputi Pendaftaran
Peralihan dan Pembebanan Hak dan Pendaftaran Perubahan Data
Pendaftaran Tanah (Pasal 36 s.d.57 PP No.24Tahun 1997). Pemeliharaan
data pendaftaran tanah dilakukan apabila terjadi perubahan pada data fisik
atau data yuridis objek pendaftaran tanah yang telah didaftar. Perubahan
data fisik dimaksud adalah pemisahan, pemecahan atau penggabungan
bidang-bidang tanah yang sudah terdaftar. Perubahan data yuridis terjadi
apabila ada permbebanan atau pemindahan hak atas yang sudah didaftar.

15
Perubahan yang terjadi oleh pemegang hak atas tanah wajib didaftarkan
pada Kantor Pertanahan.

J. Penerbitan Sertifikat Pengganti


Penerbitan sertifikat pengganti atas dasar permohonan pemegang hak
dapat diterbitkan sertifikat baru sebagai pengganti karena sertifikat rusak,
atau hilang diatur dalam ketentuan Pasal 57 sampai dengan Pasal 60 PP No.
24 Tahun 1997. 15
Pasal 57 menentukan bahwa atas permohonan pemegang hak diterbitkan
sertifikat baru sebagai pengganti sertifikat yang rusak, hilang, masih
menggunakan blanko sertifikat yang tidak digunakan lagi atau yang tidak
diserahkan kepada pembeli lelang dalam suatu lelang eksekusi. Permohonan
sertifikat pengganti dimaksud hanya dapat diajukan oleh pihak yang namanya
tercantum sebagai pemegang hak dalam buku tanah yang bersangkutan atau
pihak lain merupalan penerima hak berdasarkan akta PPAT atau kutipan
risalah lelang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 dan Pasal 41 atau akat
sebagaimana dimaksud Pasal 53, atau kuasanya. Dalam hal pemegang hak
atau penerima hak sudah meninggal dunia, permohonan sertifikat pengganti
dapat diajukan oleh ahli warisnya dengan menyerahkan surat tanda bukti
sebagal ahli waris. Penggantian sertifikat tersebut harus dicatat dalam buku
tanah yang bersangkutan.
Pasal 58 menentukan bahwa dalam hal penggantian sertifikat karena
rusak atau pembaruan blanko sertifikat, sertifikat yang ditahan dan
dimusnahkan. 16
Pasal 59 menentukan bahwa permohonan sertifikat pengganti yang
hilang harus disertai pernyataan di bawah sumpah dari yang bersangkutan di
hadapan Kepala Kantor Pertanahan atau Pejabat yang ditunjuk mengenai

15
Ibid., hal.169
16
Ibid., hal.168

16
hilangnya sertifikat hak yang bersangkutan. Penerbitan sertifikat pengganti
dimaksud didahului dengan pengumuman 1 (satu) kali dalam salah satu
surat kabar harian setempat atas biaya pemobon. Jika dalam jangka waktu
30 (tiga puluh) hari dihitung sejak hari pengumuman tidak ada yang
mengajukan keberatan mengenai akan diterbitkan sertifikat pengganti
tersebut atau ada yang mengajukan keberatan akan tetapi menurut
pertimbangan kepala Kantor Pertanahan keberatan tersebut tidak beralasan,
diterbitkan sertifikat baru. Jika keberatan itu beralasan, maka Kepala Kantor
Pendaftaran Tanah akan menolak menerbitkan sertifikat pengganti. Baik
diterbitkan sertifikat pengganti maupun ditolak untuk diterbitkan harus
dicatat dalam berita acara oleh Kepala Kantor Pertanahan.

17
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Salah satu tujuan dari Pendaftaran Tanah yaitu untuk memberikan kepastian
hukum hak milik atas tanah terhadap masyarakat sesuai pasal 3 Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 , namun seutuhnya belum terlaksana dengan baik
sebagai bukti bahwa peringkat pertama di setiap pengadilan Negeri di Indonesia
masih ditempati oleh konflik-konflik sengketa pertanahan dan terkait dengan pasal
32 ayat (2) PP Nomor 24 Tahun 1997 bahwa pihak yang merasa mempunyai sesuatu
kepentingan terkait hak atas tanah yang didaftarkan oleh seseorang, dibatasi hanya
dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak diterbitkannya sertifikat tanah, dapat
melakukan gugatan dalam rangka mempertahankan haknya, kecuali dapat dibuktikan
tidak adanya itikad baik dalam perolehan sertifikat tersebut. Sesuai dengan pasal ini
secara jelas dan tegas pembentuk UU bersifat mendua.

Disatu sisi mempunyai keinginan untuk memberikan kepastian hukum bagi


pemilik tanah yang sudah bersertifikat, tetapi di sisi lain juga tidak mempunyai
keyakinan atas kebenaran data fisik maupun data yuridis yang digunakan untuk
melakukan pendaftaran tanah hingga terbitnya sertifikat. Oleh karena itu sampai saat
ini janji untuk memberikan kepastian hukum atas kepemilikan tanah belum
dirasakan oleh masyarakat. Sertifikat berlaku hanya sebagai alat pembuktian yang
kuat, artinya selama tidak dapat dibuktikan sebaliknya, data fisik dan data yuridis
yang tercantum di dalam sertipikat harus diterima sebagai data yang benar baik
dalam perbuatan hukum sehari-hari maupun dalam berperkara di pengadilan.

18
Penyebab terjadinya sertifikat ganda disebabkan oleh kesalahan dari Pemilik
tanah/pemohon itu sendiri dan oleh pihak Badan Pertanahan Nasional selaku instansi
yang menerbitkan sertipikat. Secara garis besar penyebabnya adalah :

1. Pemohon dengan sengaja atau tidak dengan sengaja menunjuk letak tanah dengan
batas-batas yang salah.
2. Adanya surat, alat bukti, atau pengakuan haknya dibelakang hari terbukti
mengandung ketidak benaran, kepalsuan atau tidak berlaku lagi.
3. Tidak dilaksanakannya UUPA dan peraturan-peraturannya secara konsekwen dan
bertanggung jawab, dan Kurang berfungsinya aparat pengawas.
4. Ketidaktelitian pejabat kantor Pertanahan dalam menerbitkan sertifikat.
5. Ketergantungan BPN pada instansi Pemerintah lainnya, seperti kantor desa/camat
dan kantor perpajakan dan keterlibatan Pejabat Umum.
6. Masyarakat kurang memahami mengenai peraturan perundangan menganai
prosedur pembuatan sertifikat tanah.
7. Pembeli tidak pernah melihat batas-batas tanahnya.
8. Pengukuran yang tidak tertib bahkan tidak professional.
9. Adanya alas hak yang tidak benar atau dipalsukan.

B. Saran

Dengan harapan terciptanya kepastian hukum hak atas tanah, serta tidak
terjadinya tumpang tindih overlapping atau sertipikat ganda, maka berdasarkan
kesimpulan sebelumnya direkomendasikan beberapa saran, yaitu;

1. Pelaksanaan pendaftaran tanah hendaknya memanfaatkan teknologi tinggi,


komputerisasidi bidang pengukuran dan pemetaan yang akurat dan cepat, dan
ditunjung oleh sumber daya manusia yang berkwalitas dan handal dibidangnya.
2. Melaksanakan pendaftaran tanah sesuai dengan koridor hukum dan prosedur
yang telah ditetapkan disetiap unit kerja dan dilaksanakan dengan penuh
tanggung jawab.
3. Meningkatkan pengawasan terhadap kinerja dan tanggung jawab aparat
pelaksana pendaftaran tanah diseluruh wilayah Indonesia, serta selalu
memberikan binaan moral dan etika secara kontinyu, sehingga kolusi yang terjadi
dapat diminimalisir.

19
DAFTAR PUSTAKA

Arba. 2015. Hukum Agraria Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika

Supriadi. 2012. Hukum Agraria. JAakarta: Sinar Grafika

Wibowo Tunardy. 2013. Pendaftaran Tanah. Jurnal Hukum . 02(4): hal. 4

https://www.academia.edu/19398035/Makalah_Pendaftaran_Atas_Tanah

http://prenadamedia.com/shop/penyelenggaraan-pendaftaran-tanah-di-

indonesia/

https://www.jurnalhukum.com/pelaksanaan-pendaftaran-tanah/

20

Anda mungkin juga menyukai