HUKUM AGRARIA
TENTANG
PENDAFTARAN TANAH DI INDONESIA
Penulis / Penyusun :
Nama : TEDY ROSYIDIN
NPM : 2020 . 5042
Semester / Kls : III (Tiga) / D
Dosen Pembimbing
Muhammad Amin, S.H., M.H.
DAFTAR ISI
BAB I ……………………………………………………………………………………. . 1
PENDAHULUAN …………………………………………………………………….…. 1
1.1 Latar Belakang …………………………………………………………….……. 1
1.2 Rumusan Masalah ………………………………………………………….….. 2
BAB II ………………………………………………………….…………………………. 3
PEMBAHASAN ………………………………………………………….……………… 3
2.1 Tinjauan Pustaka ………………………………………………………….…….3
2.1.1 Pengertian Pendaftaran Tanah ……………………………………… 3
2.1.2 Dasar Hukum Pendaftaran Tanah ………………………………….. 3
2.1.3 Tujuan dan Manfaat Pendaftaran Tanah …………………………... 5
2.1.4 Asas Pendaftaran Tanah …………………………………………..… 6
2.1.5 Obyek Pendaftaran Tanah …………………………………………... 6
2.1.6 Sistem Pendaftaran Tanah ………………………………………….. 7
2.1.7 Sistem Pendaftaran Tanah Menurut Ahli …………………………... 8
2.1.8 Alat Bukti Kepemilikan Tanah ……………………………………….. 10
2.1.9 Pendaftaran Tanah Secara Sistematis ……………………………… 11
2.1.10 Sertifikat Sebagai Alat Pembuktian Yang Kuat ……………………. 11
2.1.11 Peranan Kepala Desa dan PPAT dalam Pendaftaran Tanah ……. 12
2.1.12 Sertifikat Ganda ……………………………………………………….. 13
2.2 Contoh Kasus dan Pembahasan …………………………………………… 14
3.1 Kesimpulan
Salah satu tujuan dari Pendaftaran Tanah yaitu untuk memberikan
kepastian hukum hak milik atas tanah terhadap masyarakat sesuai pasal 3
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 , namun seutuhnya belum
terlaksana dengan baik sebagai bukti bahwa peringkat pertama di setiap
pengadilan Negeri di Indonesia masih ditempati oleh konflik-konflik sengketa
pertanahan dan terkait dengan pasal 32 ayat (2) PP Nomor 24 Tahun 1997
bahwa pihak yang merasa mempunyai sesuatu kepentingan terkait hak atas
tanah yang didaftarkan oleh seseorang, dibatasi hanya dalam jangka waktu 5
(lima) tahun sejak diterbitkannya sertifikat tanah, dapat melakukan gugatan
dalam rangka mempertahankan haknya, kecuali dapat dibuktikan tidak adanya
itikad baik dalam perolehan sertifikat tersebut. Sesuai dengan pasal ini secara
jelas dan tegas pembentuk UU bersifat mendua. Disatu sisi mempunyai
keinginan untuk memberikan kepastian hukum bagi pemilik tanah yang sudah
bersertifikat, tetapi di sisi lain juga tidak mempunyai keyakinan atas kebenaran
data fisik maupun data yuridis yang digunakan untuk melakukan pendaftaran
tanah hingga terbitnya sertifikat. Oleh karena itu sampai saat ini janji untuk
memberikan kepastian hukum atas kepemilikan tanah belum dirasakan oleh
masyarakat. Sertifikat berlaku hanya sebagai alat pembuktian yang kuat,
artinya selama tidak dapat dibuktikan sebaliknya, data fisik dan data yuridis
yang tercantum di dalam sertipikat harus diterima sebagai data yang benar baik
dalam perbuatan hukum sehari-hari maupun dalam berperkara di pengadilan.
Penyebab terjadinya sertipikat ganda disebabkan oleh kesalahan dari
Pemilik tanah/pemohon itu sendiri dan oleh pihak Badan Pertanahan Nasional
selaku instansi yang menerbitkan sertipikat. Secara garis besar penyebabnya
adalah :
1. Pemohon dengan sengaja atau tidak dengan sengaja menunjuk letak tanah
dengan batas-batas yang salah.
Makalah Tentang Pendaftaran Tanah di Indonesia
Halaman 18
Penyusun : TEDY ROSYIDIN, Mata Kuliah : Hukum Agraria, Semester / Kls : III (Tiga) / D
N P M : 2020 . 5042, Dosen Pembimbing : Muhamad Amin, S.H., M.H. SEKOLAH TINGGI ILMU MUHAMMADIYAH BIMA
2. Adanya surat, alat bukti, atau pengakuan haknya dibelakang hari terbukti
mengandung ketidak benaran, kepalsuan atau tidak berlaku lagi.
3. Tidak dilaksanakannya UUPA dan peraturan-peraturannya secara
konsekwen dan bertanggung jawab, dan Kurang berfungsinya aparat
pengawas.
4. Ketidaktelitian pejabat kantor Pertanahan dalam menerbitkan sertifikat.
5. Ketergantungan BPN pada instansi Pemerintah lainnya, seperti kantor
desa/camat dan kantor perpajakan dan keterlibatan Pejabat Umum.
6. Masyarakat kurang memahami mengenai peraturan perundangan
menganai prosedur pembuatan sertifikat tanah.
7. Pembeli tidak pernah melihat batas-batas tanahnya.
8. Pengukuran yang tidak tertib bahkan tidak professional.
9. Adanya alas hak yang tidak benar atau dipalsukan.
3.2 Saran
Dengan harapan terciptanya kepastian hukum hak atas tanah, serta tidak
terjadinya tumpeng tindih overlapping atau sertipikat ganda, maka berdasarkan
kesimpulan sebelumnya direkomendasikan beberapa saran, yaitu :
1. Pelaksanaan pendaftaran tanah hendaknya memanfaatkan teknologi tinggi,
komputerisasidi bidang pengukuran dan pemetaan yang akurat dan cepat,
dan ditunjung oleh sumber daya manusia yang berkwalitas dan handal
dibidangnya.
2. Melaksanakan pendaftaran tanah sesuai dengan koridor hukum dan
prosedur yang telah ditetapkan disetiap unit kerja dan dilaksanakan dengan
penuh tanggung jawab.
3. Meningkatkan pengawasan terhadap kinerja dan tanggung jawab aparat
pelaksana pendaftaran tanah diseluruh wilayah Indonesia, serta selalu
memberikan binaan moral dan etika secara kontinyu, sehingga kolusi yang
terjadi dapat diminimalisir.
Literatur Buku
Boedi Harsono. 2008. Hukum Agraria Indonesia : Sejarah Pembentukan Undang-
undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya. Jakarta : Djambatan
Boedi Harsono. 2008. Hukum Agraria Indonesia : Himpunan Peraturan-Peraturan
Hukum Tanah. Jakarta : Djambatan
Peraturan Perundang-undangan
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria.
Situs Internet
www.academia.edu, Pendaftaran dan Peralihan Hak atas Tanah, diakses pada
bulan November 2015.
Rista Leova https://www.academia.edu/19398035/Makalah Pendaftaran Atas Tanah,
diakses pada bulan Oktober 2021.