Pada tanggal 24 September 1960 disahkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, LNRI Tahun 1960 No. 104 – TLNRI No. 2043.
Undang-undang ini lebih dikenal dengan sebutan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA).
Sejak diundangkan UUPA, Berlakulah Hukum Agraria Nasional yang mencabut peraturan
dan keputusan yang dibuat pada masa pemerintahan Hindia-Belanda, antara lain Agrarische
Wet Stb. 1870 No. 55 dan Agrarische Besluit Stb. 1870 No. 118.
Tujuan diundangkan UUPA sebagaimana dimuat dalam Penjelasan Umumnya, yaitu:
1. Meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan Hukum Agraria Nasional, yang akan merupakan
alat untuk membawakan kemakmuran, kebahagiaan dan keadilan bagi negara dan rakyat,
terutama rakyat tani dalam rangka masyarakat adil dan makmur.
2. Meletakkan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan hukum pertahanan.
3. Meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah
bagi rakyat seluruhnya.
Pemberian jaminan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi seluruh rakyat
indonesia, yang menjadi salah satu tujuan diundangkan UUPA dapat terwujud melalui dua
upaya, yaitu :
1. Tersedianya perangkat hukum yang tertulis, lengkap, dan jelas yang dilakasanakan
secara konsisten sesuai dengan jiwa dan ketentuan-ketentuannya.
2. Penyelenggaraan pendaftaran tanah yang memungkinkan bagi pemegang hak atas tanah
yang dikuasanya, dan bagi pihak yang berkepentingan, seperti calon pembeli dan calon
kreditur, untuk memperoleh keterangan yang diperlukan mengenai tanah yang menjadi objek
perbuatan hukum yang akan dilakukan, serta bagi pemerintah untuk melaksanakan
kebijaksanaan pertahanan.
Pendaftaran tanah yang bertujuan memberikan jaminan kepastian hukum dikenal dengan
sebutan rechts cadaster/legal cadaster. Jaminan kepastian hukum yang hendak diwujudkan
dalam pendaftaran tanah ini, meliputi kepastian status hak yang didaftar, kepastian subjek
hak, dan kepastian objek hak. Pendaftaran tanah ini menghasilkan sertifikat sebagai tanda
bukti haknya. Kebalikan dari pendaftaran tanah yang recht cadaster, adalah fiscaal cadaster,
yaitu pendaftaran tanah yang bertujuan untuk menetapkan siapa yang wajib membayar pajak
atas tanah. Pendaftaran tanah ini menghasilkan surat tanda bukti pembayaran pajak atas
tanah, yang sekarang dikenal dengan sebutan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak
Bumi dan Bangunan (SPPTPBB).
UUPA mengatur pendaftaran tanah yang bertujuan untuk memberikan jaminan kepastian
hukum. Pendaftaran tanah ini menjadi kewajiban bagi pemerintah untuk menyelenggarakan
pendaftaran tanah ini menjadi kewajiban bagi Pemerintah maupun pemegang hak atas tanah.
Ketentuan tentang kewajiban tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia diatur dalam Pasal
19 UUPA, yaitu :
a. Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah, diadakan pendaftaran tanah
diseluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
b. Pendaftaran tersebut dalam ayat 1 pasal ini meliputi:
c. Pengukuran, perpetaan, dan pembukuan tanah;
d. Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut; dan
e. Pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.
f. Pendaftaran tanah diselenggarakan dengan mengingat keadaan negara dan masyarakat,
keperluan lalu lintas sosial-ekonomi serta kemungkinan penyelenggaraannya, menurut
pertimbangan Menteri Agraria.
g. Dalam Peraturan Pemerintahan diatur biaya-biaya yang bersangkutan dengan pendaftaran
termaksud dalam ayat 1 di atas, dengan ketentuan bahwa rakyat yang tidak mampu
dibebaskan dari pembayaran biaya-biaya tersebut.
UUPA juga mengatur kewajiban bagi pemegang Hak Milik, pemegang Hak Guna
Usaha, dan pemegang Hak Guna Bangunan untuk mendaftarkan hak atas tanahnya.
Kewajiban bagi pemegang Hak Milik atas tanah untuk mendaftarkan tanahnya diatur dalam
Pasal 23 UUPA, yaitu :
(1) Hak Milik, demikian pula setiap peralihan, hapusnya dan pembebanannya dengan hak-hak
lain harus didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam pasal 19.
(2) Pendaftaran termaksud dalam ayat 1 merupakan alat pembuktian yang kuat mengenai
hapusnya hak milik serta sahnya peralihan dan pembebanan hak tersebut.
Kewajiban bagi pemegang Hak Guna Usaha untuk mendaftarkan tanahnya diatur dalam
Pasal 32 UUPA, yaitu :
Hak Guna Usaha, termasuk syarat-syarat pemberiannya, demikian juga setiap peralihan
dan penghapusan tersebut, harus didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan yang dimaksud
dalam Pasal 19.
(1) Pendaftarn termaksud dalam ayat 1 merupakan alat pembuktian yang kuat mengenai
peralihan serta hapusnya Hak Guna Usaha, kecuali dalam hal hak itu hapus karena jangka
waktunya berakhir.
Kewajiban bagi pemegang Hak Guna Usaha untuk mendaftarkan tanahnya diatur
dalam Pasal 32 UUPA, yaitu:
(1) Hak Guna Usaha, termasuk syarat-syarat pemberiannya, demikian juga setiap peralihan dan
penghapusan tersebut, harus didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam
Pasal 19.
(2) Pendaftaran termaksud dalam ayat 1 merupakan alat pembuktian yang kuat mengenai
peralihan serta hapusnya Hak Guna Usaha, kecuali dalam hal hak itu hapus karena jangka
waktunya berakhir.
Kewajiban bagi pemegang Hak Guna Bangunan untuk mendaftarkan tanahnya diatur
dalam Pasal 38 UUPA, yaitu:
(1) Hak Guna Bangunan, termasuk syarat-syarat pemberiannya, demikian juga setiap peralihan
dan hapusnya hak tersebut harus didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan yang dimaksud
dalam pasal 19.
(2) Pendaftaran termaksud dalam ayat 1 merupakan alat pembuktian yang kuat mengenai
hapusnya Hak Guna Bangunan serta sahnya peralihan hak tersebut, kecuali dalam hal hak itu
hapus karena jangka waktunya berakhir.
UUPA juga mengatur pendaftaran Hak Pakai atas tanah, sebagaimana yang diatur dalam
Pasal 41 UUPA, yaitu :
“Hak Pakai adalah hak untuk menggunakn dan/atau memungut hasil dari tanah yang
dikuasai langsung oleh negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan
kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang
memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa
menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan
jiwa dan ketentuan-ketentuan undang-undang ini.”
Ketentuan lebih lanjut pendaftaran tanah menurut pasal 19 ayat (1) UUPA diatur dengan
peraturan Pemerintah. Peraturan Pemerintah yang diperintahkan di sini sudah dibuat, semula
adalah peraturan pemerintah (PP) No. 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah, LNRI
Tahun 1961 No. 28 – TLNRI No. 2171. Kemudian, Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961
dinyatakan tidak berlaku lagi dengan disahkan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997
tentang Pendaftaran Tanah, LNRI Tahun 1997 No. 59 – TLNRI No. 3696. Tidak berlakunya
lagi Peraturan Pemerintah 10 Tahun 1961 dinyatakan dalam Pasal 65 Peraturan Pemerintah
No.24 Tahun 1997, yaitu “Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini maka Peraturan
Pemerintah No. 10 Tahun 1961 tentang pendaftaran tanah (LNRI Tahun 1961 No. 28, TLNRI
No. 2171) dinyatakan tidak berlaku lagi.” Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 disahkan
pada tanggal 8 juli 1997, namun baru berlaku secara efektif mulai tanggal 8 Oktober 1997,
sebagaimana yang dinyatakan dalam Pasal 66-Nya. Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997
terdiri atas sepuluh bab dan 66 pasal.
Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961 dan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997
tersebut merupakan bentuk pelaksanaan pendaftaran tanah dalam rangka rechtscadaster
(pendaftaran tanah) yang bertujuan memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum
kepada pemegang hak atas tanah, dengan alat bukti yang dihasilkan pada akhir proses
pendaftaran tanah tersebut berupa Buku Tanah dan sertifikat tanah yang terdiri dari Salinan
Buku Tanah dan Surat Ukur.
Latar Belakang dibuatnya Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 dinyatakan dalam
Konsiderannya di bawah perkataan “menimbang”, yaitu:
a. Bahwa peningkatan pembangunan nasional yang berkelanjutan memerlukan dukungan
jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan.
b. Bahwa pendaftaran yang penyelenggaraannya oleh Undang-Undang No. 5 Tahun 1960
tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria ditugaskan kepada Pemerintah merupakan
sarana dalam memberikan jaminan kepastian hukum yang dimaksudkan.
c. Bahwa Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah dipandang
tidak dapat lagi sepenuhnya mendukung tercapainya hasil yang lebih nyata pada
pembangunan nasional, sehingga perlu dilakukan penyempurnaan.
Ada empat alasan pokok-pokok dibuatnya Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997,
sebagaimana yang dimuat dalam Penjelasan Umumnya, yaitu:
a. Peranan tanah bagi pemenuhan berbagai keperluan baik untuk bermukim maupun kegiatan
usaha dalam pembangunan jangka panjang kedua akan semakin meningkat, dan meningkat
pula kebutuhan akan dukungan jaminan kepastian hukum di bidang pertahanan.
b. Pendaftaran tanah yang diselenggarakan berdasarkan peraturan pemerintah No. 10 Tahun
1961 selama lebih dari 35 Tahun belum cukup memberikan hasil yang memutuskan. Dari
sekitar 55 juta bidang tanah hak yang memenuhi syarat untuk didaftar, baru kurang lebih 16,3
juta bidang yang sudah didaftar.
c. Kendala dalam pelaksanaan pendaftaran tanah terletak pada kekurangan anggaran, alat dan
tenaga, bidang tanah yang jumlahnya besar dan tersebar di wilayah yang luas, dan sebagian
besar penguasaannya tidak di dukung oleh alat-alat pembuktian yang mudah diperoleh dan
dapat dipercaya kebenarannya.
d. Ketentuan hukum untuk dasar pelaksanaannya dirasakan belum cukup memberikan
kemungkinan untuk terlaksananya pendaftaran tanah dalam waktu yang singkat dengan hasil
yang lebih memuaskan.
Peraturan pemerintah No. 24 Tahun 1997 di samping mencabut juga menyempurnakan
substansi Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961. Penyempurnaan Peraturan Pemerintah
No. 10 Tahun 1961, yaitu dalam hal:
a. Pengertian pendaftaran tanah
b. Asas-asas dan tujuan penyelenggaraan pendaftaran tanah, disamping untuk memberi
kepastian hukum, juga dimaksudkan untuk menghimpun dan menyajikan informasi yang
lengkap mengenai data fisik dan data yuridis mengenai bidang tanah yang bersangkutan.
c. Prosedur pengumpulan data penguasaan tanah dipertegas, dipersingkat, dan
disederhanakan. Guna menjamin kepastian hukum di bidang penguasaan dan pemilikan
tanah, faktor kepastian letak dan batas setiap bidang tanah tidak dapat diabaikan. Dari
pengalaman masa lalu cukup banyak sengketa tanah yang timbul sebagai akibat letak dan
batas bidang-bidang tanah tidak benar.
d. Untuk mempercepat pengukuran dan pemetaan bidang tanah yang harus didaftar
dimungkinkan menggunakan teknologi modern, sepertiGlobal Positioning System dan
komputerisasi pengolahan dan penyimpanan data.
e. Dimungkinkan pembukuan bidang-bidang tanah yang data fisik dan data yuridisnya belum
lengkap atau masih disengketakan.
Peraturan pemerintah no.24 Tahun 1997 dilaksanakan dengan Peraturan Menteri Negara
Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 Tahun 1997 tentang ketentuan Pelaksanan
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran. Peraturan perundang-
undangan yang melaksanakan dan menjadikan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997
sebagai dasar pembentukannya, anatara lain:
a. Peraturan Pemerintah No.36 Tahun 1998 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah
Terlantar.
b. Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta
Tanah.
c. Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2002 tentang Tarif Atas jenis Penerimaan Negara
Bukan Pajak yang Berlaku pada Badan Pertahanan Nasional.
d. Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 Tahun 1997
tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah.
e. Permen Agraria/Kepala BPN No. 3 Tahun 1998 tentang pemanfaatan Tanah Kosong untu
Tanaman Pangan.
f. Permen Agraria/Kepala BPN No. 4 Tahun 1998 tentang pedoman Penetapan Uang
Pemasukan dalam Pemberian Hak Atas Tanah Negara.
g. Permen Agraria/Kepala BPN No. 5 Tahun 1998 tentang perubahan Hak Guna Bangunan
atau Hak pakai Atas Tanah untuk Rumah Tinggal yang Dibebani Hak Tanggungan Menjadi
Hak Milik.
h. Permen Agraria/Kepala BPN No. 2 Tahun 1999 tentang Izin Lokasi.
i. Permen Agraria/Kepala BPN No. 3 Tahun 19989 tentang pelimpahan Kewenangan
Pemberian dan Pembatalan Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah Negara.
j. Permen Agraria/Kepala BPN No. 4 Tahun 1999 tentang ketentuan Pelaksanaan Peraturan
Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah.
k. Permen Agraria/Kepala BPN No. 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian Dan
Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan.
l. Keputusan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional (Kepmen
Agraria / Kepala BPN) No. 16 Tahun 1997 tentang Perubahan Hak Milik Menjadi Hak Guna
Bangunan atau Hak Pakai, dan Hak Guna Bangunan Menjadi Hak Pakai.
m. Kepmen Agraria/Kepala BPN No. 2 Tahun 1998 tentang Pemberian Hak Milik Atas Tanah
untuk Rumah Tinggal Yang Telah Dibeli Oleh Pegawai Negeri Dari Pemerintah.
n. Kepmen Agraria / Kepala BPN No. 6 Tahun 1998 tentang Pemberian Hak Milik Atas
Tanah untuk Rumah tinggal.[1]
Dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 dinyatakan bahwa pendaftaran
tanah bdilaksanakan berdasarkan asas :
a. Asas sederhana
Asas ini dimaksudkan agar ketentuan-ketentuan pokoknya maupun prosedurnya dengan
mudah dapat dipahami oleh pihak-pihak yang berkepentingan, terutama para pemegang hak
atas tanah.
b. Asas aman
Asas ini dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa pendaftarn tanah perlu
diselenggarakan secara teliti dan cermat sehingga hasilnya dapat memberikan jaminan
kepastian hukum sesuai tujuan pendaftaran tanah itu sendiri.
c. Asas terjangkau
Asas ini dimaksudkan keterjangkauan bagi pihak pihak yang memerlukan, khususnya
dengan memerhatikan kebutuhan dan kemampuan golongan ekonomi lemah. Pelayanan yang
diberikan dalam rangka penyelenggaraan pendaftaran tanah harus bisa terjangkau oleh pihak
yang memerlukan.
d. Asas mutakhir
Asas ini dimaksudkan kelengkapan yang memadai dalam pelaksanaannya dan
ksinambungan dalam pemeliharaan datanya. Data yang tersedia harus menunjukkan keadaan
yang mutakhir.
e. Asas terbuka
Asas ini dimaksudkan agar masyarakat dapat mengetahui atau memperoleh keterangan
mengenai data fisik dan data yuridis yang benar setiap saat di Kantor Pertanahan
Kapubaten/Kota.
Tujuan pendaftaran tanah dimuat dalam Pasal 3 dan Pasal 4 Peraturan Pemerintah No. 24
1997, yaitu:
a. Untuk memberikan kepastian hukumdan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas
suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah
dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan.
Jaminan kepastian hukum sebagai tujuan pendaftarn tanah, meliputi:
1) Kepastian status hak yang didaftar
Artinya dengan pendaftaran tanah akan dapat diketahui dengan pasti status hak yang didaftar,
misalnya Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bnagunan, Hak Pakai, Hak Pengelolaan,
Hak Tanggungan, Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun atau Tanah Wakaf.
2) Kepastian subjek hak
Artinya dengan pendaftaran tanah akan dapat diketahui dengan pasti pemegang haknya,
apakah perseorangan (warga negara indonesia atau orang asing yang berkedudukan di
indonesia), sekelompok orang secara bersama-sama, atau badan hukum (badan hukum privat
atau badan hukum publik).
3) Kepastian objek hak
Artinya dengan pendaftaran tanah akan dapat diketahui dengan pasti letak tanah, batas tanah,
dan ukuran (luas) tanah.
b. Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk
Pemerintah agar dengan mudsah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan
perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah.
c. Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.
Progam Pemerintah di bidang pertanahan dikenal dengan Catur Tertib Pertanahan, Tertib
Administrasi Pertanahan, Tertib Penggunaan Tanah, dan Tertib Pemeliharaan Tanah dan
Kelestarian Lingkungan Hidup.
Pihak-pihak yang memperoleh manfaat dengan diselenggarakan pendaftaran tanah, yaitu:
a) Manfaat bagi pemegang hak
(1) Memberikan rasa aman.
(2) Dapat mengetahuindengan jelas data fisik dan data yuridisnya.
(3) Memudahkan dalam pelaksanaan peralihan hak.
(4) Harga tanah menjadi lebih tinggi.
(5) Dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani Hak Tanggungan.
(6) Penetapan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tidak mudah keliru.
b) Manfaat bagi pemerintah
(1) Akan terwujud tertib administrasi pertanahan sebagai salah satu progam Catur Tertib
Pertanahan.
(2) Dapat memperlancar kegiatan Pemerintahan yang berkaitan dengan tanah dalam
pembangunan.
(3) Dapat mengurangi sengketa di bidang pertanahan, misalnya sengketa batas-batas tanah,
pendudukan tanah secara liar.
c) Manfaat bagi calon pembeli atau kreditur
Bagi calon pembeli atau calon kreditur dapat dengan mudah memperolehg keterangan yang
jelas mengenai data fisik dan data yuridis tanah akan menjadi objek perbuatan hukum
mengenai tanah.[2]
C. Penyelenggaraan Pendafdaran Tanah
Dalam pasal 19 ayat (1) UUPA dinyatakan bahwa yang mengadakan pendaftaran tanah
diseluruh wilayah Republik Indonesia adalah pemerintah. Namun dalam pasal ini tidak
menyebutkan instansi pemerintah mana yang mengadakan pendaftaran tanah tersebut. Begitu
pula dalam pasal 1 PP No. 10 tahun 1961 hanya menyebutkan bahwa pendaftaran tanah
diselenggarakan oleh jawatan pendaftaran tanah. Pasal 19 ayat (3) UUPA menyebutkan
bahwa pendaftaran tanah diselenggarakan dengan mengikat keadaan negara dan masyarakat,
keperluan lalu lintas sosial ekonomi serta kemungkinan penyelenggaraannya, menurut
pertimbangannya. Dalam penjelasan umum angka IV UUP dinyatakan bahwa “pendaftaran
tanah akan diselenggarakan dengan mengingat pada kepentingan serta keadaan negara dan
masyarakat, lau lintas sosial-ekonomi dan kemungkinan-kemungkinanya dalam bidang
personal dan peralatanya, oleh karna itu, akan didahulukan penyelenggaraanya dikota-kota
lambat laun meningkat pada kadaster yang meliputi wilayah negara.
UUPA menetapkan bahwa bagi rakyat yang tidak mampu dibebaskan dari biaya
pendaftaran tanah. Hal ini ditegaskan dalam pasal 19 ayat (4) UUPA, yaitu” Dalam aturan
pemerintah diatur biaya-biaya yang bersangkutan dengan pendaftaran yang bermaksut dalam
ayat 1 di atas, dengan ketentuan bahwa rakyat yang tidak mampu dibebaskan dari biaya-biaya
tersebut. “ Dalam pelaksanaan pendaftaran tanah, pemerintah tidak mampu membebaskan
seluruh biaya pendaftaran tanah yang menjadi kewajiban bagi pemohon pendaftaran tanah,
disebabkan oleh keterbatasan dana yang dimiliki pemerintah. Pemerintah hanya dapat
memberikan subsidi biaya pendaftaran tanah kepada pemohon pendaftaran tanah. Contoh
pendaftaran tanah yang biayanya disubsida pemerintah adalah Proyek Operasi Nasional
Agraria, dan pendaftaran tanah secara sistematik melalui Ajudikasi.
Peraturan pemerintah No. 24 tahun 1997 secara tekgas menyebutkan bahwa instansi
pemerintah yang menyelenggarakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia
menurut pasal 5 yaitu Badan Pertanahan Nasional (BPN), selanjutnya dalam pasal 6 ayat (1)
ditegaskan bahwa dalam rangka penyelenggaraan pendaftaran tanah tersebut, tugas
pelaksanaan dilakukan oleh kepala kantor Pertanahan kabupaten/kota . Badan Nasional pada
mulanya diatur dengan keputusan presiden No. 10 Tahun 2006 tetang badan pertanahan
nasional, Dalam struktur organisasi, Badan Pertanahan Nasional dibagi tiga berdasarkan
wilayah, yaitu:
1. Ditingkat pusat (ibu kota republik indonesia) dibentiuk Badan Pertanahan Nasional
Republik Indonesia (BPNRI).
2. Ditingkat Provinsi dibentuk kantor wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi (kanwil
BP Provinsi).
3. Di Tingkat kabupaten/kota dibentuk kantor pertanahan kabupaten/kota (Kantah
Kabupaten/Kota)
Dalam melaksanakan pendaftaran tanah, kepala kantor pertanahan Kabupaten/kota
dibantu oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan pejabat lain yang ditugaskan untuk
melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu menurut peraturan Pemerintah No 24 Tahun 1997
dan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan. pejabat-pejabat yang membantu
kepala kantor pertanahan Kabupaten/Kota pelaksanaan pendaftaran tanah, antara lain:
a. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)
Peran PPAT dalam pelaksanaan pendaftaran tanah ialah dalam hal pembuatan akta
pemndahan hak dan akta pemberian hak tanggungan atas tanah atau hak milik atas satuan
rumah susun.
b. Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW)
Peran PPAIW dalam pelaksanaan pendaftaran tanah adalah dalam hal pembuatan Akta Ikrar
Tanah Hak Milik.
c. Pejabat dari Kantor Lelang.
Peran dari Pejabat Kantor Lelang dalam pelaksanaan kantor Lelang adalah dalam hal
pembuatan Beriata Acara Lelang atas hak atas tanah atau hak milk atas satuan rumah susun.
d. Panitia Ajudikasi.
Peran Panitia Ajudikasi dalam pelaksanaan pendaftaran tanah adalah dalam hal pendaftaran
tanah secara sistematik. Semua kegiatan dalam pendaftaran tanah secara sistematik dari awal
hingga pendatatanganan sertipikat hak atas tanah dilaksanakan oleh Panitia Ajudikasi.
Sifat pembuktian sertifikat sebagai tanda bukti hak disebutkan dalam pasal 19 ayat (2)
huruf c UUPA, yaitu sertifikat sebagai alat pembuktian yang kuat, yaitu data fisik dan data
yuridis yang dimuat dalam sertifikat dianggap benar sepanjang tidak dibuktikan sebaliknya
oleh alat bukti yang lain yang dapat berupa sertifikat atau selain sertifikat.
Sifat pembuktian sertifikat sebagai tanda bukti hak dimuat dalam pasal 32 Peraturan
Pemerintah no. 24 tahun 1997, yaitu:
1. Sertifikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang
kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat di dalamnya, sepanjang data fisik dan
data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah yang
bersangkutan.
2. Dalam hal atas suatu bidang tanah sudah diterbitkan sertifikat secara sah atas nama orang
atau badan hukum yang memperoleh tanah tersebut dengan iktikad baik dan secara nyata
menguasainya, maka pihak lain yang merasa mempunyai hak atas tanah itu tidak dapat lagi
menuntut pelaksanaan hak tersebut apabila dalam waktu 5 tahun sejak diterbitkannya
sertifikat itu tidak mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang sertifikat dan
kepala kantor pertanahan yang bersangkutan ataupun tidak mengajukan gugatan ke
pengadilan mengenai penguasaan tanah atau penerbitan sertifikat.
Ketentuan pasal 32 ayat (1) Peraturan Pemerintah no. 24 tahun 1997 merupakan
penjabaran dari ketentuan pasal 19 ayat (2) huruf c, pasal 23 ayat (2), pasal 32 ayat (2), dan
pasal 38 ayat(2) UUPA, yang berisikan bahwa pendaftaran tanah menghasilkan surat tanda
bukti yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. Berdasarkan ketentuan pasal 32 ayat
(1) Peraturan Pemerintah no. 24 tahun 1997, maka sistem publikasi pendaftaran tanah yang
dianut adalah sistem publikasi negatif, yaitu sertifikat hanya merupakan surat tanda bukti hak
yang bersifat kuat dan bukan merupakan surat tanda bukti hak yang bersifat mutlak. Hal ini
berarti bahwa data yuridis yang tercantum dalam sertifikat mempunyai kekuatan hukum dan
harus diterima hakim sebagai keterangan yang benar selama dan sepanjang tidak ada alat
bukti lain yang membuktikan sebaliknya.
Sertifikat sebagai surat tanda bukti hak yang bersifat mutlak apabila memenuhi unsur-
unsur secara kumulatif, yaitu:
a. Sertifikat diterbitkan secara sah atas nama orang atau badan hukum
b. Tanah diperoleh dengan iktikad baik
c. Tanah dikuasai secara nyata
d. Dalam waktu 5 tahun sejak diterbitkannya sertifikat itu, tidak ada yang mengajukan
keberatan secara tertulis kepada pemegang sertifikat dan Kepala Kantor Pertanahan
Kabupaten/Kota setempat ataupun tidak mengajukan gugatan ke pengadilan mengenai
penguasaan tanah atau penerbitan sertifikat.[5]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pendaftaran tanah bertujuan memberikan jaminan kepastian hukum yang dikenal dengan
sebutan rechts cadaster/legal cadaster.
Pengertian pendaftaran tanah baru dimuat dalam Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah
No. 24 Tahun 1997, yaitu serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus
menerus, berkesinambungan, dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan,
dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar,
mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat
tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas
satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.
Pasal 19 ayat (3) UUPA menyebutkan bahwa pendaftaran tanah diselenggarakan dengan
mengikat keadaan negara dan masyarakat, keperluan lalu lintas sosial ekonomi serta
kemungkinan penyelenggaraannya, menurut pertimbangannya.
UUPA mengatur bahwa hak-hak atas tanah yang didaftar hanyalah Hak Milik (Pasal 23),
Hak Guna Usaha (Pasal 32), Hak Guna Bangunan (Pasal 38), dan Hak Pakai (Pasal 41)
Menurut pasal 19 ayat (2) UUPA, kegiatan pendaftaran tanah yang dilakukan oleh
pemerintah, meliputi:
a. Pengukuran, perpetaan, dan pembukuan tanah.
b. Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut.
c. pemberian surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.
Dalam pasal 23 peraturan pemerintah no. 24 tahun 1997 dinyatakan bahwa dalam rangka
memperoleh kebenaran data yuridis bagi hak-hak yang baru dan untuk keperluan pendaftaran
hak atas tanah dibuktikan Penetapan pemberian hak dari pejabat.
Sertifikat Tanah menurut Pasal 1 angka 20 Peraturan Pemerintah no. 24 tahun 1997,
adalah surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA
untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun, dan
hak tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan.
B. Saran
Dengan adanya makalah ini kami dari pemakalah berharap agar mahasiswa dengan adanya
bacaan ini mampu untuk menambah wawasan maupun pengetahuan tentang Hukum Agraria,
kususnya bab yang ada di makalah ini.