Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tanah merupakan elemen yang penting bagi kehidupan manusia. Oleh karena itu kepastian
kepemilikan tanah sangat diperlukan untuk kepastian hukum. Sehingga kepemilikan tanah
perlu di daftarkan. Untuk tercapainya kepastian pendaftaran tanah tersebut maka
Penyelenggaraan Pendaftaran Tanah berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961
(selanjutnya akan disebut sebagai PP 10/1961) yang telah berlaku sejak tahun 1961 dipandang
memiliki substansi yang sudah tidak dapat lagi memenuhi tuntutan zaman untuk memberikan
kepastian atas pendaftaran tanah tersebut.

Oleh karenanya pada tanggal 8 Juli 1997 pemerintah menetapkan dan mengundangkan
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (selanjutnya akan
disebut sebagai PP 24/1997) untuk menggantikan PP 10/1961 tersebut. PP ini berlaku tiga
bulan sejak tanggal diundangkannya (Pasal 66) yang berarti secara resmi mulai berlaku
diseluruh wilayah Indonesia sejak tanggal 8 Oktober 1997 dengan Peraturan Pelaksananya
adalah Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1997 (selanjutnya akan
disebut sebagai PerMen 3/1997). Sementara semua peraturan perundang-undangan sebagai
pelaksana dari PP 10/1961 yang telah ada masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan
atau diubah atau diganti berdasarkan PP 24/1997 ini (Pasal 64 ayat (1) ).

PP 24/1997 yang menggantikan PP 10/1961 ini merupakan peraturan pelaksana dari amanat
yang ditetapkan dalam Pasal 19 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan
Dasar Pokok-Pokok Agraria (yang selanjutnya akan disebut UUPA) yang mengatur:"Untuk
menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah
Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah".
Warga masyarakat ingin selalu mempertahankan hak-haknya, sedangkan pemerintah juga
harus menjalankan kepentingan terselenggaranya kesejahteraan umum bagi seluruh warga
masyarakat. Agar tata kehidupan masyarakat dapat berlangsung secara harmonis, diperlukan
suatu perlindungan terhadap penyelenggaraan kepentingan masyarakat. Hal ini dapat terwujud
apabila terdapat suatu pedoman, kaidah atau pun standar yang dipatuhi oleh masyarakat.

1
Sebagai hak dasar, hak atas tanah sangat berarti sebagai tanda eksistensi, kebebasan, dan harkat
diri seseorang.
Seperti permasalahan yang terjadi di Desa Kuala Dendang, Kecamatan Dendang, Kabupaten
Tanjung Jabung Timur dimana terdapat sengketa atas Hak Guna Bangunan dari PT Menderang
Planta Karpusa dengan Kelompok Tani Desa Dendang.
Permasalahan bermula Ketika PT Menderang Planta Karpusa menerbitkan Sertipikat HGU
Perkebunannya di areal yang diklaim oleh Kelompok Tani dan Masyarakat Desa Dendang.
Dari data yg dihimpun dilapangan terungkap, lahan dan Bahkan Pemakaman umum
Masyarakat Desa Dendang telah berubah fungsi menjadi Perkebunan Kelapa Sawit milik PT
MPK.
Menurut Pengacara dari Masyarakat, Jhoni Rajaguguk SH, ironisnya Sertipikat HGU
Perkebunan tersebut diterbitkan di Desa Nibung Putih Kecamatan Muara Sabak Barat,
Sementara objek yang dijadikan Perkara berada di Desa Kuala Dendang Kecamatan Dendang.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian tersebut di atas, adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
1. Apa dasar hukum pendaftaran tanah di Indonesia?
2. Bagaimana tatacara pendaftaran tanah di Indonesia?
3. Bagaimana proses penyelesaian beserta hasilnya dalam kasus penguasaan lahan HGU
PT MPK oleh kelompok tani?

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Tinjauan Pustaka


2.1.1 Pengertian Pendaftaran Tanah
Sesuai pasal 1 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
Pendaftaran Tanah adalah Rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus
menerus berkesinambungan dan teratur meliputi pengumpulan pengolahan pembukuan dan
penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis dalam bentuk peta dan daftar mengenai
bidang-bidang tanah dan satuan satuan rumah susun termasuk pemberian surat tanda bukti
haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah
susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.

2.1.2 Dasar Hukum Pendaftaran Tanah


Menurut Pasal 19 (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-
pokok Agraria (UUPA) menyebutkan bahwa1 ;
1. Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah
diseluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
2. Pendaftaran tersebut dalam ayat (1) pasal ini meliputi:
a) pengukuran perpetaan dan pembukuan tanah;
b) pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-haktersebut;
c) pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang
kuat.
3. Pendaftaran tanah diselenggarakan dengan mengingat keadaan Negara dan masyarakat,
keperluan lalu-lintas sosial ekonomi serta kemungkinan penyelenggaraannya, menurut
pertimbangan Menteri Agraria.

1
Harsono, Boedi, Hukum Agraria Indonesia : Himpunan Peraturan-Peraturan Hukum Tanah, (Jakarta:
Djambatan), 2008

3
4. Dalam Peraturan Pemerintah diatur biaya-biaya yang bersangkutan dengan pendaftaran
termaksud dalam ayat (1) diatas, dengan ketentuan bahwa rakyat yang tidak mampu
dibebaskan dari pembayaran biaya-biaya tersebut.

Disamping kewajiban pemerintah untuk melakukan pendaftaran tanah, masyarakat juga


diwajibkan untuk melakukan pendaftaran tanah sesuai pasal 23, pasal 32, dan pasal 38 UUPA,
sebagaimana dijelaskan sebagai berikut :

1. Pasal 23 UUPA Ayat 1 : Hak milik demikian pula setiap peralihan, hapusnya dan
pembebanannya dengan hak-hak lain harus didaftarkan menurut ketentuan ketentuan
yang dimaksud dalam Pasal 19 Ayat 2 : Pendaftaran termasuk dalam ayat 2 merupakan
alat pembuktian yang kuat mengenai hapusnya hak milik serta sahnya peralihan dan
pembebanan hak tersebut.
2. Pasal 32 UUPA, Ayat 1 : Hak guna usaha, termasuk syarat-syarat pemberiannya,
demikian juga setiap peralihan dan penghapusan hak tersebut, harus didaftarkan
menurut ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam Pasal 19. Ayat 2 : Pendaftaran
termasuk dalam ayat 1 merupakan alat pembuktian yang kuat mengenai peralihan serta
hapusnya hak guna usaha, kecuali dalam hak-hak itu hapus karena jangka waktunya
berakhir.
3. Pasal 38 UUPA Ayat 1 : Hak guna bangunan, termasuk syarat-syarat pemberiannya,
demikian juga setiap peralihan dan hapusnya dak tersebut harus didaftarkan menurut
ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam Pasal 19. Ayat 2 : Pendaftaran termaksud
dalam ayat 1 merupakan alat pembuktian yang kuat mengenai hapusnya hak guna
bangunan serta sahnya peralihan tersebut, kecuali dalam hal hak itu hapus karena
jangka waktunya berakhirnya.

2.1.3 Tujuan dan Manfaat Pendaftaran Tanah


Tujuan Pendaftaran Tanah menurut Pasal 3 PP No. 24 Tahun 1997 yaitu ada 3 (tiga) :
1. Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak
suatu bidang tanah, rumah susun atau hak lain yg terdaftar. Agar mudah membuktikan
dirinya sebagai pemegang hak
2. Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk
Pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam

4
mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah
susun yang sudah terdaftar;
3. Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.

2.1.4 Asas Pendaftaran Tanah


Asas pendaftaran tanah dapat dilihat dalam pasal 12 PP No. 24 Tahun 1997 meliputi ;
1. Sederhana, yaitu asas dimaksudkan agar ketentuan-ketentuan pokok dan tatacaranya
mudah dipahami oleh pihak-pihak yang berkepentingan, terutama hak atas tanah.
2. Aman, yaitu suatu asas yang dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa pendaftaran
tanah diselenggarakan secara teliti dan cermat sehingga dapat memberikan jaminan
kepastian hukum sesuai tujuan pendaftaran tanah itu sendiri.
3. Terjangkau, asas yg dimaksudkan bahwa keterjangkauan bagi pihak-pihak yg
memerlukan, dengan memperhatikan golongan ekonomi lemah.
4. Mutakhir, adanya kelengkapan data yg memadai dalam pelaksanaannya dan
keseimbangan dalam pemeliharaan datanya, sehingga data pendaftaran tanah harus
dipelihara. Data disimpan dalam bentuk buku tanah di kantor pertanahan dan harus
selalu diperbaharui jika ada perubahan.
5. Terbuka, masyarakat dapat memperoleh keterangan tentang data yang benar setiap
saat.

2.1.5 Objek Pendaftaran Tanah


Objek pendaftaran tanah terdapat dalam pasal 9 PP No. 24 Tahun 1997 meliputi :
1. bidang-bidang tanah yang dipunyai dengan hak milik, hak guna usaha, hak guna
bangunan dan hak pakai;
2. tanah hak pengelolaan;
3. tanah wakaf;
4. hak milik atas satuan rumah susun;
5. hak tanggungan;
6. tanah Negara.

2.1.6 Sistem Pendaftaran Tanah


Ada 2 macam sistem pendaftaran tanah yaitu ;
1. Sistem pendaftaran akta atau registration of deeds.

5
2. Sistem pendaftaran hak atau registration of titles, titles dalam arti hak yang lebih
dikenal dengan sistem Torrens.
1. Pendaftaran tanah meliputi:
a. Pengukuran, pemetaan dan pembukuan tanah
b. Pendafataran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut
c. Pemberian surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang
kuat.

2.1.7 Sistem Pendaftaran Tanah


Menurut Boedi Harsono, menyatakan bahwa sistem publikasi dalam pendaftaran tanah
digolongkan menjadi 2 (dua) yaitu ;

1. Sistem Positif.
Sistem ini menunjukkan bahwa sertipikat tanah yang diberikan adalah berlaku sebagai tanda
bukti hak yang bersifat mutlak (absolute) serta sertipikat merupakan bentuk satu-satunya tanda
bukti hak atas tanah yang dimiliki oleh seseorang. Sistem publikasi positif selalu menggunakan
sistem pendaftaran hak, maka meski ada register atau buku tanah sebagai bentuk penyimpanan
dan penyajian data yuridis dan sertifikasi sebagai surat tanda bukti hak. Pencatatan dan
pendaftaran nama seseorang dalam register sebagai pemegang haklah yang menjadi pemegang
hak atas tanah yang bersangkutan, bukan perbuatan hukum pemindahan hak yang dilakukan
(title by registration, the register is everything). Apa yang tercantum dalam buku pendaftaran
tanah dan surat tanda bukti hak yang dikeluarkan merupakan alat pembuktian yang mutlak.
Negara menjamin kebenaran data yang disajikan. Perolehan tanah dengan etikad baik melalui
cara sebagaimana diatur dalam undang-undang, memberikan kepada pihak yang
memperolehnya suatu hak yang “indefeasible” yang tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun,
juga oleh pihak yang sebenarnya berhak sekalipun.

2. Sistem Negatif
Dalam sistem publikasi negatif, bukan pendaftaran tetapi sahnya perbuatan hukum yang
dilakukan yang menentukan berpindahnya hak kepada pembeli. Pendaftaran tidak membuat
orang yang memperoleh tanah dari pihak yang tidak berhak, menjadi pemegang haknya yang
baru. Sistem publikasi negatif, menunjukkan ciri bahwa apa yg tercantum didalam sertipikat
tanah adalah dianggap benar sampai dapat dibuktikan suatu keadaan yang sebaliknya (tidak
benar) dimuka pengadilan. Surat tanda bukti hak berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat,

6
yang berarti pula bahwa keterangan-keterangan yang tercantum di dalamnya mempunyai
kekuatan hukum danharus diterima (oleh hakim) sebagai keterangan yang benar, sepanjang
tidak ada alat pembuktian lain yang membuktikan sebaliknya.

2.1.8 Alat Bukti Kepemilikan Tanah


Pengumpulan data yuridis hak-hak lama diatur dalam pasal 24(1), yaitu hak-hak atas tanah
yang data yuridisnya bersumber pada alat-alat bukti pemilikan tanahnya. Sedang yang diatur
dalam pasal 24(2) yaitu hak-hak atas tanah yang bukti-bukti yuridisnya bersumber pada alat-
alat bukti penguasaan atas tanah.

Alat bukti pemilikan tanah menurut pasal 24(1) bisa berupa alat-alat tertulis, keterangan saksi
dan atau pernyataan yangbersangkutan yang kadar kebenarannya dianggap cukup untuk
mendaftar hak, pemegang hak dan hak-hak pihak lain yang membebaninya. Ada 3 (tiga)
kemungkinan alat pembuktiannya ;
1. Bukti tertulisnya lengkap, tidak memerlukan bukti lain.
2. Bukti tertulisnya sebagian tidak ada lagi ; diperkuat keterangan saksi dan/atau
pernyataan yang bersangkutan
3. Bukti tertulisnya semuanya tidak ada lagi, diganti keterangan saksi dan/atau pernyataan
yang bersangkutan.
1. Hak milik atas satuan umah susun, dibuktikan dengan akta pemisahan.
2. Pemberian hak tanggungan, dibuktikan dengan akta pemberian hak tanggungan.

2.1.9 Pendaftaran Tanah Secara Sistematis


Pendaftaran tanah secara sistimatik menurut Boedi Harsono adalah kegiatan pendaftaran tanah
untuk pertama kali yang dilakukan secara serentak meliputi semua objek pendaftaran tanah
yang belum didaftar dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan, untuk keperluan
pengumpulan dan pengolahan data fisik dilakukan kegiatan pengukuran dan pemetaan yang
meliputi :
1. Pembuatan peta dasar pendaftaran
2. Penetapan batas bidang-bidang tanah
3. Pengukuran dan pemetaan bidang tanah dan peta pembuatan
4. Pembuatan daftar tanah
5. Pembuatan surat ukur.

7
2.1.10 Sertifikat Sebagai Alat Pembuktian Yang Kuat
Menurut pasal 1 poin 20 PP No. 24 Tahun 1997, sertifikat adalah surat tanda bukti hak yang
memuat data yuridis dan data fisik obyek yang didaftar untuk hak atas tanah, hak pengelolaan,
tanah milik atas satuan rumah susun, dan hak tanggungan yang masing-masing sudah
dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan. Kekuatan pembuktian sertifikat meliputi 2
hal yaitu :
1. Merupakan alat bukti hak yang kuat, berarti bahwa selama tidak dibuktikan sebaliknya,
data fisik dan data yuridis yang tercantum dalam sertipikat harus diterima sebagai data
yang benar sepanjang sepanjang data tersebut sesuai dengan data yang tercantum dalam
surat ukur dan buku tanah yang bersangkutan.
2. Bahwa orang tidak dapat menuntut tanah yang sudah bersertipikat atas nama orang atau
badan hukum, jika selama 5 (lima) tahun sejak diterbitkannya sertipikat tersebut, yang
bersangkutan tidak mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang sertipikat
dan kepala kantor pertanahan atau tidak mengajukan gugatan di Pengadilan, sedangkan
tanah tersebut diperoleh orang atau badan hukum lain tersebut dengan itikad baik dan
secara fisik dikuasai olehnya atau oleh orang badan hukum lain yang mendapat
persetujuannya(pasal 32(2) PP No. 24 Tahun 1997).

2.2 Kasus dan Pembahasan Kasus


2.2.1 Sengketa tanah Hak Guna Usaha antara PT MPK dengan kelompok tani
Terjadinya Hak Guna Usaha karena keputusan pemberian hak oleh Menteri atau Pejabat yang
ditunjuk, adapun tata cara dan syarat permohonan pemberian Hak Guna Usaha (Pasal 6 dan 7
PP No. 40 Tahun 1996) lihat Bab tentang Tata Cara Perolehan Hak Atas Tanah. Pasal 8 Permen
Agraria / Kepala BPN No. 3 Tahun 1999 menetapkan bahwa Kepala Kantor Wilayah Badan
Pertanahan Nasional Provinsi berwenang menerbitkan SKPH atas tanah yang luasnya tidak
lebih dari 200 Ha. Prosedur terjadinya HGU diatur dalam pasal 17 sampai dengan 31 Permen
Agraria / Kepala BPN No. 9 Tahun 1999. Terjadinya Hak Guna Usaha dibagi menjadi dua,
yaitu: a) Karena Konversi Yang dimaksudkan dengan konversi adalah perubahan hak atas
tanah sehubungan dengan berlakunya UUPA. Hak-hak atas tanah yang ada sebelum berlakunya
UUPA diubah menjadi hak-hak atas tanah yang ditetapkan dalam UUPA. (Pasal 16 UUPA).4
Hak-hak lama yang dikonversi menjadi hak guna usaha adalah:
1) Hak Erfpacht untuk perusahaan kebun besar yang masih berlaku pada tanggal 24
september 1960, tanpa dipersoalkan apakah pihak yang empunya memenuhi syarat atau
8
tidak. Jangka waktunya sama dengan sisa hak erfpacht tersebut, tetapi paling lama 20
tahun terhitung sejak tanggal 24 september 1960 (pasal III ketentuan konversi).
2) Hak milik (adat) dan hak lainya yang sejenis sebagai yang disebutkan dalam pasal II
ketentuan konversi, jika tanah pertanian, tanah perikanan, atau tanah peternakan dan
yang empunya tidak memenuhi syarat umum mempunyai tanah dengan hak milik yang
ditetapkan dalam pasal 21. Hak Guna Usaha yang berasal dari hak milik (adat) dan hak
lainnya itu berjangka waktu 20 tahun, sesuai dengan ketentuan mengenai konversi hak
eigendom dalam pasal 1 ayat 3 ketentuan-ketentuan konversi.

2.2.2 Jangka Waktu Hak Guna Usaha


Hak Guna Usaha diberikan untuk waktu paling lama 25 tahun. Untuk perusahaan
yang memerlukan waktu yang lebih lama dapat diberikan Hak Guna Usaha untuk
waktu paling lama 35 tahun. Atas permintaan pemegang hak dan mengingat
keadaan perusahaannya jangka waktu yang dimaksud dalam ayat (1) dan (2) pasal
ini dapat diperpanjang dengan waktu yang paling lama 25 tahun 2. Perpanjangan
jangka waktu Hak Guna Usaha diajukan selambat-lambatnya dua tahun sebelum
berahirnya jangka waktu yang telah ditentukan. Hak Guna usaha mempunyai
jangka waktu untuk pertama kalinya paling lama 35 Tahun dan dapat diperpanjang
untuk jangka waktu paling lama 25 tahun (Pasal 29 UUPA). Persyaratan yang harus
dipenuhi oleh pemegang hak untuk perpanjangan jangka waktu atau pembaharuan
Hak Guna Usaha adalah:
a) Tanahnya masih diusahakan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifatdan tujuan
pemberian hak tersebut.
b) Syarat-syarat pemberian hak tersebut dipenuhi dengan baik oleh pemegang hak.
c) Pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang hak

2.2.3 Analisis Putusan Pengadilan


Menimbang, bahwa berdasarkan surat-surat yang bersangkutan, Penggugat dalam
gugatannya memohon kepada Pengadilan untuk memberikan putusan sebagai
berikut: PRIMAIR:
1. Menerima dan mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya;

2
Santoso, Urip, Hukum Agraria & hak-hak Atas Tanah, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group), 2005,
hlm.100.

9
2. Menyatakan sah dan mempunyai kekuatan hukum Sertifikat Hak Guna Usaha
Nomor 00007 tanggal 30 Oktober 2013 atas nama PT. Menderang Planta Karpusa
seluas 1.422,73 Ha dan Sertifikat Hak Guna Usaha Nomor 00008 tanggal 30
Oktober 2013 atas nama PT. Menderang Planta Karpusa seluas 972,5 Ha yang
terletak di Kelurahan Nibung Putih, Kecamatan Muara Sabak Barat, Kabupaten
Tanjung Jabung Timur, Prov. Jambi;
3. Menyatakan perbuatan Tergugat I, Tergugat II dan Tergugat III dan Tergugat IV
adalah Perbuatan Melawan Hukum karena bertentangan dengan hak orang lain; 4.
Menghukum :
a. Tergugat I atau siapa saja yang mendapatkan hak dari Tergugat I untuk
menyerahkan objek perkara seluas ± 300.000 M2, dengan batas-batas sebagai
berikut: - Sebelah Utara berbatas dengan jalan lahan Hak Guna Usaha Nomor 00007
tanggal 30 Oktober 2013 atas nama PT. Menderang Planta Karpusa;
b. Tergugat II atau siapa saja yang mendapatkan hak dari Tergugat II untuk
menyerahkan objek perkara seluas ± 120.000 M2, dengan batas-batas sebagai
berikut:
- Sebelah Utara berbatas dengan jalan lahan Hak Guna Usaha Nomor 00007 tanggal
30 Oktober 2013 atas nama PT. Menderang Planta Karpusa;
- Sebelah Selatan berbatas dengan kanal lahan Hak Guna Usaha Nomor 00007
tanggal 30 Oktober 2013 atas nama PT. Menderang Planta Karpusa; - Sebelah
Timur berbatas dengan lahan Hak Guna Usaha Nomor 00007 tanggal 30 Oktober
2013 atas nama PT. Menderang Planta Karpusa yang dikuasai oleh Riki Simbolon;
- Sebelah Barat berbatas dengan jalan lahan Hak Guna Usaha Nomor 00007 tanggal
30 Oktober 2013 atas nama PT. Menderang Planta Karpusa

10
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Salah satu tujuan dari Pendaftaran Tanah yaitu untuk memberikan kepastian hukum hak milik
atas tanah terhadap masyarakat sesuai pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 ,
namun seutuhnya belum terlaksana dengan baik sebagai bukti bahwa peringkat pertama di
setiap pengadilan Negeri di Indonesia masih ditempati oleh konflik-konflik sengketa
pertanahan dan terkait dengan pasal 32 ayat (2) PP Nomor 24 Tahun 1997 bahwa pihak yang
merasa mempunyai sesuatu kepentingan terkait hak atas tanah yang didaftarkan oleh seseorang,
dibatasi hanya dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak diterbitkannya sertifikat tanah, dapat
melakukan gugatan dalam rangka mempertahankan haknya, kecuali dapat dibuktikan tidak
adanya itikad baik dalam perolehan sertifikat tersebut. Sesuai dengan pasal ini secara jelas dan
tegas pembentuk UU bersifat mendua. Disatu sisi mempunyai keinginan untuk memberikan
kepastian hukum bagi pemilik tanah yang sudah bersertifikat, tetapi di sisi lain juga tidak
mempunyai keyakinan atas kebenaran data fisik maupun data yuridis yang digunakan untuk
melakukan pendaftaran tanah hingga terbitnya sertifikat. Oleh karena itu sampai saat ini janji
untuk memberikan kepastian hukum atas kepemilikan tanah belum dirasakan oleh
masyarakat. Sertifikat berlaku hanya sebagai alat pembuktian yang kuat, artinya selama tidak
dapat dibuktikan sebaliknya, data fisik dan data yuridis yang tercantum di dalam sertipikat
harus diterima sebagai data yang benar baik dalam perbuatan hukum sehari-hari maupun dalam
berperkara di pengadilan.
Bahwa terhadap memori kasasi tersebut, Termohon Kasasi telah mengajukan kontra memori
kasasi tanggal 11 April 2018 yang pada pokoknya menolak permohonan kasasi dari Para
Pemohon Kasasi; Menimbang, setelah meneliti secara seksama memori kasasi tanggal 29
Maret 2018 kontra memori kasasi tanggal 11 April 2018 dihubungkan dengan pertimbangan
Judex Facti dalam hal ini Pengadilan Negeri Tanjung Jabung Timur/Pengadilan Tinggi Jambi,
dengan pertimbangan sebagai berikut: Bahwa Judex Facti/Pengadilan Tinggi/Pengadilan
Negeri tidak salah menerapkan hukum dengan pertimbangan: Bahwa obyek sengketa terletak
di dalam wilayah Hak Guna Usaha Nomor 00007 tanggal 30 Oktober 2013 atas nama PT.
Menderang Planta Karpusa seluas 1.422,73 Ha. terletak di Kelurahan Nibung Putih, Kecamatan
Muara Sabak Barat, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Provinsi Jambi; Bahwa petak Hak
Guna Usaha Nomor 00007 sama dengan peta izin lokasi yang dimiliki Penggugat.
11
12
DAFTAR PUSTAKA

Literatur Buku
Boedi Harsono. 2008. Hukum Agraria Indonesia : Sejarah Pembentukan Undang-undang
Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya. Jakarta : Djambatan
Boedi Harsono. 2008. Hukum Agraria Indonesia : Himpunan Peraturan-Peraturan Hukum
Tanah. Jakarta : Djambatan

Peraturan Perundang-undangan
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.

Situs Internet
www.academia.edu, Pendaftaran dan Peralihan Hak atas Tanah, diakses pada bulan
November 2015.

Putusan Pengadilan Negeri Nomor : 2413 K/Pdt/2018

13

Anda mungkin juga menyukai