Anda di halaman 1dari 7

PRILY CANTIKA PUTRI SISWANTO

2104551365 / KELAS X2
HUKUM AGRARIA

RESUME PP NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH

Peraturan Pemerintah No.24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah ditetapkan pada
tanggal 8 Juli 1997, dan menggantikan Peraturan Pemerintah No.10 Tahun 1961, yang
mengatur bagaimana pendaftaran tanah sebagaimana diperintahkan oleh Pasal 19 UUPA. PP
tersebut diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia No.57 Tahun 1997, sedang
penjelasannya dalam tambahan Lembaran Negara Republik Negara No.3696.

1. Pasal 1
- Pasal 1 ayat (1)
Pengertian pendaftaran tanah diatur didalam Pasal 1 ayat (1) PP No.24
Tahun 1997 yaitu: Rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara
terus-menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan,
pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data
yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan
rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang
tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-
hak tertentu yang membebaninya.
Pengertian pendaftaran tanah yang merupakan suatu rangkaian kegiatan
yang dilakukan berarti suatu kegiatan yang saling berkesinambungan dan tidak
dapat terputus, yaitu melalui kegiatan pengumpulan data, pengolahan data,
penyajian data, serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis dalam bentuk peta
dan daftar mengenai bidang tanah dan satuan rumah susun, termasuk bentuk
pemberian surat tanda bukti hak bagi bidang tanah yang sudah ada haknya.
Pengertian definisi tersebut mengandung aspek teknis dan yuridis, bahkan
apabila definisi tersebut ditinjau lebih mendalam lagi, ternyata definisi
pendaftaran tanah yang terdapat dalam PP No.24 Tahun 1997 merupakan
penyempurnaan dari pengertian pendaftaran tanah yang terdapat didalam PP
No.10 Tahun 1961 sebagaimana yang dimaksud Pasal 19 ayat (2) UUPA yang
hanya meliputi : pengukuran, perpetaan, dan pembukuan tanah, pendaftaran dan
peralihan hak atas tanah, serta pemberian surat tanda bukti hak atau sertifikat.
- Pasal 1 ayat (10)
Berdasarkan Pasal 1 ayat (10) PP No.24 Tahun 1997 menentukan
bahwa: Pelaksanaan pendaftaran tanah untuk pertama kali dilaksanakan secara
sistematik adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali yang dilakukan
secara serentak yang meliputi semua obyek pendaftaran tanah yang belum
didaftar dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan Pendaftaran
tanah secara sistematik umumnya prakarsa datang dari pemerintah.
Pelaksanaannya dilakukan di wilayah-wilayah yang ditunjuk oleh Menteri.
Sebaliknya di wilayah-wilayah yang belum ditunjuk sebagai wilayah
pendaftaran tanah secara sistematik, pendaftaran tanahnya dilakukan secara
sporadik (Boedi Harsono, 2008:487).
- Pasal 1 ayat (11)
Berdasarkan Pasal 1 ayat (11) PP No.24 Tahun 1997 menentukan
bahwa: Pendaftaran tanah secara sporadik adalah kegiatan pendaftaran tanah
untuk pertama kali mengenai satu atau beberapa obyek pendaftaran tanah dalam
wilayah atau bagian wilayah suatu desa /kelurahan secara individual atau masal.
Pendaftaran tanah secara sporadik umumnya prakarsa datang dari individual
atau massal, yang dilakukan atas permintaan pemegang atau penerima hak atas
tanah yang bersangkutan.
- Pasal 1 ayat (12)
Berdasarkan Pasal 1 ayat (12) PP No.24 Tahun 1997 menentukan
bahwa: Pemeliharaan data pendaftaran tanah adalah kegiatan pendaftaran tanah
untuk menyesuaikan data fisik dan data yuridis dalam peta pendaftaran, daftar
tanah, daftar nama, surat ukur, buku tanah, dan sertifikat dengan perubahan-
perubahan yang terjadi kemudian. Kegiatan Pemeliharaan data pendaftaran
tanah meliputi pendaftaran peralihan dan pembebanan hak, dan pendaftaran
perubahan data pendaftaran tanah. Pemeliharaan data pendaftaran tanah
dilakukan apabila terjadi perubahan pada data fisik atau data yuridis obyek
pendaftaran tanah khususnya hak milik yang telah didaftar.
Perubahan data fisik yang dimaksud adalah pemisahan, pemecahan, atau
penggabungan bidang-bidang tanah yang sudah didaftar. Perubahan data yuridis
yang dimaksud adalah dapat berupa haknya, yaitu berakhirnya jangka waktu
berlakunya, dibatalkan, dicabut, atau dibebani hak lainnya. Perubahan juga
dapat terjadi karena perbuatan hukum jual beli. Pada sistem pendaftaran akta
untuk perubahan-perubahan tersebut dibuatkan akta yang selanjutnya
merupakan surat tanda bukti. Sistem pendaftaran hak perubahannya dicatat pada
buku tanah dan sertifikat yang bersangkutan sebagai surat tanda bukti hak dan
alat bukti yang kuat ( Boedi Harsono, 2008:79-80).
- Pasal 1 ayat (20)
Surat tanda bukti hak tersebut diatur lebih lanjut dalam Pasal 1 ayat (20)
PP No.24 Tahun 1997, ditentukan sebagai berikut: Surat tanda bukti hak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA untuk hak atas
tanah, hak pengelolaan tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun, dan hak
tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang
bersangkutan. Pengertian sertifikat dalam Pasal 1 ayat (20) PP No.24 Tahun
1997 memiliki arti yang lebih luas dari Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA karena
mengatur juga mengenai hak pengelolaan tanah wakaf, hak milik atas satuan
rumah susun, dan hak tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalam
buku tanah yang bersangkutan.

2. Pasal 2
Berdasarkan Pasal 2 PP No.24 Tahun 1997, Pendaftaran tanah dilaksanakan
berdasarkan asas- asas sebagai berikut:
a. Asas sederhana, dimaksudkan agar ketentuan-ketentuan pokoknya maupun
prosedurnya dengan mudah dapat dipahami oleh pihak-pihak yang
berkepentingan, terutama para pemegang hak atas tanah.
b. Asas aman, dimaksudkan untuk menunjukan bahwa pendaftaran tanah perlu
diselenggarakan secara teliti dan cermat, sehingga hasilnya dapat memberikan
jaminan kepastian hukum sesuai tujuan pendaftaran tanah itu sendiri.
c. Asas terjangkau, dimaksudkan bagi pihak-pihak yang memerlukan, khususnya
dengan memperhatikan kebutuhan dan kemampuan golongan ekonomi lemah.
Pelayanan yang diberikan dalam rangka pendaftaran tanah harus dapat
terjangkau oleh pihak yang memerlukan.
d. Asas muktahir, dimaksudkan untuk kelengkapan yang memadai dalam
pelaksanaannya dan berkesinambungan dalam pemeliharaan datanya, sehingga
data yang tersimpan di Kantor Pertanahan selalu sesuai dengan keadaan nyata
dilapangan dan masyarakat dapat memperoleh data yang benar setiap saat. Oleh
karena itu perlu diikuti kewajiban mendaftar dan pencatatan perubahan-
perubahan yang terjadi dikemudian hari.
e. Asas terbuka, dimaksudkan untuk dapat memberikan akses yang seluas-luasnya
kepada masyarakat agar mendapatkan informasi mengenai pertanahan.

3. Pasal 3
Tujuan pendaftaran tanah diatur lebih lanjut dalam Pasal 3 PP No. 24 Tahun
1997 ada tiga yaitu sebagai berikut:
a. Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada
pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lainnya
yang 31 terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai
pemegang hak yang bersangkutan.
b. Untuk menyediakan informasi kepada pihak yang berkepentingan termasuk
Pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam
mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan
rumah susun yang sudah terdaftar.
c. Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan. Berdasarkan tujuan
pendaftaran tanah diatas, maka PP No.24 Tahun 1997 lebih memperluas tujuan
pendaftaran tanah dengan memasukan perlindungan hukum, penyediaan
informasi bagi pihak yang berkepentingan, dan demi terciptanya tertib
administrasi pertanahan.
Demi mewujudkan kepastian hukum dan perlindungan hukum sebagaimana
yang dimaksud dalam Pasal 3 huruf a kepada pemegang hak yang bersangkutan
diberikan surat tanda bukti hak yang disebut sertifikat hak atas tanah.

4. Pasal 12
Kegiatan pendaftaran tanah yang diatur dalam Pasal 12 PP No. 24 Tahun
1997 ada dua, yaitu:
a. Kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali meliputi: 1) Pengumpulan dan
pengolahan data fisik; 2) Pembuktian hak dan pembukuannya; 3) Penyajian data
fisik dan data yuridis; 4.) Penyimpanan daftar umum dan dokumen.
b. Kegiatan pemeliharaan data pendaftaran tanah meliputi: 1) Pendaftaran
peralihan dan pembebanan hak; 2) Pendaftaran perubahan data pendaftaran
tanah lainnya.
Ditinjau dari aspek teknis dan yuridis, penyelenggaraan pendaftaran tanah
meliputi kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali dankegiatan pemeliharaan
data pendaftaran tanah. Kedua kegiatan tersebut menuntut perhatian dan
penanganan yang sama, karena keduanya sama pentingnya. Apabila salah satu dari
keduanya kurang memperoleh perhatian dan penanganan, maka berpotensi untuk
mendatangkan hal-hal yang tidak diharapkan dikemudian hari.

5. Pasal 32
- Pasal 32 ayat (1)
Berdasarkan Pasal 32 ayat (1) PP No.24 Tahun 1997, ditentukan sebagai
berikut: Sertifikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat
pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat
didalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data
yang ada dalam surat ukur dan buku tanah yang bersangkutan.
Sertifikat merupakan surat tanda bukti hak yang kuat dalam arti bahwa
keterangan yang tercantum dalam sertifikat tanah tersebut yaitu berupa data
yuridis yang meliputi subyek hukum hak atas tanah, status hak atas tanah yang
dikuasai dan data fisik yang meliputi letak, batas, dan luas tanah telah
mempunyai kekuatan hukum dan harus dianggap benar (oleh hakim) selama
tidak dapat dibuktikan sebaliknya oleh pihak lain. Hal ini sesuai dengan sistem
pendaftaran tanah di Indonesia menganut sistem pendaftaran tanah negatif yang
mengarah ke sistem pendaftaran tanah positif.
Sertifikat merupakan surat tanda bukti hak atas tanah, suatu pengakuan
dan penegasan dari negara terhadap penguasaan tanah secara perorangan atau
bersama atau badan hukum yang namanya ditulis didalamnya dan sekaligus
menjelaskan lokasi, gambar, ukuran, dan batas-batas bidang tanah tersebut
(Boediharsono,2008:500). Menurut Wantjik Saleh dalam bukunya Hak atas
Tanah menyebutkan sertifikat adalah salinan buku tanah dan surat ukur, yang
setelah dijilid menjadi satu bersama-sama dengan satu kertas sampul yang
bentuknya ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah (Wantjik Saleh, 2010: 211).
Berdasakan beberapa pendapat tersebut maka sertifikat adalah surat
tanda bukti hak yang berupa salinan buku tanah dan surat ukur yang berisi data
fisik yang ada dalam surat ukur dan data yuridis yang telah didaftarkan dalam
buku tanah yang digunakan untuk kepentingan pemegang hak yang
bersangkutan sebagai alat bukti yang kuat.
- Pasal 32 ayat (2)
Kekuatan pembuktian sertifikat hak atas tanah dapat ketahui dalam
Pasal 32 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 yang menentukan:
Dalam hal atas suatu bidang tanah sudah diterbitkan secara sah atas nama orang
atau badan hukum yang memperoleh tanah tersebut dengan itikad baik dan
secara nyata menguasainya, maka pihak lain yang merasa mempunyai hak atas
tanah itu tidak dapatlagi menuntut pelaksanaan hak tersebut apabila dalam
waktu 5 (lima) tahun sejak diterbitkannya sertifikat itu tidak mengajukan
keberatan secara tertulis kepada pemegang sertifikat dan Kepala Kantor
Pertanahan yang bersangkutan ataupun tidak mengajukan gugatan ke
pengadilan mengenai penguasaan tanah atau penerbitan sertifikat tersebut.
Dikatakan sebagai alat bukti yang kuat karena sertifikat yang diperoleh
seseorang secara sah selama dalam kurun waktu 5 (lima) tahun sejak diterbitkan
sertifikat itu diperoleh dengan etikad baik, dikuasai secara nyata, dan tidak
mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang sertifikat dan Kepala
Kantor Pertanahan yang bersangkutan, ataupun tidak mengajukan gugatan ke
pengadilan mengenai penguasaan tanah atau penerbitan sertifikat tersebut,
maka pemilik sertifikat akan mendapatkan perlindungan hukum oleh
pemerintah.
Sebaliknya apabila sejak diterbitkan sertifikat dalam kurun waktu 5
(lima) tahun ada pihak yang merasa dirugikan atas penerbitan sertifikat tersebut,
maka pihak yang dirugikan dapat mengajukan keberatan atas penerbitan
sertifikat. Data yuridis dan data fisik yang ada didalam sertifikat pun masih
dapat digugat dipengadilan, sehingga sertifikat yang diperoleh bukan sebagai
alat pembuktian yang mutlak. Namun pemerintah berusaha memberikan
jaminan kepastian hukum mengenai data yang disajikan diupayakan adalah
benar. Hal ini dikarenakan tujuan dari pendaftaran tanah adalah untuk
memberikan jaminan kepastian hukum.
Kekuatan pembuktian dari suatu sertifikat hak atas tanah yang dimiliki
pemegang hak pada dasarnya dijamin oleh Undang-Undang karena didalamnya
tertulis secara jelas mengenai jenis hak, keterangan fisik mengenai tanah, beban
diatas tanah tersebut dan peristiwa hukum yang saling berhubungan dengan
tanah tertentu yang dibuat/ditulis oleh pejabat berwenang (Kantor Pertanahan)
maka data-data tersebut dianggap benar. Walaupun fungsi utama sertifikat hak
atas tanah adalah sebagai alat bukti, tetapi dalam kenyataannya sertifikat
bukanlah merupakan satu-satunya alat bukti kepemilikan hak atas tanah. Pada
dasarnya kekuatan pembuktian hak sertifikat pengganti hak atas tanah sama
kedudukannya seperti halnya sertifikat asli. Apabila suatu bidang tanah telah
dimintakan penerbitan sertifikat pengganti maka secara yuridis sertifikat asli
yang dikeluarkan sebelumnya menjadi tidak berlaku demi hukum karena sudah
diterbitkan sertifikat pengganti oleh Badan Pertanahan Nasional.
Hal tersebut didukung dengan adanya asas publisitas yang dianut oleh
Negara Indonesia, sehingga apabila ada pihak lain yang merasa keberatan
dengan diterbitkannya hak atas tanah tersebut dapat mengajukan keberatannya
disertai dengan bukti yang menguatkan keterangannya. Hal tersebut melindungi
kepentingan hukum pemegang hak terhadap segala gangguan yang diakibatkan
penyalahgunaan sertifikat asli yang dikeluarkan sebelumnya.

6. Pasal 37
Prinsip jual-beli tanah kemudian diangkat didalam Pasal 37 ayat (1) PP
No.24 Tahun 1997. Peralihan hak atas tanah karena jual-beli dibuktikan dengan
akta yang dibuat oleh PPAT. Pengecualian terhadap ketentuan yang ada pada ayat
(1) perlu diberikan dalam keadaan tertentu yaitu untuk daerah-daerah terpencil dan
belum ditunjuk PPAT sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2)
PP No.24 Tahun 1997 maka dapat dilakukan oleh Kepala Desa.
Jual-beli tanah yang tidak dilakukan dihadapan kepala desa atau saksi-saksi
tetap sah sepanjang hal tersebut diikuti dengan perbuatan penguasaan tanahnya oleh
pembeli. Hal ini dapat terlihat dari berbagai keputusan Mahkamah Agung. Dalam
perbuatan hukum jual-beli, peralihan hak dari penjual kepada pembeli hanya
diketahui oleh kedua belah pihak dan pihak ketiga tidak diharapkan mengetahui
jual-beli tersebut. Agar pihak ketiga mengetahuinya, maka peralihan hak tersebut
wajib didaftarkan untuk memperoleh sertifikat sebagai surat tanda bukti yang kuat.

Anda mungkin juga menyukai