Anda di halaman 1dari 25

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PEMALSUAN

SERTIFIKAT HAK ATAS TANAH DI LABUAN BAJO


KABUPATEN MANGGARAI BARAT

(DESA BATU CERMIN)

OLEH:

MARIA INDA JELITA

1910121259

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS WARMADEWA

DENPASAR

2023
DAFTAR ISI

SAMPUL

DAFTAR ISI...................................................................................

BAB I PENDAHULUAN.....................................................................

1.1 Latar Belakang Masalah .....................................................

1.2 Rumusan Masalah................................................................

1.3 Tujuan Penelitian.................................................................

1.3.1 Tujuan Umum ...........................................................

1.3.2 Tujuan Khusus...........................................................

1.4 Kegunaan Penelitian ............................................................

1.4.1 KegunaanTeoritis ......................................................

1.4.2 Kegunaan Praktis ......................................................

1.5 Tinjauan Pustaka..................................................................

1.6 Metode Penelitian.................................................................

1.6.1 Tipe Penelitian dan Pendekatan Masalah......................

1.6.2 Sumber Data.............................................................

1.6.3 Teknik Pengumpulan Data..........................................

1.6.4 Lokasis Penelitian.......................................................

1.6.5 Analisis Data..............................................................

DAFTAR BACAAN
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

konsep dasar ilmu sosial bahwa manusia sebagai makhluk sosial yang

dalam upaya untuk memenuhi kebutuhannya membutuhkan bantuan

dari orang lain, maka terciptalah hubungan antara satu orang dengan

orang lain baik dalam ranah kebendaan, kebudayaan, ekonomi dan

sebagainya. Kebutuhan mendasar manusia salah satunya adalah

kebutuhan akan tempat tinggal sebagai tempat bernaung dan

menjalankan kehidupannya. Kebutuhan masyarakat terhadap tempat

tinggal semakin meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah

penduduk. Kebutuhan akan tempat tinggal yang semakin meningkat

mengakibatkan kebutuhan akan tanah yang semakin meningkat pula.

Kebutuhan tanah oleh masyarakat baik untuk tempat tinggal maupun

untuk kegiatan lainnya tidak diseimbangi dengan bertambahnya jumlah

luas tanah menjadikan tanah sebagai barang yang memiliki arti

penting dalam kehidupan manusia. Berkaitan dengan peran penting

tanah dalam kehidupan manusia dan pembangunan sebuah negara,

maka perlu pengaturan yang jelas, tepat, dan dapat mengakomodasi

permasalahan terkait pertanahan, khususnya mengenai hak atas tanah


untuk mengatasi berbagai permasalahan pertanahan. Pertanahan

dalam hukum Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun

1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA). Dalam

hukum pertanahan di Indonesia dikenal asas kenasionalan

sebagaimana termaktub dalam Pasal 1 ayat (1) UUPA yang

menyatakan bahwa : “seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan

Tanah Air dari seluruh rakyat Indonesia yang bersatu sebagai bangsa

Indonesia” dan Pasal 1 ayat (2) yang berbunyi bahwa “seluruh bumi,

air, dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung di

dalamnya dalam wilayah Republik Indonesia sebagai karunia Tuhan

Yang Maha Esa adalah bumi, air, dan ruang angkasa bangsa Indonesia

dan merupakan kekayaan nasional”. Pasal 33 ayat (3) UUD 1945

mengamanatkan kepada negara bahwa segala sesuatu yang berkaitan

dengan tanah sebagai bagian dari bumi, air dan kekayaan alam yang

terkandung di dalamnya yang ada di Indonesia harus dan wajib untuk

dikelola dan dimanfaatkan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat

Indonesia.

Berdasarkan Pasal 20 ayat (1) UUPA Hak Milik adalah hak

turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas

tanah dengan mengingat ketentuan dalam Pasal 6. Turun-temurun

artinya Hak Milik atas tanah dapat berlangsung terus selama

pemiliknya masih hidup dan bila pemiliknya meninggal dunia, maka


Hak Miliknya dapat dilanjutkan oleh ahli warisnya sepanjang memenuhi

syarat sebagai subjek Hak Milik. Terkuat artinya Hak Milik dapat

dibebani oleh hak atas tanah lain kecuali, hak guna usaha. 1Terpenuh

artinya Hak Milik atas tanah memberi wewenang kepada pemiliknya

paling luas dibandingkan dengan pemegang hak atas tanah yang lain,

yaitu pemegang Hak Milik dapat menggunakan tanahnya baik untuk

tanah pertanian maupun non pertanian, dengan memperhatikan

rencana tata ruang daerah yang bersangkutan. Dalam menggunakan

Hak Milik atas tanah harus memerhatikan fungsi sosial atas tanah,

yaitu dalam menggunakan tanah tidak boleh menimbulkan kerugian

bagi orang lain, penggunaan tanah harus disesuaikan dengan keadaan

dan sifat haknya, adanya keseimbangan antara kepentingan pribadi

dengan kepentingan umum, dan tanah harus dipelihara dengan baik

agar bertambah kesuburan dan mencegah kerusakannya.

Pemenuhan kebutuhan akan tanah dapat dipenuhi dengan hak

milik atas tanah sebagaimana disebutkan di atas. Untuk mendapatkan

hak atas tanah tersebut timbul adanya hubungan antara satu atau

lebih dari orang dengan orang lain yang mengakibatkan terjadinya

perpindahan hak atas tanah tersebut. Dalam hubungan antara satu

orang dengan orang lain dari segi hukum terdapat sesuatu yang

dinamakan perikatan. Perikatan berdasarkan Pasal 1234 Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata, ”tiap-tiap perikatan adalah untuk memberikan


1
. Adi , Rianto.2010 . Metodologi Penelitian sosial dan Hukum , Jakarta ; Granit .
sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu”.

Perikatan itu sendiri berdasarkan Pasal 1233 Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata, ”tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan

dalam hal ini adalah perjanjian dan karena undang-undang”.

Perikatan-perikatan yang dilahirkan demi undang-undang berdasarkan

Pasal 1353 Kitab UndangUndang Hukum Perdata adalah ”sebagai

akibat perbuatan orang, terbit dari perbuatan yang halal atau dari

perbuatan melanggar hukum”.

Dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun

1997 tentang Pendaftaran Tanah maka diharapkan terjaminlah

kepastian hukum hak-hak atas tanah yang ada di wilayah kesatuan

Republik Indonesia. Pasal 19 ayat (1) UUPA telah menentukan bahwa

untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan

Pendaftaran Tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut

ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Adapun ketentuan yang dimaksud oleh pasal 19 ayat (1) UUPA itu

adalah Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang

Pendaftaran Tanah. Untuk menjamin kepastian hukum tersebut, Pasal

19 ayat (2) jo. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang

Pendaftaran Tanah, UUPA mempertegas lagi dengan menyatakan

bahwa penyelenggaran Pendaftaran Tanah itu dilaksanakan dengan

mengadakan:
1. Pengukuran, pemetaan dan pembukuan tanah

2. Pendaftaran hak atas tanah dan peralihannya

3. Pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat

pembuktian yang kuat.

Ketentuan Pasal 19 UUPA di atas ditujukan kepada Pemerintah untuk

mengatur dan menyelenggarakan Pendaftaran Tanah seluruh wilayah

Republik Indonesia. Pasal 23 ayat (1) UUPA menentukan bahwa hak

milik demikian pula setiap peralihan, hapusnya dan Apembebanannya

dengan hak-hak lain harus didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan

2
yang dimaksud dalam Pasal 19. Dari uraian ini, menjadi terang

kepada kita bahwa Pendaftran Tanah itu adalah kewajiban yang harus

dilaksanakan oleh Pemerintah secara terus menerus dalam rangka

menginventarisasikan data-data berkenaan dengan hak-hak atas

tanah menurut UUPA dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun

1997 tentang Pendaftaran Tanah.

Kejahatan tindak pidana pemalsuan surat sangat meresahkan

masyarakat,diantaranya pemalsuan surat tanah sangat mudah

dilakukan oleh oknum tertentu yang mengakibatkan kerugian.

Pemalsuan surat yang kini sering kali terjadi sehingga sulit untuk

2
Djaja S. Meliala, S.H.,M.H. Penuntuan Praktis Hukum Perjanjian Khusus Jual-beli, Sewa-
menyewa, Pinjam-meminjam (Bandung : Nuansa Aulia 2017), h,3-5.
membedakan mana surat palsu atau surat yang dipalsukan.

Pemalsuan (valscheid in geschriften) diatur dalam BAB XII Buku II

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), dari Pasal 263 sampai

dengan Pasal 276, yang dapat dibedakan menjadi tujuh macam

kejahatan pemalsuan surat, yaitu:

1. Pemalsuan surat pada umumnya : bentuk, pokok, pemalsuan

surat;

2. Pemalsuan surat yang diperberat;

3. Menyuruh memasukkan keterangan palsu ke dalam akta otentik;

4. Pemalsuan Surat Keterangan Dokter;

5. Pemalsuan Surat-surat tertentu;

6. Pemalsuan Surat keterangan pejabat tentang hak milik;

7. Tindak pidana pemalsuan surat ijin dan surat masuk bagi orang

asing;

Tindak pidana pemalsuan surat sudah sangat merugikan masyarakat.

Banyak pemalsuan yang terjadi di dalam kehidupan sosial atau dalam

masyarakat. Kerugian tidak dapat di hitung karena maraknya

pemalsuan. Putusan hakim tidak memberikan efek jerah terhadap si

pelaku.

Pentingnya pendaftaran hak milik atas tanah untuk menghindari

pemalsuan sertifikat tanah dan memberikan kepastian hukum. Hal ini


karena dengan Pendaftaran Tanah atau pendaftaran hak atas tanah

tersebut akan membawa akibat diberikan surat tanda bukti hak atas

tanah yang lazim disebut sertipikat tanah kepada pihak yang

bersangkutan, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat

terhadap hak atas tanah yang dipegangnya itu. Disini letak hubungan

antara maksud dan tujuan Pendaftaran Tanah dengan maksud

pembuatan UUPA yaitu menuju cita-cita adanya kepastian hukum

berkenaan dengan hak-hak atas tanah yang umunya dipegang oleh

sebagian rakyat asli. Dalam Pasal 19 UUPA disebutkan bahwa “untuk

menjamin kepastian hukum pemerintah mengadakan pendaftaraan

tanah di seluruh wilayah Indonesia menurut ketentuan-ketentuan

yang diatur dengang peraturan pemerintah.” Atas dasar ketentuan

tersebut di atas, pendaftran tanah kemudian diatur lebih lanjut

dengang peraturan pemerintah No. 10 Tahun 1961 tentang

pendaftaran tanah.

Tujuan pendaftaran tanah sebagaimana disebutkan dalam pasal

3 peraturan pemerintah No.24 Tahun 1997 sebagai berikut:

1. Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum

kepada pemegang hak atas tanah suatu bidang tanah, satuan

rumah susun,dan hak-hak lainnya yang terdaftar agar dengan

mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang haknya

diberikan sertifikat sebagai surat tanda buktinya.


2. Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang

berkepentingan, termasuk pemerintah agar dengan mudah dapat

memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuaatan

hukum mengenai data yang diperlukan dalam mengadakan

perbuataan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-

satuan rumah susun yang sudah terdaftar.

3. Untuk terselengaranya tertib administrasi pertanahan.

Terselenggaranya pendaftaran tanah secara baik merupakan dasar

perwujudaan tertib administrasi di bidang pertanhan. Untuk

mencapai tertib administrasi tersebut setiap bidang tanah dan

satuan rumah susun, termasuk peralihannya, pembebanannya, dan

hapusnya wajib didaftar.

Kejahatan pemalsuan adalah kejahatan yang mana di dalamnya

mengandung sistem ketidak benaran atau palsu atas sesuatu (obyek),

yang sesuatunya itu tampak dari luar seoalah-olah benar adanya, padahal

sesungguhnya bertentangan dengan yang sebenarnya.

Pertanggungjawaban pidana pelaku pemalsuan data otentik dalam

pembuatan sertifikat hak milik dalam peraturan perundang-undangan

UUPA Pasal 52 yang menjelaskan bahwa berdasarkan peraturan

perundangundangan yang melanggar pasal 19, 22, 24, 26 dan 46, 47, 48,

49 ayat (3) dan 50 ayat (2) dapat memberikan ancaman pidana atas

pelanggaran peraturannya dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3


bulan dan/atau denda setinggi-tingginya Rp. 10.000. Tanggung jawab

notaris dalam penerbitan sertifikat tanah dengan akta otentik yang

dipalsukan Sebagaiamana diatur dalam pasal 263 ayat (1), angka 1

(KUHP) yang berkenaan dengan akta-akta otentik secara umum tindak

pidana pemalsuan surat atau pemalsuan tulisan diatur dalam pasal 263

KUHP yang ancaman pidana penjara paling lama enam tahun.

PPAT bertugas pokok melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran

tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan

hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau hak m atas satuan rumah

susun, yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan data

pendaftaran tanaa yang diakibatkan oleh perbuatan hukum itu. Perbuatan

hukum tersebut antara lain: (a) jual beli; (b) tukar-menukar; (c) hibah;

(d) pemasukan ke dalam perusahaan (inbreng); (e) pembagian hak

bersama; (f) memberikan hak guna bangunan/hak pakai atas tanah hak

milik; (g) memberikan hak tanggungan; dan (h) pemberian kuasa

membebankan hak tanggugan.

Pertanggung jawaban pelaku pemalsuan data otentik dalam putusan

Mahakamah Agung Republik Indonesia Nomor 45 K/Pid/2020 Alasan

kasasi Penuntut Umum dapat dibenarkan karena putusan judex facti yang

menyatakan Terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah

melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan kepadanya pada

Dakwaan Tunggal dan membebaskan Terdakwa dari segala dakwaan,


telah salah dan tidak menerapkan peraturan hukum sebagaimana

mestinya serta telah mempertimbangkan fakta hukum yang relevan secara

yuridis dengan tidak tepat dan benar sesuai fakta hukum yang terungkap

di muka sidang. Menyatakan Terdakwa terbukti secara sah dan

meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Sengaja menggandakan

surat palsu seolah-olah asli”, Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa

dengan pidana penjara selama 3 (tiga) bulan. Oleh karena itu, penulis

tertarik untuk membahas lebih mendalam mengenai kasus sengketa tanah

di manggarai barat dan menuangkannya dalam penulisan hukum dengan

judul :” TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PEMALSUAN SERTIFIKAT

HAK ATAS TANAH DI LABUAN BAJO KABUPATEN MANGGARAI

BARAT (DESA BATU CERMIN)”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diatas, maka dapat

dirumuhkan permasalahannya sebagai berikut

1. Bagaiman pengaturan hukum terhadap pelaku tindak pidana

pemalsuan serfikat hak atas tanah?

2. Bagaimana tanggung jawab hukum terhadap pelaku tindak pidana

pemalsuan sertifikat tanah di Desa Batu Cermin, Kabupaten

Manggarai Barat?

1.3 Tujuan Penelitian


Dalam penelitian yang bersifat ilmiah biasanya mempunyai suatu

tujuan tertentu, demikian pula dalam penelitian proposal ini

mempunyai tujuan:

1.3.1 Tujuan Umum

1. Untuk mengetahui bagaimana aturan hukum terhadap

pelaku tindak pidana pemalsuan serfikat tanah.

2. Untuk mengetahui bagaimana penerapan hukum terhadap

pelaku tindak pidana pemalsuan sertifikat tanah di Desa Batu

Cermin, Kabupaten Manggarai Barat.

1.3.2 Tujuan Kusus

Untuk mengetahui kinerja kerja Kantor Pertanahan Manggarai

Barat dalam pembuatan sertifikat hak milik tanah dan bagimana

perlindungan hukum terhdap pemegang hak milik tanah.

1.4 Kegunan Penelitian

1.4.1 Kegunaan Teoritis

Dengan adanya penulisan skripsi ini, maka penulis berharap

penulisan ini dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi ilmu

pengetahuan yang berguna untuk perkembangan ilmu

pengetahuan hukum dan khususnya hukum pidana.

1.4.2 Kegunaan Praktis


Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar untuk

penelitian berikutnya dan menambah teori-teori baru untuk

penelitian yang sejenis.

1.5 Tinjaun Pustaka

A.Pendapat Para sarjana

a. Menurut Rusmadi Murad26

sengketa hak atas tanah, yaitu : timbulnya sengketa hukum adalah

bermula dari pengaduan sesuatu pihak (orang/badan) yang berisi

keberatan-keberatan dan tuntutan hak atas tanah, baik terhadap

status tanah, prioritas, maupun kepemilikannya dengan harapan dapat

memperoleh penyelesaian secara administrasi sesuai dengan

ketentuan peraturan yang berlaku. Lebih lanjut menurut Rusmadi

Murad, sifat permasalahan sengketa tanah ada beberapa macam, yaitu

1. Masalah atau persoalan yang menyangkut prioritas untuk dapat

diterapkan sebagai pemegang hak yang sah atas tanah yang

berstatus hak, atau atas tanah yang belum ada haknya.

2. Bantahan terhadap suatu alas hak/bukti perolehan yang digunakan

sebagai dasar pemberian hak (perdata).

3. Kekeliruan atau kesalahan pemberian hak yang disebabkan

penerapan peraturan yang kurang atau tidak benar.


4. Sengketa atau masalah lain yang mengandung aspek-aspek sosial

praktis/bersifat strategis.

Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN Nomor 1 Tahun 1999 tentang Tata

Cara Penanganan Sengketa Pertanahan, Pasal 1 butir 1 : Sengketa

Pertanahan adalah perbedaan pendapat mengenai, keabsahan suatu hak,

pemberian hak atas tanah, dan pendaftaran hak atas tanah termasuk

peralihannya serta penerbitan bukti haknya, anatara pihak yang

berkepentingan maupun antara pihak-pihak yang berkepentingan dengan

instansi dilingkungan Badan Pertanahan Nasional. Dalam memberi

pengertian sengketa pertanahan ada dua istilah yang saling berkaitan

yaitu sengketa pertanahan dan konflik pertanahan. Walaupun kedua

istilah ini merupakan kasus pertanahan, namun dalam Peraturan Kepala

BPN Nomor 3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Pengkajian dan

Penanganan Kasus Pertanahan, jelas membedakan pengertian kedua

istilah tersebut. Dalam Pasal 1 butir 2 diterangkan bahwa: Sengketa

pertanahan yang disingkat dengan sengketa adalah perselisihan

pertanahan antara orang perseorangan, badan hukum, atau lembaga

yang tidak berdampak luas secara sosio-politis. Sedangkan Konflik

pertanahan yang disingkat konflik adalah perselisihan pertanahan antara

orang perseorangan, kelompok, golongan, oeganisasi, badan hukum, atau

lembaga yang mempunyai kecenderungan atau sudah berdampak luas

secara sosio-politis. Selanjutnya dalam Petunjuk Teknis Nomor


01/JUKNIS/D.V/2007 tentang Pemetaan Masalah dan Akar Masalah

Pertanahan, disebutkan bahwa : Sengketa adalah perbedaan nilai,

kepentingan, pendapat dan atau persepsi antara orang perorangan dan

atau badan hukum (privat atau publik) mengenai status penguasaan dan

atau status kepemilikan dan atau status penggunaan atau pemanfaatan

atas bidang tanah tertentu oleh pihak tertentu, atau status keputusan

Tata Usaha Negara menyangkut penguasaan, pemilikan dan penggunaan

atau pemanfaatan atas bidang tanah tertentu. Sedangkan Konflik adalah

nilai, kepentingan, pendapat dan atau persepsi antara warga atau

kelompok masyarakat dan atau warga atau kelompok masyarakat dengan

badan hukum (privat atau publik), masyarakat dengan masyarakat

mengenai status penguasaan dan atau status kepemilikan dan atau status

pengguanaan atau pemanfaatan atas bidang tanah tertentu oleh pihak

tertentu, atau status penggunaan atau pemanfaatan atas bidang tanah

tertentu serta mengandung aspek politik, ekonomi dan sosial budaya.

b. (Setiawan,1987)

Jual beli sebagaimana yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata masuk kedalam bagian buku Ketiga mengenai Perikatan.

Sekalipun Buku Ketiga Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

mempergunakan kata Perikatan namun tidak ada satu pasalpun yang

menguraikan apa sebenarnya yang dimaksud dengan Perikatan. Beberapa

ahli mendifinisikan tentang perikatan, antara lain:


a. Subekti yang memberikan pengertian bahwa perikatan adalah

hubungan hukum antara dua orang atau lebih dimana pihak yang

satu berhak menuntut sesuatu dari pihak yang lain dan memberi

hak pada satu pihak untuk menuntut sesuatu dari pihak lainnya dan

lainnya diwajibkan memenuhi tuntutan itu;

b. Setiawan menyatakan bahwa perikatan adalah suatu hubungan

hukum yang bersifat harta kekayaan antara dua orang atau lebih,

atas dasar mana pihak yang satu berhak dan pihak lain memiliki

kewajiban atas suatu prestasi;

c. Satrio merumuskan perikatan sebagai hubungan dalam hukum

kekayaan dimana disatu pihak ada hak dan dilain pihak ada

kewajiban; (Khairandy, 2013)

Berdasarkan ketentuan Pasal 1233 KUHPerdata menyebutkan bahwa

perikatan dapat lahir dari perjanjian atau dari undangundang. Perikatan

yang lahir dari perjanjian dibedakan atas perikatan yang lahir dari undang-

undang saja dan perikatan yang lahir karena perbuatan manusia (Pasal

1352 KUHPerdata), kemudian Perikatan yang lahir karena perbuatan

manusia dibedakan atas perbuatan manusia menurut hukum dan

perbuatan melawan hukum (Pasal 1353 KUHPerdata). Perjanjian menurut

pasal 1313 KUHPerdata adalah perbuatan dengan mana satu orang atau

lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Sedangkan

Perjanjian Jual beli diatur dalam Pasal 1457 KUH Perdata yang berbunyi
C. Yamin dan Rahim

Bila ada kehendak yang disengaja dan disepakati atas sebidang tanah Hak

Milik, maka didalamnya ada pengalihan hak atas tanah tersebut. Bila

pengalihan tersebut dipaksakan oleh kewenangan dan kekuasaan Negara

maka disebut dengan pencabutan hak dan inipun harus menempuh

persyaratan sebab terjadinya pemutusan hubungan hukum kepemilikan

hak atas tanah.

B. Hak Penguasaan Atas Tanah

Dalam system hukum tanah Nasional dikenal hierarki hak penguasaan

tanah di Indonesia sebagaimana ternyata dalam UUPA, yaitu:

1. Hak bangsa Indonesia atas tanah (Pasal 1 UUPA). Maksud dari hak

bangsa Indonesia tanah yaitu seluruh tanah yang ada dalam

wilayah Republik Indonesia sebagai Karunia Tuhan Yang Maha Esa

adalah milik bangsa Indonesia dan bersifat abadi (vide pasal 1 ayat

2] ayat [3] UUPA).

2. Hak menguasai dari negara atas tanah (pasal 2 UUPA). Wewenang

negara atas tanah sebagaimana diatur dalam pasal 2 ayat (2) UUPA

C. Jual Beli Menurut Ketentuan Hukum Adat


Dalam Hukum Adat tidak dikenal adanya pengertian penyerahan secara

yuridis sebagai pemenuhan kewajiban hukum Penjual karena justru apa

yang disebut dengan jual beli tanah adalah penyerahan hak atas tanah

yang dijual kepeda Pembeli yang pada saat yang sama membayar penuh

kepada Penjual harga yang telah disetujui bersama. Peralihan hak atas

tanah melalui jual beli mengandung pengertian yaitu perbuatan hukum

pemindahan hak selama-lamanya dari si penjual kepada si pembeli dan

pembayaran harga baik selurunya maupun sebagian dari pembeli

dilakukan dengan syarat terang dan tunai. Syarat terang berarti bahwa

perjanjian jual beli tersebut harus dilakukan dihadapan pejabat Adat yang

berwenang dan disaksikan oleh dua orang saksi. Syarat tunai berarti

adanya dua perbuatan yang dilakukan secara bersamaan yaitu

pemindahan hak dari si penjual kepada si pembeli dan pembayaran harga

baik sebagian maupun seluruhnya dari pembeli kepada penjual.

Pembayaran harga jual beli bisa dibayarkan seluruhnya maupun sebagian.

Konsekuensi dari syarat terang dan tunai mengakibatkan jual beli tanah

tidak dapat dibatalkan karena jual beli tanah bukan merupakan suatu

perjanjian melainkan perbuatan hukum pemindahan penguasaan yuridis

atas tanahnya yang terjadi secara langsung dan riil. Apabila baru dibayar

sebagian harganya tidak mempengaruhi selesainya perbuatan jual beli

karena telah memenuhi syarat tunai, sedangkan terhadap sisa harganya


yang belum dibayar dianggap sebagai utang-piutang diluar perbuatan

hukum jual beli tanah.

D. Prinsip Hubungan Bumi,Air,Ruang Angkasa, Dan Kekayaan

Alam yang Terkandung di dalamnya

Hak ulayat sebagai teknis yuridis adalah hak yang melekat sebagai

kompetensi khas pada masyarakat hukum adat, berupa wewenang atau

kekuasaan mengurus dan mengatur tanah sesisinya dengan daya kerja ke

dalam maupun keluar. Pengakuan tentang keberadaan masyarakat hukum

adat beserta hak ulayatnya tertuang dalam Pasal 18B ayat (2) dan Pasal

281 ayat (3) UUD 1945. Namun dalam kenyataannya, pengakuan

terhadap masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisional, yang biasa

disebut hak ulayat, sering kali tidak konsisten dalam pelaksanaan

pembangunan nasional. Titik berat hak ulayat adalah penguasaan atas

tanah adat beserta seleruh isinya oleh masyarakat hukum adat.

Penguasaan disini bukan dalam arti memiliki tetapi hanyala sebatas

mengelola. Badan pertanahan nasional dalam rangka pembenbentukan

hukum Pertanahan Nasional, disampaikan bahwa selama ini terdapat

kerancuan pandangan yang menganggap pengembangan norma hukum

agraria berarti sama dengan mengembangkan hukum pertanahan, karena

menganggap istilah “agraria” dipandang lebih luas dari “tanah”. Kerancuan

maupun kesalahantafsir tentang arti hukum agraria ( agrarian law,

agrarischerecht), dibandingkan dengan hukum pertanahan ( land law,


grondrecht), perlu di pertegas arti berserta lingkup masalah yang diatur

oleh masing-masing hukum tersebut. Kajian perbandingan hukum

membuktikan,setiap sistem hukum mengenal perbedaan tegas antara

hukum pertanahan terhadap hukum agraria.

E. Fungsi Sosial

Fungsi sosial dapat diartikan dapat diartikan sebagai penyangkalan

terhadap hak subjektif yang sepenuh-penuhnya, seperti yang pernah

dikemukakan oleh Leon Duguit, bahwa tidak ada hak subjektif (subjectief

recht), yang ada hanya fungsi sosial. Seseorang tidak boleh semata-mata

menggunakan untuk pribadinya pemakaian atau tidak dipakainya tanah

yang berakibat merugikan kepentingan masyarakat. Penetapan prinsip

bahwa hak atas tanah mempunyai fungsi sosial mempunyai arti bahwa

hukum agraria Indonesia mengambil jalan kompromi antara dua ekstrem

paham, yaitu individualisme dan komunalisme atau antara kepentingan

pribadi dan kepentingan masyarakat secara bersama. Konsekuensi dari

prinsip fungsi sosial yaitu jika ada tanah yang terlantar maka hak atas

tanah tersebut kembali kepada "hak menguasai dari negara"

1.6 Metode Penelitian

1.6.1 Tipe Penelitian dan Pendekatan Masalah

Tipe Penelitian yang dipergunakan adalah penelitian hukum

empiris. Penelitian Hukum Empiris adalah Penelitian yang


menganalisis peristiwa hukum yang terjadi di masyarakat (Empiris/

berdasarkan pengalaman) untuk mendapatkan suatu temuan.

Pendekatan Masalah yang dipergunakan dalam penelitian hukum

empiris, meliputi pendekatan: antropologi hukum, sosiologi hukum,

kriminologi, viktimologi, psikologi, dan penologi.

1.6.2 Sumber Data

a. Data primer yaitu data yang diperoleh dari sumber pertama

(responden/informan).

b. Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari sumber kedua,

yaitu bahan-bahan hukum dapat berupa buku-buku, laporan

penelitian, jurnal ilmiah, dan karya ilmiah lain di bidang

hukum.

1.6.3 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, observasi, dan

kuisioner.

Wawancara dilakukan dengan Kepala Seksi bagian sengketa /

konflik dan permasalahan Kantor Pertanahan Kabupaten Manggarai

Barat. Dengan teknik purposive / Judgmental Sampling untuk

menanyakan pertanyaan :

1. Bagaiman aturan hukum terhadap pelaku tindak pidana

pemalsuan serfikat tanah?


2. Bagaimana penerapan hukum terhadap pelaku tindak pidana

pemalsuan sertifikat tanah di Desa Batu Cermin, Kabupaten

Manggarai Barat?

1.6.4 Lokasi Penelitian

Kantor Pertanahan Labuan Bajo Manggarai Barat.

1.6.5 Analisis Data

Analisis data (untuk penelitian hukum empiris) dapat dilakukan

secara kualitatif, kuantitatif, hermeneutik, analisis isi, dan deskriptif.


DAFTAR BACAAN

1. Adami Chazawi Dan Ardi Ferdian, Tindak Pidana Pemalsuan (Jakarta :


PT.Raja Grafindo Persada, 2014), h.139.
2. Djaja S. Meliala, S.H.,M.H. Penuntuan Praktis Hukum Perjanjian Khusus
Jual-beli, Sewa-menyewa, Pinjam-meminjam (Bandung : Nuansa Aulia
2017), h,3-5.
3. Prof. Dr. Sri Hajati, S.H., M.S. , Dr. Agus Sekarmadji, S.H., M.Hum. , Dr.
Sri Winarsi, S.H., M.H. Dan Oemar Moechthar, S.H., M.Kn. Politik
Hukum Pertanahan Indonesia (Jakarta : Prenadamedia Group 2022), h.53.
4. Nur Hayati, Peralihan Hak Dalam Jual Beli Hak Atas Tanah (Suatu
Tinjauan terhadap Perjanjian Jual Beli dalam Konsep Hukum Barat dan
Hukum Adat dalam Kerangka Hukum Tanah Nasional) (Jakarta : Fakultas
Hukum Universitas Esa Unggul, 2016), h.283.
5. Undang - undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat (3), Tentang Pertanahan
Nasional
6. Undang - undang No.5 Tahun 1960 , Tentang Peraturan Pokok - Pokok
Agraria.
7. Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 , Tentang Pendaftaran Tanah.
8. Peraturan Menteri Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9
Tahun 1999Tentang Tata Cara Pemberian Dan Pembatalan Hak Atas
Tanah Negara Dan Hak Pengelolaan.
9. Prof. Dr. Sri Hajati, S.H., M.S. , Dr. Agus Sekarmadji, S.H., M.Hum. , Dr.
Sri Winarsi, S.H., M.H. Dan Oemar Moechthar, S.H., M.Kn. Politik
Hukum Pertanahan Indonesia (Jakarta : Prenadamedia Group 2022,h.44
10. Moh. Mafud M.D.,2009,Op. cit., h.183-184
11. Oemar Moechthar, 2017, Dasar-dasar Teknik Pembuatan Akta,Surabaya:
Airlangga University Press,h.185

Anda mungkin juga menyukai