Disusun Oleh:
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
ILMU HUKUM
MALANG
2023
DAFTAR ISI
Daftar Isi.................................................................................................................................. 1
Bab I........................................................................................................................................ 2
Latar Belakang....................................................................................................................... 2
Tujuan Penelitian....................................................................................................................2
Latar Belakang....................................................................................................................... 2
Bab II....................................................................................................................................... 3
Pembahasan........................................................................................................................3-7
Bab III...................................................................................................................................... 7
Kesimpulan..........................................................................................................................7-8
Daftar Pustaka........................................................................................................................ 8
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam sejarah umat manusia dan bangsa awal mulanya dimulai dari tanah bahkan
dikatakan bahwa manusia pertama diciptakan dari tanah. Semula, tanah dimaksudkan untuk
kebutuhan dasar seperti tempat tinggal, ladang untuk menanam dan memanen tanaman, dan
ladang untuk berburu binatang. Kondisi kehidupan manusia terus berkembang sesuai dengan
dinamika perkembangan dan kebutuhan zaman. Akibatnya, aktivitas kehidupan manusia yang
berhubungan dengan bumi semakin hari semakin meningkat bahkan semakin rumit. Keadaan
masyarakat masih banyak bergantung pada kegiatan dan usaha, terutama bersifat pertanian,
sehingga tanah merupakan tumpuan harapan masyarakat, sehingga terwujud prinsip dan
tatanan kehidupan.
Tanah seperti yang terlihat dalam kehidupan sehari-hari tampaknya memiliki arti yang
berbeda tergantung pada perspektif dan kepentingannya. Sebagian orang mengenal tanah
sebagai benda/benda atau materi, bumi sebagai badan (tanah), tempat/tempat (tanah) dan
habitat (ruang). Dalam hukum pertanian, tanah berarti luas tanah yang dapat dilampirkan hak
atas tanah. Permukaan bumi di darat dan permukaan bumi di bawah air, termasuk air laut.
Tanah dalam arti tanah oleh karena itu mempunyai dimensi teritorial dan hukum. Aspek
spasial mengacu pada tempat tinggal dan kegiatan manusia di atas atau di bawah, sedangkan
aspek hukum mengacu pada kepemilikan dan hak pakai. Kepemilikan tanah di Indonesia
pada mulanya berdasarkan kebiasaan adat atau ulayat. Hal ini menyebabkan banyak sengketa
tanah karena kepemilikan tanah tidak jelas. Oleh karena itu, pemerintah berusaha
memperbaiki sistem penguasaan tanah dengan mengesahkan undang-undang pendaftaran
tanah. Pendaftaran tanah adalah proses untuk mencatat dan mengakui kepemilikan suatu
tanah secara sah dan resmi dengan tujuan untuk menciptakan kepastian hukum tentang hak
milik dan mencegah terjadinya sengketa yang berkaitan dengan hak milik. Dengan adanya
sistem pendaftaran tanah, maka setiap harta benda harus secara jelas dan sah didaftarkan pada
kantor pendaftaran tanah negara atau kantor pendaftaran tanah setempat.
B. Rumusan Masalah
1. Apa asas yang digunakan dalam pendaftaran tanah?
2. Bagaimana sistem publikasi dalam pendaftaran tanah?
3. Bagaimana pendaftaran tanah dalam prakteknya?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui asas yang digunakan dalam pendaftaran tanah.
2. Untuk mengetahui sistem publikasi dalam pendaftaran tanah.
3. Untuk mengetahui pendaftaran tanah dalam prakteknya.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
pemetaan, dan pendaftaran peralihannya. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan
pendaftaran tanah dapat memberikan kepastian hukum terhadap hak atas
tanah, yaitu memberikan data fisik yang jelas mengenai luas tanah, letak, dan
batas-batas tanah.
2. Asas Openbaarheid
Asas ini juga disebut asas publisitas, asas ini memberikan data yuridis terkait
siapa yang menjadi subjek haknya, apa nama hak atas tanah, serta bagaimana
terjadinya peralihan dan pembebanannya. Data ini sifatnya terbuka untuk
umum, yang mana artinya semua orang dapat melihat data tersebut.
4
d.Hasil pendaftaran memberikan alat pembuktian yang sifatnya mutlak dan tidak
dapat diganggu gugat.
Sistem publikasi positif memiliki kelebihan dan kekurangan dalam penerapannya.
Kelebihan dari sistem publikasi positif, antara lain 1) Adanya kepastian hukum bagi
pemegang sertifikat, 2) Adanya peran aktif dari pejabat pendaftaran tanah, 3)
Mekanisme penerbitan sertipikat yang dapat dengan mudah diketahui
publik. Sementara itu kelemahan sistem publikasi positif diantaranya, pemilik
tanah yang sesungguhnya akan kehilangan hak karena tanah tersebut telah
disertifikasi atas nama pihak lain yang tidak dapat diubah lagi, dan juga memerlukan
biaya yang tinggi dan wewenang pengadilan diletakkan dalam wewenang
administrasi.
2. Sistem Publikasi Negatif
Sementara itu sistem publikasi negatif merupakan sistem publikasi dimana
Pejabat Pendaftaran tanah tidak melakukan pengujian terhadap kebenaran data
yang tercantum (tidak menjamin kebenaran data yang disajikan). Artinya
pendaftaran tidak menyebabkan mereka yang tidak berhak menjadi berhak atas suatu
bidang tanah hanya karena namanya salah dicatat sebagai yang berhak. Mereka
yang berhak dapat menuntut diadakannya pembetulan. Dalam sistem negatif ini,
negara hanya bersifat pasif, dalam artian bahwa negara hanya menerima apa yang
dinyatakan oleh pihak yang mendaftarkan tanahnya. Pendaftaran tanah yang
menganut asas negatif mengandung arti bahwa belum tentu seseorang yang
tertulis namanya pada sertifikat maupun buku tanah adalah sebagai pemilik yang
mutlak.
Ciri-ciri pendaftaran tanah dengan sistem publikasi negatif antara lain yaitu pejabat
pelaksana pendaftaran bersikap pasif, yang dicari adalah kebenaran formal:
a. Instansi penyelenggara cukup menerima keterangan hak yang didaftar sebagaimana
adanya, tanpa dilakukan penelitian secara mendalam.
b. Bilamana terjadi kesalahan dalam pencatatan, berdasarkan putusan hakim dapat
diperbaiki oleh petugas penyelenggara pendaftaran tanah. Dengan demikian orang
yang berhak akan tetap terlindungi.
c. Hanya memberi perlindungan terhadap pemegang haknya saja. Sehingga berlaku
asas “nemo plus juris” bahwa orang tidak dapat bertindak melebihi kewenangan yang
ada padanya, siapa yang namanya tercantum dalam tanda bukti hak tersebut maka
dialah pemegang haknya.
Sistem publikasi negatif memiliki kelebihan dan kekurangan dalam penerapannya.
Kelebihan dari sistem publikasi negatif, yaitu pemegang hak yang sesungguhnya
akan terlindungi dari pihak lain yang bukan sebagai pemilik sejati,
adanya penyelidikan riwayat tanah sebelum penerbitan sertifikat dan tidak
adanya batasan waktu bagi pemilik tanah yang sesungguhnya untuk menuntut
haknya yang telah didaftarkan pihak lain. Sementara itu kelemahan sistem
publikasi negatif ini seperti tidak adanya kepastian atas keabsahan sertifikat
karena setiap saat dapat digugat atau dibatalkan, peran pejabat tanah yang pasif
sehingga tidak mendukung ke arah akurasi maupun kebenaran data, serta
mekanisme kerja pejabat pendaftaran tanah yang kurang kurang transparan.
5
Indonesia tidak secara umum sistem publikasi positif atau negatif, akan tetap
sistemi yang dianut Indonesia adalah sistem publikasi negatif yang mengandung
unsur-unsur positif. Untuk mengatasi kelemahan sistem negatif yang dianut, maka
ditegaskan kemudian dalam Pasal 24/1997 Pasal 32 Ayat (2) yang menyebutkan:
“Dalam hal atas suatu bidang tanah sudah diterbitkan sertifikat atas nama orang atau
badan hukum yang memperoleh tanah tersebut dengan itikad baik dan secara nyata
menguasainya,maka pihak lain yang merasa mempunyai hak atas tanah tersebut, tidak
dapat lagi menuntut pelaksanaan hak tersebut, apabila dalam waktu 5 (lima) tahun
sejak diterbitkannya sertifikat itu tidak mengajukan keberatan secara tertulis kepada
pemegang sertifikat dan kepada Kantor Pertanahan yang bersangkutan ataupun tidak
mengajukan gugatan ke Pengadilan mengenai penguasaan tanah atau penerbitan
sertifikat tersebut.”Penjelasan Pasal 32 Ayat (2) bahwa di dalam hukum tanah
(Agraria)di Indonesia tidak mengenal lembaga tersebut diatas (lembaga acquicitieve
verjaring), mengingat dasar dari hukum tanah (Agraria) adalah hukum adat. Akan
tetapi, pada hukum adat dikenal suatu lembaga yang dapat digunakan untuk mengatasi
kelemahan sistem publikasi negatif dalam pendaftaran tanah yaitu disebut lembaga
“rechtsverwerking”. Lembaga ini dapat dijelaskan bahwa dalam hukum adat, jika
seseorang menelantarkan dalam waktu lama dan tidak dikerjakan, kemudian tanah
tersebut dikerjakan oleh orang lain yang memperolehnya dengan itikad baik, maka
yang bersangkutan akan hilang haknya untuk menuntut kembali tanah tersebut.
6
Dan,
Kegiatan pemeliharaan data pendaftaran tanah meliputi:
a. pendaftaran perubahan dan pembebanan hak;
b. pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah lainnya
Pendaftaran tanah untuk pertama kali terdapat dua jenis, yaitu sporadik dan
sistematik.
Pendaftaran tanah secara sistematik adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk
pertama kali yang dilakukan secara serentak yang meliputi semua obyek pendaftaran
tanah yang belum didaftar dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan.
Sedangkan Pendaftaran tanah secara sporadik adalah kegiatan pendaftaran tanah
untuk pertama kali mengenai satu atau beberapa obyek pendaftaran tanah dalam
wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan secara individual atau massal.
Pendaftaran tanah secara sistematik didasarkan pada suatu rencana kerja dan
dilaksanakan di wilayah-wilayah yang ditetapkan oleh Menteri. Dalam hal suatu
desa/kelurahan belum ditetapkan sebagai wilayah pendaftaran tanah secara sistematik
sebagaimana dimaksud, pendaftarannya dilaksanakan melalui pendaftaran tanah
secara sporadik. Pendaftaran tanah secara sporadik dilaksanakan atas permintaan
pihak yang berkepentingan.
Untuk Pendaftaran Tanah secara Sporadik adapun syarat-syarat yang harus
dipenuhi yaitu,
a. Surat Permohonan dari pemilik tanah untuk melakukan pensertifikatan tanah
miliknya;
b. Surat kuasa (apabila pengurusannya dikuasakan kepada orang lain);
c. Identitas diri pemilik tanah (pemohon), yang dilegalisir oleh pejabat umum
yang berwenang (biasanya Notaris) dan atau kuasanya;
d. Bukti hak atas tanah yang dimohonkan, yaitu berupa: 1) surat tanda bukti
hak milik yang diterbitkan berdasarkan Peraturan Swapraja yang bersangkutan; atau
2) sertfikat hak milik yang diterbitkan berdasarkan Peraturan Menteri Agraria Nomor
9 Tahun 1959; atau 3) surat keputusan pemberian hak milik dari Pejabat yang
berwenang, baik sebelum ataupun sejak berlakunya UUPA, yang tidak disertai
kewajiban untuk mendaftarkan hak yang diberikan, tetapi telah dipenuhi semua
kewajiban yang disebut di dalamnya; atau 4) petuk Pajak Bumi/Landrente, girik, pipil,
kekitir dan Verponding Indonesia sebelum berlaku Peraturan Pemerintah Nomor 10
Tahun 1961; atau 5) akta pemindahan hak yang dibuat di bawah tangan yang dibubuhi
tanda kesaksian oleh Kepala Adat/Kepala Desa/Kelurahan yang dibuat sebelum
berlakunya Peraturan Pemerintah ini; atau 6) akta pemindahan hak atas tanah yang
dibuat oleh PPAT, yang tanahnya belum dibukukan; atau 7) akta ikrar wakaf/surat
ikrar wakaf yang dibuat sebelum atau sejak mulai dilaksanakan Peraturan Pemerintah
Nomor 28 Tahun 1977; atau 8) surat penunjukan atau pembelian kaveling tanah
pengganti tanah yang diambil oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah; atau 9)
risalah lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang yang berwenang, yang tanahnya belum
dibukukan; atau 10) surat keterangan riwayat tanah yang pernah dibuat oleh Kantor
Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan; atau 11) lain-lain bentuk alat pembuktian
tertulis dengan nama apapun juga sebagaimana dimaksud dalam Pasal II, Pasal VI dan
7
Pasal VII Ketentuan-ketentuan Konversi UUPA; atau 12) Surat-surat bukti
kepemilikan lainnya yang terbit dan berlaku sebelum diberlakukannya UUPA(dan
dilegalisir oleh Pejabat yang berwenang dalam hal ini biasanya Lurah setempat)
c. Bukti lainnya, apabila tidak ada surat bukti kepemilikan, yaitu berupa: Surat
Pernyataan Penguasaan Fisik lebih dari 20 tahun secara terus menerus dan surat
keterangan Kepala desa/Lurah disaksikan oleh 2 orang tetua adat / penduduk setempat
d. Surat pernyataan telah memasang tanda batas;
e. Fotocopy SPPT PBB tahun berjalan;
f. Fotocopy SK Ijin Lokasi dan surat keterangan lokasi (apabila pemohon
adalah Badan Hukum.
8
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
9
DAFTAR PUSTAKA
10