Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH TERKAIT PENDAFTARAN TANAH

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Agraria Kelas J

Yang Dibina Oleh Ibu Liana Maria Fatikhatun, S.H., M.Kn.

Disusun Oleh:

Sura Dinata Karo-Karo (06) 215010100111055

Samuel Reynaldi (09) 215010100111157

Apriliana Nofita Alfiani (26) 215010101111153

Fadilla Rahma Eka Putri (27) 215010101111157

Innaka Fitri Diyan Santika (40) 215010107111162

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

ILMU HUKUM

MALANG

2023
DAFTAR ISI

Daftar Isi.................................................................................................................................. 1
Bab I........................................................................................................................................ 2
Latar Belakang....................................................................................................................... 2
Tujuan Penelitian....................................................................................................................2
Latar Belakang....................................................................................................................... 2
Bab II....................................................................................................................................... 3
Pembahasan........................................................................................................................3-7
Bab III...................................................................................................................................... 7
Kesimpulan..........................................................................................................................7-8
Daftar Pustaka........................................................................................................................ 8

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam sejarah umat manusia dan bangsa awal mulanya dimulai dari tanah bahkan
dikatakan bahwa manusia pertama diciptakan dari tanah. Semula, tanah dimaksudkan untuk
kebutuhan dasar seperti tempat tinggal, ladang untuk menanam dan memanen tanaman, dan
ladang untuk berburu binatang. Kondisi kehidupan manusia terus berkembang sesuai dengan
dinamika perkembangan dan kebutuhan zaman. Akibatnya, aktivitas kehidupan manusia yang
berhubungan dengan bumi semakin hari semakin meningkat bahkan semakin rumit. Keadaan
masyarakat masih banyak bergantung pada kegiatan dan usaha, terutama bersifat pertanian,
sehingga tanah merupakan tumpuan harapan masyarakat, sehingga terwujud prinsip dan
tatanan kehidupan.

Tanah seperti yang terlihat dalam kehidupan sehari-hari tampaknya memiliki arti yang
berbeda tergantung pada perspektif dan kepentingannya. Sebagian orang mengenal tanah
sebagai benda/benda atau materi, bumi sebagai badan (tanah), tempat/tempat (tanah) dan
habitat (ruang). Dalam hukum pertanian, tanah berarti luas tanah yang dapat dilampirkan hak
atas tanah. Permukaan bumi di darat dan permukaan bumi di bawah air, termasuk air laut.
Tanah dalam arti tanah oleh karena itu mempunyai dimensi teritorial dan hukum. Aspek
spasial mengacu pada tempat tinggal dan kegiatan manusia di atas atau di bawah, sedangkan
aspek hukum mengacu pada kepemilikan dan hak pakai. Kepemilikan tanah di Indonesia
pada mulanya berdasarkan kebiasaan adat atau ulayat. Hal ini menyebabkan banyak sengketa
tanah karena kepemilikan tanah tidak jelas. Oleh karena itu, pemerintah berusaha
memperbaiki sistem penguasaan tanah dengan mengesahkan undang-undang pendaftaran
tanah. Pendaftaran tanah adalah proses untuk mencatat dan mengakui kepemilikan suatu
tanah secara sah dan resmi dengan tujuan untuk menciptakan kepastian hukum tentang hak
milik dan mencegah terjadinya sengketa yang berkaitan dengan hak milik. Dengan adanya
sistem pendaftaran tanah, maka setiap harta benda harus secara jelas dan sah didaftarkan pada
kantor pendaftaran tanah negara atau kantor pendaftaran tanah setempat.

B. Rumusan Masalah
1. Apa asas yang digunakan dalam pendaftaran tanah?
2. Bagaimana sistem publikasi dalam pendaftaran tanah?
3. Bagaimana pendaftaran tanah dalam prakteknya?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui asas yang digunakan dalam pendaftaran tanah.
2. Untuk mengetahui sistem publikasi dalam pendaftaran tanah.
3. Untuk mengetahui pendaftaran tanah dalam prakteknya.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Asas-Asas dalam Pendaftaran Tanah


Pada pendaftaran tanah terdapat beberapa asas yang mana digunakan sebagai
dasar dalam pendaftaran tanah itu sendiri. Berdasarkan Pasal 2 PP No. 24 Tahun
1997, menyebutkan “pendaftaran tanah dilaksanakan berdasarkan asas sederhana,
aman, terjangkau, mutakhir dan terbuka”. Berikut penjelasan terkait setiap asas:
1. Asas Sederhana
Asas sederhana ini dimaksudkan agar ketentuan-ketentuan pokoknya maupun
prosedurnya dengan mudah dapat dipahami oleh pihak-pihak yang
berkepentingan, terutama para pemegang hak atas tanah.
2. Asas Aman
Asas ini dimaksudkan untuk menunjukan bahwa pendaftaran tanah perlu
diselenggarakan secara teliti dan cermat, sehingga hasilnya dapat memberikan
jaminan kepastian hukum sesuai dengan tujuan dari pendaftaran tanah itu
sendiri.
3. Asas Terjangkau
Asas terjangkau dimaksudkan keterjangkauan bagi para pihak yang
memerlukan, khususnya dengan memperhatikan kebutuhan dan kemampuan
golongan ekonomi lemah. Pelayanan yang diberikan dalam rangka
penyelenggaraan pendaftaran tanah harus dapat terjangkau oleh para pihak
yang memerlukan.
4. Asas Mutakhir
Asas mutakhir dimaksudkan kelengkapan yang memadai dalam
pelaksanaannya dan kesinambungan dalam pemeliharaan datanya. Data yang
tersedia harus menunjukkan keadaan yang mutakhir. Untuk itu perlu diikuti
kewajiban mendaftar dan pencatatan perubahan-perubahan yang terjadi di
kemudian hari. Asas Mutakhir ini juga menuntut dipeliharanya data
pendaftaran tanah secara terus menerus dan berkesinambungan, sehingga data
yang tersimpan di Kantor Pertanahan selalu sesuai dengan keadaan nyata di
lapangan.
5. Asas Terbuka
Asas ini dimaksudkan agar masyarakat dapat mengetahui atau memperoleh
keterangan terkait data fisik dan data yuridis yang benar setiap saat di Kantor
Pertanahan Kabupaten/Kota.

Sudikno Mertokusumo, menyebutkan asas pendaftaran dalam tanah ada 2


asas, yaitu:
1. Asas Specialiteit
adalah pelaksanaan pendaftaran tanah dilakukan berdasarkan atas peraturan
perundang-undangan tertentu, yang secara teknis terkait masalah pengukuran,

3
pemetaan, dan pendaftaran peralihannya. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan
pendaftaran tanah dapat memberikan kepastian hukum terhadap hak atas
tanah, yaitu memberikan data fisik yang jelas mengenai luas tanah, letak, dan
batas-batas tanah.
2. Asas Openbaarheid
Asas ini juga disebut asas publisitas, asas ini memberikan data yuridis terkait
siapa yang menjadi subjek haknya, apa nama hak atas tanah, serta bagaimana
terjadinya peralihan dan pembebanannya. Data ini sifatnya terbuka untuk
umum, yang mana artinya semua orang dapat melihat data tersebut.

B. Sistem Publikasi Pendaftaran Tanah


Pendaftaran hak atas tanah dalam rangka mendapatkan kepastian
dan perlindungan hukum itu, tentunya berhubungan pula dengan sistem publikasi
pendaftaran tanah. Artinya kepastian hukum dan perlindungan hukum sebagai
salah satu tujuan pendaftaran tanah tergantung kepada sistem publikasi
pendaftaran tanah yang dianut oleh suatu negara.
Sistem publikasi pendaftaran tanah yang dianut dan diterapkan oleh
negara-negara di dunia ada 2 yaitu sistem publikasi positif dan sistem publikasi
negatif. Perbedaan diantara kedua sistem publikasi pendaftaran tanah tersebut
tergantung sampai dimana perlindungan hukum yang diberikan kepada mereka
yang beritikad baik, dalam hal demikian apabila ternyata bahwa hasil pendaftaran itu
tidak benar. Berikut penjelasan lebih lanjut:
1. Sistem Publikasi Positif
Sistem publikasi positif merupakan sistem publikasi dimana pemerintah
menjamin kebenaran data yang disajikan. Artinya siapa yang namanya
terdaftar dalam buku tanah mendapatkan suatu hak dimana hak tersebut tidak
dapat diganggu gugat kemudian hari, kecuali dalam hal terjadi pemalsuan. Dalam
sistem publikasi positif ini negara sebagai pendaftar menjamin bahwa pendaftaran
yang sudah dilakukan adalah benar.
Ciri-ciri pendaftaran tanah yang mempergunakan sistem publikasi positif, yaitu
pejabat pelaksana bersi-
kap aktif dan yang dicari adalah kebenaran materiil dalam artian sebagai berikut:
a. Instansi penyelenggara tidak hanya menerima begitu saja keterangan tentang hak
ataupun status tanah yang terdaftar, akan tetapi pihak penyelenggara akan meneliti
satu per satu secara cermat dan mendalam.
b. Seandainya terjadi kekeliruan, dan meskipun ada keputusan hakim, keterangan
dalam tanda bukti hak tetap tidak dapat diubah pihak yang dirugikan akan
memperoleh ganti rugi dari pemerintah sejumlah harga tanah yang diambil dari premi
asuransi tanah tersebut, karena pemerintah yang bertanggung jawab atas kesalahan
petugasnya.
c. Memberi perlindungan yang mutlak, baik terhadap pemegang haknya maupun
terhadap pihak ketiga karena keterangan yang tercantum dalam tanda bukti hak tidak
dapat dilaksanakan perubahan.

4
d.Hasil pendaftaran memberikan alat pembuktian yang sifatnya mutlak dan tidak
dapat diganggu gugat.
Sistem publikasi positif memiliki kelebihan dan kekurangan dalam penerapannya.
Kelebihan dari sistem publikasi positif, antara lain 1) Adanya kepastian hukum bagi
pemegang sertifikat, 2) Adanya peran aktif dari pejabat pendaftaran tanah, 3)
Mekanisme penerbitan sertipikat yang dapat dengan mudah diketahui
publik. Sementara itu kelemahan sistem publikasi positif diantaranya, pemilik
tanah yang sesungguhnya akan kehilangan hak karena tanah tersebut telah
disertifikasi atas nama pihak lain yang tidak dapat diubah lagi, dan juga memerlukan
biaya yang tinggi dan wewenang pengadilan diletakkan dalam wewenang
administrasi.
2. Sistem Publikasi Negatif
Sementara itu sistem publikasi negatif merupakan sistem publikasi dimana
Pejabat Pendaftaran tanah tidak melakukan pengujian terhadap kebenaran data
yang tercantum (tidak menjamin kebenaran data yang disajikan). Artinya
pendaftaran tidak menyebabkan mereka yang tidak berhak menjadi berhak atas suatu
bidang tanah hanya karena namanya salah dicatat sebagai yang berhak. Mereka
yang berhak dapat menuntut diadakannya pembetulan. Dalam sistem negatif ini,
negara hanya bersifat pasif, dalam artian bahwa negara hanya menerima apa yang
dinyatakan oleh pihak yang mendaftarkan tanahnya. Pendaftaran tanah yang
menganut asas negatif mengandung arti bahwa belum tentu seseorang yang
tertulis namanya pada sertifikat maupun buku tanah adalah sebagai pemilik yang
mutlak.
Ciri-ciri pendaftaran tanah dengan sistem publikasi negatif antara lain yaitu pejabat
pelaksana pendaftaran bersikap pasif, yang dicari adalah kebenaran formal:
a. Instansi penyelenggara cukup menerima keterangan hak yang didaftar sebagaimana
adanya, tanpa dilakukan penelitian secara mendalam.
b. Bilamana terjadi kesalahan dalam pencatatan, berdasarkan putusan hakim dapat
diperbaiki oleh petugas penyelenggara pendaftaran tanah. Dengan demikian orang
yang berhak akan tetap terlindungi.
c. Hanya memberi perlindungan terhadap pemegang haknya saja. Sehingga berlaku
asas “nemo plus juris” bahwa orang tidak dapat bertindak melebihi kewenangan yang
ada padanya, siapa yang namanya tercantum dalam tanda bukti hak tersebut maka
dialah pemegang haknya.
Sistem publikasi negatif memiliki kelebihan dan kekurangan dalam penerapannya.
Kelebihan dari sistem publikasi negatif, yaitu pemegang hak yang sesungguhnya
akan terlindungi dari pihak lain yang bukan sebagai pemilik sejati,
adanya penyelidikan riwayat tanah sebelum penerbitan sertifikat dan tidak
adanya batasan waktu bagi pemilik tanah yang sesungguhnya untuk menuntut
haknya yang telah didaftarkan pihak lain. Sementara itu kelemahan sistem
publikasi negatif ini seperti tidak adanya kepastian atas keabsahan sertifikat
karena setiap saat dapat digugat atau dibatalkan, peran pejabat tanah yang pasif
sehingga tidak mendukung ke arah akurasi maupun kebenaran data, serta
mekanisme kerja pejabat pendaftaran tanah yang kurang kurang transparan.

5
Indonesia tidak secara umum sistem publikasi positif atau negatif, akan tetap
sistemi yang dianut Indonesia adalah sistem publikasi negatif yang mengandung
unsur-unsur positif. Untuk mengatasi kelemahan sistem negatif yang dianut, maka
ditegaskan kemudian dalam Pasal 24/1997 Pasal 32 Ayat (2) yang menyebutkan:
“Dalam hal atas suatu bidang tanah sudah diterbitkan sertifikat atas nama orang atau
badan hukum yang memperoleh tanah tersebut dengan itikad baik dan secara nyata
menguasainya,maka pihak lain yang merasa mempunyai hak atas tanah tersebut, tidak
dapat lagi menuntut pelaksanaan hak tersebut, apabila dalam waktu 5 (lima) tahun
sejak diterbitkannya sertifikat itu tidak mengajukan keberatan secara tertulis kepada
pemegang sertifikat dan kepada Kantor Pertanahan yang bersangkutan ataupun tidak
mengajukan gugatan ke Pengadilan mengenai penguasaan tanah atau penerbitan
sertifikat tersebut.”Penjelasan Pasal 32 Ayat (2) bahwa di dalam hukum tanah
(Agraria)di Indonesia tidak mengenal lembaga tersebut diatas (lembaga acquicitieve
verjaring), mengingat dasar dari hukum tanah (Agraria) adalah hukum adat. Akan
tetapi, pada hukum adat dikenal suatu lembaga yang dapat digunakan untuk mengatasi
kelemahan sistem publikasi negatif dalam pendaftaran tanah yaitu disebut lembaga
“rechtsverwerking”. Lembaga ini dapat dijelaskan bahwa dalam hukum adat, jika
seseorang menelantarkan dalam waktu lama dan tidak dikerjakan, kemudian tanah
tersebut dikerjakan oleh orang lain yang memperolehnya dengan itikad baik, maka
yang bersangkutan akan hilang haknya untuk menuntut kembali tanah tersebut.

C. Pendaftaran Tanah dalam Praktek


Menurut PP No. 24 Tahun 1997, Pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan
yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur,
meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan
data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang
tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya
bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah
susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya; .
Atau artinya Pendaftaran tanah adalah proses hukum untuk mengakui
kepemilikan hak atas tanah.
Pelaksanaan pendaftaran tanah meliputi kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama
kali dan pemeliharaan data pendaftaran tanah.
Pasal 12 PP No. 24 Tahun 1997 menyatakan
“Kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali meliputi:
a. pengumpulan dan pengolahan data fisik;
b. pembuktian hak dan pembukuannya;
c. penerbitan sertifikat;
d. penyajian data fisik dan data yuridis;
e. penyimpanan daftar umum dan dokumen.
*Sertifikat dalam Pasal 32 ayat (1) PP No. 24 Tahun 1997 merupakan surat
tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik
dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku
tanah hak yang bersangkutan

6
Dan,
Kegiatan pemeliharaan data pendaftaran tanah meliputi:
a. pendaftaran perubahan dan pembebanan hak;
b. pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah lainnya
Pendaftaran tanah untuk pertama kali terdapat dua jenis, yaitu sporadik dan
sistematik.
Pendaftaran tanah secara sistematik adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk
pertama kali yang dilakukan secara serentak yang meliputi semua obyek pendaftaran
tanah yang belum didaftar dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan.
Sedangkan Pendaftaran tanah secara sporadik adalah kegiatan pendaftaran tanah
untuk pertama kali mengenai satu atau beberapa obyek pendaftaran tanah dalam
wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan secara individual atau massal.
Pendaftaran tanah secara sistematik didasarkan pada suatu rencana kerja dan
dilaksanakan di wilayah-wilayah yang ditetapkan oleh Menteri. Dalam hal suatu
desa/kelurahan belum ditetapkan sebagai wilayah pendaftaran tanah secara sistematik
sebagaimana dimaksud, pendaftarannya dilaksanakan melalui pendaftaran tanah
secara sporadik. Pendaftaran tanah secara sporadik dilaksanakan atas permintaan
pihak yang berkepentingan.
Untuk Pendaftaran Tanah secara Sporadik adapun syarat-syarat yang harus
dipenuhi yaitu,
a. Surat Permohonan dari pemilik tanah untuk melakukan pensertifikatan tanah
miliknya;
b. Surat kuasa (apabila pengurusannya dikuasakan kepada orang lain);
c. Identitas diri pemilik tanah (pemohon), yang dilegalisir oleh pejabat umum
yang berwenang (biasanya Notaris) dan atau kuasanya;
d. Bukti hak atas tanah yang dimohonkan, yaitu berupa: 1) surat tanda bukti
hak milik yang diterbitkan berdasarkan Peraturan Swapraja yang bersangkutan; atau
2) sertfikat hak milik yang diterbitkan berdasarkan Peraturan Menteri Agraria Nomor
9 Tahun 1959; atau 3) surat keputusan pemberian hak milik dari Pejabat yang
berwenang, baik sebelum ataupun sejak berlakunya UUPA, yang tidak disertai
kewajiban untuk mendaftarkan hak yang diberikan, tetapi telah dipenuhi semua
kewajiban yang disebut di dalamnya; atau 4) petuk Pajak Bumi/Landrente, girik, pipil,
kekitir dan Verponding Indonesia sebelum berlaku Peraturan Pemerintah Nomor 10
Tahun 1961; atau 5) akta pemindahan hak yang dibuat di bawah tangan yang dibubuhi
tanda kesaksian oleh Kepala Adat/Kepala Desa/Kelurahan yang dibuat sebelum
berlakunya Peraturan Pemerintah ini; atau 6) akta pemindahan hak atas tanah yang
dibuat oleh PPAT, yang tanahnya belum dibukukan; atau 7) akta ikrar wakaf/surat
ikrar wakaf yang dibuat sebelum atau sejak mulai dilaksanakan Peraturan Pemerintah
Nomor 28 Tahun 1977; atau 8) surat penunjukan atau pembelian kaveling tanah
pengganti tanah yang diambil oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah; atau 9)
risalah lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang yang berwenang, yang tanahnya belum
dibukukan; atau 10) surat keterangan riwayat tanah yang pernah dibuat oleh Kantor
Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan; atau 11) lain-lain bentuk alat pembuktian
tertulis dengan nama apapun juga sebagaimana dimaksud dalam Pasal II, Pasal VI dan

7
Pasal VII Ketentuan-ketentuan Konversi UUPA; atau 12) Surat-surat bukti
kepemilikan lainnya yang terbit dan berlaku sebelum diberlakukannya UUPA(dan
dilegalisir oleh Pejabat yang berwenang dalam hal ini biasanya Lurah setempat)
c. Bukti lainnya, apabila tidak ada surat bukti kepemilikan, yaitu berupa: Surat
Pernyataan Penguasaan Fisik lebih dari 20 tahun secara terus menerus dan surat
keterangan Kepala desa/Lurah disaksikan oleh 2 orang tetua adat / penduduk setempat
d. Surat pernyataan telah memasang tanda batas;
e. Fotocopy SPPT PBB tahun berjalan;
f. Fotocopy SK Ijin Lokasi dan surat keterangan lokasi (apabila pemohon
adalah Badan Hukum.

8
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan Pasal 19 UUPA diperintahkan kepada pemerintah untuk


mengadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia. Yang dimaksud
dengan kewajiban mendaftarkan menurut Undang-undang Pokok Agraria (UUPA)
adalah pertama, Penguluran, perpetaan dan pembukuan tanah; Kedua, Pendaftaran
hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut dan Pemberian surat-surat tanah
bukti hak yang berlaku sebagai alasan pembuktian yang kuat. Peraturan pendaftaran
tanah untuk pertama kali dilaksanakan berdasar PP No. 10 Tahun 1961 tentang
Pendaftaran Tanah, dan sejak 8 Oktober 1977 disempurnakan dengan PP No. 24
Tahun 1997. Pendaftaran tanah diberlakukan mulai tanggal 24 September 1961
berdasarkan Pasal 19 UUPA. Alasan diubahnya Peraturan Pemerintah Nomor 10
Tahun 1961 didasarkan kepada beberapa hal, seperti yang tersebut dalam konsiderans
menimbang bahwa peningkatan Pembangunan Nasional yang berkelanjutan
memerlukan jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan.

Berpatok pada Pasal 2 PP No. 24 Tahun 1997 menjabarkan tentang


pendaftaran tanah dilaksanakan berdasarkan asas sederhana, aman, terjangkau,
mutakhir dan terbuka yang berarti adanya landasan regulasi bagi pendaftaran tanah
agar relevan dengan norma-norma yang dilahirkan regulasi terkait. Dengan melihat
penjelasan tersebut di atas maka dapat dikatakan sistem publikasi yang dianut di
Indonesia tidak secara umum menganut sistem positif atau negatif, karena itu
Indonesia menganut sistem publikasi negatif yang mengandung unsur-unsur positif.
Untuk mengatasi kelemahan sistem negatif, maka melalui Pasal 32 (2) PP24/1997
dinyatakan da- lam hal suatu bidang tanah sudah diterbitkan atas nama orang atau
badan hukum yang memperoleh tanah tersebut dengan itikad baik dan secara nya- ta
menguasainya, maka pihak lain yang merasa mempunyai tanah tersebut tidak dapat
lagi me- nuntut pelaksanaan haknya apabila dalam waktu. 5 (lima) tahun sejak
diterbitkannya sertifikat ter- sebut, tidak mengajukan keberatan secara tertulis kepada
pemegang sertifikat dan kepada kantor pertanahan yang bersangkutan, atau tidak
meng- ajukan gugatan ke pengadilan mengenai pengu- asaan tanah atau penerbitan
sertifikat tersebut.

9
DAFTAR PUSTAKA

Harsono, Boedi. (2020). “Hukum Agraria Indonesia: Sejarah Pembentukan Undang-Undang


Pokok Agraria Isi dan Pembentukannya Jilid 1” (edisi ke 13). Jakarta: Penerbit
Universitas Trisakti.

Widyani, I Dewa Ayu. (2015). “KEPASTIAN HUKUM SISTEM PUBLIKASI DALAM


PENDAFTARAN TANAH DI INDONESIA MENURUT UU RI NOMOR 5
TAHUN 1960 TENTANG POKOK-POKOK AGRARIA”. Jurnal Hukum tô-râ.
1(3). hlm.203.
Guntur, I Gusti Nyoman. (2014). “MODUL PENDAFTARAN TANAH”. Yogyakarta:
Penerbit Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional
Desi, Arifin Bur. (2021). "KEPASTIAN HUKUM DAN PERLINDUNGAN HUKUM
DALAM SISTEM PUBLIKASI PENDAFTARAN TANAH DI INDONESIA".
Jurnal Bina Mulia Hukum. Vol 5 No 2. Hlm 228-229

10

Anda mungkin juga menyukai