saja karena berjuang mempertahankan Jawa lebih dari 300 orang pejuang/TRI
proklamasi kemerdekaan, tetapi juga Sulawesi Selatan yang ditahan di
karena mereka menentang pemerintah penjara Nusakambangan. Mereka
Belanda yang hendak memulihkan kemudian diurus oleh Panitia
kembali pengaruh dan kedudukan Penerimaan Bekas Tawanan yang
kekuasaan kolonialnya di Indonesia. dibentuk sejak akhir 1949, dan panitia
Meskipun demikian, di Sulawesi ini melaporkan telah menampung
Selatan salah seorang pemuda pejuang sebanyak 1.410 orang tawanan, dan
kemerdekaan Indonesia, yaitu Robet sebagian dibantu mengembalikan ke
Wolter Mongisidi harus menerima Sulawesi Selatan. Sebagian dari para
hukuman mati di hadapan regu tembak tahanan itu adalah para raja atau
pada tanggal 5 September 1949. keluarga kerajaan yang anti Belanda
Sementara para tahanan lainnya yang (Arsip Bantaeng, No. 82; Arsip NIT,
dipenjarakan di Kota Makassar dan No.141 dan 142).
kota-kota lain di Sulawesi Selatan serta Berdasarkan hasil KMB antara
di luar wilayah Sulawesi Selatan juga lain dinyatakan bahwa sehubungan
dibebaskan, misalnya mantan Raja dengan penyerahan kedaulatan, maka
Bone Andi Mappanyukki yang penjagaan keamanan Indonesia menjadi
diasingkan Belanda ke Tana Toraja, tanggungjawab RIS. Koninklijke
mantan Datu Luwu Andi Djemma Marine (KM) atau Angkatan Laut
diasingkan ke Ternate, Dr. Ratulangi Belanda, Koninklijke Landmacht (KL)
dan Staf Gubernur Sulawesi diasingkan atau Angkatan Darat Belanda, dan
ke Serui (Irian Jaya), Karaeng Koninklijke Luchwacht atau Angkatan
Polombangkeng Padjongan Daeng Udara Belanda akan ditarik. Sedang
Ngalle dan Andi Depu dipenjarakan di Koninklijke Nederlands Indsche Leger
Makassar, dan lain-lain. Para tahanan (KNIL) akan diatur tersendiri
yang dipenjarakan di Kota Makassar pengorganisasiannya ke dalam APRIS
(Hogepad, Lajang, dan Tellokamp) (Chaniago, 2002: 380). Berpedoman
jumlahnya diperkiran lebih dari 500 pada hasil KMB dan penyerahan
orang, di Bulukumba berjumlah 762 kedaulatan itu, pemerintah RIS dalam
orang dan 618 orang di antaranya hal ini Menteri Pertahanan
dibebaskan pada awal Januari 1948. Di merencanakan untuk menempatkan
seorang perwira TNI di seluruh negara/
daerah bagian RIS untuk menjadi
menyampaikan dalam sidang Parlemen RIS Gubernur Militer yang akan menerima
tangal 11 Maret 1950, bahwa dari tanggal 10
Agustus-27 Desember 1949, pemerintah tanggungjawab wilayah dari Tentara
Belanda membebaskan sebanyak 7.862 tahanan, Belanda, dan selanjutnya menyerahkan
sebagian besar belum diadili. Dari 4 November- kepada penguasa sipil RIS. Untuk itu,
27 Desember 1949 sebanyak 4.589 tahanan Menteri Pertahanan bersama Kepala
yang sudah dalam kategori tersangka, dan dari
27 Desember 1949-awal Maret 1950 dibebaskan
Stafnya, Kolonel A.H. Nasution meng-
sebanyak 4.414 orang tahanan sebagai adakan perjalanan ke seluruh ibukota
narapidana amnesti. Baca “Pernyataan Menteri negara/daerah bagian RIS. Pada tanggal
Kehakiman Soepomo, Pertanyaan anggota 23 Desember 1949, Menteri Pertahanan
parlemen dan jawaban pemerintah, 11 Maret RIS sampai di Makassar. Setelah be-
1950, hlm. 61-67 (Chaniago, 2002: 577).
politik di Jawa, Madura, Sumatra, dan dan melalui Hadat Tinggi Sulawesi
lainnya yang berkisar pada masalah Selatan dan Dewan Selebes Selatan
pertentangan antara kelompok unitaris untuk membubarkan NIT. Untuk me-
dan federalis, dan hasrat untuk wujudkan maksud itu maka
mengukuhkan kembali negara kesatuan diberangkatkan sejumlah pimpinan dari
Republik Indonesia. Pergolakan yang kalangan aristokrat atau bangsawan
sama juga terjadi di NIT terutama di yang pro Republik dan berpendirian
Makassar, bahkan tampaknya sudah unitaris ke Yogyakarta pada akhir
tidak terkendali lagi sehingga akan Maret 1950. Mereka itu antara lain
membahayakan keamanan dan ke- Andi Mappanyukki (mantan Raja
tertiban umum. Itulah sebabnya untuk Bone), Datu Luwu Andi Djemma,
meredakan suasana dan menghindari Karaeng Polombangkeng Padjonga
terjadinya bentrokan fisik antar- Daeng Ngalle, dan Karaeng Gattarang
golongan, Kabinet Tatengkeng me- Andi Sultan Daeng Radja. Rombongan
ngeluarkan keputusan melarang itu di bawah pimpinan Lanto Daeng
demonstrasi oleh semua pihak dan Pasewang dan disertai oleh Kapten M.
golongan, dengan penjelasan bahwa Jusuf dan Letnan Bing Latumahina dari
masalah penentuan asas federasi atau KMTIT (Harvey, 1989: 161; Kadir,
kesatuan (unitaris) harus diputuskan 1984: 244). Hal inilah yang mendasari
melalui saluran yang demokratis, yaitu penyataan Pemerintah Daerah Sulawesi
melalui Badan Perwakilan Rakyat atau Selatan dan Dewan Selebes Selatan,
plebisit. Keputusan Kabinet yang masing-masing diwakili oleh
Tatengkeng itu ditentang dengan keras Andi Idjo Karaeng Lalolang (Wakil
oleh kelompok unitaris (Agung, 1985: Ketua Hadat Tinggi Sulawesi Selatan)
704). dan Andi Burhanuddin (Ketua Dewan
Maraknya tuntutan agar NIT Selebes Selatan), bahwa:
dibubarkan dan digabungkan dengan
“Sesuai dengan kehendak se-
Republik Indonesia, mengundang pula
bagian besar rakyat Sulawesi
perhatian dari kalangan aristokrat atau
Selatan yang diwujudkan dalam
bangsawan di Sulawesi Selatan, yang
bentuk demonstrasi, mosi, dan
pro Republik dan tidak ingin mem-
pernyataan pada rapat umum
peroleh kedaulatan dalam bentuk
tanggal 20 Maret 1950 yang di-
negara federasi. Tampaknya mereka
selenggarakan oleh Panitia
berusaha atau lewat pemerintah
Penegak Republik Indonesia
Republik Indonesia yang berada di
yang meliputi lebih dari 50 partai
Yogyakarta agar membubarkan RIS
politik dan organisasi
masyarakat, maka mulai tanggal
(Chaniago,2002:386). Dampak dari undang- 26 April 1950, Pemerintah
undang darurat tentang pembubaran negara/ Daerah Sulawesi Selatan dan
daerah bagian dan penyatuannya ke dalam Dewan Selebes Selatan
Republik Indonesia, memang ampuh karena menyatakan bahwa Sulawesi
hingga akhir Maret 1950 tinggal Kalimantan
Selatan melepaskan diri dari
Barat, Sumatra Timur, NIT yang belum
bergabung ke dalam Republik Indonesia Negara Indonesia Timur dan
(Harvey, 1989: 164; Agung, 1985: 700-704). masuk dalam Republik Indonesia