Anda di halaman 1dari 23

HAK TANGGUNGAN

Dosen Pengampu : Yudi Prihartanto Soleh, S.h,.M.H.

Hukum Agraria

Kelas H

Disusun Oleh : Kelompok 2

Ryan Adzmi Aprilian - 191000471


Donny Pratama - 201000174
Muhamad Rizky Pratama - 201000065
Mohamad Ari Irawan - 201000091
Nur Khofifah - 201000161
Trisna Muhamad Rofiqi - 201000209
Zhilal – 201000058

UNIVERSITAS PASUNDAN

Jl. Lengkong Besar No.68, Cikawao, Kec. Lengkong, Kota Bandung, Jawa Barat 40261
TAHUN AJARAN 2020/2021
KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadiran Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunianya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna
memenuhi tugas kelompok untuk makalah matakuliah Hukum Agraria, dengan Judul: “Hak
Tanggungan”.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan banyak
pihak yang dengan tulus memberikan doa. Saran dan kritik sehingga makalah ini dapat
terselesaikan.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna dikarenakan
terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu, kami mengharapkan
segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membaangun dari berbagaipihak. Akhirnya
kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan dunia
Pendidikan.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................................... i

DAFTAR ISI ..................................................................................................................................... ii

BAB 1 ( PENDAHULUAN)............................................................................................................. 1

BAB 2 (PEMBAHASAN) ................................................................................................................ 2

BAB 3 (PENUTUP) ........................................................................................................................ 16

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................................... 20

ii
BAB 1 ( PENDAHULUAN)
Latar Belakang:
Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan
Dasar PokokPokok Agraria (selanjutnya disebut UUPA), telah menyediakan lembaga hak jaminan
atas tanah yang diberi nama Hak Tanggungan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 51, yakni “Hak
Tanggungan yang dapat dibebankan pada Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, yang
disebut dalam Pasal 25, Pasal 33, Pasal39 diatur dengan Undang-Undang”.
Menurut Soedikno Mertokusumo bahwa: “undang-undang tidak mungkin lengkap, undang-undang
hanya merupakan satu tahap dalam proses pembentukanhukum dan terpaksa mencari
kelengkapannya dalam praktek hukum dan hakim”.

Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar PokokPokok Agraria


(selanjutnya disebut UUPA), telah menyediakan lembaga hak
jaminan atas tanah yang diberi nama Hak Tanggungan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 51,
yakni “Hak Tanggungan yang dapat dibebankan pada Hak Milik,Hak Guna Usaha, Hak Guna
Bangunan, yang disebut dalam Pasal 25, Pasal 33, Pasal 39 diatur dengan Undang-Undang”.
Ketentuan pasal tersebut di atas mengandung 3 dasar pokok berkenaandengan pengaturan hak-hak
jaminan atas tanah, yaitu: hak jaminan di negara kita diberi nama “Hak Tanggungan” yaitu suatu
bentuk lembaga jaminan baru untuk menggantikan berbagai lembaga jaminan yang ada dan diakui
menurut ketentuan yang berlaku di negara sekarang seperti hipotik, creditverband, gadai, fidusia,
dan lain-lain.lembaga jaminan yang diberi nama “Hak Tanggungan” ini hanya dapatdibebankan
kepada Hak Milik (Pasal 25), Hak Guna Usaha (Pasal 33), danHak Guna Bangunan (Pasal 39).
mengenai apa yang dinamakan “Hak Tanggungan” itu akan diatur dengan suatu undang-undang
tersendiri dalam artian akan ada suatu UndangUndang tentang Hak Tanggungan.

1
BAB 2 (PEMBAHASAN)

HAK TANGGUNGAN

Hak Tanggungan adalah hak jaminan atas tanah untuk pelunasan utang tertentu, yang
memberikan kedudukan diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain. Hak
tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut
Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang No.5 Th.1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau
tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan
utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap
kreditor-kreditor lain (Pasal 1 a(1) UUHT).
Tujuan Hak Tanggungan adalah Untuk menjamin kepastian hak pelunasan pembayaran
utang dari debitur kepada kredituryang juga memberikan kedudukan istimewa kepadanya untuk
didahulukan erhadap kreditur-kreditur lain. Hak ini disebut Hak Preference (tujuan hukum jaminan
pada umumnya) Pasal. 1131 KUHPdt)

a) Kreditor adalah : Pihak yang berpiutang dalam hubungan utang piutang tertentu
b) Debitur adalah : pihak yang berutang dalam suatu hubungan utang piutang tertentu
c) Hak Tanggungan merupakan rejim hukum lembaga jaminan disamping hipotok, pand dan
fiducia serta asuransi

1. Dasar Hukum Hak Tanggungan

Pasal 51 UUPA berbunyi :


Hak tanggungan yang dapat di bebankan pada hak milik, hak guna-usaha dan hak guna-
bangunan tersebut dalam pasal 25, 33, dan 39 diatur dengan Undang-undang.
Pasal 25 berbunyi : Hak milik dapat di jadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan.
Pasal 33 berbunyi : Hak guna-usaha dapat dijadikan jaminan utang dengan di bebani hak
tanggungan.

2
Pasal 39 berbunyi :
Hak guna-bangunan dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan.

UU No. 4 Tahun 1996 tentang Undang-undang Hak Tanggungan, dalam pasal 4 berisikan :
Hak atas tanah yang dapat dibebani Hak Tanggungan adalah :
a) Hak milik;
Hak milik adalah hak turun-menurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas
tanah. Hak ini dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.
b) Hak Guna Usaha;
Hak guna usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh
negara, dalam jangka waktu paling lama 25 tahun, guna perusahaan pertanian, perikanan
atau peternakan.
c) Hak Guna Bangunan
Hak guna bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas
tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun.

Selain hak-hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Hak Pakai atas tanah
Negara yang menurut ketentuan yang berlaku wajib didaftar dan menurut sifatnya dapat dipindah
tangankan dapat juga dibebani Hak Tanggungan. Pembebanan Hak Tanggungan pada Hak Pakai
atas tanah Hak Milik akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Hak Tanggungan dapat juga dibebankan pada hak atas tanah berikut bangunan, tanaman, dan hasil
karya yang telah ada atau akan ada yang merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut, dan yang
merupakan milik pemegang hak atas tanah yang pembebanannya dengan tegas dinyatakan di dalam
Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan.
Apabila bangunan, tanaman, dan hasil karya sebagaimana dimaksud pada ayat tidak
dimiliki oleh pemegang hak atas tanah, pembebanan Hak Tanggungan atas benda-benda tersebut
hanya dapat dilakukan dengan penandatanganan serta pada Akta Pemberian Hak Tanggungan yang
bersangkutan oleh pemiliknya atau yang diberi kuasa untuk itu olehnya dengan akta otentik.

3
2. Aturan Pelaksanaan

A. Peraturan Menteri Negara Agraria/Ka BPN No. 3 Tahun 1996, dalam pasal 1 berisikan :
Bentuk Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
15 ayat (1), bentuk Akta Pemberian Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
10 ayat (2), dan bentuk Buku tanah Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
13 ayat (3) Undang-Undang Hak Tanggungan adalah sebagaimana tercantum masing-
masing pada Lampiran I, Lampiran II, dan Lampiran III Peraturan ini. Sertipikat Hak
Tanggungan sebagaimana dimaksud Pasal 14 Undang-Undang Hak Tanggungan terdiri atas
salinan Buku Tanah Hak Tanggungan dan salinan Akta Pemberian Hak Tanggungan yang
bersangkutan, yang dibuat oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/ Kotamadya setempat
dan dijahit menjadi satu dalam sampul dokumen dengan bentuk sebagaimana tercantum
pada Lampiran IV Peraturan ini.

B. Peraturan Menteri Negara Agraria/Ka BPN No. 4 Tahun 1996, dalam pasal 1 berisikan :
Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan yang diberikan untuk menjamin pelunasan
jenis-jenis Kredit Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Surat Keputusan Direksi Bank
Indonesia No. 26/24/KEP/Dir tanggal 29 Mei 1993 tersebut di bawah ini berlaku sampai
saat ini berakhirnya masa berlakunya perjanjian pokok yang bersangkutan :
1) Kredit yang diberikan kepada nasabah usaha kecil, yang meliputi :
• Kredit kepada Koperasi Unit Desa;
• Kredit Usaha Tani;
• Kredit kepada Koperasi Primer untuk Anggotanya.

2) Kredit Pemilikan Rumah yang diadakan untuk pengadaan perumahan, yaitu :


Kredit yang diberikan untuk membiayai pemilikan rumah inti, rumah sederhana
atau rumah susun dengan luas tanah maksimum 200 m² (dua ratus meter persegi)
dan luas bangunan tidak lebih dari 70 m² (tujuh puluh meter persegi);
Kredit yang diberikan untuk pemilikan Kapling Siap Bangun (KSB) dengan luas
tanah 54 m² (lima puluh empat meter persegi) sampai dengan 72 m² (tujuh puluh
dua meter persegi) dan kredit yang diberi-kan untuk membiayai bangunannya;
Kredit yang diberikan untuk perbaikan/pemugaran rumah sebagai-mana dimaksud
4
huruf a dan b;

3) Kredit produktif lain yang diberikan oleh Bank Umum dan Bank Perkre-ditan
Rakyat dengan plafond kredit tidak melebihi Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah), antara lain :
• Kredit Umum Pedesaan (BRI);
• Kredit Kelayakan Usaha (yang disalurkan oleh Bank Pemerintah);

C. Peraturan Menteri Negara Agraria/Ka BPN No. 5 Tahun 1996, dalam pasal 1 berisikan :
Untuk pendaftaran Hak Tanggungan yang obyeknya berupa hak atas tanah atau Hak Milik
Atas Satuan Rumah Susun yang sudah terdaftar atas nama pemberi Hak Tanggungan,
PPAT yang membuat Akta Pemberian Hak Tanggungan wajib selambat-lambatnya 7
(tujuh) hari kerja setelah penandatanganan Akta tersebut menyerahkan kepada Kantor
Pertanahan berkas yang diperlukan yang terdiri dari :
a. Surat Pengantar dari PPAT yang dibuat rangkap 2 (dua) dan memuat daftar jenis
suratsurat yang disampaikan;
b. Surat permohonan pendaftaran Hak Tanggungan dari penerima Hak Tanggungan;
c. Fotocopy surat bukti identitas pemberi dan pemegang Hak Tanggungan;
d. Sertipikat asli hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang
menjadi obyek Hak Tanggungan;
e. Lembar ke-2 Akta Pemberian Hak Tanggungan;
f. Salinan Akta Pemberian Hak Tanggungan yang sudah diparaf oleh PPAT yang
bersangkutan untuk disahkan sebagai salinan oleh Kepala Kantor Pertanahan untuk
pembuatan Sertipikat Hak Tanggungan;
g. Bukti pelunasan biaya pendaftaran Hak Tanggungan menurut Peraturan Kepala
Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 1992;

Di daerah yang letak Kantor PPAT sebagaimana dimaksud ayat (1) jauh dari Kantor
Pertanahan dan menurut pendapat PPAT yang bersangkutan akan memerlukan biaya yang
mahal untuk menyerahkan berkas tersebut dengan cara datang di Kantor Pertanahan, berkas
tersebut dapat dikirim dengan Pos Tercatat selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah
penandatanganan Akta Pemberian Hak Tanggungan atau disampaikan melalui penerima
5
Hak Tanggungan yang bersedia menyerahkannya kepada Kantor Pertanahan tanpa
membebankan biaya penyampaian berkas tersebut pada pemberi Hak Tanggungan.
Petugas Kantor Pertanahan yang ditunjuk membubuhkan tanda tangan, cap, dan
tanggal penerimaan pada lembar kedua surat pengantar sebagaimana dimaksud Pasal 1 ayat
(1) huruf a sebagai tanda terima berkas tersebut dan mengembalikannya melalui petugas
yang menyerahkan berkas itu atau, dalam hal berkas tersebut diterima melalui Pos Tercatat,
menyampaikan tanda terima itu kepada PPAT yang bersangkutan melalui Pos Tercatat pula.
Apabila dalam pemeriksaan berkas ternyata bahwa berkas tersebut tidak lengkap,
baik karena jenis dokumen yang diterima tidak sesuai dengan jenis dokumen yang
disyaratkan dalam ayat (1) maupun karena pada dokumen yang sudah diserahkan terdapat
cacat materi, selambat lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sesudah tanggal penerimaan berkas
sebagaimana dimaksud ayat (3) Kepala Kantor Pertanahan memberitahukan secara tertulis
ketidak lengkapan berkas tersebut kepada PPAT yang bersangkutan dengan menyebutkan
jenis kekurang-an yang ditemukan.
Segera sesudah ternyata bahwa berkas yang bersangkut-an lengkap Kepala Kantor
Pertanahan mendaftar Hak Tanggungan yang bersangkutan dengan membuatkan Buku
tanah Hak Tanggungan dan mencatatnya pada Buku tanah dan Sertipikat hak atas tanah
atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang menjadi obyek Hak Tanggungan, yang
tanggalnya adalah tanggal hari ketujuh setelah tanggal tanda terima termaksud ayat (3),
dengan ketentuan bahwa apabila hari ketujuh tersebut jatuh pada hari libur, maka Buku
tanah Hak Tanggungan dan pencatatan di atas diberi bertanggal hari kerja berikutnya.
Dalam hal terdapat ketidak lengkapan berkas sebagai-mana dimaksud ayat (4),
maka tanggal Buku tanah Hak Tanggungan dan pencatatan sebagaimana dimaksud ayat (5)
adalah tanggal hari ketujuh setelah diterimanya kelengkapan berkas tersebut, dengan
ketentuan bahwa apabila hari ketujuh tersebut jatuh pada hari libur, maka Buku tanah Hak
Tanggungan dan pencatatan diatas diberi bertanggal hari kerja berikutnya.
Ketentuan sebagaimana dimaksud ayat (3), (4), (5), dan (6) harus juga dilaksanakan
oleh Kantor Pertanahan, walaupun pengiriman berkas oleh PPAT dilakukan sesudah waktu
yang ditetapkan dalam ayat (1) dan ayat (2).

3. Lingkup Wilayah Rejim Hukum Hak Tanggungan

6
a) Pranata Hukum Perikatan (Perikatan Pokok dan Tambahan atau Principale conract &
Accessoir)
b) Pranata Hukum Utang-Piutang (schul and Haftung)
c) Pranata Hukum Perjanjian Khususnya Perjanjian Kredit
d) Pranata Hukum Benda (Van Verzaakent)
e) Pranata Hukum Tanah (Land Law)

a) PRANATA HUKUM PERIKATAN ( PERIKATAN POKOK DAN TAMBAHAN ATAU


PRINCIPALE CONTRACT & ACCESSOIR)
Pemberian Hak Tanggungan merupakan ikutan dari perjanjian pokok yang bersifat
accesoir, yaitu perjanjian buntutan ataupun ikutan dari suatu perjanjian lain yang bersifat
pokok. Pengikatan jaminan yang dilakukan oleh pihak-pihak yang terkait, perlu diketahui
secara luas mengenai adanya pengikatan jaminan tersebut guna memberikan kepastian
hukum serta melindungi pihak-pihak yang berkepentingan. Adalah tindakan yang sangat
simpatik untuk melakukan registrasi terhadap jaminan utang, khususnya terhadap bentuk
jaminan yang tidak menyertakan benda objek jaminan kepada kreditor. Pentingnya
registrasi ini di samping untuk menjaga kepastian hukum, juga melindungi pihak ketiga
dari penipuan.
Kepastian serta kekuatan hukum yang mengikat terhadap suatu jaminan pelunasan
hutang merupakan hal yang sangat penting, sehingga suatu alat bukti pengakuan hutang dan
jaminan pelunasannya mendapat pengesahan yang dibuat ke dalam suatu akta otentik dan
didaftarkan guna menghindari perselisihan di kemudian hari. Uraian di atas menunjukkan
bahwa betapa pentingnya pendaftaran hak tanggungan.

b) PRANATA HUKUM UTANG-PIUTANG (SCHUL AND HAFTUNG)


Dilatarbelakangi oleh dua hal yaitu karena murni perjanjian pinjam meminjam dan
karena dilatarbelakangi perjanjian lain. Pinjam meminjam yang murni terjadi atas dasar
perjanjian pinjam meminjam disini tidak ada latar belakang persoalan lain, dan perjanjian
itu dibuat hanya semata- mata untuk melakukan pinjam meminjam. Pinjam meminjam yang
dilatarbelkangi oleh perjanjian lain yaitu perjanjian pinjam meminjam yang terjadi karena
sebelumnya ada perjanjian lain. Perjanjian sebelumnya dengan perjanjian berikutnya yaitu
perjanjian pinjam meminjam kedudukannya berdiri sendiri. Jika perjanjian sebelumnya
7
telah selesai dilaksanakan maka perjanjian pinjam meminjam yang terjadi sesudahnya tidak
bersifat accessoire atau keberadaannya bergantung dengan perjanjian sebelumnya, karena
kedua perjanjian tersebut sama-sama perjanjian pokok.
Hak dan Kewajiban Para Pihak Dalam Perjanjian Pinjam meminjam Dalam
perjanjian yang bertimbal balik seperti perjanjian pinjam meminjam, hak dan kewajiban
kreditur bertimbul balik dengan hak dan kewajiban debitur. Hak kreditur di satu pihak,
merupakan kewajiban debitur di lain pihak. Begitu pula sebaliknya, kewajiban kreditur
merupakan hak debitur. Perjanjian pinjam meminjam sebagaimana diatur dalam KUH
Perdata kewajiban-kewajiban kreditur tidak banyaka diatur, pada pokoknya kreditur wajib
menyerahkan uang yang dipinjamkan kepada

c) PRANATA HUKUM PERJANJIAN KHUSUSNYA PERJANJIAN KREDIT


Perjanjian pinjam meminjam uang termasuk ke dalam jenis perjanjian pinjam
meninjam, hal ini sudah dijelaskan dalan Pasal 1754 KUH Perdata. Perjanjian pinjam
meminjam dapat terjadi karena dilatarbelakangi oleh dua hal yaitu karena murni perjanjian
pinjam meminjam dan karena dilatarbelakangi perjanjian lain. Pinjam meminjam yang
murni terjadi atas dasar perjanjian pinjam meminjam disini tidak ada latar belakang
persoalan lain, dan perjanjian itu dibuat hanya semata- mata untuk melakukan pinjam
meminjam. Pinjam meminjam yang dilatarbelkangi oleh perjanjian lain yaitu perjanjian
pinjam meminjam yang terjadi karena sebelumnya ada perjanjian lain. Perjanjian
sebelumnya dengan perjanjian berikutnya yaitu perjanjian pinjam meminjam kedudukannya
berdiri sendiri. Jika perjanjian sebelumnya telah selesai dilaksanakan maka perjanjian
pinjam meminjam yang terjadi sesudahnya tidak bersifat accessoire atau keberadaannya
bergantung dengan perjanjian sebelumnya, karena kedua perjanjian tersebut sama-sama
perjanjian pokok.
Hak dan Kewajiban Para Pihak Dalam Perjanjian Pinjam meminjam Dalam
perjanjian yang bertimbal balik seperti perjanjian pinjam meminjam, hak dan kewajiban
kreditur bertimbul balik dengan hak dan kewajiban debitur. Hak kreditur di satu pihak,
merupakan kewajiban debitur di lain pihak. Begitu pula sebaliknya, kewajiban kreditur
merupakan hak debitur. Perjanjian pinjam meminjam sebagaimana diatur dalam
KUHPerdata kewajiban-kewajiban kreditur tidak banyaka diatur, pada pokoknya kreditur
wajib menyerahkan uang yang dipinjamkan kepada debitur setelah terjadinya perjanjian.
8
Selanjutnya, pasal 1759 hingga pasal 1761 KUH Perdata, menentukan sebagai berikut:
• Uang yang telah diserahkan kepada debitur sebagai pinjaman. Sebelum lewat waktu
yang ditentukan dalam perjanjian tidak dapat diminta kembali oleh kreditur.
• Apabila dalam perjanjian pinjam meminjam tidak ditentukan jangka waktu, dan
kreditur menuntut pengenbalian utang, caranya dengan mengajukan gugatan perdtaa
ke pengadilan, dan berdasarkan pasal 1760 KUH Perdata hakim diberi kewenangan
untuk menetapkan jangka waktu pengembalian utang, dengan memepertimbangkan
keadaan debitur serta memeberi kelonggaran kepadanya untuk membayar utang.
• Jika dalam perjanjian tersebut, ditentukan pihak debitur akan mengembalikan utang
setelah ia mampu membayarnya, kreditur juga harus menuntut pengembalian utang
melalui pengadilan, hakim setelah mempertimbangkan keadaan debitur, akan
menentukan waktu pengembalian tersebut (Pasal 1761 KUH Perdata).

Kewajiban debitur dalam perjanjian pinjam meminjam sebenarnya tidak banyak,


pada pokoknya mengembalikan utang dalam jumlah yang sama, disertai dengan
pembayaran bunga yang telah diperjanjikan , dalam jangka waktu yang telah diperjanjikan,
dalam jangka waktu yang telah ditentukan (Pasal 1763 KUHPerdata). Pembayaran utang
tergantung perjanjiannya, ada yang diperjanjikan pembayarannya cukup sekali langsung
lunas, biasanya jika utangnya tidak begitu besar seperti kredit bank, pada umumnya
pembayaran utang dilakukan debitur secara mengangsur tiap bulan selama waktu yang telah
diperjanjikan disertai dengan bunganya.

d) PRANATA HUKUM BENDA (VAN VERZAAKENT)


Benda yang dalam hukum perdata diatur dalam Buku II BW, pengaturan tentang
hukum benda dalam Buku II BWI ini mempergunakan system tertutup, artinya orang tidak
diperbolehkan mengadakan hak hak kebendaan selain dari yang telah diatur dalam undang
undang ini. Selain itu, hukum benda bersifat memaksa (dwingend recht), artinya harus
dipatuhi,tidak boleh disimpangi, termasuk membuat peraturan baru yang menyimpang dari
yang telah ditetapkan . Lebih lanjut dalam hukum perdata, yang namanya benda itu
bukanlah segala sesuatu yang berwujud atau dapat diraba oleh pancaindera saja, melainkan
termasuk juga pengertian benda yang tidak berwujud, seperti misalnya kekayaan seseorang.
Istilah benda yang dipakai untuk pengertian kekayaan, termasuk didalamnya tagihan /
9
piutang, atau hak hak lainnya, misalnya bunga atas deposito . Meskipun
pengertian zaak dalam BWI tidak hanya meliputi benda berwujud saja, namun sebagian
besar dari materi Buku II tentang Benda mengatur tentang benda yang berwujud. Selain itu,
istilah zaak didalam BWI tidak selalu berarti benda, tetapi bisa berarti yang lain, seperti :
“perbuatan hukum “ (Ps.1792 BW), atau “kepentingan” (Ps.1354 BW), dan juga berarti
“kenyataan hukum” (Ps.1263 BW).
Pada masa kini, selain diatur di Buku II BWI, hukum benda juga diatur dalam:
• Undang-Undang Pokok Agraria No.5 Tahun 1960, dimana diatur hak-hak
kebendaan yang berkaitan dengan bumi, air dan kekayaan yang terkandung
didalamnya.
• Undang-Undang Merek No.21 Tahun 1961, yang mengatur tentang hak atas
penggunaan merek perusahaan dan merek perniagaan .
• Undang-Undang Hak Cipta No.6 Tahun 1982, yang mengatur tentang hak cipta
sebagai benda tak berwujud, yang dapat dijadikan obyek hak milik .
• Undang-Undang tentang Hak Tanggungan tahun 1996, yang mengatur tentang hak
atas tanah dan bangunan diatasnya sebagai pengganti hipotik dan crediet verband .

d) Pranata Hukum Tanah (Land Law) PRANATA HUKUM TANAH (LAND LAW)
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok-Pokok Agraria (UUPA)
memberikan landasan hukum bahwa masyarakat hukum adat dapat melakukan pengelolaan
terhadap sumber daya hutan maupun sumber daya alam lainnya yang berada di wilayah
adat. Hal itu dapat dilihat di Pasal 2 ayat 4 UUPA yang menyatakan: “Hak menguasai dari
negara tersebut di atas pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada daerah-daerah swatantra
dan masyarakat-masyarakat hukum adat, sekedar diperlukan dan tidak bertentangan dengan
kepentingan nasional, menurut ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah” Ketentuan ini
dapat dipahami bahwa hak masyarakat hukum adat terhadap sumberdaya hutan maupun
sumber daya alam lainnya yang berada di wilayah adat adalah hak yang bersumber dari
pendelegasian hak menguasai negara.

10
4. SEJARAH HAK TANGGUNGAN

Sejarah munculnya Hak Tanggungan tidak bisa dilepaskan dari ketentuan mengenai
hypotheek sebagaimana diatur dalam Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia
sepanjang mengenai tanah dan ketentuan Credietverbaand dalam staatsblad 1908-542 sebagaimana
telah diubah dengan staatsblad 1937-190. Berdasarkan pasal 57 Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
Dengan berkembangnya tata ekonomi Bangsa Indonesia dan seluruh masyarakatnya
khususnya di bidang kegiatan perkreditan dan atau pembiayaan maka hypotheek (Hipotik) dan
Credietverbaand dipandang tidak lagi sesuai. Maka kemudian pemerintah menerbitkan
UndangUndang Nomor 4 Tahun 1996 tertanggal 9 April 1996 tentang Hak Tanggungan. Undang-
Undang ini melengkapi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-
Pokok Agraria.
Khusus untuk Hipotik, pengikatan jaminan ini masih digunakan untuk kapal laut dengan
bobot sekuarng-kurangnya dua puluh meter kubik (20 Ton) yang telah didaftarkan di Syah bandar
Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Departemen Perhubungan sebagaimana pasal 314 Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang.

5. ASAS-ASAS HAK TANGGUNGAN

Hak Tanggungan adalah sebagai hak jaminan atas tanah beserta benda-benda yang
berkaitandengan tanah untuk yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996. Adanya
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 diamanatkan dari Pasal 51 Undang-Undang Pokok Agraria
yang menyediakan lembaga hak jaminan yang kuat yang dapat dibebankan pada hak atas tanah
sebagai pengganti hipotik. Berdasarkan pada Undang-Undang Hak Tanggungan, objek hak
tanggungan adalah hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai. Lembaga hak
jaminan atas tanah mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1) Memberikan kedudukan yang diutamakan atau mendahulu kepada pemegangnya;
2) Selalu mengikuti objek yang dijaminkan dalam tangan siapapun objek itu berada;
3) Memenuhi asas spesialitas dan publisitas sehingga dapat mengikat pihak ketiga

11
danmemberikan kepastian hukum kepada pihak yang berkepentingan;
4) Mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya.

Dalam Undang-Undang Hak Tanggungan terdapat asas-asas yang mengatur tentang


hak tanggungan antara lain:
1. Asas Droit de Preference: Asas ini menyebutkan bahwa pemegang hak tanggungan
diberikan kedudukan yang diutamakan terhadap kreditur lainnya. Maksud dari kedudukan
yang diutamakan adalah pemegang hak tanggungan berhak untuk menjual
melalui pelelangan umum tanah yang dijadikan jaminan dengan hak yang mendahulu
daripada kreditur lainnya.
2. Hak tanggungan tidak dapat dibagi-bagi
3. Hak tanggungan hanya dapat dibebankan kepada hak atas tanas yang telah ada
4. Hak tanggungan dapat dibebankan selain atas tanahnya juga berikut benda-benda
yang berkaitan dengan tanah tersebut
5. Hak tanggungan dapat dibebankan atas benda-benda yang berkaitan dengan tanah
yang baru akan ada di kemudian hari
6. Perjanjian hak tanggungan adalah perjanjian accesoir/tambahan
7. Hak tanggungan dapat dijadikan jaminan untuk hutang yang baru akan ada
8. Hak tanggungan dapat menjamin lebih dari satu hutang
9. Hak tanggungan mengikuti objeknya dalam tangan siapapun objek hak tanggungan
itu berada
10. Di atas hak tanggungan tidak dapat diletakkan sita oleh Pengadilan11.Hak tanggungan
hanya dapat dibebankan atas tanah tertentu

6. Subyek Dan Obyek

Subyek didalam HT terdapat 2 pihak, yaitu:


a) Pemberi HT (debitur/pemilik tanah)., yaitu orang perseorangan/badan hukum yang
mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap obyek HT yang
bersang kutan.
b) Pemegang HT (kreditur), yaitu orang perseorangan/badan hukum yang berkedudukan
12
sebagai pihak yang berpiutang.
Hak atas tanah yang dapat dibebankan (obyek) HT meliputi:
Hak milik, hak guna usaha dan hak guna bangunan.
• Hak pakai atas tanah negara, sepanjang hak pakai tersebut didaftarkan dan hak pakai
tersebut mempunyai sifat yang dapat dialihkan.
• Hak pakai atas tanah hak milik.
• Hak atas tanah berikut bangunan, tanaman dan hasil karya yang telah ada/yang akan ada
yang merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut.
• Rumah susun dan hak milik atas satuan rumah susun.
• Bawah tanah sepanjang secara fisik ada hubungannya dengan bangunan yang ada diatas
tanah.

7. JANJI HAK TANGGUNGAN


1) Pemberian Hak Tanggungan didahului dengan janji untuk memberikan Hak Tanggungan
sebagai jaminan pelunasan utang tertentu, yang dituangkan di dalam dan merupakan
bagian tak terpisahkan dari perjanjian utang-piutang yang bersangkutan suatu perjanjian
lainnya yang menimbulkan utang tersebut, dan pemberian Hak Tanggungan tersebut
dilakukan dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan oleh PPAT (Pasal 10 ayat
(1) dan (2) Undang¬-undang No. 4 Tahun 1996).
2) Sertifikat Hak Tanggungan mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan apabila debitur cidera janji
maka berdasarkan titel eksekutorial yang terdapat dalam sertifikat Hak Tanggungan
tersebut, pemegang hak tanggungan mohon eksekusi sertifikat hak tanggungan kepada
Ketua Pengadilan Negeri yang berwenang. Kemudian eksekusi akan dilakukan seperti
eksekusi putusan yang telah berkekuatan hukum tetap.

8) PENDAFTARAN HAK TANGGUNGAN


1) Persyaratan.
a. Formulir permohonan yang sudah diisi dan ditandatangani pemohon atau kuasanya
di atas materai cukup.
b. Surat Kuasa apabila dikuasakan.
13
c. Fotocopy identitas (KTP, KK) pemohon dan kuasa apabila dikuasakan, yang telah
dicocokkan dengan aslinya oleh petugas loket.
d. Fotocopy Akta Pendirian dan Pengesahan Badan Hukum yang telah dicocokkan
dengan aslinya oleh petugas loket, bagi badan hukum.
e. Sertipikat asli.
f. Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT).
g. Salinan APHT yang sudah diparaf oleh PPAT yang bersangkutan untuk disahkan
sebagai salinan oleh Kepala Kantor untuk pembuatan sertipikat Hak Tanggungan.
h. Fotocopy pemberian HT (debitur) atau akta Pendirian Badan Hukum, penerima HT
(kreditur) dan/atau kuasanya yang telah dicocokkan dengan aslinya oleh petugas
loket.

2) Biaya
Rp. 0,- s.d. Rp. 250.000.000,-: Tarif Pendaftaran Hak Tanggungan: RP. 50.000,-
➢ Rp. 250.000.000,- s.d. Rp. 1.000.000.000,- Tarif Pendaftaran Hak Tanggungan: Rp.
200.000,-
➢ Rp. 1.000.000.000,- s.d. Rp. 10.000.000.000,- Tarif Pendaftaran Hak Tanggungan:
Rp. 2.500.000,-
➢ Rp. 10.000.000.000,- s.d. Rp. 1.000.000.000.000,- Tarif Pendaftaran Hak
Tanggungan: Rp. 25.000.000,-
➢ Rp. 1.000.000.000.000,- Tarif Pendaftaran Hak Tanggungan: Rp. 50.000.000,-

3) Waktu
Hari Ketujuh.

9. Eksekusi Hak Tanggungan

Eksekusi hak tanggungan dilaksanakan seperti eksekusi putusan Pengadilan yang


berkekuatan hukum yang tetap. Eksekusi dimulai dengan teguran dan berakhir dengan pelelangan
tanah yang dibebani dengan Hak tanggungan.belum terbayar.

14
10. Unsur Hak Tanggungan

Dilihat dari penjabaran Undang – Undang Nomor 4 Tahun 1996 terdapat


beberapa unsur pokok dari Hak Tanggungan yang termuat di dalam definisi
tersebut, unsur – unsur pokok yaitu :
1) Hak Tanggungan adalah hak jaminan untuk pelunasan hutang.
2) Obyek Hak Tanggungan adalah Hak Atas Tanah sesuai UUPA.
3) Hak Tanggungan dapat dibebankan atas tanahnya saja, tetapi dapat pula di bebankan
berikut benda – benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut.
4) Utang yang dijamin harus suatu utang tertentu.
5) Memberikan kedudukan – kedudukan yang diutamakan oleh kreditur lain

15
BAB 3 (PENUTUP)

KESIMPULAN

Hak Tanggungan adalah hak jaminan atas tanah untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan
kedudukan diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain. Hak Tanggungan
adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang No.5 Th.1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria,.

1. Dasar Hukum Hak Tanggungan


a. Pasal 51 UUPA
b. UU 4 Tahun 1996 tentang Undang-Undang Hak Tanggungan (UUHT)

2. Aturan Pelaksana
a. Peraturan Menteri Negara Agraria/Ka BPN No. 3 Th. 1996 tentang Bentuk Surat
Kuasa Membebankan Hak Tanggungan, Akta Pemberian Hak Tanggungan, Buku
Tanah Hak Tanggungan dan Sertifikat Hak Tanggungan
b. Peraturan menteri Negara Agraria/Ka. BPN No. 4 Th. 1996 tentang Penetapan Batas
Waktu Penggunaan Surat Kuasa Pembebanan Hak Tanggungan Untuk Menjamin
Pelunasan Kredit-kredit Tertentu
c. Peraturan Menteri Negara Agraria/ Ka.BPN No.5 Th.1996 tentang Pendaftaran Hak
Tanggungan

3. Lingkup Wilayah Rejim Hukum Hak Tanggungan


a. Pranata Hukum Perikatan (Perikatan Pokok dan Tambahan atau Principale conract
& Accessoir)
b. Pranata Hukum Utang-Piutang (schul and Haftung)
c. Pranata Hukum Perjanjian Khususnya Perjanjian Kredit
d. Pranata Hukum Benda (Van Verzaakent)
e. Pranata Hukum Tanah (Land Law)
f. Lembaga Hukum Jaminan (Bortoch)

4. Sejarah Hak Tanggungan


1) Masa 1870 -1961
a) Hyphoteek (Pasal 1162 KUHPdt sesuai Stb. 1847 No.23 dan berlaku sejak 1925)
b) Credietverband (Stb.1908 No.542 jo. 1937 No.190)

16
2) Masa 1961 – 1996
a) Pemberlakuan PMA 15 Th. 1961 tentang Pembebanan dan Pendaftaran Hyphoteek
dan Credletverband yang tidak lagi membedakan antara kekuatan mengikat hipotik
dan kreditverband (UU No.7 Th. 1992)
b) Pemberlakuan Hak Pakai Privat sebagai obyek Hipotik dan kredit Verband
berdasarkan pasal 15 UU No. 16 Th. 1985 tentang Perumahan dan Pemukiman
c) Pemberlakuan pasal 15 UU No.4 Th. 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman,
bahwa pemilikan rumah dapat diagunkan sebagai jaminan dengan fidusia
d) Pemberlakuan UU No. 4 Th. 1996 tentang Undang-Undang Hak Tanggungan
(UUHT)

5. Asas-asas Hak Tanggungan


1) Preverence (memberikan kedudukan istimewa kepada Pemegang Hak Tanggungan
tidak dapat dibagi-bagi (Pasal 2 UUHT)
2) Kreditor sebagaimana diatur dalam Pasal 1 a (1) UUHT
3) Hak Tanggungan hanya dapat dibebankan pada Hak Atas Tanah yang telah ada (Psl
8 a 2 a (1) UUHT) disebut asas simulasi (Pasal 1320 a (3))
4) Hak Tanggungan dapat juga membebani benda-benda lain baik yang ada maupun
yang akan ada di kemudian hari yang satu kesatuan dengan tanahnya (Asas
Pemisahan Horizontal sebagaimana diatur dalam Pasal 4 a (4))
5) Hak Tanggungan adalah perjanjian bukan pokok (Asas Accessoir dalam penjelasan
butir 8 UUHT)
6) Hak Tanggungan dapat dijadikan jaminan untuk utang yang baru akan ada di
kemudian hari dengan syarat harus diperjanjikan terlebih dahulu (Pasal 3 a (1)
UUHT)
7) Hak Tanggungan dapat menjamin lebih dari satu utang (Pasal 3 a (1) (Asas
Peringkat)
8) Hak tanggungan mengikuti obyeknya ditangan siapapun ia berada (drolt de sult
sebagaimana diatur dalam)
9) Di atas hak tanggungan tidak dapat diletakan sita oleh pengadilan (Tetle
Executorial) sebagaimana diatur dalam Putusan MARI No. 394K/Pdt/1984, tanggal
31 Mei 1985)
10) Hak Tanggungan hanya dapat dibebani terhadap tanah tertentu (asas Specialitelt
registration sebagaimana diatur dalam Pasal 11 a (1) huruf e dan Pasal 8 UUHT)
11) Hak Tanggungan wajib daftar (asas Excitensi sebagaimana diatur dalam Pasal 13 a
(1) UUHT)
12) Obyek Hak Tanggungan tidak boleh diperjanjikan untuk dimiliki sendiri oleh
kreditor bila debitor cidera janji (Pasal 12 UUHT)
13) Kemudahan Eksekusi (Paratie Executie sebagaimana diatur dalam Pasal 6 UUHT)

6. Subyek Hak Tanggungan


Subyek hak Tanggungan adalah orang atau badan hukum yang berpiutang dan atau
orang yang berkewenangan terhadap obyek hak tanggungan (berutang). Terdiri

17
dari pemberi dan atau pemberi dan penerima hak tanggungan (Pasal 8 jo pasal 1 a
(2), (3) UUHT)

7. Obyek Hak Tanggungan


1) Hak Atas Tanah
a) Hak Milik (Pasal 4 UUHT jo Pasal 25 UUPA)
b) Hak Guna Usaha (Pasal 4 UUHT jo Pasal 33 UUPA)
c) Hak Guna Bangunan (Pasal 4 UUHT jo Pasal 39 UUPA)
d) Hak Pakai Privat yang menurut sifatnya dapat didaftar dan dipindah
tangankan (Pasal 4 UUHT jo Pasal 43 UUPA dan UU No. 16 Th. 1985)
e) Hak pakai di atas Hak Milik
2) Benda-benda lain di atas tanah yang merupakan satu kesatuan dengan tanah, Benda
tersebut tidak secara serta merta menjadi obyek hak tanggungan kecuati diperjanjikan
terlebih dahulu.

8. Janji-Janji Hak Tanggungan


1) Huur beding adalah janji yang membatasi kewenagan pemberi HT untuk
menyewakan obyek HT kecuali persetujuan tertulis terlebih dahulu dari pemegang
HT
2) Beding van eigen machtige verkoop, untuk menjual atas kekuasaan sendiri
3) Beding van niet zuivering, janji obyek HT untuk tidak dibersihkan apabila dijual
4) Verbal beding, janji pemegang hak tanggungan akan memiliki HT bila pemberi HT
cidera janji adalah batal demi hukum
5) Janji-janji poin 1 s/d 4 hanya akan mempunyai kekuatan mengikat secara hukum
jika didaftar pada Kantor Pertanahan.

9. Pendaftaran Hak Tanggungan


1) Hak Tanggungan wajib daftar (asas publisitas sebagaimana diatur dalam Pasal 13
UUHT)
2) Tidak Pernaha ada HT jika tidak didaftar
3) Hak Tanggungan di anggap ada dan lahir saat sertifikat HT ditanda tangani

10. Eksekusi Hak Tanggungan


1) Eksekusi HT dilaksanakan jika debitur cidra janji (Pasal 6 UUHT)
2) Pemegang peringkat pertama HT mempunyai hak untuk menjual obyek HT atas
kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum (Vendu) serta mengambil pelunasan
dari hasil penjualan
3) Dalam Eksekusi pemegang HT mempunyai Parate Eksekusi. Artinya Pemegang HT
tidak perlu meminta ijin dari pemberi HT atau meminta penetapan pengadilan untuk
langsung mengadakan seksekusi jika debitur cidra janji.

18
11. Unsur-Unsur Hak Tanggungan
a) HT merupakan jaminan bagi pelunasan utang
b) Obyek HT adalah Hak Atas Tanah sesuai UUPA dan benda-benda lain yang
merupakan satu kesatuan dengan tanahnya
c) Utang yang dijamin harus sesuatu utang tertentu
d) Kreditor memiliki hak istimewa (Prevelijkerecht)

12. Tujuan
Untuk menjamin kepastian hak pelunasan pembayaran utang dari debitur kepada
kreditur yang juga memberikan kedudukan istimewa kepadanya untuk didahulukan
erhadap kreditur-kreditur lain. Hak ini disebut Hak Preference (tujuan hukum
jaminan pada umumnya) Pasal. 1131 KUHPdt)

19
DAFTAR PUSTAKA

1. https://www.jogloabang.com/pustaka/uu-4-1996-hak-tanggungan-tanah-beserta-benda-benda-
berkaitan-tanah

2. Power Point Perkuliahan Hukum Agraria Materi Hak Tanggungan dari Bapak Yudi Prihartanto Soleh,
SH.,MH.

3. AP Parlindungan, Komentar UU tentang HT, Mandar Maju, bandung, 1996

4. Boedi harsono, Hukum Agraria indonesia, DJambatan 1997

5. Fokus Media, Kompilasi Hukum Islam, Bandung 2005

6. Hadi Setia, UU tentang Yayasan, havarindo, Bandung, 2001

7. Djuhaendah Hasan, Konsepsi Penerapan Asas Pemisahan Horizontal, Citra Aditya Bakti, Bandung,
1996

8. Mariam darus Badrulzaman, KUHPdt Buku III Hk Perikatan dengan Pnjelasan, Alumni, Bandung,
1993
9 --------------------------------- , Kompilasi Hk Perikatan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001

10. R. Subekti, KUH Perdata, Pradnya Paramita, Jakarta, 1999

11 Ridwan Khairandi, Itikat Baik Dalam Kebebasan Berkontrak, UI FH, Jakarta, 2003

12. St. Remy, Hak Tanggungan, Alumni, bandung, 1999

20

Anda mungkin juga menyukai