Anda di halaman 1dari 17

Makalah

PIDANA KEPENDUDUKAN

Disusun Oleh :

NAMA : AMILATUL MUKHAIYARAH

NPM : 200374201449

UNIVERSITAS ISLAM KEBANGSAAN INDONESIA


BIREUEN-ACEH
TAHUN 2022
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Allah SWT, oleh karena berkat
izin-Nya, karunia-Nya, dan hidayah-Nya sehingga makalah ini dapat terselesaikan
tepat pada waktunya.
Dalam penyusunan makalah ini penyusun banyak mengalami kesulitan dan
hambatan, tetapi karena adanya niat dan usaha serta tujuan untuk membangun diri
sehingga makalah ini dapat diselesaikan.
Penyusun menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak
terdapat kesalahan dan kekeliruan. Oleh sebab itu, penyusun mengharapkan saran
dan kritikan yang membangun demi kesempurnaan dalam penulisan makalah
selanjutnya.
Akhirnya, penyusun ingin mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak
yang telah membantu dalam penulisan makalah ini, khususnya kepada dosen mata
kuliah ini yang telah memberikan petunjuk untuk mengerjakan makalah ini.

Bireuen, 16 Maret 2022

Penyusun

2
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI....................................................................................................................2
KATA PENGANTAR......................................................................................................2
DAFTAR ISI....................................................................................................................3
BAB I................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.............................................................................................................4
1.1. Latar Belakang......................................................................................................4
1.2. Rumusan Masalah.................................................................................................4
BAB II...............................................................................................................................5
PEMBAHASAN...............................................................................................................5
A. Pengertian Hukum Lingkungan..........................................................................5
B. Asas Hukum Lingkungan.......................................................................................6
C. Sumber hukum lingkungan.................................................................................8
D. Kewenangan Hukum Lingkungan.......................................................................10
E. Makna hukum lingkungan................................................................................12
BAB III...........................................................................................................................15
PENUTUP.......................................................................................................................15
A. Kesimpulan............................................................................................................15
B. Saran.......................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................16

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Lingkungan hidup merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang wajib
dilestarikan dan dikembangkan kemampuannya agar tetap dapat menjadi sumber
penunjang hidup bagi manusia dan makhluk hidup lainnya demi kelangsungan
dan peningkatan kualitas hidup itu sendiri. Lingkungan hidup adalah ruang yang
ditempati oleh manusia bersama makhluk hidup lainnya. Manusia dan makhluk
hidup lainnya tentu tidak berdiri sendiri dalam proses kehidupan, saling
berinteraksi, dan membutuhkan satu sama lainnya. Kehidupan yang ditandai
dengan interaksi dan saling ketergantungan secara teratur merupakan tatanan
ekosistem yang di dalamnya mengandung esensi penting, dimana lingkungan
hidup sebagai satu kesatuan yang tidak dapat dibicarakan secara terpisah.
Lingkungan hidup harus dipandang secara menyeluruh dan mempunyai sistem
yang teratur serta diletakkannya semua unsur di dalamnya secara setara.
Pembaharuan dan pembangunan telah membawa banyak bencana bagi
lingkungan hidup dan kemanusiaan, dalam hal ini, lingkungan hidup ditafsirkan
secara konvensional. Lingkungan hidup dianggap sebagai objek. Sudut pandang
ini memandang dan menempatkan lingkungan hidup sebagai objek yang juga
berarti kekayaan dan dapat dimanfaatkan untuk semata menunjang pembangunan,
akibatnya keadaan alam dan lingkungan saat ini telah menjadi kian parah dari
masa ke masa..

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas adapun rumusan masalah yang akan
dibahas pada makalah ini adalah: 
1. Pengertian hukum lingkungan
2. Asas hukum lingkungan
3. Sumber hukum lingkungan
4. Kewenangan hukum lingkungan
5. Makna hukum lingkungan

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Hukum Lingkungan

Manusia tumbuh dan berkembang bersama lingkungan di sekitarnya. Setiap


interaksi manusia baik sesama manusia dan  dengan lingkungan akan memberikan
dampak bagi lingkungan baik positif maupun negatif. Oleh karena itu, dirancang
sebuah aturan hukum untuk mengatur keseimbangan manusia dan lingkungan
tempat tinggalnya. Hukum lingkungan mengatur pola lingkungan beserta semua
perangkat dan serta kondisi bersama manusia yang berada dan mempengaruhi
lingkungan tersebut.

Daud Silalahi sebagai founder dari Firma ini merupakan tokoh hukum
lingkungan Indonesia yang menyadari pentingnya 3 pilar hukum lingkungan
untuk dijaga yaitu pilar ekonomi, lingkungan hidup dan sosial-masyarakat,
dimana kolaborasi yang ideal diantara ketiganya melahirkan konsep
Pembangunan Berkelanjutan – yang kemudian digunakan sebagai Tujuan
Pembangunan global (Sustainable Development Goal) melanjutkan Tujuan
Pembangunan Milenial (Milenial Development Goals).

 Aspek Hukum Lingkungan


Hukum Lingkungan merupakan suatu disiplin ilmu yang cukup luas sehingga
terkadang dirasakan tidak mudah untuk dipahami, karena mencakup aspek :
1. Tata Lingkungan
2. Perlindungan Lingkungan
3. Kesehatan Lingkungan
4. Kesehatan Manusia
5. Tata Ruang
6. Aspek Sektoral
7. Otonomi Daerah
8. Internasionalisasi Lingkungan Hidup
9. Penegakkan hukum

5
B. Asas Hukum Lingkungan

Dalam konteks pengelolaan lingkungan, secara substansi didalamnya


mengandung prinsip-prinsip pengelolaan lingkungan dengan membedakan
antara asas dan tujuan, dan demikian pula dengan sasaran. Ketiganya adalah
merupakan prinsip tiga serangkai tidak terpisahkan sama sekali satu sama
lainnya dalam sistem hukum pengelolaan lingkungan. Didalam asas
terkandung sebuah nilai tujuan dan sasaran, di dalam tujuan tercermin asas
dan sasaran, begitu pula di dalam sasaran selalu ada kerangka asas dan tujuan.

Secara eksplisit asas dasar terkait dengan pengelolaan lingkungan hidup


dan sumber daya alam, termuat dalam UUPPLH, yang menyebutkan bahwa:

“Pengelolaan lingkungan hidup yang diselenggarakan dengan asas


tanggung jawab negara, asas kelestarian dan keberlanjutan, asas
keserasian dan keseimbangan, keterpaduan, manfaat, kehati-hatian,
keadilan, ekoregion, keanekaragaman hayati, pencemar membayar,
partisipatif, kearifan lokal, tata kelola pemerintahan yang baik, dan
otonomi daerah. bertujuan mewujudkan pembangunan berkelanjutan
dan mencapai keserasian, keselarasan dan keseimbangan lingkungan
hidup”.

Apabila ditelaah secara seksama terhadap ketentuan tersebut, maka


dapat dipastikan bahwa didalamnya mengandung 3 (tiga) asas dasar atau
utama dalam konteks pengelolaan lingkungan hidup. Ketiga asas tersebut
adalah; (a) asas tanggungjawab negara; (b) asas keberlanjutan; dan (c) asas
manfaat bertujuan untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan
(sustainable development). Asas tanggungjawab negara adalahperwujudan dari
prinsip negara sebagai sebuahorganisasi kekuasaan (politik), yang didalamnya
mengandung sebuah pengertian bahwa negara berkewajiban melindungi warga
negara atau penduduknya, teritorial dan semua kekayaan alam serta harta
benda dari negara dan penduduknya. Hal ini senada dengan apa yang
diungkapkan oleh Adolf Markel, yangmengatakan bahwa segala sesuatu yang

6
berbau kepentingan umum harus dilindungi dan dijamin secara hukum oleh
negara.

Asas berkelanjutan, mengandung makna bahwa setiap orang memikul


kewajiban dan tanggungjawab terhadap generasi mendatang, serta terhadap
sesamanya dalam satu generasi. Asas berkelanjutan (sustainable principle diadopsi
dari prinsip ekologi pembangunan berkelanjutan yang dihasilkan melalui
Konferensi Tingkat Tinggi Rio de Janiero, Brasil pada tahun 1992.

Asas berkelanjutan lazim disebut dengan istilah “ environmental sustainable


development”.Sedangkan yang dimaksud dengan asas manfaat adalah merupakan
suatu pengejawantahan terhadap terwujudnya pembangunan berkelanjutan yang
berawawasan lingkungan hidup. Pembangunan berkelanjutan yang berawawasan
lingkungan hidup dapat disimak dalam ketentuan umum UUPPLH, tepatnya
ketentuan Pasal 1 ayat (3) yang mengatakan sebagai upaya sadar dan terencana,
yang memadukan lingkungan hidup, sosial dan ekonomike dalam strategi
pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan,
kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa
depan.

Sementara berkaitan dengan sasaran pengelolaan lingkungan, dapat


dijabarkan bahwa hal itu adalah merupakan rangkaian obyektif yang dituju
oleh proses dan tujuan pengelolaan lingkungan hidup. Setidaknya terdapat 6
(enam) sasaran pengelolaan lingkungan, yang dapat dinilaikan dalam bentuk-
bentuk berikut ini :

a. Nilai atau prinsip keserasian lingkungan;


b. Nilai atau prinsip pelindung dan pembinan lingkungan;
c. Nilai atau prinsip pembangunan berkelanjutan (sustainable development);
d. Nilai keberlanjutan fungsi lingkungan;
e. Nilai atau prinsip pemanfaatan yang bijaksana atas sumber daya lingkungan;
f. Nilai atau prinsip perlindungan eksternal NKRI (dari dampak aktivitas di
luar wilayah negara Republik Indonesia).

7
C. Sumber hukum lingkungan

Dasawarsa tahun 1970-an merupakan awal permasalahan lingkungan secara


global yang ditandai dengan dilangsungkannya Konferensi Stockholm tahun 1972
yang membicarakan masalah lingkungan (UN Coference on the Human
Environment,UNCHE). Konferensi yang diselenggarakan oleh PPB ini
berlangung dari tanggal 5-12 juni 1972, akhirnya tanggal 5 juli ditetapkan sebagai
hari lingkungan hidup sedunia. Pada 1987 terbentuk sebuah komisi dunia yang
disebut dengan Komisi Dunia tentang Lingkungan Hidup dan Pembangunan
(World Commission on Environment and Development)  yang kemudian lahir
konsep sustainable development, kemudian majelis umum PPB memutuskan
untuk menyelenggarakan konferensi di Rio de Janeiro, Brasil 1992.

Sejak era 1980-an, berkembang tuntutan yang meluas agar kebijakan-


kebijakan resmi negara yang pro lingkungan dapat tercermin dalam bentuk
perundang-undangan yang mengingat untuk ditaati oleh semua pemangku
kepentingan (stakeholder). Tak terkecuali, Indonesia juga menghadapi tuntutan
yang sama, yaitu perlunya disusun suatu kebijakan yang dapat dipaksakan
berlakunya dalam bentuk undang-undang tersendiri yang mengatur mengenai
lingkungan hidup.

Itu juga sebabnya, maka Indonesia menyusun dan akhirnya menetapkan


berlakunya Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan
Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (UULH 1982). Inilah produk hukum
pertama yang dibuat di Indonesia, setelah sebelumnya dibentuk satu kantor
kementerian tersendiri dalam susunan anggota Kabinet Pembangunan III, 1978-
1983. Menteri Negara Urusan Lingkungan Hidup yang pertama adalah Prof. Dr.
Emil Salim yang berhasil meletakkan dasar-dasar kebijakan mengenai lingkungan
hidup dan akhirnya dituangkan dalam bentuk undang-undang pada tahun 1982.

Lahirnya UULH 1982 tanggal 11 Maret 1982 dipandang sebagai pangkal


tolak atau awal dari lahir dan pertumbuhan hukum lingkungan nasional. Sebelum
lahirnya UULH 1982 sesungguhnya telah berlaku berbagai bentuk peraturan
perundang-undangan tentang atau yang berhubungan dengan lingkungan hidup

8
atau sumber daya alam dan sumber daya buatan, yang dipandang sebagai rezim
hukum nasional klasik. Rezim hukum lingkungan klasik berisikan ketentuan-
ketentuan yang melindungi kepentingan sektoral, sementara masalah-masalah
lingkungan yang timbul semakin kompleks sehingga peraturan perundang-
undangan klasik tidak mampu mengantisipasi dan menyelesaikan masalah-
masalah lingkungan secara efektif, sedangkan rezim hukum lingkungan modern
yang dimulai lahirnya UULH 1982 berdasarkan pendekatan lintas sektoral atau
komprehensif integral.

UULH 1982 merupakan sumber hukum formal tingkat undang-undang


yang pertama dalam konteks hukum lingkungan modern di Indonesia. UULH
1982 memuat ketentuan-ketentuan hukum yang menandai lahirnya suatu bidang
hukum baru, yakni hukum lingkungan karena ketentuan-ketentuan itu
mengandung konsep-konsep yang sebelumnya tidak dikenal dalam bidang hukum.
Di samping itu, ketentuan-ketentuan UULH 1982 memberikan landasan bagi
kebijakan pengelolaan lingkungan hidup.

Akan tetapi, setelah UULH 1982 berlaku selama sebelas tahun ternyata
oleh para pemerhati lingkungan hidup dan juga pengambil kebijakan lingkungan
hidup dipandang sebagai instrumen kebijakan pengelolaan lingkungan hidup yang
tidak efektif. Sejak pengundangan UULH 1982 kualitas lingkungan hidup di
Indonesia ternyata tidak semakin baik dan banyak kasus hukum lingkungan tidak
dapat diselesaikan dengan baik. Oleh sebab itu, perlu dilakukan perubahan
terhadap UULH 1982, setelah selama dua tahun dipersiapkan, yaitu dari sejak
naskah akademis hingga RUU, maka pada tanggal 19 September 1997 pemerintah
mengundangkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup (UULH 1997).

Selanjutnya, pada tanggal 3 Oktober 2009, pemerintah mengeluarkan


Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup (UUPPLH), didalam kualitas lingkungan hidup yang semakin
menurun telah mengancam kelangsungan perikehidupan manusia dan makhluk
hidup lainnya, sehingga perlu dilakukan perlindungan dan pengelolaan

9
lingkungan hidup yang sungguh-sungguh dan konsisten oleh semua pemangku
kepentingan. Disebabkan juga pemanasan global yang semakin meningkat dan
mengakibatkan perubahan iklim, sehingga memperparah penurunan kualitas
lingkungan hidup.

Setidaknya ada empat alasan mengapa UULH 1997 perlu untuk digantikan
oleh undang – undang yang baru. Pertama, UUD 1945 setelah perubahan secara
tegas menyatakan bahwa pembangunan ekonomi nasional diselenggarakan
berdasarkan prinsip pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
Kedua, kebijakan otonomi daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan Negara
Kesatuan Republik Indonesia telah membawa perubahan hubungan dan
kewenangan antara pemerintah dan pemerintah daerah termasuk di bidang
perlingkungan lingkungan hidup. Ketiga, pemanasan global yang semakin
meningkat mengakibatkan perubahan iklim sehingga semakin memperparah
penurunan kualitas lingkungan hidup. Ketiga alasan ini ditampung dalam UULH
1997. Keempat, UULH 1997 sebagaimana UULH 1982 memiliki celah – celah
kelemahan normatif, terutama kelemahan kewenangan penegakan hukum
administratif yang dimiliki kementrian Lingkungan Hidup dan kewenangan
penyidikan penyidik pejabat pegawai negeri sipil sehingga perlu penguatan
dengan mengundangkan sebuah undang – undang baru guna peningkatan
penegakan hukum. Berdasarkan hal ini menunjukan, bahwa UUPPLH
memberikan warna yang baru dan berbeda dari undang-undangan sebelumnya.

D. Kewenangan Hukum Lingkungan

Meskipun sudah ada undang-undang jelas yang mengatur, masih banyak


pelanggaran hukum lingkungan yang dilakukan oleh manusia untuk kepentingan
pribadi mereka. Pada 2018, PT. Expravet Nasuba di Sumatera Utara membuang
limbah cair ke aliran sungai Deli karena perusahaan tidak memiliki pembuangan
limbah cair yang memadai. Kasus pencemaran sungai ini mencuat akibat aduan
masyarakat kepada pihak berwajib. Akibat ulahnya, PT. Expravet Nasuba
menerima surat peringatan dari Pemerintahan Kota Medan dan pada akhirnya

10
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyegel PT. Expravet
Nasuba.
Penyegelan tersebut sesuai dengan pasal 68, pasal 100 pasal 116 pada
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup. Masing-masing pasal tersebut berbunyi :

Pasal 68
Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan berkewajiban; a.
memberikan informasi yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup secara benar, akurat, terbuka, dan tepat waktu, b. menjaga
keberlanjutan fungsi lingkungan hidup, dan c. menaati ketentuan tentang baku
mutu lingkungan hidup dan/atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.

Pasal 100
(1) Setiap orang yang melanggar baku mutu air limbah, baku mutu emisi, atau
baku mutu gangguan dipidana, dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun
dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dikenakan
apabila sanksi administratif yang telah dijatuhkan tidak dipatuhi atau pelanggaran
dilakukan lebih dari satu kali.

Pasal 116
(1) Apabila tindak pidana lingkungan hidup dilakukan oleh, untuk, atau atas nama
badan usaha, tuntutan pidana dan sanksi pidana dijatuhkan kepada: a. badan
usaha; dan/atau b. orang yang memberi perintah untuk melakukan tindak pidana
tersebut atau orang yang bertindak sebagai pemimpin kegiatan dalam tindak
pidana tersebut.
(2) Apabila tindak pidana lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh orang, yang berdasarkan hubungan kerja atau berdasarkan
hubungan lain yang bertindak dalam lingkup kerja badan usaha, sanksi pidana
dijatuhkan terhadap pemberi perintah atau pemimpin dalam tindak pidana tersebut
tanpa memperhatikan tindak pidana tersebut dilakukan secara sendiri atau
bersama-sama.

11
Berdasarkan Undang-Undang hukum lingkungan dan contoh kasus yang
pernah terjadi, diharapkan masyarakat secara keseluruhan dapat memahami dan
menyadari bahwa mereka turut berperan aktif dalam pemeliharaan lingkungan
sebagai satu kesatuan dengan lingkungan serta bagaimana resiko yang akan
mereka dapatkan jika melanggar hukum lingkungan.
Penegakkan hukum memiliki peranan penting dalam mendukung
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang No. 32 Tahun 2009, namun lebih daripada itu Hukum
Lingkungan sesungguhnya juga mengedepankan kearifan lokal dan pendekatan
asas subsidiaritas yang ditujukan untuk mengoptimalkan kesadaran para pihak
untuk menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup, namun jika kesadaran
tersebut tidak ada maka Hukum wajib ditegakkan.

E. Makna hukum lingkungan


Manusia dalam hidupnya memerlukan lingkungan hidup yang sehat dan
kondusif. Lingkungan yang sehat bebas polusi merupakan dambaan setiap
manusia.
Perubahan lingkungan sangat ditentukan oleh sikap maupun perlindungan
manusia
pada lingkungannya. Dalam pendayagunaan sumber daya alam, baik hayati
maupun
non-hayati, sangat mempengaruhi kondisi lingkungan hidup bahkan dapat
merombak system kehidupan yang sudah berimbang antara kehidupan itu sendiri
dengan lingkungannya. Manusia dalam memanfaatkan sumber daya ala ini harus
memperhatikan tujuannya, dan pengaruh yang ditimbulkan akibat pemakaiannya.

Terjadinya kerusakan lingkungan dimana mana yang pada


akhirnya menimbulkan bencana alam. Tatanan hutan yang rusak akan
menimbulkan banjir, erosi, tanah longsor maupun kekeringan dimusim kemarau.
Kerusakan hutan juga akan berujung pada berkurangnya titik mata air, di mana air
merupakan sumber kehidupan bagi semua makhluk hidup dimuka bumi ini. Tanpa
air manusia tidak dapat hidup dengan baik, bahkan kehidupan manusia di muka
bumi ini akan punah bila tidak didukung oleh ketersediaan air yang cukup.

12
Pencemaran dan kerusakan lingkungan, sebagai akibat samping (dampak
negatif) dari penggunaan teknologi dalam kegiatan industry, maupun dari
rendahnya mutu perilaku (sebagian warga) masyarakat, niscaya menimbulkan
masalah dalam kehidupan dan menjadi kendala bagi terwujudnya pembangunan
berkesinambungan untuk peningkatan kesejahteraan manusia, yang menjadi
tujuan dalam pengelolaan lingkungan, karenannya perlu dicegah dan
ditanggulangi (Alvi Syahrin, 2009).

Bentuk eksploitasi tambang pasir, galian batu apung, galian emas akan
menimbulkan bahaya ekologis. Rusaknya tatanan sistem keseimbangan alam
memiliki pengaruh yang besar bagi keberlangsungan hidup makhluk di atas bumi
ini. Pembuangan limbah ke laut juga akan berpengaruh pada ekositem laut yang
ada. Tidak hanya pembuangan limbah besar akan tetapi pembuangan limbah oleh
perusahaan kecil dan menengah juga sedikit tidak akan berdampak pada
ekosistem yang ada. Kalau kita melihat sungai-sungai yang ada di kota, dari segi
warna sudah berubah, belum lagi ditambah pembuangan sampah sembarangan
serta pembuangan bekas cucian kendaraan semakin membuat sungai semakin
kotor.
Kualitas lingkungan hidup yang semakin menurun telah mengancam
kelangsungan perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya, serta
pemanasan
global yang semakin meningkat yang mengakibatkan perubahan iklim dan hal ini
akan memperparah penurunan kualitas lingkungan hidup. Untuk itu perlu
dilakukan
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang sungguh-sungguh dan
konsisten oleh semua pemangku kepentingan.

Kerusakan lingkungan hidup yang terus dibiarkan akan berdampak pada


generasi hidup di masa yang akan datang. Untuk mengantisipasi akan dampak
lingkungan yang ada tidak terlalu parah dan tidak membahayakan generasi
berikutnya, perlu adanya aturan yang mengatur tentang itu dan menegakkannya
kepada setiap orang yang melanggar terhadap peraturan perundang-undangan.

13
Untuk mengantisipasi hal tersebut, di Indonesia telah banyak ketentuan hukum
yang mengatur tentang perlindungan lingkungan, yaitu UU Nomor 18 Tahun 2008
Tentang Pengelolaan sampah, UU Nomor 19 Tahun 2009 Tentang Pengesahan
Stockholm Convention On Persisten Organics Pollutants (Konvensi Stockholm
Tentang Bahan Pencemar Organik Yang Persisten), UU No. 32 Tahun 2009
Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup berdasarkan Pasal 1 angka


(2)
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup (UUPPLH) adalah upaya sistematis dan terpadu yang
dilakukan
untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan,
pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum.
Pengendalian dampak lingkungan hidup merupakan upaya untuk melakukan
tindakan pengawasan terhadap suatu aktivitas yang dilakukan oleh setiap orang
terutama perusahaan-perusahaan yang menimbulkan dampak besar tehadap
lingkungan. Dalam hal ini dampak lingkungan hidup diartikan sebagai pengaruh
perubahan pada lingkungan hidup yng diakibatkan oleh suatu usaha dan/atau
kegiatan.

Oleh karena itu upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup


menjadi
kewajiban bagi negara, pemerintah, dan seluruh pemangku kepentingan dalam
pelaksanaan pembangunan berkelanjutan agar lingkungan hidup Indonesia dapat
tetap menjadi sumber dan penunjang hidup bagi rakyat Indonesia serta makhluk
hidup lain. Ketentuan Pasal 1 angka (3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, menetapkan bahwa
pembangunan berkelanjutan sebagai upaya sadar dan terencana yang memadukan
aspek lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi ke dalam strategi pembangunan
untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan, kemampuan,
kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan

14
15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan di atas, maka dapat


disimpulkan bahwa untuk mewujudkan tujuan pengelolaan lingkungan melalui
pencegahan dan penanggulangan pencemaran, maka diperlukan suatu strategi
pendekatan hukum yang tepat dalam penyelesaian kasus lingkungan dengan
memanfaatkan secara optimal keberadaan UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Lingkungan Hidup. Sebagai pendukung terlaksananya aturan tersebut adalah
harus dilibatkan aparatur pemerintah yang memahami secara benar pelaksanaan
dan penegakan hukum lingkungan sebagai hukum fungsional. Keberaadan hukum
lingkungan memiliki peran penting dalam rangka menanggulangi berbagai
kerusakan lingkungan yang terjadi selama ini. Tidak cukup dengan aturan hukum,
penegak hukum lingkungan juga bagian yang tidak bisa dipisahkan dalam rangka
memberikan perlindungan dan pengelolaan lingkungan.

B. Saran

Disarankan kepada semua lapisan masyarakat agar tidak salah dalam


memanfaatkan hutan lindung. Karena akan menimbulkan malapetaka yang lebih
dahsyat serta dapat mengundang berbagai bencana alam seperti longsor, banjir
bandang dan lain sebagainya. Ingatlah kepada anak cucu kita yang akan
menikmati alam ini bila kita tidak menghuni lagi bumi ini. Aparat penegak hukum
harus pro aktif untuk menindaklanjuti bentuk-bentuk pelanggaran yang terjadi
dewasa ini guna untuk terjaganya kehidupan alam yang lestari dan abadi.

16
DAFTAR PUSTAKA

Muladi, dan Barda Nawawi Arief, 2005, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana, PT.
Alumni, Bandung.
Moeljatno, 1983, Asas-Asas Hukum Pidana, Bina Aksara, Jakarta. Rajagukguk,
Erman, dan Khairandy, Ridwan, SH, ed., 2001, Hukum dan Lingkungan
Hidup di Indonesia, Program Pascasarjana UI, Jakarta.
Rahardjo, Satjipto., 1980, Hukum, Masyarakat, dan Pembangunan, Alumni,
Bandung.
Rangkuti, Siti Sundari, 2005, Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan
Nasional, Airlangga University Press, Surabaya.
Saifullah, 2007, Hukum Lingkungan, Paradigma Kebijakan Kriminal Di
Salim, Emil, 1985, Lingkungan Hidup dan Pembangunan, Mutiara Sumber
Widya, Jakarta.
Santosa, Mas Achmad, Agustus 2000, Membentuk Pemerintahan Peduli
Lingkungan dan Rakyat, ICEL, Jakarta.
Serikat, Nyoman Putra Jaya, 2005, Kapita Selekta Hukum Pidana, Badan Penerbit
UNDIP, Semarang.
Silalahi, Daud, 2001, Hukum Lingkungan, Dalam Sistem Penegakan Hukum
Lingkungan Indonesia, Alumni, Bandung.
Sijoyo, Suparto, 2005, Refleksi Mata-rantai Pengaturan Hukum Pengelolaan
Lingkungan Secara Terpadu (studi kasus pencemaran udara), Airlangga
University Press, Surabaya.
Soekanto, Soerjono, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, Penerbit UI Press,
Jakarta.

17

Anda mungkin juga menyukai