B011171586
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan Rahmat-Nya lah saya
dapat menyelesaikan makalah ini. Tujuan penulisan dari makalah ini adalah untuk
menyelesaikan tugas pembuatan makalah mengenai penegakan hukum lingkungan, selain itu
juga untuk meningkatan pemahaman saya mengenai hokum lingkungan.
Saya menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan makalah ini terdapat kekurangan,
maka itulah bagian dari kelemahan saya. Mudah-mudahan melalui kelemahan itulah yang akan
membawa kita akan kesadaran Tuhan Yang Maha Esa.Pada kesempatan ini saya mengucapkan
terimakasih karena telah meluangkan waktu untuk membaca makalah ini. Untuk itu saya selalu
menantikan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan penyusunan makalah ini.
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang……………………………………………………………………………….
1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………………………………….
1.3 Tujuan………………………………………………………………………………………….
BAB II PEMBAHASAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pelestarian dan juga pengelolaan lingkungan merupakan salah satu isu krusial yang dari dulu
hingga nanti akan tetap menjadi topik perbincangan hangat bagi kita semua. Namun selama ini hal ini
hanya menjadi wacana dan juga retorika semata sehingga harus juga disertai tindakan yang konsisten
dan berkelanjutan bukan tindakan masal yang hanya dilakukan saat-saat tertentu. Yang diperlukan di
dalam proses pengelolaan serta pelestarian lingkungan hidup tidak hanya butuh kuantitas yang besar
melainkan konsistesi yang Sustainable. Hal ini di karenakan lingkungan tidak hanya di manfaatkan
saat ini saja,melainkan akan menjadi tempat hunian masyarakat luas selamanya. Mengingat
pentingnya hal tersebut maka peran pemerintah mutlak sangatlah besar. Sebagai pelindung
masyarakat,sudah semestinya pemerintah memiliki konsep paradigma berpikir yang peduli
lingkungan.
Jika kita melihat kenyataan yang sampai saat ini masih terjadi maka akan kita ketahui bahwa di
dalam mainstream pemikiran sebagaian besar masyarakat yang berkembang, lingkungan hidup
diperlakukan sekedar sebagai obyek manajemen. Sementara itu kita tahu bahwa misi dari manajemen
adalah pemuasan kepentingan para subyeknya yaitu manusia. Namun perlu kit ketahui bersama
bahwa lingkungan tidak memiliki makna atau nilai (value) lebih dari sekedar alat pemuas umat
manusia. Dalam kepungan utilitarianism ini menejemen lingkungan hidup terjebak dalam suatu
paradoks. Di satu sisi manajemen lingkungan hidup berusaha menekan kerusakan lingkungan hidup,
di sisi lain keserakahan umat tetap diumbar. Lebih dari itu, fokus perhatian kita pada dimensi
managerial dalam pengelolaan lingkungan hidup telah menjadikan kita lalai terhadap kenyataan
bahwa kemapaanan sistem manajemen sebetulnya juga menyimpan kemampuan umat manusia untuk
menghasilkan kerusakan sistemik.
Paradigma yang mengacu pada konsep Sustainable merupakan suatu proses perubahan yang
terencana yang didalamya terdapat keselarasan serta peningkatan potensi masa kini dan masa depan
untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi manusia. Hal ini berarti bahwa konsep Sustainable dapat
menjamin adanya pemerataan dan keadilan sosial yang ditandai dengan lebih meratanya akses peran
dan kesempatan. Sustainable lingkungan menekankan pada adanya keterbatasan lingkungan sehingga
penting untuk dilindungi dan dilestarikan untuk keberlanjutan hidup generasi yang akan datang,
sehingga penting untuk menciptakan suatu sisten kinerja pengelolaan lingkungan yang memiliki
koridor Sustainable. Paradigma Sustainable lingkungan juga mengacu pada konsep keadilan yang
dimaknai dengan adanya keterwakilan dan pendistribusiannya, terkait dengan bagaimana kebijakan
dalam pengelolaan lingkungan hidup dapat menjadi suatu regulasi yang benar-benar mewakili
aspirasi dari masyarakat luas. Melalui konsep regulasi yang jelas serta kepedulian lingkungan yang
tinggi, diharapkan nantinya tercipta peningkatan kualitas kehidupan dan kesejahteraan generasi masa
kini tanpa mengabaikan kesempatan generasi masa depan memenuhi kebutuhannya. Paradigma
umum berikutnya adalah yang mengacu pada konsep partisipatif. Konsep ini menekankan pada
pentingnya pelibatan dari berbagai pihak terkait terutama masyarakat, dimana didasari dengan adanya
kesetaraan dan kebersamaan dalam pengelolaan lingkungan.
1.2 Rumusan Masalah
a. Bagaimana hakekat dari hukum lingkungan?
b. Apa saja bentuk penegakan hukum lingkungan?
c. Apa saja peran dari hukum lingkungan?
d. Seperti apa kendala dalam penegakan hukum lingkungan?
1.3 Tujuan
a. Untuk mengetahui hakekat dari hukum lingkungan
b. Untuk mengetahui bentuk penegakan hukum lingkungan
c. Untuk mengetahui peran dari hukum lingkugan
d. Untuk mengetahui kendala dalam penegakan hukum lingkugan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Hakekat Hukum Lingkungan
Setiap aspek kehidupan perlu dan harus diatur dan dimasukkan ke dalam
peraturan dan juga hukum. Begitu juga berbagai hal tentang lingkungan yang
sudah diatur di dalam Hukum Lingkungan. Hukum lingkungan dalam bidang ilmu
hukum, merupakan salah satu bidang ilmu hukum yang paling strategis karena
hukum lingkungan mempunyai banyak segi yaitu segi hukum administrasi, segi
hukum pidana, dan segi hukum perdata. Karena mampu dibahas dan juga dapat
dipandang dari berbagi segi hukum maka secara otomatis hukum lingkungan
memiliki aspek yang lebih kompleks. Sehingga untuk mendalami hukum
lingkungan itu sangat mustahil apabila dilakukan seorang diri, karena kaitannya
yang sangat erat dengan segi hukum yang lain yang mencakup pula hukum
lingkungan di dalamnya.
Dalam pengertian sederhana, hukum lingkungan diartikan sebagai hukum
yang mengatur tatanan lingkungan (lingkungan hidup), di mana lingkungan
mencakup semua benda dan kondisi, termasuk di dalamnya manusia dan tingkah
perbuatannya yang terdapat dalam ruang di mana manusia berada dan
memengaruhi kelangsungan hidup serta kesejahteraan manusia serta jasad-jasad
hidup lainnya. Di dalam perkembangannya hukum lingkungan dapat dipisahkan
perkembangannya menjadi dua yaitu hukum lingkungan modern dan juga hukum
lingkungan klasik.
Dalam hukum lingkungan modern, ditetapkan ketentuan dan norma-norma guna
mengatur tindak perbuatan manusia dengan tujuan untuk melindungi lingkungan
dari kerusakan dan kemerosotan mutunya demi untuk menjamin kelestariannya
agar dapat secara langsung terus-menerus digunakan oleh generasi sekarang
maupun generasi-generasi mendatang. Hukum Lingkungan modern berorientasi
pada lingkungan, sehingga sifat dan waktunya juga mengikuti sifat dan watak dari
lingkungan itu sendiri dan dengan demikian lebih banyak berguru kepada ekologi.
Dengan orientasi kepada lingkungan ini, maka Hukum Lingkungan Modern
memiliki sifat utuh menyeluruh atau komprehensif integral, selalu berada dalam
dinamika dengan sifat dan wataknya yang luwes. Dalam hukum lingkungan
modern, ditetapkan ketentuan dan norma-norma guna mengatur tindak perbuatan
manusia dengan tujuan untuk melindungi lingkungan dari kerusakan dan
kemerosotan mutunya demi untuk menjamin kelestariannya agar dapat secara
langsung terus-menerus digunakan oleh generasi sekarang maupun generasi-
generasi mendatang. Hukum Lingkungan modern berorientasi pada lingkungan,
sehingga sifat dan waktunya juga mengikuti sifat dan watak dari lingkungan itu
sendiri dan dengan demikian lebih banyak berguru kepada ekologi. Dengan
orientasi kepada lingkungan ini, maka Hukum Lingkungan Modern memiliki sifat
utuh menyeluruh atau komprehensif integral, selalu berada dalam dinamika
dengan sifat dan wataknya yang luwes.
Dalam pelaksanaan dan juga implementasinya hukum lingkungan merupakan
instrumentarium yuridis bagi pengelolaan lingkungan hidup, dengan demikian
hukum lingkungan pada hakekatnya merupakan suatu bidang hukum yang
terutama sekali dikuasai oleh kaidah-kaidah hokum tata usaha negara atau hukum
pemerintahan Untuk itu dalam pelaksanaannya aparat pemerintah perlu
memperhatikan “Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik”. Hal ini
dimaksudkan agar dalam pelaksanaan kebijaksanaannya tidak menyimpang dari
tujuan pengelolaan lingkungan hidup.
Upaya penegakan sanksi administrasi oleh pemerintah secara ketat dan konsisten
sesuai dengan kewenangan yang ada akan berdampak bagi penegakan hukum, dalam
rangkan menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup. Hal senada juga disampaikan
Taufiq Nugroho, S.H.dalam artikel yang berjudul Hukum Lingkungan bahwa
penegakan sanksi administrasi merupakan garda terdepan dalan penegakan hukum
lingkungan (primum remedium). Jika sanksi administrasi dinilai tidak efektif, barulah
sarana sanksi pidana digunakan sebagai senjata pamungkas (ultimum remedium). Ini
berarti bahwa kegiatan penegakan hukum pidana terhadap suatu tindak pidana
lingkungan hidup baru dapat dimulai apabila :
a) Aparat yang berwenang telah menjatuhkan sanksi administrasi dan telah
menindak pelanggar degan menjatuhkan suatu sanksi administrasi tesebut,
namun ternyata tidak mampu menghentikan pelanggaran yang terjadi,
atau.
b) Antara perusahaan yang melakukan pelanggaran dengan pihak masyarakat
yang menjadi korban akibat terjadi pelanggaran, sudah diupayakan
penyelesaian sengketa melalui mekanisme altenatif di luar pengadilan
dalam bentuk musyawarah / perdamaian / negoisasi / mediasi, namun
upaya yang dilakukan menemui jalan buntu, dan atau litigasi melalui
pengadilan pedata, namun upaya tersebut juga tidak efektif, baru dapat
digunakan instrumen penegakan hukum pidana lingkungan hidup (Yunial
Laili Mutiari, 2005)
Berdasarkan administratif yaitu:
a. Bestuursdwang (paksaan pemerintahan)
Paksaan Pemerintahan (Bestuursdwang) merupakan tindakan nyata dari
pemerintah untuk mengakhiri pelanggaran norma hukum oleh warga negara dan
mengembalikannya pada keadaan semula. Pemerintah memiliki wewenang
untuk melaksanakan bestuursdwang, namun wewenang tersebut tentunya
dibatasi. Pembatasan wewenang tersebut tentu berguna untuk menghindari
tindakan sewenang-wenang dari pemerintah yang acapkali tidak memperhatikan
batasan dari kewenangannya. Sebelum pelaksanaan bestuursdwang terdapat
syarat yang harus dipenuhi. Penulis mengkaji salah satu peraturan daerah yang
memuat ketentuan terkait bestuursdwang yakni Peraturan Daerah Kota
Denpasar Nomor 5 Tahun 2015 tentang Bangunan Gedung. Pentingnya
penelitian ini, untuk mengetahui batas dari wewenang paksaan pemerintahan.
b. Penarikan kembali keputusan (ketetapan) yang menguntungkan (izin
pembayaran, subsidi).
Penarikan kembali suatu keputusan yang menguntungkan tidak selalu
perlu didasarkan pada suatu peraturan perundang-undangan. Hal ini tidak
termasuk apabila keputusan(ketetapan) tersebut berlaku untuk waktu yang tidak
tertentu dan menurut sifanya “dapat diakhiri” atau diatrik kembali (izin, subsidi
berkala). Instrument kedua yang diberlakukan setelah sanksi administrative
tidak diindahakan oleh pelaku pelanggara atau kejahatan lingkungan hidup
adalah pengguna instrument perdata dan pidana , kedua instrument sangsi
hukum ini biasa gunakan secara pararel maupun berjalan sendiri sendiri.
Penerapan sanksi pidana tersebut bisa saja terjadi karena pemegang
kendali penerapan instrument sanksi pidana adalah aparat penegak hukum
dalam hal ini Penyidik Pegawai Negeri (PPNS) yang berada tingkat pusat dalam
hal ini di Kementrian Negara Lingkungan Hidup atau Instansi Lingkungan
Hidup Daerah dan Penyidik Kepolisian RI hal ini sebagai mana diatau dalam
ketentuan UU Nomor 23 Tahun 1997 pasal Pasal 40. Sedangkan,penerapan
instrument perdata biasa dilakukan oleh pemerintah maupun Masyarakat dan
organisasi yang konsen terhadap lingkungan hidup yang mempunyai Hak Untuk
Mengajukan Gugatan yang di atu dlam ketentuan Pasal 37, Pasal 38 dan Pasal
39 UU Nomor 23 Tahun 1997 mekanismenya bisa dengan mengajukan gugatan
perdata biasa secara perorangan amapun secara class action (perwakilan).