Anda di halaman 1dari 18

Pendidikan Akhlak

Adab dalam Ibadah

Makalah ini dibuat sebagai bahan diskusi kelompok kelas C mata kuliah Pendidikan
Akhlak Semester 1 Program Studi Manajemen Pendidikan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan

Dosen Pengampu : Dr. Siti Masyithoh, M.Pd

Disusun oleh :

Kelompok 3

1. Muhammad Nabil Ulwan (11220182000077)


2. Bevan Multazam Pramudito (11220182000095)
3. Davin Rofi`ul Hidayah (11220182000097)

PRODI MANAJAMEN PENDIDIKAN

FAKULTAS ILMU TARBAYIAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat,
taufik, serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik
lancar. serta memenuhi tugas pada mata kuliah Pendidikan Akhlak dengan judul “Adab
Dalam Berbadah”. Shalawat dan salam semoga tercurah limpahkan kepada junjungan kita
yakni Nabi besar Muhammad Saw. kepada keluarganya, sahabatnya, dan kita selaku
umatnya.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Siti Masyithoh, M.Pd selaku Dosen
Pengampu yang telah mempercayai kami untuk membuat makalah ini dan teman- teman
kelompok yang telah bersama-sama menyelesaikan makalah dengan tepat waktu. Makalah ini
telah kami susun dengan semaksimal mungkin dengan mencari referensi dari berbagai buku
dan jurnal yang dapat mempermudah kami dalam proses pembuatan makalah.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi kalimat
maupun tata bahasa. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran agar menjadi acuan
serta bahan koreksi bagi makalah berikutnya. Dengan adanya makalah ini, semoga dapat
bermanfaat bagi kami dan umumnya bagi para pembaca.

Depok, 28 September 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................1
1.1 Latar Belakang........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...................................................................................1
1.3 Tujuan......................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................2
2.1 Thaharah................................................................................................2
A. Pengertian Thaharah.....................................................................2
B. Adab Buang Air Kecil...................................................................2
C. Adab Buang Air Besar..................................................................4
2.2 Shalat.......................................................................................................5
A. Pengertian Shalat..........................................................................5
B. Adab-adab Shalat..........................................................................6
2.3 Zakat........................................................................................................7
A. Pengertian Zakat...........................................................................7
B. Adab Zakat....................................................................................7
2.4 Puasa.....................................................................................................10
A. Pengertian Puasa.........................................................................10
B. Adab dalam Berpuasa.................................................................10
2.5 Haji........................................................................................................12
A. Pengertian Haji...........................................................................12
B. Adab dalam Berhaji....................................................................12

BAB III PENUTUP............................................................................................14


3.1 Kesimpulan............................................................................................14
3.2 Saran.....................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................15

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ibadah kepada Allah SWT merupakan suatu hal yang sangat penting, karena Allah SWT
adalah dzat yang menciptakan manusia, bahkan dunia seisinya. Allah SWT mewajibkan
ibadah kepada umat manusia bukan untuk kepentingan-Nya, melainkan untuk kebaikan kita
sendiri, agar kita mencapai derajat taqwa yang dapat menyucikan kita dari kesalahan dan
kemaksiatan, sehingga kita dapat keuntungan dengan keridhaan Allah SWT dan surga-Nya
serta dijauhkan dari api neraka dan adzab-Nya. Tidaklah Allah menciptakan manusia di
muka bumi ini kecuali untuk beribadah kepada-Nya. Tentunya beribadah dengan mengikuti
syariat Islam yang telah dibawah oleh nabi Muhammad SAW. Pokok ibadah dalam Islam
adalah melaksanakan rukun Islam, yaitu : Syahadat bahwa tiada tuhan selain Allah dan
bahwasanya Muhammad adalah Rosulullah. Menegakkan salat, membayar zakat, puasa
ramadhan dan haji kebaitullah (bila mampu).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa konsep adab dalam beribadah ?
2. Apa peran adab dalam beribadah?
3. Apa manfaat adab dalam beribadah ?
4. Macam-macam adab dalam beribadah ?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui konsep dalam beribadah
2. Mengetahui peran adab dalam beribadah
3. Mengetahui manfaat adab dakam beribadah
4. Mengetahui macam-macam adab dalam beribadah

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Thaharah
A. Pengertian Thaharah
Thaharah menurut bahasa artinya “bersih” Sedangkan menurut istilah
syara’ thaharah adalah bersih dari hadas dan najis. Selain itu thaharah dapat
juga diartikan mengerjakan pekerjaan yang membolehkan shalat, berupa
wudhu, mandi, tayamum dan menghilangkan najis.Thaharah secara umum.
Dapat dilakukan dengan empat cara berikut.
a) Membersihkan lahir dari hadas, najis, dan kelebihan-kelebihan yang ada dalam
badan.
b) Membersihkan anggota badan dari dosa-dosa.
c) Membersihkan hati dari akhlak tercela.
d) Membersihkan hati dari selain Allah.
Cara yang harus dipakai dalam membersihkan kotoran hadas dan najis
tergantung kepada kuat dan lemahnya najis atau hadas pada tubuh seseorang.
Bila najis atau hadas itu tergolong ringan atau kecil maka cukup dengan
membersihkan dirinya dengan berwudhu. Tetapi jika hadas atau najis itu
tergolong besar atau berat maka ia harus membersihkannya dengan cara mandi
janabat, atau bahkan harus membersihkannya dengan tujuh kali dan satu di
antaranya dengan debu. Kebersihan dan kesucian merupakan kunci penting
untuk beribadah, karena kesucian atau kebersihan lahiriah merupakan wasilah
(sarana) untuk meraih kesucian batin.1
B. Adab Buang Air Kecil
Dalam Alquran maupun hadis Rasulullah SAW banyak termaktub pujian bagi
mereka yang senantiasa bersuci. Adab buang hajat:
a) Menjauhi tempat yang terlarang.
b) Jika seseorang ingin membuang hajatnya pada tempat yang lapang maka
hendaklah dia menjauh, seperti yang diterangkan dalam hadis riwayat Mugiroh
bin Syu'bah dalam Al-Shahihaini, dia menceritakan bahwa beliau menjauh
sampai tertutup dariku lalu membuang hajatnya". Yaitu Nabi Muhammad SAW.
c) Tidak mengangkat pakaian sampai dirinya mendekat di bumi; sehingga auratnya

1 Muhammad Bagir Al-Habsyi.” Fiqih Praktis”. 2000. Bandung: Mizan.


2
tidak terbuka, dan hal ini termasuk adab Rasulullah SAW sebagiamana yang
disebutkan oleh Anas RA. d. Dimakruhkan memasuki tempat membuang air
dengan membawa sesuatu yang bertuliskan zikir kepada Allah SWT.
d) Dilarang menghadap atau membelakangi kiblat saat buang air pada tempat yang
lapang, dan diperbolehkan pada wc yang berbentuk bangunan.
e) Disunnahkan untuk masuk dengan kaki kiri dan keluar dengan kaki kanan, masuk
wc dengan membaca: Bismillah dan disunnahkan juga membaca do’a masuk
kamar mandi.
f) Menutup diri saat membuang hajat.
g) Dibolehkan kencing dengan berdiri dan duduk. Kebolehan kencing secara berdiri
harus memenuhi dua syarat, yaitu: 1) Aman dari percikan kencing. 2) Aman dari
pandangan orang lain.
h) Hendaklah membersihkan kotoran dengan air dan batu (sesuatu yang mengisap)
sesudah membuang hajat.
i) Dimakruhkan berbicara saat berada di kakus/wc berdasarkan riwayat bahwa
seorang lelaki lewat di hadapan Nabi lalu dia mengucapkan salam kepadanya
namun beliau tidak menjawab salamnya". Dan pada saat itu beliau sedang
membuang hajatnya, dan beliau tidak menjawab sapaan seseorang kecuali yang
penting, seperti meminta air atau yang lainnya.
j) Mencuci tangan setelah membuang hajat berdasarkan suatu riwayat yang
menyebutkan bahwa apabila Nabi masuk wc maka aku membawakan baginya
sebuah bejana atau timba berisi air untuk buang hajat dengannya. Abu Dawud
berkata dalam hadis riwayat Waqi' "kemudian beliau mengusapkan tangannya
pada tanah" orang yang meriwayatkan hadits berkata-kemudian aku membawa
bejana lain baginya, maka beliau berwudhu dengannya. Adanya tuntunan dalam
masalah buang hajat ini menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang sangat
sempurna. Tidak ada yang tersisa dari problematika umat ini, melainkan telah
dijelaskan secara gamblang oleh Rasulullah SAW.2

C. Adab Buang Air Besar


Dalam Alquran maupun hadis Rasulullah SAW banyak termaktub pujian
bagi mereka yang senantiasa bersuci. Adab buang air besar:

2 Mulla Naraqi, Rahasia Ibadah,(Jakarta: Cahaya, 2008), hal. 11-12.


3
a) tidak membuang hajat disaluran air yang biasa dipergunakan untuk air minum
atau minuman binatang ternak, seperti matai air, sumur dan lain-lain. Perbuatan
itu akan menganggu mereka, bahkan mungkin mereka akan melaknat orang yang
melakukannya. Oelh karena itu, Rasulullah SAW bersabda:
‫ والظل‬,‫ وقارعة الطريق‬,‫ البراز في الموارد‬: ‫اتقوا المالعن الثالثة‬.
“Hindarilah tiga hal yang dapat mendatangkan laknat : buang hajat di saluran air,
di tengah jalan, dan ditempat berteduh.”
b) tidak membuang air kecil didalam tempat mandi.
Nabi SAW bersabda :
‫ال يبولن أحدكم في مستح ّمه ث ّم يغتسل فيه‬.

c) tidak menghadap atau membelakangi kiblat


Sebagian ulama ada yang mengatakan bahwa hukum menghadap atau
membelakangi kiblat sudah mansukh (dihapus), makruh, atau haram. Meskipun
demikian, yang terbai aalah menghadap kiblat ketika membuang hajat.
Rasulullah SAW bersabda :

‫ ولكن شرّقوا أو غرّبوا‬,‫ وال يولّها ظهره‬,‫إذا أتى أحدكم الغائط فال يستقبل القبلةو‬.
“Apabila salah seorang dari kalian buang hakat, maka janganlah ia menghadap
kiblat dan jangan pula membelakangi dengan punggungnya, tetapi
d) tidak Istinja’ dengan tangan kanan
larangan bersuci dengan tangan kanan tercantum dalam riwayat dari Nabi SAW
bersabda :

‫„ ليستنج بشماله‬,‫إذا استطاب أحدكم فال يستطب بيمينه‬.


“Apabila salah seoran diantara kalia bersuci, maka janganlah melakukannya
dengan tangan kanan, tetapi hendaklah melakukannya dengan tangan kiri.”

Ketika orang-orang Yahudi berkata kepada Salman r.a  : “Nabi kalian telah
mengajarkan segala sesuatu kepada kalian sampai adab duduk di WC.”
Salman r.a  menjawab : “Benar ! beliau telah melarang kami buang hajat dan
kencing menghadap kiblat, melarang kami bersuci dengan tangan kanan, bersuci
dengan menggunakan dari tiga batu, bercusi dengan menggunakan kotoran
hewan atai dengan tulang.”
e) tidak berzikir dengan lisan ketika buang Hajat
4
Janganlah berdzikir dengan lisan ketika membuang hajat walaupun untuk
menjawab salam, sebagai pensucian nama Allha. Seorang laki-laki pernah
mengcapkan salam kepada Rasulullah SAW ketika beliau sedang buang air kecil,
namun beliau tidak menjawab tersebut dan bersabda :

‫ لم أرد عليك‬,‫ فإنك إن فعلت ذلك‬,‫إذا وجدتني على مثل هذه الجال فال تسلّم عل ّي‬
“Apabila kamu melihat dalam keadaan seperti ini, maka janganlah kamu
mengucapkan salam kepadaku. Sebab, jika kamu melakukannya, niscaya aku
tidak mejawab salammu.”

Oleh karena itu, tidak boleh berdzikir dengan lisan selama berada dalam keadaan
demikian, tetapi terlarang jika dilakukan didalam hati.

f) Tidak bernyanyi atau bersiul ketika membuang hajat


Seorang muslim tidak pantas meniru perbuatan yang dilakukan oleh orang lain
jahil yang bernyanyi-nyanyi, bersiul-siul, dan mendengarkan alunan music ketika
membuang hajatnya. Sebab, hal itu sama artinya mereka telah memberikan
kesempatan kepada syaitan untuk menguasai diri mereka dan WC merupakan
tempat tinggal syaitan.

2.2 Shalat

A. Pengertian Sholat
Shalat adalah ibadah wajib bagi setiap muslim yang sudah baligh dan berakal sehat.
Shalat pada hakikatnya adalah bentuk komunikasi antara seorang hamba dengan Allah
Swt.. Akan tetapi, banyak orang kurang bisa menikmati ibadah shalat. Hal ini bisa
disebabkan beberapa hal, di antaranya adalah karena ia menganggap shalat hanyalah
rutinitas belaka, sehingga shalatnya tidak berdampak apa-apa dalam
kehidupannya. Padahal Allah berfirman bahwa dengan shalat yang khusyu’ maka
seseorang akan bisa terhindar dari berbuat kekejian dan kemunkaran. Sehingga di antara
masalah bangsa ini adalah banyak orang yang shalat, tapi sebagian mereka ada yang
melakukan korupsi.3

5
B. Adab-Adab Shalat
Marilah kita agungkan ibadah shalat ini dengan cara memperhatikan adab-adabnya,
yaitu:
1.  Menjaga waktu dan batas-batasnya.
Ketika waktu shalat masuk, bersegera menunaikannya dengan penuh semangat
saat kewajiban itu tiba. Nabi bersabda pada Bilal: “Wahai Bilal, hiburlah kami dengan
shalat!“ (Maksudnya: beradzanlah lalu kita melaksanakan shalat dan menikmati shalat).
Allah berfirman yang artinya: "Maka celaka bagi orang-orang yang shalat. Yaitu
orang yang shalat mereka lupa diri". Para ulama mengatakan lupa dalam ayat ini
terutama adalah masalah meneledorkan waktu shalat.
2. Demikian pula tempat shalat dan sujud, kita rapikan dan bersihkan dari najis-najis
yang ada, singkirkan gambar, tulisan atau apa saja yang mengganggu kekhusyu’an
shalat.
3. Memakai pakaian kita yang terbaik, saat panggilan shalat telah tiba, rapi, santun,
baik, harum semerbak (bagi laki-laki) dan menutup aurat secara sempurna. Allah
amat senang kalau perintahnya kita amalkan dengan suka cita. Allah
memerintahkan dalam Al-Quran: ‫ُخ ُذوْ ِز ْينَتَ ُك ْم ِع ْن َد ُك ِّل َم ْس ِج ٍد‬
“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid,
…” {QS. al-A’raf 7: 31}. Memakai pakaian terbaik saat shalat merupakan tanda dan
wujud syukur seseorang akan nikmat Allah Swt. yang dikaruniakan padanya.
4. Menyesal serta bersedih, jika tidak dapat menunaikan dan menikmati shalat dengan
baik dan sempurna. Di antara inti shalat adalah berzikir di dalam shalat. Allah
berfirman pada Nabi Dawud: “Dan dengan berzikir padaKu, hendaklah mereka
merasa ni’mat”.
Allah berfirman: “dan sungguh, zikir pada Allah-lah yang terbesar”. Maksudnya
adalah kita diharapkan menikmati zikir atau bacaan-bacaan shalat kita, sehingga
berpengaruh pada hati nurani dan amal perbuatan sehari-hari.
5. Dan supaya kita khusyu’, Nabi memerintah: “shalatlah seperti shalatnya orang
yang berpamitan (dari dunia ini)”. Maksudnya shalatlah seakan-akan ini adalah shalat
kalian yang terakhir di dunia.4

2.3 Zakat
A. Pengertian Zakat

4 Muhammad Khalid ‘Abri, Kebiasaan Rasulullah, (Jakarta: Pustaka As-Sunnah, 2012), hlm. 288.
6
Zakat berasal dari bahasa Arab, yang merupakan bentuk dari kata zaka yang
berarti “suci”, “baik”, “berkah”, “tumbuh”, dan “berkembang”. Menurut syara’
zakat merupakan nama bagi sejumlah harta tertentu yang telah mencapai syarat
tertentu yang diwajibkan oleh Allah untuk dikeluarkan dan diberikan kepada yang
berhak menerimanya dengan persyaratan tertentu pula. Pengertian zakat, baik dari
segi bahasa maupun istilah tampak berkaitan sangat erat, yaitu bahwa setiap harta
yang sudah dikeluarkan zakatnya akan menjadi suci, bersih, baik, berkah, tumbuh,
dan berkembang,
Di Indonesia, kita bisa menghubungi lembaga-lembaga amil zakat terpercaya atau
langsung memberikannya kepada orang yang kita anggap pantas menerimanya.
B. Adab Zakat :
a. Niat yang ikhlas hanya karena Allah
Allah berfirman sebagaimana yang termaktub dalam QS. al-Lail ayat ke 17-21;
ٓ ٰ ‫ َو َما َأِل َح ٍد ِعن َدهۥُ ِمن نِّ ۡع َم ٖة تُ ۡجز‬١٨ ‫ٱلَّ ِذي ي ُۡؤتِي َمالَ ۥهُ يَتَ َز َّك ٰى‬  ١٧ ‫َو َسيُ َجنَّبُهَا ٱَأۡل ۡتقَى‬
‫ِإاَّل ۡٱبتِغَٓا َء َو ۡج ِه َربِّ ِه‬  ١٩ ‫َى‬
َ ‫ َولَ َس ۡوفَ يَ ۡر‬  ٢٠ ‫ٱَأۡل ۡعلَ ٰى‬
٢١ ‫ض ٰى‬
“Dan kelak akan dijauhkan orang yang paling takwa dari neraka itu,(17) yang
menafkahkan hartanya (di jalan Allah) untuk membersihkannya, (18) padahal tidak
ada seseorangpun memberikan suatu nikmat kepadanya yang harus dibalasnya,(19)
tetapi (dia memberikan itu semata-mata) karena mencari keridhaan Tuhannya yang
Maha Tinggi. (20) Dan kelak dia benar-benar mendapat kepuasan (21)”.
Al-Hasan Al-Bashri pernah menyatakan, “Manusia masuk surga atau neraka
selama-lamanya bergantung  pada kebajikan niatnya.” Dalam hal ini, niat diwaibkan
untuk membedakan antara sedekah wajib (zakat) dengan sedekah sunnah (infaq),
serta membedakan zakat dengan kewajiban-kewajiban lainnya. Si pembayar zakat
menghadirkan niat itu ketika ia memberikan zakat kepada para mustahik zakat.
b.  Memilih dan mengeluarkan yang terbaik dan yang paling disukai dari hartanya.
Firman Allah dalam QS. Ali Imran 92;
ْ ُ‫ُّونَ َو َما تُنفِق‬
٩٢ ‫يم‬ٞ ِ‫وا ِمن َش ۡي ٖء فَِإ َّن ٱهَّلل َ بِِۦه َعل‬ ْ ُ‫وا ۡٱلبِ َّر َحتَّ ٰى تُنفِق‬
ۚ ‫وا ِم َّما تُ ِحب‬ ْ ُ‫لَن تَنَال‬
 “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum
kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu
nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.”
Abu Hurairah berkata, “ Rasulullah SAW bersabda: ‘Tak ada suatu sedekah yang
dikeluarkan oleh seseorang dari yang baik dan Allah Ta’ala tidak menerima
kecuali yang baik, kecuali Allah mengambilnya dengan tangan kanan-Nya,
meskipun hanya berupa kurma yang kemudian menjadi berkembang di tangan
7
Allah Ta’ala sampai menjadi lebih dari gunung, sebagaimana salah seorang di
antara kalian mengembangkan tanamannya.’” (Hadist Riwayat Bukhari :1442,
Muslim : 1010).
c.   Memilih dan mengeluarkan yang terbaik dan yang paling disukai dari hartanya
ِ ‫ص َدقَتِ ِه َك َمثَ ِل ْال َك ْل‬
‫ب يَقِي ُء ثُ َّم‬ َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم قَا َل َمثَ ُل الَّ ِذي يَرْ ِج ُع فِي‬ َّ ِ‫س َأ َّن النَّب‬
َ ‫ي‬ ٍ ‫ع َْن ا ْب ِن َعبَّا‬
ُ‫يَعُو ُد فِي قَ ْيِئ ِه فَيَْأ ُكلُه‬
Dari Ibnu Abbas, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Permisalan
orang yang mengambil kembali sedekahnya, seperti seekor anjing yang muntah
kemudian ia menjilat dan memakan kembali muntahannya.” (HR. Muslim : 1622)
d.  Menyegerakan membayar zakat.
Apabila syarat-syarat wajib berzakat telah terpenuhi, maka orang tersebut
diwajibkan untuk menyegerakan membayar zakat tanpa menundanya. Jika ia
menundanya tanpa alasan yang sesuai dengan syariat, maka ia berdosa karena
menahan hak mustahik. Zakat tetap harus ia keluarkan karena itu merupakan
hutang kepada Allah yang harus ia tunaikan.
Dalam firman-Nya dalam QS. al-Munafiqun ayat ke 10;
‫يب‬ ُ ‫وا ِمن َّما َرز َۡق ٰنَ ُكم ِّمن قَ ۡب ِل َأن يَ ۡأتِ َي َأ َح َد ُك ُم ۡٱل َم ۡو‬
ٖ ‫ت فَيَقُو َل َربِّ لَ ۡوٓاَل َأ َّخ ۡرتَنِ ٓي ِإلَ ٰ ٓى َأ َج ٖل قَ ِر‬ ْ ُ‫َوَأنفِق‬
َّ ٰ ‫ق َوَأ ُكن ِّمنَ ٱل‬
١٠ َ‫صلِ ِحين‬ َّ ‫فََأ‬
َ ‫ص َّد‬
“Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu
sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata:
“Ya Rabb-ku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian)ku sampai waktu
yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-
orang yang saleh.”
e. Mengeluarkan zakat dengan tersenyum dan wajah berseri serta dengan keridhaan
 “Dari Jarir bin Abdullah ia berkata; Beberapa orang Arab dusun datang mengadu
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Mereka berkata, “Beberapa petugas
zakat mendatangi kami, lalu mereka bertindak aniaya terhadap kami.” Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab: “Layanilah para petugas zakat itu dengan
baik.” Jabir berkata, “Semenjak itu aku tidak pernah lagi mendengar para petugas
zakat pulang melainkan dengan puas dan senang.” (Hadist Riwayat Muslim: 989)
f.  Merahasiakannya
Menurut madhab Hanafi ini adalah yang utama karena bisa menjauhkan diri dari
riya dan tidak menghinakan orang fakir. Sedangkan menurut Madhab Syafi’i dan
Hambali yang paling utama adalah menampakkannya supaya menjadi contoh
dan menghilangkan su’udzan. Adapun tentang shadaqah sunnah maka sepakat
8
para ulama yang utama adalah merahasiakannya.  Namun dikhawatirkan, apabila
memberikan secara terang-terangan akan berdampak kepada perbuatan riya.
Sebagaimana dalam firman Allah, Q.S. Al-Baqarah 271;
ِ َ‫ص َد ٰق‬
ۗۡ‫ر لَّ ُكمۡۚ َويُ َكفِّ ُر عَن ُكم ِّمن َس‍ئَِّاتِ ُكم‬ٞ ‫ت فَنِ ِع َّما ِه ۖ َي َوِإن تُ ۡخفُوهَا َوتُ ۡؤتُوهَا ۡٱلفُقَ َرٓا َء فَه َُو خ َۡي‬ ْ ‫ِإن تُ ۡبد‬
َّ ‫ُوا ٱل‬
ٞ ِ‫َوٱهَّلل ُ بِ َما ت َۡع َملُونَ َخب‬
٢٧١ ‫ير‬
            “Jika kamu menampakkan sedekah(mu), maka itu adalah baik sekali.
Dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang
fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu. Dan Allah akan
menghapuskan dari kamu sebagian kesalahan-kesalahanmu; dan Allah
mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
g. Bersyukur pada Allah atas nikmat harta dan infak serta menjauhkan diri dari
kesombongan dan ujub
h. Tidak menganggap besar apa yang disodaqahkan dan menganggap kecil apa
yang diberikan agar terhindar dari kesombongan
i.  Tidak mengharapkan balasan dan ucapan terima kasih.
Firman-Nya dalam QS. Al-Insan: 9
٩ ‫ِإنَّ َما نُ ۡط ِع ُم ُكمۡ لِ َو ۡج ِه ٱهَّلل ِ اَل نُ ِري ُد ِمن ُكمۡ َجزَ ٓاءٗ َواَل ُش ُكورًا‬ 
“Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk
mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan
tidak pula (ucapan) terima kasih.”
j.  Berdoa ketika menyerahkan zakat
‫اللّهُ َّم اجْ َع ْلهَا َم ْغنَ ًماواَل تَجْ َع ْلهَا َم ْغ َر ًما‬
“Ya Allah, jadikanlah zakat ini bermanfaat bagiku dan janganlah engkau
menjadikannya sebagai kerugian.”5

2.4Puasa
A. Pengertian Puasa
Zakat merupakan kewajiban bagi setiap umat muslim yang  mulai disyariatkan
pada tahun 2 hijriayah. Dalam zakat terdapat berbagai hikmah dan keutamaan baik bagi
diri orang yang memberi zakat maupun bagi umat islam secara keseluruhan. Selain itu,
dalam melaksanakan zakat terdapat beberapa tata cara dan adab-adab yang harus
dilaksanakan oleh orang-orang yang terlibat dalam zakat tersebut.

5 El Madani, Fiqh Zakat Lengkap, (Jogjakarta: Diva Press, 2013), hlm. 188.
9
B. Adab dalam Berpuasa
Adab-adab dalam melaksanakan puasa menurut Al-Habsyi ( 2000: 353-356) adalah sebagai
berikut:
1.      Makan sahur
Para ulama bersepakat bahwa makan sahur adalah sunnah (tidak wajib tetapi dianjurkan)
bagi oaring yang akan berpuasa. Al-Bukhari dan Muslim merawikan dari Anas r.a bahwa
Nabi Saw. Pernah bersabda, “bersahurlah kamu, sebab didalam makanan sahur
terkandung berkah (yakni kebaikan yang banyak).
Sahur dapat dilaksanakan dengan makan atau minum, sedikit atau banyak (meskipun
hanya seteguk air); waktunya mulai pertengahan malam sampai terbitnya fajar (yakni
masuknya waktu untuk shalat subuh).
Walaupun demikian, sebaiknya ber-ihtiyath ( bersikap hati-hati) dengan berhenti dari
makan dan minum kira-kira sepuluh menit sebelum masuk waktu subuh, yaitu pada
waktu yang biasa disebut ‘waktu imsak’.
2.      Menyegerakan Buka Puasa
Dianjurkan bagi yang berpuasa untuk berbuka, segera setelah meyakini terbenamnya
matahari. Tentang hal ini, Bukhari dan Muslim merawikan dari Sahl bin Sa’ad, bahwa
Nabi Saw. Pernah bersabda, “ Manusia masih dalam keadaan baik sepanjang mereka
masih menyegerakan buka puasa.” 
Dianjurkan pula untuk berbuka dengan satu atau tiga butir kurma, atau boleh juga
dengan sesuatu yang manis, atau air walaupun hanya seteguk. Kemudian heendaknya
melaksanakan shalat maghrib sebelum makan malamnya. Kecuali jika makan malamnya
telah tesedia, maka tak ada salahnya mendahulukannya sebelum shalat magrib.
Telah dirawikan dari Anas r.a bahwa Nabi Saw, biasa berbuka dengan beberapa
butir rutbab (kurma yang setengah masak) sebelum shalat. Kalau tidak ada, dengan
kurma biasa, dan kalau tidak ada juga, dengan minum air beberapa teguk. (HR Abu
Daud dan Tirmidzi).
3.      Doa setelah Berbuka
Dianjurkan bagi orang yang sedang berpuasa agar memperbanyak bacaa zikir dan doa
sepanjang hari, terutama setelah berbuka.
Diriwayatkan oleh tirmidzi, bahwa Nabi Saw. Pernah bersabda, “ tiga orang takan
tertolak doanya: seorang yang sedang berpuasa sampai ia berbuka, penguasa negri yang
adil, dan seoarang Mazhlum ( yakni yang tertimpa kedzaliman).” Diantara doa-doa yang
dianjurkan membacanya berulang-ulang, terutama disore hari menjelang saat berbuka.
4.      Bersiwak (Menggosok Gigi)
10
Seorang yang sedang berpuasa tetap dianjurkan menjaga kebersihan giginya dengan
bersiwak (menggunakan kayu siwakataupun sikat gigi dan sebagainya); baik pada pagi
hari
5.      Banyak bersedekah dan mendarus Al-Quran
Banyak bersedekah dan mendaras (membaca bersama-sama atau sendiri-sendiri)  serta
mempelajari Al-Quran adalah perbuatan yang sangat dianjurkan pada setiap saat. Namun
lebih dianjurkan lagi pada bulan Ramadhan. Telah dirawikan dari Ibnu Abbas r.a. bahwa
Rasulullah Saw. Adalah yang paling dermawan diantara semua dermawan. Lebih-lebih
lagi pada bulan Ramadhan, ketika jibril menemuinya pada setiap malam, lalu mendaras
Al-Quran bersama beliau. (HR Bukhari).
6.      Bersungguh –sungguh dalam beribadat dan beramal shaleh
Telah disebutkan sebelum hal ini, bahwa ibadah dan amal kebaikan pada bulan
Ramadhan memperoleh pahala berlipat ganda disbanding pada bulan-bulan lainnya.
Karenanya, dianjurkan untuk menggunakan kesempatan ini sebaik-baikya., dengan
memperbanyak ibadah dan amal shaleh, baik disiang hari maupun dimalam hari
Ramadhan, terlebih lagi pada sepuluh malam terakhir.
Bukhari dan muslim merawikan dari Aisyah r.a bahwa “ telah menjadi kebiasaan Nabi
Saw apabila berada disepuluh malam terakhir bulan Ramadhan, menghidupkan malam-
malamnya (dengan bersungguh-sungguh dalam beribadah), sambil membangunkan
istrinya(agar beribadah bersamanya).”
7.      Menjauhkan diri dari perbuatan dan ucapan tidak senonoh
Puasa adalah ibadah yang bertujuan mendekatkan diri kepada Allah, dan melatih jiwa
agar selalu bertakwa kepada-Nya. Oleh sebab itu, seorang yang sedang berpuasa
hendaknya tidak hanya menahan dirinya dari makan, minum serta perbuatan terlarang
lainnya, tetapi harus pula mencangkup perbaikan jiwa dengan akhlak mulia dan menjauh
dari segala perbuatan tercela. Sabda Nabi Saw: “ puasa bukan hanya menahan diri dari
makan dan minum, tetapi harus pula menahan diri dari perbutan sia-sia dan ucapan tidak
senonoh. Maka apabila orang lain menunjukan cercaan atau keajaiban terhadapmu,
janganlah membalasnya dengan perbuatan seperti itu, tetapi katakanlah: “ Aku sedang
berpuasa; aku sedang berpuasa!” (HR Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban  dan Al-Hakim).
Diriwayatkan pula bahwa Nabi Saw, pernah bersabda:
“ Barangsiapa tidak meninggalkan ucapan dan perbuatan keji, maka tak ada sedikitpun
kehendak Allah untuk menerima puasanya dari makan dan minum.” (HR Al-Jama’ah
kecuali Muslim).6

6 Al-Zuhayly Wahbah. (1996). Puasa & Itikaf. Bandung: Remaja Rosdakarya.


11
2.5 Adab haji
A. Pengertian haji
Haji secara etimologis berasal dari bahasa Arab yaitu: al-hajju yang berarti: al-qashdu
yaitu menyengaja atau menuju, bermaksud, berniat pergi atau berniat untuk mendatangi
seseorang yang dipandang mulia berniat untuk melakukan sesuatu yang baik di tempat
tertentu, karena tempat itu dipandang mulia atau terhormat. Secara terminologis, haji
adalah apabila seseorang mengunjungi orang lain yang dipandang mulia atau
terhormat.Dalam istilah syara‘, al-hajju berarti sengaja mengunjungi Ka’bah untuk
melakukan ibadah tertentu, pada waktu tertentu dengan melakukan suatu pekerjaan
tertentu. Kata haji juga sering diartikan dengan “naik haji“. Kemudian dalam pengertian
terminologis, haji mempunyai arti orang yang berziarah ke Makkah untuk menunaikan
rukun islam yang kelima. Ibadah haji merupakan puncak ritual dari rukun Islam.7
B.Adab dalam berhaji
1. Hendaklah ibadah haji itu hanya semata karena Allah
…. )97 :‫ت َم ِن ا ْستَطَا َع اِلَ ْي ِه َسبِ ْياًل ۗ َو َم ْن َكفَ َر فَا ِ َّن هّٰللا َ َغنِ ٌّي ع َِن ْال ٰعلَ ِم ْينَ (آل عمران‬
ِ ‫اس ِحجُّ ْالبَ ْي‬
‫هّٰلِل‬
ِ َّ‫َو ِ َعلَى الن‬
….. Dan (di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan
ibadah haji ke Baitullah, yaitu bagi orang-orang yang mampu mengadakan
perjalanan ke sana. Barangsiapa mengingkari (kewajiban) haji, maka ketahuilah
bahwa Allah Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu) dari seluruh alam (QS. Ali
Imran: 97)

)196 :‫(البقرة‬.…… ۗ ِ ‫َواَتِ ُّموا ْال َح َّج َو ْال ُع ْم َرةَ هّٰلِل‬

Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah……(QS. al-Baqarah:


196)
 

2. Hindari hal-hal yang menyebabkan rusaknya ibadah haji


ُ‫ق َواَل ِجدَا َل فِى ْال َح ِّج ۗ َو َما تَ ْف َعلُوْ ا ِم ْن خَ ي ٍْر يَّ ْعلَ ْمه‬
َ ْ‫ث َواَل فُسُو‬َ َ‫ض فِ ْي ِه َّن ْال َح َّج فَاَل َرف‬
َ ‫ت ۚ فَ َم ْن فَ َر‬ ٌ ٰ‫اَ ْل َحجُّ اَ ْشهُ ٌر َّم ْعلُوْ م‬
‫هّٰللا‬
)197 :‫ب (البقرة‬ ِ ‫ُ ۗ َوتَ َز َّو ُدوْ ا فَا ِ َّن َخ ْي َر ال َّزا ِد التَّ ْق ٰو ۖى َواتَّقُوْ ِن ٰيٓاُولِى ااْل َ ْلبَا‬
(Musim) haji itu (pada) bulan-bulan yang telah dimaklumi. Barangsiapa mengerjakan
(ibadah) haji dalam (bulan-bulan) itu, maka janganlah dia berkata jorok (rafats),
berbuat maksiat dan bertengkar dalam (melakukan ibadah) haji. Segala yang baik

7 Syekh Ali Ahmad Al-Jarjawi, Indahnya Syariat Islam,terj, (Jakarta: Gema Insani Press, 2006), hlm. 172
12
yang kamu kerjakan, Allah mengetahuinya. Bawalah bekal, karena sesungguhnya
sebaik-baik bekal adalah takwa. Dan bertakwalah kepada-Ku wahai orang-orang
yang mempunyai akal sehat! (QS. al-Baqarah: 197)
 

3. Tingkatkanlah Dzikrullah setelah ibadah haji


‫اس َم ْن يَّقُوْ ُل َربَّنَٓا ٰاتِنَا فِى ال ُّد ْنيَا َو َما لَهٗ فِى‬ ۤ ‫هّٰللا‬
ِ َّ‫ض ْيتُ ْم َّمنَا ِس َك ُك ْم فَ ْاذ ُكرُوا َ َك ِذ ْك ِر ُك ْم ٰابَا َء ُك ْم اَوْ اَ َش َّد ِذ ْكرًا ۗ فَ ِمنَ الن‬
َ َ‫فَا ِ َذا ق‬
)200 :‫ق (البقرة‬ ٍ ‫ااْل ٰ ِخ َر ِة ِم ْن َخاَل‬
Apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, maka berzikirlah kepada Allah,
sebagaimana kamu menyebut-nyebut nenek moyang kamu, bahkan berzikirlah lebih
dari itu. Maka di antara manusia ada yang berdoa, “Ya Tuhan kami, berilah kami
(kebaikan) di dunia,” dan di akhirat dia tidak memperoleh bagian apa pun. (QS. al-
Baqarah: 200)
 

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

13
Adab dalam Islam adalah mencerminkan baik buruknya seseorang, mulia atau hinanya
seseorang, terhormat atau tercelanya nilai seseorang maka kita sebagai umat islam harus
memiliki adab yang baik dalam beribadah karena semua yang kita lakukan di dunia akan
di pertanggug jawab kan kelak di akhirat nanti.

3.2 Saran
Setelah memahami isi makalah tentang hikmah dari adab-adabnya, diharapkan kita
sebagai mahasiswa Islam dapat menerapkan dan membagikan ilmu tentang hikmah adab
dalam beribdah mengingat masih banyak di luar sana masyarakat awam yang belum
mengerti tentang adab dalam beribadah . Selain itu, kita juga harus membiasakan diri kita
untuk membiasakan adab dalam beribadah jika memang sudah waktunya sesuai dengan
tata cara dan adab yang telah dipelajari agar kita dapat meraih hikmah yang terkandung di
dalam adab dalam beribdah tersebut.

Daftar Pustaka

Madani El. (2013) Fiqh Zakat Lengkap. Jogjakarta.Diva Press..


Khalid Muhammad ‘Abri (2012). Kebiasaan Rasulullah. Jakarta. Pustaka As-Sunnah
Ali Syekh Ahmad Al-Jarjawi (2006). Indahnya Syariat Islam,terjemah. Jakarta. Gema Insani
14
Press
Syarifuddin Amir. (2003). Garis-Garis Besar Fiqh. Jakarta. Kreasindo.
Al-Zuhayly Wahbah. (1996). Puasa & Itikaf. Bandung: Remaja Rosdakarya.

15

Anda mungkin juga menyukai