Dosen Pengampu :
DISUSUN OLEH :
Kelompok VI
Sem. II/IKOM 1
ILMU KOMUNIKASI
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat, taufik, dan
hidayah.Sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam membentuk
maupun isinya yang sangat sederhana. Tak lupa kami kirimkan shalawat serta salam kepada
junjungan Nabi Besar Muhammad SAW. Beserta keluarganya, para sahabatnya, dan seluruh
insan dikehendaki-Nya.
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah
Sejarah Peradaban Islam yang berjudul “Tasawuf Dalam Ajaran Islam”. Harapan kami
semoga makalah ini dapat membantu menambah pengetahuan dan pengalam bagi para
pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini agar kedepannya
dapat lebih baik lagi.
Dalam penyelesaian makalah ini, kami mendapatkan bantuan serta bimbingan beberapa
pihak. Oleh karena itu, sudah sepantasnya jika kami mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. Zuriah, M.A selaku dosen mata kuliah Sejarah Peradaban Islam.
2. Orangtua kami yang banyak memberikan semangat dan bantuan, baik moral maupun
materi.
3. Semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan makalah ini.
Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami miliki
sangat kurang. Oleh karena itu kami harap kepada para pembaca untuk memberikan
masukan-masukan yang bersifat membangun demi kesempurnaan.
Kelompok IV
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................................. ii
A. Kesimpulan .......................................................................................... 15
B. Saran .................................................................................................... 15
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Arus modernisasi dan globalisasi akan menciptakan sebuah sistem yang dapat
melepas dan membebaskan manusia dari belenggu serta keterikatan terhadap ajaran agama,
nilai-nilai spiritualitas, adat-istiadat dan sebagainya. Paradigma seperti ini manusia secara
individual merasa berhak atas segalanya dan bebas menentukan nasibnya sendiri secara
rasional tanpa ikatan agama maupun norma masyarakat.
Kehidupan yang semakin kompetitif dan daya saing semakin keras berdampak
banyaknya manusia yang mengalami stress dan frustasi yang luar biasa. Masyarakat modern
secara tidak langsung akan menganut dan mengikuti pola hidup materialistis, kapitalis,
hedonis dan individualis. Untuk meminimalisir hal tersebut manusia perlu disirami dan
disinari oleh nilai-nilai ajaran Islam yang penjabaran serta penerapannya terdapat dalam
ajaran Tasawuf. 1
B. Rumusan Masalah
Kami menyusun beberapa rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini
sebagai batasan dalam pembahasan bab isi. Beberapa rumusan masalah tersebut
antaralain:
A. Apa Pengertian Tasawuf ?
B. Bagaimana Sejarah Lahirnya Dan Perkembangan Tasawuf ?
C. Apa Saja Pokok Pokok Ajaran Tasawuf ?
D. Bagaimana Peran Tasawuf Dalam Kehidupan Modern ?
E. Bagaimana Kedudukan Tasawuf Dalam Islam ?
F. Apa Tujuan Tasawuf ?
1
M. Solihin dan M. Rosyid Anwar, Akhlak Tasawuf Manusia, Etika, dan Makna Hidup (Bandung:
Nuansa, 2004), h. 16.
1
C. Tujuan Pembuatan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dalam pembuatan makalah ini
sebagai berikut:
A. Menjelaskan pengertian tasawuf.
B. Menjelaskan Sejarah dan Perkembangan akhlak tasawuf.
C. Menjelaskan Pokok Ajaran tasawuf.
D. Apa Peran Tasawuf Dalam Kehidupan Modern
E. Menjelaskan bagaimana akhlak tasawuf dalam kehidupan sehari-hari.
F. Mengetahui Tujuan Tasawuf.
2
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Tasawuf
Secara umum, tasawuf dapat diartikan sebagai suatu upaya yang dilakukan
seseorang untuk mensucikan dirinya dengan cara mejauhkan pengaruh kehidupan
yang bersifat duniawi dan akan memusatkan keseluruhan perjatiannya kepada
Allah.2
Tasawuf secara etimologis berasal dari kata bahasa arab yaitu, tashawwafa,
Yatashawwafu, selain itu dari kata tersebut ada yang menjelaskan bahwa tasawuf
berasal dari kata Shuf yang artinya bulu domba, maksudnya adalah bahwa
penganut tasawuf ini hodupnya sederhana, tetapi berhati mulia serta menjauhi
pakaian sutra dan memaki kain dari bulu domba yang berbulu kasar atau yang
disebut dengan kain wol kasar. Yang mana pada waktu itu memakai kain wol
kasar adalah simbol kesedarhanaan.3 Kata shuf tersebut juga diartikan dengan
selembar bulu yang maksudnya para sufi dihadapan Allah merasa dirinya hanya
bagaikan selembar bulu yang terpisah dari kesatuannya yang tidak memiliki arti
apa-apa.4
Tasawuf juga berasal dari kata shafa yang berarti jernih, bersih, atau suci,
makna tersebut sebagai nama dari mereka yang memiliki hati yang bersih atau
suci. Maksudnya adalah bahwa mereka menyucikan dirinya dihadapan Allah SWT
melalui latihan kerohanian yang amat dalam yaitu dengan melatih dirinya untuk
menjauhi segala sifat yang kotor sehingga mencapai kebersihan dan kesucian pada
hatinya.5
Adapun yang mengatakan tasawuf berasal dari kata Shuffah yaitu serambi
masjid Nabawi yang ditempati sebagian sahabat Rasulullah. Maknanya tersebut
2
Pemadi, Pengantar Ilmu Taswuf, (Jakarta: Rinek Cipta, cet, 2, 2004). 32.
3
Samsul Munir Amin, Ilmu Tasawuf, (Jakarta: Amzah, 2012). 4
4
Cecep Alba, Tasawuf dan Tarekat, Dimensi Esoteris Ajaran Islam, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2019), 9.
5
Samsul Munir Amin, Ilmu Tasawuf, …, 3.
3
dilatarbelakangi oleh sekelompok sahabat yang hidup zuhud dan konsentrasi
beribadah hanya kepada Allah SWT serta menimba ilmu bersama Rasulullah yang
meghuni masjid Nabawi. Sekelompok sahabat tersebut adalah mereka yang ikut
berpindah bersama Rasulullah dari Mekah ke Madinah dengan keadaan mereka
kehilangan harta dan dalam keadaan miskin.6
Tasawuf adalah sebuah ilmu Islam yang memfokuskan pada aspek spiritual
dari Islam. Dilihat dari keterkaitannya dengan kemanusiaan, tasawuf lebih
menekankan pada aspek kerohanian daripada aspek jasmani, dalam kaitannya
dengan kehidupan manusia, tasawuf lebih mengutamakan kehidupan akhirat
daripada kehidupan dunia namun tidak menghilangkan salah satunya, dan apabila
6
Samsul Munir Amin, Ilmu Tasawuf, …, 3.
7
Cecep Alba, Tasawuf dan Tarekat, Dimensi Esoteris Ajaran Islam, …, 11.
4
dilihat kaitannya dengan pemahaman keagamaan tasawuf lebih menekankan aspek
esoterik dibandingkan aspek eksoterik.8
8
Pemadi, Pengantar Ilmu Tasawuf, (Jakarta: Rineka Cipta, cet 2, 2004), 34.
9
Fauqi Hajjaj, Tasawuf Islam & Akhlak (Jakarta: Amzah, 2013), hal 17
10
Reynold Alleyne Nicholson, The Mystics of Islam (Sacramento, CA: Murine Press, 2007).
11
Muhammad Fauqi Hajjaj, Tasawuf Islam dan akhlak (Jakarta: Pusaka Amzah, 2011).
12
Mulyadhi Kartanegara dan Achmad Ta’yudin, Menyelami lubuk tasawuf (Jakarta: Erlangga, 2006
5
diperkenalkan oleh seorang tokoh bernama Abu Hisyam, seorang zahid dari
Syiria (wafat pada tahun 780). Ia mendirikan lembaga kaum Sufi yang
dinamakan taqiyah (sejenis padepokan sufi).13Bertolak dari hal itu, Dr. Hamka
sebagaimana dikutip dari Mustafa Zahri mengatakan bahwa timbulnya tasawuf
dalam Islam bersamaan dengan kelahiran agama Islam itu sendiri, bertumbuh
di dalam jiwa pendiri Islam itu sendiri yaitu Muhammad SAW disauk airnya
dari Al-Qur’an itu sendiri.14
3. Perkembangan Tasawuf
Tasawuf pada masa Rasulullah Muhammad SAW adalah sifat umum yang
terdapat pada hampir seluruh sahabat-sahabat Nabi tanpa terkecuali. Bahkan
kehidupan beliau sebelum menjadi Rasul telah dijadikan teladan utama. Sebab,
beliau yang memberi dasar pertama tentang tasawuf yang didasarkan pada Al-
Qur’an dan Hadist. 15
Salah satu contohnya yakni setiap bulan Ramadhan Nabi tidak pernah
absen untuk melakukan tahannuts dan khalwah di gua hira untuk mendapatkan
hidayah dan bimbingan dari Allah SWT sehingga hati dan jiwa menjadi bersih dan
terjaga, sampai akhirnya beliau didatangi malaikat Jibril a.s. untuk menyampaikan
16
wahyu pertama dari Allah SWT. Berdasar pada aktifitas Rasulullah tersebut
nampak bahwa penekanan ajaran tasawuf pada periode ini berupa haliyah-amaliyah
yaitu amalan/ibadah keruhanian yang dilakukan Nabi saw. dalam hidupnya yang
berupa tahannus, khalwah, perilaku zuhud, dan lain sebagainya.
Di samping pola hidup dan kehidupan Rasulullah yang ideal itu menjadi
suri tauladan bagi para sahabat. Kehidupan dan ucapan para sahabat juga
merupakan sumber aktivitas kesufian tempat menimba ilmu para sufi.17 Dalam
hidup bertasawuf para sahabat telah berusaha berbuat sesuai dengan tuntutan
13
Sholihin M. Muchlis, Ilmu Akhlaq dan Tasawwuf (Pamekasan: STAIN Pamekasan Press, 2009), 124.
14
Mustofa Zahri, Kunci Memahami Ilmu Tasawuf, Cet. 1 (Surabaya: Bina Ilmu, 1993), 130.
15
Rosihon, Akhlak Tasawuf.
16
Ni’am, Tasawuf Studies, 121.
17
Kevin W. Fogg, ―Islam in Indonesia’s Foreign Policy, 1945-1949, ‖ Al-Jami’ah: Journal of Islamic
Studies 53, no. 2 (10 Desember 2015): 303–35, https://doi.org/10.14421/ajis.2015.532.303-305.
6
rasulullah, hidup mereka penuh dengan sifat-sifat kesederhanaan, wara’, tawadhu
dan zuhud, semata-mata mengharap ridho dari Allah SWT. Beberapa sahabat yang
tergolong sufi di abad pertama, Khulafaurrasyidin, Abu Ubaidah bin Jarrah, Said
bin Amr, dan lain-lain.
Para sufi dari kalangan tabi’in adalah murid-murid dari para sahabat Nabi
saw. Diantara tabi’in yang sering dianggap sebagai peletak dasar ajaran tasawuf
adalah Hasan Al-Bashri yang merupakan murid terdekat dari Huzaifah bin Al-
Yaman yang pandangannya berpegang teguh pada zuhud, raja’ dan khauf.
Selanjutnya yaitu Rabi’ah Al-Adawiyah yang pandangan tasawufnya dikenal
dengan konsep cinta murni kepada Allah SWT. (mahabbah). Selain mereka berdua
tokoh sufi lain pada masa tabi’in ini antara lain: Ibrahim bin Adzham, Sufyaan bin
Sa’id Ats-Tsaury, Daud ath-Thai, Malik bin Dinar, Tsabit Al-Banani, Ayub As-
Syakhtayani, Muhammad bin Wasi’, Thaus, Rabi‘ bin Khaitsam, dan lain-lain. Dan
di masa tabi’in ini pelajaran tasawuf sudah mulai diajarkan dalam bentuk disiplin
18
Zahri, Kunci Memahami Ilmu Tasawuf, 150.
19
Ni’am, Tasawuf Studies, 134.
7
ilmu.20 Disamping itu, penekanan ajarannya juga berupa konsepsi tentang zuhud,
raja’, khauf, dan mahabbah yang berpedoman pada Al-Qur’an, Sunnah, dan tradisi
sahabat.21
Pada masa ini perkembangan tasawuf dibilang cukup pesat, ditandai dengan
adanya segolongan ahli tasawuf yang mencoba menyelidiki inti ajaran tasawuf
yang berkembang pada masa itu, sehingga mereka membaginya ke dalam tiga
macam, yakni tasawuf yang berintikan ilmu jiwa, ilmu akhlaq dan Metafisika. Dan
pada masa ini tasawuf sudah mulai mengembangkan sayapnya keluar tanah Arab,
seperti Iran, India, Afrika, dan lain-lain. Yang ditandai dengan tumbuhnya tarekat-
tarekat dan masuknya pengaruh filsafat dan syi’ah ke dalam konsepsi tasawuf.22 Di
masa ini tokoh sufi yang muncul diantaranya adalah Ma‘ruf al-Kharkhi, Abu
Sulaiman Ad-Darani, Abul Faidh Dzun Nun bin Ibrahim Al-Mishri, Harits al-
Muhasibi, Abul Hasan Sirri as-Siqti, dan lain-lain.
A. Tasawuf Akhlaki
20
Ni’am, Tasawuf Studies, 125.
21
Ni’am, Tasawuf Studies, 134.
22
Ibid., 126.
23
Muhammad Husnur Rofiq dan Prastio Surya, ―Model Pembentukan Karakter Berbasis Tasawuf
Akhlaqi, ‖ Ilmuna: Jurnal Studi Pendidikan Agama Islam 1, no. 2 (2019): 65–81,
https://jurnal.stituwjombang.ac.id/index.php/ilmuna/article/view/109.
24
Musyrifah Marshush Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Indonesia (Fakultas Ushuluddin dan
Filsafat UIN, 2010), 207.
8
usaha menyingkap tabir yang menghalangi, ahli tasawuf membuat suatu sistem
yang tersusun menjadi tiga tingkatan: takhalli, tahalli, dan tajalli25
Pada tahap ini seorang sufi telah mencapai derajat ma’rifah sehingga semua
perbuatannya (amalan-amalan) yang ia dilakukan semata-mata karena rasa cintanya
pada sang kholik, tanpa mengharap pamrih berupa apapun seperti halnya surga.
Ajaran-ajaran para tokoh Sufi Sunni/Akhlaki menyangkut keseluruhan akhlak yang
diajarkan dalam Al-Qur’an dan Hadits. Dari kedua sumber hukum dan sumber
ajaran Islam itulah mereka menularkan ajaran-ajaran akhlak seperti Zuhud, taubat,
tawakkal, sabar, mahabbah, ridha, dll. Ajaran dalam tasawuf ini sesuai dengan misi
di utusnya Rasulullah yaitu untuk memperbaiki akhlak manusia. Yang mana
ajaran-ajaran tasawuf tersebut telah dipraktekkan dalam kehidupan Rasulullah dan
di lanjutkan oleh para sahabat beliau, misalnya seperti Abu Bakar Ash-Shiddiq
yang terkenal dengan tawakkal dan sabar, Umar bin Khattab dikenal dengan
keadilan dan kebijaksanaannya.27
B. Tasawuf Amali
Tasawuf ini menekankan pada amalan-amalan dan ibadah. Dan para
penganutnya membagi ajaran agama kepada ilmu lahir dan ilmu batin, yaitu
ajaran agama yang pengamalannya mengandung arti lahiriyah dan bathiniyah.
Lahiriyah adalah amalan-amalan yang mengikuti aturan-aturan syari’ah,
sedangkan bathiniyah mengikuti aturan-aturan ahli tasawuf.28
C. Tasawuf Falsafi
Tasawuf falsafi adalah tasawuf yang ajaran-ajarannya memadukan antara visi
mistis dengan visi rasional. Tasawuf yang berawal dari zuhud kemudian pada
25
Ibid., 208
26
Team Guru Bina PAI Madrasah Aliyah, Aqidah Akhlak MA kelas XI (t.tp: Akik Pusaka, t.t.), 3.
27
Sholihin, Ilmu Akhlaq dan Tasawwuf, 109.
28
Sunanto, Sejarah Peradaban, 214.
9
perkembangannya bermuara pada filsafat, yang pada awalnya adalah aplikasi
kepada perilaku terpuji kemudian berlanjut kepada teori. Pada fase ini para sufi
mengadakan pengkajian yang lebih mendalam tentang kandungan ilmu tasawuf,
sehingga kemudian tasawuf berkembang bukan hanya zuhud dalam arti yang
sederhana, tetapi mendapat pengaruh luar seperti ajaran filsafat yunani, ajaran
budaya timur dan lainnya yang kelihatannya memang seperti ajaran Islam, tetapi
bila diteliti lebih lanjut terkadang bukan Islam.
Sebagai contoh adalah adanya faham wahdatul wujud, yaitu faham tentang
keesaan dan kesatuan wujud yang beranggapan bahwa yang ada secara hakiki
hanyalah satu, yaitu Tuhan. Sedangkan wujud dari semua yang diciptakan
Tuhan bukanlah wujud hakiki tetapi hanyalah bayangan.29 Para sufi yang
mengajarkan aliran ini adalah mereka yang terpengaruh dengan ajaran-ajaran
filsafat. Salah satunya adalah Abu Yazid Al-Bustami yang mengajarkan Al-
Ittihad, Al-Hallaj yang mengajarkan Hulul, dan lain sebagainya30.
Menurut padangan kaum sufi bahwa rehabilitasi kondisi mental yang tidak
baik adalah jika terapinya hanya didasarkan pada aspek lahiriyah saja, untuk itu pada
tahap awal dalam tasawuf diharuskan melakukan amalan-amalan atau latihan- latihan
rohani dengantujuan untuk membersihkan jiwa dari nafsu yang tidak baik. Tingkah
laku manusia yang dikendalikan oleh hawa nafsunya hanya berorientasi untuk
kesenangan duniawi merupakan tabir yang menghalangi antara manusia dengan
29
Annemarie Schimmel, Mystical Dimensions of Islam (Jakarta Selatan: Mizan, 2013); W.T. Stace,
Mysticism and Philosophy (Textbook Publishers, 2003).
30
Sholihin, Ilmu Akhlaq dan Tasawwuf, 110.
10
Allah. Untuk itu bentuk usaha yang dilakukan ahli tasawuf dalam membersihkan jiwa
melalui tiga level (tingkatan) yakni: Takhalli, Tahalli dan Tajalli
A. Takhalli
Takhalli berarti membersihkan diri dari sifat-sifat tercela, dari maksiat
lahir dan maksiat batin. Di antara sifat- sifat tercela yang mengotori jiwa (hati)
manusia adalah dengki, buruk sangka, sombong, membanggakan diri, pamer,
kikir dan sifatsifat tercelah yang lain.31
B. Tahalli
Tahalli yakni mensucikan atau menghiasi diri dengan sifat-sifat terpuji,
dengan ta’at lahir dan taat batin.34
31
Asmaran, Pengantar Studi Tasawuf, 67-68
32
Amin Syukur, Pengantar Studi Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), h. 45-46.
33
Asmaran, Pengantar Studi Tasawuf, h. 71.
11
Artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan
berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari
perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran
kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.
C. Tajalli
34
Samsul Munir Amin, Ilmu Tasawuf (Jakarta: Hamzah, 2012), h. 214-220.
35
Abdul Mustaqim, Akhlak tasawuf (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2007), h. 95.
12
Untuk pemantapan dan pendalaman materi yang telah dilalui pada fase
tahalli, maka rangkaian pendidikan mental itu disempurnakan pada fase tajalli.
Tajalli berarti terungkapnya nur ghaib untuk hati. 36
Tajalli ialah lenyap atau hilangnya hijab dari sifat- sifat kebasyariahan
(kemanusiaan), jelasnya nur yang selama itu ghaib, fananya atau lenyapnya
segala yang lain ketika nampaknya wajah Allah.37
7. Tujuan Tasawuf
Tujuan Tasawuf Tasawuf sepenuhnya adalah disiplin ilmu yang berdasarkan
ajaran Islam bertujuan untuk membentuk watak dan pribadi muslim menempuh insan
kamil, dengan cara mengharuskan mereka melaksanakan sejumlah peraturan, tugas
dan kewajiban serta keharusan lain. Dengan demikian dapatlah sekiranya dikatakan
bahwa proses pembentukan insan kamil atau menjadi pribadi muslim yang menyadari
36
Ibid, 72.
37
Ibid, 74
13
sepenuhnya kedudukan dirinya dihadapan Allah SWT adalah merupakan tujuan
utama dari tasawuf.
Selain itu ditarik dari beberapa uraian pengertian tasawuf, maka dapat
dijelaskan bahwa tujuan tasawuf adalah berusaha untuk melepaskan diri dari hawa
nafsu dan keinginan yang dianggap menyimpang dari ajaran-ajaran agama dan
berusaha untuk menyadari kehadiran-Nya. Harun Nasution mengatakan dalam Islam
Rasional bahwa tujuan seorang sufi adalah mendekatkan diri sedekat mungkin dengan
Tuhan sampai ia dapat melihat Tuhan dengan mata hatinya bahkan bersatu dengan ruh
Tuhan. Karena Tuhan adalah Maha Suci, Ia tidak dapat didekati kecuali oleh diri yang
suci. Melalui sholat puasa dan ibadah-ibadah yang lain, seorang sufi melatih diri
untuk menjadi bersih. Maka langkah pertama yang dilakukan oleh calon seorang sufi
adalah membersihkan diri dari segala dosa dengan memperbanyak bertaubat.38
38
Harun Nasution, Islam Rasional (Bandung: Mizan, n.d.), 59.
14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tasawuf merupakan sebuah upaya penyucian diri dari hal-hal yang dapat
melalaikannya dari kewajiban dan tugas-tugasnya sebagai hamba Allah. Timbulnya
tasawuf dalam Islam bersamaan dengan kelahiran agama Islam itu sendiri, bertumbuh di
dalam jiwa pendiri Islam itu sendiri yaitu Muhammad SAW disauk airnya dari Al-Qur‘an
itu sendiri. Karenya, landasan lahirnya tasawuf adalah Al-Qur‘an dan Hadits Nabi.
Adapun pokok ajaran yang dititik beratkan pada tasawuf akhlaki, amali, dan falsafi.
Kedudukan hukum Tasawuf tidak sama dengan rukunrukun Iman dan rukun-rukun Islam
yang sifatnya wajib, tetapi ajaran Tasawuf bersifat sunnah. Karena Tasawuf merupakan
pengontrol jiwa yang bisa membersihkan manusia dari kejahatan dalam hatinya,
melunakkan hawa nafsu yang semakin menjadi raja, sehingga rasa takwa hadir dari hati
yang bersih dan selalu merasa dekat kepada Allah yang menciptakan manusia.
B. Saran
15
DAFTAR PUSTAKA
Pemadi, Pengantar Ilmu Taswuf, (Jakarta: Rinek Cipta, cet, 2, 2004). 32.
Samsul Munir Amin, Ilmu Tasawuf, (Jakarta: Amzah, 2012). 4
Cecep Alba, Tasawuf dan Tarekat, Dimensi Esoteris Ajaran Islam, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2019), 9.
Samsul Munir Amin, Ilmu Tasawuf,…, 3.
Fauqi Hajjaj, Tasawuf Islam & Akhlak (Jakarta: Amzah, 2013), hal 17
Reynold Alleyne Nicholson, The Mystics of Islam (Sacramento, CA: Murine Press, 2007).
Muhammad Fauqi Hajjaj, Tasawuf Islam dan akhlak (Jakarta: Pusaka Amzah, 2011).
Mulyadhi Kartanegara dan Achmad Ta’ yudin, Menyelami lubuk tasawuf (Jakarta: Erlangga,
2006
Sholihin M. Muchlis, Ilmu Akhlaq dan Tasawwuf (Pamekasan: STAIN Pamekasan Press,
2009), 124.
Mustofa Zahri, Kunci Memahami Ilmu Tasawuf, Cet. 1 (Surabaya: Bina Ilmu, 1993), 130.
Rosihon, Akhlak Tasawuf.
Ni’am, Tasawuf Studies, 121.
Kevin W. Fogg, ―Islam in Indonesia‘s Foreign Policy, 1945-1949
https://doi.org/10.14421/ajis.2015.532.303-305.
Zahri, Kunci Memahami Ilmu Tasawuf, 150.
Muhammad Husnur Rofiq dan Prastio Surya, ―Model Pembentukan Karakter Berbasis
Tasawuf Akhlaqi,‖ Ilmuna: Jurnal Studi Pendidikan Agama Islam 1, no. 2 (2019): 65–
81, https://jurnal.stituwjombang.ac.id/index.php/ilmuna/article/view/109.
Musyrifah Marshush Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Indonesia (Fakultas Ushuluddin dan
Filsafat UIN, 2010), 207.
Sholihin, Ilmu Akhlaq dan Tasawwuf, 109.
Sunanto, Sejarah Peradaban, 214.
Annemarie Schimmel, Mystical Dimensions of Islam (Jakarta Selatan: Mizan, 2013); W.T.
Stace, Mysticism and Philosophy (Textbook Publishers, 2003).
Asmaran, Pengantar Studi Tasawuf, 67-68
Amin Syukur, Pengantar Studi Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), h. 45-46.
Abdul Mustaqim, Akhlak tasawuf (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2007), h. 95.
Harun Nasution, Islam Rasional (Bandung: Mizan, n.d.), 59.
16