Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH TASAWUF MELAYU DAN NUSANTARA

“TASAWUF DAN KETENANGAN HIDUP”

Disusun Oleh :

1.Agung Wiradinata (302200006)

2.Khori Albanjari (302200007)

Dosen Pengampu : Ariyandi Batubara, M.Ud.

PROGRAM STUDI AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN THAHA SAIFUDIN JAMBI

2023
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikumWr.Wb.

Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan makalah tentang "Tasawuf dan ketenangan
hidup"

Dalam penyusunan tugas ini, tidak sedikit hambatan yang kami hadapi, namun kami
menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan,
dorongan dari bimbingan dosen pengampu kami sehingga kendala-kendala yang kami hadapi
teratasi. Oleh karena itu kami mengucapkan terimakasih kepada Dosen mata kuliah tasawuf
melayu dan nusantara kepada Bapak Ariyandi Batubara, M.Ud. yang telah memberikan
tugas, petunjuk, kepada kami sehingga kami termotivasi dan bisa menyelesaikan tugas ini.
Semua pihak yang membantu, membimbing, dan mengatasi berbagai kesulitan sehingga
tugas ini selesai.

Kami sadar bahwa Makalah ini jauh dari kesempurnaan, Oleh karena itu, kami dengan
rendah hati menerima saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah
ini. Namun demikian kami berdo’a Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menjadi
sumbangan pemikiran bagi pihak yang membutuhkan, khususnya bagi penulis sehingga
tujuan yang diharapkan dapat tercapai, Amiin.

Wassalamu’alaikumWr.Wb.

Jambi, 13 April 2023

Kelompok

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................................
DAFTAR ISI..............................................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................................
A. Latar Belakang.................................................................................................................................
B. Rumusan Masalah............................................................................................................................
C. Tujuan..............................................................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................................
A. Pengertian tasawuf..............................................................................................................................
B. Hubungan tasawuf dengan akhlak,etika dan moral.............................................................................
C. Tasawuf pada masa hidup Nabi Muhammad SAW.............................................................................
D. Urgensi tasawuf..................................................................................................................................
E. Pengertian zuhud,wara dan muraqabah...............................................................................................
BAB III PENUTUP..................................................................................................................................
A. Kesimpulan......................................................................................................................................
B. Saran................................................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................................

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Problem masyarakat modern adalah depresi dan hampa makna. Hampa makna ini
ditandai saat seseorang merasa terasing dengan diri sendiri, lingkungan sosial, dan
lingkungan kerja, serta kehilangan visi dan misi dalam hidupnya. Mereka menjalani
kehidupan yang membosankan, kesepian, dan kecemasan yang hampir terjadi setiap saat.
Demikian terjadi, karena masyarakat modern sudah kehilangan ruang meditasi
(perenungan). Mereka juga sering melaksanakannya dengan cara yang kurang tepat,
sehingga menyebabkan terputusnya hubungan manusia modern dengan nilai spiritualnya.
Oleh karena itu, mereka membutuhkan pegangan, atau petunjuk jalan, agar tidak terjerat
dalam kepahitan hidup. Selain itu, mereka juga butuh figur dan pembimbing yang sanggup
meniti, dan meluruskan jalan menuju firdaus (Ahmad M. , 2015).

Manusia hidup di dunia ini untuk mencari kualitas hidup. Kualitas hidupnya tidak
hanya terpenuhi dengan semua kebutuhan materialnya, tetapi kualitas hidup yang
sesungguhnya adalah ketika manusia ridha terhadap apa yang telah Allah berikan
kepadanya, sehingga manusia hidup tidak hanya mengedepankan kehidupan duniawi tetapi
menyeimbangkannya dengan mengingat kehidupan ukhrawi.

Ilmu tasawuf memiliki khazanah dan tujuan untuk mencapai hubungan yang intim
antara manusia dan Allah. Hubungan ini membutuhkan kesadaran baik jasmani ataupun
rohani sehingga dialog antara manusia dan Tuhannya mampu menghasilkan ketenangan
dan kebahagiaan. Dialog ini dapat terjadi hanya dengan cara mengasingkan diri dari hal-hal
yang mampu menggoda manusia untuk masuk dalam surga dunia. Fakta sejarah
menuliskan kepribadian nabi Muhammad sebelum diutus menjadi Rasul sangat
mencerminkan pola hidup sufistik dengan cara ialah tahannuts di gua Hira untuk
mengadukan keluh kesahnya terhadap perilaku masyarakat tempatan yang jauh dari aturan-
aturan Allah.

Oleh sebab itu, dalam makalah ini, penulis akan membahas tentang kehidupan, praktik
(akhlak), dan kondisi religius tasawuf nabi Muhammad sebagai sumber tasawuf.

1
B. Rumusan Masalah
 Apa yang dimaksud dengan tasawuf?
 Bagaimana hubungan tasawuf dengan akhlak,etika dan moral?
 Bagaimana tasawuf pada masa hidup Nabi Muhammad SAW?
 Apa urgensi dari tasawuf?
 Apa itu zuhud,wara dan muraqabah ?

C. Tujuan
 Untuk mengetahui defenisi tasawuf
 Untuk mengetahui hubungan tasawuf dengan akhlak,etika dan moral
 Untuk mengetahui tasawuf pada masa hidup Nabi Muhammad SAW
 Untuk mengetahui urgensi dari tasawuf
 Untuk mengetahui pengertian dari zuhud,wara dan muraqabah

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Tasawuf

Kata tasawuf berasal dari kata shufah (kain dari bulu), karena kepasrahan seorang sufi
kepada Allah ibarat kain wol yang dibentangkan. Ada yang berpendapat shifah (sifat)
sebab, seorang sufi adalah orang yang menghiasi diri dengan segala sifat terpuji dan
meninggalkan setiap sifat tercela.

Tasawuf adalah mengingat Allah dan menyatukan bagian-bagian yang terpisah,


kegembiraan yang meluap dan giat mendengarkan bimbingan, suatu perjuangan
individual untuk berusaha menyerupai Nabi Saw (Kabbani, 2007). Selain ada beragam
mazhab fikih dan pemikiran, di tengah masyarakat Islam juga muncul praktik tasawuf.
Kata tasawuf berasal dari sejumlah kata. Sebut saja, misalnya, kata saff yang berarti
barisan dalam shalat berjamaah. Ini merujuk pada seorang sufi atau pelaku tasawuf yang
selalu memilih saf terdepan dalam shalat berjamaah (Hafil, 2020).

 Pengertian tasawuf berdasarkan etimologi


- Berasal dari Kata Shuf
Pengertian Tasawuf juga berasal dari kata Shuf yang berarti bulu domba. Pengertian
ini muncul dikarenakan kaum sufi sering menggunakan pakaian yang berasal dari
bulu domba kasar. Hal ini melambangkan bahwa mereka menjunjung kerendahan hati
serta menghindari sikap menyombongkan diri
- Berasal dari Kata Shuffah
Tasawuf berasal dari istilah shuffah. Shuffah berarti serambi tempat duduk. Suffah
berasal di serambi masjid Madinah yang disediakan untuk mereka yang belum
memiliki tempat tinggal atau rumah dan dari orang-orang muhajirin yang ada di Masa
Rasulullah SAW. Mereka dipanggil sebagai Ahli Suffah atau Pemilik Sufah karena di
serambi masjid Madinah itulah tempat mereka
 Pengertian tasawuf berdasarkan terminologi
- Menurut Imam Junaid

3
Menurut seorang sufi yang berasal dari Baghdad dan bernama Imam Junaid, Tasawuf
memiliki definisi sebagai mengambil sifat mulia dan meninggalkan setiap sifat
rendah.
- Menurut Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili
Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili adalah seorang syekh yang berasal dari Afrika Utara.
Sebagai seorang sufi ia mendefinisikan tasawuf sebagai proses praktek dan latihan
diri melalui cinta yang mendalam untuk ibadah dan mengembailikan diri ke jalan
Tuhan.

Penggunaan tasawuf mengatasi sejumlah masalah moral sehingga sufisme diperlukan


untuk terlibat dalam berbagai peran dalam menyelamatkan kemanusiaan dari kondisi
kebingungan akibat hilangnya nilai-nilai spiritual, memperkenalkan literature atau
pemahaman tentang aspek kebatinan islam, baik terhadap masyarakat islam yang
melupakannya maupun non islam, memberikan penegasan kembali bahwa sesungguhnya
aspek kebatinan islam yakni sufisme adalah jantung ajaran islam, sehingga bila wilayah
ini kering dan tidak berdenyut, maka keringlah aspek-aspek lain ajaran islam.

B. Hubungan Tasawuf Dengan Akhlak,Etika dan Moral


1. Pengertian Akhlak

Kata akhlak berasal dari bahasa Arab khuluq yang jamaknya akhlaq. Menurut bahasa
akhlak adalah perangai, tabiat, dan agama. Dinamakan khuluq karena etika bagaikan
khalqah (karakter) pada dirinya. Dengan demikian khuluq adalah etika yang menjadi
pilihan dan diusahakan seseorang. Adapun etika yang sudah menjadi tabiat bawaannya
dinamakan al-khaym.

2. Pengertian Etika

Etika berasal dari bahasa yunani “ethos” yang berarti kebiasaan (perbiatan).netika
adalah teori tentang perbuatan manusia dilihat dari baik dan buruknya. Etika memurut
filsafat adalah ilmu yang menyelidiki perbuatan baik dan perbuataan buruk dengan
memperhatikan amal perbuatan manusia sejauh dapat diketahui oleh akal pikiran.

3. Pengertian Moral

Moral berasal dari bahasa latin mores. Kata Jama’ dari mos yang berarti adat
kebiasaan. Menurut istilah moral adalah sesuai dengan ide-ide yang umum diterima

4
tentang tindakan manusia. Yang baik dan wajar, sesuai dengan ukuran tindakan yang oleh
umum diterima, meliputi kesatuan social atau lingkungan tertentu

C. Tasawuf Pada Masa Hidup Nabi Muhammad SAW

Nabi Muhammad memiliki kehidupan yang sangat islami dengan tidak meninggalkan
ajaran tasawuf dalam keseharian beliau. Tasawuf yang digunakan oleh nabi Muhammad
merupakan tasawuf murni yang menjadi tulang punggung dari kehidupan Islam, sehingga
siapa saja yang bertasawuf dengan mengharapkan ridha Allah, maka akan dijamin
baginya kesejahteraan di dunia maupun di akhirat (Yunasril, 1987). Para ilmuwan
membagi kehidupan tasawuf nabi Muhammad kedalam dua fase; fase sebelum diangkat
menjadi nabi, dan fase sesudah diangkat menjadi nabi (Al-Taftazani & Abu al-Wafa’ al-
Ghanimi, 1985)

Berbagai versi telah dikemukakan ilmuwan dalam menentukan kapan pertama kali
nabi Muhammad bertasawuf, salah satunya ialah ketika beliau ber-tawaṣul di gua Hira.
Tawaṣul digunakan oleh beliau untuk melatih diri agar meminimalisir kenikmatan
duniawi, melatih fikir, dan menghindari sesuatu yang berlebih-lebihan. Selain melatih
diri, nabi Muhammad kerap melakukan pengamatan terhadap struktur alam semesta
dengan menggunakan mata hatinya, sehingga dengan memperhatikan hal tersebut mampu
meningkatkan kadar keimanan Rasulullah kepada Allah (Zahri, 1998).

Penyucian jiwa yang dilakukan oleh Rasulullah mampu mensucikan hatinya sehingga
hal itu mengantarkan beliau kepada tingkat kerasulan. Peristiwa bersejarah ini ditandai
dengan datangnya Jibril dengan membawa wahyu dari Allah pada tanggal 17 Ramadhan,
yaitu surah al-Alaq ayat 1-5. Dengan diangkatnya Nabi Muhammad menjadi Rasul, maka
Nabi Muhammad mengemban amanah Allah untuk menyelamatkan umat manusia dari
lembah kejahilan dan kesesatan dalam mencapai kebahagiaan hidup duniawi dan
ukhrawi. Demikian juga dengan wahyu yang diturunkan, Rasulullah dapat mebenahi
masyarakat Arab Jahiliyah menjadi masyarakat yang maju sesuai dengan perkembangan
peradaban dan kebudayaan manusia (Said, 1983).

Allah mempercayakan Islam kepada Muhammad setelah beliau melakukan Tahannuts


di dalam Gua Hira’. Tahannuts sendiri menjadi cikal bakal pola kehidupan yang nantinya
akan dihayati para sufisme, dimana mereka menetapkan dirinya sendiri di bawah berbagai
latihan rohaniah, seperti sirna ataupun fana di dalam munajat dengan Allah, sebagai buah

5
dari khalwat. Tahannuts yang dilakukan oleh nabi Muhammad merupakan gaya tahannuts
yang dilakukan para sufi di zaman setelah nabi wafat. Manfaat dari tahannuts ini mampu
memusatkan diri dalam beribadah dan berfikir, mengakrabkan diri di dalam munajat
dengan Allah dengan menghindari perhubungan diantara para makhluk, dan menyibukkan
diri dengan menyingkapkan rahasia -rahasia Allah tentang persoalan dunia dan akhirat
maupun kerajaan langit dan bumi menurut imam al-Ghazali (AlTaftazani & Abu al-Wafa’
al-Ghanimi, 1985).

Pengamalan tasawuf tidak serta merta selalu dalam kemudahan Allah. Wafatnya
penyeman gat hidup beliau, Abu Thalib dan Khadijah sangat memilukan bagi beliau. Pilu
yang beliau rasakan mampu diredamnya dengan ketabahan dan ketenangan hatinya
sehingga Allah memanggilnya untuk melakukan isra’ mi’raj untuk menyenangi hati
beliau.

Selain ketabahan dan ketenangan, beliau mengajari kita untuk senantiasa berlaku
sabar. Kesabaran yang dilakukan Rasulullah merupakan kesabaran yang tiada tandingnya.
Sikap sabar ini tidak pernah luput darinya meskipun dia seorang nabi Allah. Suatu ketika,
Rasulullah mendatangi rumah Aisyah dan beliau tidak mendapati sesuatu yang bisa
dimakan sehingga hal itu mengharuskannya untuk melakukan puasa sunnaḧ. Tidak
sampai disitu, nabi berkunjung ke rumah Allah untuk menghibur lapar yang melandanya
dengan senantiasa berzikir sehingga ketenangan yang dirasakan hatinya mampu meredam
lapar diperutnya.

Pokok-pokok amalan penyucian jiwa yang diajarkan Rasulullah berkutat pada zuhud,
bekerja keras, dan hablum-m-min-n-an-Nas. Beliau mengajarkan bahwa kekayaan yang
sebenarnya bukanlah kekayaan harta benda melainkan kekayaan rohaniah, dan kehidupan
ini yang dianjurkan kepada umatnya (Al-Hajjaj & Muhammad Fauqi, 2011). Bukan
berarti zuhud membuat kita bermalasmalasan, selain harus memuaskan Allah, kita juga
dianjurkan untuk selalu membantu sesama dalam kesusahan dengan niat yang ikhlas
karena Allah (Zahri, 1998).

D. Urgensi tasawuf

Kehidupan terus berkembang, namun aspek kejiwaan masih tetap sama. Dari dulu
hingga saat ini, nafsu ammarah dan lawwamah masih tetap sama. Hanya model dan
rupanya yang berbeda. Penyakit orang modern adalah hedonisme. Mereka hidup berfoya-

6
foya, lupa kepada Allah dan lupa mengembalikan rezeki dari Allah. Lalu, konsumerisme
yaitu memiliki uang dan belanja terus, tapi untuk zakat, infak, dan sedekah susah sekali.
Selanjutnya adalah materialisme. Yakni semuanya dihitung memakai materi.

Penyakit-penyakit ini hanya bisa disembuhkan dengan praktik tasawuf dan tarekat. Ini
adalah penyakit-penyakit jiwa yang dikuasai oleh ammarah dan lawwamah. Lalu, agar
tidak terjebak kepada hedonisme, konsumerisme, dan meterialisme maka belajar tasawuf
sehingga menjadi orang yang zuhud dan wara.

Pengertian zuhud dan wara dalam dunia modern tidak seperti dulu. Dalam kehidupan
modern, boleh memiliki jabatan tinggi tapi jabatan tersebut dianggap sebagai amanah
Allah dan tidak memasukannya ke dalam hati. Pun, memiliki harta yang melimpah
silahkan, namun itu jangan dimasukkan ke dalam hati. Ketika harta dan jabatan diambil
oleh Allah, ia tidak ada beban karena itu memang titipan dari Allah. Orang yang
mengamalkan tasawuf itu memiliki ketenangan batin yang luar biasa. Dia memiliki rasa
tidak memiliki. Kalau orang modern bisa mengamalkan nilai-nilai tasawuf, maka akan
terbangun kesalehan sosial.

E. Pengertian Zuhud, Wara dan Muraqabah


1) Zuhud

Syaikhul Islam rahimahullah mengatakan, zuhud yang disyari’atkan ialah


meninggalkan rasa gemar terhadap apa yang tidak bermanfaat bagi kehidupan akhirat.
Yaitu terhadap perkara mubah yang berlebih dan tidak dapat digunakan untuk membantu
berbuat ketaatan kepada Allah, disertai sikap percaya sepenuhnya terhadap apa yang ada
di sisi Allah.

Sebagaimana firman Allah SWT dalam Sutat Al Qashash ayat 77 yang artinya, “Dan
carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat,
dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat
baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan
janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi”.

2) Wara

7
“Wara’ adalah meninggalkan setiap perkara syubhat (yang masih samar), termasuk
pula meninggalkan hal yang tidak bermanfaat untukmu, yang dimaksud adalah
meninggalkan perkara mubah yang berlebihan.”

3) Muraqabah

Kita juga dapat mendefinisikan muraqabah sebagai: usaha sungguh-sungguh di bawah


naungan kehendak Allah dan menjalani hidup dan suluk kita dengan cara terbaik melalui
keselarasan antara isi hati dengan penampilan di bawah pengawasan Allah s.w.t.. Kondisi
ini hanya dapat terwujud dengan meyakini bahwa Allah selalu melihat segala kondisi
manusia; atau bahwasannya Dia selalu mendengar dan mengetahui ucapan mereka,
mengetahui keadaan mereka lalu menetapkan takdirnya, dan selalu melihat perbuatan
yang mereka lakukan lalu mencatatnya.

Dengan penjelasannya yang gamblang, al-Qur`an mengingatkan kita mengenai


realitas ini seperti yang termaktub dalam ayat: "Kamu tidak berada dalam suatu keadaan
dan tidak membaca suatu ayat dari Al Qur'an dan kamu tidak mengerjakan suatu
pekerjaan, melainkan Kami menjadi saksi atasmu di waktu kamu melakukannya." (QS.
Yunus [10]: 61).

8
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Tasawuf bukanlah sesuatu yang baru dalam Islam. Prinsip-prinsip ajaran Tasawuf
telah ada dalam Islam semenjak Nabi Muhammad diutus menjadi Rasul, bahkan
kehidupan rohani Rasul dan para sahabat menjadi salah satu panutan di dalam melakukan
amalan-malannya. Ini merupakan sangkalan terhadap pendapat yang mengatakan bahwa
Tasawuf merupakan produk asing yang dianut oleh umat Islam. Inti dari ajaran tasawuf
ialah mendekatkan diri kepada Allah dengan melalui tahapan-tahapan (ajaran)Nya yaitu
maqamat dan ahwal.

Ajaran-ajaran tasawuf ini bersumber dari al-Qur’an, Hadits dan perbuatan-perbuatan


sahabat. Banyak kita temui ayat-ayat al-Qur’an yang berhubungan dengan ajaran-ajaran
tasawuf. Mulai dari ajaran dasar tasawuf, maupun tingkatan tingkatan yang harus
ditempuh oleh seorang sufi yang kita kenal dengan nama maqamat dan ahwal. Tujuan
tertinggi dari seorang sufi adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah atau kalau bisa
menunggal dengan Allah.

B. Saran

Penulis menyadari bahwa penulis masih sangat jauh sekali dari kata-kata sempurna,
untuk kedepannya penulis akan lebih jelas dan lebih fokus lagi dalam menerangkan
penjelasan mengenai makalah diatas dengan sumber-sumber yang lebih lengkap dan lebih
banyak lagi, dan tentunya bisa untuk dipertanggung jawabkan.

9
DAFTAR PUSTAKA

Artama Fadila Giovani (2019). Menggapai ketenangan jiwa dan kebahagiaan melalui
berstasyawuf

Widianengsih, R. (2022). Hadits tentang Dzikir Perspektif Tasawuf. Jurnal Penelitian Ilmu


Ushuluddin, 2(1), 166-179.

Afrizal. (2014). Pemikiran Para Filosof Muslim Tentang Jiwa. Jurnal Pemikiran Islam, 2.

Al-Hajjaj, & Muhammad Fauqi. (2011). Tasawuf Islam dan Akhlak. Jakarta: Amzah.

Al-Taftazani, & Abu al-Wafa’ al-Ghanimi. (1985). Sufi Dari Zaman ke Zaman. Bandung:
Bandung Pustaka.

Amin, Z., Mansoor, A., Hussain, S. R., & Hashmat, F. (2016). Impact of Social Media of
Student’s Academic Performance. Nternational Journal of Business and Management
Invention, 5(4), 22–29.

Dalimunthe, R. P. (2016). Amanah dalam Perspektif Hadis. Diroyah: Jurnal Ilmu Hadis,
1(14).

Eriatna, A. W. (2017). Antibacterial Activity of Clay Bentonite and Kaolin Soaps to Bacterial
of Dog Saliva. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Faza, A. M.
(2017).

Wawasan Hadis Nabi Tentang Wara’. Diroyah: Jurnal Ilmu Hadis

10

Anda mungkin juga menyukai