Anda di halaman 1dari 14

Tauhid dan Urgensinya Bagi Kehidup

an Muslim

Dibuat Oleh :
Adenta Putra Fara
NIM : 210701023

Universitas Muhammadiyah Gresik


Your Picture Here

Pengertian Tauhid
“Tauhid”, secara bahasa, adalah kata benda (nomina) yang berasal dari perubahan kata kerja
wahhada–yuwahhidu, yang bermakna ‘menunggalkan sesuatu’. Sedangkan berdasarkan pengertian
syariat, “Tauhid” bermakna mengesakan Allah dalam hal-hal yang menjadi kekhususan diri-Nya.
Kekhususan itu meliputi perkara rububiyah, uluhiyah, dan asma’ wa shifat. (Al-Qaul Al-Mufid, 1:5)
Tauhid diketahui sebagai ilmu yang mempelajari tentang sifat keesaan Allah. Di mana Allah itu
satu, Dzat yang memiliki segala kesempurnaan dan tidak ada satu pun yang bisa menggantikannya.
Selain itu, arti tauhid juga dipahami sebagai sikap meyakini bahwa Allah Maha Suci yang tidak memiliki
kekurangan sedikit pun, seperti yang dimiliki oleh makhluk hidup ciptaannya. Bukan hanya itu,
mempelajari arti tauhid juga termasuk meyakini kebenaran seluruh ajaran Allah yang diturunkan dan
disebarkan oleh para Rasul-Nya.

Dengan begitu, dapat dikatakan bahwa ilmu tauhid menjadi dasar pedoman dalam ajaran
Islam. Ilmu inilah yang akan membantu manusia menetapkan aqidah-aqidah keagamaan melalui dalil
atau aturan yang jelas. Di samping itu, orang yang mampu menerapkan arti tauhid dengan baik dalam
kehidupan, maka akan menjadi individu yang ikhlas dalam menerima setiap ketentuan Allah.
PEMBAGIAN TAUHID
01 Tauhid Rububiyyah

02 Tauhid Uluhiyyah

03 Tauhid Asma Wa Shifat


Tauhid Rububiyyah

Keyakinan yang pasti bahwa hanya Allah semata Rabb dan Pemilik se
gala sesuatu, tidak ada sekutu bagi-Nya, Dia-lah Yang Mahapencipta, Dia
-lah yang mengatur alam dan yang menjalankannya. Dia-lah yang mencip
takan para hamba, yang memberi rizki kepada mereka, menghidupkan da
n mematikannya. Dan beriman kepada qada' dan qadar-Nya serta ke-Esa
an-Nya dalam Dzat-Nya.

Ringkasnya bahwa tauhid Rububiyah Allah Ta'ala dalam segala perbua


tan-Nya. Dalam dalil syar'i telah menegaskan tentang wajibnya beriman k
epada Rububiyyah Allah Ta'ala seperti dalam firman-Nya, "Segala puji ba
gi Allah, Rabb semesta alam" (Al-Fatihah:2)
Tauhid Uluhiyyah

Mengesakan Allah SwT melalui sikap dan perbuatan hamba dengan hanya beriba
dah kepada-Nya, karena yang paling berhak diibadahi, dimintai pertolongan adalah All
ah yang Maha Esa. Implikasi dari tauhid (mengesakan dan menyatukan) adalah bahw
a ibadah mukmin harus disatukan niat dan tujuannya murni (ikhlas) karena Allah, buka
n karena mengharap pujian dari makhluk, dan bukan pula karena pencitraan (riya’).

Tidak boleh siapapun dijadikan sebagai sekutu-Nya dan tidak boleh bentuk ibadah
apapun diperuntukannya kepada selain-Nya, seperi shalat, puasa, zakat, haji,do'a, da
n isti'anah (meminta pertolongan), nadzar, menyembelih, tawakal, khauf (takut), hara
p, cinta dan lain-lain dari macam-macam ibadah yang zahir (tampak) maupun bathin.
Allah Ta'ala berfirman, "Hanya kepada Engkau-lah kami beribadah dan hanya kepada
Engkau-lah kami memohon pertolongan." (Al-Faatihah: 5).

Dan firman-Nya pula, "Dan barangsiapa beribadah kepada ilah yang lain di samping A
llah, padahal tidak ada suatu dalilpun baginya tentang itu, maka sesungguhnya perhit
ungannya disisi Rabb-nya. Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu adalah beruntun
g." (AlMukminun: 117).
Tauhid Asma Wa Shifat

Keyakinan dengan pasti bahwa Allah SWT mempunyai asmaul husna (nama-nama
yang baik), dan sifat-sifat yang mulia. Dia memiliki semua sifat yang sempurna dan su
ci dari segala kekurangan. Dia- lah Yang Maha Esa dan sifat-sifat tersebut, tidak dimili
ki oleh makluk-Nya.
 
Ahlus Sunnah wal Jama'ah Mengetahui Rabb mereka dengan sifat-sifat- Nya y
ang terdapat dalam al-Qur-an dan as-Sunnah. Mereka menyifati Rabb-nya seperti ap
a yang Allah SWT telah sifatkan untuk diri-Nya dan seperti apa yang disifatkan oleh
Rasul-Nya SAW, tidak melakukan tahrif (penyelewengan) ungkapan-ungkapan dari k
onteks pengertian yang sebenarnya, ataupun ilhad (Al- Ilhad yaitu berpaling dari keb
enaran dan termasuk kategori ilhad adalah ta'thil (mengabaikan), tahrif (menyimpang
kan), takyif (menfisualiasikan) dan tamstil (menyerupakan) sifat Allah.

Dan firman-Nya, "Hanya milik Allah Asmaul Husna, maka bermohonlah kepada
-Nya dengan menyebut Asmaul Husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyi
mpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan men
dapatkan balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan." (Al-A'raaf: 180).
Makna dari kalimat Laa Ilaaha Illa-Allah
Kalimat Laa ilaah illa-Allah mengandung dua makna, yaitu makna penolakan
segala bentuk sesembahan selain Allah SWT, dan makna menetapkan bahwa
satu- satunya sesembahan yang benar hanyalah Dia semata

Berkaitan dengan kalimat ini Allah SWT berfirman :

Artinya : “Maka ketahuilah (ilmuilah) bahwasanya tidak ada sesembahan


yang benar selain Allah”. (QS. Muhammad:19)
 
Berdasarkan ayat diatas, bahwa memahami makna syahadat adalah wajib
hukumnya dan mesti didahulukan daripada rukun-rukun islam yang lain.
Rasulullah SAW juga menugaskan : “Barang siapa yang mengucapkan Laa
ilaaha illa-Allah dengan ikhlas maka akan masuk ke dalam surga.” (HR.
Ahmad). Yang dimaksud dengan ikhlas disini adalah memahami,
mengamalkan dan mendakwahkan kalimat tersebut sebelum yang lainnya.
Syarat-syarat Laa Ilaaha Illa-Allah

Bersaksi dengan Laa ilaaha illa-Allah harus dengan tujuh syarat. Tanpa
syarat-syarat itu kesaksian tersebut tidak akan bermanfaat bagi yang
mengikrarkannya. Secara singkat tujuh syarat itu ialah:

1. ‘Ilmu (mengetahui), yang menafikan jahl (Kebodohan)


2. Yaqin (yakin), yang menafikan syak (keraguan)
3. Qabul (menerima), yang menafikan radd (penolakan)
4. Inqiyad (patuh), yang menafikan tark (meninggalkan)
5. Ikhlas, yang menafikan syirik
6. Shidq (jujur), yang menafikan kidzb (dusta)
7. Mahabbah (kecintaan), yang menafikan baghdha’(kebencian)
1. Syarat pertama : ‘Ilmu (mengetahui)
Memahami makna dan maksudnya. Mengetahui apa yang ditiadakan dan apa yang ditetapkan serta menafikan ketidaktahuannya tentang hal
tersebut. Allah SWT berfirman :

Artinya : “ Dan sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah tidak dapat memberi syafaat; akan tetapi (orang yang dapat memberi
syafaat ialah) orang yang mengakui yang hak (tauhid) dan mereka meyakini (nya)”. (QS. Az-Zukhruf:86)
 
Maksudnya orang yang bersaksi dengan Laa ilaaha illa-Allah dan memahami
dengan hatinya apa yang diikrarkan oleh lisannya. Seandainya, tetap tidak mengerti apa maknanya, maka persaksian itu tidak sah dan tidak
berguna.

2. Syarat kedua : Yaqin (Yakin)


Orang yang mengikrarkannya harus meyakini kandungan kalimat Laa ilaaha illa-Allah itu. Manakala ia meragukannya maka sia-sia belaka
persaksian itu. Allah SWT berfirman:
 
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak
ragu-ragu”. (QS. Al-Hujurat:15)
 
Kalau ia ragu maka ia menjadi munafik. Nabi Muhammad SAW bersabda: “Siapa yang engkau temui di balik tembok (kebun) ini, yang
menyaksikan bahwa tiada Ilah selain Allah dengan hati yang meyakininya, ia tidak berhak masuk surga.

3. Syarat ketiga: Qabul (Menerima)


Menerima kandungan dan konsekuensi dari Laa ilaaha illa-Allah; menyembah Allah semata dan meninggalkan ibadah kepada selain-Nya. Siapa
yang mengucapkannya, tetapi tidak menerima dan menaati, maka ia termasuk orang-orang yang difirmankan Allah SWT:
 
Artinya : Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka: Laa ilaaha illa-Allah” (Tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan
Allah SWT) mereka menyombongkan diri. Dan mereka berkata: “Apakah sesungguhnya kami harus meninggalkan sembahan-sembahan kami karena
seorang penyair gila?”. (QS. Ash-Shafat: 35-36)
 
4. Syarat keempat: Inqiyaad (Tunduk dan Patuh)
Allah SWT berfirman:
 
Artinya : “ Dan barang siapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang dia orang yang berbuat kebaikan, maka sesungguhnya ia telah berpegang
kepada buhul tali yang kokoh” .( QS. Luqman: 22)
 
5. Syarat kelima : Shidq (Jujur)
Mengucapkan kalimat laa ilaaha illa-Allah dan hatinya juga membenarkannya. Manakala lisannya mengucapkan , tetapi hatinya mendustakan,
maka ia adalah munafik dan pendusta. Allah SWT berfirman :
 
6. Syarat keenam : Iklas
Membersihkan amal dari segala debu-debu syirik, dengan jalan tidak mengucapkannya karena mengingkari isi dunia, riya’ atau sum’ah. Dalam
hadis Rasulullah dikatakan :” Sesungguhnya Allah mengharamkan atas neraka orang yang mengucapkan laa ilaaha illa-Allah karena menginginkan
ridha Allah”. (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
 
7. Syarat ketujuh : Mahabbah (kecintaan)
Maksudnya mencintai kalimat laa ilaaha illa-Allah, juga mencintai orang- orang yang mengamalkan konsekuensinya. Allah SWT berfirman :
 
Artinya : “Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan- tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana
mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat beriman sangat cinta kepada Allah”. (QS. Al-Baqarah:165)
 
Maka ahli tauhid mencintai Allah dengan cinta yang tulus bersih sedangkan ahli syirik mencintai Allah dan mencintai yang lainnya. Hal ini sangat
bertentangan dengan isi kandungan laa ilaaha illa-Allah.
Konsekuensi Laa ilaaha illa-Allah
Meninggalkan ibadah kepada selain Allah dari segala macam yang dipertuhankan sebagai
keharusan dari peniadaan laa ilaaha illa-Allah. Dan beribadah kepada Allah semata tanpa unsur
kesyirikan sedikit pun , sebagai keharusan dari penetapan illa-Allah.

Banyak orang yang mengikrarkan tetapi melanggar konsekuensinya. Sehingga mereka menetapkan
ketuhanan yang sudah dinafikan , baik berupa makluk, kuburan , pepohonan , bebatuan serta para
thaghut lainnya. Dengan kata lain, orang tersebut mengamalkan apa yang diperintahkan oleh Allah dan
menjauhi segala yang dilarang-Nya.
Tauhid Sebagai Landasan Bagi Semua Aspek Kehidupan

Tauhid dalam pandangan islam akan merupakan akar yang melandasi setiap aktivitas manusia. Kekokohan
dan tegaknya tauhid mencerminkan luasnya pandangan, timbulnya semangat beramal dan lahirnya sikap
optimistik. Sehingga tauhid dapat digambarkan sebagai sumber segala perbuatan (amal shalih) manusia.
 
Sebetulnya formulasi tauhid terletak pada realitas social. Apapun bentuknya,tauhid menjadi titik sentral
dalam melandasi dan mendasari aktivitas. Tauhid harus diterjemahkan ke dalam realitas historis-empiris. Tauhid
harusnya dapat menjawab semua problematika kehidupan modernitas,dan merupakan senjata pamungkas yang
mampu memberikan alternatif yang lebih anggun dan segar.
 
Tujuan tauhid adalah memanusiakan manusia. Itu sebabnya dehumanisasi merupakan tantangan tauhid
yang harus dikembalikan pada tujuan tauhid,yaitu memberikan perubahan terhadap masyarakatnya. Perubahan
itu didasarkan pada cita- cita profetik yang diderivikasikan dari misi historis sebagaimana tertera dalam firman
Allah :
 
Artinya: “Engkau adalah umat terbaik yang diturunkan di tengah manusia untuk mengekkan
kebaikan,mencegah kemungkaran dan beriman kepada Allah”. (QS.Ali ‘Imran: 110).
.
Jaminan Allah SWT Bagi Ahli Tauhid
Tauhid memiliki kedudukan yang sangat agung dalam islam. Oleh karena itu, bagi siapa yang mampu merealisasikan
tauhid dengan benar akan mendapat beberapa keistimewaan. Bagi orang-orang yang termasuk ahli tauhid, Allah
menjanjikan banyak kebahagiaan, baik di dunia maupun di akhirat. Antara Lain :
1. Ahli Tauhid Mendapatkan Keamanan dan Petunjuk
2. Ahli Tauhid Dijamin Masuk Surga
3. Ahli Tauhid Diharamkan Dari Neraka
4. Ahli Tauhid Diampuni Dosa Dosa nya
5. Jaminan Bagi Masyarakat Yang Bertauhid

Dengan demikian, cukup besar dan banyak keutamaan yang Allah


limpahkan bagi para hamba-Nya yang bertauhid. Tentu manusia bertingkat-
tingkat dalam mewjudkan tauhid kepada Allah swt. Mereka tidak berada pada
satu tingkatan. Masing-masing menggapai keutamaan tauhid sesuai dengan
prestasi dalam menerapkan tauhid.
Thank you
Any Question?

Anda mungkin juga menyukai