Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH AGAMA

SEMESTER GANJIL 2016 2017

Moral, Etika dan Akhlak

Kelas A

Disusun oleh :
Soleh 260110160003
Nadia Fauziah 260110160011
Nisrina Hasna M 260110160013
Nadya Galuh K 260110160017
Hafida Aulia Q 260110160019
Savira Permatasari 260110160022
Bestka Zausha 260101600026
Felia 2601101600037
Idzni Rusydina 2601101600040

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga makalah ini dapat diselesaikan.
Dalam makalah ini kami membahas seputar Moral, Etika dan Akhlak.
Untuk itu, semoga hasil yang kami buat ini dapat menjadi acuan bagi kami
khususnya para pembaca agar memiliki wawasan yang lebih luasdan dapat dijadikan
ilmu yang bermanfaat untuk kehidupan.
Kami sebagai penulis berterima kasih kepada pihak-pihak yang telah
membantu dalam proses penyusunan makalah ini.
Akhir kata semoga laporan ini dapat memberikan manfaat bagi kami dan
khususnya bagi pembaca sekalian.

Jatinangor, 27 November2016

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................xi

DAFTAR ISI................................................................................................................x

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang1

1.2. Rumusan Masalah...2

1.3. Tujuan.2

BAB II PEMBAHASAN
2.1. Akhlak..3
2.1.1 Pengertian akhlak
2.1.2 Karakteristik akhlak
2.1.3 Proses terbentuknya akhlak
2.1.4 Jenis jenis akhlak
2.1.5 Faktor-faktor yang Membentuk Akhlak
2.1.6 Aktualisasi akhlak
2.1.7 Hubungan akhlak dengan akidah
2.2. Moral....5
2.2.1 Pengertian moral
2.2.2 Penyerapan Moralitas kedalam hukum islam
2.3 Etika6
2.3.1 Etika dalam islam
2.3.2 Etika dalam peraulan
BAB III PENUTUP

3.1. Simpulan10

DAFTAR PUSTAKA..11
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pengertian akhlak, moral dan etika yang mencakup tingkah laku, tabiat,
perangai, karakter manusia yang baik maupun buruk dalam hubungannya dengan
Allah Swt atau dengan sesama makhluk. Perbedaan antara akhlak, moral dan etika
memang tipis. Dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam pergaulan, manusia
mampu menilai perilaku orang lain, apakah itu bagus atau jelek. Hal tersebut dapat
terlihat dari cara bertutur kata dan bertingkah laku. Seorang muslim dikatakan
sempurna jika telah memahami dan menerapkan ayat Al-Quran dalam kehidupan
sehari-hari. Di era kemajuan teknologi informasi seperti saat ini, sangat
mempengaruhi karakter seseorang.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan akhlak, moral dan etika ?
2. Bagaimana hubungan antara akhlak, moral dan etika dalam islam

C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari akhlak, moral, dan etika
2. Mengetahui bagaimana akhlak, moral dan etika dalam persepsi islam
BAB II
PEMBAHASAN
A. AKHLAK
1. Pengertian Akhlak
Pengertian akhlak ialah hal ihwan yang melekat pada jiwa (Sanubari). Dari
situ timbul perbuatan-perbuatan secara mudah tanpa dipikir panjang dan diteliti
terlebih dahulu (Spontanitas). Apabila hal ihwal atau tingkah laku itu menimbulkan
perbuatan-perbuatan baik dan terpuji menurut pikiran dan syariah, maka tingkah laku
itu disebut ahklak yang baik. Apabila menimbulkan perbuatan-perbuatan yang buruk,
maka tingkah laku disebut ahklak yang buruk. Ahklak terpuji dan baik tidak akan
terbentuk begitu saja, landasan dalam islam adalah Al-Quran dan al-hadits. Dari
kedua landasan inilah dijelaskan kreteria demi kreteria antara kebajikan dan
kejahatan, keutamaan dan keburukan, terpuji dan tercelah. Kedua Landasan itupula
yang dapat dijadikan cermin dan ukuran akhlak muslim. Ukuran itu ialah iman dan
takwa semakin tinggi keimanan dan ketakwaan semakin tinggi keimanan dan
ketakwaan seseorang, akan seakin baik pula ahlaknya, namun sebaliknya, semakin
rendah nilai keimanan dan ketakwaan seseorang maka akan semakin rendah pula
kualitasnya (Mohlimo, 2016).
Secara bahasa bentuk jamak dari akhlak adalah khuluq, yang memiliki arti
tingkah laku, perangai dan tabiat. Secara istilah, akhlak adalah daya kekuatan jiwa
yang mendorong perbuatan dengan mudah dan spontan tanpa dipikir dan direnungkan
lagi. (Azyumadi.2002.203-204).

Akhlak Mulia
Pengertian akhlak mulia bisa diartikan sebagai perbuatan yang terpuji dan
Islami. Kata mulia yang berada di belakang kata akhlak dalam hal menempati posisi
sebagai sifat. Merupakan perbuatan yang dilakukan dengan mudah, disengaja,
mendarah-daging dan sebenarnya yang didasarkan pada ajaran Islam. Akhlak dalam
ajaran agama tidak dapat disamakan dengan etika atau moral, walaupun etika dan
moral itu diperlukan dalam rangka menjabarkan akhlak yang berdasarkan agama
(akhlak Islami).

2. Karakteristik Akhlak

Secara sederhana akhlak Islami dapat diartikan sebagai akhlak yang


berdasarkan ajaran Islam atau akhlak yang bersifat Islami. Kata Islam yang berada di
belakang kata akhlak dalam hal menempati posisi sebagai sifat. Dengan demikian
akhlak Islami adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah, disengaja, mendarah-
daging dan sebenarnya yang didasarkan pada ajaran Islam. Akhlak dalam ajaran
agama tidak dapat disamakan dengan etika atau moral, walaupun etika dan moral itu
diperlukan dalam rangka menjabarkan akhlak yang berdasarkan agama (akhlak
Islami). Hal yang demikian disebabkan karena etika terbatas pada sopan santun antara
sesama manusia saja, serta hanya berkaitan dengan tingkah laku lahiriah. Jadi ketika
etika digunakan untuk menjabarkan akhlak Islami, itu tidak berarti akhlak Islami
dapat dijabarkan sepenuhnya oleh etika atau moral.

3. Proses Terbentuknya Akhlak


Reinforcement merupakan penguatan yang diberikan terhadap perilaku
manusia. Reinforcement dibedakan menjadi 2, yaitu reinforcement positif dan
reinforcement negative. Ketika dalam berperilaku manusia mendapatkan
reinforcement positif, maka ia akan merasakan kenikmatan, kenyamanan dalam
perilakunya. Sehingga perilaku tersebut akan selalu diulang ulang, dan akan
menjadi sebuah akhlak. Misalkan, anak yang hidup di keluarga yang sangat sayang
kepada anaknya, anak tersebut ketika habis makan, piringnya dicucikan pembantu,
makan diambilkan, orang tua membiarkan anaknya berperilaku seperti itu bahkan
semakin disayang. Hal ini merupakan reinforcement positif, yang membuat ia
merasakan kenyamanan dan kenikmatan, sehingga ia akan sering melakukan perilaku
tersebut, ia menjadi terkondisikan untuk dimanja, sehingga ia akan memiliki
kepribadian anak yang manja. Tetapi saat ia berperilaku manja dengan tidak mencuci
piring setelah makan, dan orang tuanya memarahi dia bahkan memukul. Ia akan
menjadi jera dan tidak akan mengulangi perbuatannya tersebut, hal inilah yang
disebut reinforcement negative. Dalam Islam, reinforcement positif ini bisa berbentuk
penghargaan atau pujian, pahala, masuk surga yang membuat orang akan ketagihan
untuk berperilaku baik, sehingga membentuk kepribadian yang baik. Sebaliknya,
hinaan, hukuman atau dosa, masuk neraka, merupakan reinforcement negative, yang
membuat orang tidak akan mengulangi perilaku buruknya, sehingga tidak terbentuk
akhlak negative.

4. Jenis jenis Akhlak


Dari segi sifatnya, akhlak dikelompokkan menjadi dua, yaitu pertama, akhlak
yang baik, atau disebut juga akhlak mahmudah (terpuji) atau akhlak al-karimah; dan
kedua, akhlak yang buruk atau akhlak madzmumah.
a. Akhlak Mahmudah
Akhlak mahmudah adalah tingkah laku terpuji yang merupakan tanda
keimanan seseorang. Akhlak mahmudah atau akhlak terpuji ini dilahirkan dari sifat-
sifat yang terpuji pulaSifat terpuji yang dimaksud adalah, antara lain: cinta kepada
Allah, cinta kepada rasul, taat beribadah, senantiasa mengharap ridha Allah,
tawadhu, taat dan patuh kepada Rasulullah, bersyukur atas segala nikmat Allah,
bersabar atas segala musibah dan cobaan.
b. Akhlak Madzmumah
Akhlak madzmumah adalah tingkah laku yang tercela atau perbuatan jahat
yang merusak iman seseorang dan menjatuhkan martabat manusia. Sifat yang
termasuk akhlak mazmumah adalah segala sifat yang bertentangan dengan akhlak
mahmudah, antara lain: kufur, syirik, munafik, fasik, riya, dengki, bohong, mengadu
domba, sombong, putus asa, kotor, mencemari lingkungan, dan merusak alam.
Demikianlah antara lain macam-macam akhlak mahmudah dan madzmumah. Akhlak
mahmudah memberikan manfaat bagi diri sendiri dan orang lain, sedangkan akhlak
madzmumah merugikan diri sendiri dan orang lain. Allah berfirman dalam surat At-
Tin ayat 4-6. Yang artinya:
Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik -
baiknya. Kemudian Kami kembalikan mereka ke tempat yang serendah-rendahnya
(neraka). Kecuali yang beriman dan beramal shalih, mereka mendapat pahala yang
tidak ada putusnya.

5. Faktor-faktor yang Membentuk Akhlak

Banyak sekali faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan Akhlak antara lain


adalah:
Insting (Naluri)
Insting merupakan tabiat yang dibawa manusia sejak lahir. Para Psikolog
menjelaskan bahwa insting berfungsi sebagai motivator penggerak yang mendorong
lahirnya tingkah laku antara lain adalah: a. Naluri Makan (nutrive instinct). Manusia
lahir telah membawa suatu hasrat makan tanpa didorang oleh orang lain. b. Naluri
Berjodoh (seksul instinct). c. Naluri Keibuan (peternal instinct) tabiat kecintaan orang
tua kepada anaknya dan sebaliknya kecintaan anak kepada orang tuanya. d. Naluri
Berjuang (combative instinct). Tabiat manusia untuk mempertahnkan diri dari
gangguan dan tantangan.

6. Aktualisasi Akhlak
Akhlak yang perlu diaktualisasikan dalam kehidupan adalah sebagai berikut:
1. Akhlak kepada Allah swt.
a. Mentauhidkan Allah swt. (QS. Al-Ikhlas/112:1-4)
b. Beribadah kepada Allah swt. (QS. Adz-Dzaariyat/51:56)
c. Berdzikir kepada Allah swt. (QS. Ar- Rad/13:28)
d. Tawakkal kepada Allah swt. (QS. Hud/111:123)
2. Akhlak terhadap diri sendiri
a. Sabar (QS. Al-Baqarah/2:153)
b. Syukur (QS. An-Nahl/16:14)
c. Tawaddu (QS. Luqman/31:18)
d. Iffah, yaitu mensucikan diri dari perbuatan terlarang (QS. Al-Isra/17:26)
e. Amanah (QS. An-Nisa/14:58)
f. yajaah (QS. Al-Anfaal/18:15-16) g. Qanaah (QS. Al-I?sra/17:26)
3. Akhlak terhadap orang lain
a. Akhlak terhadap kedua orang tua (QS. Al-Isra/17:23-24)
b. Akhlak terhadap keluarga, yaitu mengembangkan kasih sayang, keadilan
dan perhatian. (QS. An-Nahl/16:90 dan QS. At-Tahrim/66:6)
c. Akhlak terhadap tetangga (QS. An-Nisa/4:36)
4. Akhlak terhadap lingkungan Berakhlak terhadap lingkungan hidup
Dimana manusia menjalin dan mengembangkan hubungan yang harmonis
dengan alam sekitarnya. Allah menyediakan kekayaan alam yang melimpah
hendaknya disikapi dengan cara mengambil dan memberi dari dan kepada alam serta
tidak dibenarkan segala bentuk perbuatan yang merusak alam. Maka alam yang
terkelola dengan baik dapat memberi manfaat yang berlipat ganda, sebaliknya alam
yang dibiarkan merana dan diambil manfaatnya saja justru mendatangkan malapetaka
bagi manusia. (QS. Al-Qashash/28:77, QS. ar-Rum/30:41, dan QS. Hud/11:61).

7. Hubungan Akhlak dengan Akidah


Sesuai dengan pengertian di atas, akhlak merupakan manifestasi iman, Islam
dan Ikhsan sebagai refleksi sifat dan jiwa yang secara spontan dan terpola pada diri
seseorang sehingga melahirkan perilaku yang konsisten dan tidak tergantung pada
pertimbangan berdasarkan keinginan tertentu. Semakin kuat dan mantap keimanan
seseorang, semakin taat beribadah maka akan semakin baik pula akhlaknya. Dengan
demikian, akhlak tidak dapat dipisahkan dengan ibadah dan tidak pula dapat
dipisahkan dengan akidah karena kualitas akidah akan sangat berpengaruh pada
kualitas ibadah yang kemudian juga akan sangat berpengaruh pada kualitas akhlak.
Akidah dalam ajaran Islam merupakan dasar bagi segala tindakan muslim agar tidak
terjerumus kedalam perilaku-perilaku syirik. Syirik disebut sebagai kezaliman karena
perbuatan itu menempatkan ibadah tidak pada tempatnya dan memberikannya kepada
yang tidak berhak menerimanya. Oleh karena itu muslim yang baik akan menjaga
segala ryang memiliki akidah yang benar, ia akan mampu mengimplementasikan
tauhid itu dalam bentuk akhlak yang mulia (akhlakul karimah). Allah berfirman
dalam surat Al-Anam (06) : 82 :

Artinya : Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka


dengan kezaliman (syirik), mereka Itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu
adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.
Orang yang mendapat petunjuk adalah mereka yang tahu bersyukur, sehingga
perbuatan mereka senantiasa sesuai dengan petunjuk Allah. Inilah yang dimaksud
dengan akhak mulia. Dengan demikain ada hubungan yang amat erat antara akidah
dengant akhlak, bahkan keduanya tidak dapat dipisahkan.

B. MORAL
1. Pengertian Moral
Arti moral dari segi bahasa berasal dari bahasa latin, mores yaitu jamak dari
kata mos yang berarti adapt kebiasaan. Di dalam kamus umum bahasa Indonesia
disebutkan bahwa moral adalah penentuan baik buruk terhadap perbuatan dan
kelakuan. Selanjutnya moral dalam arti istilah adalah suatu istilah yang digunakan
untuk menentukan batas-batas dari sifat, perangai, kehendak, pendapat atau perbuatan
yang secara layak dapat dikatakan benar, salah, baik atau buruk.Pengertian akhlak,
moral dan etika yang memiki objek sama, yaitu sama-sama membahas tentang
perbuatan manusia selanjutnya ditentukan posisinya apakah baik atau buruk. Moral
adalah istilah yang digunakan untuk memberikan batasan terhadap aktifitas manusia
dengan nilai (ketentuan) baik atau buruk, benar atau salah. Bisa dibayangkan jika
hidup ini tidak ada ketiganya, maka orang akan dengan semena-mena menyakiti
orang lain tanpa ada rasa bersalah ataupun berdosa.
Dari segi etimologi (ilmu asal usul kata), etika berasal dari bahasa Yunani,
ethos yang berarti watak kesusilaan atau adat. Dalam kamus umum bahasa Indonesia,
etika diartikan ilmu pengetahuan tentang akhlak (moral). Dari pengertian kebahsaan
ini terlihat bahwa etika berhubungan dengan upaya menentukan tingkah laku
manusia. Adapun arti etika dari segi istilah, telah dikemukakan para ahli dengan
ungkapan yang berbeda-beda sesuai dengan sudut pandangnya.
Di kalangan masyarakat luas terdapat berbagai pendapat tentang hubungan
moral dan agama. Dalam islam, agama merupakan sumber utama dari moralitas
manusia, jadi moralitas merupakan bagian dari agama, yakni sebagai pedoman
bagaimana manusia seharusnya bertingkah laku sesuai dengan ajaran agama
(Adisusilo, 2014).
Sebagaimana Fazlur Rachman katakan, bahwa dasar ajaran al-Quran adalah
moral yang memancarkan titik beratnya pada monoteisme dan keadilan sosial.
Hukum moral tidak dapat diubah; Ia merupakan perintah Tuhan; manusia tidak dapat
membuat hukum moral: bahkan ia sendiri harus tunduk kepadanya, ketundukan itu
disebut Islam dan perwujudannya dalam kehidupan disebut ibadah atau pengabdian
kepada Allah SWT (Rahman, 1992).
Moral, akhlaq dan etika dalam pengetiannya yang mendasar, sebagai konsep
dan ajaran yang komprehensif yang menjadi pangkal pandangan hidup tentang baik
dan buruk, benar dan salah yang mencakup keseluruhan pandangan dunia dan
pandangan hidup.
Pembahasan baik dan buruk menurut al-Quran dapat dibagi dalam beberapa
pokok bahasan. Antara lain:

al-Haq dan al-Batil (kebenaran dan kebatilan),

al-Islah dan al-Ifsad (perbaikan dan penghancuran),

al-Tayyib dan al-Khabis| (yang baik dan yang buruk),


al-Hasanah dan al-Sayyiah (kebaikan dan keburukan).

2. Penyerapan Moralitas kedalam hukum Islam

Seringkali agama dipahami hanya menyangkut masalah spiritual, sehingga


muncul anggapan bahwa agama dan hukum tidak sejalan. Adanya hukum adalah
untuk memenuhi kebutuhan sosial dan karenanya mengabdi kepada masyarakat,
sedangkan agama adalah untuk mengontrol masyarakat dan mengekangnya agar tidak
menyimpang dari norma-norma etika yang ditentukannya. Agama menekankan
moralitas, perbedaan antara benar dan salah, baik dan buruk, sedangkan hukum
duniawi menfokuskan diri pada kesejahteraan material dan kurang jelas hubungannya
dengan moralitas.

Di dalam Islam, moralitas yang berasal dari agama adalah bagian integral dari
manusia. Manusia mungkin dapat menetapkan moralitasnya sendiri tanpa agama,
tetapi dengan mudah ia akan menggunakannya untuk kepentingannya sendiri
sehingga ukuran moral dapat berubah-ubah. Moralitas agama tidak demikian, ia
berasal dari Tuhan, berhubungan dengan akal sehat, hati nurani dan keyakinan kepada
Allah. Karena itu, integritas yang baik tidak mungkin diharapkan di luar agama.

Ruang lingkup hukum Islam mencakup semua bentuk hubungan, baik kepada
Tuhan maupun kepada manusia. Karena sumber, sifat dan tujuannya, hukum Islam
secara ketat diikat oleh etika agama. Berdasarkan fungsi utama, hukum Islam
mengklasifikasikan tindakan yang berkenaan dengan standar mutlak baik dan buruk
yang tidak dapat ditentukan secara rasional, karena Tuhan sendirilah yang
mengetahui apa yang benar-benar baik dan buruk. Dalam masyarakat Islam, hukum
bukan hanya faktor utama, tetapi juga faktor pokok yang memberikannya bentuk.
Masyarakat Islam secara ideal harus sesuai dengan kitab hukum, sehingga tidak ada
perubahan sosial yang mengacaukan atau menimbulkan karakter tak bermoral dalam
masyarakat. Hukum Islam harus berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip moralitas
seperti yang dinyatakan oleh Islam. Syariat Islam merupakan kode hukum dan
sekaligus kode moral. Ia merupakan pola yang luas tentang tingkah laku manusia
yang berasal dari otoritas kehendak Allah, sehingga garis pemisah antara hukum dan
moralitas sama sekali tidak bisa ditarik secara jelas.

Di dalam al-Quran pada umumnya tidak ada perbedaan tegas antara moral
dan peraturan hukum. Al-Quran membicarakan hal-hal fundamental untuk
membedakan yang hak dan yang batil, baik dan buruk, yang pantas dan yang tidak
pantas. Ajaran al-Quran semata-mata menunjukkan standar tingkah laku yang dapat
diterima dan tidak dapat diterima. Islam melarang perzinaan seraya melukiskannya
sebagai perbuatan yang amat tidak pantas (fahisyah dan maqt) serta seburuk-
buruknya jalan dan pelakunya diancam dengan hukuman cambuk seratus kali di
depan umum. Hukuman biasanya terkait dengan pelanggaran yang merugikan orang
lain, tetapi di sini jelas terlihat bahwa Islam menganggap jahat terhadap perbuatan
tidak jelas siapa korbannya. Islam juga melarang praktek membungakan uang (riba)
dan secara ekplisit mengaitkan ketaatan untuk meninggalkannya dengan taruhan
keimanan serta menegaskan bahwa Allah dan RasulNya memproklamirkan perang
kepada mereka yang tetap memungut riba. Islam peduli pada regulasi keuntungan
ekonomi yang bermoral. Sebaliknya, kreditur supaya memberi kelonggaran waktu
(tanpa memungut bunga) kepada debitur yang mengalami kesulitan untuk membayar
kembali utangnya pada waktu yang telah dijanjikan. Jika debitur sungguh-sungguh
tidak mampu lagi untuk melunasi hutangnya, bahkan kreditur dianjurkan supaya
menyedekahkannya. Demikian pula, Hukum Islam melarang pedagang mengurangi
hak pembeli, baik dalam takaran, timbangan maupun ukuran. Sementara itu, Nabi
mengajarkan bahwa mampu melunasi hutang tetapi menunda pelunasan itu adalah
kezaliman.

Tradisi pemikiran hukum dalam Islam selalu memandang hukum dalam cara
pandang religius, yaitu bahwa hukum dipandang sebagai aspek integral dari agama.
Bagi Muslim, agama adalah hukum Tuhan yang mengandung prinsip-prinsip moral
yang universal. Agama ini juga mengandung detail tentang cara hidup manusia,
bagaimana ia berhubungan dengan tetangga, bagaimana ia berhubungan dengan
Tuhan, bagaimana ia makan, mengembangkan keturunan dan tidur. Juga bagaimana
ia melakukan jual beli di pasar dan bagaimana pula ia melakukan peribadatan kepada
Tuhannya. Hukum ini mengandung semua aspek kehidupan manusia dan terkandung
di dalamnya bimbingan bagi Muslim untuk hidup sesuai dengan kehendak Tuhan
dengan menunjukkan dari sudut pandang religius tindakan dan barang mana yang
harus dilakukan (wajib), mana yang dianjurkan (mandub), mana yang terlarang
(haram), mana yang kurang baik (makruh) dan mana yang tidak terlarang dan tidak
dianjurkan (mubah).
Dengan meletakkan norma-norma moralitas khusus, hukum Allah meletakkan
aturan-aturan universal bagi perbuatan manusia. Karena ada ukuran yang asli pada
moral Islam itulah, maka pergeseran dalam moral masyarakat Islam mempunyai
lapangan yang sempit. Artinya, pertumbuhan yang menyimpang dari alur-alur yang
semula dikira baik atau jelek kemudian melenceng sedemikian rupa sedikit sekali
kemungkinannya. H.A.R. Gibb menulis bahwa hukum Islam memiliki jangkauan
paling jauh dan alat efektif dalam membentuk tatanan sosial dan kehidupan
masyarakat Islam. Otoritas moral hukum (Islam) membentuk struktur sosial Islam
yang rapi dan aman melalui semua fluktuasi keberuntungan politis. Hukum Islam
memiliki norma-norma baik dan buruk, kejahatan dan kebajikan, yang masyarakat
secara ideal harus menyesuaikan diri dengannya. Oleh karena itu, hukum Islam
mempengaruhi semua aspek kehidupan sosial, ekonomi dan semua aspek sosial
lainnya.

C. ETIKA
Etika dalam islam disebut akhlak. Berasal dari bahasa Arab al-akhlakyang
merupakan bentuk jamak dari al-khuluq yang berarti budi pekerti, tabiat atau watak
yang tercantum dalam al-quran sebagai konsideran. (Pertimbangan yg menjadi dasar
penetapan keputusan, peraturan) Sesungguhnya engkau Muhammad berada di atas
budi pekerti yang agung (Q.S Al-Qalam: 4)
1. Etika merupakan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan upaya
menentukan perbuatan yang di lakukan manusia untuk dikatakan baik atau
buruk, dengan kata lain aturan atau pola tingkah laku yang dihasilkan oleh
akal manusia.
2. Etika secara etimologi berasal dari bahasa Yunani ethos, yang berarti adat
kebiasaan.
3. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, etika diartikan ilmu pengetahuan
tentang asas asas akhlak. Ahmad Amin menegaskan etika ialah ilmu yang
menjelaskan arti baik dan buruk, menjelaskan apa yang seharusnya dilakukan
oleh manusia.
4. Etika secara terminologis, menurut Ahmad Amin etika ialah ilmu yang
menjelaskan arti baik dan buruk yang seharusnya dilakukan oleh manusia.
5. Etika dalam Encyclopedia Britania dinyatakan sebagai filsafat moral, yaitu
studi tentang sifat dasar dari konsep baik dan buruk, harus benar dan salah.
6. Etika adalah sebuah tatanan perilaku berdasarkan suatu sistem tata nilai suatu
masyarakat tertentu, Etika lebih banyak dikaitkan dengan ilmu atau filsafat,
karena itu yang menjadi standar baik dan buruk itu adalah akal manusia. Etika
bersifat relatif yakni dapat berubah-ubah sesuai dengan tuntutan zaman.
1. Etika dalam Islam
Etika adalah sebuah tatanan perilaku berdasarkan suatu sistem tata nilai suatu
masyarakat tertentu. Moral adalah secara etimologis berarti adat kebiasaan, susila.
Jadi moral adalah perilaku yang sesuai dengan ukuran-ukuran tindakan yang oleh
umum di terima, meliputi kesatuan sosial/lingkungan tertentu. Sedangkan akhlak
adalah ilmu yang menentukan batas antara baik dan buruk tentang
perkataan/perbuatan manusia lahir dan batin.
Didalam Islam, etika yang diajarkan dalam Islam berbeda dengan etika
filsafat. Etika Islam memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Etika Islam mengajarkan dan menuntun manusia kepada tingkah laku yang
baik dan menjauhkan diri dari tingkah laku yang buruk.
2. Etika Islam menetapkan bahwa yang menjadi sumber moral, ukuran baik dan
buruknya perbuatan seseorang didasarkan kepada al-Quran dan al-Hadits
yang shohih.
3. Etika Islam bersifat universal dan komprehensif, dapat diterima dan dijadikan
pedoman oleh seluruh umat manusia kapanpun dan dimanapun mereka
berada.
4. Etika Islam mengatur dan mengarahkan fitrah manusia kejenjang akhlak yang
luhur dan mulia serta meluruskan perbuatan manusia sebagai upaya
memanusiakan manusia.
5. Etika Islam merupakan pedoman mengenai perilaku individu maupun
masyarakat di segala aspek kehidupan yang sesuai dengan ajaran Islam.

2. Etika dalam pergaulan

Pergaulan merupakan proses interaksi yang dilakukan oleh individu dengan


individu, dapat juga oleh individu dengan kelompok. Etika Pergaulan menurut Islam
yaitu menundukkan pandangan, Allah memerintahkan untuk menjaga pandangan
kepada manusia baik laki-laki maupun wanita. Katakanlah kepada orang laki-laki
yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandanganya dan memelihara
kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat (QS. 24:30).

Pandangan merupakan pemandu syahwat. Oleh karena itu, menjaga


pandangan merupakan pondasi dari memelihara kemaluan. Semakin maraknya
pergaulan bebas di kalangan remaja, mengharuskan para remaja belajar tentang
pergaulan yang benar sesuai syariat sejak dini. Sebenarnya di dalam Al-quran telah
dijelaskan hubungan antara laki-laki dan perempuan, hubungan sesama jenis,
hubungan antar anak dan orang tua, hubungan antara muslim dan non muslim dan
masih banyak yang lainnya. Namun bagi mereka yang baru saja mengetahui
peraturan ini cenderung merasa tertekan karena pergaulan dalam islam tidak seperti
pergaulan yang umum ditemui di masyarakat yang memegang asas kebebasan saat
ini. Padahal justru bergaul sesuai syara itu akan memuliakan perempuan dan
menjaga laki-laki.

Berikut batasan pergaulan dalam Islam :

1. Pertama, hendaknya setiap muslim menjaga pandangan matanya dari melihat


lawan jenis secara berlebihan. Dengan kata lain hendaknya dihindarkan
berpandangan mata secara bebas. Perhatikanlah firman Allah berikut ini,

Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: Hendaklah mereka menahan


pandanganya dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi
mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat (QS.
24:30)

Awal dorongan syahwat adalah dengan melihat. Maka jagalah kedua biji mata ini
agar terhindar dari tipu daya syaithan. Tentang hal ini Rasulullah bersabda, Wahai
Ali, janganlah engkau iringkan satu pandangan (kepada wanita yang bukan mahram)
dengan pandangan lain, karena pandangan yang pertama itu (halal) bagimu, tetapi
tidak yang kedua! (HR. Abu Daud).

2. Kedua, hendaknya setiap muslim menjaga auratnya masing-masing dengan cara


berbusana islami agar terhindar dari fitnah. Secara khusus bagi wanita Allah SWT
berfirman :

Dan Katakanlah kepada perempuan-perempuan Yang beriman supaya menyekat


pandangan mereka (daripada memandang Yang haram), dan memelihara kehormatan
mereka; dan janganlah mereka memperlihatkan perhiasan tubuh mereka kecuali Yang
zahir daripadanya; dan hendaklah mereka menutup belahan leher bajunya Dengan
tudung kepala mereka; dan janganlah mereka memperlihatkan perhiasan tubuh
mereka melainkan kepada suami mereka, atau bapa mereka atau bapa mertua mereka
atau anak-anak mereka, atau anak-anak tiri mereka, atau saudara-saudara mereka,
atau anak bagi saudara-saudara mereka Yang lelaki, atau anak bagi saudara-saudara
mereka Yang perempuan, atau perempuan-perempuan Islam, atau hamba-hamba
mereka, atau orang gaji dari orang-orang lelaki Yang telah tua dan tidak berkeinginan
kepada perempuan, atau kanak-kanak Yang belum mengerti lagi tentang aurat
perempuan; dan janganlah mereka menghentakkan kaki untuk diketahui orang akan
apa Yang tersembunyi dari perhiasan mereka; dan bertaubatlah kamu sekalian kepada
Allah, Wahai orang-orang Yang beriman, supaya kamu berjaya. (An-Nuur : ayat
31).

Sehingga diwajibkan memperhatikan batasan aurat bersama bukan mahram.


Berpakaian sopan menurut Syara, yaitu tidak tipis sehingga menampakkan warna
kulit, tidak ketat sehingga menampakkan bentuk badan dan tudung dilabuhkan
melebihi paras dada. Tidak salah berpakaian asalkan menepati standar pakaian Islam.
Hayati pemakaian kita di dalam solat. Sebagaimana kita berpakaian sempurna semasa
mengadap Allah, mengapa tidak kita praktikkan dalam kehidupan di luar? Sekiranya
mampu, bermakna solat yang didirikan berkesan dan berupaya mencegah kita
daripada melakukan perbuatan keji dan mungkar. Jangan memakai pakaian yang
tidak menggambarkan identitas kita sebagai seorang Islam. Hadith Nabi SAW
menyebutkan : Barangsiapa yang memakai pakaian menjolok mata, maka Allah
akan memberikan pakaian kehinaan di hari akhirat kelak.. (HR Ahmad, Abu Dawud,
An-Nasai dan Ibnu Majah)

Dalam ayat lain Allah SWT berfirman : Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu
dan anak-anak perempuanmu dan juga kepada istri-istri orang mumin: Hendaklah
mereka mengulurkan jilbab mereka ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu
supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, sehingga tidak diganggu. Dan Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyanyang. (QS. 33: 59)

3. Ketiga, tidak berbuat sesuatu yang dapat mendekatkan diri pada perbuatan zina
(QS. 17: 32) misalnya berkhalwat (berdua-duaan) dengan lawan jenis yang bukan
mahram. Nabi bersabda, Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka
janganlah berkhalwat dengan seorang wanita (tanpa disertai mahramnya) karena
sesungguhnya yang ketiganya adalah syaithan (HR. Ahmad).

4. Keempat, menjauhi pembicaraan atau cara berbicara yang bisa membangkitkan


gharizah nau (naluri melestraikan keturunan). Arahan mengenai hal ini kita temukan
dalam firman Allah : Hai para istri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti perempuan
lain jika kamu bertaqwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara hingga
berkeinginan orang yang ada penyakit dalam hatinya. Dan ucapkanlah perkataan yang
maruf. (QS. 33: 31).

Berkaitan dengan suara perempuan Ibnu Katsir menyatakan, Perempuan dilarang


berbicara dengan laki-laki asing (non mahram) dengan ucapan lunak sebagaimana dia
berbicara dengan suaminya. (Tafsir Ibnu Katsir, jilid 3)
Wahai isteri-isteri Nabi, kamu semua bukanlah seperti mana-mana perempuan Yang
lain kalau kamu tetap bertaqwa. oleh itu janganlah kamu berkata-kata Dengan lembut
manja (semasa bercakap Dengan lelaki asing) kerana Yang demikian boleh
menimbulkan keinginan orang Yang ada penyakit Dalam hatinya (menaruh tujuan
buruk kepada kamu), dan sebaliknya berkatalah Dengan kata-kata Yang baik (sesuai
dan sopan). (Al-Ahzaab : 32).

Melunakkan suara berbeda dengan merendahkan suara. Lunak diharamkan, manakala


merendahkan suara adalah dituntut. Merendahkan suara bermakna kita berkata-kata
dengan suara yang lembut, tidak keras, tidak meninggi diri, sopan dan sesuai
didengar oleh orang lain. Ini amat bertepatan dan sesuai dengan nasihat Luqman AL-
Hakim kepada anaknya yang berbunyi : Dan sederhanakanlah langkahmu semasa
berjalan, juga rendahkanlah suaramu (semasa berkata-kata), Sesungguhnya seburuk-
buruk suara ialah suara keledai (QS Luqman : ayat 19). Penggunaan perkataan yang
baik ini perlu dipraktikkan baik pembicaraan secara langsung ataupun tidak langsung,
contohnya melalui SMS, Yahoo Messengger, Facebook karenanya menggambarkan
kepribadian. Kemudian konten pembicaraan antara perempuan dan laki-laki tidak
diperbolehkan dalam ranah yang khusus semisal menanyakan kabar, mengajak sholat
tahajud, dan yang lainnya. Semata-mata untuk meredam gharizah nau nya.

5. Kelima, hindarilah bersentuhan kulit dengan lawan jenis, termasuk berjabatan


tangan sebagaimana dicontohkan Nabi saw, Sesungguhnya aku tidak berjabatan
tangan dengan wanita. (HR. Malik, Tirmizi dan Nasai).

Nabi saw bersabda Sesungguhnya kepala yang ditusuk besi itu lebih baik daripada
menyentuh kaum yang bukan sejenis yang tidak halal baginya. (HR At-Tabrani dan
Baihaqi). Selain itu, dari Aisyah :Demi Allah, tangan Rasulullah tidak pernah
menyentuh tangan wanita sama sekali meskipun saat membait.(HR Bukhari).
Dalam keterangan lain disebutkan, Tak pernah tangan Rasulullah menyentuh wanita
yang tidak halal baginya. (HR. Bukhari dan Muslim).

Hal ini dilakukan Nabi tentu saja untuk memberikan teladan kepada umatnya agar
melakukan tindakan preventif sebagai upaya penjagaan hati dari bisikan syaitan.

Selain dua hadits di atas ada pernyataan Nabi yang demikian tegas dalam hal ini,
beliau bersabda: Seseorang dari kamu lebih baik ditikam kepalanya dengan jarum
dari besi daripada menyentuh seorang wanita yang tidak halal baginya. (HR.
Thabrani).

6. Keenam, hendaknya tidak melakukan ikhtilat, yakni berbaur antara pria dengan
wanita dalam satu tempat. Hal ini diungkapkan Abu Asied,

Rasulullah saw pernah keluar dari masjid dan pada saat itu bercampur baur laki-laki
dan wanita di jalan, maka beliau berkata: Mundurlah kalian (kaum wanita), bukan
untuk kalian bagian tengah jalan; bagian kalian adalah pinggir jalan (HR. Abu
Dawud). Selain itu Ibnu Umar berkata, Rasulullah melarang laki-laki berjalan
diantara dua wanita. (HR. Abu Daud).
Sahabat, hal ini memang akan sulit dilakukan pada kondisi saat ini. Tapi yakinlah
dengan dorongan keimanan, kemauan, kecerdasan, dan kekreatifan dalam diri maka
batasan pergaulan ini akan tetap terlaksana dengan ringan. Seandainya tidak indah
untuk saat ini maka sungguh kau akan indah suatu hari kelak, begitupun dengan
dirimu dihadapan suamimu atau istrimu karena kau telah membuat dirimu menjadi
sosok yang spesial, mulia dan terjaga.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
2. Saran
DAFTAR PUSTAKA

Adisusilo, 2014. Pembelajaran Nilai Karakter; Konstruktivisme dan VCT


sebagai Inovasi Pendekatan Pembelajaran Afektif, Edisi. I, Cet. III, Jakarta;
Rajawali Pers.
Azyumardi. 2002. Pendidikan Multikultural: Membangun Kembali Indonesia
Bhineka Tunggal Ika. Makalah Disampaikan dalam Symposium Internasional
Antropologi Indonesia ke-3. Denpasar: Kajian Budaya UNUD.
Mohlimo. 2016. Tersedia (online) di http://www.mohlimo.com/pengertian-akhlak-
moral-dan-etika/ [Diakses pada tanggal 12 Desember 2016].
Rahman, 1992. Islam. Jakarta: Bumi Aksara.

Anda mungkin juga menyukai