Anda di halaman 1dari 16

Kata Pengantar

Segala puji bagi Allah, Sang Pencipta Alam semesta yang telah memberikan nikmatNya kepada
kita. Dengan rida dan izin-Nya makalah ini bisa selesai ditulis. Sholawat serta salam semoga tercurah
kepada Nabiyullah Muhammad saw, keluarga , dan para sahabat beliau. Semoga juga kelak kita
mendapatkan syafaat beliau di akhirat nanti.
Dalam makalah ini sedikit banyak membahas beberapa akhlak, baik akhlakul karimah ataupun
akhlakul mazmudah. Dan penulis mengambil 5 contoh akhlak terpuji dan 5 contoh akhlak tercela.
Untuk akhlak terpuji penulis memberikan contoh seperti : Ikhlas , Amanah, Bersyukur, Adil, rasa
malu. Sedangkan untuk akhlak tercela penulis memberikan contoh seperti Riya, Hasad,
Ghadob( pemarah), Takabur, Namimah.
Dari contoh contoh yang penulis sajikan dapat petik pelajaran yang dapat memperbaiki
kualitas akhlak baik pada penulis itu sendiri dan lebih luasnya kepada para pembaca makalah ini. Dan
penulis mengajak mari kita meneladani akhlakul karimah rasulullah yang memang diciptakan untuk
memperbaiki akhlak umatnya.
Dengan demikian kami harapakan makalah ini sangat bermanfaat bagi mahasiswa STT-PLN
khususnya dan kepada masyarakat pada umumnya. Untuk kesempurnaan makalah ini, penulis
mengharapkan saran yang dapat membangun untuk lebih sempurna makalah ini.

\
BAB I
PENDAHULUAN

Ajaran islam adalah ajaran yang bersumber pada wahyu Allah, Al-Quran dalam
penjabarannya terdapat pada hadis Nabi Muhammad SAW. Masalah akhlak dalam Islam mendapat
perhatian yang sangat besar. Berdasarkan bahasa, akhlak berarti sifat atau tabiat.
Berdasarkan istilah, akhlak berarti kumpulan sifat yg dimiliki oleh seseorang yang melahirkan
perbuatan baik dan buruk.
Konsep Akhlak menurut Al-Ghazali adalah sifat yg tertanam dalam jiwa seseorang, darinya
lahir perbuatan yang mudah tanpa pertimbangan pikiran terlebih dahulu. Akhlak meliputi jangkauan
yang sangat luas dalam segala aspek kehidupan. Akhlak meliputi hubungan hamba dengan Tuhannya
(vertikal) dalam bentuk ritual keagamaan dan berbentuk pergaulan sesama manusia (horizontal) dan
juga sifat serta sikap yang terpantul terhadap semua makhluk (alam semesta).
Bagi seorang muslim, akhlak yang terbaik ialah seperti yang terdapat pada diri Nabi
Muhammad SAW karena sifat-sifat dan perangai yang terdapat pada dirinya adalah sifat-sifat yang
terpuji dan merupakan uswatun hasanah (contoh teladan) terbaik bagi seluruh kaum Muslimin.

Dan seharusnya kita lebih dapat mengetahui antara akhlak terpuji dan akhlak tercela. Untuk
itu dalam makalah ini diuraikan bebagai macam akhlak terpuji dan macam akhlak tercela. Contoh
akhlak terpuji yaitu Ikhlas, Amanah, Adil, bersyukur dan rasa malu. Sedangkan akhlak tercela yaitu
Riya, takabur, hasad, Ghadab( pemarah ), Namimah ( adu Domba).

PEMBAHASAN AKHLAK MAHMUDAH (TERPUJI) DAN AHLAK MAZMUMAH


(TERCELA)

Pengertian Akhlak, Etika dan Moral

Secara etimologi akhlak (bahasa arab) adalah bentuk jamak dari khuluq yang berarti budi
pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabiat. Berakar dari kata khalaqa yang berarti
menciptakan. Seakar dengan kata khaliq (pencipta), makhluk (yang diciptakan )
dan khalq(penciptaan).
Kesamaan akar kata di atas mengisyarakatkan bahwa dalam akhlak tercakup pengertian
terciptanya keterpaduan antara kehendak (khaliq) dengan perilaku (makhluk). Atau dengan
kata lain tata perilaku seseorang terhadap orang lain dan lingkungannya baru mengandung
nilai akhlak yang hakiki manakala tindakan atau perilaku tersebut didasarkan kepada
kehendak (khaliq). Dari pengertian etimologi tersebut, akhlak bukan saja merupakan tata
aturan atau norma perilaku yang mengatur hubungan antar sesama manusia tetapi juga norma
yang mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhan dan bahkan dengan alam semesta.
Secara terminologis, menurut Imam Ghazali akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa
yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan gampang dan mudah tanpa memerlukan
pertimbangan dan pemikiran. Contohnya, ketika menerima tamu bila seseorang membedabedakan tamu yang satu dengan yang lain atau kadang kala ramah kadang kala tidak, maka
orang tersebut belum bisa dikatakan memiliki sifat memuliakan tamu. Sebab seseorang yang
mempunyai akhlak memuliakan tamu, tentu akan selalu memuliakan tamunya.[1]
Pengertian etika dari segi etimologi, etika berasal dari bahasa Yunani,Ethos yang berarti
watak kesusilaan atau adat. Dalam kamus umum bahasa Indonesia, etika diartikan ilmu
pengetahuan tentang asas-asas akhlak.
Adapun etika secara istilah telah dikemukakan oleh para ahli salah satunya yaitu Ki Hajar
Dewantara menurutnya etika adalah ilmu yang mempelajari soal kebaikan dan keburukan di
dalam hidup manusia semuanya, terutama yang mengenai gerak gerik pikiran dan rasa yang
merupakan pertimbangan dan perasaan sampai mengenai tujuannya yang merupakan
perbuatan.[2]
Adapun moral secara etimologi berasal dari bahasa latin, mores yaitu jamak dari
kata mos yang berarti adat kebiasaan. Didalam kamus umum bahasa Indonesia dikatakan
bahwa moral adalah penentuan baik buruk terhadap perbuatan dan kelakuan. Selanjutnya
moral secara terminologi adalah suatu istilah yang digunakan untuk menentukan batas-batas
dari sifat, perangai, kehendak, pendapat atau perbuatan yang secara layak dikatakan benar,
salah, baik atau buruk.

Selanjutnya pengertian moral dijumpai pula dalam The Advanced Leaners Dictionary of
Current English. Dalam buku ini dikemukakan beberapa pengertian moral sebagai berikut:
1. Prinsip-parinsip yang berkenaan dengan benar dan salah, baik dan buruk.
2. Kemampuan untuk memahami perbedaan antara benar dan salah.
3. Ajaran atau gambaran tingkah laku yang baik.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat dipahami bahwa moral adalah istilah yang digunakan
untuk memberikan batasan terhaap aktivitas manusia dengan nilai (ketentuan) baik atau
buruk, benar atau salah. Jika dalam kehidupan sehari-hari dikatakan bahwa orang tersebut
bermoral, maka yang dimaksudkan adalah bahwa orang tersebut tingkah lakunya baik. [3]
1. Sumber dari Akhlak, Etika dan Moral.
Yang dimaksud dengan sumber akhlak adalah yang menjadi ukuran baik dan buruk atau
mulia dan tercela. Sumber akhlak adalah Al-Quran dan sunah, bukan akal pikiran atau
pandangan masyarakat sebagaimana konsep etika dan moral. Dan bukan karena baik dan
buruk dengan sendirinya sebagaimana pandangan muktazilah.
Hati nurani atau fitrah dalam bahasa Al-Quran memang dapat menjadi ukuran baik dan buruk
karena manusia diciptakan oleh Allah swt memiliki fitrah bertauhid, mengakui keesaan-Nya
(QS. Arrum: 30). Karena fitrah itulah manusia cinta kepada kesucian dan selalu cenderung
kepada kebenaran. Namun fitrah manusia tidak selalu terjamin dapat berfungsi dengan baik
karena pengaruh dari luar, misalnya pengaruh pendidikan dan linngkungan. Oleh sebab itu
ukuran baik dan buruk tidak dapat diserahkan sepenuhnya kepada hati nurani atau fitrah
manusia semata. Fitrah hanyalah potensi dasar yang perlu dipelihara dan dikembangkan.
Semua keputusan syara tidak akan bertentangan dengan hati nurani manusia, karena keduaduanya berasal dari sumber yang sama yaitu Allah swt. Demikian juga dengan akal pikiran, Ia
hanyalah salah satu kekuatan yang dimilki manusia untuk mencari kebaikan atau keburukan.
Pandangan masyarakat juga bisa dijadikan salah satu ukuran baik dan buruk. Masyarakat
yang hati nuraninya sudah tertututp dan akal pikiran mereka sudah dikotori oleh perilaku
tercela tidak bisa dijadikan ukuran. Hanya kebiasaan masyarakat yang baiklah yang dapat
dijadikan ukuran.[4]
Namun demikian dalam beberapa hal antara etika dan moral memiliki perbedaan. Pertama,
kalau dalam pembicaraan etika untuk menentukan nilai perbuatan manusia baik atau buruk
tolak ukur yang digunakan atau sumbernya adalah akal pikiran atau rasio (filsafat),
sedangkan dalam pembicaraan moral tolak ukur yanng digunakan adalah norma-norma yang
tumbuh dan berkembang dan berlangsung dimasyarakat.[5]
Mengenai istilah akhlak, etika dan moral dapat dilihat perbedaannya dari objeknya, dimana
akhlak menitikberatkan perbuatan terhadap Tuhan dan sesama manusia, sedangkan etika dan
moral hanya menitikberatkan perbuatan terhadap sesama manusia saja. Maka istilah akhlak
sifatnya teosentris, meskipun akhlak itu ada yang tertuju kepada manusia dan makhlukmakhluk lain, namun tujuan utamanya karena Allah swt. Tetapi istilah etika dan moral
semata-mata sasaran dan tujuannya untuk manusia saja. Karena itu, istilah tersebut bersifat
antroposentris (kemanusiaan saja).

1. Macam-macam Akhlak, Etika dan Moral.


2. Macam-macam akhlak
Ulama akhlak menyatakan bahwa akhlak yang baik merupakan sifat para Nabi dan orangorang sidiq, sedangkan akhlak yang buruk merupakan akhlak setan dan orang-orang tercela.
Maka pada dasarnya akhlak itu dibagi menjadi dua macam, yaitu:
1. Akhlak baik (al-akhlaqul mahmudah), yaitu perbuatan baik terhadap Tuhan, sesama
manusia dan makhluk-makhluk yang lain.
2. Akhlak buruk atau tercela (al-akhlakul madzmumah), yaitu perbuatan buruk terhaap
Tuhan , sesama manusia dan makhluk-makhluk yang lain.[6]
1. Macam-macam Etika
Dalam membahas etika sebagai ilmu yang menyelidiki tentang tanggapan kesusilaan atau etis
itu sama halnya dengan berbicara tentang moral. Manusia disebut etis karena manusia secara
utuh dan menyeluruh mampu memenuhi hajat hidupnya dalam rangka asas keseimbangan
antara kepentingan pribadi dengan pihak yang lainnya, antara rohani dengan jasmaninya, dan
antara ssebagai makhluk dengan penciptanya. Termasuk di dalamnya membahas nilai-nilai
atau norma-norma yang dikaitkan dengan etika, terdapat dua macam etika yaitu sebagai
berikut:
1. Etika Deskriptif
Etika yang menelaah secara kritis dan rasional tentang sikap dan perilaku manusia, serta apa
yang dikejar oleh setiap orang dalam hidupnya sebagai sesuatu yang bernilai. Etika deskriptif
tersebut berbicara mengenai fakta secara apa adanya, yakni mengenai nilai dan perilaku
manusia sebagai suatu fakta yang terkait dengan situasi dan realitas yang membudaya. Dapat
disimpulkan bahwa tentang kenyataan dalam penghayatan nilai atau tanpa nilai dalam suatu
masyarakat yang dikaitkan dengan kondisi tertentu yang memungkinkan manusia dapat
bertindak secara etis.
1. Etika Normatif
Etika yang menetapkan berbagai sikap dan perilaku yang ideal dan seharusnya dimiliki oleh
manusia atau apa yang seharusnya dijalankan oleh manusia dan tindakan apa yang bernilai
dalam hidup ini. Jadi etika normatif merupakan norma-norma yang dapat menuntun agar
manusia bertindak secara baik dan menghindarkan hal-hal yang buruk sesuai dengan kaidah
atau norma yang disepakati dan berlaku di masyarakat.
1. Etika metaetika
Merupakan sebuah cabang dari etika yang membahas dan menyelidiki serta menetapkan arti
dan makna istilah-istilah normatif yang diungkapkan lewat pertanyaan-pertanyaan etis yang
membenarkan atau menyalahkan suatu tindakan. Istilsh-istilah normatif yang sering
mendapat perhatian khusus, antara lain keharusan, baik, buruk, benar, salah, yang terpuji,
tercela, yang adil, yang semestinya.[7]

1. Macam- macam moral


1. Moral keagamaan
Merupakan moral yang selalu berdasarkan pada ajaran agama Islam.
2.Moral sekuler
Merupakan moral yang tidak berdasarkan pada ajaran agama dan hanya bersifat duniawi
semata-mata.[8]

FAKTOR PEMBENTUK AKHLAK


Berbicara masalah pembentukan akhlak sama dengan berbicara tentang tujuan pendidikan,
karena banyak sekali dijumpai pendapat para ahli yang mengatakan bahwa tujuan pendidikan
adalah bentukan akhlak. Muhammad Athiyah Al-Abrasyi misalnya mengatakn bahwa
pendidikan budi pekerti dan akhlak adalah jiwa dan tujuan pendidikan islam.[1] Demikian
pula Ahmad D. Marimba berpendapat bahwa tujuan utama pendidikan islam adalah identik
dengan tujuan hidup setiap muslim yaitu untuk menjadi hamba Allah, yaitu hamba yang
percaya dan menyerahkan diri kepadanya dengan memeluk agama islam.[2] Berikut ini
faktor-faktor pembentuk akhlak menurut Mahjuddin:
1. Faktor Pembawaan Naluriyah (Gharizah atau Instink).
Sebagai makhluk biologis, ada faktor bawaan sejak lahir yang menjadi pendorong perbuatan
setiap manusia. Faktor itu disebut dengan naluri atau tabiat menurut J.J. Rousseau. Lalu
Mansur Ali Rajab menamakannya dengan tabiat kemanusiaan (al tabiah al-insaniyyah). Ia
menyetir pendapat Plato yang menyatakan; bahwa tabiat (bawaan) baik dengan bawaan buruk
dalam diri manusia sangat berdekatan, karena itu sering muncul perbuatan baiknya dan
perbuatan buruknya. Lalu menyetir lagi pendapat J.J. Rousseau (1712-1778) dari Perancis
dengan mengatakan: Sesungguhnya anak yang baru lahir memiliki pembawaan baik, lalu sifat
buruknya muncul karena pengaruh dari lingkungannya (pergaulannya).[3]
Dengan pendapat tersebut, dapat dikatakan bahwa kecenderungan naluriyah dapat
dikendalikan oleh akhlaq atau tuntunan agama, sehingga manusia dapat mempertimbangkan
kecenderungannya; apakah itu baik atau buruk. Gharizah atau naluri tidak pernah berubah
sejak manusia itu lahir, tetapi pengaruh negatifnya yang bisa dikendalikan oleh faktor
pendidikan atau latihan. Karena faktor naluri ini sangat terkait dengan nafsu (ammarah dan
muthmainnah), maka sering ia dapat membawa manusia kepada kehancuran moral, dan
sering pula menyebabkan manusia mencapai tingkat yang lebih tinggi, dengan kemampuan
nalurinya. Tatkala naluri cenderung kepada perbuatan baik, maka akal dan tuntunan agama
yang memberikan jalan seluas-luasnya, untuk lebih meningkatkan intensitas perbuatan itu.
Maka disinilah perlunya manusia memiliki agama, sebagai pengendali dan penuntun dalam
hidupnya.[4]
2. Faktor sifat-sifat keturunan (al-Warithah)
Mansur Ali Rajab mengatakan, bahwa sifat-sifat keturunan adalah sifat-sifat (bawaan) yang
diwariskan oleh orang tua kepada keturunannya (anak dan cucunya).[5]

Warisan sifat-sifat orang tua kepada keturunannya ada yang sifatnya langsung (mubasharah)
dan ada juga yang tidak langsung (gairu mubasharah), misalnya sifat-sifat itu tidak langsung
turun kepada anaknya, tetapi bisa turun kepada cucunya. Sifat-sifat ini juga kadang dari ayah
atau ibu, dan kadang anak atau cucu mewarisi kecerdasan (sifah al-aqliyah) dari ayahnya
atau kakeknya, lalu mewarisi sifat baik (sifah al-khuluqiyaah) dari ibunya atau neneknya,
atau dengan sebaliknya.
Di samping adanya sifat bawaan anak sejak lahir (naluri dan sifat keturunan), sebagai potensi
dasar potensi dasar untuk mempengaruhi perbuatan setiap manusia, dan juga faktor
lingkungan yang mempengaruhinya; misalnya pendidikan dan tuntunan agama. Faktor ini,
disebut faktor usaha (al-muktasabah) dalam ilmu akhlaq. Semakin besar pengaruh faktor
pendidikan atau kemungkinan warisan sifat-sifat buruk orang tua dapat mempengaruhi sikap
dan perilaku anaknya.
Kemampuan ilmu (kognitif), sikap kejiwaan yang baik (afektif) dan keterampilan yang
didasari oleh ilmu dan sikap baik manusia (psikomotorik) yang telah diperoleh dari proses
pendidikan dan tuntunan agma, termasuk kemampuan dan sifat-sifat yang telah diusahakan
oleh manusia (sifah al-muktasabah). Maka disinilah peranan orang tua di rumah tangga, guru
di sekolah, dan tokoh agama di masyarakat, untuk membentuk manusia yang beragama,
berilmu, dan berakhlaq mulia.
3. Faktor Lingkungan Dan Adat Istiadat
Pembentukan akhlaq manusia, sangat ditentukan oleh lingkungan alam dan lingkungan sosial
(faktor adat kebiasaan), yang dalam pendidikan disebut dengan faktor empiris (pengalaman
hidup manusia), terutama sekali dipelopori oleh John Lock.
Pertumbuhan dan perkembangan manusia, ditentukan juga oleh faktor dari luar dirinya; yaitu
faktor pengalaman yang disengaja, termasuk pendidikan dan pelatihan, sedangkan yang tidak
disengaja, termasuk lingkungan alam dan lingkungan sosial. Lingkungan alam disebut albiah dalam ilmu akhlaq, sedangkan lingkungan sosial disebut dengan al-adah dalam ilmu
akhlaq.
Paham empirisme ini, berkembang luas di dunia Barat, terutama di Amerika Serikat, yang
menjelma menjadi liran behaviorisme dalam ilmu pendidikan. Sedangkan dalam ilmu akhlaq,
Mansur Ali Rajab mengemukakan pendapat J.J Rosseau yang mengatakan, bahwa faktor
dalam diri manusia, termasuk pembawaannya, selalu membentuk akhlaq baik manusia,
sedangkan faktor dari luar, termasuk lingkungan alam dan lingkungan sosialnya; ada kalanya
berpengaruh baik, dan ada kalanya berpengaruh buruk. Ketika manusia lahir di ligkungan
yang baik, maka pengaruhnya kepada pembentukan akhlaqnya juga baik, dan ketika ia lahir
di lingkungan yang kurang baik, maka pengaruhnya juga menjadi tidak baik. Maka disinilah
pendidikan dan bimbingan akhlaq sangat diperlukan, untuk membentuk dan mengembangkan
akhlaq manusia. Ini diakui oleh Imam al-Ghazali dalam kitabnya Ihya Ulum al-Din yang
mengaatakan: seandainya akhlaq manusia tidak bisa diubah, maka tidak ada gunanya
memberikan pesan-pesan, nasehat-nasehat dan pendidikan kepada manusia.[6]
4. Faktor Agama (Kepercayaan)
Agama bukan saja kepercayaan yang harus dimiliki oleh setiap manusia, tetapi ia harus
berfungsi dalam dirinya, untuk menuntun segala aspek kehidupannya; misalnya berfungsi

sebagai sistem kepercayaan, sistem ibadah dan sistem kemasyarakatan yang terkait dengan
nilai akhlaq.[7]

B.

PENGERTIAN AKHLAK MAHMUDAH (TERPUJI)

Akhlak mahmudah (terpuji) adalah perbuatan yang dibenarkan oleh agama (Allah dan RasulNya).
Contohnya : disiplin, hidup bersih, ramah, sopan-santun, syukur nikmat, hidup sederhana, rendah hati,
jujur, rajin, percaya diri, kasih sayang, taat, rukun, tolong-menolong, hormat dan patuh, sidik,
amanah, tablig, fathanah, tanggung jawab, adil, bijaksana, teguh pendirian, dermawan, optimis,
qanaah, dan tawakal, ber-tauhiid, ikhlaas, khauf, taubat, ikhtiyaar, shabar, syukur, tawaadu', husnuzhzhan, tasaamuh dan taaawun, berilmu, kreatif, produktif, akhlak dalam berpakaian, berhias,
perjalanan, bertamu dan menerima tamu, adil, rida, amal salih, persatuan dan kerukunan, akhlak
terpuji dalam pergaulan remaja, serta pengenalan tentang tasawuf.
1.

Contoh-Contoh Akhlak Mahmudah

Dalam pembahasan ini kami akan menjabarkan akhlak mahmudah yang meliputi ikhlas, sabar,
syukur, jujur, adil dan amanah.

a.

Ikhlas

Kata ikhlas mempunyai beberapa pengertian. Menurut al-Qurtubi, ikhlas pada dasarnya
berarti memurnikan perbuatan dari pengaruh-pengaruh makhluk. Abu Al-Qasim Al-Qusyairi
mengemukakan arti ikhlas dengan menampilkan sebuah riwayat dari Nabi Saw, Aku pernah bertanya
kepada Jibril tentang ikhlas. Lalu Jibril berkata, Aku telah menanyakan hal itu kepada Allah, lalu
Allah berfirman, (Ikhlas) adalah salah satu dari rahasiaku yang Aku berikan ke dalam hati orangorang yang kucintai dari kalangan hamba-hamba-Ku.
Keikhlasan seseorang ini, akan menghasilkan kemenangan dan kejayaan. Anggota masyarakat
yang mengamalkan sifat ikhlas, akan mencapai kebaikan lahir-bathin dan dunia-akhirat, bersih dari
sifat kerendahan dan mencapai perpaduan, persaudaraan, perdamaian serta kesejahteraan.
b. Amanah
Secara bahasa amanah bermakna al-wafa (memenuhi) dan wadiah (titipan) sedangkan secara
definisi amanah berarti memenuhi apa yang dititipkankan kepadanya. Hal ini didasarkan pada firman
Allah SWT:


Sesungguhnya Allah memerintahkan kalian untuk mengembalikan titipan-titipan kepada
yang memilikinya, dan jika menghukumi diantara manusia agar menghukumi dengan adil (QS
4:58).
Dalam ayat lainnya, Allah juga berfirman:

Sesungguhnya Kami telah menawarkan amanah kepada langit, bumi dan gunung-gunung,
maka mereka semua enggan memikulnya karena mereka khawatir akan mengkhianatinya, maka
dipikullah amanah itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan bodoh (QS.
33:72).
c.

Adil.

Adil berarti menempatkan/meletakan sesuatu pada tempatnya. Adil juga tidak lain ialah
berupa perbuatan yang tidak berat sebelah. Para Ulama menempatkan adil kepada beberapa peringkat,
yaitu adil terhadap diri sendiri, bawahan, atasan/ pimpinan dan sesama saudara. Nabi Saw bersabda,
Tiga perkara yang menyelamatkan yaitu takut kepada Allah ketika bersendiriaan dan di khalayak
ramai, berlaku adil pada ketika suka dan marah, dan berjimat cermat ketika susah dan senang; dan tiga
perkara yang membinasakan yaitu mengikuti hawa nafsu, terlampau bakhil, dan kagum seseorang
dengan dirinya sendiri. (HR. Abu Syeikh).
d.

Bersyukur

Syukur menurut kamus Al-mujamu al-wasith adalah mengakui adanya kenikmatan dan
menampakkannya serta memuji (atas) pemberian nikmat tersebut.Sedangkan makna syukur secara
syari adalah : Menggunakan nikmat AllahSWT dalam (ruang lingkup) hal-hal yang dicintainya.
Lawannya syukur adalah kufur. Yaitu dengan cara tidak memanfaatkan nikmat tersebut, atau
menggunakannya pada hal-hal yang dibenci oleh Allah SWT.
e. Rasa malu
Berbuatlah sekehendakmu, tapi ingatlah bahwa segala perbuatan itu akan dimintakan
pertanggungjawaban

Rasa malu merupakan rem atau pengekang dari segala bentuk kemaksiatan. Sepanjang rasa
malu ini ada terpelihara pada jiwa seseorang maka dirinya akan terjaga dari segala godaan syetan
yang mengajak kepada perbuatan dosa. Dengan memiliki rasa malu, orang akan terjaga akhlaknya.
Oleh karena itu semua agama samawi mengajarkan kepada umatnya untuk berakhlak mulia yang
salah satunya adalah memlihara rasa malu.
Sabda Rosulullah s.a.w, "Sesungguhnya setiap agama mampunyai akhlak, dan akhlak Islam
adalah rasa malu," (Riwayat Imam Malik)
Allah berfirman :

Sesungguhnya orang-orang yang mengingkari ayat-ayat Kami, mereka tidak tersembunyi


dari Kami. Maka apakah orang-orang yang dilemparkan ke dalam neraka lebih baik ataukah orangorang yang datang dengan aman sentosa pada hari kiamat? Perbuatlah apa yang kamu kehendaki;
sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (Fushshilat Ayat : 40)

Kalau tidak merasa malu, manusia dipersilakan oleh Allah untuk berbuat apa saja, tapi harus
ingat bahwa segala perbuatan itu tidak ada yang terlepas dari pengawasan Allah SWT dan kelak akan
dimintakan pertanggungjawaban.
Dengan kurangnya rasa malu, orang akan berbuat apa saja tanpa mempertimbangkan halal dan
haram. Hilangnya rasa malu akan mengakibatkan rusaknya akhlak dan rusaknya akhlak
mengakibaatkan rusaknya iman. Itulah sebabnya dikatakan oleh Rosululla s.a.w, "Malu itu bagian
dari iman."
Orang yang tidak memiliki rasa malu, sering disebut dengan ungkapan tebal kulit muka. Karena
kalau orang merasa malu, biasanya akan memerah mukanya. Orang yang tidak pernah memerah
mukanya adalah orang yang kurang rasa malunya karena itu disebut tebal kulit muka. Tentu ini hanya
peribahasa saja, bukan berarti bahwa kulit mukanya setebal kulit badak.
Rosulullah bersabda: "Malu itu bagian dari keimanan, dan keimanan itu dapat memasukkan
seseeorang ke surga, sedangkan sifaat yang keji adalah sifat kasar, dan sifaat kasar itu menyebabkan
masuk neraka (Riwayat Imam Ahmad dan Tirmidzi).
Timbulnya berbagai penyakit sosial di tengah-tengah masyarakat kita, tentu disebabkan karena
orang tidak atau kurang memiliki rasa malu. Tidak malu dijatuhi hukuman oleh negara, bahkan
penjara hanya dianggap sebagai tempat istirahat dan rekreasi. Keluar dari penjara, tidak malu berbuat
pelanggaran lagi karena sudah siap masuk penjara berulang kali.
Kalau masih memiliki rasa malu, berarti orang akan terhindar dari segala tindakan kejahatan,
keserakahan, korupsi, mengambil yang bukan haknya dan lain-lain. Marilah kita jaga diri kita dari
segala bentuk kema'siatan yang akan membawa kepada kehancuran pribadi dan kehancuran
masyarakaat, bangsa dan nengara.

C. PENGERTIAN AKHLAK MAZMUMAH (TERCELA)


Akhlak Mazmumah (tercela) adalah perbuatan yang tidak dibenarkan oleh agama (Allah dan
RasulNya). Contohnya : hidup kotor, berbicara jorok/kasar, bohong, sombong, malas, durhaka,
khianat, iri, dengki, membangkang, munafik, hasud, kikir, serakah, pesimis, putus asa, marah, fasik,
dan murtad, kufur, syirik, riya, nifaaq, anaaniah, putus asa, ghadlab, tamak, takabbur, hasad, dendam,
giibah, fitnah, dan namiimah, aniaya dan diskriminasi, perbuatan dosa besar (seperti mabuk-mabukan,
berjudi, zina, mencuri, mengkonsumsi narkoba), israaf, tabdzir.
Dalam konteks pembahasan Akhlak itu,maka akhlak dapat di bagi kepada 3 (tiga) bagian yaitu :
1.

Akhlak kepada Allah SWT

Akhlak kepada Allah adalah perbuatan hambaNya terhadap Allah SWT.


2.

Akhlak kepada MakhlukNya

Akhlak kepada MakhlukNya adalah perbuatan hambaNya terhadap makhluk Allah, seperti
Malaikat, Jin, Manusia, dan Hewan.
3.

Akhlak kepada Lingkungan

Akhlak kepada lingkungan adalah perbuatan hambaNya terhadap lingkungan (semesta alam),
seperti : tumbuh-tumbuhan, air (laut, sungai, danau), gunung, dan sebagainya.
Contoh Sifat Mazmumah (Tercela) yaitu:

1. Riya dan Sumah


Diantara penyakit hati yang tidak hanya menimpa orang umum tetapi juga kader dakwah
adalah riya dan sumah. Mulai dari definisi riya dan sumah, faktor penyebab, dampak buruk,
fenomena riya dan sumah, sampai kiat mengatasinya. Insya Allah.
Definisi Riya secara Etimologi.
Kata riya berasal dari kata ruyah, yang artinya menampakkan. Dikatakan arar-rajulu, berarti
seseorang menampakkan amal shalih agar dilihat oleh manusia. Makna ini sejalan dengan firman
Allah SWT:





Orang-orang yang berbuat riya dan enggan menolong dengan barang berguna. (QS. AlMaauun : 6-7).
dengan rasa angkuh dan dengan maksud riya kepada manusia. (QS. Al-Anfal : 47)
Definisi Riya secara Terminologi.
Pengertian riya secara istilah/terminologi adalah sikap seorang muslim yang menampakkan
amal shalihnya kepada manusia lain secara langsung agar dirinya mendapatkan kedudukan dan/atau
penghargaan dari mereka, atau mengharapkan keuntungan materi.
Pengertian Sumah secara Etimologi
Kata sumah berasal dari kata sammaa (memperdengarkan). Kalimat sammaan naasa bi
amalihi digunakan jika seseorang menampakkan amalnya kepada manusia yang semula tidak
mengetahuinya.
Definisi Sumah secara Terminologi.
Pengertian sumah secara istilah/terminologi adalah sikap seorang muslim yang membicarakan
atau memberitahukan amal shalihnya -yang sebelumnya tidak diketahui atau tersembunyi- kepada
manusia lain agar dirinya mendapatkan kedudukan dan/atau penghargaan dari mereka, atau
mengharapkan keuntungan materi.
Dalam Fathul Bari, Ibnu Hajar Al-Asqalani mengetengahkan pendapat Izzudin bin Abdussalam
yang membedakan antara riya dan sumah. Bahwa riya adalah sikap seseorang yang beramal bukan
untuk Allah; sedangkan sumah adalah sikap seseorang yang menyembunyikan amalnya untuk Allah,
namun ia bicarakan hal tersebut kepada manusia. Sehingga, menurutnya semua riya itu tercela,
sedangkan sumah adalah amal terpuji jika ia melakukannya karena Allah dan untuk memperoleh
ridha-Nya, dan tercela jika dia membicarakan amalnya di hadapan manusia.
Dalam Al-Quran Allah telah memperingatkan tentang sumah dan riya ini:
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan
menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan
hartanya karena riya kepada manusia (QS. Al-Baqarah : 264)
Rasulullah
SAW
juga
memperingatkan
dalam
haditsnya:
Siapa yang berlaku sumah maka akan diperlakukan dengan sumah oleh Allah dan siapa yang
berlaku riya maka akan dibalas dengan riya. (HR. Bukhari).
Diperlakukan dengan sumah oleh Allah maksudnya adalah diumumkan aib-aibnya di akhirat.
Sedangkan dibalas dengan riya artinya diperlihatkan pahala amalnya, namun tidak diberi pahala
kepadanya.
Naudzubillah
min
dzalik.

Dalam hadits yang lain, Rasulullah menjelaskan tentang kekhawatirannya atas umat ini terhadap riya
yang akan menimpa mereka. Riya yang tidak lain merupakan syirik kecil.
Sesungguhnya yang paling aku takutkan atas kalian adalah syirik kecil. Para sahabat
bertanya, Apa yang dimaksud dengan syirik kecil itu, wahai Rasulullah? Rasulullah menjawab,
Riya. Allah akan berfirman pada hari kiamat nanti ketika Ia memberi ganjaran amal perbuatan
hamba-Nya, Pergilah kalian kepada orang yang kalian berlaku riya terhadapnya. Lihat Apakah
kalian memperoleh balasan dari mereka? Kemudian Rasulullah mendengar seseorang membaca
dan melantunkan dzikir dengan suara yang keras. Lalu beliau bersabda, Sesungguhnya dia amat
taat kepada Allah. Orang tersebut ternyata Miqdad bin Aswad. (HR. Ahmad)
Demikianlah riya dan sumah akan membawa petaka di akhirat. Namun, tidak semua yang
diperdengarkan berarti sumah. Dalam hal ini suara dzikir Miqdad bin Aswad tidak dikategorikan
demikian. Karena riya dan sumah adalah penyakit hati, maka perbuatan fisik yang sama bukan
berarti berangkat dari hati/niat yang sama
2.

Takabur dan Tahasud

:
}
{
Dari Abdillah ibn Masud r.a dari Nabi SAW, beliau bersabda : tidak akan masuk surga orang yang di
dalam hatinya terdapat sifat sombong, walaupun hanya sebesar atom. (HR. Muslim)
Takabur artinya : sombong, congkak atau merasa dirinya lebih tinggi dari orang lain, baik
kedudukan, keturunan, kebagusan, petunjuk, dan lain-lain.
Takabur itu terbagi atas 2 macam yaitu :
Takabur batin : yang merupakan pekerti di dalam hati
Takabur lahir : yang merupakan kelakuan-kelakuan yang keluar dari anggota badan, kelakuankelakuan ini amat banyak sekali bentuknya dan oleh karena itu sukar untuk dihitung dan diperinci satu
persatu.
Jelasnya ialah orang yang menghinakan saudaranya sesama muslim melihatnya dengan mata
ejekan, menganggap bahwa dirinya lebih baik dari yang lain, suka menolak kebenaran, sedangkan ia
telah mengetahui bahwa itulah yang sesungguhnya benar, maka jelaslah bahwa orang tersebut
dihinggapi penyakit kesombongan dan mengabaikan hak-hak Allah, tidak mentaati apa yang
diperintahkan olehnya serta melawan benar-benar pada zat yang maha kuasa.
Takabur itu hukumnya haram, kecuali pada 2 tempat :
1. Sombong terhadap orang yang sombong
2. Sombong diwaktu peperangan terhadap orang-orang kafir.
3.

Hasad

Pengertian Hasad
Hasad artinya menaruh perasaan benci, tidak senang yang amat sangat terhadap
keberuntungan atau kenikmatan yang di peroleh.
Hasad merupakan akhlak yang tercela, harus dihindari dalam kehidupan sehari- hari. Wujudnya
seperti memusuhi, menjelek- jelekan, mencemkan nama baik orang lain, dan lain- lain. Sabda
Rasullah Telah masuk kedalam tubuhmu penyakit penyakit umat dahulu, ( yaitu ) benci dan

dengki. Itulah yng membinasakan agama, buakan sengki mencukur rambut.( Hr. Abu Daud
Tirmidzi ).
Hadits diatas menjelaskan apabila manusia apabila manusia saling mendengki, maka ajaran
agama dan segala tatanan hukum tidak akan mengaturnya. Sehingga Rasulullah SAW mengibaratkan
sifat dengki bagaikan api yang membakar kayu bakar.
2. Bahaya Sifat Hasad
Rasulullah SAW menggambarkan buruknya sifat hasad seprti api yang membakar kayu bakar,
sebagia perusak dan penghancur Sendi-sendi agama, artinya orang bersikap dan berbuat dengki pada
dasarnya sama dengan penghancur agama. Hasad harus dihindari karena merugikan diri sendiri
ataupun orang lain. Adapun bahaya hasad antara lain:
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Menimbulkan permusuhan dan pertikain


Menimbulkan perasaan dendam
Menghilangkan persahabatan
Tidak disenangi oleh orang banyak
Menghilangkan semua aml baik yang telah dilakukan
Dibenci Allah SWT ( mendapat dosa )

1. Cara menghindari sifat hasad ( dengki )


Cara menghindari sifat hasad,antara lain
a. Meningkatkan iman dan taqwa kerada Allah SWT.
b. Mendekatkan diri kepada Allah SWT,dengan harapan hati dan pikiranmenjaditenang.
c. Menyadari bahwa hasad dapat menghupus kebaikan.
d. Mempererat tali persaudaraan guna terjalin kerukunan dan kebersamaan
e. Meningkatkan rasa syukur kepada Allah SWT
f. Menumbuhkan sifat qanah ( merasa cukup terhadap apa yang dimiliki )
4. Ghadab
1. Pengertian
Ghadab (pemarah) artinya orang yang suka marah. Sedangkan marah artinya berontaknya jiwa
dalam menghadapi sesuatu yang tidak disenangi atau marah adalah luapan hawa nafsu, baik dengan
perkataan maupun dengan perbuatan yang tidak terkendali.
Dalam pergaulan hendaknya manusia jangan mudah marah. Apabila arah karena hal-hal yang
sepele, yang sebenarnya tidak perlu marah,tetapi menjadi marah besar (murka). Hal yang demikian
tidak sesuai dengan pribadi muslim yang sebenarnya. Sebab selain menganjurkan agar kita menjadi
pemaaf, suka maafkan kesalahan atau kehilafan orang lain agar persaudaraan dapat terpelihara dengan
sebaik-baiknya.
Disekolah ada seorang guru yang sabar dalam menghadapin perilaku siswanya. Meskipun
siswanya tidak memeperdulikannya, namun ia tetap melaksanakan kewajibannya sebagai guru dengan
baik, bahkan ia tetap menyayangi siswanya. Pada suatu ketika ia mendadak marah, anak-anak tidak
ada yang berani berbicara dan mereka tidak mengerti apa penyebabnya, sehingga mereka diam
semuanya.

Sikap guru tersebut sangat bertentangan dengan norma agama, padahal islam menganjurkan
kepda umatnya untuk bersabar bila mengadapi ujian atau cobaan. Permasalahan tidak boleh dihadapi
dengan marah. akan tetapi harus dihadapi dengan penuh kesabaran.
Sabda Rasulullah SAW. Janganlah kamu memutuskan suatu perkara antara yang bersengketa ketika
engkau dalam keadaaan marah. (HR. Bukhari)
Al Ghazali juga mengatakan bahwa orng tyang sabar ialah orang yang sanggup bertahan dalam
mengadapi gangguan dan rasa sakit, yang sanggup memikul beban yang tidak disukainya, yang
sanggup mengendalikan kemarahan.
Firman Allah SAW. Hai orang-orang yang beriman mintalah pertolongan dengan sabar dan
sesungguhnya Allah menyertai orang-orang yang sabar. (QS Al Baqarah: 153)
Allah SWT juga menjanjikan kepada orang-orang yang sanggup menahan amarahnya dengan
surga yang luasnya seluas langit dan bumi. ..dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan
bumi, yang disedikan untuk orang-orang yang bertaqwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan
(hartanya), baik diwaktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan
memanfaatkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. (Qs Ali
Imran : 133 134)
Jika terlajur marah, maka sikap yang diajarkan Rasulllah SAW adalah Sesungguhnya marah
itu dari syetan dan sesungguhnya setan itu dijadikan dari api dan pai akan mati dengan (disiram) air,
maka apabila marah seseorang di antara kamu, maka berwudhulah. (HR Abu Dawud)
Demikianlah, kita harus mampu menahan amarah, karena amarah itu datangnya dari syetan
yang akan senantiasa menyesatkan kita, sehingga kita akan berbuat yang tidak seharusnya kita
lakukan. Orang yang kuat bukanlah orang yang kuat dan menang dalam bergulat melainkan orang
yang sanggup menahan marahnya.
2. Bahaya sifat pemarah
Adapun bahaya sifat pemarah antara lain:
7. Dibenci oleh Allah SWT, teman dan masyarakat
8. Menimbulkan permusuhan
9. Retaknya tali persaudaraan
3. Cara menghindari sifat pemarah antara lain sebagai berikut:
a. Membaca taawuz
b. Seringlah membaca istigfar
c. Apabila marah segeralah mengambil air wudhu
d. Jika saat marah itu kita sedang berdiri, segeralah duduk dan jika dalam keadaan duduk,
segeralah berbaring.
5. Namimah
1. Pengertian Namimah
Namimah atau mengadu domba adalah usah atau perbuatan seseorang baik berupa ucapan atau
perbuatan yang bertujuan mengadu domba satu orang dengan orang lain, satu golongan dengan
golongan yang lain, dan lain sebagainya.Perbutan namimah adalah perbuatan yang dibenci orang
Allah SWT. Sebagaimana firman-Nya.

-
dan janganlah engkau patuhi orang orang yang suka bersumpah dan suka menghina , suka
mencela, yang kian kemari menyebarkan fitnah. ( QS. Al Qalam : 10- 11)
Orang yang terbiasa dengan sifat naminah akan slau berbuat kerusakan dimana pun dan kapanpun,
apalagi sifat ini sudah terpatri kuat dalam hati. Orang orang seperti akan selsu menggunakn siasat
buruknya untuk kepentingan pribadinya. Selain itu, ia akan selalu mencela orang lain dengan kesana
kemari menyebar fitnah, mereka adalah orang yang selalu bersama sama berada ditengah tengah
dengan tujuan untuk menghasut, membuat huru hara, dan kerusakan .
2. Dampak negatif namimah
Adapun beberapa akibat negatif yang ditimbulkan dari sifat namimah antara lain sebagai
berikut :
a.Dapat merusak hubungan baik antar sesama manusia
b.Orang yang memiliki sifat namimah akan dikucikan darii kehidupan masyarakat,dan
diperlakukan buruk lainnya.
c. Orang yang memiliki sifat namimah akan mendapat siksa kubur.
Rasulullah saw bersabda : Sesungguhnya Rasulullah Saw melewati dua kuburan, lalu
Rasulullah bersabda penghuni kedua kuburan ini telah disiksa bukan karena melakukan dosa besar.
Yang satu tidak membersihkan kencing dan yang lain berjalan untuk mengadu domba.( H.R. AsySyakhani )
d. Mendapat siksa dari kubur
Rasulullah SAW bersabda: Dan Abu Darda berkata : Rasulullah bersabda : setiap orang yang
menyebarkan pada seseorang dengan kalimat untuk melakukan di dunia, maka baginya atas Allah
siksa yang menghancurkan di neraka pada hari kiamat. ( HR. At. Tabaini )

3. Cara menghindari perbuatan namimah


a. Menyadari bahwa perbuatan tersebut dibenci oleh Allah SWT, dan orang melakukannya akan
mendapat siksa yang pedih, baik dilam kubur maupun di akhirat.
b. Menyadari bahwa sesama muslim adalah saudara yang harus saling menolong, bukan saling
bermusuhan.
c. Memahami bahwa perpecahan akan berakibat sangat merugikan bagai semua elemen
masyarakat.
d. Menumbuhkan dan meningkatkan ketaqwaan kepada Allah SWT.

D. AKHLAK MAHMUDAH MELAHIRKAN INSAN YANG BERTAKWA


Sifat Mahmudah atau juga dikenali dengan akhlak terpuji ialah sifat yang lahir didalam diri
seseorang yang menjalani pembersihan jiwa dari sifat-sifat yang keji dan hina (sifat mazmumah).
Sifat Mazmumah boleh dianggap seperti racun-racun yang boleh membunuh manusia secara tidak
disedari dan sifat ini berlawanan dengan sifat mahmudah yang sentiasa mengajak dan menyuruh

manusia melakukan kebaikan.Oleh itu, dalam Islam, yang menjadi pengukur bagi menyatakan sifat
seseorang itu sama ada baik atau buruk adalah berdasarkan kepada akhlak dan perilaku yang dimilik
oleh seseorang.
Dalam mengamalkan sifat-sifat mahmudah atau etika hidup yang murni, ia merangkumi
banyak aspek antaranya :
1. Akhlak Terhadap Diri Sendiri, seperti menjaga kesihatan diri, membersih jiwa daripada
akhlak yang buruk dan keji serta tidak melakukan perkara-perkara maksiat.
2. Akhlak Terhadap Keluarga, seperti pergaulan dan komunikasi yang baik antara suami isteri,
berbuat baik kepada kedua ibu bapa, menghormati yang lebih tua dan mengasihi orangorang muda daripada kita.
3. Akhlak Terhadap Masyarakat, seperti sentiasa menjaga amanah, menepati janji, berlaku adil,
menjadi saksi yang benar dan sebagainya.
Akhlak dapat dibentuk dengan baik sekiranya kita benar-benar mengikuti lunas-lunas yang telah
disyariatkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Antara jalan terbaik untuk membentuk akhlak yang mulia
ialah :
1. Mempunyai Ilmu Pengetahuan. setiap mukmin perlu mempelajari apakah yang dimaksudkan
dengan akhlak terpuji (akhlak mahmudah) dan tahu membezakan dengan akhlak yang keji ( akhlak
mazmumah ).
2. Menyedari Kepentingan Akhlak Yang Diamalkan. Ini kerana akhlak merupakan cermin diri
bagi seseorang muslim dan membawa imej Islam, malahan daya tarikan Islam juga bergantung
kepada akhlak yang mulia.
3. Mempunyai Keazaman Yang Tinggi, melalui keazaman yang tinggi dan kuat sahajalah jiwa
seseorang dapat dibentuk untuk benar-benar menghayati sifat yang mulia.

BAB III
KESIMPULAN

Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan
dengan gampang dan mudah tanpa memerlukan pertimbangan dan pemikiran. Sedangkan
etika adalah ilmu yang mempelajari soal kebaikan dan keburukan di dalam hidup manusia
semuanya, terutama yang mengenai gerak gerik pikiran dan rasa yang merupakan
pertimbangan dan perasaan sampai mengenai tujuannya yang merupakan perbuatan. Dan jika
moral adalah suatu tindakan yang sesuai dengan ukuran tindakan yang umum diterima oleh
kesatuan sosial atau lingkungan tertentu.
Yang menjadi sumber akhlak adalah yang menjadi ukuran baik dan buruk atau mulia dan
tercela. Sumber akhlak adalah Al-Quran dan sunah. Jika dalam etika untuk menentukan nilai
perbuatan manusia baik atau buruk tolak ukur yang digunakan atau sumbernya adalah akal
pikiran atau rasio (filsafat), sedangkan dalam pembicaraan moral tolak ukur yanng

digunakan adalah norma-norma yang tumbuh dan berkembang dan berlangsung


dimasyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Abuddin Nata,Akhlak Tasawuf,Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996.


Amin, Ahmad, Etika (Ilmu Akhlak), (Terj), Farid Maruf, dari judul asli al-Akhlak,
Jakarta:Bulang Bintang, 1983.

[1] Muhammad Athiyah Al-Abrasyi, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, h.15


[2] Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, h.48-49
[3] Mansur Ali Rajab, Taammulat Fi al-Falsafah al-Akhlaq, (Qairo: al-Injiliwi al-Misriyyah,
1961 M), h.96
[4] Mahjuddin, Akhlak Tasawuf II, h.31-32
[5] Mansur Ali Rajab, Taammulat Fi al-Falsafah al-Akhlaq, h.367
[6] Al-Ghazali, Juz III, h.54
[7] Mahjuddin, Akhlak Tasawuf II, h.33

Anda mungkin juga menyukai