Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH AKIDAH AKHLAK

KONSEP AKHLAK DALAM ISLAM

Disusun Oleh
Kelompok 7:

1. Wilda Tasya 1930201180


2. Kharisma Novriani Pangestu 1930201181
3. Baina 1930201179

Dosen Pengampu:
Drs. Ahmad Syarifuddin, M.Pd.I

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MANDRASAH IBTIDAIYAH


FAKULTAS ILMU TRABIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG
2021
DAFTAR ISI

COVER
DAFTAR ISI i
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 1
C. Tujuan 1
BAB II PEMBAHASAN 3
A. Pengertian Akhlak 3
B. Karakteristik Akhlak 4
C. Pembagian Akhlak 6
D. Sumber Akhlak dan Kedudukan Akhlak Dalam Islam 7
E. Akhlak Sebagai Modal Sosial Bagi Keberhasilan Hidup Seseorang 9
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan 11
B. Saran 11
DAFTAR PUSTAKA 12

i
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di era global yang semakin maju ini perilaku seorang muslim


semakin beraneka ragam.  beraneka ragam. Manusia cenderung mengikuti
Manusia cenderung mengikuti pola hidup yang mewah pola hidup yang
mewah dan bergaya, dan bergaya, mereka bahkan lupa dengan adanya etika,
moral dan akhlak yang yanitu tidak terlalu dihiraukan dan dijadikan pedoman
dalam hidup. Karena pada kenyataannya manusia sekarang kurang
pengetahuan tentang etika, moral, dan akhlak. Selama ini pelajaran etika,
moral, dan akhlak sudah diperkenalkan sejak kita berada-berada di sekolah
sekolah dasar, yaitu pada pelajaran pelajaran agama islam dan
kewarganegaraan. kewarganegaraan. Namun pada kenyataannya pelajaran eti
pelajaran etika, moral dan akhlak itu dan akhlak itu hanya saja tanpa di
aplikasikan ke dalam perilaku kehidupan sehari-hari, sehingga pelajaran yang
telah disampaikan menjadi sia-sia. Sebagai generasi penerus Indonesia,
sangatlah tidak terpuji jika kita para generasi penerus tidak memiliki etika,
moral dan akhlak. Oleh karena itu penulis menyusun makalah ini agar menjadi
acuan dalam perbaikan etika, moral, dan akhlak masyarakat.

B. Rumusan masalah
1. Apa yang dimaksud dengan akhlak ?
2. Apa saja karakteristik akhlak ?
3. Apa saja pembagian akhlak ?
4. Apa saja sumber dan kedudukan akhlak dalam islam ?
5. Bagaimana akhlak sebagai modal sosial bagi keberhasilan hidup
seseorang ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan akhlak.
2. Untuk mengetahui apa saja karakteristik akhlak.

1
3. Untuk mengetahui apa saja pembagian akhlak.
4. Untuk mengetahui apa saja sumber dan kedudukan akhlak dalam
islam.
5. Untuk mengetahui bagaimana akhlak sebagai modal sosial bagi
keberhasilan hidup seseorang.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Akhlak

Menurut (Sahilun A,1980), kata “Akhlak” berasal dari bahasa arab, jamak
dari khuluqun yang menurut bahasa berarti budi pekerti, perangai, tingkah
laku atau tabiat. Kata tersebut mengandung segi-segi persesuaian dengan
perkataan khalqun yang berarti kejadian, yang juga erat hubungannya dengan
khaliq yang berarti pencipta; demikian pula dengan akh pencipta; demikian
pula dengan akhluqun yang berarti yang diciptakan. Kata akhlak menunjukkan
sejumlah sifat tabiat fitri atau asli pada manusia dan sejumlah sifat yang
diusahakan hingga seolah-olah fitrah akhlak ini memiliki dua bentuk, bentuk,
pertama pertama bersifat bersifat batiniyah batiniyah (kejiwaan) (kejiwaan)
dan yang kedua yang kedua bersifat bersifat zahiriah zahiriah yang terwujud
dalam perilaku. Menurut para ulama dan sarjana menuturkan bahwa akhlak
ditinjau dari aliran atau ajaran yang dianggap benar. Dalam aspek sosiologis
juga didefinisikan akhlak sesuai dengan disiplin ilmu sosiologi (ilmu
dalam bermasyarakat).  bermasyarakat).

Sedangkan menurut menurut aliran idealisme idealisme didefinisikan


sesuai dengan aliran yang dianutnya. Menurut aliran utilitarianisme
(menekankan aspek kegunaan) dan naturalisme (menekankan oada panggilan
alam atau kejadian manusia itu sendiri atau fitahnya). Maka jika sifat tersebut
melahirkan suatu perbuatan atau tindakan yang terpuji menurut ketentuan akal
dan norma agama, dinamakan akhlak yang baik (mahmudah). Tetapi manakala
ia melahirkan perbuatan yang jahat, maka dinamakan akhlak yang buruk
(madzmumah). Pengertian sikap positif yang termasuk dalam akhlak yang
terlihat melalui perilaku-perilaku dapat ditunjukkan ditunjukkan dengan
beberapa beberapa sikap, tabiat, tabiat, watak atau kebiasaan kebiasaan
misalkan sikap pemaaf, amanah, sabar, rendah hati, dll. Sedangkan sikap
negatif misalkan sikap pemarah, pendendam, dengki, khianat, sombong dll.

3
Hal yang menentukan apakah suatu perbuatan itu baik atau buruk adalah
norma-norma agama yang bersumber dari al-Haq yaitu Tuhan Yang Maha
Esa.

B. Karakteristik Ahlak

Pada dasarnya, konsep akhlak dalam Islam –yang menjadi rujukan akhlak
santri, kyai (guru) dan wali santri– memiliki cakupan yang sangat luas, karena
akhlak berarti agama itu sendiri. Di antara ciri-ciri khas atau karakteristik
akhlak Islam  yang membedakan dengan moral dan etika adalah sbb.:

1. Bersumber dari wahyu al-Qur’an dan al-Sunnah. 


Akhlak Islam bersumber dari wahyu al-Qur’an dan al-Sunnah yang
memiliki kebenaran mutlak dan berlaku sepanjang masa, dimana saja dan
kapan saja. Hal ini berbeda dengan moral dan etika yang bersumber dari
adat istiadat suatu masyarakat yang bersifat relatif dan boleh jadi berbeda
standartnya antara satu masyarakat dengan masyarakat lainnya.
2. Berhubungan erat dengan aspek Aqidah dan Syari’ah. 
Akhlak dalam Islam tidak berdiri berdiri, tetapi berhubungan erat
dengan aspek aqidah (keimanan) dan syari’ah (hukum-hukum Islam yang
bersifat praktis, baik dalam bidang ibadah, mu’amalah, jinayah maupun
lainnya).  
3. Bersifat Universal. 
Akhlak dalam Islam, bersih dan bebas dari tendensi (kecenderungan)
rasialisme. Apa yang berlaku bagi umat Islam berlaku pula bagi non
muslim.Mencuri hukumnya haram, baik terhadap harta orang muslim
maupun harta non muslim. Zina hukumnya haram, baik terhadap orang
Islam maupun non muslim. Seorang muslim dan non muslim sama-sama
berhak mendapatkan keadilan di depan pengadilan.
4. Bersifat Komprehensif (menyeluruh). 
Akhlak dalam Islam mencakup akhlak terhadap diri sendiri; hubungan
dengan Allah SWT; dengan sesama manusia dan alam lingkungan. Hal ini

4
berbeda dengan moral dan etika yang hanya menekankan hubungan baik
dengan sesama manusia dan lingkungannya.
Dalam pandangan masyarakat Barat, mengkonsumsi minuman keras,
berjudi dan berzina tidaklah melanggar moral dan etika, sepanjang hal itu
dilakukan atas dasar suka sama suka, bukan paksaan (perkosaan).
Sebaliknya, dalam pandangan Islam, perbuatan tersebut selain melanggar
hukum (syari’ah), juga tidak sesuai bahkan bertentangan dengan  al-
akhlak al-karimah.  
5. Bersifat Tawazun (keseimbangan). 
Islam menghendaki agar umatnya tidak melampaui batas dalam segala
hal. Keseimbangan merupakan sifat dasar ajaran Islam, baik keseimbangan
antara jasmani dan rohani; keseimbangan antara hubungan dengan Allah
(hablun min Allah) dan hubungan sesama manusia (hablun min al-nas);
maupun keseimbangan antara urusan dunia dengan akherat.
Keseimbangan mencakup hak dan kewajiban, tidak boleh memberikan
kepada individu hak–hak yang berlebihan yang mengakibatkan kebebasan
tanpa batas, juga tidak boleh memberikan kewajiban kepada individu yang
berlebihan sehingga sangat memberatkan. Keseimbangan dan keserasian,
merupakan sifat dasar akhlak dalam Islam.
6. Sesuai dengan Fitrah. 
Islam datang dengan membawa ajaran yang sesuai dengan fitrah
manusia, karena agama Islam datang dari Allah, sedangkan manusia
dengan segala macam fitrahnya juga diciptakan oleh Allah SWT. Oleh
karena itu, sangat mustahil jika ajaran-ajaran agama Islam bertentangan
dengan fitrah manusia.
Islam mengakui eksistensi manusia apa adanya dengan segala
dorongan kejiwaannya, kecenderungan fitrahnya; Islam menghaluskan
fitrah dan memelihara kemuliaan manusia dengan hukum–hukum dan
ketentuan-ketentuannya. Jika manusia melampui hukum–hukum dan
ketentuan-ketentuan Allah SWT, maka dapat dipastikan mereka akan
terjerumus ke dalam lembah yang hina.

5
7. Bersifat positif dan optimis. 
Islam mengajarkan, bahwa kehidupan adalah sebuah anugerah Allah
yang harus diisi dengan amal shaleh. Oleh karena itu, manusia harus
mengaktualisasikan dan memanfaatkan segala macam potensi yang
dianugerahkan oleh Allah SWT untuk melakukan amal kebaikan yang
bermanfaat bagi dirinya, keluarganya dan masyarakat luas, dengan penuh
keyakinan dan optimisme, serta melawan pesimisme (keputusasaan),
kemalasan dan segala bentuk penyebab kelemahan.Rasulullah SAW
berpesan kepada umatnya agar bekerja keras untuk memakmurkan
kehidupan sampai detik terakhir usia dunia.
Rasulullah S.A.W bersabda :  “Jika kiamat telah (hampir) terjadi
sedangkan di tangan salah seorang di antara kamu sekalian ada anak pohon
yang ingin ditanamnya, maka hendaklah dia menanamnya hingga  kiamat
benar-benar terjadi”.

C. Pembagian Akhlak
Dalam kaitan pembagian akhlak ini, Ulil Amri Syafri mengutip pendapat
Nashiruddin Abdullah yang menyatakan bahwa: secara garis besar dikenal dua
jenis akhlak; yaitu akhlaq al karimah (akhlak terpuji), akhlak yang baik dan
benar menurut syariat Islam, dan akhlaq al mazmumah (akhlak tercela),
akhlak yang tidak baik dan tidak benar menurut syariat Islam.
Akhlak yang baik dilahirkan oleh sifat-sifat yang baik pula, demikian
sebaliknya akhlak yang buruk terlahir dari sifat yang buruk. Sedangkan yang
dimaksud dengan akhlaq al mazmumah adalah perbuatan atau perkataan yang
mungkar, serta sikap dan perbuatan yang tidak sesuai dengan syariat Allah,
baik itu perintah maupun larangan_Nya, dan tidak sesuai dengan akal dan
fitrah yang sehat.
Memahami jenis akhlak seperti yang disebutkan di atas, maka dapat
difahami, bahwa akhlak yang terpuji adalah merupakan sikap yang melekat
pada diri seseorang berupa ketaatan pada aturan dan ajaran syariat Islam yang
diwujudkan dalam tingkah laku untuk beramal baik dalam bentuk amalan

6
batin seperti zikir dan doa, maupun dalam bentuk amalan lahir seperti ibadah
dan berinteraksi dalam pergaulan hidup ditengah-tengah masyarakat.
Sedangkan akhlak yang tercela adalah merupakan sikap yang melekat pada
diri seseorang, berupa kebiasaan melanggar ketentuan syariat ajaran Islam
yang diujudkan dalam tingkah laku tercela, baik dalam bentuk perbuatan batin
seperti hasad, dengki, sombong, takabur, dan riya, maupun perbuatan lahir
seperti berzina, menzholimi orang lain, korupsi dan perbuatanperbuatan buruk
lainnya.
Sedangkan menurut Aminuddin akhlak terbagi pada dua macam yaitu
akhlak terpuji (akhlakul mahmudah) dan akhlak tercela (akhlakul
madzmumah).
1. Akhlak Terpuji
Akhlak terpuji adalah sikap sederhana yang lurus sikap sedang tidak
berlebih-lebihan, baik perilaku, rendah hati, berilmu, beramal, jujur, tepat
janji, istiqamah, berkemaan, berani, sabar, syukur, lemah lembut dan lain-
lain.
2. Akhlak Tercela
Akhlak tercela yaitu semua apa-apa yang telah jelas dilarang dan
dibenci oleh Allah swt yang merupakan segala perbuatan yang
bertentangan dengan akhlak terpuji.
Dari pemaparan di atas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa akhlak
terbagi atas dua bagian yang mana akhlak terpuji yaitu semua perbuatan-
perbuatan baik yang diperintahkan dan disenangi Allah begitu sebaliknya
terhadap akhlak tercela yaitu perbuatanperbuatan yang dilarang dan dibenci
Allah Swt. Dengan demikian akhlak yang baik akan memberikan pengaruh
pada pelakunya begitu juga sebaliknya dengan akhlak tercela.

D. Sumber dan Kedudukan Akhlak Dalam Islam

Akhlak menempati posisi yang sangat penting dalam agama Islam.


Pentingnya kedudukan akhlak dapat dilihat dari berbagai sunnah qouliyah
(sunnah dalam bentuk perkataan) Rasulullah seperti yang telah diuraikan
Yunahar Ilyas yaitu:

7
1. Rasulullah Saw., menempatkan penyempurnaan akhlak yang mulia
sebagai misi dalam sejarah penyampaian Islam di muka bumi ini.
Seperti yang yang terdapat dalam hadist yaitu : ِ‫ َِْل ا َ ِرم َ َهكا َ ِّون تَ ُت‬Xِ ْ‫ق ُخا َل‬
‫ًًََِّواَبُ ِعث إ‬X` ًَِْ ‫ ِ ُل‬Artinya, ”Sesungguhnya aku diutus untuk
menyempurnakan akhlak yang mulia”.(HR. Bukhari).
2. Akhlak merupakan salah satu ajaran pokok agama Islam, sehingga
Rasulullah Saw pernah mendefenisikan agama itu dengan akhlak yang
baik (husn al-kluluq).
3. Akhlak yang baik akan memberatkan timbangan kebaikan seseorang
nanti pada hari kiamat. Seperti hadist Rasulullah Saw bersabda :14`َّ‫ى ِ ٍك‬
‫ب‬ َ ‫ا َ َش ْي ٌءأ‬X‫ف ْ ث ه‬
ِ ‫ق ُل‬ َ ‫ا َ ْ ال َ ُوْ ؤ ِه ِي‬X‫َح َس ٍي َوإ ُ َ ِهة ِه ْي ُخل ِقي‬
َ ‫ي ْوم ْ ِى ال ْي ِ ْهي َزا‬
‫ ِذ ْي َء ْ ِح َش ال فا َ ْ ْيُبِف ُض ال هلالَ َل‬Artinya :”Tidak ada satu pun yang lebih
memberatkan timbangan (kebaikan) seorang hamba mu’min nanti pada
hari kiamat selain dari akhlaq yang baik…”(HR. Tirmidzi).

Dari ketiga uraian di atas, maka sudah jelas akhlak yang dimaksud yaitu
akhlak baik atau akhlak islami, yaitu bersumber dari wahyu Allah yang
terdapat dalam al-Quran dan merupakan sumber utama dalam ajaran agama
Islam. Sehingga dapat dipahami bahwa pendefenisian agama (Islam) dengan
akhlak yang baik itu sebanding dengan pendefenisian ibadah haji dengan
wuquf di A‟rafah.

Sedangkan Aminuddin juga menjelaskan sumber akhlak yaitu : Sumber


akhlak adalah yang menjadi ukuran baik dan buruk atau mulia dan tercela.
Sebagaimana keseluruhan ajaran agama Islam, sumber akhlak adalah al-Quran
dan sunnah, bukan akal pikiran atau pandangan masyarakat sebagaimana pada
pandangan konsep etika dan moral. Dan bukan pula karena baik atau buruk
dengan sendirinya sebagaimana pandangan Mu‟tazilah.

Jadi dapat dipahami bahwa dalam konsep akhlak, segala sesuatu itu dinilai
baik atau buruk, terpuji atau tercela, semata-mata karena syara‟ (al-Quran dan
Sunnah). Maka sudah jelas bagi kita bahwa ukuran yang pasti (tidak
spekulatif), objektif, konfrehensif dan universal untuk menentukan baik dan
buruk hanyalah al-Quran dan Sunnah, bukan yang lain-lain.

8
E. Akhlak Sebagai Modal Sosial Bagi Keberhasilan Hidup Seseorang

“Dan tujuan akhir dari akhlak, yaitu memutuskan diri kita dari cinta
kepada dunia, dan menancapkan dalam diri kita cinta kepada Allah SWT.
Maka, tidak ada lagi sesuatu yang dicintai yang dicintai selain berjumpa selain
berjumpa dengan dzat ilahi dengan dzat ilahi rabbi, dan tidak rabbi, dan tidak
menggunakan semua menggunakan semua hartanya kecuali karenanya…"

Jelaslah, al-Ghazāli menempatkan kebahagiaan jiwa manusia sebagai


tujuan akhir dan kesempurnaan dari akhlak. Kebahagiaan tertinggi dari jiwa
berarti mengenal adanya Allah tanpa keraguan (ma’rifatullah). Allah
merupakan sumber cinta dalam manusia dan kebenaran yang memuaskan
rohani. Implikasi etis, jiwa manusia meninggalkan segala hal duniawi supaya
mengalami kebahagiaan jiwa.

Manusia yang berpegang pada prinsip akhlak akan mengupayakan


hidupnya secara bijak. Semua perbuatannya/amalnya diyakini keterarahan
kepada Allah yang telah menanamkan segala yang baik dalam ciptaan.
Dengan keseimbangan jiwanya, ia tidak membiarkan diri hanyut akan penutup
hal-hal bersifat material sejauh hal itu  bisa menambah kesempurnaan akhlak.
Kebahagiaan itu diyakini mampu diwujudkan dalam keutamaan-keutamaan
hidup. Jalan keutamaan itu sendiri perlu dilatihkan dan diterangi dengan
prinsip akhlak di mana terjadi perpaduan anugerah Tuhan dan rasionalitas
manusia untuk terarah pada kebaikan moral.

Bahkan, dalam daya jiwa difokuskan suatu perbuatan mesti diorientasikan


pada tindakan yang mengarah pada keadilan dan memandang kebebasan
mutlak setiap individu. Kesuksesan hakiki akan dapat diraih jika mengikuti
konsep 7B, yaitu:

1. Beribadah dengan benar


2. Bertakwa dengan baik
3. Belajar tiada henti
4. Bekerja keras dan ikhlas
5. Bersahaja dalam hidup

9
6. Bantu sesama
7. Bersihkan hati selalu

Dengan 7 konsep tersebut kita dapat mengimplikasikan dalam kehidupan


sehari –  hari namun tetap dengan akhlak yang baik maka kesuksesan akan
dengan mudah kita dapat, baik kesuksesan dunia maupun akhirat. “Tidak ada
sesuatu yang lebih berat dalam timbangan (amal) seorang mukmin pada hari
kiamat, melebihi akhlak yang luhur ”  (Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi).

BAB III

PENUTUP

10
A. Kesimpulan

Menurut (Sahilun A,1980), kata “Akhlak” berasal dari bahasa Arab, jamak
dari khuluqun yang menurut bahasa berarti budi pekerti, perangai, tingkah
laku atau tabiat. Kata tersebut mengandung segi-segi persesuaian dengan
perkataan khalqun yang berarti kejadian, yang juga erat hubungannya dengan
khaliq yang berarti pencipta; demikian pula dengan akh pencipta; demikian
pula dengan akhluqun yang berarti yang diciptakan.

Dalam konsep akhlak, segala sesuatu itu dinilai baik atau buruk, terpuji
atau tercela, semata-mata karena syara‟ (al-Quran dan Sunnah). Maka sudah
jelas bagi kita bahwa ukuran yang pasti (tidak spekulatif), objektif,
konfrehensif dan universal untuk menentukan baik dan buruk hanyalah al-
Quran dan Sunnah, bukan yang lain-lain.

B. Saran

Pemakalah menyadari begitu banyak kekurangan dalam penulisan makalah


ini. Oleh karena itu, pemakalah sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca.

DAFTAR PUSTAKA

11
Ulil Amri Syafri, (2014), Pendidikan Karakter Berbasis Al Quran,
Jakarta : PT Raja Grafindo Persada

Aminuddin, dkk, (2006), Membangun Karakter dan Kepribadian melalui


Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Graha Ilmu

Sahilun A, 1980, Nasir, Etika dan Problematikanya Dewasa ini,


Bandung : PT. Al-Ma’arif

12

Anda mungkin juga menyukai