Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Allah telah mewajibkan bagi seluruh hambanya untuk masuk ke dalam
Islam dan berpegang teguh dengan ajaran-Nya dan menjauhi segala sesuatu yang
menyimpang darinya. Ia juga telah mengutus Nabi Muhammad SAW untuk
berdakwah terhadap hal tersebut, dan juga telah mengabarkan bahwa barang siapa
yang mengikutinya maka dia telah mendapatkan hidayah, namun barang siapa
yang menolak dakwahnya maka ia telah tersesat. dan Allah telah mewajibkan bagi
seluruh hambanya untuk masuk ke dalam Islam dan berpegang teguh dengan
ajaran-Nya dan menjauhi segala sesuatu yang menyimpang darinya. Ia juga telah
mengutus Muhammad untuk berdakwah terhadap hal tersebut, dan juga telah
mengabarkan bahwa barang siapa yang mengikutinya maka dia telah
mendapatkan hidayah, namun barang siapa yang menolak dakwahnya maka ia
telah tersesat.
Agar umat islam dapat memaksimalkan kualitas Syahadat dalam
kehidupannya, maka terlebih dahulu mereka haruslah mengetahui mengenai
syarat makna dan rukun yang terkandung dalam kalimat syahadat.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan PengertianTauhid ?
2. Apa makna syahadat ,?
3. Apa saja syarat-syarat shahadat,?
4. Apa saja rukun syahadat,?

C. Tujuan Penulis
Agar mahasiswa mengetahui betapa pentingnya mengetahui syarat, makna
dan rukun syahadat, dan makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan dan
pengetahuan tentang syarat, makna dan rukun syahadat.
BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian Tauhid

Menurut bahasa kata tauhid berasal dari bahasa Arab tauhid bentuk masdar
(infinitif) dari kata wahhada, yang artinya al-i’tiqaadu biwahdaniyyatillah
(keyakinan atas keesaan Allah). Sedangkan pengertian secara istilah tauhid ialah
meyakini bahwa Allah Swt. itu Esa dan tidak ada sekutu bagi-Nya. Kesaksian ini
dirumuskan dalam kalimat syahadat. Laa ilaha illa Allah (tidak ada Tuhan selain
Allah).
Tauhid artinya mengesakan Allah. Esa berarti Satu. Allah tidak boleh dihitung
dengan satu, dua atau seterusnya, karena kepada-Nya tidak layak dikaitkan
dengan bilangan. Beberapa ayat al-Qur’an telah dengan jelas mengatakan keesaan
Allah. Di antaranya surah al-Ikhlas ayat 1-4 sebagai berikut:
Katakanlah: “Dia-lah Allah, yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang
bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula
diperanakkan, Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.” (Q.S. al-
Ikhlas [112]:1-4)
Dari ayat di atas dapat ditangkap penjelasan bahwa Allah itu Maha Esa. Keesaan
Allah Swt. itu menurut M. Quraish Shihab mencakup keesaan Zat, keesaan Sifat,
keesaan Perbuatan, serta keesaan dalam beribadah kepada Nya.
Keesaan Zat mengandung pengertian bahwa seseorang harus percaya bahwa Allah
Swt. tidak terdiri dari unsur-unsur, atau bagian-bagian. Karena, bila Zat Yang
Maha Kuasa itu terdiri dari dua unsur atau lebih—betapapun kecilnya unsur atau
bagian itu—maka ini berarti Dia membutuhkan unsur atau bagian itu, atau dengan
kata lain, unsur atau bagian ini merupakan syarat bagi wujud-Nya.
Adapun keesaan dalam sifat-Nya, mengandung pengertian bahwa Allah memiliki
sifat yang tidak sama dalam substansi dan kapasitasnya dengan sifat makhluk,
walaupun dari segi bahasa kata yang digunakan untuk menunjuk sifat tersebut
sama. Sebagai contoh, kata rahim merupakan sifat bagi Allah, tetapi juga
digunakan untuk menunjuk rahmat atau kasih sayang makhluk. Namun substansi
dan kapasitas rahmat dan kasih sayang Allah berbeda dengan rahmat makhluk-
Nya. Allah Esa dalam sifat-Nya, sehingga tidak ada yang menyamai substansi dan
kapasitas tersebut.
Keesaan dalam perbuatan-Nya mengandung arti bahwa segala sesuatu yang
berada di alam raya ini, baik sistem kerjanya maupun sebab dan wujudnya,
kesemuanya adalah hasil Perbuatan Allah semata.
Sedangkan keesaan dalam beribadah merupakan perwujudan dari ketiga keesaan
di atas.
Katakanlah: ”sesungguhnya salatku, ibadahku, hidup dan matiku, semuanya
karena Allah, Pemelihara seluruh alam.” (Q.S. al-An’ām [6]:162)
Dari sini dapat disimpulkan bahwa segala bentuk peribadatan harus ditujukan
hanya kepada Allah semata. Hanya Allah yang wajib disembah. Tidak boleh
peribadatan itu ditujukan kepada selain Allah Swt.
keesaan Allah Swt. sangat penting ditanamkan dalam hati setiap orang yang
mengimani adanya Allah Swt. Oleh karena itu, untuk mendukung ketercapaian
keimanan tersebut harus didukung dengan pemahaman mengenai llmu tauhid dan
cabang-cabang lain dari ilmu tauhid. Dengan pemahaman yang utuh seperti ini,
diharapkan bisa memudahkan seseorang untuk bertauhid yang benar.
Kemudian untuk melengkapi pemahaman tentang pengertian tauhid tersebut,
berikut ini dijelaskan tentang hal-hal lain yang terkait dengan penjelasan di atas.
Ilmu tauhid adalah ilmu yang membahas tentang Allah Swt. sifat-sifat yang wajib
pada-Nya, sifat-sifat yang boleh disifatkan kepada-Nya, dan sifat-sifat yang sama
sekali harus ditiadakan daripada-Nya, serta tentang rasul-rasul Allah Swt. untuk
menetapkan kerasulan mereka, hal-hal yang wajib ada pada diri mereka, hal-hal
yang boleh (dinisbahkan) kepada mereka, dan hal-hal terlarang mengaitkannya
kepada mereka.
Ilmu ini dinamakan ilmu tauhid karena pokok pembahasannya yang paling
penting adalah menetapkan keesaan (wah.dah) Allah Swt. dalam zat- Nya, dalam
menerima peribadatan dari makhluk-Nya, dan meyakini bahwa Dia-lah tempat
kembali, satu-satunya tujuan. Keyakinan tauhid inilah yang menjadi tujuan utama
bagi kebangkitan Nabi Muhammad Saw.

B. Makna Syahadat “La ilaaha illallah”


Makna Kalimat la ilaha illallah adalah ‫( َال َم ْعُب ْو َد ِبَح ٍّق ِإَّال هللا‬tidak ada
sesembahan yang benar untuk diibadahi kecuali Allah). Mayoritas kaum
muslimin mengartikan kalimat ini dengan ucapan “tiada Tuhan selain Allah”.
Namun pada nyatanya tuhan itu banyak, hanya saja semua tuhan yang dijadikan
sesembahan oleh kaum musyrikin adalah batil. Sedangkan Tuhan yang Haq
hanyalah satu; Tuhan saya, Tuhan anda, Tuhan kita semuanya, yaitu Allah Tuhan
semesta alam.

Allah ta’ala sendiri menyebutkan bahwa tuhan itu berbilang. Namun semuanya
adalah batil kecuali Dia semata. Firman-Nya:

‫َذ ِلَك ِبَأَّن َهَّللا ُهَو اْلَح ُّق َو َأَّن َم ا َيْدُع ْو َن ِم ْن ُد ْو ِنِه ُهَو اْلَباِط ُل َو َأَّن َهَّللا ُهَو اْلَعِلُّي اْلَك ِبْيُر‬.

“Yang demikian itu, karena sesungguhnya Allah Dia-lah Tuhan yang Haq dan
sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain dari Allah itulah yang batil, dan
sesungguhnya Allah Dia-lah yang Maha Tinggi lagi Maha besar.” (QS. al-Hajj:
62).

Maka itu tatkala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajak


kaumnya untuk meninggalkan tuhan-tuhan mereka yang batil dan mentauhidkan
Allah semata dengan serta merta mereka mengingkari dan berkata, sebagaimana
yang difirmankan Allah:

‫َأَج َعَل ْاَآلِلَهَة ِإَلًها َو اِح ًدا ِإَّن َهَذ ا َلَش ْي ٌء ُع َج اٌب‬.

“Mengapa ia (Muhammad) menjadikan tuhan-tuhan itu Tuhan yang satu saja?


Sesungguhnya Ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan.” (QS.
Shad: 5)

Adapun makna yang benar dari kalimat tauhid ini adalah “Tiada Tuhan
yang Haq kecuali Allah” atau “Tiada Tuhan yang berhak diibadahi kecuali
Allah,” yang mana dalam bahasa Arabnya berbunyi “Laa ma’buuda bihaqqin
Illalllahu”. (asy-Syahadatan, Syaikh Abdullah Jibrin hal. 15)

Inilah makna yang benar yang menyatakan bahwa tiada Tuhan yang berhak untuk
dialamatkan kepada-Nya ibadah kecuali hanya Allah semata. Sebab hanya Allah-
lah satu-satunya Tuhan yang berhak untuk diibadahi, tiada sekutu bagi-Nya.
Firman-Nya:

‫َو َم ا َأْر َس ْلَنا ِم ْن َقْبِلَك ِم ْن َر ُسْو ٍل ِإَّال ُنْو ِح ْي ِإَلْيِه َأَّنُه َال ِإَلَه ِإَّال َأَنا َفاْع ُبُد ْو ِن‬.
“Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan Kami
wahyukan kepadanya: “Bahwasanya tidak ada Tuhan yang hak melainkan Aku,
maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku”. (QS. al-Anbiya`: 25)

Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Tuhan Yang Maha Menciptakan segala-


galanya itulah yang berhak untuk diibadahi.” (al-Ushul ats-Tsalatsah, Syaikh
Muhammad at-Tamimi)

Akan tetapi ada beberapa penafsiran yang keliru tentang kalimat la ilaha
illallah yang telah tersebar luas di dunia Islam di antaranya:

1. Menafsirkan kalimat la ilaha illallah dengan (‫)َال َم ْع ُبْو َد ِإاَّل هللا‬: “Tidak ada yang
diibadahi selain Allah”. Padahal makna tersebut rancu, ini berarti setiap yang
diibadahi baik benar maupun salah adalah Allah subhanahu wata’ala. Karena
Allah subhanahu wata’ala menamakan semua yang disembah di muka bumi
sebagai ‫ه‬CCCC‫( إل‬Tuhan). Ketika Rasulullâh shalallahu ‘alaihi wasallam
mengatakan kepada orang-orang musyrik: La ilaha illallah maka meraka
mengatakan

‫َأَج َعَل ْاآلِلَهَة ِإلًها َو اِح ًد ا ِإَّن هَذ ا َلَش ْي ٌء ُع َح اٌب‬

“Apakah dia menjadikan tuhan-tuhan yang banyak ini menjadi Tuhan yang
satu saja? sesungguhnya ini sesuatu yang mengharankan.” [QS. Shood: 5].
2. Menafsirkan kalimat la ilaha illallah dengan (‫“ )َال َخ اِلَق ِإَّال هللا‬Tidak ada pencipta
kecuali Allah”, padahal makna tersebut adalah sebagian makna dari kalimat la
ilaha illallah dan ini masih berupa Tauhid Rububiyah (tauhid yang mengakui
keesaan Allah saja), sehinga belum cukup. Karena orang-orang kafir jahiliyah
dahulu telah meyakini Allah adalah Tuhan pencipta alam, sebagaimana Allah
jelaskan dalam al-Qur’an

‫َو ِلِئْن َس َأْلَتُهْم َم ْن َخ َلَقُهْم َلَيَقْو ُلَّن ُهللا‬

“Dan jika engkau bertanya kepada mereka, sipakah yang menciptakan


mereka, niscaya mereka menjawab, Allah.” (QS. Az – Zuhkruf: 87).
3. Ada juga yang menafsirkan la ilaha illallah dengan (‫) َال َح اِكَم ِإَّال هللا‬: “Tidak ada
hakim/penguasa kecuali Allah”. Pengertian ini pun tidak mencukupi makna
kalimat tersebut karena apabila mengesakan Allah hanya dengan pengakuan
sifat Allah Yang Maha Penguasa saja namun masih berdo’a kepada selain-
Nya atau menyelewengkan tujuan ibadah kepada sesuatu selain-Nya, maka hal
ini belum dikatakan (telah menjalankan makna kalimat tersebut, yaitu
bertauhid kepada Allah-red).

1. Syarat-syarat “La ilaaha illallah”

Kalimat ‫َه ِإاَّل هللا‬C ‫ َال ِإل‬merupakan dasar agama Islam dan inti dari seluruh
syariat Islam, kalimat ini juga yang sering kita dengar dan ucapkan. Bahkan pada
zaman sekarang ini sering kita mendengar sebagian kaum muslimin mengucapkan
kalimat tersebut secara spontan tanpa mereka sadari keluar dari lisan mereka.
Setiap ketaatan kepada Allah subhanahu wata’ala tidak akan diterima kecuali
dengan memenuhi syarat-syaratnya, seperti sholat dan zakat tidak akan diterima
kecuali memenuhi syarat-syaratnya, demikian juga dengan kalimat la ilaha illallah
tidak akan diterima kecuali seorang hamba menyempurnakan syarat-syaratnya.

Seorang Tabi’in yang bernama Wahb Ibnu Munabbih pernah ditanya,

“Bukankah kunci surga itu kalimat la ilaha illallah? maka beliau menjawab ya,
akan tetapi tidaklah disebut kunci kecuali ia memiliki gigi-gigi, jika kamu
membawa kunci disertai gigi-giginya maka pintu tersebut akan terbuka, akan
tetapi apabila tidak memiliki gigi-gigi maka pintu tersebut tidak akan terbuka.”
[Ibnu rajab dalam kitab beliau kalimat ikhlas hal:14].

Beliau menjelaskan syarat la ilaha illlallah ibarat gigi-gigi kunci.

Syarat la ilaha illallah ada 7 yaitu :

1. Al-ilmu, yaitu mengetahui makna la ilaha illallah, sebagaimana firman Allah


Subhanahu wa Ta’ala yang artinya:
“kecuali orang yang mengakui kebenaran dan mereka mengetahuinya.” [QS.
Az-Zukhruf: 86].
Maksudnya orang yang bersaksi dengan laa ilaaha illallah, dan memahami
dengan hatinya apa yang diikrarkan oleh lisannya. Seandainya ia
mengucapkannya, tetapi tidak mengerti apa maknanya, maka persaksian itu
tidak sah dan tidak berguna.
2. Al-Yaqiin, yaitu meyakini makna la ilaha illallah tanpa ada keraguan sedikit
pun, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“sesungguhnya orang-orang mukmin yang sebenarnya adalah mereka yang
beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-
ragu.”[QS. AL-Hujuraat: 15].
3. Al-Qobuul, yaitu menerima kandungan dan konsekuensi dari syahadat,
beribadah kepada Allah semata dan meninggalkan ibadah kepada selain-Nya.
Siapa yang mengucapkan, tetapi tidak menerima dan mena’ati, maka ia
termasuk orang-orang yang difirmankan Allah:
“Sungguh, dahulu apabila dikatakan kepada mereka: la ilaha illallah, mereka
menyombongkan diri, dan mereka berkata:“Apakah kami harus
meninggalkan sesembahan kami karena seorang penyair yang gila”.[QS.
Ash-Shoofaat: 35-36].
4. Al-Inqiyaad, yaitu tunduk dan patuh. Seorang muslim harus tunduk dan patuh
terhadap isi kandungan kalimat ini, sebagaimana firman Allah yang artinya:
“Dan barang siapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia
orang yang berbuat kebaikan, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada
buhul tali yang kokoh.” [QS. Luqman: 22].
Al-´Urwatul-wutsqa adalah laa ilaaha illallah. Dan maka yuslim wajhahu
adalah yanqadu (patuh, pasrah).
5. Ash-Shidqu yaitu jujur, maksudnya adalah mengucapkan kalimat ini dengan
pembenaran di dalam hati. Barang siapa yang mengucapkan kalimat ini
dengan lisannya akan tetapi hatinya mendustakannya maka ia adalah seorang
munafik dan pendusta. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Dan di antara manusia ada yang berkata: kami beriman kepada Allah dan
hari Akhir’, padahal sesungguhnya mereka bukanlah orang-orang yang
beriman. Mereka menipu Allah dan orang-orang beriman, padahal mereka
hanya menipu diri mereka sendiri tanpa mereka sadari. Dalam hati mereka
ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang
pedih, disebabkan mereka berdusta.” [QS. Al-Baqarah: 8-10]. Juga [QS. Al-
ankabut : 2].
6. Al-Ikhlas, Yaitu memurnikan seluruh ibadah hanya kepada Allah Subhanahu
wa Ta’la dan menjauhi kesyirikan, baik syirik besar maupun syirik kecil,
Allah Subhanahu wa Ta’la berfirman yang artinya:
“Maka beribadahlah kepada Allah dengan tulus, ikhlas beragama kepada-
Nya. Ingatlah! Hanya muilik Allah agama yang murni.” [QS. Az-Zumar; 2-
3].
7. Al–Mahabbah (cinta), maksudnya mencintai kalimat ini dan apa yang
dikandungnya, juga mencintai orang-orang yang mengamalkan
konsekuensinya. Allah Subhannahu wa Ta´ala berfirman:
“Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-
tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaima-na mereka
mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada
Allah.” [QS. Al-Baqarah: 165].
Inilah 7 syarat kalimat ‫ َال ِإلَه ِإاَّل هللا‬yang harus dipahami dan diamalkan oleh
setiap muslim, tidak hanya sekedar menghapalnya saja, akan tetapi hendaknya
diiringi dengan amal perbuatan dalam kehidupan sehari-hari.

2. Rukun “La ilaaha illallah”


Ulama menjelaskan bahwa kalimat tauhid la ilaha illallah terdiri dari dua
rukun yaitu :
1. An-Nafyu (peniadaan) : menjauhi sesembahan selain Allah baik Malaikat
yang dekat dengan-Nya atau pun para Nabi dan Rasul yang diutus.
2. Al-Itsbat (penetapan) : menetapkan sesembahan yang benar hanya milik
Allah semata. Adapun sesembahan yang lain semuanya sesembahan yang
batil.
Allah Subhannahu wa Ta´ala berfirman :
‫َفَم ْن َيْك ُفْر ِبالَّطاُغ ْو ِت َو ُيْؤ ِم ْن ِباِهَّلل َفَقِد اْس َتْم َس َك ِباْلُعْر َو ِة اْلُو ْثَقى‬.

“Barangsiapa yang ingkar kepada thaghut dan beriman kepada Allah, maka
sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang
tidak akan putus.” (QS. al-Baqoroh: 256).
Firman Allah, “siapa yang ingkar kepada thaghut” itu adalah makna dari
rukun yang pertama. Sedangkan firman Allah, “dan beriman kepada Allah”
adalah makna dari rukun kedua.
BAB II
PENUTUP
A. Kesimpulan
Syarat, makna dan rukun syahadat dalam islam sangat penting
untuk diketahui sehingga orang islam bukan sekedar namanya saja tapi
memahami islam dari hal-hal yang yang lebih mendalam seperti
memahami syarat, makna dan rukun syahadat.
Setiap ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak akan
diterima kecuali dengan memenuhi syarat-syaratnya, seperti sholat dan
zakat tidak akan diterima kecuali memenuhi syarat-syaratnya, demikian
juga dengan kalimat la ilaha illallah tidak akan diterima kecuali seorang
hamba menyempurnakan syarat-syaratnya. Yang diantaranya adalah Al-
ilmu, Al-Yaqiin, Al-Qobuul, Al-Inqiyaad, Ash-Shidqu, Al-Ikhlas, Al–
Mahabbah. Dan juga memahami makna dan rukun syahadat “La ilaaha
illallah”.

B. Saran
Demikian makalah ini kami susun. Punulis menyadari dalam
makalah ini masih banyak Sekali kekurangan dan jauh dari kesan
“sempurna”. Oleh karena itu, kritik dan saran yang kontruktif sangat
penulis harapkan demi kesempurnaan makalah kami selanjutnya.
Akhirnya semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi siapa saja yang
membcanya, Amien.
DAFTAR PUSTAKA

Hawwa, Sa’id, Al-Islam Syahadatain dan FFenomena Kekufuran, Jakarta: Al-Ishlahy,


1990
Daradjat,Zakiah, Dasar-Dasar Agama Islam,Jakarta: Bulan Bintang,1996
Syukur, Amin, Pengantar Studi Islam, Semarang: Pustaka nuun, 2002
MAKALAH
AIK
Tentang
TAUHID DAN MAKNA KALIMAT LA ILLAHA
ILLALLAH SERTA KONSEKUENSINYA
DALAM KEHIDUPAN

Dosen Pengampu :Hendra, M.Si

Dosen Mata Kuliah:

Disusn Oleh :

Nama : Mihrani
NIM : C03230117

PROGRAM STUDI GIZI


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BIMA
TAHUN AKADEMI 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun ucapkan kepada Allah swt. yang telah memberikan
kesempatan dan kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan
makalah ini. Adapun tugas makalah dibuat ini adalah untuk memenuhi tugas
kelompok dari dosen pada mata kuliah Makalah ini berjudul “Tauhid ”. Penulis
tidak dapat menyelesaikan makalah ini tanpa adanya dukungan, do’a, dan nasehat
dari semuanya. Selanjutnya, penyusun ingin mengucapkan salam dan terima kasih
kepada: Semua yang sudah ikut andil membantu baik materil dan non materil
serta waktunya untuk melengkapi makalah ini. Penyusun menyadari makalah ini
jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik yang membangun, dan saran dari
pembaca sangatlah dihargai. Penyusun sangat beharap bahwa makalah ini dapat
memberikan kontribusi berharga bagi para pembaca.

Bima, 25 Oktober 2023


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................i

DAFTAR ISI......................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.......................................................................................1
B. Rumusan Masalah..................................................................................1
C. Tujuan Makalah......................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN

A. Apa yang dimaksud dengan PengertianTauhid .......................................2

B. Apa makna syahadat ,...............................................................................4

C. Apa saja syarat-syarat shahadat,...............................................................5

D. Apa saja rukun syahadat,..........................................................................7

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan.............................................................................................11

B. Kritik dan Saran......................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA

14

Anda mungkin juga menyukai