PENDAHULUAN
Juga firmanNya:
َّ َولَ َق ْد َب َع ْث َنا فِي ُك ِّل أ ُ َّم ٍة رَّ سُواًل أَ ِن اعْ ُب ُدوا اللَّـ َه َواجْ َت ِنبُوا
َ الطا ُغ
وت
“Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk
menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu” (QS. An-
Nahl[16]: 36)
Tauhid uluhiyah ini adalah makna dari kalimat laa ilaaha illallah
sebagaimana yang diisyaratkan oleh Syaikh bin Baz Rahimahullah. Oleh
karena itu dikatakan kalimat tauhid adalah kalimat laa ilaaha illallah.
Karena maknanya adalah tauhid dan kalimat inilah kalimat tauhid. Dan
tidak ada tauhid kecuali dengan kalimat ini atau dengan jenis tauhid ini.
Yaitu dengan meniadakan hak ibadah dari segala sesuatu selain Allah
dan menetapkan hak ibadah dengan segala jenisnya hanya kepada Allah
saja. Yaitu dengan mengikhlaskan ruku’ kita, sujud kita, kerendahan hati
kita, do’a kita, nadzar kita, penyembelihan, rasa takut, rasa harap dan
segala ibadah-ibadah yang lain harus diikhlaskan untuk Allah saja dan
tidak boleh untuk dijadikan sekutu apapun selain Allah ‘Azza wa Jalla. Dan
kalimat laa ilaaha illallah tidak akan bermanfaat bagi orang yang
mengucapkannya selama dia belum merealisasikan tujuan dari kalimat ini.
Yaitu mentauhidkan Allah ‘Azza wa Jalla. Karena barangsiapa yang
mengucapkan kalimat ini dengan lisannya dan membatalkannya dengan
perbuatannya maka kalimat yang tidak akan bermanfaat baginya. Siapa
yang mengatakan laa ilaaha illallah kemudian berdo’a kepada selain Allah,
beristighatsah kepada selain Allah, meminta pertolongan dari selain Allah,
menyembelih, bernadzar untuk selain Allah, maka tidak akan bermanfaat
untuk nya kalimat laa ilaaha illallah karena ia belum merealisasikan tujuan
dari kalimat tauhid ini. Kalimat ini bukan sekedar kata-kata yang tidak ada
artinya. Bahkan sebaliknya kalimat ini mengandung makna yang sangat
agung dan tujuan yang sangat besar yaitu agar seorang mentahidkan
Allah ‘Azza wa Jalla dan mengikhlaskan seluruh agamanya hanya kepada
Allah Tabaraka wa Ta’ala.
٤﴿ ﴾ َولَ ْم َي ُكن لَّ ُه ُكفُ ًوا أَ َح ٌد٣﴿ ﴾ لَ ْم َيل ِْد َولَ ْم يُولَ ْد٢﴿ ص َم ُد
َّ ﴾ اللَّـ ُه ال١﴿ ﴾قُ ْل ه َُو اللَّـ ُه أَ َح ٌد
“Katakanlah: “Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang
bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula
diperanakkan, dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia”.” (QS.
Al-Ikhlas[112]: 4)
Juga firmanNya:
“Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dialah yang Maha
Mendengar dan Melihat.” (QS. Asy-Syura[42]: 11)
Sebagian ulama membagi tauhid ini menjadi dua bagian saja. Mereka
menjadikan tauhid asma wa sifat dan tauhid rububiyah menjadi satu
bagian dan tidak ada perdebatan dalam hal ini. Karena maksud dari para
ulama yang membagi dua jelas dari dua pembagian tersebut.
Manhaj Ahlussunah Waljamaah dalam bab asma dan sifat-sifat
Allah adalah mensifatkan Allah dengan sifat-sifat yang telah ditetapkannya
untuk dirinya atau yang telah ditetapkan oleh Rasulullah SAW.Tanpa tahrif
atau ta’wil yaitu merubah lafazh Nama dan Sifat, atau merubah
maknanya. Ta’thil yaitu menghilangkan dan menafikan Sifat-Sifat Allah.
Takyif yaitu menerangkan keadaan yang ada padanya sifat. Tamtsil sama
dengan Tasybih, yaitu mempersamakan atau menyerupakan Sifat Allah
Azza wa Jalla dengan makhluk-Nya.
A.Simpulan
B. Saran
Demikian makalah ini kami buat. Semoga apa yang kami diskusikan
dapat menambah rasa syukur kita kepada Allah dan menambah
pengetahuan kami. Adapun dalam penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangan yang masih perlu kami sempurnakan. Untuk itu kritik dan
saran sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini dan kami
ucapan terima kasih.