Anda di halaman 1dari 8

Konsekuensi Kalimat Syahadat

1. Pengertian Syahadat

Syahadat berasal dari bahasa Arab: ‫ الشهادة‬asy-syahādah merupakan asas dan dasar dari
lima rukun Islam, juga sebagai ruh, inti dan landasan seluruh ajaran Islam. Sedangkan menurut
etimologi Syahadat berasal dari kata bahasa Arab yaitu syahida (‫ )شهد‬yang artinya "ia
telah menyaksikan". Kalimat itu dalam syariat Islam adalah sebuah pernyataan
kepercayaan sekaligus pengakuan akan keesaan Tuhan dan Muhammad sebagai
rasulNya.

Syahadat disebut juga dengan Syahadatain karena terdiri dari 2 kalimat (Dalam
bahasa arab Syahadatain berarti 2 kalimat Syahadat). Kalimat pertama merupakan
syahadah at-tauhid, dan kalimat kedua merupakan syahadah ar-rasul.

Kedua kalimat syahadat itu adalah:

1.

ʾašhadu ʾal lā ilāha illa l-Lāh

Artinya : Saya bersaksi bahwa tiada Ilah selain Allah

2.

wa ʾašhadu ʾanna muḥammadar rasūlu l-Lāh


Artinya: Dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah rasul (utusan) Allah.

2. Makna Syahadat

1. Pengakuan ketauhidan

Seorang muslim hanya mempercayai Allah sebagai satu-satunya Allah dan


tiada tuhan yang lain selain Allah. Allah adalah Tuhan dalam arti sesuatu yang
menjadi motivasi atau menjadi tujuan seseorang. Dengan mengikrarkan kalimat
pertama, seorang muslim memantapkan diri untuk menjadikan hanya Allah sebagai
tujuan, motivasi, dan jalan hidup.
2. Pengakuan kerasulan

Dengan mengikrarkan kalimat ini seorang muslim memantapkan diri untuk


meyakini ajaran Allah yang disampaikan melalui seorang 'Rasul Allah,' Muhammad.

3. Makna Laa Ilaaha Illallah


Kalimat Laa Ilaaha Illallah sebenarnya mengandung dua makna, yaitu makna
penolakan dan bantahan terhadap segala bentuk sesembahan (baik dewa maupun ilah)
selain Allah, dan makna penegasan bahwa gelar Tuhan, Ilah, Dewa atau sesembahan
hanyalah milik Allah.

Berdasarkan ayat ini, maka mengilmui makna syahadat tauhid adalah wajib
dan mesti didahulukan daripada rukun-rukun Islam yang lain. Di samping itu
Rasulullah pun menyatakan: "Barang siapa yang mengucapkan Laa Ilaaha Illallah
dengan ikhlas maka akan masuk ke dalam surga." Yang dimaksud dengan ikhlas di
sini adalah memahami, mengamalkan dan mendakwahkan kalimat tersebut sebelum
yang lainnya, karena di dalamnya terkandung tauhid yang karenanya Allah
menciptakan alam.

Rasulullah (Muhammad) tinggal selama 13 tahun di Makkah mengajak orang-


orang dengan perkataan dia "Katakan Laa Ilaaha Illallah" maka orang kafir pun
menjawab "Beribadah kepada sesembahan yang satu, kami tidak pernah mendengar
hal yang demikian dari orang tua kami". Orang Suku Quraisy di zaman nabi sangat
paham makna kalimat tersebut, dan barangsiapa yang mengucapkannya tidak akan
menyeru/berdoa kepada selain Allah.

Hanya Allah yang berhak disembah, bukan yang lainnya. Hanya Allah saja
yang harus disembah oleh hati manusia dengan segenap cinta, rasa pengagungan dan
penghormatan, dibarengi dengan sepenuh kepatuhan, rasa takut dan tawakkal kepada-
Nya. Kita dilarang memohon, meminta pertolongan, menyandarkan segala urusan,
beribadah, shalat, berkurban, dan lain sebagainya, kecuali hanya kepada Allah 
semata. Jika demikian, dalam beribadah kita wajib mengikhlaskan hati untuk-Nya,
sebagaimana firman-Nya: ”Dan tidaklah mereka disuruh, kecuali supaya menyembah
Allah dengan penuh keikhlasan kepada-Nya, dengan (menjalankan) agama yang
lurus.” (Al-Bayyinah: 5)

Maka siapa saja yang menyembah Allah  dengan ikhlas dan sesuai dengan
makna La Ilaha Ilallah, maka dia akan mendapatkan kebahagiaan yang besar,
kelapangan hidup, dan kehidupan yang mulia dan baik. Tidak ada ketenangan hati
yang hakiki kecuali hanya menyembah Allah  dan tidak menyekutukan-Nya. Allah 
berfirman, “Barangsiapa yang mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupun
perempuan, sedangkan dia dalam keadaan beriman, maka sungguh akan Kami berikan
kepadanya kehidupan yang baik.” (An-Nahl: 9)
4. Kandungan Syahadat
1. Ikrar

Ikrar adalah pernyataan seorang muslim mengenai keyakinannya. Ketika


seseorang mengucapkan kalimat syahadah, maka ia memiliki kewajiban untuk
menegakkan dan memperjuangkan apa yang ia ikrarkan.

2. Sumpah

Syahadat juga bermakna sumpah. Seseorang yang bersumpah, berarti dia


bersedia menerima akibat dan risiko apapun dalam mengamalkan sumpahnya
tersebut. Seorang muslim harus siap dan bertanggung jawab dalam tegaknya
Islam dan penegakan ajaran Islam.

3. Janji

Syahadat juga bermakna janji. Artinya, setiap muslim adalah orang-orang


yang berserah kepada Allah dan berjanji setia untuk mendengar dan taat dalam
segala keadaan terhadap semua perintah Allah beserta segala pesan yang
disampaikan oleh Allah melalui pengutusan Muhammad.

4. Persaksian

Syahadat juga bermakna penyaksian. Artinya, bahwa setiap muslim


menjadi saksi atas pernyataan ikrar, sumpah dan janji yang dinyatakannya.
Dalam hal ini adalah kesaksiannya terhadap keesaan Allah dan terhadap
kerasulan Nabi Muhammad

5. Makna syahadat bagi Muslim


Bagi penganut agama Islam, kedua kalimat syahadat memiliki makna sebagai berikut:[8]

1. Pintu masuk ke dalam Islam dan pembeda dari umat lain


2. Intisari ajaran Islam
3. Dasar-dasar perubahan
4. Hakikah dakwah para rasul
5. Mendapat ganjaran besar

Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad
adalah utusan Allah”

Kesaksian bahwa tidak ada Tuhan selain Allah

Menara adzan Masjid Jami Al-Azhar di Kairo

Kedudukan Kalimat La Ilaha Ilallah


Islam memposisikan kalimat tauhid La Ilaha Ilallah pada posisi yang agung dan mulia.

 Kalimat ini merupakan kewajiban pertama seorang Muslim. Siapa saja yang mau
masuk Islam, maka wajib baginya untuk meyakini kalimat ini dan mengikrarkannya.
 Siapapun yang mengikrarkannya dengan penuh keyakinan dan keikhlasan karena
Allah, maka dia akan selamat dari siksaan api neraka. Sebagaimana Nabi Muhammad
 bersabda, ”Sesungguhnya Allah melarang api neraka untuk melahap siapa saja yang
mengatakan. ‘La ilaha illallah (tiada Tuhan selain Allah) dengan penuh keikhlasan.”
(HR. Al-Bukhari, no. 415)
 Barangsiapa yang meninggal dan hatinya meyakini kalimat ini dengan penuh
keimanan, maka dia akan masuk surga. Nabi  bersabda, “Barangsiapa yang mati dan
dia tahu (meyakini) bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, maka dia akan masuk
surga.” (HR. Ahmad, no. 464)

Karenanya, memahami makna La Ilaha illallah adalah kewajiban yang paling utama dan
paling penting.

Makna La Ilaha Illallah


Yakni, tidak ada yang berhak dan layak untuk disembah kecuali Allah semata. Hal ini berarti
menafikan semua makna Tuhan selain Allah, sekaligus menetapkan bahwa tidak ada sekutu
bagi-Nya.

Ilah (Tuhan): berarti sesuatu yang disembah, di mana hati setiap manusia tunduk kepada-Nya,
mengagungkan-Nya, memohon kepada-Nya, merasa takut kepada-Nya dan mengharapkan
pertolongan-Nya. Maka siapa saja yang tunduk kepada sesuatu; mencintainya dan
mengharapkan bantuannya, berarti dia telah menjadikannya tuhan dan sesembahan. Dan,
semua sesembahan selain Allah  itu adalah batil.

Hanya Allah yang berhak disembah, bukan yang lainnya. Hanya Allah saja yang harus
disembah oleh hati manusia dengan segenap cinta, rasa pengagungan dan penghormatan,
dibarengi dengan sepenuh kepatuhan, rasa takut dan tawakkal kepada-Nya. Kita dilarang
memohon, meminta pertolongan, menyandarkan segala urusan, beribadah, shalat, berkurban,
dan lain sebagainya, kecuali hanya kepada Allah  semata. Jika demikian, dalam beribadah
kita wajib mengikhlaskan hati untuk-Nya, sebagaimana firman-Nya: ”Dan tidaklah mereka
disuruh, kecuali supaya menyembah Allah dengan penuh keikhlasan kepada-Nya, dengan
(menjalankan) agama yang lurus.” (Al-Bayyinah: 5)

Maka siapa saja yang menyembah Allah  dengan ikhlas dan sesuai dengan makna La Ilaha
Ilallah, maka dia akan mendapatkan kebahagiaan yang besar, kelapangan hidup, dan
kehidupan yang mulia dan baik. Tidak ada ketenangan hati yang hakiki kecuali hanya
menyembah Allah  dan tidak menyekutukan-Nya. Allah  berfirman, “Barangsiapa yang
mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupun perempuan, sedangkan dia dalam keadaan
beriman, maka sungguh akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik.” (An-Nahl: 9)

Rukun La Ilaha Illallah


Kalimat agung La Ilaha Illallah mempunyai dua pilar utama yang mesti diketahui, sehingga
makna dan implikasinya dapat dipahami.

o Kalimat ini mengandung makna menafikan peribadatan kepada selain Allah,
menafikan syirik dan segala sesuatu yang disembah selain Allah; baik itu
berwujud manusia, hewan, patung, bintang, dan lainnya.
o Kalimat ini mengandung makna penetapan bahwa ibadah hanya untuk Allah
semata, serta pengesaan-Nya dalam segenap bentuk ibadah, seperti shalat, doa,
tawakkal, dan lain sebagainya.

Semua bentuk ibadah hanya diserahkan dan diarahkan untuk Allah semata dan tidak ada
sekutu bagi-Nya. Barangsiapa yang memalingkan ibadahnya kepada selain Allah, maka dia
musyrik.

Allah berfirman, “Barangsiapa yang menyembah tuhan yang lain di samping Allah, padahal
tidak ada suatu dalil pun baginya tentang itu, maka sesungguhnya perhitungannya di sisi
Tuhannya. Sesungguhnya orang-orang kafir itu tiada beruntung.” (Al-Mukminun: 117)

Makna dan pilar La Ilaha Illallah dijelaskan dalam firman Allah : ”Maka barangsiapa yang
ingkar kepada thagut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya dia telah berpegang
pada buhul tali yang kuat.” (Al-Baqarah: 256)

Kalimat “barangsiapa yang ingkar kepada thagut” mengandung makna rukun pertama, yakni
“tidak ada Tuhan”. Adapun makna, “beriman kepada Allah,” mengandung makna kedua,
yaitu “kecuali Allah.”

Rukun Iman (Arab: ‫ )أركان اإليمان‬yaitu pilar-pilar keimanan dalam Islam yang harus dimiliki
seorang muslim. Jumlahnya ada enam. Enam rukun iman ini didasarkan dari ayat-ayat Al-
Qur'an dan Hadits Jibril yang terdapat dalam kitab Shahih Bukhari dan Shahih Muslim yang
diriwayatkan dari Umar bin Khattab.

Daftar isi
 1 Sunni
o 1.1 Pengertian istilah Iman
o 1.2 Rukun Iman
o 1.3 Dasar hukum
o 1.4 Cabang-cabang keimanan
 2 Syi'ah
 3 Referensi
 4 Pranala luar

Sunni
Pengertian istilah Iman

Iman secara bahasa berarti tashdiq (membenarkan). Sedangkan secara istilah syar’i, iman
adalah "Keyakinan dalam hati, Perkataan di lisan, amalan dengan anggota badan, bertambah
dengan melakukan ketaatan dan berkurang dengan maksiat". Para ulama salaf menjadikan
amal termasuk unsur keimanan. Oleh sebab itu iman bisa bertambah dan berkurang,
sebagaimana amal juga bertambah dan berkurang". Ini adalah definisi menurut Imam Malik,
Imam Syafi’i, Imam Ahmad, Al Auza’i, Ishaq bin Rahawaih, madzhab Zhahiriyah dan
segenap ulama selainnya.[1]

Dengan demikian definisi iman memiliki 5 karakter: keyakinan hati, perkataan lisan, dan
amal perbuatan, bisa bertambah dan bisa berkurang.

“Agar bertambah keimanan mereka di atas keimanan mereka yang sudah ada.”

— QS. Al Fath [48] : 4

Imam Syafi’i berkata, “Iman itu meliputi perkataan dan perbuatan. Dia bisa bertambah dan
bisa berkurang. Bertambah dengan sebab ketaatan dan berkurang dengan sebab
kemaksiatan.” Imam Ahmad berkata, “Iman bisa bertambah dan bisa berkurang. Ia bertambah
dengan melakukan amal, dan ia berkurang dengan sebab meninggalkan amal.”[2] Imam
Bukhari mengatakan, “Aku telah bertemu dengan lebih dari seribu orang ulama dari berbagai
penjuru negeri, aku tidak pernah melihat mereka berselisih bahwasanya iman adalah
perkataan dan perbuatan, bisa bertambah dan berkurang.”[3]

Rukun Iman

Rukun Imam ada 6 (enam), yaitu:

1. Iman kepada Allah: Seseorang tidak dikatakan beriman kepada Allah hingga dia mengimani
4 hal:
o Mengimani adanya Allah.
o Mengimani rububiah Allah, bahwa tidak ada yang mencipta, menguasai, dan
mengatur alam semesta kecuali Allah.
o Mengimani uluhiah Allah, bahwa tidak ada sembahan yang berhak disembah selain
Allah dan mengingkari semua sembahan selain Allah Ta’ala.
o Mengimani semua nama dan sifat Allah (al-Asma'ul Husna) yang Allah telah
tetapkan untuk diri-Nya dan yang nabi-Nya tetapkan untuk Allah, serta menjauhi
sikap menghilangkan makna, memalingkan makna, mempertanyakan, dan
menyerupakanNya.
2. Iman kepada para malaikat Allah:
o Mengimani adanya malaikat sebagai makhluk ciptaan Allah SWT, beserta amalan
dan tugas yang diberikan Allah kepada para malaikat.
o Jumlah malaikat tidak ada seorangpun yang tahu dan hanya Allah SWT yang
mengetahuinya
o Malaikat diciptakan oleh Allah SWT dari cahaya
o Orang islam wajib mengimami 10 malaikat yaitu:

1.
1. Malaikat Jibril
2. Malaikat Mikal
3. Malaikat Rakib
4. Malaikat Atid
5. Malaikat Mungkar
6. Malaikat Nakir
7. Malaikat Izrail
8. Malaikat Israfil
9. Malaikat Malik
10. Malaikat Ridwan

3. Iman kepada kitab-kitab Allah:

1.
o Mengimani bahwa seluruh kitab Allah adalah Kalam (ucapan) yang merupakan sifat
Allah.
o Mengimami bahwa kitab suci yang diturunkan oleh Allah SWT ada 4 (empat) yaitu:
 Kitab Suci Taurat
 Kita Suci Zabur
 Kitab Suci Injil
 Kitab Suci Al-Qur'an
o Muslim wajib mengimani bahwa Al-Qur'an merupakan penggenapan kitab-kitab suci
terdahulu.[4]

4. Iman kepada para rasul Allah: Mengimani bahwa ada di antara laki-laki dari kalangan
manusia yang Allah Ta’ala pilih sebagai perantara antara diri-Nya dengan para makhluknya.
Akan tetapi mereka semua tetaplah merupakan manusia biasa yang sama sekali tidak
mempunyai sifat-sifat dan hak-hak ketuhanan, karenanya menyembah para nabi dan rasul
adalah kebatilan yang nyata. Wajib mengimani bahwa semua wahyu kepada nabi dan rasul
itu adalah benar dan bersumber dari Allah Ta’ala. Juga wajib mengakui setiap nabi dan rasul
yang kita ketahui namanya dan yang tidak kita ketahui namanya.[5]

5. Iman kepada hari akhir: Mengimani tanda-tanda hari kiamat. Mengimani hari
kebangkitan di padang mahsyar hingga berakhir di Surga atau Neraka.

6. Iman kepada qada dan qadar, yaitu takdir yang baik dan buruk: Mengimani kejadian
yang baik maupun yang buruk, semua itu atas izin dari Allah. Karena seluruh makhluk tanpa
terkecuali, zat dan sifat mereka demikian pula perbuatan mereka melalui kehendak Ilahi.[6]

Dasar hukum

Di antaradasar hukum yang disebut di dalam Al-Qur'an,

“Katakanlah (wahai orang-orang yang beriman): “Kami beriman kepada Allah dan kitab yang
diturunkan kepada kami, dan kitab yang diturunkan kepada Ibrahim, Isma’il, Ishaq, Ya’qub
dan anak cucunya, dan kitab yang diberikan kepada Musa dan Isa serta kitab yang diberikan
kepada nabi-nabi dari Rabb mereka. Kami tidak membeda-bedakan seorangpun di antara
mereka dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya.”

— QS. Al-Baqarah: 136

“...dan malaikat-malaikat yang di sisi-Nya.”


— QS. Al-Anbiya`: 19-20

Hadits Jibril, tentang seseorang yang bertanya kepada nabi.

"“Beritahukan kepadaku tentang Iman”. Nabi menjawab, ”Iman adalah, engkau beriman
kepada Allah; malaikatNya; kitab-kitabNya; para rasulNya; hari Akhir, dan beriman kepada
takdir Allah yang baik dan yang buruk,” ia berkata, “Engkau benar.” ...Kemudian lelaki
tersebut segera pergi. Aku pun terdiam, sehingga nabi bertanya kepadaku: “Wahai, Umar!
Tahukah engkau, siapa yang bertanya tadi?” Aku menjawab, ”Allah dan rasulNya lebih
mengetahui,” Dia bersabda, ”Dia adalah Jibril yang mengajarkan kalian tentang agama
kalian.”"

— HR Muslim, no. 8[7]

Cabang-cabang keimanan

Disebutkan dalam hadits dari Abu Hurairah,

“Iman itu ada 70 atau 60-an cabang. Yang paling tinggi adalah perkataan ‘la ilaha illallah’,
yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalanan, dan sifat malu (juga)
merupakan bagian dari iman.”

— HR. Bukhari no. 9 dan Muslim no. 35.

Perkataan ‘Syahadat’ menunjukkan bahwa iman harus dengan ucapan di lisan.


Menyingkirkan duri dari jalan menunjukkan bahwa iman harus dengan amalan anggota
badan. Sedangkan sifat malu menunjukkan bahwa iman harus dengan keyakinan dalam hati,
karena sifat malu itu di hati. Inilah dalil yang menunjukkan bahwa iman yang benar hanyalah
jika terdapat tiga komponen di dalamnya yaitu (1) keyakinan dalam hati, (2) ucapan di lisan,
dan (3) amalan dengan anggota badan. Maka tanpa adanya amalan, meskipun ada keyakinan
dan ucapan, tidaklah disebut beriman.

Anda mungkin juga menyukai