Anda di halaman 1dari 101

Syahadatain: Makna, Syarat yang Diterima dan Hal-Hal yang Membatalkan

a. Muwashaffat :
i. memahami esensi dari syahadatain
ii. Memahami hanya Allah Rabbul Alamin
iii. Tidak melakukan hal-hal yang menjurus kepada syirik
b. Latar belakang : mengingat kembali dan memberikan pemahaman akan syahadat
c. Tujuan : meningkatkan keimanan dan ketakwaan kader
d. Pokok-pokok materi :
َّ ‫ل‬
ْ‫ّللا‬ ْ َ ْ‫فَا ْعلَ ْْم أَنَّه‬
ْ َّ ‫ل ِإلَ ْهَ ِإ‬
Maka ketahuilah, sesungguhnya tidak ada Tuhan melainkan Allah….. (QS. Muhammad: 19)

Syahadatain merupakan fondasi atau asas dari bangunan keislaman seorang muslim. Jika fondasinya
tidak kuat maka rumahnya pun tidak akan kuat bertahan. Ayat di atas, menjelaskan bahwa umat
Islam tidak dibenarkan hanya sekadar mengucapkan atau melafalkan dua kalimat syahadah, tetapi
seharusnya betul-betul memahaminya. Kata fa’lam berarti “maka ketahuilah, ilmuilah….” Artinya
Allah memerintahkan untuk mengilmui atau memahami kalimat Laa Ilaaha Illallah bukan sekadar
mengucapkannya, tetapi dengan yang pada gilirannya akan membentuk keyakinan (i’tiqad) dalam
hati.

Pentingnya Syahadatain
Kalimat syahadah sangat penting dipahami karena beberapa hal:
1. Pintu gerbang masuk ke dalam Islam (madkholu ilal Islam)
Qs 2:108
Islam ibarat rumah atau bangunan atau sistem hidup yang menyeluruh, dan Allah
memerintahkan setiap muslim untuk masuk secara kaaffah. Untuk memasukinya akan melalui
sebuah pintu gerbang, yaitu syahadatain. Hal ini berlaku baik bagi kaum muslimin atau non
muslim. Artinya, pemahaman Islam yang benar dimulai dari pemahaman kalimat itu.
Pemahaman yang benar atas kedua kalimat ini mengantarkan manusia ke pemahaman akan
hakikat ketuhanan (rububiyah) yang benar juga. Mengimani bahwa Allah-lah Robb semesta
alam.

2. Intisari doktrin Islam (Khulashah ta’aliimil Islam)


Intisari ajaran Islam terdapat dalam dua kalimat syahadah. Asyhadu allaa ilaaha illallah (Aku
bersaksi: sesungguhnya tidak ada Ilaah selain Allah) dan asyhadu anna muhammadan rasulullah
(Aku bersaksi: sesungguhnya Muhammad Rasul Allah). Pertama, kalimat syahadatain merupakan
pernyataan proklamasi kemerdekaan seorang hamba bahwa ibadah itu hanya milik dan untuk
Allah semata (Laa ma’buda illallah), baik secara pribadi maupun kolektif (berjamaah).
Kemerdekaan yang bermakna membebaskan dari segala bentuk kemusyrikan, kekafiran dan api
neraka. Kita tidak mengabdi kepada bangsa, negara, wanita, harta, perut, melainkan Allah-lah
yang disembah (al-ma’bud). Para ulama menyimpulkan kalimat ini dengan istilah Laa ilaaha
illallah ‘alaiha nahnu; “di atas prinsip kalimat laa ilaaha illallah itulah kita hidup, kita mati dan
akan dibangkitkan”. Rasulullah juga bersabda “Sebaik-baik perkataan, aku dan Nabi-nabi
sebelumku adalah Laa ilaaha illallah” (Hadist). Maka sering mengulang kalimat ini sebagai dzikir
yang diresapi dengan pemahaman yang benar ¾ bukan hanya melisankan ¾ adalah sebuah
keutamaan yang dapat meningkatkan keimanan. Keimanan yang kuat, membuat hamba

1
menyikapi semua perintah Allah dengan mudah. Sebaliknya, perintah Allah akan selalu terasa
berat di saat iman kita melemah. Kalimat syahadatain juga akan membuat keimanan menjadi
bersih dan murni, ibarat air yang suci. Allah akan memberikan dua keuntungan bagi mereka yang
beriman dengan bersih, yaitu hidup aman atau tenteram dan mendapat petunjuk dari Allah.
Sebagaimana Dia berfirman dalam Al-Qur’an:
“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezhaliman
(syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapatkan keamanan dan mereka itulah orang-orang
yang mendapatkan petunjuk” (Al-An’am: 82).
Kedua, kita bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah, berarti kita seharusnya meneladani
Rasulullah dalam beribadah kepada Allah. Karena beliau adalah orang yang paling mengerti cara
(kaifiyat) beribadah kepada-Nya. Sebagaimana disabdakan Nabi SAW:
“Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku shalat…”.
Selanjutnya hal ini berlaku untuk semua aspek ibadah di dalam Islam.

3. Dasar-dasar Perubahan (Asasul inqilaab)


Perubahan yang dimaksud adalah perubahan mendasar dalam kehidupan manusia, yaitu
perubahan dari kegelapan (jahiliyah) menuju cahaya (Islam); minazh zhuluumati ilan nuur.
Perubahan yang dimaksud mencakup aspek keyakinan, pemikiran, dan hidupnya secara
keseluruhan, baik secara individu maupun masyarakat. Secara individu, berubah dari ahli
maksiat menjadi ahli ibadah yang taqwa; dari bodoh menjadi pandai; dari kufur menjadi
beriman, dan seterusnya. Secara masyarakat, di bidang ibadah, merubah penyembahan komunal
berbagai berhala menjadi menyembah kepada Allah saja. Dalam bidang ekonomi, merubah
perekonomian riba menjadi sistem Islam tanpa riba, dan begitu seterusnya di semua bidang.
Syahadatain mampu merubah manusia, sebagaimana ia telah merubah masyarakat di masa
Rasulullah dan para sahabat terdahulu. Diawali dengan memahami syahadatain dengan benar
dan mengajak manusia meninggalkan kejahiliyahan dalam semua aspeknya kepada nilai-nilai
Islam yang utuh.

4. Hakikat Dakwah para Rasul (Haqiqatud Da’watir Rasul)


Para nabi, sejak Adam a.s sampai Muhammad saw, berdakwah dengan misi yang sama,
mengajak manusia pada doktrin dan ajaran yang sama yaitu untuk beribadah kepada Allah saja
dan meninggalkan Thogut. Itu merupakan inti yang sama dengan kalimat syahadatain, bahwa
tiada Ilaah selain Allah semata. Seperti difirmankan Allah SWT:
Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan):
“Sembahlah Allah (saja) dan jauhi thagut itu” (QS 16:36)

5. Keutamaan yang Besar (Fadhaailul ‘Azhim)


Kalimat syahadatain, jika diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, menjanjikan keutamaan
yang besar. Keutamaan itu dapat berupa moral maupun material; kebahagiaan di dunia juga di
akhirat; mendapatkan jaminan surga serta dihindarkan dari panasnya neraka.

Makna “Asyhadu”
Kata “asyahdu” yang terdapat dalam syahadatain memiliki beberapa arti, antara lain:
1. Pernyataan atau Ikrar (al-I’laan atau al-Iqraar)
Seorang yang bersyahadah berarti dia berikrar atau menyatakan – bukan hanya mengucapkan –
kesaksian yang tumbuh dari dalam hati bahwa Tidak Ada Ilaah Selain Allah.

2
2. Sumpah (al-Qassam)
Seseorang yang bersyahadah berarti juga bersumpah – suatu kesediaan yang siap menerima
akibat dan resiko apapun – bahwa tiada Ilaah selain Allah saja dan Muhammad adalah utusan
Allah.

3. Janji (al-Wa’du atau al-‘Ahdu)


Yaitu janji setia akan keesaan Allah sebagai Zat yang dipertuhan. Janji tersebut kelak akan
dipertanggungjawabkan di hadapan Allah.
Syahadah muslim yang dinyatakan dengan kesungguhan, yang merupakan janji suci, sekaligus
sumpah kepada Allah SWT; merupakan ruh keimanan. Iman adalah keyakinan tanpa keraguan,
penerimaan tanpa keberatan, kepercayaan terhadap semua keputusan Allah (QS 49:15).

Hakikat Iman
Keimanan itu bukanlah angan-angan, tetapi mencakup 3 hal:
1. Dikatakan dengan lisan (al-Qaul)
Syahadah diucapkan dengan lisan dengan penuh keyakinan. Semua perkataan yang keluar dari
lisan mukmin senantiasa baik dan mengandung hikmah.

2. Dibenarkan dengan hati (at-tashdiiq)


Hati adalah lahan menyemai benih-benih keimanan. Semua yang keluar dari lisan digerakkan
oleh hati. Apa yang ada dalam hati akan dicerminkan dalam perkataan dan perbuatan. Dalam
hadits Bukhari digambar oleh Nabi SAW bahwa:
“Ilmu (hidayah) yang Aku bawa ibarat air hujan, ada jenis tanah yang subur menumbuhkan
tanaman, ada tanah yang tidak menumbuhkan hanya menampung air, ada jenis tanah yang
gersang, tidak menumbuhkan juga tidak menampung”.
Allah, dalam al-Qur’an, membagi hati manusia menjadi tiga, yaitu hati orang mukmin (QS 26:
89), hati orang kafir (QS 2: 7) dan hati orang munafik (QS 2: 10). Hati orang kafir yang tertutup
dan hati munafik yang berpenyakit takkan mampu membenarkan keimanan (at-tashdiiqu bil
qalb). Sedangkan hati orang mukmin itulah yang dimaksud Rasulullah SAW sebagai tanah yang
subur yang dapat menumbuhkan pohon keimanan yang baik. Akar keyakinannya menjulang kuat
ke tanah, serta buah nilai-nilai ihsannya dapat bermanfaat untuk manusia yang lain.

3. Perbuatan (al-‘Amal)
Perbuatan (amal) digerakkan atau termotivasi dari hati yang ikhlas dan pembenaran iman dalam
hati. Seseorang yang hanya bisa mengucapkan dan mengamalkan tanpa membenarkan di hati,
tidak akan diterima amalnya. Sifat seperti itu dikategorikan sebagai orang munafik, yang selalu
bicara dengan lisannya bukan dengan hatinya. Karena munafik memiliki tiga tanda: bila
berbicara ia berdusta, bila berjanji ia ingkar, bila diberi amanah ia berkhianat.

Perkataan, pembenaran di hati dan amal perbuatan adalah satu kesatuan yang utuh. Ketiganya
akan melahirkan sifat istiqamah, tetap, teguh dan konsisten. Sebagaimana dijelaskan dalam QS
41:30, sikap istiqamah merupakan proses yang terus berjalan bersama keimanan. Mukmin
mustaqim akan mendapatkan karunia dari Allah berupa:
 Keberanian (asy-Syajaa’ah), yang lahir dari keyakinan kepada Allah. Berani menghadapi
resiko tantangan hidup, siap berjuang meskipun akan mendapatkan siksaan. Lawan
keberanian adalah sifat pengecut.

3
 Ketenangan (al-Ithmi’naan), yang lahir dari keyakinan bahwa Allah akan selalu membela
hamba-Nya yang mustaqim secara lahir batin. Lawannya adalah sifat bersedih hati.
 Optimis (at-Tafaa’ul), lahir dari keyakinan terhadap perlindungan Allah dan ganjaran Allah
yang Maha sempurna. Orang yang optimis akan tenteram akan kemenangan hakiki, yaitu
mendapatkan keridhaan Allah (mardhatillah).

Ketiga karunia Allah kepada orang mustaqim akan dilengkapi Allah dengan anugerah
kebahagiaan hidup (as-Sa’aadah), baik di dunia dan akhirat.
Inilah pemahaman terhadap konsep syahadah. Tidak mudah dalam pelaksanaannya, karena kita
berharap agar Allah memberikan kesabaran dalam memahaminya.

Ma’rifatullah : Penjelasan Tauhid Rububiyah, Uluhiyah, Mulkiyah, Asma Wa Sifat

a. Muwashaffat :
i. mengetahui akan urgensi akidah
ii. mengikhlaskan amalan hanya karena Allah semata
iii. tidak melakukan sesuatu yang menjurus pada syirik
b. Latar belakang :
Menjadikan Allah sebagai pendidik, pengajar dan raja Rabbul Alamin
c. Tujuan :
Menumbuhkan ketaatan pada Allah semata pada setiap kader
d. Pokok-pokok materi :

Makna Ma’rifatullah

Ma’rifatullah berasal dari kala ma’rifah dan Allah. Ma’rifah berarti mengetahui, mengenal.
Mengenal Allah bukan melalui zat Allah tetapi mengenal-Nya lewat tanda-tanda kebesaranNya
(ayat-ayatNya).

Pentingnya Mengenal Allah

 Seseorang yang mengenal Allah pasti akan tahu tujuan hidupnya (QS 51:56) dan tidak tertipu
oleh dunia .Ma’rifatullah merupakan ilmu yang tertinggi yang harus difahami manusia (QS
6:122). Hakikat ilmu adalah memberikan keyakinan kepada yang mendalaminya. Ma’rifatullah
adalah ilmu yang tertinggi sebab jika difahami memberikan keyakinan mendalam. Memahami
Ma’rifatullah juga akan mengeluarkan manusia dari kegelapan kebodohan kepada cahaya
hidayah yang terang [6:122] . Berilmu dengan ma’rifatullah sangat penting karena:

a. Berhubungan dengan obyeknya, yaitu Allah Sang Pencipta.


b. Berhubungan dengan manfaat yang diperoleh, yaitu meningkatkan keimanan dan
ketaqwaan, yang dengannya akan diperoleh keberuntungan dan kemenangan.

Jalan untuk mengenal Allah


1. Lewat akal:
a. Ayat Kauniyah / ayat Allah di alam ini:
- fenomena terjadinya alam (52:35)

4
- fenomena kehendak yang tinggi(67:3)
- fenomena kehidupan (24:45)
- fenomena petunjuk dan ilham (20:50)
- fenomena pengabulan doa (6:63)

c. Ayat Qur’aniyah/ayat Allah di dalam Al-Qur’an:


- keindahan Al-Qur’ an (2:23)
- pemberitahuan tentang umat yang lampau [9:70]
- pemberitahuan tentang kejadian yang akan datang (30:1-3, 8:7, 24:55)

2. Lewat memahami Asma’ul Husna:


a. Allah sebagai Al-Khaliq (40:62)
b. Allah sebagai pemberi rizqi (35:3, 11:6)
c. Allah sebagai pemilik (2:284), dll. (59:22-24)

Hal-hal yang menghalangi ma’rifatullah


a. Kesombongan (QS 7:146; 25:21).
b. Dzalim (QS 4:153) .
c. Bersandar pada panca indera (QS 2:55) .
d. Dusta (QS 7:176) .
e. Membatalkan janji dengan Allah (QS 2:2&-27)
f. Berbuat kerusakan/Fasad .
g. Lalai (QS 21:1-3) .
h. Banyak berbuat ma’siyat .
i. Ragu-ragu (QS 6:109-110)

Semua sifat diatas merupakan bibit-bibit kekafiran kepada Allah yang harus dibersihkan dari hati.
Sebab kekafiranlah yang menyebabkan Allah mengunci mati, menutup mata dan telinga manusia
serta menyiksa mereka di neraka. (QS 2:6-7)

Syirik

a. Muwashaffat : mentauhidkan Allah SWT


b. Latar belakang : menghindarkan dari segala bentuk syirik
c. Tujuan : memberikan pemahaman dan cara penanggulangan syirik
d. Pokok-pokok materi :

Syirik adalah menyamakan selain Allah dengan Allah pada perkara yang merupakan hak istimewa-
Nya. Hak istimewa Allah seperti: Ibadah, mencipta, mengatur, memberi manfaat dan mudharat,
membuat hukum dan syariat dan lain-lainnya.

Jenis-Jenis Syirik
1. Syirik Akbar

5
Syirik ini menjadi penyebab keluarnya seseorang dari agama Islam, dan orang yang
bersangkutan jika meninggal dalam keadaan demikian, akan kekal di dalam neraka. Hakikat
syirik akbar adalah memalingkan salah satu jenis ibadah kepada selain Allah! Seperti memohon
dan taat kepada selain Allah, bernadzar untuk selain Allah, takut kepada mayat, kuburan, jin,
setan disertai keyakinan bahwa hal-hal tersebut dapat memberi bahaya dan mudharat
kepadanya, memohon perlindungan kepada selain Allah, seperti meminta perlindungan
kepada jin dan orang yang sudah mati, mengharapkan sesuatu yang tidak dapat diwujudkan
kecuali oleh Allah, seperti meminta hujan kepada pawang, meminta penyembuhan kepada
dukun dengan keyakinan bahwa dukun itulah yang menyembuhkannya, mengaku mengetahui
perkara ghaib, menyembelih hewan kurban yang ditujukan untuk selain Allah.
Thariq bin Syihab menuturkan bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda (yang
terjemahannya): Ada seseorang masuk surga karena seekor lalat, dan ada seseorang masuk
neraka karena seekor lalat pula. Para shahabat bertanya: Bagaimana hal itu, ya Rasulul-lah?
Beliau menjawab: Ada dua orang berjalan melewati suatu kaum yang mempunyai berhala,
yang mana tidak seorang pun melewati berhala itu sebelum mempersembahkan kepadanya
suatu kurban.
Ketika itu, berkatalah mereka kepada salah seorang dari kedua orang tersebut:
Persembahkanlah kurban kepadanya! Dia menjawab: Aku tidak mempunyai sesuatu yang
dapat kupersem-bahkan kepadanya. Mereka pun berkata kepadanya lagi: Persembahkan
sekalipun seekor lalat. Lalu orang itu mempersembahkan seekor lalat, mereka pun
memperkenankan dia untuk meneruskan perjalanan.
Maka dia masuk neraka karenanya. Kemudian berkatalah mereka kepada seorang yang lain:
Persembahkanlah kurban kepadanya. Dia menjawab: Aku tidak patut mempersembahkan
sesuatu kurban kepada selain Allah 'Azza wa Jalla. Kemudian mereka memenggal lehernya,
karenanya orang ini masuk surga. (HR. Imam Ahmad).
Dan termasuk penyembelihan jahiliyah yang terkenal di zaman kita sekarang ini- adalah
menyembelih untuk jin. Yaitu manakala mereka membeli rumah atau membangunnya, atau
ketika menggali sumur mereka menyembelih di tempat tersebut atau di depan pintu
gerbangnya sebagai sembelihan (sesajen) karena takut dari gangguan jin. (Lihat Taisirul Azizil
Hamid, hal. 158).

Macam-Macam Syirik Besar


a. Syirik dalam berdoa
Yaitu meminta kepada selain Allah, disamping meminta kepada-Nya. Allah Subhanahu wa
Ta'ala berfirman dalam kitab-Nya (yang terjemahannya):
"Dan orang-orang yang kamu seru selain Allah tiada mempunyai apa-apa meskipun setipis
kulit ari. Jika kamu meminta kepada mereka, mereka tiada mendengar seruanmu, dan kalau
mereka mendengar mereka tidak dapat memperkenankan permintaanmu. (QS. Faathir: 13-
14)
b. Syirik dalam sifat Allah
Seperti keyakinan bahwa para nabi dan wali mengetahui perkara-perkara ghaib. Allah
Ta'ala telah membantah keyakinan seperti itu dengan firman-Nya (yang terjemahannya):
"Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib, tidak ada yang mengetahuinya
kecuali dia sendiri." (QS. Al-An'am : 59). Lihat QS. Al-Jin: 26-27.

6
Pengetahuan tentang hal yang ghaib merupakan salah satu hak istimewa Allah,
menisbatkan hal tersebut kepada selain-Nya adalah syirik akbar.
c. Syirik dalam Mahabbah (kecintaan)
Mencintai seseorang, baik wali atau lainnya layaknya mencintai Allah, atau menyetarakan
cinta-nya kepada makhluk dengan cintanya kepada Allah Ta'ala. Mengenai hal ini Allah
Ta'ala berfirman (yang terjemahannya):
"Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain
Allah, mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah, adapun orang-orang
yang beriman sangat cinta kepada Allah. (QS. Al-Baqarah: 165).
Mahabbah dalam ayat ini adalah mahabbatul ubu-diyah (cinta yang mengandung unsur-
unsur ibadah), yaitu cinta yang dibarengi dengan ketundukan dan kepatuhan mutlak serta
mengutamakan yang dicintai daripada yang lainnya. Mahabbah seperti ini adalah hak
istimewa Allah, hanya Allah yang berhak dicintai seperti itu, tidak boleh diperlakukan dan
disetarakan dengan-Nya sesuatu apapun.
d. Syirik dalam ketaatan
Yaitu ketaatan kepada makhluk, baik wali ataupun ulama dan lain-lainnya, dalam
mendurhakai Allah Ta'ala. Seperti mentaati mereka dalam menghalal-kan apa yang
diharamkan Allah Ta'ala, atau mengharamkan apa yang dihalalkan-Nya.
Mengenai hal ini Allah Subhanahu wa Ta ala berfirman (yang terjemahannya) : Mereka
menjadikan orang-orang alim, dan rahib-rahib mereka sebagai Tuhan selain Allah. (QS. At-
Taubah: 31).
Taat kepada ulama dalam hal kemaksiatan inilah yang dimaksud dengan menyembah
berhala mereka! Berkaitan dengan ayat tersebut di atas, Rasulullah SAW menegaskan (yang
terjemahannya): Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat kepada al-Khaliq
(Allah). (Hadits Shahih, diriwayatkan oleh Ahmad).
e. Syirik khauf (takut)Jenis-jenis takut :
1. Khauf Sirri; yaitu takut kepada selain Allah Subhanahu wa Ta'ala, berupa berhala,
thaghut, mayat, makhluk gahib seperti jin, dan orang-orang yang sudah mati, dengan
keyakinan bahwa mereka dapat menimpakan mudharat kepada makhluk. Allah
Subhanahu wa Ta'ala berfirman (yang terjemahannya): Janganlah kamu takut kepada
mereka, takutlah kamu kepada-Ku jika kamu benar-benar orang beriman.(QS. Ali Imran:
175).
2. Takut yang menyebabkan seseorang meninggalkan kewajibannya, seperti: Takut kepada
seseorang sehingga menyebabkan kewajiban ditinggalkan. Takut seperti in hukumnya
haram, bahkan termasuk syirik ashghar (syirik kecil). Berkaitan dengan hal tersebut
Rasulullah SAW bersabda (yang terjemahannya):
"Janganlah seseorang dari kamu menghinakan dirinya!" Shahabat bertanya: Bagaimana
mungkin seseorang menghinakan dirinya sendiri? Rasulullah bersabda: "Yaitu ia melihat
hak Allah yang harus ditunaikan, namun tidak ditunaikannya! Maka Allah akan berkata
kepadanya di hari kiamat: Apa yang mencegahmu untuk mengucapkan begini dan
begini?".
Ia menjawab: "Karena takut kepada manusia!". Allah berkata: "Seharusnya hanya
kepadaKu saja engkau takut". (HR. Ibnu Majah dari Abu Said al Khudry, Shahih).

7
3. Takut secara tabiat, takut yang timbul karena fitrah manusia seperti takut kepada
binatang buas, atau kepada orang jahat dan lain-lainnya. Tidak termasuk syirik, hanya
saja seseorang janganlah terlalu didominasi rasa takutnya sehingga dapat dimanfaatkan
setan untuk menyesatkannya.
f. Syirik hulul
Percaya bahwa Allah menitis kepada makhluk-Nya. Ini adalah aqidah Ibnu Arabi (bukan
Ibnul Arabi, beliau adalah ulama Ahlus Sunnah) dan keyakinan sebagian kaum Sufi yang
ekstrem.
g. Syirik Tasharruf
Keyakinan bahwa sebagian para wali memiliki kuasa untuk bertindak dalam mengatur
urusan makhluk. Keyakinan seperti ini jelas lebih sesat daripada keyakinan musyrikin Arab
yang masih meyakini Allah sebagai Pencipta dan Pengatur alam semesta.
h. Syirik Hakimiyah
Termasuk syirik hakimiyah adalah membuat undang-undang yang betentangan dengan
syariat Islam, serta membolehkan diberlakukannya undang undang tersebut atau
beranggapan bahwa hukum Islam tidak sesuai lagi dengan zaman. Yang tergolong musyrik
dalam hal ini adalah para hakim yang membuat dan memberlakukan undang-undang, serta
orang-orang yang mematuhinya, jika meyakini kebenaran UU tersebut dan rela dengannya.
i. Syirik tawakkal
Tawakkal ada tiga jenis:
a. Tawakkal dalam perkara yang hanya mampu dilaksanakan oleh Allah saja. Tawakkal jenis
ini harus diserahkan kepada Allah semata, jika seseorang menyerahkan atau
memasrahkannya kepada selain Allah, maka ia termasuk Musyrik.
b. Tawakkal dalam perkara yang mampu dilaksanakan para makhluk. Tawakkal jenis ini
seharusnya juga diserahkan kepada Allah, sebab menyerahkannya kepada makhluk
termasuk syrik ashghar.
c. Tawakkal dalam arti kata mewakilkan urusan kepada orang lain dalam perkara yang
mampu dilaksanakannya. Seperti dalam urusan jual beli dan lainnya. Tawakkal jenis ini
diperbolehkan, hanya saja hendaklah seseorang tetap bersandar kepada Allah Subhanahu
wa Taala, meskipun urusan itu diwakilkan kepada makhluk.
j. Syirik niat dan maksud
Yaitu beribadah dengan maksud mencari pamrih manusia semata, mengenai hal ini Allah
Subhanahu wa Taala berfirman (yang terjemahannya):
"Barang siapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan
kepadanya balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna, dan mereka di dunia
tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak akan memperoleh di akhirat kecuali
neraka, dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia, dan sia-
sialah apa yang telah mereka kerjakan". (QS. Hud: 15-16).
Syirik jenis ini banyak menimpa kaum munafiqin yang telah biasa beramal karena riya.
k. Syirik dalam Hal Percaya Adanya Pengaruh Bintang dan Planet terhadap Berbagai Kejadian
dan Kehidupan Manusia.
Dari Zaid bin Khalid Al Juhani, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda (yang terjemahannya):
Allah berfirman: "Pagi ini di antara hambaku ada yang beriman kepada-Ku dan ada pula

8
yang kafir. Adapun orang yang berkata, kami diberi hujan dengan karunia Allah dan rahmat-
Nya, maka dia beriman kepada-Ku dan kafir terhadap bintang. Adapun orang yang berkata:
Hujan itu turun karena bintang ini dan bintang itu maka dia telah kufur kepada-Ku dan
beriman kepada bintang". (HR, Bukhari).
Lihat Fathul Bary, 2/333).
Termasuk dalam hal ini adalah mempercayai astrologi (ramalan bintang) seperti yang
banyak kita temui di koran dan majalah. Jika ia mempercayai adanya pengaruh bintang dan
planet-planet terse-but maka dia telah musyrik. Jika ia membacanya sekedar untuk hiburan
maka ia telah melakukan perbuatan maksiat dan dosa. Sebab tidak dibolehkan mencari
hiburan dengan membaca hal-hal syirik. Disamping setan terkadang berhasil menggoda
jiwa manusia sehingga ia percaya kepada hal-hal syirik tersebut. Maka, membacanya
termasuk sarana dan jalan menuju kemusyrikan.

2. Syirik Ashghar
Yaitu setiap ucapan atau perbuatan yang dinyatakan syirik oleh syara tetapi tidak
mengeluarkan dari agama. Ia merupakan dosa besar yang dapat mengantarkan kepada syirik
akbar.
Macam-macam syirik asghar:
a. Zhahir (nyata)
Berupa ucapan: Rasulullah SAW bersabda (yang terjemahannya): "Barangsiapa yang
bersumpah dengan selain nama Allah, maka ia telah berbuat syirik". (HR. Ahmad, Shahih).
Dan sabda Nabi SAW yang lain (yang terjemahannya): "Janganlah kamu berkata: Atas
kehendak Allah dan kehendak Fulan. Tapi katakanlah: Atas kehendak Allah , kemudian
kehendak Fulan". (HR. Ahmad, Shahih).
Berupa amalan, seperti: Memakai gelang, benang, dan sejenisnya sebagai pengusir atau
penangkal mara bahaya, jika ia meyakini bahwa benda-benda tersebut hanya sebagai
sarana tertolak atau tertangkalnya bala. Namun bila dia meyakini bahwa benda-benda
itulah yang menolak dan menangkal bala, hal itu termasuk syirik akbar. Imran bin Hushain
radiallahu anhu menuturkan, bahwa Nabi SAW melihat seorang laki-laki terdapat di
tangannya gelang kuningan, maka beliau bertanya (yang terjemahannya): "Apakah ini?".
Orang itu menjawab: Penangkal sakit. Nabi pun bersabda: "Lepaskan itu karena dia hanya
akan menambah kelemahan pada dirimu; sebab jika kamu mati sedang gelang itu masih
ada pada tubuhmu, kamu tidak akan beruntung selama-lamanya". (HR. Imam Ahmad
dengan sanad yang bisa diterima).
Dan riwayat Imam Ahmad pula dari Uqbah bin Amir dalam hadits marfu (yang
terjemahannya): Barang siapa menggantungkan tamimah, semoga Allah tidak mengabul-
kan keinginannya; dan barang siapa menggantungkan wadaah, semoga Allah tidak memberi
ketenangan pada dirinya. Disebuntukan dalam riwayat lain: Barang siapa menggantungkan
tamimah, maka dia telah berbuat syirik.(Tamimah adalah sesuatu yang dikalungan di leher
anak-anak sebagai penangkal atau pengusir penyakit, pengaruh jahat yang disebabkan rasa
dengki seseorang dan lain sebagainya. Wadaah adalah sejenis jimat).

9
b. Khafi (tersembunyi); syirik yang bersumber dari amalan hati, berupa riya, sumiah dan lain-
lainnya.

Bahaya Syirik
1. Syirik Ashghar (tidak mengeluarkan dari agama).
a. Merusak amal yang tercampur dengan syirik ashghar.
Dari Abu Hurairah radiallahu anhu marfu (yang terjemahannya): Allah berfirman: "Aku
tidak butuh sekutu-sekutu dari kalian, barang siapa yang melakukan suatu amalan yang
dia menyekutukan-Ku padanya selain Aku, maka Aku tinggalkan dia dan
persekutuannya". (Riwayat Muslim, kitab az-Zuhud 2985, 46).
b. Terkena ancaman dari dalil-dalil tentang syirik, karena salaf menggunakan setiap dalil
yang berkenaan dengan syirik akbar untuk syirik ashghar. (Lihat al-Madkhal, hal 124).
c. Termasuk dosa besar yang terbesar.

2. Syirik Akbar
a. Kezhaliman terbesar.
Firman Allah Ta'ala (yang terjemahannya): "Sesungguhnya syirik itu kezhaliman yang
besar". (QS. Luqman: 13).
b. Menghancurkan seluruh amal.
Firman Allah Ta'ala (yang terjemahannya): "Sesungguhnya jika engkau berbuat syirik,
niscaya hapuslah amalmu, dan benar-benar engkau termasuk orang yang rugi". (QS. Az-
Zumar: 65).
c. Jika meninggal dalam keadaan syirik, maka tidak akan diampuni oleh Allah Subhanahu wa
Ta'ala.
Firman Allah Ta'ala (yang terjemahannya):Sesungguhnya, Allah tidak akan mengampuni
jika disekutukan, dan Dia akan mengampuni selain itu (syirik) bagi siapa yang (Dia)
kehendaki. (QS. An-Nisa: 48, 116).
d. Pelakunya diharamkan masuk surga.
Firman Allah Ta'ala (yang terjemahannya): "Sesungguhnya barang siapa menyekutukan
Allah, maka pasti Allah mengharamkan jannah baginya dan tempatnya adalah neraka,
dan tidak ada bagi orang-orang zhalim itu seorang penolong pun". (QS. Al-Maidah: 72).
e. Kekal di dalam neraka.
Firman Allah Ta'ala (yang terjemahannya): "Sesungguhnya orang kafir, yakni ahli kitab
dan orang-orang musyrik (akan masuk) ke neraka jahannam, mereka kekal di dalamnya.
Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk". (QS. Al-Bayyinah: 6).
f. Syirik adalah dosa paling besar.
Firman Allah Ta'ala (yang terjemahannya): "Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa
mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa yang selain dari
syirik itu. Bagi siapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka
sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya". (QS. An-Nisa: 116).

10
g. Perkara pertama yang diharamkan oleh Allah; Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman
(yang terjemahannya): "Katakanlah: Rabbku hanya mengharamkan perbuatan yang keji,
baik yang nampak ataupun ter-sembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia
tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu
yang Allah tidak menu-runkan hujjah untuk itu dan (meng-haram-kan) mengada-adakan
terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui". (QS. Al-Araaf: 33).
h. Dosa pertama yang diharamkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala. Lihat Quran surah Al-
Anaam: 151.
i. Pelakunya adalah orang-orang najis (kotor) akidahnya.
Allah Ta'ala berfirman (yang terjemahannya): "Hai orang-orang yang beriman,
sesungguhnya orang-orang musyrik itu najis". (QS. At-Taubah: 28).

Ma’rifaturrasul

a. Muwashaffat :
i. mencontoh rosul dan nabi
ii. berperilaku sebagai pemimpin
iii. menegakan Al-qur’an dan As-sunnah
b. Latar belakang : menumbuhkan kecintaan kepad rosul
c. Tujuan : mendapatkan ibroh dari perilaku nabi dan rosul
d. Pokok-pokok materi :

Nabi secara bahasa dari kata ‫ نَبَّـأ‬dan ‫ أ َ ْنبَأ‬dengan hamzah yang berarti ‫ أ َ ْخبَر‬mengabarkan. Nabi disebut
nabi karena dia mengabarkan dari Allah atau karena dia diberi kabar oleh Allah, bisa jadi nabi dari
kata ‫ نبَا‬tanpa hamzah yang berarti tinggi, nabi disebut nabi karena derajat dan kedudukannya tinggi.
Nabi secara istilah adalah seorang laki-laki merdeka di mana Allah mengabarkan syariat sebelumya
kepadanya agar dia menyampaikan kepada orang-orang yang di sekitarnya dari kalangan pemilik
syariat tersebut.

Definisi rasul

Rasul secara bahasa adalah orang yang mengikuti berita orang yang mengutusnya. Orang-orang
Arab berkata, ‫لا‬ْ‫س‬ ِْ ‫ َجأ َ َء‬yang berarti unta itu datang silih berganti. Rasul bisa digunakan untuk
َ ‫ت اإلبِلْ َر‬
risalah, bisa pula untuk orang yang diutus.

Rasul secara istilah adalah laki-laki merdeka yang diutus oleh Allah dengan syariat dan Dia
memerintahkannya untuk menyampaikannya kepada orang yang tidak mengetahui atau
menyelisihinya dari kalangan orang-orang di mana dia diutus kepada mereka.

11
Antara nabi dan rasul

Kenabian lebih umum karena semua rasul adalah nabi tetapi tidak semua nabi adalah rasul. Jadi
orang yang bukan nabi bukan rasul, dengan kata lain, untuk bisa menjadi rasul dia harus menjadi
nabi. Rasul membawa risalah kepada orang yang tidak mengetahui agama dan syariat Allah atau
kepada orang-orang yang merubah syariat dan agama untuk mengajar mereka dan mengembalikan
mereka kepadanya sedangkan Nabi saw diutus dengan dakwah syariat sebelumnya.

Kenabian adalah pemberian Allah

Kenabian bukan derajat puncak yang bisa diraih dengan cara-cara dan latihan-latihan tertentu,
manusia tidak mungkin mendapatkannya dengan usaha mereka karena ia bukan gelar yang mungkin
diraih dengan jerih payah. Kenabian adalah derajat tinggi dan kedudukan mulia yang Allah berikan
kepada orang yang Dia kehendaki. Orang yang Allah berkehendak memilihnya sebagai nabi telah
disiapkan oleh Allah sedemikian rupa untuk memikul kenabian tersebut. Allah menjaganya dari
setan dan melindunginya dari syirik serta menganugerahkan perilaku terpuji kepadanya. Dalil yang
menetapkan bahwa kenabian adalah murni anugerah Allah adalah firmanNya,

“Mereka itu adalah orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah, yaitu para nabi dari keturunan
Adam, dan dari orang-orang yang kami angkat bersama Nuh, dan dari keturunan Ibrahim dan Israil,
dan dari orang-orang yang telah Kami beri petunjuk dan telah Kami pilih.” (Maryam: 58).

FirmanNya kepada Musa,


“Hai Musa, sesungguhnya Aku memilih (melebihkan) kamu dan manusia yang lain (di masamu)
untuk membawa risalahKu dan untuk berbicara langsung denganKu.” (Al-A’raf: 144).

FirmanNya tentang ucapan Ya’qub kepada Yusuf,


“Dan demikianlah Tuhanmu, memilih kamu (untuk menjadi Nabi).” (Yusuf: 6).

Manakala Allah mengutus nabi Muhammad, orang-orang Jahiliyah melihatnya tidak layak
menyandang anugerah kenabian, ada yang lebih layak –menurut mereka- darinya yaitu seorang laki-
laki besar di Makkah atau Thaif, al-Walid bin al-Mughirah atau Urwah bin Mas’ud ats-Tsaqafi, maka
Allah mengingkari pandangan keliru mereka, Dia menjelaskan bahwa DiriNya adalah Rabb yang
bertindak mutlak, maka tidak seorang pun berhak cawe-cawe (campur tangan) dalam apa yang
dikehendkai Allah termasuk memberikan derajat kenabian kepada hambaNya yang dikehendakiNya.

Firman Allah, “Dan mereka berkata, ‘Mengapa al-Qur`an ini tidak diturunkan kepada seorang besar
dari salah satu dua negeri (Mekah dan Thaif) ini.’ Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat
Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia,
dan Kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar
sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari
apa yang mereka kumpulkan.” (Az-Zukhruf: 31-32).

Firman Allah, “Apabila datang sesuatu ayat kepada mereka, mereka berkata, ‘Kami tidak akan
beriman sehingga diberikan kepada kami yang serupa dengan apa yang telah diberikan kepada

12
utusan-utusan Allah.’ Allah lebih mengetahui di mana Dia menempatkan tugas kerasulan.” (Al-
An’am: 124).

Ayat-ayat ini mengandung petunjuk yang jelas bahwa kenabian tidak diperoleh dengan cara dan
sarana tertentu, ia murni nikmat Allah yang dengan hikmah dan ilmuNya Dia berikan kepada
hambaNya, ia bukan untuk orang yang mengharapkannya atau bahkan mengklaimnya.

Sifat nabi dan rasul

Nabi dan rasul memikul tugas berat dan besar: menerima wahyu, melaksanakan dan
menyampaikannya kepada umat, membimbing, dan memimpin umat, karena itu Allah memilih
untuk tugas besar ini orang yang berasal dari nasab terbaik, akal sempurna, dan jiwa yang bersih di
samping Dia membekalinya dengan akhlak-akhlak dan sifat-sifat yang luhur, maka seorang nabi dan
rasul adalah teladan akhlak dan sifat bagi umatnya.

Shidq

Shidq berarti jujur lawannya kadzib (dusta). Bagi nabi dan rasul ini adalah sifat dasar dan pangkal,
jika tidak maka yang bersangkutan mungkin berdusta atas nama Allah dan membohongi umatnya.
Oleh karena itu Allah telah mengabarkan tentang rasul-rasulNya bahwa mereka adalah shiddiqun.

Firman Allah, “Mereka berkata, ‘Aduhai celakalah kami! Siapakah yang membangkitkan kami dari
tempat-tidur kami (kubur)?’ Inilah yang dijanjikan (Tuhan) yang Maha Pemurah dan benarlah rasul-
rasul(Nya).” (Yasin: 52).

Firman Allah tentang Ibrahim, “Ceritakanlah (hai Muhammad) kisah Ibrahim di dalam al-Kitab (al-
Qur`an) ini. Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat membenarkan lagi seorang nabi.”
(Maryam: 41).

Firman Allah tentang Muhammad, “Dan orang yang membawa kebenaran (Muhammad) dan
membenarkannya, mereka itulah orang-orang yang bertakwa.” (Az-Zumar: 33).

Sabar

Allah mengutus rasul-rasul dan nabi-nabi dengan membawa berita gembira dan menyampaikan
peringatan, mereka mengajak umat beribadah kepada Allah, memperingatkan mereka dari akibat
buruk menyelisihi perintah Allah. Di jalan ini para rasul mendapatkan tantangan dan permusuhan
keras, hinaan, cacian, makian, pukulan, teror, intimidasi, pengucilan bahkan usaha makar
pembunuhan mereka dapatkan. Jika para rasul tidak memiliki kesabaran tertinggi niscaya mereka
tidak mampu mengemban amanat risalah Allah yang ada di pundak mereka dengan segala resiko
dan tantangan berat yang menghadang. Kepada Muhammad saw Allah memerintahkan bersabar
seperti kesabaran para rasul ulil azmi. FirmanNya, “Maka bersabarlah kamu seperti orang-orang
yang mempunyai keteguhan hati dari rasul-rasul telah bersabar dan janganlah kamu meminta
disegerakan (azab) bagi mereka. Pada hari mereka melihat azab yang diancamkan kepada mereka
(merasa) seolah-olah tidak tinggal (di dunia) melainkan sesaat pada siang hari. (Inilah) suatu
pelajaran yang cukup, maka tidak dibinasakan melainkan kaum yang fasik.” (Al-Ahqaf: 35).

13
Beriman kepada semua nabi dan rasul

Wajib meyakini bahwa Allah mengutus seorang rasul pada masing-masing umat yang menyeru
mereka kepada tauhid dan kufur terhadap apa yang disembah selain Allah. Beriman kepada seluruh
rasul dan nabi adalah wajib tanpa membedakan dalam arti tidak beriman kepada sebagian dan
kufur kepada sebagian yang lain sebab hal tersebut sama dengan tidak beriman kepada semuanya.

Firman Allah, “Rasul telah beriman kepada al-Qur`an yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya,
demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikatNya,
kitab-kitabNya dan rasul-rasulNya. (Mereka mengatakan), ‘Kami tidak membeda-bedakan antara
seseorang pun (dengan yang lain) dari rasul-rasulNya,’ dan mereka mengatakan, ‘Kami dengar dan
kami taat.’ (Mereka berdoa), ‘Ampunilah kami ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat
kembali.” (Al-Baqarah: 285).

Firman Allah, “Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan rasul-rasulNya, dan
bermaksud memperbedakan antara (keimanan kepada) Allah dan rasul-rasulNya, dengan
mengatakan, ‘Kami beriman kepada yang sebagian dan kami kafir terhadap sebahagian (yang lain),’
serta bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan (tengah) di antara yang demikian (iman
atau kafir), merekalah orang-orang yang kafir sebenar-benarnya. Kami telah menyediakan untuk
orang-orang yang kafir itu siksaan yang menghinakan. Orang-orang yang beriman kepada Allah dan
para rasulNya dan tidak membeda-bedakan seorang pun di antara mereka, kelak Allah akan
memberikan kepada mereka pahalanya. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
(An-Nisa`: 150-152).

Sebagaimana wajib beriman kepada mereka secara umum, yang kita ketahui namanya dan yang
tidak kita ketahui, khusus yang kita ketahui namanya kita beriman kepada nama-nama tersebut
secara khusus seperti Nuh, Shalih, Ibrahim, Musa, Isa, Muhammad dan lain-lain, dengan tetap
meyakini bahwa Allah memiliki nabi-nabi dan rasul-rasul selain mereka.

FirmanNya, “Dan sesungguhnya telah Kami utus beberapa orang Rasul sebelum kamu, di antara
mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antara mereka ada (pula) yang tidak Kami
ceritakan kepadamu. Tidak dapat bagi seorang Rasul membawa suatu mukjizat, melainkan dengan
seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, diputuskan (semua perkara) dengan adil. Dan
ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.” (Al-Ghafir: 78).

Ma’rifatulqur’an

a. Muwashaffat :
- mengimani al-qur’an
- memperbanyak bacaan al’qur’an
- mentadaburi isi ayat al-qur’an
b. Latar belakang : menumbuhkan pemahaman akan al-qur’an sebagai pedoman hidup
c. Tujuan : mendapatkan ibroh dari perilaku nabi dan rosul

14
d. Pokok-pokok materi :

Allah menurunkan Al-Quran sebagai petunjuk kepada jalan kebenaran, cahaya yang menerangi
kegelapan, pelita yang membimbing di tengah perjalanan menuju akherat, kurikulum kehidupan,
nasehat yang penuh manfaat, semakin dikaji semakin bertambah keimanan, semakin mendalam
keilmuan, maka semakin memperkuat motivasi untuk beramal. Di dalamnya terdapat makna-makna
yang lebih segar dan lebih nikmat dari air dingin bagi orang yang kehausan, lebih lembut dari
hembusan angin di taman bunga, lebih terang dari sinar mentari yang menyinari alam.

Begitulah diantara ungkapan para ulama tafsir yang mengkaji ayat-ayat Al-Quran, mereka semua
ketemu kepada satu kesimpulan bahwa Al-Quran adalah kitab yang selalu baru ayat-ayatnya walau
dibaca berulang-ulang, tidak akan pernah bosan mengkajinya, ia akan selalu menghadirkan suatu
yang baru berupa iman, ilmu dan kefahaman, karena ia adalah mu’jizat dari sisi Alllah, kitab yang
mengandung keberkahan, kemudian kita diperintahkan untuk mentadaburinya. Allah berfirman:

Allah berfirman:

ٌِ ‫اركٌ ِل َي َّدبَّروا آَيَاتِ ٌِه َوٌِليَتَذَك ٌََّر أولو ْاْل َ ْلبَا‬


29 : ‫ب ص‬ َ َ‫ِكت َابٌ أ َ ْنزَ ْلنَاهٌ ِإلَيْكٌَ مب‬

“Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka
memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai
fikiran.” (QS. Shaad: 29)

Imam As-Sa’di dalam tafsirnya Taisir Karimir Rohman beliau menjelaskan, “bahwa makna
‘Mubarokun’ ialah di dalam Al-Quran terdapat keberkahan yang banyak, ilmu yang melimpah,
hikmah diturunkan Al-Quran ini adalah untuk mentadaburinya, karena dengan mentadaburi dan
mentafakurinya secara berulang-ulang akan mendapatkan keberkahan dan kebaikan yang banyak.”

Imam Qusyairi dalam tafsirnya mengatakan:

“Mubarokun adalah Al-Quran, yang berarti besar manfaatnya, selalu kekal dan tidak tergantikan
dengan kitab yang lain, kemudian dijelaskan bahwa keberkahan itu ada dalam mentadaburi dan
mentafakuri makna-maknanya.”

Lalu yang menjadi pertanyaan kita bersama adalah: mengapa keberkahan, ketenangan,
kebahagiaan, keindahan akhlak, kemuliaan, kemenangan, itu belum dapat dirasakan oleh sebagian
besar umat islam, padahal Al-Quran ada di tengah-tengah mereka, sedangkan Al-Quran yang ada
saat ini seperti halnya juga Al-Quran yang diturunkan kepada Rosulullah ketika itu dan dipelajari
oleh para sahabat. Kemudian mereka menjadi teladan dalam keimanan mereka, dalam ibadah
mereka, dalam akhlak mereka, dalam kehidupan mereka secara nyata, walaupun saat itu dengan
keterbatasan yang ada, zaman yang tidak memiliki kecanggihan seperti saat ini?.

Bukan Al-Qurannya yang salah, namun pengambilan Al-Quran itu yang berbeda, rasa kebutuhan
yang kurang terhadap Al-Quran, keingianan untuk menjadikan Al-Quran sebagai satu-satunya
pedoman yang membimbing kepada kehidupan yang benar itu masih belum banyak disadari,
bahkan sebagian orang menganggap Al-Quran tidak penting dan tidak relevan dengan zaman
sekarang bahkan berpaling darinya, lebih suka produk-produk pemikiran yang sangat tidak sejalan
dengan Al-Quran.

15
Ketika Allah mengatakan pada ayat:

ٌ َ‫{ لَقَ ٌْد أَنزَ ْلنَا ِإلَيْك ٌْم ِكت َا ًبا فِي ٌِه ِذكْرك ٌْم أَف‬
. ] 10 :‫لَ ت َ ْعقِلونٌَ } [ اْلنبياء‬

“Sesungguhnya telah Kami turunkan kepada kamu sebuah kitab yang di dalamnya terdapatsebab-
sebab kemuliaan bagimu. Maka apakah kamu tiada memahaminya?” (QS. Al-Anbiya: 10)

Imam Al-Qurthubi mengatakan dalam tafsirnya Al-Jami’ li ahkamil Quran, “pendapat yang paling
kuat dari ayat ini adalah seperti ayat: َْ‫َوإِنَّهْ لَ ِذ ْكرْ لَكَْ َو ِلقَ ْومِ ك‬

“Dan sesungguhnya Al Quran itu benar-benar adalah suatu kemuliaan besar bagimu dan bagi
kaummu.”. (Az-Zukhruf: 44)

“yaitu ia merupakan kemuliaan bagi siapa yang mengamalkannya baik dari orang quraisy ataupun
buhkan orang quraisy. “

Tenyata di sinilah kuncinya, kemuliaan itu ada pada pengamalan isi Al-Quran.

Al-Quranul karim mempunyai pengaruh yang agung dalam proses perbaikan diri dan
mensucikannya. Rosulullah memiliki perhatian yang besar dalam membina sahabat-sahabatnya.
Sahabat Rosulullah, Jundub bin Abdullah ra mengatakan:

‫ كنا مع النبي صلى هللا عليه وسلم ونحن فتيان حزاورة فتعلمنا اإليمان قبل أن نتعلم‬:‫ قال‬-‫رضي هللا عنه‬- ‫قاله جندب بن عبدهللا‬
ً ‫ ثم تعلمنا القرآن فازددنا به إيمانٌا‬،‫القرآن‬

“Kami bersama Rosulullah saat kami masih belia, kami mempelajari keimanan sebelum mempelajari
Al-Quran, kemudian kami mepelajari Al-Quran maka bertambahlah keimanan kami.”

Begitulah Al-Quran, bahwa ia memang bersumber dari yang Maha Kuasa, berapa banyak kisah-
kisah, novel-novel, yang mungkin membuat kita terpesona dengan kisah-kisahnya, bahkan berderai
air mata, haru, tersenyum, puas, namun banyak yang tak berminat lagi untuk membacanya
ulang dua sampai tiga kali bahkan sampai 10 kali. Adapun Al-Quran, semakin dibaca semakin
nikmat, semakin diulangi semakin bertambah kelezatannya, bahkan tak pernah bosan walau dibaca
lebih dari 17 kali sehari.

Imam Ibnul Qayyim mengatakan: “Kalau sekiranya orang-orang mengetahui apa-apa yang di dalam
Al-Quran mereka akan sibuk dengannya dari pada urusan lainnya. Apabila engkau baca dengan
tafakur, kemudian engkau temui ayat yang mengobati hatimu engkau akan ulang-ulangi ayat itu
walaupun sampai seratus kali, walaupun sepanjang malam. Membaca ayat dengan tafakur lebih
baik dari menghatamkannya tanpa tadabur dan pemahaman, dan lebih memberi manfaat bagi hati,
menghantarkan kepada keimanan dan merasakan manisnya Al-Quran.” (Kitab Miftah Darus Sa’dah
1/553-554)

Begitulah para salafusholih dalam mentadaburi Al-Quran. Suatu malam Rosulullah saw sholat dan
mengulangi-ulangi ayat yang sama ‫ إن تعذبهم فإنهم عبادك و إن تغفرلهم فإنك أنت العزيز الحكيم‬sampai shubuh
menjelang.”

Begitulah juga kisah Imam Abu Hanifah yang diceritakan oleh Yazid bin Al-Kimyat, ia berkata: “Abu
Hanifah adalah seorang yang sangat takut kepada Allah SWT, suatu malam Ali bin Al-Husain
membaca Surat Al-Zilzalah (Idza Dzul zilatil ardhu zil zalaha) ketika sholat isya, dan Abu Hanifah

16
berada di belakangnya. Ketika selesai sholat, orang-orang keluar dari masjid dan aku melihat kepada
Abu Hanifah sedang duduk, berdzikir kemudian ia sholat dan mengulangi membaca surat Al-
Zilzalah.

Aku memutuskan untuk pergi meninggalkannya sehingga beliau tidak terganggu dengan
keberadaanku. Lalu aku keluar dari masjid. Ketika aku keluar, aku tinggalkan sebuah lampu yang
minyaknya tinggal sedikit. Ketika aku tiba kembali saat fajar, lalu aku mengumandangkan azan dan
menyalakan lampu. Ketika itu aku melihat Abu Hanifah masih berdiri sambil membaca surat Al-
Zilzalah berulang-ulang. Ketika melihatku ia bertanya, “Apakah engkau akan mengambil lampu?”
lalu ku jawab: “Aku telah mengumandangkan azan shubuh.” Kemudian ia berkata: “Sembunyikan
apa yang engkau lihat dariku”. Lalu ia sholat dua rakaat, kemudian duduk menunggu iqomat, dan
sholat shubuh bersama kami masih dengan wudhu tatkala ia sholat isya malam sebelumnya.

Maka ‘tidak mengkaji dan mentadaburi Al-Quran’ merupakan salah satu tanda bahwa ada pintu
yang terkunci rapat sehingga menutupi hati ini. Tutup itu harus dibuka, dan kuncinya adalah
mentadaburi Al-Quran, agar cahaya iman masuk ke dalamnya. Allah berfirman:

)24( ‫ع َلى قٌلوبٌ أ َ ْق َفالهَا‬


َ ‫ل يَت َ َدبَّرونٌَ ا ْلق ْرآنٌَ أ َ ٌْم‬
ٌَ َ‫أَف‬

“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran ataukah hati mereka terkunci?” (QS.
Muhammad: 24)

Syeikh Muhammad Sayyid Thotowi dalam tafsir Al-Wasith mengomentari ayat ini dengan
mengatakan: “ayat ini adalah pengingkaran kepada orang-orang munafik yang mereka berpaling
dari Al-Quran, bahkah mereka tidak mau mentadaburinya, walaupun di dalamnya penuh dengan
pelajaran, perintah dan larangan, karena di hati mereka ada tutup yang menghalangi antara mereka
dan tadabur. ‘Al-Aqfalun’ bentuk jama’ dari Quflun, yaitu berupa alat untuk mengunci pintu atau
sejenisnya, maksud ayat ini adalah penjelasan bahwa hati mereka tertutup dan terkunci rapat, tidak
masuk keimanan ke dalamnya dan tidak keluar darinya kemunafikan dan kekufuran.”

Begitu juga penjelasan ayat diatas dalam tafsir Al-Kasyaf, “bahwa maksud hati di sini ada dua,
pertama hati yang keras, dan kedua hati sebagian orang munafik, adapun kunci di sini adalah
kekufuran yang mengunci rapat hati mereka.”

Imam Sayyid Thontowi melanjuntukan, “bahwa para ulama mengatakan ayat di atas menunjukkan
wajib hukumnya mentadaburi dan mentafakuri ayat-ayat Al-Quran, kemudian mengamalkan apa
yang di dalamnya, dari petunjuk, perintah dan larangan, adab dan hukum-hukumnya, karena tidak
mentadaburinya akan menyebabkan kepada kekerasan hati serta kesesatan jiwa, sebagimana
keadaan orang-orang munafik.”

Hal senada diungkapkan oleh Ustadz Sayyid Qutb dalam tafsirnya, ketika mengomentari ayat ini
beliau mengatakan: “Tadabur Al-Quran menghilangkan penutup hati, membuka jendelanya,
memperoleh cahaya, menggerakan perasaan (indera), menguatkan hati, mengikhlaskan nurani
(batin), menumbuhkan kehidupan di dalam jiwa, berkilau dengannya, kemudian terbit dan
menyinari.”

Bahkan Syeikh Syinqithi dalam tafsir beliau Adhwa’ul Bayan, ketika menjelas ayat di atas beliau
dengan agak keras mengatakan bahwa, “Allah mencela orang-orang yang berpaling dari ayat-ayat
Allah sebagaimana dijelaskan dalam firmannya:

17
ٌ‫ن ٌت َدْعه ْم‬ ٌْ َ ‫ع َلى قلوبٌِ ِه ٌْم أ َ ِكنَّ ٌةً أ‬
ٌْ ِ‫ن يٌَ ْفقَهوهٌ َوفِي آذَان ِِه ٌْم َو ْق ًرا َوإ‬ ٌَ ‫ِي َما َق َّد َمتٌْ يَدَاهٌ إٌِنَّا َجعَ ْل َنا‬ َ ٌَ‫ت َربِ ٌِه فَأَع َْرض‬
ٌَ ‫ع ْنهَا َونَس‬ ٌِ ‫ِر بِآيَا‬ ٌْ ‫ن أَ ْظلَمٌ مِ َّم‬
ٌَ ‫ن ذك‬ ٌْ ‫َو َم‬
َ ً
. ‫ ] اآلية‬57 : ‫ن يَ ْهت َدوا إِذا أ َبدًا [ الكهف‬ ٌْ َ‫إِلَى ا ْلهدَى َفل‬

“Dan siapakah yang lebih zalim dari pada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat
Tuhannya lalu dia berpaling dari padanya dan melupakan apa yang telah dikerjakan oleh kedua
tangannya? Sesungguhnya Kami telah meletakkan tutupan di atas hati mereka, (sehingga mereka
tidak) memahaminya, dan (Kami letakkan pula) sumbatan di telinga mereka; dan kendatipun kamu
menyeru mereka kepada petunjuk, niscaya mereka tidak akan mendapat petunjuk selama-
lamanya.” (Al-Kahfi: 57)

Maka kata beliau melanjuntukan, “ayat di atas menunjukkan bahwa mentadaburi Al-Quran,
memahaminya dan mempelajarinya adalah suatu keharusan bagi kaum muslimin. Siapa saja yang
tidak disibukkan dengan mentadaburi ayat-ayat Allah, atau memahaminya, mempelajari makna-
maknanya kemudian mengamalkannya, maka ia termasuk ‘mu’ridh’ atau orang yang berpaling, dan
termasuk orang yang dicela dalam ayat di atas jika Allah telah memberinya kefahaman untuk dapat
mentadaburinya.”

Rosulullah pernah mengadu kepada Allah bahwa kaumnya telah meninggalkan Al-Quran,
sebagaimana firman-Nya:
ً‫َو َقا ٌَل الرسول يارب إِنٌَّ َق ْومِ ي اتخذوا هذا القرآن َمهْجورٌا‬
Berkatalah Rasul: "Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku menjadikan Al Quran itu sesuatu yang tidak
diacuhkan." (QS. Al-Furqan : 30)

Imam Ibnul Qayyim menjelaskan ayat ini dalam kitab Al-Fawaid: “Tidak mengacuhkan Al-Quran
memiliki beberapa macam pengertian: Pertama, tidak mendengarkan dan mengimaninya. Kedua,
tidak mengamalkannya, tidak peduli dengan halal dan haramnya, walaupun ia membaca dan
mengimaninya. Ketiga, meninggalkannya ialah tidak menjalankan hukum-hukumnya. Keempat,
meninggalkannya dengan tidak mentadaburi, memahaminya dan mengetahui maksud dari apa yang
disampaikan Allah dalam ayat-ayat-Nya. Kelima, meninggalkan al-Quran dalam arti tidak
menjadikan Al-Quran sebagai obat dari penyakit-penyakit hati.”

Apa buah dari mentadaburi Al-Quran? Diantara hasil yang didapat dari mentadaburi Al-Quran
antara lain:

1. Menghasilkan keyakinan yang semakin mantap di dalam hati, rasa takut dan harap serta
merasakan keagungan Allah.

Al-Quran adalah laksana air yang hati sebagai mana air hujan menyirami tumbuhan. Pohon
tidak dapat hidup, bahkan ia akan kering dan mati jika tidak disirami oleh air. Begitu juga
hati akan mati dan dan keras jika jika tidak pernah disirami Al-Quran, hilang rasa
sensitifnya, halal dan haram sama saja, bahkan menjadi remang, dosa atau tidak dosa
sudah tidak dapat lagi dibedakan, bahkan memandang kemaksiatan adalah satu hal yang
biasa. Hati yang selalu disirami Al-Quran akan selalu hidup, mempunyai pengaruh, sehingga
bergetarlah jiwanya ketika mendengar ayat-ayat Allah. Begitulah ungkapan tadabur yang
indah di dalam ayat 21-23 surat Az-Zumar, sebagaimana artinya:

“Apakah kamu tidak memperhatikan, bahwa sesungguhnya Allah menurunkan air dari
langit, maka diaturnya menjadi sumber-sumber air di bumi kemudian ditumbuhkan-Nya

18
dengan air itu tanam-tanaman yang bermacam-macam warnanya, lalu menjadi kering lalu
kamu melihatnya kekuning-kuningan, kemudian dijadikan-Nya hancur berderai-derai.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat pelajaran bagi orang-orang
yang mempunyai akal.

Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk (menerima) agama Islam
lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang membatu hatinya)?
Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu hatinya untuk mengingat
Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata.

Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al Quran yang serupa (mutu
ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada
Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah.
Itulah petunjuk Allah, dengan kitab itu Dia menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya. Dan
barangsiapa yang disesatkan Allah, niscaya tak ada baginya seorang yang dapat memberi
petunjuk.” (QS. Az-Zumar 21-23)

2. Bertambahnya keimanan dan merasakan kelapangan hati.

ْ ٌَ‫ورةٌ َفمِ ْنهم َّمن يَقولٌ أَيُّك ٌْم زَ ا َدتْهٌ َه ِذ ٌِه إِي َمانٌا ً فَأ َ َّما الَّذِينٌَ آ َمنوٌاْ فَزَ ا َدتْهٌ ٌْم إِي َمانٌا ً َوه ٌْم ي‬
]124/9 ‫ست َ ْبشِرونٌَ [سورة التوبة‬ َ ‫وََ إِذَا َما أ ِنزلَتٌْ س‬

“Dan apabila diturunkan suatu surat, maka di antara mereka (orang-orang munafik) ada
yang berkata: "Siapakah di antara kamu yang bertambah imannya dengan (turannya) surat
ini?" Adapun orang-orang yang beriman, maka surat ini menambah imannya, dan mereka
merasa gembira.” (QS. At-Taubah: 124)

Orang-orang yang beriman selalu merasa gembira dan lapang hatinya ketika ayat-ayat
Allah disampaikan.

3. Kemenangan umat muslimin dengan Al-Quran.

Sebagaimana telah dibuktikan oleh kemenangan umat islam pada masa-masa


keemasannya, yang menjadikan Al-Quran sebagai satu-satunya sumber inspirasi yang
mereka mempelajarinya tidak lebih dari 10 ayat dan tidak pindah kepada ayat selanjutnya
sebelum mereka mengamalkannya.

Seorang pemimpin Prancis mengatakan dalam peringatan 100 tahun penjajahan Al-Jazair:
“Sesungguhnya kita tidak akan menang terhadap orang-orang Al-Jazair, selagi mereka
membaca Al-Quran dan berbahasa arab, maka wajib bagi kita untuk menghilangkan Al-
Quran yang berbahasa arab dari keberadaannya dan mencabut ucapan bahasa arab dari
lisan mereka.”

Hal itupun telah mereka perbuat terhadap Turki dan Negara islam lainnya.

Bagaimana mentadaburi Al-Quran? Diantara cara mentadaburi Al-Quran sebagai berikut:

1. Menghadirkan hati dan fikiran. Kemudian bacalah Al-Quran dengan tartil, dengan bacaan
terbaik yang kita mampu, karena kekhusyu’an dalam membaca Al-Quran sangat membantu
dalam mentadaburi dan memahaminya.

19
2. Merasakan keagungan Allah seakan-akan Allah sedang berbicara dengan kita melalui Al-
Quran. Imam Ali berkata; “Jika aku ingin Allah berkata-kata denganku maka aku membaca
Al-Quran, jika aku ingin berbicara dengan Allah maka aku lakukan sholat.”

3. Berusaha memahami arti dan maksudnya, sambil menggunakan kitab tafsir dan Al-Quran
terjemah, kitab tafsir yang dapat membantu seperti Tafsir Ibnu Katsir, tafsir Fi Zhilalil
Quran, dan tafsir Syeikh Sa’di.

4. Menghubungkan Al-Quran dengan realitas kehidupan yang sedang kita rasakan, kemudian
berusaha untuk mengamalkan apa yang dapat difahami dari ayat-ayat tersebut.
Sebagaimana para sahabat yang mempelajari Al-Quran dengan satu tujuan, yaitu untuk
mengamalkan isinya, bukan untuk menambah wawasan ataupun sekedar menikmati cerita,
kisah dan bacaannya. Mereka mempelajari sepuluh ayat, setelah mereka mengamalkannya
mereka melanjuntukanya pada ayat-ayat selanjutnya.

Rukun Iman: Iman Kepada Malaikat, Hari Akhir, Serta Qada & Qadar

a. Muwashaffat :
i. memahami rukun iman dan menjalankannya serta meyakininya!
ii. Bersikap tawadhu
iii. Meyakini hari akhir
iv. Qona’ah terhadap apa yang telah diberikan oleh Allah SWT
b. Latar belakang :
menjalankan islam bukan hanya pengetahuan tapi juga dengan pemahaman
c. Tujuan :
Mendapatkan pemahaman dan mengerti tentang rukun iman
d. Pokok-pokok materi :

Sebagai salah satu syarat dari iman adalah adanya keyakinan. Dan keyakinan tersebut dapat
muncul dari pengetahuan atau ilmu tentang hal tersebut. Dan masalah tersebut telah dijelaskan
oleh para ulama dengan penjelasan yang tuntas dan sangat jelas bagi umat.

Iman kepada Allah Subhanallohu wa Ta’ala

Kita mengimani Rububiyah Allah Subhanahu Wa Ta’ala, artinya bahwa Allah adalah Rabb: Pencipta,
Penguasa dan Pengatur segala yang ada di alam semesta ini. Kita juga harus mengimani uluhiyah
Allah Subhanahu Wa Ta’ala artinya Allah adalah Ilaah (sembahan) Yang hak, sedang segala
sembahan selain-Nya adalah batil. Keimanan kita kepada Allah belumlah lengkap kalau tidak
mengimani Asma’ dan Sifat-Nya, artinya bahwa Allah memiliki Nama-nama yang maha Indah serta
sifat-sifat yang maha sempurna dan maha luhur.

Dan kita mengimani keesaan Allah Subhanallohu wa Ta’aladalam hal itu semua, artinya bahwa
Allah Subhanallohu wa Ta’ala tiada sesuatupun yang menjadi sekutu bagi-Nya dalam rububiyah,
uluhiyah, maupun dalam Asma’ dan sifat-Nya.

20
Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala, yang artinya: “(Dia adalah) Tuhan seluruh langit dan bumi serta
semua yang ada di antara keduanya. Maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beridat
kepada-Nya. Adakah kamu

mengetahui ada sesuatu yang sama dengan-Nya (yang patut disembah)?”. (QS. Maryam: 65)
Dan firman Allah, yang artinya: “Tiada sesuatupun yang serupa dengan-Nya. Dan Dia-lah yang maha
mendengar lagi Maha melihat”. (QS. Asy-Syura:11)

Iman Kepada Malaikat

Bagaimana kita mengimani para malaikat ? mengimani para malaikat Allah yakni dengan meyakini
kebenaran adanya para malaikat Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Dan para malaikat itu, sebagaimana
firman-Nya, yang artinya: ”Sebenarnya (malaikat-malaikat itu) adalah hamba-hamba yang
dimuliakan, tidak pernah mereka itu mendahului-Nya dengan perkataan dan mereka mengerjakan
perintah-perintah-Nya.” (QS. Al-anbiya: 26-27)

Mereka diciptakan Allah Subhanahu Wa Ta’ala, maka mereka beribadah kepada-Nya dan mematuhi
segala perintah-Nya. Firman Allah Subhanahu Wa Ta’, yang artinya: ” …Dan malaikat-malaikat yang
disisi-Nya mereka tidak bersikap angkuh untuk beribadah kepada-Nyadan tiada (pula) merasa letih.
Mereka selalu bertasbih malam dan siang tiada henti-hentinya. “ (QS. Al-Anbiya: 19-20).

Iman Kepada Kitab Allah

Kita mengimani bahwa Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah menurunkan kepada rasul-rasul-Nya kitab-
kitab sebagai hujjah buat umat manusia dan sebagai pedoman hidup bagi orang-orang yang
mengamalkannya, dengan kitab-kitab itulah para rasul mengajarkan kepada umatnya kebenaran
dan kebersihan jiwa mereka dari kemuysrikan. Firman Allah Subhanahu Wa Ta’, yang
artinya:”Sungguh, kami telah mengutus rasul-rasul kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata
dan telah kami turunkan bersama mereka Al-kitab dan neraca (keadilan) agar manusia
melaksanakan keadilan… “ (QS. Al-Hadid: 25)

Dari kitab-kitab itu, yang kita kenal ialah :

 Taurat, yang Allah turunkan kepada nabi Musa alaihi sallam, sebagaimana firman Allah
dalam QS Al-Maidah: 44.
 Zabur, ialah kitab yang diberikan Allah Subhanahu Wa Ta’ala kepada Daud alaihi sallam.
 Injil, diturunkan Allah kepada nabi Isa, sebagai pembenar dan pelengkap Taurat. Firman
Allah : ”…Dan Kami telah memberikan kepadanya (Isa) injil yang berisi petunjuk dan nur,
dan sebagai pembenar kitab yang sebelumnya yaitu Taurat, serta sebagai petunjuk dan
pengajaran bagi orang-orang yang bertaqwa.” (QS : Al-Maidah : 46)
 Shuhuf, (lembaran-lembaran) yang diturunkan kepada nabi Ibrahim dan
Musa, ‘Alaihimas-shalatu Wassalam.
 Al-Quran, kitab yang Allah Subhanahu Wa Ta’ala turunkan kepada Nabi
Muhammad shalallohu ‘alahi wa sallam, penutup para nabi. Firman AllahSubhanahu Wa
Ta’ala, yang artinya: ” Bulan Ramadhan yang diturunkan padanya (permulaan) Al-Quran

21
sebagai petunjuk bagi umat manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu
dan pembeda antara yang haq dan yang batil…” (QS. Al Baqarah: 185).

Iman Kepada Rasul-Rasul

Kita mengimani bahwa Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah mengutus rasul-rasul kepada umat
manusia, Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala, yang artinya: ” (Kami telah mengutus mereka) sebagai
rasul-rasul pembawa berita genbira dan pemberi peringatan, supaya tiada alasan bagi manusia
membantah Allah sesudah (diutusnya) rasul-rasul itu. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana.” (QS. AN-Nisa: 165).

Kita mengimani bahwa rasul pertama adalah nabi Nuh dan rasul terakhir adalah Nabi
Muhammad shalallohu ‘alahi wa sallam, semoga shalawat dan salam sejahtera untuk mereka
semua. Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala, yang artinya:”Sesungguhnya Kami telahmewahyukan
kepadamu sebagaimana Kami telah mewahyukan kepada Nuh dan nabi-nabi yang (datang)
sesudahnya…” (QS. An-Nisa: 163).

Iman Kepada Hari Kiamat

Kita mengimani kebenaran hari akhirat, yaitu hari kiamat, yang tiada kehidupan lain sesudah hari
tersebut.

Untuk itu kita mengimani kebangkitan, yaitu dihidupannya semua mahkluk yang sesudah mati oleh
Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala,yang artinya:”Dan ditiuuplah
sangkakala, maka matilah siapa yang ada dilangit dan siapa yang ada di bumi kecuali yang
dikehendaki Allah. Kemudian ditiup sangkakala itu sekali lagi, maka tiba-tiba mereka
bangkitmenunggu (putusannya masing-masing).” (QS. Az-Zumar: 68)

Kita mengimani adanya catatan-catatan amal yang diberikan kepada setiap manusia. Ada yang
mengambilnya dengan tangan kanan dan ada yang mengambilnya dari belakang punggungnya
dengan tangan kiri. Firman AllahSubhanahu Wa Ta’ala, yang artinya: ” Adapun orang yang diberikan
kitabnya dengan tangan kanannya, maka dia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah dan
dia akan kembali kepada kaumnya (yang sama-sama beriman) dengan gembira. Adapun orang yang
diberikan kitabnya dari belakang punggungnya, maka dia akan berteriak celakalah aku dan dia akan
masuk neraka yang menyala.” (QS. Al-Insyiqaq: 13-14).

Iman Kepada Qadar Baik dan Buruk

Kita juga mengimani qadar (takdir) , yang baik dan yang buruk; yaitu ketentuan yang telah
ditetapkan Allah untuk seluruh mahkluk-Nya sesuai dengan ilmu-Nya dan menurut hikmah
kebijakan-Nya.

Iman kepada qadar ada empat tingkatan:

1. ‘Ilmu
ialah mengimani bahwa Allah Maha tahu atas segala sesuatu,mengetahui apa yang terjadi,

22
dengan ilmu-Nya yang Azali dan abadi. Allah sama sekali tidak menjadi tahu setelah
sebelumnya tidakmenjadi tahu dan sama sekali tidak lupa dengan apa yang dikehendaki.

2. Kitabah
ialah mengimani bahwa Allah telah mencatat di Lauh Mahfuzh apa yang terjadi sampai hari
kiamat. Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala, yang artinya: ”Apakah kamu tidak mengetahui
bahwa Allah mengetahui apa yang ada di langit dan di bumi. sesungguhnya tu (semua)
tertulis dalam sebuah kitab (Lauh Mahfuzh). Sesungguhnya Allah yang demikian itu amat
mudah bagi Allah.” (QS. Al-Hajj: 70)

3. Masyi’ah
ialah mengimani bawa Allah Subhanahu Wa Ta’ala. telah menghendaki segala apa yang ada
di langit dan di bumi, tiada sesuatupun yang terjadi tanpa dengan kehendak-Nya. Apa yang
dikehendaki Allah itulah yang terjadi dan apa yang tidak dikehendaki Allah tidak akan terjadi.

4. Khal
Ialah mengimani Allah Subhanahu Wa Ta’ala. adalah pencipta segala sesuatu. Firman
Allah Subhanahu Wa Ta’ala, yang artinya: ” Alah menciptakan segala sesuatu dan Dia
memelihara segala sesuatu. Hanya kepunyaan-Nyalah kunci-kunci (perbendaharaan) langit
dan bumi.” (QS. Az-Zumar: 62-63).

Keempat tingkatan ini meliputi apa yang terjadi dari Allah Subhanahu Wa Ta’alasendiri dan apa
yang terjadi dari mahkluk. Maka segala apa yang dilakukan oleh mahkluk berupa ucapan,
perbuatan atau tindakan meninggalkan, adalah diketahui, dicatat dan dikehendaki serta
diciptakan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Ihsan

a. Latar belakang :
Menjadikan kader sebagai generasi islam yang wasathon dan berakhlak mulia
b. Tujuan :
Dapat melaksanakan ihsan yang sesungguhnya
c. Pokok-pokok materi :

Ihsan adalah puncak ibadah dan akhlak yang senantiasa menjadi target seluruh hamba Allah swt.
Sebab, ihsan menjadikan kita sosok yang mendapatkan kemuliaan dari-Nya. Sebaliknya, seorang
hamba yang tidak mampu mencapai target ini akan kehilangan kesempatan yang sangat mahal
untuk menduduki posisi terhormat di mata Allah swt. Rasulullah saw. pun sangat menaruh
perhatian akan hal ini, sehingga seluruh ajaran-ajarannya mengarah kepada satu hal, yaitu
mencapai ibadah yang sempurna dan akhlak yang mulia.

Oleh karenanya, seorang muslim hendaknya tidak memandang ihsan itu hanya sebatas akhlak yang
utama saja, melainkan harus dipandang sebagai bagian dari akidah dan bagian terbesar dari
keislamannya. Karena, Islam dibangun di atas tiga landasan utama, yaitu iman, Islam, dan ihsan,
seperti yang telah diterangkan oleh Rasulullah saw. dalam haditsnya yang shahih. Hadist ini
menceritakan saat Raulullah saw. menjawab pertanyaan Malaikat Jibril —yang menyamar sebagai

23
seorang manusia— mengenai Islam, iman, dan ihsan. Setelah Jibril pergi, Rasulullah saw. bersabda
kepada para sahabatnya, “Inilah Jibril yang datang mengajarkan kepada kalian urusan agama
kalian.” Beliau menyebut ketiga hal di atas sebagai agama, dan bahkan Allah swt. memerintahkan
untuk berbuat ihsan pada banyak tempat dalam Al-Qur`an.

“Dan berbuat baiklah kalian, karena sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berbuat baik.”
(QS. Al-Baqarah: 195)

“Sesungguhnya Allah memerintahkanmu untuk berbuat adil dan kebaikan….” (QS. An-Nahl: 90)

Pengertian Ihsan
Ihsan berasal dari kata hasana yuhsinu, yang artinya adalah berbuat baik, sedangkan bentuk
masdarnya adalah ihsanan, yang artinya kebaikan. Allah swt. berfirman dalam Al-Qur`an mengenai
hal ini.
“Jika kamu berbuat baik, (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri…” (Al-Isra’: 7)

“Dan berbuat baiklah (kepada oraang lain) seperti halnya Allah berbuat baik terhadapmu….” (QS. Al-
Qashash: 77)

Ibnu Katsir mengomentari ayat di atas dengan mengatakan bahwa kebaikan yang dimaksud dalam
ayat tersebut adalah kebaikan kepada seluruh makhluk Allah swt.

Landasan Syar’i Ihsan


Pertama, Al-Qur`anul Karim
Dalam Al-Qur`an, terdapat 166 ayat yang berbicara tentang ihsan dan implementasinya. Dari sini
kita dapat menarik satu makna, betapa mulia dan agungnya perilaku dan sifat ini, hingga mendapat
porsi yang sangat istimewa dalam Al-Qur`an. Berikut ini beberapa ayat yang menjadi landasan akan
hal ini.
“Dan berbuat baiklah kalian karena sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berbuat baik.”
(QS. Al-Baqarah: 195)

“Sesungguhnya Allah memerintahkanmu untuk berbuat adil dan kebaikan….” (QS An-Nahl: 90)

“… serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia….” (QS. Al-Baqarah: 83)

“Dan berbuat baiklah terhadap dua orang ibu bapak, kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin,
tetangga dekat maupun yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil, dan para hamba sahayamu….” (QS.
An-Nisaa`: 36)

Kedua, As-Sunnah
Rasulullah saw. pun sangat memberi perhatian terhadap masalah ihsan ini. Sebab, ia merupakan
puncak harapan dan perjuangan seorang hamba. Bahkan, di antara hadist-hadist mengenai ihsan
tersebut, ada beberapa yang menjadi landasan utama dalam memahami agama ini. Rasulullah saw.
menerangkan mengenai ihsan —ketika ia menjawab pertanyaan Malaikat Jibril tentang ihsan
dimana jawaban tersebut dibenarkan oleh Jibril, dengan mengatakan, “Engkau menyembah Allah
seakan-akan engkau melihat-Nya, dan apabila engkau tidak dapat melihat-Nya, maka sesungguhnya
Dia melihatmu.” (HR. Muslim)

24
Di kesempatan yang lain, Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya Allah telah mewajibkan kebaikan
pada segala sesuatu, maka jika kamu membunuh, bunuhlah dengan baik, dan jika kamu
menyembelih, sembelihlah dengan baik.” (HR. Muslim)

Tiga Aspek Pokok dalam Ihsan


Ihsan meliputi tiga aspek yang fundamental. Ketiga hal tersebut adalah ibadah, muamalah, dan
akhlak. Ketiga hal inilah yang menjadi pokok bahasan kita kali ini.

1. Ibadah
Kita berkewajiban ihsan dalam beribadah, yaitu dengan menunaikan semua jenis ibadah,
seperti shalat, puasa, haji, dan sebagainya dengan cara yang benar, yaitu menyempurnakan
syarat, rukun, sunnah, dan adab-adabnya. Hal ini tidak akan mungkin dapat ditunaikan oleh
seorang hamba, kecuali jika saat pelaksanaan ibadah-ibadah tersebut ia dipenuhi dengan cita
rasa yang sangat kuat (menikmatinya), juga dengan kesadaran penuh bahwa Allah senantiasa
memantaunya hingga ia merasa bahwa ia sedang dilihat dan diperhatikan oleh-Nya. Minimal
seorang hamba merasakan bahwa Allah senantiasa memantaunya, karena dengan inilah ia
dapat menunaikan ibadah-ibadah tersebut dengan baik dan sempurna, sehingga hasil dari
ibadah tersebut akan seperti yang diharapkan. Inilah maksud dari perkataan Rasulullah saw
yang berbunyi, “Hendaklah kamu menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, dan jika
engkau tak dapat melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu.”

Kini jelaslah bagi kita bahwa sesungguhnya arti dari ibadah itu sendiri sangatlah luas. Maka,
selain jenis ibadah yang kita sebuntukan tadi, yang tidak kalah pentingnya adalah juga jenis
ibadah lainnya seperti jihad, hormat terhadap mukmin, mendidik anak, menyenangkan isteri,
meniatkan setiap yang mubah untuk mendapat ridha Allah, dan masih banyak lagi. Oleh karena
itulah, Rasulullah saw. menghendaki umatnya senantiasa dalam keadaan seperti itu, yaitu
senantiasa sadar jika ia ingin mewujudkan ihsan dalam ibadahnya.

Tingkatan Ibadah dan Derajatnya


Berdasarkan nash-nash Al-Qur`an dan Sunnah, maka ibadah mempunyai tiga tingkatan, yang
pada setiap tingkatan derajatnya masing-masing seorang hamba tidak dapat mengukurnya.
Karena itulah, kita berlomba untuk meraihnya. Pada setiap derajat, ada tingkatan tersendiri
dalam surga. Yang tertinggi adalah derajat muhsinin, ia menempati Jannatul Firdaus, derajat
tertinggi di dalam surga. Kelak, para penghuni surga tingkat bawah akan saling memandang
dengan penghuni surga tingkat tertinggi, laksana penduduk bumi memandang bintang-bintang
di langit yang menandakan jauhnya jarak antara mereka.
Adapun tiga tingkatan tersebut adalah sebagai berikut.
1.Tingkat at-Takwa, yaitu tingkatan paling bawah dengan derajat yang berbeda-beda.
2.Tingkat al-Bir, yaitu tingkatan menengah dengan derajat yang berbeda-beda.
3.Tingkat al-Ihsan, yaitu tingkatan tertinggi dengan derajat yang berbeda-beda pula.

Pertama, Tingkat Takwa


Tingkat takwa adalah tingkatan dimana seluruh derajatnya dihuni oleh mereka yang masuk
kategori al-Muttaqun, sesuai dengan derajat ketakwaan masing-masing.
Takwa akan menjadi sempurna dengan menunaikan seluruh perintah Allah dan
meninggalkan seluruh larangan-Nya. Hal ini berarti meninggalkan salah satu perintah Allah
dapat mengakibatkan sanksi dan melakukan salah satu larangannya adalah dosa. Dengan

25
demikian, puncak takwa adalah melakukan seluruh perintah Allah dan meninggalkan
semua larangan-Nya.
Namun, ada satu hal yang harus kita pahami dengan baik, yaitu bahwa Allah swt. Maha
Mengetahui keadaan hamba-hamba-Nya yang memiliki berbagai kelemahan, yang dengan
kelemahannya itu seorang hamba melakukan dosa. Oleh karena itu, Allah membuat satu
cara penghapusan dosa, yaitu dengan cara tobat dan pengampunan. Melalui hal tersebut,
Allah swt. akan mengampuni hamba-Nya yang berdosa karena kelalaiannya dari
menunaikan hak-hak takwa. Sementara itu, ketika seorang hamba naik pada peringkat
puncak takwa, boleh jadi ia akan naik pada peringkat bir atau ihsan.
Peringkat ini disebut martabat takwa, karena amalan-amalan yang ada pada derajat ini
membebaskannya dari siksaan atas kesalahan yang dilakukannya. Adapun derajat yang
paling rendah dari peringkat ini adalah derajat dimana seseorang menjaga dirinya dari
kekalnya dalam neraka, yaitu dengan iman yang benar yang diterima oleh Allah swt.

Kedua, Tingkat al-Bir


Peringkat ini akan dihuni oleh mereka yang masuk kategori al-Abrar. Hal ini sesuai dengan
amalan-amalan kebaikan yang mereka lakukan dari ibadah-ibadah sunnah serta segala
sesuatu yang dicintai dan diridhai oleh Allah swt. hal ini dilakukan setelah mereka
menunaikan segala yang wajib, atau yang ada pada peringkat sebelumnya, yaitu peringkat
takwa.
Peringkat ini disebut martabat al-Bir (kebaikan), karena derajat ini merupakan perluasan
pada hal-hal yang sifatnya sunnah, sesuatu sifatnya semata-mata untuk mendekatkan diri
kepada Allah dan merupakan tambahan dari batasan-batasan yang wajib serta yang
diharamkan-Nya. Amalan-amalan ini tidak diwajibkan Allah kepada hamba-hamba-Nya,
tetapi perintah itu bersifat anjuran, sekaligus terdapat janji pahala di dalamnya.
Akantetapi, mereka yang melakukan amalan tambahan ini tidak akan masuk kedalam
kelompok al-bir, kecuali telah menunaikan peringkat yang pertama, yaitu peringkat takwa.
Karena, melakukan hal pertama merupakan syarat mutlak untuk naik pada peringkat
selanjutnya.
Dengan demikian, barangsiapa yang mengklaim dirinya telah melakukan kebaikan sedang
dia tidak mengimani unsur-unsur kaidah iman dalam Islam, serta tidak terhindar dari
siksaan neraka, maka ia tidak dapat masuk dalam peringkat ini (al-bir). Mengenai hal ini,
Allah swt. berfirman dalam kitab-Nya, “Bukanlah kebaikan dengan memasuki rumah-rumah
dari belakangnya, akan tetapi kebaikan itu adalah takwa, dan datangilah rumah-rumah itu
dari pintu-pintunya dan bertakwalah kepada Allah agar kalian beruntung.” (QS. l-Baqarah:
189)
“Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami mendengar seruan orang yang menyeru kepada iman,
yaitu: Berimanlah kamu kepada Tuhanmu, maka kamipun beriman. Ya Tuhan kami
ampunilah bagi kami dosa-dosa kami dan hapuskanlah dari kami kesahan-kesalahan kami
dan wafatkanlah kami bersama orang-orang yang banyak berbuat baik.” (QS. Ali ‘Imran:
193)

Ketiga, Tingkatan Ihsan


Tingkatan ini akan dicapai oleh mereka yang masuk dalam kategori Muhsinun. Mereka
adalah orang-orang yang telah melalui peringkat pertama dan yang kedua (peringkat takwa
dan al-bir).

26
Ketika kita mencermati pengertian ihsan dengan sempurna —seperti yang telah kita
sebuntukan sebelumnya– maka kita akan mendapatkan suatu kesimpulan bahwa ihsan
memiliki dua sisi: Pertama, ihsan adalah kesempurnaan dalam beramal sambil menjaga
keikhlasan dan jujur pada saat beramal. Ini adalah ihsan dalam tata cara (metode). Kedua,
ihsan adalah senantiasa memaksimalkan amalan-amalan sunnah yang dapat mendekatkan
diri kepada Allah, selama hal itu adalah sesuatu yang diridhai-Nya dan dianjurkan untuk
melakukannya.
Untuk dapat naik ke martabat ihsan dalam segala amal, hanya bisa dicapai melalui amalan-
amalan wajib dan amalan-amalan sunnah yang dicintai oleh Allah, serta dilakukan atas
dasar mencari ridha Allah swt.

2. Muamalah
Dalam bab muamalah, ihsan dijelaskan Allah swt. pada surah An-Nisaa’ ayat 36, yang berbunyi
sebagai berikut, “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun
dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu bapak, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang
miskin, tetangga yang dekat maupun yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu.”
Kita sebelumnya telah membahas bahwa ihsan adalah beribadah kepada Allah dengan sikap seakan-
akan kita melihat-Nya, dan jika kita tidak dapat melihat-Nya, maka Allah melihat kita. Kini, kita akan
membahas ihsan dari muamalah dan siapa saja yang masuk dalam bahasannya. Berikut ini adalah
mereka yang berhak mendapatkan ihsan tersebut:

Pertama, Ihsan kepada kedua orang tua


Allah swt. menjelaskan hal ini dalam kitab-Nya, “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu
tidak menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-
baiknya. Jika salah seorang diantara keduanya atau kedua-duanya berumr lanjut dalam
pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah”
dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.
Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah:

“Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua mendidik aku diwaktu
kecil.” (QS. Al-Israa’: 23-24)

Ayat di atas mengatakan kepada kita bahwa ihsan kepada ibu-bapak adalah sejajar dengan ibadah
kepada Allah.

Dalam sebuah hadist riwayat Turmuzdi, dari Ibnu Amru bin Ash, Rasulullah saw. bersabda,
“Keridhaan Allah berada pada keridhaan orang tua, dan kemurkaan Allah berada pada kemurkaan
orang tua.”

Dalil di atas menjelaskan bahwa ibadah kita kepada Allah tidak akan diterima, jika tidak disertai
dengan berbuat baik kepada kedua orang tua. Apabila kita tidak memiliki kebaikan ini, maka
bersamaan dengannya akan hilang ketakwaan, keimanan, dan keislaman.

Kedua, Ihsan kepada kerabat karib


Ihsan kepada kerabat adalah dengan jalan membangun hubungan yang baik dengan mereka,
bahkan Allah swt. menyamakan seseorang yang memutuskan hubungan silatuhrahmi dengan
perusak di muka bumi. Allah berfirman, “Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan

27
membuat kerusakan dimuka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan?” (QS. Muhammad:
22)

Silaturahmi adalah kunci untuk mendapatkan keridhaan Allah. Hal ini dikarenakan sebab paling
utama terputusnya hubungan seorang hamba dengan Tuhannya adalah karena terputusnya
hubungan silaturahmi. Dalam sebuah hadits qudsi, Allah berfirman, “Aku adalah Allah, Aku adalah
Rahman, dan Aku telah menciptakan rahim yang Kuberi nama bagian dari nama-Ku. Maka,
barangsiapa yang menyambungnya, akan Ku sambungkan pula baginya dan barangsiapa yang
memutuskannya, akan Ku putuskan hubunganku dengannya.” (HR. Turmudzi)

Dalam hadits lain, Rasulullah bersabda, “Tidak akan masuk surga, orang yang memutuskan tali
silaturahmi.” (HR. Syaikahni dan Abu Dawud)

Ketiga, Ihsan kepada anak yatim dan fakir miskin


Diriwayatkan oleh Bukhari, Abu Dawud, dan Turmuzdi, bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Aku dan
orang yang memelihara anak yatim di surga kelak akan seperti ini…(seraya menunjukkan jari
telunjuk jari tengahnya).”

Diriwayatkan oleh Turmudzi, Nabi saw. bersabda, “Barangsiapa —dari Kaum Muslimin— yang
memelihara anak yatim dengan memberi makan dan minumnya, maka Allah akan memasukkannya
ke dalam surga selamanya, selama ia tidak melakukan dosa yang tidak terampuni.”

Keempat, Ihsan kepada tetangga dekat, tetangga jauh, serta teman sejawat
Ihsan kepada tetangga dekat meliputi tetangga dekat dari kerabat atau tetangga yang berada di
dekat rumah, serta tetangga jauh, baik jauh karena nasab maupun yang berada jauh dari rumah.

Adapun yang dimaksud teman sejawat adalah yang berkumpul dengan kita atas dasar pekerjaan,
pertemanan, teman sekolah atau kampus, perjalanan, ma’had, dan sebagainya. Mereka semua
masuk ke dalam katagori tetangga. Seorang tetangga kafir mempunyai hak sebagai tetangga saja,
tetapi tetangga muslim mempunyai dua hak, yaitu sebagai tetangga dan sebagai muslim; sedang
tetangga muslim dan kerabat mempunyai tiga hak, yaitu sebagai tetangga, sebagai muslim dan
sebagai kerabat. Rasulullah saw. menjelaskan hal ini dalam sabdanya, “Demi Allah, tidak beriman,
demi Allah, tidak beriman.” Para sahabat bertanya, “Siapakah yang tidak beriman, ya Rasulullah?”
Beliau menjawab, “Seseorang yang tidak aman tetangganya dari gangguannya.” (HR. Syaikhani)

Pada hadits yang lain, Rasulullah bersabda, “Tidak beriman kepadaku barangsiapa yang kenyang
pada suatu malam, sedangkan tetangganya kelaparan, padahal ia megetahuinya.”(HR. Ath-
Thabrani)

Kelima, Ihsan kepada ibnu sabil dan hamba sahaya


Rasulullah saw. bersabda mengenai hal ini, “Barangsiapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir,
hendaklah memuliakan tamunya.” (HR. Jama’ah, kecuali Nasa’i)

Selain itu, ihsan terhadap ibnu sabil adalah dengan cara memenuhi kebutuhannya, menjaga
hartanya, memelihara kehormatannya, menunjukinya jalan jika ia meminta, dan memberinya
pelayanan.

28
Pada riwayat yang lain, dikatakan bahwa seorang laki-laki datang kepada Rasulullah saw. dan
berkata, “Ya, Rasulullah, berapa kali saya harus memaafkan hamba sahayaku?” Rasulullah diam
tidak menjawab. Orang itu berkata lagi, “Berapa kali ya, Rasulullah?” Rasul menjawab, “Maafkanlah
ia tujuh puluh kali dalam sehari.” (HR. Abu Daud dan at-Turmuzdi)

Dalam riwayat yang lain, Rasulullah saw bersabda, “Jika seorang hamba sahaya membuat makanan
untuk salah seorang di antara kamu, kemudian ia datang membawa makanan itu dan telah
merasakan panas dan asapnya, maka hendaklah kamu mempersilakannya duduk dan makan
bersamamu. Jika ia hanya makan sedikit, maka hendaklah kamu memberinya satu atau dua
suapan.” (HR. Bukhari, Turmuzdi, dan Abi Daud)

Adapun muamalah terhadap pembantu atau karyawan dilakukan dengan membayar gajinya
sebelum keringatnya kering, tidak membebaninya dengan sesuatu yang ia tidak sanggup
melakukannya, menjaga kehormatannya, dan menghargai pribadinya. Jika ia pembantu rumah
tangga, maka hendaklah ia diberi makan dari apa yang kita makan, dan diberi pakaian dari apa yang
kita pakai.

Pada akhir pembahasan mengenai bab muamalah ini, Allah swt. menutupnya firman-Nya yang
berbunyi, “Sesungguhnya Allah tidak menyukai tiap-tiap orang yang berkhianat lagi mengingkari
nikmat.” (QS. Al-Hajj: 38)

Ayat di atas merupakan isyarat yang sangat jelas kepada siapa saja yang tidak berlaku ihsan. Bahkan,
hal itu adalah pertanda bahwa dalam dirinya ada kecongkakan dan kesombongan, dua sifat yang
sangat dibenci oleh Allah swt.

Keenam, Ihsan dengan perlakuan dan ucapan yang baik kepada manusia
Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa beriman kepada Allah dan Hari Kiamat, hendaklah ia
berkata yang baik atau diam.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Masih riwayat dari Bukhari dan Muslim, Rasulullah bersabda, “Ucapan yang baik adalah sedekah.”
Bagi manusia secara umum, hendaklah kita melembuntukan ucapan, saling menghargai dalam
pergaulan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegahnya dari kemungkaran, menunjukinya
jalan jika ia tersesat, mengajari mereka yang bodoh, mengakui hak-hak mereka, dan tidak
mengganggu mereka dengan tidak melakukan hal-hal dapat mengusik serta melukai mereka.

Ketujuh, Ihsan dengan berlaku baik kepada binatang


Berbuat ihsan terhadap binatang adalah dengan memberinya makan jika ia lapar, mengobatinya jika
ia sakit, tidak membebaninya diluar kemampuannya, tidak menyiksanya jika ia bekerja, dan
mengistirahatkannya jika ia lelah. Bahkan, pada saat menyembelih, hendaklah dengan
menyembelihnya dengan cara yang baik, tidak menyiksanya, serta menggunakan pisau yang tajam.
Inilah sisi-sisi ihsan yang datang dari nash Al-Quran dan Sunnah Rasulullah saw.

Beberapa contoh ihsan dalam hal muamalah


Pada Perang Uhud, orang-orang Quraisy membunuh paman Rasulullah saw., yaitu Hamzah. Mereka
mencincang tubuhnya, membelah dadanya, serta memecahkan giginya. Kemudian seorang sahabat
meminta Rasulullah saw. berdoa agar mereka diazab oleh Allah. Akantetapi, Rasulullah malah
berkata, “Ya Allah, ampunilah mereka, karena mereka adalah kaum yang bodoh.”

29
Suatu hari, Umar bin Abdul Aziz berkata kepada hamba sahaya perempuannya, “Kipasilah aku
sampai aku tertidur.” Lalu, hambanya pun mengipasinya sampai Umar tertidur. Karena sangat
mengantuk, sang hamba pun tertidur. Ketika Umar bangun, beliau mengambil kipas tadi dan
mengipasi hamba sahayanya. Ketika hamba sahaya itu terbangun, maka ia pun berteriak
menyaksikan tuannya melakukan hal tersebut. Umar kemudian berkata, “Engkau adalah manusia
biasa seperti diriku dan mendapatkan kebaikan seperti halnya aku, maka aku pun melakukan hal ini
kepadamu, sebagaimana engkau melakukannya padaku.”

3. Akhlak
Ihsan dalam akhlak sesungguhnya merupakan buah dari ibadah dan muamalah. Seseorang akan
mencapai tingkat ihsan dalam akhlaknya apabila ia telah melakukan ibadah seperti yang menjadi
harapan Rasulullah dalam hadits yang telah dikemukakan di awal tulisan ini, yaitu menyembah Allah
seakan-akan melihat-Nya, dan jika kita tidak dapat melihat-Nya, maka sesungguhnya Allah
senantiasa melihat kita. Jika hal ini telah dicapai oleh seorang hamba, maka sesungguhnya itulah
puncak ihsan dalam ibadah. Pada akhirnya, ia akan berbuah menjadi akhlak atau perilaku, sehingga
mereka yang sampai pada tahap ihsan dalam ibadahnya akan terlihat jelas dalam perilaku dan
karakternya.

Jika kita ingin melihat nilai ihsan pada diri seseorang —yang diperoleh dari hasil maksimal
ibadahnya– maka kita akan menemukannya dalam muamalah kehidupannya. Bagaimana ia
bermuamalah dengan sesama manusia, lingkungannya, pekerjaannya, keluarganya, dan bahkan
terhadap dirinya sendiri. Berdasarkan ini semua, maka Rasulullah saw. mengatakan dalam sebuah
hadits, “Aku diutus hanyalah demi menyempurnakan akhlak yang mulia.”

Kesimpulannya, ihsan adalah puncak prestasi dalam ibadah, muamalah, dan akhlak. Oleh karena itu,
semua orang yang menyadari akan hal ini tentu akan berusaha dengan seluruh potensi diri yang
dimilikinya agar sampai pada tingkat tersebut. Siapapun kita, apapun profesi kita, di mata Allah
tidak ada yang lebih mulia dari yang lain, kecuali mereka yang telah naik ketingkat ihsan dalam
seluruh sisi dan nilai hidupnya. Semoga kita semua dapat mencapai hal ini, sebelum Allah swt.
mengambil ruh ini dari kita.

Rukun Islam dan Prinsip Akhlak

a. Muwashaffat : memahami rukun Islam dan menjalankannya serta meyakininya!


b. Latar belakang :
i. menambah keimanan dan ketaqwaan para kader
ii. berakhlak mulia
iii. menjalankan segala panduan as-sunnah
c. Tujuan : mendapatkan pemahaman dan mengerti tentang rukun Islam
d. Pokok-pokok materi :

Tentu untuk kita semua disini, sebagai muslim, sudah sangat hapal apa itu rukun Islam Bahkan
mungkin banyak juga yang bisa menjelaskan apa makna-maksud setiap butirnya. Ada Syahadat,
Sholat, Zakat, Shaum di bulan Ramadhan dan Haji ke Baitullah Dari kelima rukun Islam itu ternyata
memiliki kaitan yang sangat erat dengan Akhlak, bahkan rukun Islam adalah pedoman bagaimana
seorang muslim seharusnya ber-akhlak.

30
Rasulullah SAW diutus kepada kita mengemban tugas untuk menyempurnakan Akhlak
Al-Hadits : “ Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia” (HR.Malik)
Begitu pentingnya akhlak dalam islam seakan tidak ada ajaran agama kecuali akhlak. Oleh karena itu
akhlak menjadi landasan hidup dan pijakan dalam berbicara , bersikap dan berprilaku, sebagaimana
firman Allah SWT:
“Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung”(Q.S. Al-Qalam, 68: 4)
Al-Hadist : Agama adalah akhlak yang baik (HR.Hakim)
“Kaum mukminin yang paling sempurna imannya, adalah orang yang paling baik akhlaknya.” (HR.
Ahmad, Al Hakim dll)

Rukun Islam sangat erat kaitannya dengan akhlak. Dua kalimat syahadat, shalat, zakat, shaum dan
haji tidak dapat dipisah-pisahkan dari prinsip nilai akhlak. Setiap rukun itu harus berdampak positif
pada perubahan perilaku dan gaya hidup seorang muslim.

1. Mengucapkan dua kalimat syahadat, menuntut kejujuran dan keikhlasan.


Mengucapkan syahadat bukan sekedar formalitas untuk menjadi muslim akan tetapi lebih jauh dan
dalam adalah sebagai bukti keyakinan yang kuat dan kejujuran yang sempurna serta keikhlasan yang
dalam untuk menerima islam sebagai system hidup.
Bila seorang muslim JUJUR dalam menerima syahadat ini, tidak akan terjadi penolakan-penolakan
terhadap hukum-hukum yang ALlah sudah tetapkan.
Bagaimana ALlah telah menetapkan garis, mana yang dihalalkan olehNya, mana yang diharamkan
olehNya, semua jelas, dan mana juga kemudahan-kemudahan yang ditawarkan Allah SWT agar kita
makhlukNya tidak sulit dalam menjalankan ajaranNya.
Rasulullah SAW bersabda : “ Tidak ada seorang hamba yang mengucapkan laa ilaaha illallah
kemudian mati dengan komitmen padanya melainkan ia masuk syurga” ( HR.Bukhari)
“Barangsiapa yang menghadap Allah dengan dua kalimat syahadat tanpa meragukan sedikitpun
maka ia masuk syurga”(HR.Ahmad)
Inilah bukti bahwa kemurnian Syahadat bagi seorang muslim akan terealisasi dari Akhlaknya dan
baginya pahala surga yang telah dijanjikan. Ini satu-satunya TIKET MASUK SYURGA.
Tidak Ada Tuhan SELAIN Allah dan Nabi Muhammad SAW utusan Allah.

2. Menegakkan shalat, berdampak pada mencegah kejahatan dan kemungkaran


“Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadmu, yaitu Al-Kitab (Al-Qur’an) dan dirikanlah shalat.
Sesungguhnya shalat itu mencegah diri dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar dan
sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang
lain) dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
(Q.S. Al-Ankabuut,29 :45)

mengapa masih banyak orang sholat namun tidak mampu mencegah dirinya berbuat maksiat pada
ALlah?
itu artinya, masih banyak kaum muslim yang tidak memahami hakikat shalat. Kerapihan dan
penghayatan makna shalat akan membawa seseorang berakhlak mulia dan akan terjadi pula
sebaliknya. Bila shalatnya tidak dipahami dengan baik, maka tidak akan berpengaruh apa2 pada
kemuliaan akhlaknya. Menjauhkan diri dari sifat buruk dan mensucikan diri dari semua perkataan
serta amal buruk adalah hakikat shalat.

31
Hadits Qudsi :
“Sesungguhnya Aku menerima shalatnya seseorang yang tawadhu’ karena keagunganKu, tidak
sombong terhadap makhlukKu, tidak terus menerus melakukan maksiat terhadapKu, menghabiskan
siangnya untuk berzikir kepadaKu, menyayangi orang miskin, ibnu sabil dan janda serta menyantuni
orang yang terkena musibah.” (HR.Al-Bazzar)

Apa yang kita lakukan bila terkena masalah? Sebagai muslim, Allah SWT telah memberikan jalan
keluar..yakni dengan shalat. Dengan begitu, walaupun kita dalam kondisi di uji Allah, tetap sabar.
”Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh
berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk.” (QS Al-Baqarah: 45).

3. Mengeluarkan zakat dapat menghilangkan penyakit pelit dan mengembangkan semangat


solidaritas.
Merupakan bentuk penanaman perasaan kasih dan sayang, Fungsi zakat adalah penguat hubungan
antar orang-orang yang saling mengenal, serta penyatuan lintas strata masyarakat.

Tujuan zakat tercantum dalam Al-Qur’an Al Kariim :


“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka dengan zakat itu mereka membersihkan dan
mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi)
ketentraman jiwa bagi mereka dan Allah Maha Mendengar dalgi Maha Mengetahui. (Q.S. An-Nissa:
77)

Tidak ada kata terlambat, mulai saat ini, kita lihat harta kita, apakah masih banyak yang belum
terzakati? tidak dikeluarkan sedekahnya? Maka segeralah keluarkan, agar harta yang kita pakai
untuk makan keluarga, sekolah, dll merupakan harta bersih yang telah disucikan dengan zakat dan
sedekah.

4. Shaum di bulan ramadhan dapat mengendalikan diri dari nafsu syahwat yang memiliki
kecenderungan negative.
Ibadah shaum ini tidak dipandang hanya sebatas larangan makan dan minum dalam rentang waktu
tertentu, tapi merupakan tahapan larangan bagi jiwa manusia mengendalikan syahwatnya yang
cenderung negative.
“Bukanlah puasa itu hanya sekedar tidak makan dan minum. Puasa itu adalah meninggalkan ucapan
yang sia-sia dan kata-kata yang jorok. Jika seseorang mencacimu atau berbuat jahil kepadamu
katakana saja,”Aku sedang puasa’”. (HR. Ibnu Khuzaimah)

5. Menunaikan haji ke tanah suci sebagai pembentuk sikap totalitas kepada Allah, karena dituntut
jihad harta, jihad fisik, jihad waktu dan kepasrahan diri dalam melaksanakan ritual haji yang telah
ditetapkan.
Ini adalah klimaks dari pelaksanaan rukun islam lainnya. Bagaimana totalitas kita berserah diri untuk
ibadah kepada Allah SWT

Haji adalah jihad harta – jihad fisik


Sebagian orang mengira bepergian ke tanah suci ibarat wisata dan jauh dari pesan moral dan nilai
luhur dari berbagai ritual ghaib didalamnya. Ini adalah salah besar.
Allah SWT berfirman :

32
“Musim haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam
bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan
didalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah
mengetahuinya. Berbekallah dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah
kepadaKu hai orang-orang yang berakal,” (Q.S. Al-Baqarah:197)

Tausiyah Urgensi Amal Yaumiy

Tausiyah urgensi amal yaumi

(membaca Al-Qur’an, sholat berjamaah, qiyamul lail, shaum sunnah, shalat dhuha, shalat sunnah
rawatib, infaq dan hapalan alqur’an)

Hayati Amalan Harian Rasulullah Saw

Kita semua menyedari bahawa hidup ini hanyalah sesaat..Ingatlah sesungguhnya Hari Akhirat
adalah alam kekal abadi . Oleh itu bersiap sedialah dengan bekalan yang sejati. Tidaklah hairan,
mengapa orang Mukmin semakin hari semakin bertakwa. Karena mereka tahu dan sadar bahwa
SEMAKIN HARI SEMAKIN DEKAT PERJUMPAANDENGAN ALLAH SWT. Sehingga hari-harinya dilalui
dengan kesibukan untuk MEMPERBAIKI DIRI dengan amal. Soleh.

Salah satu usahanya adalah melahirkan perbaikan dan kebajikan dengan MENGAMALKAN SUNNAH
HARIAN Rasulullah SAW. Rakan-rakan se-iman, marilah kita menghentikan sejenak aktiviti kita
sehari-hari yang menyibukkan diri, agar kita dapat sejenak waktu untuk BERHENTI, BERFIKIR,
MERENUNG dan MENCONTOH teladan kita semua RASULULLAH SAW, melalui AL-QOLAM singkat ”
7 Sunnah Harian NABI SAW ”, agar menjadikan hidup kita lebih bermakna, untuk mempersiapkan
diri kita demi memenuhi sisa-sisa kehidupan kita.

1. Shalat Tahajud
Kita semua mengetahui, bahwa Shalat Tahajud adalah SHALAT TERAMAT PENTINGSETELAH
SHALAT FARDHU (wajib) lima waktu. Kerana dengan shalat Tahajud AllahSWT akan
MENGANGKAT MAQOM kehidupan manusia.
Shalat Tahajud dilakukan diwaktu malam (setelah tidur) kerana di saat malam-sunyi tersebut
melakukan shalat akan LEBIH KHUSYUK dan bacaan di waktu dini hari LEBIH BERKESAN.
Al-Isra : 79 ”Dan dari sebahagian malam hendaklah engkau bangun (tahajud), sebagai AMALAN
TAMBAHAN untukmu. Semoga Tuhanmu mengangkat (derajatmu) ke tempat terpuji”.

Abu Hurairah R.A meriwayatkan RASULULLAH SAW bersabda :”Tuhan kita turun SETIAP
MALAM ke langit dunia pada SEPERTIGA MALAM terakhir, dan berfirman – Siapa yang BERDOA
kepada-Ku PASTI AKU KABULKAN, siapa yang MEMOHON kepada-Ku PASTI AKU BERI, dan siapa
yang MEMOHON AMPUN kepada-Ku, PASTI AKU AMPUNI !” (HR. Al-Jama’ah).

Amr bin Al-Ash meriwayatkan Rasulullah SAW bersabda : ”Sedekat-dekat hamba kepada Allah
SWT adalah PADA TENGAH MALAM TERAKHIR. Apabila engkau bisa termasuk golongan orang
BERDZIKIR mengingat Allah SWT pada saat itu, maka lakukanlah ” (HR. Al-Hakim). Salman Al-
Farisi meriwayatkan, Rasulullah SAW bersabda : ”Kerjakanlah shalat malam, sebab itu adalah

33
KEBIASAAN ORANG SOLEH sebelum kamu, JALAN MENDEKATKAN DIRI kepada Tuhan,
PENEBUS KESALAHAN, PENCEGAH DOSA, serta PENGHALAU SAKIT ”.

Subhanallah ! Demikian besarnya keutamaan Shalat Tahajud. Marilah kita mulai rutin lakukan !
Pelaksanaan :
- Shalat malam sebaiknya DILAKUKAN DI RUMAH, bukan di Masjid.
- Bacaan shalat malam BOLEH NYARING dan juga BOLEH PELAN.
- Jumlah rakaatnya MINIMAL 2 rakaat, 4, 8, dst, tidak terbatas.
- Diakhiri dengan SHALAT SUNNAH WITIR 3 rakaat, ganjil.

2. Membaca & Mempelajari AL-QUR’AN


Rekan Muslim, terjadinya berbagai masalah kompleks dalam kehidupan pribadi, keluarga,
organisasi, perusahaan dan bernegara, terjadinya karena semua bersumber kepada AL-
QUR’AN TIDAK DIJADIKAN SEBAGAI PETUNJUK dan PEDOMAN HIDUP.

Kinilah saatnya kita ”kembali untuk mendalami” kitab yang bersumber dari Allah SWT!
(bukan karangan manusia !) tersebut.

Al-Qur’an sebaiknya dipelajari secara SISTEMATIS, diungkap maknanya, digali kandungannya


dan isinya sebagai PEDOMAN HIDUP. Bahkan secara transendental- psikologis, Al-Qur’an
harus didekati secara emosional, MELIBATKAN PERASAAN dalam upaya menyelami makna
terdalam dan hikmah tertinggi yang dimiliki. ”Dan apabila dibacakan ayat-ayat Allah SWT
yang maha Pemurah kepada mereka, mereka MENYUNGKUR, BERSUJUD dan MENANGIS”
(QS. Maryam : 58)

HR.Tirmidzi :”Al-Quran adalah kitab Allah SWT yang berisi SEJARAH UMAT sebelum kamu,
BERITA UMAT sesudahmu, kitab yang MEMUTUSKAN/menyelesaikan urusan di antara kamu,
yang nilainya bersifat PASTI & ABSOLUT. Siapa saja yang durhaka ”meninggalkannya” pasti
Allah SWT akan ”memusuhinya”. Siapa yang MENCARI PETUNJUK SELAIN AL-QUR’AN, PASTI
AKAN TERSESAT. Al-Qur’an adalah tali Allah yang sangat kuat, PERINGATAN YANG BIJAKSANA
dan JALAN YANG SANGAT LURUS”.

Langkah yang sebaiknya kita lakukan adalah dengan :


- Membacanya
- Mencatatnya
- Menghafalnya
- Memahaminya
- Mengamalkannya
Perlu diingat, bahwa Al-Qur’an baru terbukti menjadi petunjuk ketika ada KENYATAAN
DALAM PRAKTEK KEHIDUPAN kita. Agar pendalaman Al-Qur’an yang kita lakukan semakin
berimplikasi positif bagi kita dan manusia secara umum, maka dalam MENGEKSPLOITASI isi,
kisah, hikmah Al-Qur’an seharusnya kita belajar
kepada para ulama yang sudah lebih awal dan lebih panjang menadaburi Al-Qur’an termasuk
sejumlah tafsir dan karya tulis.

Sedemikian pentingnya sebuah kandungan makna/isi Al-Qur’an, sampai Allah SWT

34
berfirman :”Kalau sekiranya kami turunkan Al-Qur’an kepada sebuah gunung, pasti kamu
akanmelihatnya TUNDUK TERPECAH-PECAH disebabkan TAKUT KEPADA ALLAHSWT.
Perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka BERPIKIR ! ” (QS.Al-Hasyr : 21)

3. Shalat Shubuh Berjamaah di Masjid


Rasulullah SAW menyampaikan sebuah hadits di hadapan para sahabatnya, ketika menanyakan
salah seorang jamaahnya tidak terlihat dalam shaf shubuh berkali-kali : ”Sungguh, shalat yang
PALING BERAT BAGI ORANG MUNAFIK, adalah shalat Isya dan SHALAT SHUBUH. Sekiranya mereka
mengetahui apa yang terkandung di dalamnya, mereka pasti mendatangani keduanya, SEKALIPUN
DENGAN MERANGKAK ” (HR. Bukhari-Muslim).
Banyak ulama hadits menilai tentang penjelasan hadits ini, di antaranya bahwa untukmenilai
seseorang apakah sungguh-SUNGGUH BERIMAN atau malah MUNAFIK,maka dapat dilihat shalat
shubuhnya. Shalat Shubuh merupakan satu di antara shalat wajib 5-waktu yang mempunyai
KEKHUSUS-AN dan memiliki KEUTAMAAN yang luar biasa.
1. Merupakan SHALAT PALING UTAMA yang diwajibkan pada kaum Muslimin. (merupakan
shalat yang sejak awal disyariatkan tetap 2-rakaat).
2. ADZAN shubuh berbeda dengan adzan shalat wajib lainnya, dengan menambahkan’Ash-
shaltu khairum minan naum’ – ”shalat itu lebih baik dari tidur, sebanyak 2 kali”.
3. Rasulullah SAW memberikan DOA KHUSUS setelah shalat shubuh, yang berbeda dengan
shalat lain. Doa ini sebagai tambahan ’wirid’ penutup shalat.

Diriwayatkan oleh Abu Dzar RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda :”Siapa mengatakan
setelah shalat shubuh,SEBELUM MENINGGALKAN TEMPAT DUDUKNYA dan BERBICARA
SEDIKITPUN – La ilaha illallahu wahdahu la syarikalah lahul mulku wa lahul hamdu yuhyi wa
yuhyi wa yumitu wahuwa ala kulli syain qadir - sebanyak 10X, maka akan ditulis baginya 10
kebaikan, dihapus 10 kesalahan
dan diangkat derajatnya 10 kali lebih tinggi. Satu hari penuh ia terlindungi dari suatu yang
tidak disukai, terlindungi dari syetan, tidak ada dosa yang pantas dianggap sebagai dosa,
kecuali syirik ” (HR.Tirmidzi).

Rasulullah SAW pernah menasehati Muslim bin harits : ” Jika kamu shalat shubuh, maka
bacalah sebelum kamu berbicara – Allahumma ajirni minannar (Ya ALLAH lindungilah aku
dari api neraka) – sebanyak 7X, maka jika kamu mati hari itu, ALLAH akan menjauhkanmu
dari api neraka ” (HR. Abu Dawud dan Nasa’i).

4. Rasulullah SAW selalu MENYURUH MEMENDEKKAN BACAAN shalat, KECUALI SHALAT


SHUBUH !Abu Barzah Al-Islami meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW pada shalat shubuh
membaca 60 sampai 100 ayat …..sampai sebentar lagi matahari terbit (HR. Muslim).
5. Rasulullah SAW mempunyai BACAAN KHUSUS SHALAT SHUBUH di HARI JUMAT ! Abu
Huraira meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW membaca pada rakaat pertama SURAH AS-
SAJADAH dan rakaat kedua SURAH AL-INSAN. Keistimewaan ini tidak terjadi pada shalat
wajib lainnya !
6. Shalat shubuh TIDAK BISA DI-QASAR dan DIJAMAK !Seperti yang juga kita pahami dari
beberapa hadits, pada saat shalat shubuh inilah pergantiang malam dan siang dimulai.
Pada saat itu pula MALAIKAT MALAM dan SIANG BERKUMPUL dan BERGANTI
TUGAS.”SHALAT BERJAMAAH LEBIH UTAMA dari shalat sendirian sebanyak 25 kali lipat.
Malaikat penjaga malam dan siang BERKUMPUL PADA SHALAT SHUBUH” (HR. Bukhari).

35
ALLAH SWT berfirman : ”Dan dirikanlah SHALAT SHUBUH. Sungguh, shalat shubuh itu
DISAKSIKAN OLEH PARA MALAIKAT” (QS. Al-Isra : 78).
Ada lagi hal utama dalam shalat shubuh, adalah – DUA RAKAAT SHALAT FAJAR (shalat
sunah sebelum atau qabliyah shubuh) yang LEBIH BAIK DARI DUNIA & SEISINYA (HR.
Muslim).

Rasulullah SAW mengistimewakan shalat ini dengan menggambarkan bahwa :”Seandainya


dunia dan seisinya ini adalah sebuah kebaikan, maka JAUH LEBIH BAIK 2 RAKAAT SHALAT
FAJAR YANG KITA KERJAKAN” !Selain itu pula, SHALAT SHUBUH BERJAMAAH DI MASJID bisa
menjadi
PENERANG PADA HARI KIAMAT KELAK, seperti yang disabdakan Rasulullah SAW : ”Berilah
kabar gembira bagi orang-orang YANG BERJALAN DI KEGELAPAN MENUJU MASJID (untuk
mengerjakan shalat shubuh) DENGAN CAHAYA YANG TERANG-BENDERANG (pertolongan)
PADA HARI KIAMAT ! ” (HR. Abu Dawud,Tirmidzi dan Ibn Majah).

Dari semua pengetahuan kita tentang keutamaan SHALAT SHUBUH BERJAMAAH DI MASJID INI,
kesombongan apalagi pada diri kita yang akan menghalangi untuk menjalankannya ?

4. Melakukan SHALAT DHUHA


”Wahai anak Adam, cukupilah aku dengan melakukan EMPAT RAKAAT SHALAT DHUHA pada pagi
hari, maka aku akan MENCUKUPI KEBUTUHANMU pada akhir hayatmu” (HR Ahmad & Abu Ya’la).

Beliau berwasiat kepadaku tentang 3 hal, yang sejak itu aku TIDAK PERNAH MENINGGALKANNYA
:Pertama - Hendaknya aku tidak tidur sebelum mengerjakan SHALAT WITIR,Kedua - Hendaknya aku
tidak meninggalkan dua rakaat SHALAT DHUHA (karena shalat DHUHA adalah shalatnya ’awwabin’-
orang yang bertobat kepada ALLAH SWT serta meninggalkan maksiat), Ketiga - Hendaknya aku
BERPUASA 3 HARI setiap bulan- (HR. Tirmidzi dan Nasa’i)

Salah satu makna fungsional shalat DHUHA adalah agar pelakunya MENDAPATKANREZEKI dan
DIJAUHKAN DARI KEMISKINAN : ”Shalat DHUHA itu mendatangkanrezeki dan menolak kemiskinan,
dan tidak ada yang memelihara shalat kecuali orang-orang bertobat” (HR. Tirmidzi)

”Siapa yang mengerjakan shalat DHUHA 2 rakaat – dia TIDAK AKAN dicatat dalam kelompok orang-
orang yang LUPA. Siapa yang mengerjakan shalat DHUHA 4 rakaat – dia dicatat dalam kelompok
orang-orang yang AHLI IBADAH. Siapa yang mengerjakan shalat DHUHA 6 rakaat – pada hari itu
segala kebutuhannya DICUKUPI oleh ALLAH SWT. Siapa yang mengerjakan shalat DHUHA 8 rakaat –
maka ALLAH SWT mencatatnya termasuk golongan yang TUNDUK dan menghabiskan waktunya
untuk BERIBADAH. Dan, siapa yang mengerjakan shalat DHUHA 12 rakaat – maka ALLAH SWT
membangunkan baginya sebuah ISTANA INDAH DALAM SURGA.Tidak ada dalam sehari-semalam
kecuali ALLAH SWT pasti MEMBERIKAN ANUGERAH serta SEDEKAH kepada hambaNYA” (HR.
Thabrani dan Abu Daud). Subhanallah !

5. BERSEDEKAH
Maha suci ALLAH SWT, ZAT yang telah membersihkan hati orang-orang beriman darisifat angkuh
dan serakah. ALLAH SWT lah yang menyelipkan ke sanubari orang beriman perasaan iba, simpati
sekaligus empati kepada orang-orang yang lemah dan membutuhakan bantuan, melalui
bersedekah. Bersedekah tidak harus besar, yang penting dengan KEIKHLASAN. Kita bersedekah

36
TIDAK MENGHARAPKAN BALASAN dari orang yang kita bantu. Kita harus yakin ALLAH SWT lah yang
akan membalas.

”Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas
langit dan bumi, yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa. (Yaitu) orang- orang yang
MENAFKAHKAN (HARTANYA) DI WAKTU LAPANG & DI WAKTU SEMPIT, dan orang-orang yang
menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. ALLAH menyukai orang-orang yang
berbuat baik ” (QS. Ali Imran : 133-134)

” Perbandingan (balasan atau pahala) bagi orang-orang yang MEMBELANJAKAN HARTANYA DI


JALAN ALLAH seperti satu biji yang menumbuhkan tujuh cabang, di setiap cabang menjuntai seratus
buah, dan ALLAH akan menggandakan (pahala) kepada siapa yang Dia kehendaki, dan ALLAH itu luas
(pemberian-Nya) lagi sangat mengetahui” (QS. Al-Baqarah : 261)

”Siapa yang MEMBANTU MENYELESAIKAN KESUSAHAN SESEORANG di dunia (lebih-lebih lagi


saudara sesama Muslim), ALLAH PASTI MEMBANTU MENYELESAIKAN KESUSAHANNYA DI DUNIA
dan AKHIRAT ” (HR. Bukhari).
•Berkah sedekah bisa sirna jika orang yang bersedekah MENGUNGKIT-UNGKIT dan SELALU
MENYEBUT-NYEBUT sedekah itu di depan umum.
•Sedekah dapat MEMADAMKAN MURKA ALLAH SWT
•Sedekah dapat MEMELIHARA MANUSIA DARI KEJAHATAN Siapakah yang DIUTAMAKAN UNTUK
DIBERI SEDEKAH ?
1. ANAK YATIM, karena sebelum dewasa anak yatim belum dapat mandiri. Mereka adalah
TITIPAN ALLAH SWT kepada hamba lainnya yang mampu.
2. FAKIR MISKIN, yang perlu dibantu agar dapat diberdayakan agar mandiri
3. JANDA dan LANSIA, karena kehilangan tulang punggung pencari nafkahnya, serta
kehilangan masa produktifnya.
4. YANG TERLILIT HUTANG
5. YANG TERKENA MUSIBAH

6. SELALU DALAM KEADAAN BERWUDHU

Banyak hadits yang sangat menganjurkan untuk TETAP BERWUDHU WALAUPUN TIDAK HENDAK
MENDIRIKAN SHALAT. Berdasarkan sunnah tsb, mulai generasi sahabat hingga orang-orang shaleh,
senantiasa mereka MENJAGA WUDHU DALAM SEGALA AKTIFITAS, baik dalam perjalanan, membaca
Al-Qur’an, menuntut ilmu, dalam bekerja, ketika hendak tidur, termasuk sebelum & sesudah
berhubungan suami-istri.

BERWUDHU BUKAN HANYA DISAAT MENGHADAP ALLAH SWT dalam shalat, tapi juga ketika akan
tidur – BERADA DALAM KESUCIAN.ALLAH SWT berfirman : ”Sungguh, ALLAH menyukai orang-orang
yang bertobat dan mereka yang MENYUCIKAN DIRI” (QS. Al-Baqarah : 222).

Abu Hurairah meriwayatkan RASULULLAH SAW, bersabda :”Pada hari kiamat, karena bekas
wudhunya (yang bercahaya). Siapa ingin memanjangkan ghurram-nya silakan lakukan” (HR.
Bukhari).

”Siapa yang BERWUDHU (untuk mendapatkan) KESUCIAN, maka ALLAH akan MENETAPKAN
BAGINYA DENGAN SEPULUH KEBAIKAN” (HR. Abu Daud)

37
”Seseorang senantiasa DIANGGAP SEPERTI DALAM KEADAAN SHALAT, asal dia tidak berhadas (=
buang angin)” (HR. Bukhari)

7. SELALU BERDZIKIR
Dzikrullah memiliki daya hidup. Menghidupkan dan menyemangati jiwa yang rapuh,melapangkan
jiwa yang sempit serta membangkitkan keyakinan bagi yang mengalamikelelahan dalam menjalani
kehidupan. DZIKIR yang UTAMA :
 La ilaha illallah wahdahu la syarika lah. Lahul mulku wa lahu hamdu wa huwa ’alakulli
syay’in qadir
 Subhanallah wal hamdu lillah wa ilaha illallah wallahu akbar
 Subhanallah wa bihamdihi
 Subhanallahi wa bihamdihi, subhanallahil azhim
* (surah Al-Fatihah)
Rasulullah SAW bersabda : ”Perumpamaan orang yang berdzikir kepada Tuhannya danorang yang
tidak berdzikir, seperti ORANG YANG HIDUP dan ORANG YANG MATI” (HR.Bukhari)
”Dan laki-laki yang BANYAK MENYEBUT (MENGINGAT) ALLAH disertai denganperempuan yang
banyak menyebut Allah, maka Allah telah menyediakan untuk merekaAMPUNAN & PAHALA YANG
BESAR ” (QS. Al-Ahzab : 35)

”Maka apabila kami telah menyelesaikan shalat, INGATLAH DI WAKTU BERDIRI, DUDUK maupun
BERBARING ….” (QS. An-Nisa : 103)
”Karena itu, INGATLAH KALIAN PADA-KU, niscaya Aku pun akan ingat pada kalian…” (QS. Al-Baqarah
: 152)
”INGATLAH TUHANMU SEBANYAK-BANYAKNYA dan BERTASBIHLAH dengan memuji Tuhanmu di
waktu petang dan pagi ” (QS. Ali-Imran : 41)

Peribadi yang BERDZIKIR :


Setiap KALAMNYA adalah DAKWAH
Setiap DIAMNYA adalah DZIKIR
Setiap NAPASNYA adalah TASBIH
Setiap PANDANGAN MATANYA adalah RAHMAT
Setiap SUARA TELINGANYA selalu TERJAGA
Setiap FIKIRANNYA adalah BAIK SANGKA
Setiap GERAK HATINYA adalah DOA
Setiap SENTUHAN TANGANNYA adalah SEDEKAH
Setiap LANGKAH KAKINYA adalah JIHAD
Kekuatannya adalah SILATURAHIM
Kesibukannya adalah ASYIK MEMPERBAIKI DIRI
Kerinduannya adalah TEGAKNYA SYARIAT ALLAH SWT
Semoga kita dapat mengambil pengetahuan yang bermanfaat dan bernilai ibadah.AMIN.
Wallahu a’lam bishawab.
Subhanaka Allahumma Wabihamdika Asyhadu Alla illaha illa Anta Astaghfiruka Wa
Atubu ilaik

38
bahwa kedatangannya adalah untuk menyempurnakan akhlak yang ada pada diri
manusia, “Hanyalah aku diutus (oleh Allah) untuk menyempurnakan akhlak.”(HR.Ahmad, lihat Ash
Shahihah oleh Asy Syaikh al Bani no.45 dan beliau menshahihkannya).

Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu seorang sahabat yang mulia menyatakan :“Rasulullah shalallahu
‘alaihi wa sallam adalah manusia yang paling baik budi pekertinya.” (HR.Bukhari dan Muslim). Dalam
hadits lain anas memuji beliau shalallahu ‘alahi wasallam : “Belum pernah saya menyentuh sutra
yang tebal atau tipis lebih halus dari tangan rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam. Saya juga belum
pernah mencium bau yang lebih wangi dari bau rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam. Selama
sepuluh tahun saya melayani rasulullah shalallahu ‘alahi wa sallam, belum pernah saya dibentak
atau ditegur perbuatan saya : mengapa engkau berbuat ini ? atau mengapa engkau tidak
mengerjakan itu ?” (HR. Bukhari dan Muslim).

Akhlak merupakan tolak ukur kesempurnaan iman seorang hamba sebagaimana telah disabdakan
oleh rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam : “Orang mukmin yang paling sempurna imannya ialah
yang terbaik akhlaknya.” (HR Tirmidzi, dari abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, diriwayatkan juga oleh
Ahmad. Disahihkan Al Bani dalam Ash Shahihah No.284 dan 751). Dalam riwayat Bukhari dan
Muslim dari Abdillah bin amr bin Al ‘Ash radhiallahu ‘anhuma disebuntukan : “Sesungguhnya sebaik-
baik kalian ialah yang terbaik akhlaknya.”

KEUTAMAAN AKHLAK

Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu mengabarkan bahwa suatu saat rashulullah pernah ditanya tentang
kriteria orang yang paling banyak masuk syurga. Beliau shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab
: “Taqwa kepada Allah dan Akhlak yang Baik.” (Hadits Shahih Riwayat Tirmidzi, juga diriwayatkan
oleh Imam Ahmad. Lihat Riyadus Sholihin no.627, tahqiq Rabbah dan Daqqaq).

Tatkala Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam menasehati sahabatnya, beliau shalallahu ‘alahi
wasallam menggandengkan antara nasehat untuk bertaqwa dengan nasehat untuk
bergaul/berakhlak yang baik kepada manusia sebagaimana hadits dari abi dzar, ia berkata bahwa
rashulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Bertaqwalah kepada Allah dimanapun engkau
berada dan balaslah perbuatan buruk dengan perbuatan baik niscaya kebaikan itu akan menutupi
kejelekan dan bergaullah dengan manusia dengan akhlak yang baik.”(HR Tirmidzi, ia berkata: hadits
hasan, dan dishahihkan oleh syaikh Al Salim Al Hilali).

Dalam timbangan (mizan) amal pada hari kiamat tidak ada yang lebih berat dari pada aklak yang
baik, sebagaimana sabda rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam :“ Sesuatu yang paling berat dalam
mizan (timbangan seorang hamba) adalah akhlak yang baik.” (HR. Abu Daud dan Ahmad,
dishahihkan Al Bani. Lihat ash Shahihah Juz 2 hal 535). Juga sabda beliau : “ Sesungguhnya sesuatu
yang paling utama dalam mizan (timbangan) pada hari kiamat adalah akhlak yang baik.” (HR.
Ahmad, dishahihkan al Bani. Lihat Ash Shahihah juz 2 hal.535).

Dari Jabir radhiallahu ‘anhu berkata : Rashulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
: “Sesungguhnya orang yang paling saya kasihi dan yang paling dekat padaku majelisnya di hari
kiamat ialah yang terbaik budi pekertinya.” (HR. Tirmidzi dengan sanad hasan. Diriwayatkan juga
oleh Ahmad dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban. Lihat Ash shahihah Juz 2 hal 418-419). Dari hadits-

39
hadits di atas dapat dipahami bahwa akhlak yang paling baik memiliki keutamaan yang tinggi.
Karena itu sudah sepantasnya setiap muslimah mengambilakhlak yang baik sebagai perhiasannya.
Yang perlu diingat bahwa ukuran baik atau buruk suatu akhlak bukan ditimbang menurut selera
individu, bukan pula hitam putih akhlak itu menurut ukuran adat yang dibuat manusia. Karena boleh
jadi, yang dianggap baik oleh adat bernilai jelek menurut timbangan syari’at atau sebaliknya.

Jelas bagi kita bahwa semuanya berpatokan pada syari’at, dalam semua masalah termasuk akhlak.
Allah sebagai Pembuat syari’at ini, Maha Tahu dengan keluasan ilmu-Nya apa yang mendatangkan
kemashlahatan/kebaikan bagi hamba-hamba-Nya. Wallahu Ta’ala a’lam.

Adab Tilawah

Latar Belakang :

Tilawatul Qur’an merupakan aktivitas ibadah yang sangat baik untuk memberi kedamaian dan
ketenangan hati. Dengan memiliki tilawah harian yang rutin, baik dan stabil, maka akan membuat
shahihul ibadah pada diri seseorang dan dimilikinya mutsaqqaful fikr.

Tujuan :

a. Mengetahui pentingnya membaca al-qur’an dan adab dalam membacanya


"Barangsiapa membaca satu huruf dari Al-Qur'an maka baginya sepuluh kebaikan.
Sedangkan satu kebaikan itu dilipat gandakan hingga sepuluh kali. saya tidak mengatakan
alif laam mim itu satu huruf, tetapi alif itu satu huruf, lam itu satu huruf dan mim juga satu
huruf," (HR. Tirmidzi).
b. Memahami adab dalam membaca al-qur’an dalam mampu untuk mengamalkannya

Materi :

1. Membaca dalam keadaan suci dari hadats, menghadap qiblat dan duduk dengan baik
"Tidak' menyentuhnya kecuali hambahamba yang disucikan". (Al-Waqiah: 79).

2. Membaca dengan tartil (perlahan-lahan)


"Dan bacalah Al-Qur'an itu dengan perlahan-lahan." (QS. Al-Muzammil: 4).

3. Membacanya dengan khusyu.


"Bacalah AIQur'an dan menangislah karenanya. Bila kalian tidak bisa menangis maka
berpura-puralah untuk menangis." (HR. Bukhari dan Muslim).

4. Membacanya dengan suara yang enak didengar.


"Hiasilah Al-Qur'an dengan suara kalian." (HR. Bukhari).
"Orang yang membaca Al-Qur 'an dengan keras bagaikan orang yang bershadaqah dengan
terang-terangan." (HR. Turmudzi).

40
5. Membaca dengan tadabur disertai dengan kehadiran hati untuk memahami arti dan
rahasianya.
'Apakah mereka tidak merenungkan AI Qur'an." (QS. An-Nisa: 82)

6. Bukan menjadi orang yang tidak menghiraukan apa yang dibaca.


"lngatlah! Kutukan Allah (ditimpakan) atas orang-orang yang dzalim." (QS. Huud: 18)

Bid’ah

a. Muwashaffat :
memahami yang disebut dengan bid’ah
b. Latar belakang :
- Menghindari dari bid’ah
- Mengetahui arti bid’ah
c. Tujuan :
mendapatkan pemahaman dan mengerti tentang rukun iman

d. Pokok-pokok materi :

Pengertian bid’ah yang dinilai Nabi sholallahu ‘alaihi wasallam sebagai kesesatan dalam agama. Para
ahli telah banyak mendefisinikan arti atau makna bid’ah meskipun terjadi perbedaan lafalnya yang
kemudian menyebabkan perbedaan cakupan pada bagian-bagian pengertian bid’ah tersebut, tetapi
tujuan akhir dari pengertian bid’ah tersebut adalah sama. Jika di tinjau dari sudut pandang bahasa,
bid’ah adalah diambil dari kata bida’ yaitu al ikhtira ‘/mengadakan sesuatu tanpa adanya contoh
sebelumnya. Seperti yang termaktub dalam Kitab Shahih Muslim bi Syarah Imam Nawawi dijelaskan
sebagai berikut:
‫ هي كل شيء عمل على غير مثال سابق‬: ‫ قال أهل اللغة‬. ‫والمراد غالب البدع‬
“Dan yang dimaksud bid’ah, berkata ahli bahasa, dia ialah segala sesuatu amalan tanpa contoh yang
terlebih dahulu”[1]

Sedangkan jika ditujukan dalam hal ibadah pengertian-pengertian bid’ah tersebut diantaranya:
‫ والسنة وإجماع سلف األمة‬،‫ تخالف الكتاب‬،‫ يراد بها التعبد‬،‫ طريقة مستحدثة في الدين‬:‫البدعة‬
“Bid’ah adalah suatu jalan yang diada-adakan dalam agama yang dimaksudkan untuk ta’abudi,
bertentangan dengan al Kitab (al qur`an), As Sunnah dan ijma’ umat terdahulu“

‫ (ما لم‬: ‫ أو هي بمعنى أعم‬، )‫ (ما خالفت الكتاب والسنة أو إجماع سلف األمة من االعتقادات والعبادات‬: ‫ وهي‬،‫البدعة في مقابل السنة‬
‫ فكل من دان بشيء لم يشرعه هللا فذاك بدعة‬..‫يشرعه هللا من الدين‬
Bid’ah adalah kebalikannya dari sunnah, dan dia itu apa-apa yang bertentangan dengan al qur`an, as
sunnah, dan ijma’ umat terdahulu, baik keyakinnanya atau peribadahannya, atau dia itu bermakna
lebih umum yaitu apa-apa yang tidak di syari’atkan Allah dalam agama…maka segala dari sesuatu
yang tidak disyari’atkan oleh Allah maka yang demikian adalah bid’ah.

41
ُ‫علَ ْي ُِه َو َس َّل َم‬ َُّ ‫صلَّى‬
َ ‫ّللا تَعَالَى‬ َُِّ ‫ل‬
َ ‫ّللا‬ ُِ ‫ع ْه ُِد َرسو‬ ُْ ‫ش ِريعَ ُِة إحْ َداثُ َما لَ ُْم يَك‬
َ ‫ن فِي‬ َ ‫ْالبِ ْد‬
َّ ‫عةُ فِي ال‬
Bid’ah dalam syari’ah adalah apa yang diada-adakan yang tidak ada perintah Rasulullah shalallahu
ta’ala ‘alaihi sallam.

ُ‫ن ال ُّسنَّ ِة‬


ُْ ِ‫ال م‬ ُِ ‫ن ْال ِكت َا‬
َُ ‫ب َو‬ ُْ ‫الرأْيُ الَّذِي لَ ُْم يَك‬
ُْ ِ‫ن لَهُ م‬ َ ‫ي ِ ْالبِ ْد‬
َّ ُ‫عة‬ ُ ‫ن ْال َه َر ِو‬
ُْ ‫ع‬
َ ‫َو‬
Dan dari al Harawi bahwa bid’ah ialah pendapat pikiran yang tidak ada padanya dari kitab (al
Qur`an) dan as Sunnah.

Ibnu Hajar al As Qalani dalam Fathul Bari menjelaskan


‫والمراد بقوله ” كل بدعة ضاللة ” ما أحدث وال دليل له من الشرع بطريق خاص وال عام‬
“Dan yang dimaksud dengan sabdanya “Setiap bid’ah adalah sesat” yakni apa yang diadakan dan
tanpa dalil padanya dari syari’at baik dengan jalan khusus maupun umum”

Menurut Ibnu Taimiyah: ‘ Bid’ah dalam agama ialah sesuatu yang tidak disyari’atkan oleh Allah dan
rasul-Nya yaitu tidak diperintahkan dengan perintah wajib atau perintah sunnah. Adapun yang
diperintahkan dengan perintah wajib dan sunnah serta diketahui perintah-perintah tersebut dengan
dalil-dalil syar’i, maka hal itu termasuk yang disyari’atkan oleh Allah, meskipun terjadi perselisihan
diantara ulama di beberapa masalah dan sama saja, baik hal itu sudah diamalkan pada masa
Rasulullah atau tidak.

Menurut As-Syahtibi: ‘ Bid’ah adalah suatu cara di dalam agama yang diada-adakan (baru)
menyerupai agama dan dimaksudkan dalam melakukannya untuk bersungguh-sungguh dalam
beribadah kepada Allah ta’ala.

Menurut Ibnu Rajab: ‘ Yang dimaksudkan dengan bid’ah adalah sesuatu yang diadakan tanpa ada
dasarnya di dalam syari’at. Adapun suatu yang ada dasarnya dalam syara’, maka bukan bid’ah
meskipun dikatakan bid’ah menurut bahasa.’

Menurut As-Suyuti: ‘ Bid’ah ialah suatu ungkapan tentang perbuatan yang bertentangan dengan
syari’at karena menyelisihinya atau perbuatan yang menjadikan adanya penambahan dan
pengurangan syari’at. ‘

Ulama bersefaham bahwa dari beberapa pengertian bid’ah tersebut diatas yang paling mengena
pada maksud bid’ah yang dapat dikatakan sesat adalah yang diartikan oleh Iman As- Syathibi. Dari
definisi-definisi tersebut dapat diambil pokok-pokok pengertian bid’ah menurut syara sebagai
berikut:
a. Bid’ah ialah sesuatu yang diadakan di dalam agama. Maka tidak termasuk bid’ah sesuatu yang
diadakan di luar agama untuk kemaslahatan dunia seperti pengadaan hasil-hasil industri dan
alat-alat untuk mewujudkan kemaslahatan manusia yang bersifat duniawi.
b. Bid’ah tidak memiliki dasar yang menunjukkannya dalam syari’at. Adapun hal-hal yang memiliki
dasar-dasar syari’at, maka bukan bid’ah meskipun tidak ada dalilnya dalam syari’at secara
khusus. Contohnya pada zaman kita ini orang yang membuat alat alat seperti kapal terbang,
roket, tank, dll. dari alat-alat perang modern dengan tujuan persiapan memerangi orang-orang
kafir dan membela kaum muslimin. Maka perbuatannya bukan bid’ah meskipun syari’at tidak
menjelaskannnya secara rinci, dan Rasulullah tidak menggunakan alat-alat tersebut untuk

42
memerangi orang-orang kafir. Tetapi membuatnya termasuk dalam firman Allah secara umum, ”
Dan persiapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja.” (Al-Anfal : 60). Begitu pula
perbuatan-perbuatan lain yang semisal. Maka setiap sesuatu yang memiliki dasar dalam syara’,
ia termasuk syari’at dan bukan bid’ah.
c. Bid’ah di dalam agama kadang-kadang dikurangi dan kadang-kadang ditambah, sebagaimana
dijelaskan oleh As-Suyuti meskipun perlu pembatasan bahwa sebab menguranginya adalah agar
lebih mantap dalam beragama. Adapun jika sebab menguranginya bukan agar lebih mantap
dalam beragama, maka bukan bid’ah. Seperti meninggalkan perintah yang wajib tanpa udzur. Itu
disebut maksiat bukan bid’ah begitu pula meninggalkan perkara sunnat tidak dianggap bid’ah.
Berdasarkan hal tersebut diatas maka bahwa bid’ah itu hanya ada dalam hal agama/ibadah, ini
sesuai dengan sabda Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam:
َُ ‫ن أَحْ َدثَُ فِى أ َ ْم ِرنَا َهذَا َما لَي‬
ُ‫ْس مِ ْنهُ فَه َُو َرد‬ ُْ ‫ َم‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ‫ّللا‬
َُِّ ُ‫ل َرسول‬ ُْ َ‫ش ُةَ قَال‬
َُ ‫ت َقا‬ َ ِ‫عائ‬ ُْ ‫ع‬
َ ‫ن‬ َ
Artinya: “Siapa yang membuat hal baru dalam ajaran agama kami apa yang bukan bagian darinya,
maka perbuatannya itu tertolak.”
Dan dapat kita lihat keterkaitan antara hadist diatas dengan hadist dibawah yaitu mengenai niat
dalam beribadah:
Artinya: “Sesungguhnya segala amalan ibadah itu tergantung dari niat.”[5] Jadi para ulama
bersepakat bahwa ciri amal ibadah agar diterima oleh Allah adalah:
a. Meniatkan amal perbuatannya semata demi Allah SWT dan ikhlas kepada-Nya
b. Amal ibadahnya itu dilakukan sesuai dengan tuntunan syariat.
Oleh karena itu, saat Imam al-Fudhail bin Iyadh yang beliau adalah gurunya Imam Asy Syafii, daa
beliau juga adalah seorang faqih yang zaahid, ditanya tentang firman SWT, “….supaya Dia
menguji kamu, siapa diantara kamu yang lebih baik amalnya….” (Al-Mulk:2), Penanya:“Amal
apakah yang paling baik ??” Beliau menjawab: “yaitu amal ibadah yang paling ikhlas dan paling
benar” Penanya: “Wahai Abu Ali (al-Fudhail bin Iyadh), apa yang dimaksud dengan amal ibadah
yang paling ikhlas dan paling benar itu ?” Beliau menjawab: “Suatu amal ibadah, meskipun
dikerjakan dengan ikhlas, namun tidak benar maka amal itu tidak diterima oleh Allah SWT.
Kemudian meskipun amal ibadah itu benar namun dikerjakan dengan tidak ikhlas juga tidak
diterima oleh Allah SWT. Amal ibadah baru diterima bila dikerjakan dengan ikhlas dan dengan
benar pula. Yang dimaksud dengan ikhlas adalah dikerjakan semata untuk Allah SWT dan yang
dimaksud dengan benar adalah dikerjakan sesuai dengan tuntunan Sunnah.[6]
Dengan demikian nyatalah bahwa segala sesuatu itu dianggap benar apabila ibadah dilakukan
ikhlas dan sesuai dengan syari’at. Jika ada ulama yang berani mengatakan bahwa jika kita
beribadah asalkan dengan niat yang ikhlas akan tetapi tidak dilakukan sesuai dengan syariat atau
tidak ada perintahnya mengenai peribadahan tersebut akan diterima oleh Allah maka kadar
keilmuan seorang ulama itu harus di pertanyakan. Bahkan ada pula sebagian dari para ustadz-
ustadz di daerah yang mereka berani sekali mengatakain asalkan niat Lillahi Ta’aala maka segala
sesuatunya itu bisa diterima atau ditolak itu menjadi urusan Allah. Karena manusia hanya
berusaha Allahlah yang menentukan. Mereka (para ulama-ulama tersebut) lupa atau tidak
mengetahui bahwa selain ikhlas harus juga sesuai/diperintahkan oleh syari’at.
Setelah hal tersebut diatas kemudian timbul lagi permasalahan baru yang disebut sebagai Bid’ah
hasanah. Sebenarnya ungkapan bid’ah hasanah ini muncul ketika Umar r.a mendapati suatu
kaum muslimin pada zamannya melakukan shalat tarawih pada malam bulan Ramadhan dengan
sendiri-sendiri dan bahkan ada yang berjama’ah hanya dengan beberapa orang saja dan ada

43
yang berjama’ah dengan jumlah besar. Keadaan ini terus berlangsung hingga Amirul Mu’minin
Umar r.a mengumpulkan mereka kepada satu Imam, lalu beliau radhiallahu ‘anhu
berkata: “Sebaik-baiknya bid’ah adalah ini (shalat taraweh secara berjama’ah)”.
Yang kemudian bisa dijadikan pertanyaan adalah apakah benar qiyamul lail dengan berjama’ah
di bulan Ramadhan itu temasuk bid’ah yang dikatagorikan kepada bid’ah yang menyesatkan? Hal
ini dijawab oleh Syaikh Muhammd bin Shalih al Utsaimini bahwa hal tersebut bukan bid’ah akan
tetapi termasuk sunnah Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam, berdasarkan hadist yang
diriwayatkan oleh Bukhari dan muslim dari Aisyah r.a, bahwa nabi pernah melakukan qiyamul
lail di bulan Ramadhan dengan para sahabat selama tiga malam berturut-turut, kemudian beliau
sholallahu ‘alaihi wasallam tidak melakukannya pada malam berikutnya dan bersabda:
“Sesungguhnya aku takut kalau shalat tersebut diwajibkan atas kamu lalu kamu tidak akan
sanggup melaksakannya.”

Disini jelas sekali bahwa Umar r.a tidaklah mengada-ada atau membuat ajaran baru berupa
qiyamul lail dibulan Ramadhan secara berjama’ah dengan satu imam, akan tetapi beliau r.a
mencoba ingin menyatukan orang-orang yang shalatnya bersendiri-sendiri dan sebagian yang
lain berjama’ah. Tidak mungkin apa yang Umar r.a ucapkan “Sebaik-baiknya bid’ah adalah ini
(shalat taraweh secara berjama’ah)” adalah bid’ah yang sebagimana yang disabdakan
Nabi:Setiap bid’ah itu adalah sesat.” Juga sesuatu yang tidak mungkin jikalau Umar r.a
melakukan sesuatu yang dilarang oleh Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam, karena beliau
adalah salah seorang hamba dikalangan sahabat yang mendapat jaminan masuk surga dan
beliau juga dikatagorikan sebagai golongan generasi terbaik dan termasuk Khulafa Arasyidin
yang lurus dan adil.

Disamping itu pula ada pendapat imam Syafii yang disalahkan artikan dari sebagian kaum
muslimin yang kemudian dijadikan kontrovesi dan perselisihan, dan sebagian para ulama
berlindung pada qaul Imam Syafi’ie ini. Yaitu tentang pembagian bid’ah hasanah (baik) dan
bid’ah sayyi‘ah (buruk). Imam Syafi’I berkata:
‫عةُ َم ْذم ْو َمةُ فَ َما‬
َ ‫عةُ َمحْ م ْو َدةُ َو ِب ْد‬ َ ‫َان ِب ْد‬ َ ‫ ا َ ْل ِب ْد‬: ُ‫ي َرحِ َمهُ هللاُ ت َ َعالَى يَق ْول‬
َ ‫عةُ ِب ُْد‬
ُِ ‫عت‬ َّ ‫سـمِ ْعتُ ال‬
َُّ ‫شا فِ ِع‬ َُ ‫ي َرحِ َمهُ هللاُ قَا‬
َ :‫ل‬ ُِ ‫ن َح ْر َملَة ب‬
َُ ْ‫ْن يَح‬ ُْ ‫ع‬
َ
ٌُ. ‫ف ال َّس َّن َةُ َفه َُو َم ْذم ْوم‬ َُ ‫َوا َفقَُ ال ُّس َّن ُةَ َفه َُو محْ م ْودُ َو َما خَا َل‬

Dari Harmalah bin Yahya rahihullah berkata: “Aku mendengar as Syafi’ie rahimahullahu ta’ala
berkata: Bid’ah ada dua, yaitu bid’ah yang terpuji dan bid’ah yang tercela. Apa yang bersesuaian
dengan sunnah maka itu adalah terpuji dan apa yang bertentangan dengan sunnah berarti
tercela.”

ً‫ ا َ َحده َما َما اَحْ َدثَُ يخَالِفُ َكت َابًا ا َ ُْو سنَّ ُة‬: َُ‫ض ْربَان‬ َ ‫ ا َ ْلمحْ َدثَاتُ مِ نَُ اْالم ْو ُِر‬: ‫ي َرحِ َمهُ هللاُ تَعَا َلى‬ َّ ‫ل ال‬
ُُّ ‫شـافِ ِع‬ َُ ‫ قَا‬: ُ‫الربِيْعُ َرحِ َمهُ هللا‬
َّ ‫ل‬َُ ‫َوقَا‬
‫غيْرُ َم ْذم ْو َمة‬ َ ‫ي‬َُ ‫ن َهذَا فَ ِه‬
ُْ ِ‫ف فِ ْي ُِه ل َِواحِ دُ م‬
َُ َ‫الَ خِ ال‬ ُِ ‫ي مِ نَُ ْال َخي‬
ُ ‫ْر‬ ُْ ِ‫ َوالثَان‬. ُ‫ضالَلَة‬ َ ‫ا َ ْواِجْ َماعًا ا َ ُْو اَث َ ًرا فَ َه ِذُِه ْال ِب ْد‬.
َّ ‫عةُ ال‬
Berkata Ar-Rabbi rahimahullah: Telah berkata as-Syafi’ie rahimahullahu Ta’ala: perkara-perkara
yang diadakan terbagi dua: yang pertama apa yang di buat bertentangan dengan al-Kitab (al
Qur’an), Sunnah, Ijma atau atsar, maka inilah bid’ah yang sesat. Kedua apa yang di buat berupa
kebaikan yang tidak bertentangan dengan salah satu dari perkara (al Qur’ah, Sunnah, Ijma, dan
atu atsar) maka itu perbuatan yang tidak tercela.

44
“Bid’ah itu terbagi kepada yang baik dan yang buruk, atau yang terpuji dan tercela. Dalam
perkara ini, termasuklah setiap yang diada-adakan selepas zaman Rasulullah sholallahu ‘alaihi
wasallam dan para Khulafa Ar-Rasyidin”
Persoalan-persoalan qaul Imam Syafii ini telah dijelaskan oleh salafus shalih, diataranya Abdul
Qayyum bin Muhammad bin Nasir as-Shaibani rahimahullahu dalam kitabnya ‫اللمع فى الرد على‬
‫ محسني البدع‬hal 36 - 37.

Beliau menjelaskan qaul Imam Syafii tersebut diantaranya:


a. Tidak diterima seharusnya perkataan sesorang manusia yang bertentangan dengan sabda
Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam walau siapapun orangnya. Sabda Nabi adalah hujjah bagi
setiap orang dan bukan perkataan seseorang itu menjadi hujjah untuk menentang/meninggalkan
sabda Nabi sholallahu ‘alaihi wasallam sedangkan nabi Muhammad sholallahu ‘alaihi wasallam
telah bersabda tentang bid’ah:
ُِ َّ‫ضالَلَةُ فِى الن‬
‫ار‬ َُّ ‫ضالَلَةُ َوك‬
َ ‫ل‬ َُّ ‫َوك‬
َ ‫ل ِب ْد‬
َ ُ‫عة‬
Artinya: “Setiap bid’ah itu sesat dan setiap yang sesat itu dari neraka.” Dalam hal ini juga
Abdulah bin Abbas Radhiallahu ‘anhuma berkata:
Artinya: Tidak ada pendapat seseorang (yang) dapat diambil atau ditinggalkan kecuali sabda
Nabi sholallahu ‘alaihi wasallam.[12] Sebagai kesimpulan bahwa pendapat seseorang itu tidak
bisa berketerusan diterima bila bertentangan dengan sabda Nabi sholallahu ‘alaihi wasallam.

c. Bagi siapa yang mau mencoba untuk memahami tentang qaul Imam Syafii maka dia tidak akan
ragu-ragu lagi bahwa yang dimaksudkan dengan Imam Syafii bid’ah dari segi bahasa(‫ )لغوى‬bukan
syar’i (‫)شرعي‬. Ini berdalilkan kenyataan dari Imam Syafii sendiri sesungguhnya setiap bid’ah
dalam syara bertentangan dengan al Qur’an dan As-Sunnah. Imam Syafie sendiri mengaitkan
bid’ah yang baik dengan apa yang tidak bertentangan dengan al Qur’an dan as-Sunnah karena
setiap bid’ah bertentang dengan firman Allah dan hadist Nabi sholallahu ‘alaihi wasallam.
Seperti firman-Nya
‫ْاليَ ْو َُم أ َ ْك َم ْلتُ لَك ُْم دِينَك ُْم‬
Artinya: Hari ini Aku telah sempurnakan bagi kamu agamamu (Al Maidah: 3) dan juga sabda Nabi
sholallahu ‘alaihi wasallam:
َُ ‫ن أَحْ َدثَُ فِى أ َ ْم ِرنَا َه َذا َما لَي‬
ُ‫ْس مِ ْنهُ فَه َُو َرد‬ ُْ ‫َم‬
Barang siapa yang membuat hal baru dalam ajaran agama kami apa yang bukan bagian darinya,
maka perbuatannya itu tertolak.”[13] Lalu yang sebenarnya yang dimaksudkan oleh Imam Syafie
sebagai bid’ah hasanah/mahmudah (baik/terpuji), yaitu pembukuan mushaf mushaf Al qur’an,
kitab-kitab hadist dan shalat tarawih, ini amat tepat menurut definisi bahasa karena walaupun ia
tidak ada contoh sebelumnya tetapi dia ada dasarnya dari syara yakni uncapan dari para sahabat
Rasul sholallahu ‘alaihi wasallam. Dan juga pembinaan madrasah karena menuntut ilmu itu wajib
menurut syara. Jadi semua yang berkaitan dengan dunia yang tidak memudharatkan adalah
sesuatu yang baru lagi baik/terpuji karena tidak bertentangan dengan syara.

Penjelasan tersebut diatas menunjukan bahwa setiap bid’ah yang dikatakan terpuji sebenarnya
bukanlah bid’ah, karena ia tidak melibatkan urusan agama hanya di sangka bid’ah lantaran
kurang memahami istilah bid’ah menurut bahasa dan syara. Adapun bid’ah yang dianggap sesat
setelah didapati secara qath’I ialah yang bertentangan dengan al Qur’an dan as sunnah dan juga
tiada dalil syara yang menyertainya.

45
d. Sebenarnya bagi ulama yang mengetahui pendirian Iman Syafie rahimahullah yang tegas,
beliau sangat teliti dalam mengikuti Sunnah Nabi sholallahu ‘alaihi wasallam dan sangat
membenci kepada muqallid (orang yang bertaqlid buta) dan orang yang menolak hadist Nabi
sholallahu ‘alaihi wasallam. Maka sepatutnyalah seseorang itu tidak berprasangka terhadapnya
sehingga kita dapati pandangan beliau terhadap hadist sahih. Terutama hadist ” Sesungguhnya
setiap bid’ah itu sesat”. Maka dari itu yang paling tepat dan benar ialah bahwa ucapan Imam
syafie ini semestinya di letakkan di tempat yang sesuai dengan hadist tersebut bukan dijadikan
alasan untuk menentang hadist tersebut, karena apa yang dimaksudkan Imam syafie ialah bid’ah
dari segi bahasa (lughah) bukan dari segi syara’ atau dalam persoalan agama. Imam Syafie
rahimahullah menegaskan:
ٌُ.‫سلَّ َُم فَق ْول ْوا ِب َها َو َدع ْوا َما ق ْلته‬ َ ُ‫صلَّى هللا‬
َ ‫علَ ْي ُِه َو‬ َُ ‫ف سنَّ ُةَ َرس ْـو‬
َ ُِ‫ل هللا‬ ُْ ‫ اِذَا َو َجدْت ُْم فِى ِكت َا ِب‬: ‫ي َرحِ َمهُ هللاُ ت َ َعالَى‬
َُ َ‫ي خِ ال‬ َّ ‫ل ال‬
ُُّ ‫شا ِف ِع‬ َُ ‫قَا‬
“Apabila kamu temui di dalam Kitabku apa yang bertentangan dengan sunnah Rasulullah, maka
berkatalah (ambil/peganglah} kamu dengan sunnah tersebut dan hendaklah kamu tinggalkan
apa yang telah aku katakan.”

Jika ditinjau dari segi bahasa bahwa sabda Nabi sholallahu ‘alaihi wasallam yang
berbunyi“Kullu” ini bermakna bahwa setiap atau semua. Kata Kullu ini juga dapat dipahami
“semua atau setiap” seperti dalam Firman Allah surah Al Imran ayat 185, yang berbunyi ” Kullu
nafsin zaa iqotul maut yang artinya Setiap atau Semua yang bernyawa pasti akan
mati. Kullu disini mencakup segala-galanya, maka kata “Kullu”secara sah dan secara nyata
bahwa tidak ada benda yang benyawa yang tidak akan mati.

Jadi sabda Nabi sholallahu ‘alaihi wasallam “Kullu Bid’atin dhalalah” sudah tentu mencakupi
semua bid’ah pasti sesat tanpa harus adanya bid’ah yang baik dalam hal syara’. Dengan
demikian jelaslah bahwa semua dalil yang ada bersifat umum dan mutlak meskipun banyak
tetapi tidak ada pengecualian sedikitpun dan sudah menjadi ketetapan ilmu ushul bahwa setiap
kaidah syar’i yang umum atau dalil syar’i yang umum bila berulang-ulang di banyak tempat dan
mempunyai pendukung-pendukung, serta tidak ada pembatasan dan tidak ada pengkhususan,
maka hal tersebut menunjukkan tetap dalam keumumannya

Oleh karena itu tidak layak bagi ulama zaman sekarang untuk berlindung dibalik ungkapan “Ini
adalah bid’ah hasanah” bila di kaitkan dengan hal ibadah karena tidak ada jaminan dari Nabi
bahwa ulama sekarang adalah sebaik-sebaiknya generasi yang disebuntukan dalam sabda
Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam yang telah dijelaskan sebelumnya. Jadi intinya perkataan
seorang ulama boleh diterima atau di tolak terkecuali Sabda Nabi sholallahu ‘alaihi wasallam
yang mengharuskan kita terima. Yang terpenting adalah bagaimana beramal yang ikhlas dan
sesuai dengan apa yang telah disyari’atkan Allah dan Rasul-Nya.

Mengapa Islam keras terhadap permasalahan Bid’ah


Permasalahan bid’ah memanglah sangat ditentang oleh agama karena bid’ah akan membawa
kesesatan dan setiap kesesatan itu berasal dari neraka, bahkan Nabi kita sendiri yang
menyebutnya bahwa “setiap bid’ah itu adalah sesat.” Maka dari itu sangatlah berbahaya sekali
bid’ah ini, karena bid’ah bisa mematikan sunnah dan merupakan seburuk-buruknya perkara.

Saya kutipkan dari beberapa kitab hadist yang menyatakan bid’ah itu adalah sesat, dan perlu kita
ketahui yang mengatakan sesat ini bukanlah dari seorang ulama akan tetapi dari Nabi kita
shalallahu ‘alai sallam, diantaranya:

46
 Dalam kitab Shahih Bukhari diriwayatkan sebagai berikut:
َُ‫عدون‬ َ ‫ن َما تو‬ َُّ ِ‫ور محْ َدثَات َها َوإ‬
ُِ ‫َر األم‬ ُِ ‫سنَُ ْال َهد‬
َُّ ‫ َوش‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ُ‫ْى َهدْىُ م َح َّمد‬ َ ْ‫ّللا َوأَح‬ ُِ ‫سنَُ ْال َحدِي‬
َُِّ ُ‫ث ِكت َاب‬ َ ْ‫ن أَح‬
َُّ ِ‫ّللا إ‬
َُِّ ُ‫عبْد‬ َُ ‫قَا‬
َ ‫ل‬
َُ‫آلتُ َو َما أ َ ْنت ُْم بِم ْع ِج ِزين‬
“Berkata Abdullah sesungguhnya sebaik-baiknya ucapan adalah Kitab Allah dan sebaik-baiknya
petunjuk adalah petunjuk Muhammad sholallahu ‘alaihi wasallam dan seburuk-buruknya
perkara adalah yang diada-adakannya dan (sesungguhnya apa yang dijanjikan kepadamu pasti
datang, dan kamu tidak sanggup menolaknya - Surah Al An’am: 134)

 Dalam shahih Muslim diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah, bersabda Rasulullah sholallahu
‘alaihi wasallam:
ُ‫ضالَلَة‬ ُُّ ‫ور محْ َدثَات َها َوك‬
َ ‫ل بِ ْد‬
َ ُ‫عة‬ ُُّ ‫ّللا َو َخيْرُ ْاله َدى ه َدى م َح َّمدُ َوش‬
ُِ ‫َر األم‬ ُِ ‫ْر ْال َحدِي‬
َُِّ ُ‫ث ِكت َاب‬ َُّ ِ ‫أ َ َّما بَ ْعدُ فَإ‬
َُ ‫ن َخي‬
“Sebagai pendahuluan sesungguhnya sebaik-baiknya ucapan adalah Kitab Allah dan sebaik-
baiknya petunjuk adalah petunjuk Muhammad sholallahu ‘alaihi wasallam dan seburuk-
buruknya perkara adalah yang diada-adakan dan setiap bid’ah adalah sesat”

 Dalam Kitab Sunan Abu Dawud diriwayatkan dari ‘Irbadh bin Syariyah, Nabi sholallahu
‘alaihi wasallam bersabda:
ُِ‫ِيرا فَ َعلَيْك ُْم بِسنَّتِى َوسنَّ ُِة ْالخلَفَاء‬
ً ‫اختِالَفًا َكث‬
ْ ‫سيَ َرى‬َ َ‫ِش مِ ْنك ُْم بَ ْعدِى ف‬
ُْ ‫ن يَع‬ ُْ ‫ع ْبدًا َحبَ ِشيًّا فَإ ِ َّنهُ َم‬َ ‫ن‬ُْ ‫ع ُِة َو ِإ‬ َّ ‫ّللا َوالس َّْم ُع َو‬
َ ‫الطا‬ ِ َُِّ ‫وصيك ُْم بِت َ ْق َوى‬
ِ ‫أ‬
ُ‫ضالَلَة‬َ ُ‫عة‬ َ ‫ل محْ َدثَةُ بِ ْد‬
َُّ ‫عةُ َوك‬
َ ‫ل بِ ْد‬ َُّ ٌِ ‫ور فَإ‬
َُّ ‫ن ك‬ ُِ ‫ت األم‬ ِ ‫علَ ْي َها بِالنَّ َو‬
ُِ ‫اج ُِذ َوإِيَّاك ُْم َومحْ َدثَا‬ َ ‫عضُّوا‬ َّ َُ‫ْال َم ْهدِيِين‬
َ ‫الرا ِشدِينَُ ت َ َمسَّكوا بِ َها َو‬
“Aku wasiatkan kepada kamu hendaklah kamu bertaqwa kepada Allah dan dengarlah serta
ta’atlah sekalipun kepada budak Habsyi, karena sesungguhnya orang hidup diantaramu
sesudahku dikemudian hari maka akan melihat perselisihan yang banyak. Maka dari itu
hendaklah kamu sekalian berpegang dengan sunnahku dan sunnah khalifah yang mendapat
petunjuk dan lurus, hendaklah kamu berpegang dengannya dan gigitlah dengan gigi geraham mu
(berpegang teguh) dan jauhilah oleh kamu sekalian akan perkara yang diada-adakan, maka
sesungguhnya setiap yang diada-adakan adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat.

 Dalam Sunan Attirmidzy diriwayatkan dari Katsir bin Abdullah dari bapaknya dari
neneknya:
‫ل َما أ َ ْعلَمُ َيا‬ َُ ‫ قَا‬.» ُ‫ل « ا ْع َل ُْم َيا ِبالَل‬ َُ ‫ّللا قَا‬
َُِّ ‫ل‬َُ ‫ل َما أ َ ْعلَمُ َيا َرسو‬ َُ ‫ قَا‬.» ‫ث « ا ْعلَ ُْم‬ ُِ ‫ار‬ ِ ‫ْن ْال َح‬ ُِ ‫ل ب‬ ُِ َ‫ل ِل ِبال‬ َُ ‫ َقا‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ‫ى‬ َُّ ‫ن النَّ ِب‬ َُّ َ ‫أ‬
‫ش ْيئًا‬
َ ‫ور ِه ُْم‬
ِ ‫ج‬ ‫أ‬ ُ
‫ن‬ْ ُ
‫ص‬
ِ‫َ َ م‬ ‫ق‬ ْ
‫ن‬ ‫ي‬ ُ
‫ن‬ْ َ ‫أ‬ ُ
‫ْر‬
ِ ‫ي‬‫غ‬َ ُ
‫ن‬ْ ‫ا‬ ‫ه‬ ‫ب‬ ُ
‫ل‬ ‫ع‬ ُ
‫ن‬ْ ‫م‬
ِ‫ِ مِ َ َ َمِ َ ِ َ م‬ ُ
‫ل‬ ْ ‫ث‬ ُ
‫ر‬ ْ‫ج‬ َ ‫أل‬ ‫ا‬ َُ‫ن‬ ِ‫م‬ ‫ه‬
ُ َ ‫ل‬ ُ
‫ن‬ َّ ِ ‫إ‬َ ‫ف‬ ‫ِى‬ ‫د‬ ‫ع‬
َْ ‫ب‬ ُ
‫َت‬ْ ‫ت‬ ‫ي‬ ِ‫م‬ ‫أ‬ ْ
ُ
‫د‬ َ ‫ق‬ ‫ِى‬ ‫ت‬‫ن‬َّ ‫س‬ ُ
‫ن‬ْ ِ‫م‬ ً ُ
‫ة‬ َّ
‫ن‬ ‫س‬ ‫ا‬‫ي‬
َ ْ‫ح‬ َ ‫أ‬ ُ
‫ن‬ْ ‫م‬ َ ‫ه‬
ُ َّ ‫ن‬َ ‫أ‬ « ُ
‫ل‬ َ
َ َّ َ ‫َر‬
‫ا‬ ‫ق‬ ِ ُ
‫ّللا‬ ُ
‫ل‬ ‫و‬ ‫س‬
َُ ‫ َقا‬.» ‫اس َش ْيئًا‬
‫ل‬ ُ ِ ‫ار ال َّن‬ ُِ َ‫ن أ َ ْوز‬ ُْ ِ‫الَ َي ْنقصُ ذ ٌَ لِكَُ م‬ ُ ‫ل ِب َها‬َُ ِ‫عم‬ ُ
‫ن‬ْ
َ َ ِ ‫م‬ ُ
‫م‬ ‫ا‬َ ‫ث‬ ‫آ‬ ‫ل‬
ُ ْ ‫ث‬ ِ‫َ ِ م‬ ُ
‫ه‬ ‫ي‬
ْ َ ‫ل‬‫ع‬ َُ‫ن‬ ‫َا‬
‫ك‬ ‫ه‬
ُ ‫ول‬ ‫س‬ ‫ر‬ ‫و‬
ٌَ َ َّ ُ
‫ّللا‬ ‫َا‬ ‫ه‬ ‫ا‬ ‫ض‬
َ َْ ‫ر‬ ‫ي‬ َ ُ
‫ال‬ ‫ة‬
ُ َ
‫ل‬ َ ‫ال‬ ‫ض‬ َ
َ َ ‫ع ِب ْد‬ُ
‫ة‬ ‫ع‬ َُ ‫ن ا ْبت َ َد‬ ُِ ‫َو َم‬
ُ‫سن‬ ‫ح‬
َ َ ‫ِيث‬
ُ ‫د‬ ‫ح‬
َ َ َ‫ا‬‫ذ‬َ ‫ه‬ ‫ى‬ ‫س‬ ‫ِي‬
‫ع‬ ‫و‬ ‫ب‬َ ‫أ‬
“Bahwasannya Nabi sholallahu ‘alaihi wasallam berkata kepada Bilal bin Harits (Ketahuilah) Bilal
berkata: apa yang harus aku ketahui ya Rasulullah, Bersabda Nabi (Ketahuilah Ya Bilal), Bilal
Berkata apa yang harus aku ketahui Ya Rasulullah, Rasulullah bersabda: {Sesungguhnya siapa
yang menghidupkan Sunnah dari Sunnahku yang sungguh telah dimatikan dimasa sesudahku,
maka sesungguhnya ia mendapat pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya dengan
tidak dikurangi sedikitpun dari pahala mereka. Dan barang siapa yang mengada-adakan bid’ah
yang sesat yang tidak diridhai oleh Allah dan Rasul-Nya maka baginya seperti dosa-dosa yang
mengerjakannya dengan tidak dikurangi yang demikian dari dosa-dosa orang-orang itu}. Berkata
Abu ‘Isa hadis ini hasan.

 Dalam Sunan An Nasaai diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah, Bersabda Rasulullah
sholallahu ‘alaihi wasallam:

47
ُ‫ل َلهُ َو َم ْن‬
َُّ ‫ض‬ ِ ‫الَ م‬ُ َ‫ّللا ف‬
َُّ ‫ن يَ ْه ِدُِه‬ َ ‫ّللا َويثْنِى‬
ُْ ‫علَ ْي ُِه بِ َما ه َُو أ َ ْهلهُ ث َُّم يَقولُ َم‬ ْ ‫ يَقولُ فِى خ‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ‫ّللا‬
ََُّ ُ‫طبَتِ ُِه يَحْ َمد‬ َُِّ ُ‫كَانَُ َرسول‬
َُّ ‫عةُ َوك‬
‫ل‬ َ ‫ل محْ َدثَةُ بِ ْد‬ َُّ ‫َر األمو ُِر محْ َدثَا ت َها و ٌَ ك‬ َُّ ‫ْى هَد ٌْىُ م َح َّمدُ َوش‬ ْ
ُِ ‫سنَُ ال َهد‬َ ْ‫ّللا َوأَح‬ ُِ ‫ص َدقَُ ْال َحدِي‬
َُِّ ُ‫ث ِكت َاب‬ ْ َ‫ن أ‬
َُّ ِ‫ِى َلهُ إ‬ ُ َ‫ضل ِْلهُ ف‬
َُ ‫الَ هَاد‬ ْ ‫ي‬
‫ار‬ َ
ُِ َّ‫ضالَلةُ فِى الن‬ َ ‫ل‬ َ
َُّ ‫ضالَلةُ َوك‬ َ ُ‫عة‬ َ ‫بِ ْد‬
“Adalah Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam dia bersabda dalam khutbahnya dengan memuji
kepada Allah dan kepadanya dan kepada keluarganya, kemudian dia bersabda barang siapa yang
ditunjuki Allah maka tidak ada yang menyesatkan kepadanya, dan barang siapa yang disesatkan-
Nya maka tiada ada yang memberi petunjuk kepadanya, sesungguhnya sebenar-benarnya
perkataan adalah Kitab Allah dan sebaik-baiknya petunjuk adalah petunjuk Muhammad
sholallahu ‘alaihi wasallam dan seburuk-buruknya perkara adalah yang diada-adakan dan setiap
yang diada-adakan adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat dan setiap kesesatan dari
neraka.”

 Dalam Mukadimah Sunan Ibnu Majah diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud, Rasulullah
sholallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
ُِ ‫َر األم‬
‫ور‬ َُّ ‫ن ش‬ َُّ ِ ‫ور َفإ‬
ُِ ‫ت األم‬ ُِ ‫الَ و ٌَ إِيَّاك ُْم َومحْ َدثَا‬ ُِ ‫سنُ ْال َهد‬
ُ َ ‫ْى َهدْىُ م َح َّمدُ أ‬ َُِّ ُ‫سنُ ْال َكالَ ُِم َكالَم‬
َ ْ‫ّللا َوأَح‬ َ ْ‫َان ْال َكالَمُ َو ْال َهدْىُ فَأَح‬
ُِ ‫إِنَّ َما ه َما اثْ َنت‬
ُ‫ضالَلَة‬
َ ُ‫عة‬ َ ‫ل بِ ْد‬ َ ‫ل محْ َدثَةُ بِ ْد‬
ُُّ ‫عةُ َوك‬ ُُّ ‫محْ َدثَات َها َوك‬
“Sesungguhnya tiada lain melainkan dua yaitu al Kalam (perkataan) dan petunjuk, maka sebaik-
baiknya kalam adalah Kalam (firman) Allah dan sebaik-baiknya petunjuk adalah petunjuk
Muhammad sholallahu ‘alaihi wasallam, ketahuilah hendaklah kamu menjauhi perkara yang
diada-adakan, maka sesungguhnya seburuk-buruknya perkara adalah yang diada-adakan dan
setiap yang diada-adakan adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat.”
Diriwayatkan dari Hudzaifah ra, ia berkata: bersabda Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam:
ِ َُ‫الً يَ ْخرجُ مِ ن‬
‫اإل ْسالَ ُِم َك َما‬ ُ ‫ع ْد‬ ُ ‫ص ْرفًا َو‬
َ َ‫ال‬ َ َ‫ال‬
ُ ‫الَ ِج َهادًا َو‬
ُ ‫الَ ع ْم َرُة ً َُو‬ ُ ‫ص َدقَ ُةً َو‬
ُ ‫الَ َحجًّا َو‬ َ َ‫ال‬
ُ ‫صالَُة ً َو‬
َ َ‫ال‬
ُ ‫ص ْو ًما َو‬ َ ‫ب ِب ْد‬
َ ُ‫عة‬ ُِ ِ‫صاح‬ َُّ ُ‫الَ يَ ْقبَل‬
َ ‫ّللا ِل‬ ُ
ْ َّ
‫ت َخرجُ الشعَ َرةُ مِ نَُ العَ ِجين‬ْ
“Allah tidak akan menerima puasanya orang yang berbuat bid’ah, tidak menerima shalatnya,
tidak menerima shadaqahnya, tidak menerima hajinya, tidak menerima umrahnya, tidak
menerima jihadnya, tidak menerima taubatnya, dan tidak menerima tebusannya, ia keluar dari
islam sebagaimana keluarnya helai rambut dari tepung.
Dan diriwayatkan oleh Ibnu Abbas, ia berkata: Rasulullah bersabda:
‫عت َُه‬ َُ ‫عةُ َحتَّى َي َد‬
َ ‫ع ِب ْد‬ َ ‫ب ِب ْد‬
ُِ ِ‫صاح‬
َ ‫ل‬
َُ ‫ع َم‬
َ ‫ل‬ ُْ َ ‫ّللا أ‬
َُ ‫ن َي ْق َب‬ َُّ ‫أ َ َبى‬
“Allah enggan bahwasannya menerima amal perbuatan bid’ah hingga dia meninggalkan
bid’ahnya”

 Dalam Musnad Ahmad bin Hanbal diriwayatkan dari al Qasim bin Abdurrahman, dari
bapaknya dari Abdullah, ia berkata:
َُ ‫ّللا َكي‬
‫ْف‬ َُِّ ‫ل‬
َُ ‫ل ابْنُ َمسْعودُ يَا َرسو‬َُ ‫ َقا‬.‫ن َم َواقِيتِ َها‬
ُْ ‫ع‬
َ َ ‫صالَُة‬َّ ‫س َّن ُةَ َويحْ دِثونَُ بِ ْد َع ُةً َوي َؤ ِخرونَُ ال‬ ْ ‫ن بَ ْعدِى ِر َجالُ ي‬
ُّ ‫طفِئونَُ ال‬ ُْ ِ‫إِنَّهُ َسيَلِى أ َ ْم َرك ُْم م‬
ُ‫ قَالَ َها ثَالَثَُ َم َّرات‬.» ‫ّللا‬
ََُّ ‫صى‬
َ ‫ع‬
َ ‫ن‬ ُْ ‫عةُ ِل َم‬
َ ‫طا‬َ ُ‫عبْد‬َ ‫ْس يَا ابْنَُ أ ُِم‬ َُ ‫بِى إِذَا أَد َْر ْكته ُْم قَا‬
َُ ‫ل « لَي‬
“Sesungguhnya seburuk-buruknya perkara kamu sekalian sesudahku yaitu seseorang yang
mematikan sunnah, mengada-adakan bid’ah dan mengakhirkan shalat dari waktunya, berkata
ibnu Mas’ud Ya Rasulullah bagaimana apabila aku mengetahui mereka, Rasul bersabda: Ya Ibnu
Ummi ‘Abdin tidak ada keta’atan bagi orang yang durhaka kepada Allah” Dia berkata tiga kali.”
Disamping hal tersebut diatas Dr. Yusuf Qardhawi dalam Kitabnya As Sunnah wal
Bid’ahmenjelaskan mengenai bahaya bid’ah diantaranya:

48
a. Pembuat dan pelaku bid’ah mengangkat dirinya sebagai pembuat syariat baru dan sekutu bagi
Allah Swt. Bila bid’ah dapat dibenarkan dalam Islam maka bukan tidak mungkin bila kemudian
Islam akan menjadi agama yang sama dengan agama-agama sebelumnya, yang ahli-ahli
agamanya menambahkan hal-hal baru dalam agamanya dengan hawa nafsunya sehingga pada
akhirnya agama tersebut berubah sama sekali dari yang aslinya. Dengan demikian, orang yang
membuat bid’ah meletakkan dirinya seakan-akan sebagai pihak yang berwenang menetapkan
hukum dan menjadi sekutu bagi Allah. Sebagai contoh para mufasir menafsirkan ayat:
ُ ‫علَي ِه ُْم َو‬
َُ‫الَ الضَّالِين‬ َ ‫ب‬
ُِ ‫َير ال َمغضو‬
ُِ ‫غ‬
Artinya: Bukan jalan orang-orang dimurkai atas mereka, yaitu mereka yang telah mengetahui
kebenaran yang hak tetapi tidak melaksanakannya, dan berpindah kepada yang lain seperti
orang-orang Yahudi, mereka telah mengetahui kitab Allah, tetapi tidak melaksanakannya, dan
pada ayat selanjutnya Bukan jalan orang-orang yang sesat (al-Fatihah: 7) yaitu orang yang
berani-berani saja membuat jalan sendiri diluar yang digariskan oleh Allah dan para Rasul-Nya.
Contoh dalam hal ini ialah kaum nasrani karena mereka mengikuti kebenaran akan tetapi
mereka tidak benar dalam melakukannya sebab tidak sesuai dengan yang telah disyari’atkan.

Ada sebuah hadis yang sahih dirawikan oleh Abd bin Humaid dari ar-Rabi bin Anas, dan Riwayat
Abd bin Hummaid juga dari pada Mujahid, demikian juga daripada Said bin Jubair dan hadist lain
yang dirawikan oleh Imam Ahmad dan lain-lain daripada Abdullah bin Syaqiq, daripada Abu zar,
dan diriwayatkan juga oleh Sufyan bin Uyaynah dalam tafsirnya, daripada Ismail bin Abu Kholid.
Bahwa Ady bin Hatim r.a. bertanya kepada Nabi sholallahu ‘alaihi wasallam., “Siapakah yang
dimurkai Allah itu?” Jawab Nabi sholallahu ‘alaihi wasallam.,“Alyahud (Yahudi)”. “Dan siapakah
yang sesat itu?” Jawab Nabi sholallahu ‘alaihi wasallam.“An-Nashara (Kristen/Nasrani)”.

Yang wajib ditekankan ialah kepada sebab-sebab maka Yahudi dikatakan terkena murka dan
sebab-sebab nasrani tersesat. Yahudi dimurkai karena mereka selalu mengingkari segala
petunjuk yang dibawakan oleh rasul-rasul mereka, kisah pengingkaran yahudi tersebut di dalam
kitab-kitab mereka sendiri sampai sekarang, sehingga Nabi Musa AS, pernah mengatakan bahwa
mereka itu keras kepala, tak mau tunduk, sampai mereka membunuh Nabi-nabi Allah. Nashoro
tersesat karena sangat cintanya kepada Nabi Isa Al masih, mereka katakan Isa as itu anak Allah,
bahkan Allah sendiri menjelma menjadi anak, datang kedunia menebus dosa manusia dan juga
mereka membuat syari’at-syariat baru dan menambah-nambahkannya diluar dari yang
ditetapkan oleh rasul-Nya. Oleh karena itu Allah mengecam tindakan kaum nasrani ini dengan
firmannya:

“Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah,
dan juga (mempertuhankan) Almasih putra Maryam, padahal mereka hanya disuruh
menyembah Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada Tuhan selain Dia, Maha suci Allah dari apa yang
mereka sekutukan.” (At-Taubah: 31)

Sebuah hadist yang diriwayat oleh Imam At-tarmidzy, dari Ady bin Hatim ra. “Bahwa ketika
dakwah rasulullah sampai kepadanya, Ady lari menuju syam, ketika itu dia masih beragama
Nasrani, akan tetapi saudara perempuannya telah masuk islam. Lalu saudara perempuannya
membujuk Ady untuk memeluk Islam. Ady kemudian setuju dan kemudian datang menghadap
Rasul dan keadaan dilehernya tergantung tanda salib yang terbuat dari perak. Ketika Rasul
melihat salib tersebut, Rasul membaca ayat “Mereka menjadikan orang-orang alim dan rahib-
rahib dari kalangan mereka sebagai tuhan selain Allah….(at-taubah: 31). Ketika Ady mendengar

49
ini, dia menjawab: Tidak ya Rasulullah, mereka tidak melakukan apa yang engkau katakan.
Kemudian Rasul menjawab: “Tetapi mereka mengharamkan apa yang telah di halalkan, dan
menghalalkan apa yang telah di haramkan oleh Allah. Dan bila ketetapan ini dilakukan oleh
kaumnya, inilah yang di maksudkan bahwa mereka telah menyembah orang-orang alim dan
rahib-rahib di kalangan mereka sebagai Tuhan mereka.

Oleh karena tersebut diatas sudah selayaknya kita sebagai mu’min tidak mengikuti pola yang
telah diterapkan oleh kaum Nasrani tersebut. Bahwa mutlak yang namanya ibadah yang
berkaitan dengan syari’at itu harus sesuai dengan apa yang telah ditetapkan oleh Allah dan
Rasul-Nya agar kita tidak termasuk umat yang salah jalan.
b. Pembuat bid’ah memandang agama tidak lengkap dan bertujuan melengkapinya. Hal ini
bertentangan dengan surat Al-Maidah:3 …Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu
agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah kuridhai Islam sebagai
agamamu.” Ibnu Majisyun meriwayatkan dari Imam Malik–Imam Darul Hijrah–bahwa dia
berkata, “Siapa yang telah membuat praktek bid’ah dalam agama Islam dan ia melihatnya
sebagai suatu tindakan yang baik, berarti ia telah menuduh Nabi Muhammad sholallahu ‘alaihi
wasallam telah menghianati risalah. Dasarnya adalah ayat di atas. Agama Islam telah sempurna
sesuai pernyataan ayat tersebut dan tidak membutuhkan penambahan lagi.

c. Praktek Bid’ah Mempersulit Agama dan menghilangkan sifat kemudahannya. Agama Islam
datang dengan sifat mudah dilaksanakan, kemudian orang-orang yang membuat praktek bid’ah
mengubah sifat mudah itu menjadi susah dan berat. Misalnya: Redaksi shalawat yang paling
afdhal adalah shalawat yang biasa kita baca ketika Tashawud akhir. Berapa lama waktu yang kita
butuhkan untuk membaca shalawat dengan redaksi tadi, Mungkin hanya 1/4 atau 1/2 menit.
Namun banyak orang yang mengarang dan membuat redaksi-redaksi shalawat baru kepada Nabi
sholallahu ‘alaihi wasallam yang tidak diperintahkan oleh Allah Swt.

d. Bid’ah dalam agama mematikan sunnah. Jika seseorang mencurahkan energinya untuk
melaksanakan perbuatan bid’ah, niscaya energinya untuk menjalankan Sunnah menjadi
berkurang karena kemampuan manusia terbatas. Sebagai contoh dalam sebuah majlis dzikir
yang dipimpin oleh seseorang kemudian didalamnya seseorang tersebut memerintahkan kepada
pengikutnya untuk membaca misalnya Alfatihah 100X, Al Ikhlas 111 X, Annas 111 X, dan Al falaq
111 X dan sebagainya, dengan tujuan yang tidak jelas dapat ilmunya dari mana akan tetapi ia
berani mengatakan bahwa hal ini dilakukan untuk taqarrub kepada Allah, bahkan terlebih parah
lagi jikalau untuk sesuatu yang bersifat magic seperti untuk ilmu kebatinan, kekebalan dan lain
sebagainya. Dan jelaslah bahwa bid’ah itu dapat menguras energinya sehingga sunnah yang
berasal dari Rasulnya tidak terpelajari karena waktu habis terkuras dengan bacaan-bacaan yang
bukan di syari’atkan oleh Allah dan Rasul-nya. Apakah lebih baik jika kita membuka dan
mempelajari Al Quran/tafsirnya dan Kitab-kitab hadist.

e. Bid’ah dalam agama membuat manusia tidak kreatif dalam urusan-urusan keduniawian.
Generasi Islam yang pertama banyak menelurkan kreativitas dalam bidang-bidang duniawi dan
mempelopori banyak hal yang belum pernah dilakukan sebelumnya. Ilmu-ilmu Islam yang
dihasilkan pada saat itu seperti ilmu alam, matematika, astronomi dan lain-lain menjadi ilmu
yang dipelajari dunia dan masyarakat dunia belajar tentang ilmu-ilmu itu dari kaum muslimin.
Mayoritas yang melatar belakangi generasi Islam pertama ini menggeluti dan mengembangkan

50
ilmu-ilmu tadi adalah motif agama. Misalnya: Al-Khawarizmi menciptakan ilmu aljabar salah
satunya untuk menyelesaikan masalah2 tertentu dalam bidang wasiat dan warisan. Karena
sebagian darinya memerlukan hitungan-hitungan matematika. Kelihatan bahwa dalam bidang
agama mereka semata berpegang pada nash dan Al-Qur’an sedang dalam bidang kehidupan
mereka berkreasi.

f. Bid’ah dalam Agama memecah belah dan menghancurkan persatuan umat. Berpegang teguh
pada Sunnah akan menyatukan umat sehingga dapat menjadi satu barisan kokoh di bawah
bimbingan kebenaran yang telah diajarkan oleh Nabi Sholallahu ‘alaihi wasallam. Karena Sunnah
hanya satu sedang bid’ah tidak terbilang jumlahnya. Oleh karena itu, bila kita secara konsekuen
mengikuti Sunnah maka saat itu mereka bersatu padu.
Setelah mengetahui bahwa begitu bahayanya bid’ah tersebut maka seharusnyalah kita
menghindari dari hal tersebut diatas. Maka dari itu tetaplah berpegang pada Al qur-an dan
Assunah, atsar dan ijma sahabat, Tabi’in dan tabi’ut tabi’in karena mereka orang yang
dinyatakan Rasulullah sebaik-baiknya generasi. Berikut firman-firman Allah serta nasihat-nasihat
yang diberikan oleh Nabi-Nya dan generasi terbaik yang telah tersebut diatas dan para salafus
shalih untuk tidak berpecah belah lantaran perbuatan bid’ah diantaranya:
a. Firman Allah dalam Surah Ali Imran ayat 102 - 103
َ ُِ‫الَ تَف ََّرقوُاْ َوا ْذكروُاْ نِ ْع َم ُةَ ّللا‬
ُ‫علَيْك ْم‬ ُ ‫ل ّللاُِ َجمِ يعًا َو‬ ُِ ‫َصموُاْ ِب َح ْب‬ِ ‫ َوا ْعت‬- َُ‫الَّ َوأَنتم ُّم ْسلِمون‬
ُ ِ‫ن إ‬ َُّ ‫يَا أَيُّ َها الَّذِينَُ آ َمنوُاْ اتَّقوُاْ ّللاَُ َح‬
َُّ ‫ق تقَا ِت ُِه َوالَُ ت َموت‬
َّ َ َ َ ْ َ
‫ار فَأنقَذكم ِمن َها َكذلِكَُ يبَيِنُ ّللاُ لك ُْم آيَاتِ ُِه لعَلك ُْم‬ َ َّ ْ
ُِ ‫شفَا حف َرةُ ِمنَُ الن‬ َ ‫ى‬ َ
َُ ‫عل‬ ْ
َ ‫ص َبحْ تم بِنِ ْع َمتِ ُِه إِخ َوانًا َوكنت ُْم‬ َ
ْ ‫ف بَيْنَُ قلوبِك ُْم فَأ‬ َُ َّ‫إِ ُْذ كنت ُْم أ َ ْع َداء فَأَل‬
َ
َُ‫ت ْهت َدون‬
Artinya: Hai Orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dengan sebenar-benar taqwa
dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim. Dan perpeganglah kamu semua
dengan dengan tali Allah dan jangan berpecah-belah. Dan ingatlah nikmat Allah terhadapmu
ketika kamu saling bermusuhan maka Dia satukan hati kamu lalu kamu menjadi saudara dengan
nikmat-Nya dan ingatlah ketika kamu berada di bibir jurang neraka lalu Dia selamatkan kamu
daripadanya. Demikianlah Allah menjelaskan kepada kamu ayat-ayat-Nya agar kamu mendapat
petunjuk.

b. Firman Allah dalam Surah Al An’am ayat 153


َُ‫صاكم بِ ُِه لَعَلَّك ُْم تَتَّقون‬
َّ ‫سبِي ِل ُِه َذلِك ُْم َو‬ َُ ‫الَ تَتَّبِعوُاْ السُّب‬
َ ‫ل فَتَف ََّرقَُ بِك ُْم‬
َ ‫عن‬ ُ ‫ص َراطِ ي م ْستَقِي ًما فَاتَّبِعوهُ َُو‬ َُّ َ ‫َوأ‬
ِ ‫ن هَـذَا‬
Artinya: Dan sesungguhnya inilah jalan-Ku yang lurus[23] maka ikutilah dia, dan jangan kamu
mengikuti jalan-jalan (lainnya)[24] sebab jalan-jalan itu akan mencerai beraikan kamu dari jalan-
Nya. Demikianlah Allah berwasiat kepada kamu mudah-mudahan kamu bertaqwa.

c. Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya Allah meridhai tiga perkara untuk kamu …diantaranya:
dan hendaklah kamu berpegang dengan tali Allah.”[25]

d. Dari abdullah bin Amr ra, dia berkata: ‘Rasulullah bersabda’: “Setiap amal perbuatan memiliki
saat untuk semangat dan setiap semangat memiliki waktu lemah. Maka setiap waktu lemahnya
kembali kepada sunnahku maka dia mendapat petunjuk, dan barang siapa waktu lemahnya
kembali kepada bukan sunnahku maka dia akan celaka.”[26]

e. Hudzaifah bin Al Yaman r.a berkata: “Hai para qari (pembaca Al qur’an) bertaqwalah
kepada Allah dan telusurilah jalan-orang-orang sebelum kamu, sebab Demi Allah

51
seandainya kamu melampaui mereka (para sahabat), sungguh kamu melampaui sangat
jauh, dan jika kamu menyimpang ke kanan dan kekiri maka kamu akan tersesat sejauh-
jauhnya.”

f. Ibnu Mas’ud berkata: “Ikutlah (sunnah) dan jangan berbuat bid’ah, sebab sungguh itu
(sunnah) telah cukup untuk kalian. Dan bahwa setiap bid’ah itu adalah sesat.” [28] Dan dia
r.a juga berkata: “Berpeganglah kamu dengan ilmu (as-sunnah) sebelum diangkat, dan
berhati-hatilah kamu dari mengada-adakan hal yang baru (bid’ah), dan melampaui batas
dalam berbicara dan membahas suatu perkara, hendaklah kalian tetap berpegang dengan
contoh yang lalu.” [29] Dan dia r.a juga berkata lagi: “Sederhana dalam as sunah[30] lebih
baik daripada bersungguh-sungguh dalam bid’ah”

g. Imam Azuhry berkata: Ulama kita yang terdahulu selalu mengatakan: “Berpegang dengan
as-sunnah itu adalah keselamatan. Dan ilmu itu tercabut dengan segera, maka tegaknya
ilmu adalah kekokohan Islam sedangkan perginya para ulama akan hilang pula semua itu
(ilmu dan agama).”[32]

h. Sa’id bin Jubair berkata: “mengenai ayat - Dan beramal shalih kemudian mengikuti
petunjuk” (Surah thaha: 82), yaitu senantiasa berada diatas As-Sunnah dan mengikuti al-
Jama’ah).”

i. Ibnu Abbas r.a berkata: “Tetaplah kamu beristiqamah dan berpegang dengan atsar serta
jauhilah bid’ah.”

j. Imam Al Auza’i rahimahullah berkata: “Berpeganglah dengan atsar salafus shalih meskipun
seluruh manusia menolakmu, dan jauhilah pendapat orang-orang (selain salafus shalih)
meskipun mereka (ahli bid’ah) menghiasi perkataannya terhadapmu.”

Demikianlah nasihat-nasihat Nabi sholallahu ‘alaihi wasallam dan pendapat para generasi
terbaik dari umat ini mengenai bid’ah, maka selayaknya mereka itu semua dapat di jadikan
ikutan buat kaum muslimin zaman sekarang. Hal ini mereka (para sahabat, generasi
setelahnya, dan setelahnya lagi) lakukan demi murninya ajaran Islam dan tidak dikotori
oleh bid’ah yang menyesatkan. Ulama-ulama dari kalangan sahabat, tabi’in, dan para imam
sesudahnya, telah dapat kita lihat kebaikannya pada abad-abad kemuliaan, dan mereka
telah bersepakat dalam mencela, memburukkan, menjauhi bid’ah dan pelakunya serta
tidak ada keragu-raguan dan tawaquf (berdiam diri).

Membangun kepribadian islami (10 muwashaffat)

Tujuan materi :

a. Memahami pentingnya membangun kepribadian islami


b. Memahami 10 muwashafat : (1)Salimul Aqidah, (2)Shahihul Ibadah,(3)Matinul Khuluq,
(4)Qowiyyul Jismi,(5)Mutsaqqoful Fikri,(6)Mujahadatun Linafsihi, (7)Harishun ‘ala waqtihi,
(8)Munazhzhamun fi syu’unihi, (9)Qodirun ‘alal Kasbi,(10) Naafi’un Lighirihi.

52
c. Mengaplikasiakan 10 muwashaffat dalam setiap hal dalam kehidupan sehari-hari.

Materi

Kepribadian seorang muslim haruslah berlandaskan Al Quran dan As sunnah. karena keduanya
merupakan warisan Rasulullah untuk ummatnya, dari Allah SWT. Bila disederhanakan,
sekurang-kurangnya ada sepuluh profil atau ciri khas yang harus lekat pada pribadi muslim.

1. Salimul Aqidah
Aqidah yang bersih (salimul aqidah) merupakan sesuatu yang harus ada pada setiap muslim.
Dengan aqidah yang bersih, seorang muslim akan memiliki ikatan yang kuat kepada Allah Swt
dan denganikatan yang kuat itu dia tidak akan menyimpang dari jalan dan ketentuan-
ketentuan-Nya. Dengan kebersihan dan kemantapan aqidah, seorang muslim akan
menyerahkan segala perbuatannya kepada Allah sebagaimana firman-Nya yang artinya:
Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku, semua bagi Allah Tuhan semesta alam
(QS 6:162).
Karena memiliki aqidah yang salim merupakan sesuatu yang amat penting, maka dalam
da’wahnya kepada para sahabat di Makkah, Rasulullah Saw mengutamakan pembinaan
aqidah, iman atau tauhid.

2. Shahihul Ibadah.

Ibadah yang benar (shahihul ibadah) merupakan salah satu perintah Rasul Saw yang penting,

dalam
satu haditsnya; beliau menyatakan: shalatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku shalat´.
Dari ungkapan ini maka dapat disimpulkan bahwa dalam melaksanakan setiap peribadatan
haruslah merujuk kepada sunnah Rasul Saw yang berarti tidak boleh ada unsur penambahan
atau pengurangan.

3. Matinul Khuluq.
Akhlak yang kokoh (matinul khuluq) atau akhlak yang mulia merupakan sikap dan prilaku yang
harus dimiliki oleh setiap muslim, baik dalam hubungannya kepada Allah maupun dengan
makhluk-makhluk-Nya. Dengan akhlak yang mulia, manusia akan bahagia dalam hidupnya, baik
di dunia apalagi di akhirat.
Karena begitu penting memiliki akhlak yang mulia bagi umat manusia, maka Rasulullah Saw
ditutusuntuk memperbaiki akhlak dan beliau sendiri telah mencontohkan kepada kita
akhlaknya yang agungsehingga diabadikan oleh Allah di dalam Al-Qur’an, Allah berfirman yang
artinya:Dan sesungguhnya kamu benar-benar memiliki akhlak yang agung (QS 68:4).

4. Qowiyyul Jismi.

53
Kekuatan jasmani (qowiyyul jismi) merupakan salah satu sisi pribadi muslim yang harus
ada.Kekuatan jasmani berarti seorang muslim memiliki daya tahan tubuh sehingga dapat
melaksanakan ajaran Islam secara optimal dengan fisiknya yang kuat. Shalat, puasa, zakat dan
haji merupakan amalan di dalam Islam yang harus dilaksanakan dengan fisik yang sehat atau
kuat, apalagi perang di Jalan Allah dan bentuk-bentuk perjuangan lainnya.
Oleh karena itu, kesehatan jasmani harus mendapat perhatian seorang muslim dan
pencegahan daripenyakit jauh lebih utama daripada pengobatan. Meskipun demikian, sakit
tetap kita anggap sebagaisesuatu yang wajar bila hal itu kadang-kadang terjadi, dan jangan
sampai seorang muslim sakit-sakitan. Karena kekuatan jasmani juga termasuk yang penting,
maka Rasulullah Saw bersabda yang artinya: Mu’min yang kuat lebih aku cintai daripada
mu’min yang lemah (HR. Muslim).

5. Mutsaqqoful Fikri
Intelek dalam berpikir (mutsaqqoful fikri) merupakan salah satu sisi pribadi muslim yang
penting.
Karena itu salah satu sifat Rasul adalahfatonah (cerdas) dan Al-Qur’an banyak mengungkap
ayat-
ayat yang merangsang manusia untuk berpikir, misalnya firman Allah yang artinya: Mereka
bertanya
kepadamu tentang, khamar dan judi. Katakanlah: pada keduanya itu terdapat dosa besar
danbeberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya´. Dan
merekabertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: ³Yang lebih dari
keperluan´.Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berpikir
(QS 2:219).
Di dalamIslam, tidak ada satupun perbuatan yang harus kita lakukan, kecuali harus dimulai
denganaktivitas berpikir. Karenanya seorang muslim harus memiliki wawasan keislaman dan
keilmuan yangluas. Bisa kita bayangkan, betapa bahayanya suatu perbuatan tanpa
mendapatkan pertimbanganpemikiran secara matang terlebih dahulu. Oleh karena itu Allah
mempertanyakan kepada kita tentangtingkatan intelektualitas seseorang sebagaimana firman-
Nya yang artinya: Katakanlah: samakah orang yang mengetahui dengan orang yang tidak
mengetahui? ´,sesungguhnya orang-orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran
(QS 39:9).

6. Mujahadatul Linafsihi.
Berjuang melawan hawa nafsu (mujahadatul linafsihi) merupakan salah satu kepribadian yang
harusada pada diri seorang muslim, karena setiap manusia memiliki kecenderungan pada yang
baik danyang buruk. Melaksanakan kecenderungan pada yang baik dan menghindari yang

54
buruk amat menuntut adanya kesungguhan dan kesungguhan itu akan ada manakala
seseorang berjuang dalam melawan hawa nafsu.
Oleh karena itu hawa nafsu yang ada pada setiap diri manusia harus diupayakan tunduk pada
ajaran
Islam, Rasulullah Saw bersabda yang artinya: Tidak beriman seseorang dari kamu sehingga ia
menjadikan hawa nafsunya mengikuti apa yang aku bawa (ajaran islam) (HR. Hakim).

7. Harishun Ala Waqtihi.


Pandai menjaga waktu (harishun ala waqtihi) merupakan faktor penting bagi manusia. Hal ini
karenawaktu itu sendiri mendapat perhatian yang begitu besar dari Allah dan Rasul-Nya. Allah
Swt banyakbersumpah di dalam Al-Qur’an dengan menyebut nama waktu seperti wal fajri,
wad dhuha, wal asri,wallaili dan sebagainya.
Allah Swt memberikan waktu kepada manusia dalam jumlah yang sama setiap, yakni 24 jam
seharisemalam. Dari waktu yang 24 jam itu, ada manusia yang beruntung dan tak
sedikit manusia yang rugi.Karena itu tepat sebuah semboyan yang menyatakan: Lebih baik
kehilangan jam daripada kehilangan waktu´. Waktu merupakan sesuatu yang cepat berlalu dan
tidak akan pernah kembali lagi.
Oleh karena itu setiap muslim amat dituntut untuk mengatur waktunya dengan baik, sehingga
waktu dapat berlalu dengan penggunaan yang efektif, tak ada yang sia-sia. Maka diantara yang
disinggung oleh Nabi Saw adalah memanfaatkan momentum lima perkara sebelum datang
lima perkara, yakni waktu hidup sebelum mati, sehat sebelum sakit, muda sebelum tua,
senggang sebelumsibuk dan kaya sebelum miskin. Janganlah kita terpedaya dengan 2 nikmat .

8. Munazhzhamun fi Syuunihi
Teratur dalam suatu urusan (munzhzhamun fi syuunihi) termasuk kepribadian seorang muslim
yangditekankan oleh Al-Qur’an maupun sunnah. Oleh karena itu dalam hukumIslam, baik yang
terkaitdengan masalah ubudiyah maupun muamalah harus diselesaikan dan dilaksanakan
dengan baik. Ketika suatu urusan ditangani secara bersama-sama, maka diharuskan
bekerjasama dengan baik sehingga Allah menjadi cinta kepadanya.
Dengan kata lain, suatu urusan dikerjakan secara profesional, sehingga apapun yang
dikerjakannya,profesionalisme selalu mendapat perhatian darinya. Bersungguh-sungguh,
bersemangat dan berkorban, adanya kontinyuitas dan berbasih ilmu pengetahuan merupakan
diantara yang mendapat perhatian secara serius dalam menunaikan tugas-tugasnya.

9. Qodirun Alal Kasbi.


Memiliki kemampuan usaha sendiri atau yang juga disebut dengan mandiri (qodirun alal kasbi)
merupakan ciri lain yang harus ada pada seorang muslim. Ini merupakan sesuatu yang amat

55
diperlukan. Mempertahankan kebenaran dan berjuang menegakkannya baru bisa dilaksanakan
manakala seseorang memiliki kemandirian, terutama dari segi ekonomi. Tak sedikit seseorang
mengorbankan prinsip yang telah dianutnya karena tidak memiliki kemandirian dari segi
ekonomi.Karena itu pribadi muslim tidaklah mesti miskin, seorang muslim boleh saja kaya raya
bahkanmemang harus kaya agar dia bisa menunaikan haji dan umroh, zakat, infaq, shadaqah,
dan mempersiapkan masa depan yang baik. Oleh karena itu perintah mencari nafkah amat
banyak didalam Al-Qur’an maupun hadits dan hal itu memiliki keutamaan yang sangat tinggi.
Dalam kaitan menciptakan kemandirian inilah seorang muslim amat dituntut memiliki keahlian
apasaja yang baik, agar dengan keahliannya itu menjadi sebab baginya mendapat rizki dari
Allah Swt, karena rizki yang telah Allah sediakan harus diambil dan mengambilnya memerlukan
skill atau ketrampilan.

10. Nafi’un Lighoirihi.


Bermanfaat bagi orang lain (nafi’un lighoirihi) merupakan sebuah tuntutan kepada setiap
muslim.Manfaat yang dimaksud tentu saja manfaat yang baik sehingga dimanapun dia berada,
orangdisekitarnya merasakan keberadaannya karena bermanfaat besar. Maka jangan sampai
seorangmuslim adanya tidak menggenapkan dan tidak adanya tidak mengganjilkan.Ini berarti
setiap muslimitu harus selalu berpikir, mempersiapkan dirinya dan berupaya semaksimal untuk
bisa bermanfaatdalam hal-hal tertentu sehingga jangan sampai seorang muslim itu tidak bisa
mengambil peran yangbaik dalam masyarakatnya. Dalam kaitan inilah, Rasulullah saw
bersabda yang artinya:sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain
(HR. Qudhy dari Jabir).
Demikian secara umum profil seorang muslim yang disebuntukan dalam Al-Qur’an dan
hadits, sesuatu yang perlu kita standarisasikan pada diri kita masing-masing.

Birrul Walidain

Birrul Walidain merupakan kebaikan-kebaikan yang dipersembahkan oleh seorang anak kepada
kedua orang tuanya, kebaikan tersebut mencakup dzahiran wa batinan dan hal tersebut didorong
oleh nilai-nilai fitrah manusia. Wajibatul walid (kewajiban orang tua) ialah orang tua berkewajiban
mempersiapkan anak-anaknya agar berbakti kepadanya. Sabda Rasulullah “Allah merahmati orang
tua yang menolong anaknya untuk bisa berbakti kepadanya”.

Keutamaan-keutaman dari Birrul Walidain

1. Ahabul ‘amali illalahi ta’ala (amal yang paling dicintai disisi Allah SWT)

56
Sebagaimana dalam hadist yang diriwayatkan oleh Abdir Rahman Abdillah Ibni Mas’ud ra “Aku
pernah bertanya kepada Nabi SAW amal apa yang paling di cintai disisi Allah?” Rasulullah
bersabda “ Shalat tepat pada waktunya”. Kemudian aku tanya lagi “Apa lagi selain itu?”
bersabda Rasulullah “Berbakti kepada kedua orang tua” Aku tanya lagi “ Apa lagi ?”. Jawab
Rasulullah “ Jihad dijalan Allah”. Ini berarti diantara 2 amal yang paling dicintai Shalat tepat
waktu dan jihad fisabilillah tidak berarti jika durhaka kepada orang tua. Ini dikisahkan bahwa
Rasulullah pernah menolak salah seorang sahabat untuk berjihad dijalan Allah karena belum
mendapat ridha orang tua. Akhirnya Rasulullah memperintahkan sahabat tsb untuk segera
pulang memperbaiki hubungan dengan kedua orang tuanya.

2. Laisajaza an min waladin ila walidih (Bakti kepada orang tua bukanlah merupakan suatu balas
budi)
Seseorang anak tidak akan dapat membalas jasa kedua orang tua. Sebagaimana dalam hadist
“Tidak akan dapat membalas seorang anak kepada orang tuanya melainkan anak itu
mendapatkan orang tuanya sebagai hamba sahaya lalu dia membelinya kemudian
memerdekakannya”.

3. Al ummu hiya ahaqu suhbah (perioritas untuk mendapat perlakuan yang lebih dekat dari kedua
orang tua ialah ibu)
Dikisahkan seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah “Siapakah yang lebih berhak
diantara manusia yang paling harus aku perlakukan secara baik?” menjawab Rasulullah
“Ibumu” Bertanyalah lagi sahabat tsb “Siapalagi Ya Rasulullah?” Menjawab Rasulullah
“Ibumu” Bertanyalah lagi sahabat tsb “Siapalagi Ya Rasulullah?” Jawab Rasulullah “Ibumu”
Bertanyalah lagi sahabat tsb “Siapalagi Ya Rasulullah?” Barulah Rasulullah menjawab
“Bapakmu”. Dalam Qs. 31:14 Allah memerintahkan kepada manusia untuk berbuat baik
kepada kedua orang tuanya, terutama pada ibunya yang telah mengandung dan
menyusuinya.

4. Makruman bi ibadatillah (Berbakti kepada orang tua dibarengi dengan ibadah kepada Allah SWT)
Qs. Al Israa’ ayat 23 Allah memerintahkan untuk beribadah kepada-Nya dan berbuat baik
kepada kedua orang tua melarang perkataan “ah” dan membentak kepada keduanya dan

57
mengucapkan perkataan yang mulia. Ayat ini mengartikan bahwa berbakti kepada orang tua
sama wajibnya dengan ibadah kepada Allah SWT.

Unsur-unsur Birrul Walidain


Seorang anak ketika ingin berbakti kepada kedua orang tuanya harus bersikap atau berakhlak
yang terkait dengan unsur-unsur Birrul Walidain . Jika unsur-unsur tsb tidak terpenuhi maka
hukukul walidain (durhaka kepada orang tua). Unsur-unsur Birrul Walidain yaitu:

1. Al muhaqodhotu alal kaul


Seorang anak hendaknnya menjaga dan memelihara ucapannya dihadapan orang tua,
terlebih bagi mereka yang sudah berusia lanjut jangan sampai perkataan atau perbuatannya
menyinggung perasaan mereka, sebagaimana yang dijelaskan Allah dalam Qs.17 : 23.
2. Khofdul Jannah
Sikap bahasa tubuh seorang anak tidak boleh membusungkan dada terhadap orang tua
melainkan merendahkan diri kepada keduanya dengan penuh kasih sayang dan mendoakan
mereka agar keduanya dikasihi Allah sebagaiman mereka mengasihinya waktu kecil. Hal ini
diperintahkan Allah SWT dalam Surat Al Israa’ ayat 24.
3. Attoah Almushahabah
Akhlaq seorang anak yang taat dan kedekatan serta keakraban terhadap orang tua.
Walaupun mungkin ketidaktaatan seorang anak kepada orang tua karena permasalahan yang
sangat syar’i (prinsip) tetapi sikap mushahabah (keakraban) tetap harus dilakukan karena itu
merupakan hak orang tua, Allah menjelaskannya dalam Qs. 31:15.

4. Sabatulbirri ba’da wafatihima


Tetap berkewajiban berbakti kepada orang tua setelah kedua meninggal dunia. Dalam surat
An Anjm ayat 39-41 bahwa Allah SWT memberikan kesempatan kepada orang tua yang
meninggal dunia masih memiliki simpanan amal kebaikan yang dapat diperoleh dari anak-
anak yang sholeh dan sholeha. Dalam suatu hadist dikisahkan bahwa suatu ketika datang
seseorang menghadap Rasulullah SAW kemudian berkata “Ya Rasulullah apakah masih ada
kesempatan untuk berbakti aku kepada orang tuaku setelah keduanya meninggal dunia?”
Rasulullah dengan tegas menjawab “Ya, masih ada”. Ada 5 hal yang harus dijalankan setelah
kepada seorang anak agar berbakti kepada orang tua yang telah meninggal :

58
a. Asshalatu ‘alaihima (berdo’a untuk keduanya)
b. Wal isthigfaru lahuma (memohonkan ampun keduanya)
c. Wainfadzu ahdihima (melaksanakan janji-janjinya)
d. Waiqramu shadiqihima (memuliakan teman-teman keduanya)
e. Wasilaturrahimmisilati latu shallu illa bihima (silaturrahmi kepada orang-orang
yang tidak ada hubungan silaturahmi kecuali melalui wasilah kedua orang tua)

Kisah-kisah Para Nabi & sahabat Rasulullah SAW dalam mempraktekan Birrul Walidain

 Kisah Nabi Ibrahim As


Nabi Ibrahim As mempunyai ayah yang bernama Azar yang aqidah-nya berseberangan
dengan Nabi Ibrahim As tetapi tetap menunjukan birrul walidain yang dilakukan seorang anak
kepada bapaknya. Dalam menegur ayahnya beliau menggunakan kata-kata yang mulia dan ketika
mengajak ayahnya agar kejalan yang lurus dengan kata-kata yang lembut sebagaimana dikisahkan
Allah pada Qs. 19 : 41-45.

 Kisah Rasulullah SAW


Rasulullah SAW yang telah ditinggal ayahnya Abdullah karena meninggal dunia saat
Rasulullah masih dalam kandungan ibunya Aminah. Dalam pendidikan birrul walidain ibunya
mengajak Rasulullah ketika berusia 6 tahun untuk berziarah kemakam ayahnya dengan perjalanan
yang cukup jauh. Dalam perjalanan pulang ibunda beliau jatuh sakit tepatnya didaerah Abwa hingga
akhirnya meninggal dunia. Setelah itu Rasulullah diasuh oleh pamannya Abdul Thalib, beliau
menunjukan sikap yang mulia kepada pamannya walaupun aqidah pamannya berbeda dengan
Rasulullah. Dan Rasulullah berbakti pula kepada bibinya yang bernama Sofiah binti Abdil Mutthalib.

 Kisah Abu Bakar As Siddiq ra


Abu Bakar As Siddiq ra adalah sahabat Rasulullah SAW yang patut ditauladani dalam
berbaktinya terhadap orang tua. Disaat orang tuanya telah memasuki usia yang sangat udzur, bukan
hanya perkataan yang lemah lembut lagi mulia dan sikap yang baik melainkan juga beliau dapat
mengajak bapaknya yakni Abu Khuwafah untuk beribadah kepada Allah SWT dan mengakui Islam
sebagai pedoman hidupnya dan hal ini dinanti oleh Abu Bakar dengan cukup lama. Allah berfirman
dalam QS 14 : 40 – 41 ayat yang do’a agar anak, cucu dan seluruh anggota keluarganya menjadi

59
orang-orang yang muqiimas shalat (mendirikan shalat) dan diampuni dosa-dosanya. Ayat ini
merupakan suatu kemuliaan yang diberikan Allah SWT kepada kelurga Abu Bakar As Siddiq ra.

 Kisah Sa’ad Bin Abi Waqas ra


Sa’ad bin Abi Waqas ra menerapkan bagaiman konteks Birrul Walidain mempertahankan
keimanan kepada Allah SWT dan Rasul-Nya. Saat ibunya mengetahui bahwa Sa’ad memeluk agama
Islam, ibunya mempengaruhi dia agar keluar dari Islam sedangkan Sa’ad terkenal sebagai anak
muda yang sangat berbakti kepada orang tuanya. Ibunya sampai mengancam kalau Sa’ad tidak
keluar dari Islam maka ia tidak akan makan dan minum sampai mati. Dengan kata-kata yang lembut
Sa’ad merayu ibunya “ Jangan Kau lakukan hal itu wahai Ibunda, tetapi saya tidak akan
meninggalkan agama ini walau apapun gantinya atau resikonya”. Tidak bosan-bosannya Sa’ad
menjenguk ibunya dan tetap berbuat baik kepadanya serta menegaskan hal yang sama dengan
lemah lembut sampai suatu ketika ibunya menyerah dan menghentikan mogok makannya. Kisah ini
juga merupakan asbabun nujul turunnya ayat Qs 31 : 15.

Ketika seorang anak berbakti kepada orang tua merupakan suatu bakti yang tidak hanya
sekedar didunia tetapi juga di yaumil akhir.

Menjaga Lisan dan Perbuatan

TUJUAN

1. Mengungkapkan keutamaan diam


2. Menunjukkan perintah berkata baik
3. Menunjukkan bahaya yang ditimbulkan oleh lisan
4. Menunjukkan jenis-jenis ucapan berbahaya
5. Menunjukkan cara menghindarkan diri dari penyakit lisan

POKOK-POKOK MATERI

1. PERINTAH BERKATA BAIK

60
Kemampuan berbicara adalah salah satu kelebihan yang Allah berikan kepada manusia, untuk
berkomunikasi dan menyampaikan keinginan-keinginannya dengan sesama manusia.
Ungkapan yang keluar dari mulut manusia bisa berupa ucapan baik, buruk, keji, dsb.

Agar kemampuan berbicara yang menjadi salah satu ciri manusia ini menjadi bermakna dan
bernilai ibadah, Allah SWT menyerukan umat manusia untuk berkata baik dan menghindari
perkataan buruk. Allah SWT berfirman :

“Dan katakan kepada hamba-hamba-Ku. “Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang


lebih baik (benar) sesungguhnya syaitan itu menimbulkan perselisihan di antara mereka.
Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia.” QS. 17: 53

”Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah

mereka dengan cara yang baik…” QS. 16:125

Rasulullah SAW bersabda :

“Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia berkata baik atau
diam.” HR. Muttafaq alaih

“ Takutlah pada neraka, walau dengan sebiji kurma. Jika kamu tidak punya maka dengan
ucapan yang baik “ Muttafaq alaih

“Ucapan yang baik adalah sedekah” HR. Muslim.

2. KEUTAMAAN DIAM
Bahaya yang ditimbulkan oleh mulut manusia sangat besar, dan tidak ada yang dapat
menahannya kecuali diam. Oleh karena itu dalam agama kita dapatkan anjuran diam dan
perintah pengendalian bicara. Sabda Nabi:

“ Barang siapa yang mampu menjamin kepadaku antara dua kumisnya (kumis dan jenggot),

dan antara dua pahanya, saya jamin dia masuk sorga” HR. Al Bukhariy

“Tidak akan istiqamah iman seorang hamba sehingga istiqamah hatinya. Dan tidak akan
istiqamah hati seseorang sehingga istiqamah lisannya” HR Ahmad

Ketika Rasulullah ditanya tentang perbuatan yang menyebabkan masuk surga, Rasul
menjawab : “Bertaqwa kepada Allah dan akhlaq mulia”. Dan ketika ditanya tentang
penyebab masuk neraka, Rasul menjawab : “dua lubang, yaitu mulut dan kemaluan” HR. At
Tirmidziy

61
Rasulullah SAW bersabda : “Barang siapa yang bisa menjaga mulutnya, Allah akan tutupi
keburukannya” HR. Abu Nuaim.

Ibnu Mas’ud berkata : “Tidak ada sesuatupun yang perlu lebih lama aku penjarakan dari
pada mulutku sendiri”

Abu Darda berkata : “Perlakukan telinga dan mulutmu dengan obyektif. Sesungguhnya
diciptakan dua telinga dan satu mulut, agar kamu lebih banyak mendengar dari pada
berbicara.

3. MACAM-MACAM AFATUL-LISAN, PENYEBAB DAN TERAPINYA


Ucapan yang keluar dari mulut kita dapat dikategorikan dalam empat kelompok : murni
membahayakan, ada bahaya dan manfaat, tidak membahayakan dan tidak menguntungkan,
dan murni menguntungkan.

Ucapan yang murni membahayakan maka harus dijauhi, begitu juga yang mengandung
bahaya dan manfaat. Sedangkan ucapan yang tidak ada untung ruginya maka itu adalah
tindakan sia-sia, merugikan. Tinggallah yang keempat yaitu ucapan yang menguntungkan.

Berikut ini akan kita bahas afatul lisan dari yang paling tersembunyi sampai yang paling
berbahaya. Ada dua puluh macam bahaya lisan, yaitu :

1. Berbicara sesuatu yang tidak perlu


Rasulullah SAW bersabda : “Di antara ciri kesempurnaan Islam seseorang adalah ketika ia
mampu meninggalkan sesuatu yang tidak ia perlukan” HR At Tirmidziy

Ucapan yang tidak perlu adalah ucapan yang seandainya anda diam tidak berdosa, dan tidak
akan membahayakan diri maupun orang lain. Seperti menanyakan sesuatu yang tidak
diperlukan. Contoh pertanyaan ke orang lain “apakah anda puasa, jika dijawab YA, membuat
orang itu riya, jika dijawab TIDAK padahal ia puasa, maka dusta, jika diam tidak dijawab,
dianggap tidak menghormati penanya. Jika menghindari pertanyaan itu dengan mengalihkan
pembicaraan maka menyusahkan orang lain mencari – cari bahan, dst.

Penyakit ini disebabkan oleh keinginan kuat untuk mengetahui segala sesuatu. Atau basa-
basi untuk menunjukkan perhatian dan kecintaan, atau sekedar mengisi waktu dengan
cerita-cerita yang tidak berguna. Perbuatan ini termasuk dalam perbuatan tercela.

Terapinya adalah dengan menyadarkan bahwa waktu adalah modal yang paling berharga.
Jika tidak dipergunakan secara efektif maka akan merugikan diri sendiri. selanjutnya
menyadari bahwa setiap kata yang keluar dari mulut akan dimintai pertanggung
jawabannya. ucapan yang keluar bisa menjadi tangga ke sorga atau jaring jebakan ke neraka.
Secara aplikatif kita coba melatih diri senantiasa diam dari hal-hal yang tidak diperlukan.

2. Fudhulul-Kalam ( Berlebihan dalam berbicara)

62
Perbuatan ini dikategorikan sebagai perbuatan tercela. Ia mencakup pembicaraan yang tidak
berguna, atau bicara sesuatu yang berguna namun melebihi kebutuhan yang secukupnya.
Seperti sesuatu yang cukup dikatakan dengan satu kata, tetapi disampaikan dengan dua kata,
maka kata yang kedua ini “fudhul” (kelebihan). Firman Allah : “Tidak ada kebaikan pada
kebanyakan bisikan-bisikan mereka kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh
bersedekah, berbuat ma’ruf, atau perdamaian di antara manusia” QS.4:114.

Rasulullah SAW bersabda : “Beruntunglah orang yang dapat menahan kelebihan bicaranya,
dan menginfakkan kelebihan hartanya “ HR. Al Baghawiy.

Ibrahim At Taymiy berkata : Seorang mukmin ketika hendak berbicara, ia berfikir dahulu, jika
bermanfaat dia ucapkan, dan jika tidak maka tidak diucapkan. Sedangkan orang fajir
(durhaka) sesungguhnya lisannya mengalir saja”

Berkata Yazid ibn Abi Hubaib :”Di antara fitnah orang alim adalah ketika ia lebih senang
berbicara daripada mendengarkan. Jika orang lain sudah cukup berbicara, maka
mendengarkan adalah keselamatan, dan dalam berbicara ada polesan, tambahan dan
pengurangan.

3. Al Khaudhu fil bathil (Melibatkan diri dalam pembicaraan yang batil)


Pembicaraan yang batil adalah pembicaraan ma’siyat, seperti menceritakan tentang
perempuan, perkumpulan selebritis, dsb, yang tidak terbilang jumlahnya. Pembicaraan
seperti ini adalah perbuatan haram, yang akan membuat pelakunya binasa. Rasulullah SAW
bersabda :

“Sesungguhnya ada seseorang yang berbicara dengan ucapan yang Allah murkai, ia tidak
menduga akibatnya, lalu Allah catat itu dalam murka Allah hingga hari kiamat” HR Ibn
Majah.

“ Orang yang paling banyak dosanya di hari kiamat adalah orang yang paling banyak terlibat
dalam pembicaraan batil” HR Ibnu Abiddunya.

Allah SWT menceritakan penghuni neraka. Ketika ditanya penyebabnya, mereka menjawab: “
…dan adalah kami membicarakan yang batil bersama dengan orang-orang yang
membicarakannya” QS. 74:45
Terhadap orang-orang yang memperolok-olokkan Al Qur’an, Allah SWT memperingatkan
orang-orang beriman :”…maka janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga mereka
memasuki pembicaraan yang lain. Karena sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian)
tentulah kamu serupa dengan mereka.” QS. 4:140

4. Al Jidal (Berbantahan dan Perdebatan)

63
Perdebatan yang tercela adalah usaha menjatuhkan orang lain dengan menyerang dan
mencela pembicaraannya, menganggapnya bodoh dan tidak akurat. Biasanya orang yang
diserang merasa tidak suka, dan penyerang ingin menunjukkan kesalahan orang lain agar
terlihat kelebihan dirinya.

Hal ini biasanya disebabkan oleh taraffu’ (rasa tinggi hati) karena kelebihan dan ilmunya,
dengan menyerang kekurangan orang lain.

Rasulullah SAW bersabda : “Tidak akan tersesat suatu kaum setelah mereka mendapatkan
hidayah Allah, kecuali mereka melakukan perdebatan” HR. At Tirmidziy

Imam Malik bin Anas berkata : “Perdebatan akan mengeraskan hati dan mewariskan
kekesalan”

5. Al Khusumah (pertengkaran)
Jika orang yang berdebat menyerang pendapat orang lain untuk menjatuhkan lawan dan
mengangkat kelebihan dirinya. Maka al khusumah adalah sikap ingin menang dalam
berbicara (ngotot) untuk memperoleh hak atau harta orang lain, yang bukan haknya. Sikap
ini bisa merupakan reaksi atas orang lain, bisa juga dilakukan dari awal berbicara.

Aisyah ra berkata, Rasulullah SAW bersabda : “Sesungguhnya orang yang paling dibenci Allah
adalah orang yang bermusuhan dan suka bertengkar” HR. Al Bukhariy

6. Taqa’ur fil-kalam (menekan ucapan)


Taqa’ur fil-kalam maksudnya adalah menfasih-fasihkan ucapan dengan mamaksakan diri
bersyaja’ dan menekan-nekan suara, atau penggunaan kata-kata asing. Rasulullah SAW
bersabda:

“Sesungguhnya orang yang paling aku benci dan paling jauh dariku di hari kiamat, adalah
orang-orang yang buruk akhlaknya di antara kamu, yaitu orang yang banyak bicara,
menekan-nekan suara, dan menfasih-fasihkan kata”. HR. Ahmad

Tidak termasuk dalam hal ini adalah ungkapan para khatib dalam memberikan nasehat,
selama tidak berlebihan atau penggunaan kata-kata asing yang membuat pendengar tidak
memahaminya. Sebab tujuan utama dari khutbah adalah menggugah hati, dan merangsang
pendengar untuk sadar. Di sinilah dibutuhkan bentuk-bentuk kata yang menyentuh.

7. Berkata keji, jorok dan caci maki


Berkata keji, jorok adalah pengungkapan sesuatu yang dianggap jorok/tabu dengan ungkapan
vulgar, misalnya hal-hal yang berkaitan dengn seksual, dsb. Hal ini termasuk perbuatan tercela
yang dilarang agama. Nabi bersabda :

64
“Jauhilah perbuatan keji. Karena sesungguhnya Allah tidak suka sesuatu yang keji dan
perbuatan keji” dalam riwayat lain :”Surga itu haram bagi setiap orang yang keji”. HR. Ibnu
Hibban

“Orang mukmin bukanlah orang yang suka menghujat, mengutuk, berkata keji dan jorok” HR.
At Tirmidziy.

Ada seorang A’rabiy (pedalaman) meminta wasiat kepada Nabi : Sabda Nabi : “Bertaqwalah
kepada Allah, jika ada orang yang mencela kekuranganmu, maka jangan kau balas dengan
mencela kekurangannya. Maka dosanya ada padanya dan pahalanya ada padamu. Dan
janganlah kamu mencaci maki siapapun. Kata A’rabiy tadi : “Sejak itu saya tidak pernah lagi
mencaci maki orang”. HR. Ahmad.

“Termasuk dalam dosa besar adalah mencaci maki orang tua sendiri” Para sahabat bertanya :
“Bagaimana seseorang mencaci maki orang tua sendiri ? Jawab Nabi: “Dia mencaci maki orang
tua orang lain, lalu orang itu berbalik mencaci maki orang tuanya”. HR. Ahmad.

Perkataan keji dan jorok disebabkan oleh kondisi jiwa yang kotor, yang menyakiti orang lain,
atau karena kebiasaan diri akibat pergaulan dengan orang-orang fasik (penuh dosa) atau
orang-orang durhaka lainnya.

8. La’nat (kutukan)
Penyebab munculnya kutukan pada sesama manusia biasanya adalah satu dari tiga sifat
berikut ini, yaitu : kufur, bid’ah dan fasik. Dan tingkatan kutukannya adalah sebagai berikut :

a. Kutukan dengan menggunakan sifat umum, seperti : semoga Allah mengutuk orang
kafir, ahli bid’ah dan orang-orang fasik.

b. Kutukan dengan sifat yang lebih khusus, seperti: semoga kutukan Allah ditimpakan
kepada kaum Yahudi, Nasrani dan Majusi, dsb.

c. Kutukan kepada orang tertentu, seperti : si fulan la’natullah. Hal ini sangat berbahaya
kecuali kepada orang-orang tertentu yang telah Allah berikan kutukan seperti Fir’aun, Abu
Lahab, dsb. Dan orang-orang selain yang Allah tentukan itu masih memiliki kemungkinan lain.
Kutukan yang ditujukan kepada binatang, benda mati , atau orang tertentu yang tidak Allah
tentukan kutukannya, maka itu adalah perbuatan tercela yang haus dijauhi. Sabda Nabi :
“ Orang beriman bukanlah orang yang suka mengutuk” HR At Tirmidziy

“Janganlah kamu saling mengutuk dengan kutukan Allah, murka-Nya maupun jahanam” HR.
At Tirmidziy.

“Sesungguhnya orang-orang yang saling mengutuk tidak akan mendapatkan syafaat dan
menjadi saksi di hari kiamat” HR. Muslim

9. Ghina’ (nyanyian) dan Syi’r (syair)

65
Syair adalah ungkapan yang jika baik isinya maka baik nilainya, dan jika buruk isinya buruk
pula nilainya. Hanya saja tajarrud ( menfokuskan diri) untuk hanya bersyair adalah perbuatan
tercela. Rasulullah SAW bersabda :

“Sesungguhnya memenuhi rongga dengan nanah, lebih baik dari pada memenuhinya
dengan syair” HR Muslim. Said Hawa mengarahkan hadits ini pada syair-syair yang
bermuatan buruk.

Bersyair secara umum bukanlah perbuatan terlarang jika di dalamnya tidak terdapat
ungkapan yang buruk. Buktinya Rasulullah pernah memerintahkan Hassan bin Tsabit untuk bersyair
melawan syairnya orang kafir.

10. Al Mazah (Sendau gurau)


Secara umum mazah adalah perbuatan tercela yang dilarang agama, kecuali sebagian kecil
saja yang diperbolehkan. Sebab dalam gurauan sering kali terdapat kebohongan, atau pembodohan
teman. Gurauan yang diperbolehkan adalah gurauan yang baik, tidak berdusta/berbohong, tidak
menyakiti orang lain, tidak berlebihan dan tidak menjadi kebiasaan. Seperti gurauan Nabi dengan
istri dan para sahabatnya.

Kebiasaan bergurau akan membawa seseorang pada perbuatan yang kurang berguna.
Disamping itu kebiasaan ini akan menurunkan kewibawaan.

Umar bin Khatthab berkata : “Barang siapa yang banyak bercanda, maka ia akan
diremehkan/dianggap hina”.

Said ibn al Ash berkata kepada anaknya : “Wahai anakku, janganlah bercanda dengan
orang mulia, maka ia akan dendam kepadamu, jangan pula bercanda dengan bawahan
maka nanti akan melawanmu”

11. As Sukhriyyah (Ejekan) dan Istihza’( cemoohan)


Sukhriyyah berarti meremehkan orang lain dengan mengingatkan aib/kekurangannya
untuk ditertawakan, baik dengan cerita lisan atau peragaan di hadapannya. Jika dilakukan
tidak di hadapan orang yang bersangkutan disebut ghibah (bergunjing).

Perbuatan ini terlarang dalam agama. Firman Allah :

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengolok-olok kaum yang lain (karena)
boleh jadi mereka yang diolok-olok lebih baik dari mereka yang mengolok-olok dan
janganlah pula wanita-wanita mengolok-olok wanita lain (karena) boleh jadi wanita-
wanita yang diolok-olok itu lebih baik dari yang mengolok-olok “ QS. 49:11

66
Muadz bin Jabal ra. berkata : Nabi Muhammad SAW bersabda : “ Barang siapa yang
mencela dosa saudaranya yang telah bertaubat, maka ia tidak akan mati sebelum
melakukannya” HR. At Tirmidziy

12. Menyebarkan rahasia


Menyebarkan rahasia adalah perbuatan terlarang. Karena ia akan mengecewakan orang
lain, meremehkan hak sahabat dan orang yang dikenali. Rasulullah SAW bersabda :
“Sesungguhnya orang yang paling buruk tempatnya di hari kiamat, adalah orang laki-laki
yang telah menggauli istrinya, kemudian ia ceritakan rahasianya”. HR. Muslim

13. Janji palsu


Mulut sering kali cepat berjanji, kemudian hati mengoreksi dan memutuskan tidak
memenuhi janji itu. Sikap ini menjadi pertanda kemunafikan seseorang.

Firman Allah : “Wahai orang-orang beriman tepatilah janji…” QS 5:1

Pujian Allah SWT pada Nabi Ismail as: “Sesungguhnya ia adalah seorang yang benar
janjinya..” QS 19:54

Rasulullah SAW bersabda : “ada tiga hal yang jika ada pada seseorang maka dia adalah
munafiq, meskipun puasa, shalat, dan mengaku muslim. Jika berbicara dusta, jika berjanji
ingkar, dan jika dipercaya khiyanat” Muttafaq alaih dari Abu Hurairah

14. Bohong dalam berbicara dan bersumpah


Berbohong dalam hal ini adalah dosa yang paling buruk dan cacat yang paling busuk.
Rasulullah SAW bersabda :

“Sesungguhnya berbohong akan menyeret orang untuk curang. Dan kecurangan akan
menyeret orang ke neraka. Dan sesungguhnya seseorang yang berbohong akan terus
berbohong hingga ia dicatat di sisi Allah sebagai pembohong” Muttafaq alaih.

“Ada tiga golongan yang Allah tidak akan menegur dan memandangnya di hari kiamat,
yaitu : orang yang membangkit-bangkit pemberian, orang yang menjual dagangannya
dengan sumpah palsu, dan orang yang memanjangkan kain sarungnya” HR Muslim.

“Celaka orang berbicara dusta untuk ditertawakan orang, celaka dia, celaka dia” HR Abu
Dawud dan At Tirmidziy

15. Ghibah (Bergunjing)


Ghibah adalah perbuatan tercela yang dilarang agama. Rasulullah pernah bertanya kepada
para sahabat tentang arti ghibah. Jawab para sahabat: ”Hanya Allah dan Rasul-Nya yang

67
mengetahui”. Sabda Nabi: “ghibah adalah menceritakan sesuatu dari saudaramu, yang jika
ia mendengarnya ia tidak menyukainya.” Para sahabat bertanya : “Jika yang diceritakan itu
memang ada? Jawab Nabi : ”Jika memang ada itulah ghibah, jika tidak ada maka kamu
telah mengada-ada” HR Muslim.

Al Qur’an menyebut perbuatan ini sebagai memakan daging saudara sendiri (QS. 49:12)

Ghibah bisa terjadi dengan berbagai macam cara, tidak hanya ucapan, bisa juga tulisan,
peragaan. dsb.

Hal-hal yang mendorong terjadinya ghibah adalah hal-hal berikut ini :

1. Melampiaskan kekesalan/kemarahan
2. Menyenangkan teman atau partisipasi bicara/cerita
3. Merasa akan dikritik atau dcela orang lain, sehingga orang yang dianggap hendak
mencela itu jatuh lebih dahulu.
4. Membersihkan diri dari keterikatan tertentu
5. Keinginan untuk bergaya dan berbangga, dengan mencela lainnya
6. Hasad/iri dengan orang lain
7. Bercanda dan bergurau, sekedar mengisi waktu
8. Menghina dan meremehkan orang lain

Terapi ghibah sebagaimana terapi penyakit akhlak lainnya yaitu dengan ilmu dan amal.

Secara umum ilmu yang menyadarkan bahwa ghibah itu berhadapan dengan murka Allah.
Kemudian mencari sebab apa yang mendorongnya melakukan itu. Sebab pada umumnya
penyakit itu akan mudah sembuh dengan meotong penyebabnya.

Menceritakan kekurangan orang lain dapat dibenarkan jika terdapat alasan berikut ini:

1. Mengadukan kezaliman orang lain kepada qadhi


2. Meminta bantuan untuk merubah kemunkaran
3. Meminta fatwa,seperti yang dilakukan istri Abu Sufyan pada Nabi.
4. Memperingatkan kaum muslimin atas keburukan seseorang
5. Orang yang dikenali dengan julukan buruknya, seperti al a’raj (pincang), dst.
6. Orang yang diceritakan aibnya, melakukan itu dengan terang-terangan (mujahir)

Hal-hal penting yang harus dilakukan seseorang yang telah berbuat ghibah adalah :

1. Menyesali perbuatan ghibahnya itu


2. Bertaubat, tidak akan mengualnginya lagi
3. Meminta maaf/dihalalkan dari orang yang digunjingkan.

16. Namimah (adu domba)


Namimah adalah menyampaika pembicaraan seseorang kepada orang lain

68
17. Perkataan yang berlidah dua
18. Menyanjung
19. Kurang cermat dalam berbicara (asal bunyi)
20. Melibatkan diri secara bodoh pada beberapa pengetahuan dan pertanyaan yang
menyulitkan

Urgensi tarbiyah

Tujuan materi :

a. Memahami urgensi tarbiyah dalam membentuk khairu umah dan akibat-akibat yang
ditimbulkan karena ketiadaan tarbiyah
b. Dapat menyebuntukan marahil yang ditempuh rasulullah dalam melakukan tarbiyah
c. Menyadari bahwa terwujudnya pola tarbiyah yang benar dapat memberikan kenikmatan
yang besar dalam kehidupan umat.

Kisi-kisi materi :

a. Umat jahiliyah (QS. 39:64, 25:63)


b. Ciri-cirinya adalah :
- Bodoh (QS.33:72)
- Hina (QS. 95:4-5)
- Lemah (QS. 4:28)
- Miskin (QS.35:14)
- Berpecah belah (QS. 3:103)
c. Berada dalam kesesatan yang nyata (QS.62:2)
d. Penyelamatan Allah swt. Melalui Rasul-Nya yaitu memberikan tarbiyah (pendidikan)
(QS.2:151, 3:164, 62:2)
e. Tarbiyah memiliki 3tahapan :
- Tilawah (membaca) (QS.96:1, 2:121)
- Mensucikan (QS.91:7-10, 92:17-21)
- Mengajarkan pedoman (QS. 3:79)
f. Hasilnya adalah kenikmatan yang besar yaitu :
- Pengetahuan (QS. 96:5, 93:7, 49:17)
- Kemuliaan (QS. 63:8)
- Kekuatan (QS. 8:60, 93:8)
- Persatuan (QS. 21:90, 3:103)
g. Kesemuanya membentuk umat yang terbaik (QS. 3:110)

69
Ringkasan :
Tarbiyah Islamiyah yang dibawa oleh Rosul dan Islam adalah untuk memperbaiki manusia.
Keadaan jahiliyah yang dikenal dengan ummat jahiliyah di zaman Rosul mempunyai ciri-ciri bodoh,
hina, lemah, miskin, dan berpecah-belah. Keadaan ini boleh berlaku pada saat ini dan juga mungkin
terdapat di kalangan muslim sendiri. Kejahiliyahan ini membawa kita kepada kesesatan yang nyata.
Allah SWT melalui RasulNya memberikan tarbiyah dan Islam adalah tarbiyah kepada manusia.

Al Qur’an menjelaskan berbagai marhalah dan metode tarbiyah. Tarbiyah memiliki tiga
marhalah yaitu tilawah, tazkiyah, mengajarkan dan mempelajari kitab dan hikmah. Di antara
pentingnya kita mengikuti tarbiyah adalah karena Al Qur’an dan hadits menyuruh kita untuk belajar,
berilmu, dan mengikuti pendidikan seumur hidup dan juga karena banyaknya keuntungan yang
diperoleh dari tarbiyah ini. Beberapa keuntungan tarbiyah yang kita rasakan adalah mendapat
petunjuk dari Allah SWT untuk memperoleh pengetahuan, harga diri (prestise), kekuatan, dan
persatuan. Keseluruhannya akan membentuk khairu ummah.

Hasiyah
1. Ummat Jahiliyah
 Ummat jahiliyah adalah ummat yang ada di zaman sebelum nabi Muhammad SAW.
Walaupun demikian ciri-ciri jahiliyah ini juga didapati pada masyarakat saat ini. Keadaan
masyarakat jahiliyah adalah keadaan yang menggambarkan kerusakan dan kebodohan.
Mereka secara pendidikan, teknologi, dan kemahiran termasuk tinggi tetapi peradaban,
budaya, serta tingkah laku yang tercermin pada budaya, seperti binatang.
Memperturuntukan hawa nafsu adalah ciri kehidupan jahiliyah dan inilah yang
menjadikannya sama dengan binatang, serta kehidupan seksual yang dimotivasi oleh
faham hedonisme dan sebagainya.

70
 Masyarakat jahiliyah mempunyai berbagai ciri, diantara ciri-cirinya adalah bodoh. Mereka
bodoh karena tidak menerima hidayah. Abu Jahal (Bapak Kebodohan) yang diberi gelar
oleh ummat Islam bukan karena dia bodoh ilmu, tetapi bodoh hidayah, sedangkan ia diberi
gelar oleh kaumnya dengan julukan abu hakam (Bapak Pengadil). Tingkah laku yang
mencerminkan kebodohan tidak menyadari bahwa tingkah lakunya menghancurkan
dirinya. Pribadi jahiliyah tidak menyadari hakikat hidupnya, ia melihat kebaikan padahal
merupakan keburukan dan sebaliknya. Keadaaan jahiliyah akan menghancurkan peradaban
dan kebudayaan.
 Ummat jahiliyah dengan kebodohannya akan menjadikan dirinya hina. Kehinaan yang
menimpa dirinya adalah karena ia sendiri yang menjadikan dirinya hina. Hina tidak
terhormat karena kebanggaan yang diciptakannya melekat di status, di kereta, di rumah, di
jawatan, dan sebagainya. Kehormatan yang bersifat materi ini sementara dan kebanggaan
jahiliyah akan menjauhkan ia menuju ke derajat yang lebih rendah. Kehinaan terjadi apabila
mereka tidak menghargai dirinya sebagai manusia yang mulia. Tindakan bodoh akan
menjadikannya hina, walaupun tindakan tersebut dihiasi dengan berbagai kebanggaan,
tetapi pada hakikatnya menipu.
 Lemah sebagai akibat kejahiliahan. Kelemahan karena masa dihabiskan untuk hawa nafsu
dan kepakaran digunakan untuk sementara dan kerusakan. Kelemahan ini terjadi karena
individu jahiliyah tidak dapat menghargai dirinya sehingga ia tidak boleh mengaktualkan
potensinya. Tidak adanya iman atau jahiliyah menjadikan dirinya tidak ada dukungan dan
tidak mempunyai energi.
 Berpecah belah adalah ciri umat jahiliyah dimana pegangan mereka tidak jelas dan
pegangan tersebut hanyalah hawa nafsu. Hawa nafsu tidak mempunyai kekuatan, ia
senantiasa bergerak mengikuti angin dan hawa nafsu pun tidak ada muara sehingga hawa
nafsu senantiasa berubah dan tidak mempunyai arah. Pegangan hawa nafsu akan
menjadikan kita tidak mempunyai panduan yang jelas bahkan akan menyesatkan.
Perpecahan muncul karena tidak ada yang dapat dipegang, kesepakatan atau perjanjian
akan mudah berubah sesuai dengan ciri hawa nafsunya.

Dalil
 39:64 ; Katakanlah (wahai Muhammad kepada orang-orang musyrik itu setelah jelas dalil-
dalil Allah yang demikian), patuntukah kamu menyuruhku menyembah atau memuja selain
daripada Allah, hai orang-orang yang jahil?”
 25:63 ; Dan hamba-hamba Ar Rahman (yang diridhoiNya), ialah mereka yang berjalan di
muka bumi dengan rendah hati, dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka
mengucapkan kata-kata yang baik.
 33:72 ; Sesungguhnya kami telah mengemukakan amanah kepada langit, bumi, dan
gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanah itu dan mereka khawatir
akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanah itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu
amat dholim dan amat bodoh.
 95:4-5 ; Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk sebaik-baiknya.
Kemudian Kami kembalikan ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka).
 4:28 ; Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, dan manusia dijadikannya lemah.
 35:14 ; Jika kamu menyeru mereka, mereka tiada mendengar seruanmu dan kalau kamu
mereka mendengar, mereka tidak dapat memperkenankan permintaanmu. Dan di hari
kiamat mereka akan mengingkari kemusyrikanmu dan tidak ada yang dapat memberikan
keterangan kepadamu sebagai yang diberikan oleh Yang Maha Mengetahui.

71
 3:103 ; Dan berpegang teguhlah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah dan janganlah
kamu bercerai-berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa
jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu
karena nikmat Allah orang-orang bersaudara, dan kamu telah berada di tepi jurang neraka,
lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan kepadamu,
agar kamu mendapat petunjuk.

2. Berada di dalam kesesatan yang nyata


 Allah SWT menyebuntukan bahwa mereka sebelum kedatangan Rosul dalam kondisi
jahiliyah (kesesatan yang nyata). Kesesatan ini mempunyai berbagai ciri dan akibat yang
jelas. Kesesatan berarti dipengaruhi oleh syetan dan menjadikan syetan sebagai kawan
serta bertingkah laku yang berlawanan dengan nilai Islam. Kesesatan juga berarti
mengamalkan sesuatu yang dilarang. Akibat kejahiliyahan itulah sehingga mereka berada
dalam kesesatan yang nyata.

Dalil
 62:2 ; Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka,
yang membacakan ayat-ayatNya kepada mereka, mensucikan mereka, dan mengajarkan
kepada mereka Kitab dan Hikmah (As Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-
benar dalam kesesatan yang nyata.

3. Allah SWT melalui rasulnya memberikan tarbiyah


 Turunnya Islam dengan kedatangan rasul adalah cara untuk mengatasi dan menyelesaikan
masalah masyarakat jahiliyah. Allah SWT menurunkan ayatNya dan diterima rasul yang
kemudian disampaikan kepada manusia melalui tarbiyah yang merupakan gerakan
penyelamatan atas kerusakan yang disebabkan oleh masyarakat jahiliyah di masa itu.
Namun demikian peranan tarbiyah di saat itu masih sangat diutamakan mengingat keadaan
jahiliyah terdapat kesamaan.

Dalil
 2:151 ; Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami telah
mengutus kepadamu Rasul di antara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu
dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al Kitab dan Al Hikmah (As Sunnah),
serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.
 3:164 ; Sesungguhnya Allah telah memberikan karunia kepada orang-orang yang beriman
ketika Allah mengutus di antara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang
membacakan di antara mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan
mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum
(kedatangan rasul) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata.
 62:2 ; Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka,
yang membacakan ayat-ayatNya kepada mereka, mensucikan mereka, dan mengajarkan
kepada mereka Kitab dan Hikmah (As Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya
benar-benar dalam kesesatan yang nyata.

72
4. Tarbiyah
 Nabi Muhammad SAW memperbaiki ummat jahiliyah dengan melaksanakan tarbiyah.
Tarbiyah memuat ayat-ayat Allah sehingga dengan tarbiyah ini akan menghasilkan
masyarakat yang sadar dan menjadikan Allah sebagai ilah. Tarbiyah yang dilakukan rasul
adalah tarbiyah Qur’aniyah, yaitu tarbiyah dengan melakukan pendekatan Qur’an. Tarbiyah
Imaniyah juga tumpuan utama tarbiyah rasul.
 Beberapa cara rasul SAW melakukan tarbiyah adalah dengan cara tilawah, tazkiyah,
mengajarkan Al Kitab dan Al Hikmah (minhaj).

Dalil
 96:1 ; Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Menciptakan.
 2:121 ; Orang-orang yang telah Kami berikan Al Kitab kepadanya, mereka membacanya
dengan bacaan yang sebenarnya, mereka itu beriman kepadanya. Dan barangsiapa yang
ingkar kepadanya, maka mereka itulah orang-orang yang rugi.
 91:7-10 ; Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya). Maka Allah mengilhamkan
kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang
yang mensucikan jiwa itu. Dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.
 92:17-21 ; Dan kelak akan dijauhkan orang yang paling takwa dari neraka itu. Dan
menafkahkan hartanya (di jalan Allah) untuk membersihkannya. Padahal tidak ada
seorangpun memberikan suatu nikmat kepadanya yang harus dibalasnya. Tetapi (dia
memberikan itu semata-mata) karena mencari keridhoan Tuhannya Yang Maha Tinggi. Dan
kelak dia benar-benar mendapat kepuasan.
 3.79 ; Tidak wajar bagi seorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al Kitab, hikmah,
dan kenabian, lalu dia berkata kepada manusia,”Hendaklah kamu menjadi penyembah-
penyembahku bukan enyembah Allah.” Akan tetapi (dia berkata): “Hendaklah kamu
menjadi orang-orang Rabbani, karena kamu selalu mengajarkan Al Kitab dan disebabkan
kamu tetap mempelajarinya.
 2:269 ; Allah menganugerahkan al hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Qur’an dan
As Sunnah) kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan baeangsiapa yang dianugerahi al hikmah
itu, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang
berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah).

5. Kenikmatan yang besar


 Individu dan masyarakat yang mengikuti tarbiyah dirinya akan dibimbing, dibangun, dan
dipelihara oleh nilai-nilai Islam yang mulia. Dirinya akan jauh dari kejahiliyahan. Bebas dari
jahiliyah maka ia akan mengikatkan dirinya kepada Allah SWT sehingga ikatan ini akan
meninggikan status dari derajatnya di sisi Allah. Kehidupan mereka akan selamat di dunia
dan juga di akhirat.
 Hasil tarbiyah adalah kenikmatan yang besar yaitu berupa pengetahuan, harga diri,
kekuatan, dan persatuan. Dengan ilmu yang benar yang kita dapati melalui tarbiyah boleh
menjadikan kita manusia yang berilmu dan sadar atas tingkah laku yang kita lakukan.
Mempunyai ‘izzah Islam berarti mengembalikan dirinya hanya kepada Allah, bukan kepada
benda-benda yang tidak bernilai. Dengan ‘izzah ini juga terdapat kekuatan Islam karena
semangat yang ditumbuhkan melalui tarbiyah dapat membangkitkan suasana kecintaan
dan perjuangan. Akhirnya melalui tarbiyah kita dapat disatukan dengan fikrah dan amal.

73
 Banyak kenikmatan yang diperoleh melalui tarbiyah, selain tarbiyah ini adalah sunnah nabi
ataupun arahan dari Allah, maka tarbiyah ini mengandung banyak manfaat bagi diri,
keluarga, masyarakat dan juga bangsa. Dengan tarbiyah pribadi manusia menjadi jauh dari
kebodohan yang kemudian ia dapat menaikkan harga dirinya kepada derajat mulia dan
iapun boleh mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat.
 Tanpa tarbiyah maka syetan senantiasa mengganggu dan menjadikan kita sesat. Tanpa
tarbiyah kita akan mudah sesat dan kita akan dijauhkan dari Islam. Dengan tarbiyah maka
tawasau bil haq dan bish shobr akan berjalan sehingga dengan tarbiyah akan tercegah
kemungkinan syetan membawa kita kepada kesesatan.
 Suatu kerugian apabila kita meninggalkan tarbiyah. Tanpa tarbiyah kita tidak mendapat
kejayaan. Hadirnya tarbiyah untuk menyelamatkan ummat jahiliyah adalah suatu hal yang
beriringan dengan turunnya Islam.
 Tarbiyah yang tidak dapat membentuk kenikmatan ini bukan tarbiyahnya yang tidak benar,
tarbiyah sebagai wasilah rabbaniyah yang benar dan perlu diamalkan tetapi kemungkinan
manusia yang membawanya ke arah yang benar atau tidak mengikuti minhaj sehingga
tarbiyah tidak berkesan.

Dalil
 93:7 ; Dan dia mendapatimu sebagai orang yang bingung, lalu Dia memberikan petunjuk.
 49:17 ;Mereka merasa telah memberi nikmat kepadamu dengan keimanan mereka.
Katakanlah,”Jangan kamu merasa telah memberi nikmat kepadaku dengan keislamanmu,
sebenarnya Allah, Dialah yang memberikan nikmat kepadamu dengan menunjuki kamu
kepada keimanan jika kamu adalah orang-orang yang benar.”
 96:5 ; Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
 93:8 ; Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan
kecukupan.
 21:90 ; Maka Kami memperkenankan doanya, dan kami anugerahkan kepadanya Yahya dan
Kami jadikan istrinya dapat mengandung. Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang
selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa
kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu’
kepada Kami.

Khairu Ummah
 Ummat jahiliyah berubah menjadi ummat Islam. Ummat Islam yang berdakwah dan
senantiasa peduli dengan keadaan sosial, ummat, dan agamanya, maka ia disebut ummat
yang baik. Ummat yang baik adalah ummat yang menjalankan amar ma’ruf dan nahyi
munkar.

Dalil
 3:104 ; Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar. Mereka itulah orang yang
beruntung.

74
Urgensi Dakwah

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang
beruntung.” (Ali Imran : 104)

“Apabila Allah memberi hidayah kepada seorang hamba melalui upayamu, maka itu lebih baik
bagimu daripada yang dijangkau matahari sejak terbit sampai terbenam.” (HR. Bukhari-Muslim)

Pengertian Da’wah

Da’wah adalah seruan ke jalan Allah dengan tujuan memindahkan al mad’uw (objek da’wah)
pada keadaan yang lebih baik dan diridhai oleh Allah.

Perpindahan/perubahan ini dapat berupa:

 Tahwil al jahaalah ilaa al ma’rifah (mengubah jahiliah kepada ma’rifah/pengetahuan)

 Tahwil al ma’rifah ilaa al fikrah (mengubah pengetahuan menjadi fikrah)

 Tahwil al fikrah ilaa al harakah (mengubah fikrah menjadi aktivitas/amal)

 Tahwil al harakah ilaa an natiijah (mengubah aktivitas menjadi hasil)

 Tahwil an natiijah ilaa al ghayaah hiya mardhatillah (mengubah hasil menjadi


pencapaian tujuan yaitu ridha Allah)

Urgensi Da’wah

Da’wah bukan :

 Pekerjaan mubah (yang dikerjakan di waktu luang)

 Ibadah sunah (yang dikerjakan selagi bersemangat saja)

 Fardhu kifayah,

Tetapi da’wah adalah ibadah fardhu ‘ain. Berjuang untuk Islam hukumnya wajib atas individu
dan jamaah.

a. Al Qur’an memerintahkan berda’wah

“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali


orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati
supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi
kesabaran.” (Al Ashr: 1-3)

75
“Hai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penolong (agama) Allah
sebagaimana Isa ibnu Maryam telah berkata kepada pengikut-pengikutnya yang
setia: "Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku (untuk menegakkan
agama) Allah?" Pengikut-pengikut yang setia itu berkata: "Kamilah penolong-
penolong agama Allah", lalu segolongan dari Bani Israil beriman dan segolongan
lain kafir; maka Kami berikan kekuatan kepada orang-orang yang beriman
terhadap musuh-musuh mereka, lalu mereka menjadi orang-orang yang menang.”
(As-Shaff : 14)

Umat yang terbaik adalah umat yang melakukan amar ma’ruf dan nahi munkar.
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh
kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.
Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara
mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang
fasik.” (Ali Imran : 110)

Dan kepada umat Islam diperintahkan agar ada sebagian orang yang menekuni
ajaran Islam secara khusus untuk disampaikan dan diajarkan kepada orang lain.

“Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang).
Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang
untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi
peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya
mereka itu dapat menjaga dirinya.” (At Taubah : 122)

b. Sunah mendorong Muslim untuk berda’wah

“Barangsiapa diantara kalian yang melihat kemunkaran, maka hendaklah ia


mengubah dengan tangan (kekuasaan)-nya. Jika tidak mampu, maka hendaklah ia
mengubah dengan lisannya. Jika ia tidak mampu, maka hendaklah ia mengubah
dengan hatinya. Dan itulah selemah-lemahnya iman dan setelah itu tidak ada lagi
iman sedikitpun.” (HR. Muslim)

c. Da’wah juga merupakan tugas Rasul yang harus dicontoh

“Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika
tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak
menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia.
Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.” (Al
Maaidah : 67). Kita berda’wah karena kewajiban bukan karena kita pintar.

76
Qadhayatul Ummah

Ahwaal Al-Muslimin Al-Yaum ( Kondisi Umat Islam Saat Ini )

Tujuan Materi

1.Memahami faktor-faktor kelemahan kaum Muslimin dewasa ini dan berupaya untuk
memperbaikinya
2.Memahami peranan tarbiyah dan harakah dalam mengantisipasi kelemahan tersebut
3.Menyadari bahwa jalan satu-satunya untuk memperbaiki kondisi umat adalah menjadikan
dirinya layak bergabung dalam hizbullah.

Materi

1. Kondisi kaum Muslimin hari ini dilihat dari kelemahan-kelemahan kaum Muslimin dalam
Akidah, Tarbiyah (pendidikan),Tsaqafah (Pengetahuan), Da'wah, Pengorganisasian,
Akhlak
2. Hal ini harus diperbaiki dengan da'wah harakiyah yang integral yang bersifat: Rabbaniyah
(QS. 3:79 , 3:146 ), Manhajiyah (konsepsional) (QS. 12:108 ), Marhaliyah (bertahap),
Awlawiyah (Punya prioritas), Sesuai dengan realitas, Seimbang

Selain serangan ghazwul fikri dan upaya dari musuh-musuh islam dari luar, kejatuhan umat Islam
juga disebabkan oleh faktor-faktor internal seperti qadhaya (kelemahan, permasalahan) ummat dan
da’wah.

AHWAL MUSLIMIN (keadaan umat islam)


Keadaan ummat Islam sekarang ini memang terbelakang dan berada dibawah tangan-tangan
kekuasaan musuh Islam. Ummat Islam sebagai umat yang baik dan mulia ternyata tidak nampak
kemuliannya ditengah manusia lain, bahkan nampak semakin terpuruk sebagaai buah kejahiliyahan
yang semakin merajalela saat ini. Kondisi kaum muslimin hari ini mempunyai kelemahan-kelemahan
diantaranya adalah aqidah, tarbiyah, tsaqafah, da’wah, pengorganisasian/tanzim, akhlak. Keadaan
ini berlaku disebahagian muslim tersebut nampak tidak mengamalkan ibadah wajib seperti shalat,
berpakaian muslimah, zakat dan berpuasa. Keadaan demikian harus diperbaiki dengan menyediakan
da’wah harakiyah yang integral dan bersifat rabbaniyah, minhajiyah, marhaliyah dan aulawiyah
serta sesuai dengan realitas dan seimbang.

Kelemahan kaum muslimin


Berbagai kelemahan muslim pada saat ini yang merupakan kelemahan utama dan prinsip
adalah kelemahan:

77
1. Aqidah dikalangan muslim. Aqidah muslim pada sebagian muslim telah tercemar dengan
berbagai kepercayaan yang merusak aqidah sebenarnya. Kepercayaan kepada nenek
moyang dengan mengamalkan amalan kepercayaan tradisi jahiliyah yang diwarnai oleh
animisme dan dinamisme. Sebagian kepercayaan tersebut dipengaruhi oleh Hindu. Aqidah
Islam juga di cemari oleh faham tareqat yang sesat dan kepercayaan syiah yang
bertentangan dengan aqidah ahlus sunah wal jamaah. Aqidah yang di bawa oleh umat
Islam tidak lagi tertanam secara baik di dada kaum muslimin, mereka mencampuri dengan
kepercayaan kebendaan, keduniaan dan sebagainya yang menjelaskan aqidahnya kepada
Allah SWT.
Contoh: tradisi kejawen, ziarah kubur untuk mencari berkah, praktek perdukunan, susuk.

2. Tarbiyah dikalangan ummat Islam masih sangat sedikit. Secara formal melalui sekolah-
sekolah yang hanya beberapa jam saja. Sedangkan sekolah Islam sedikit. Keadaan ini masih
kurang bila dibandingkan dengan kebutuhan saat ini. Sekolah Islam pun tidak semuanya
dapat menyajikan Islam dan tarbiyah yang baik sehingga dapat merubah pribadi pelajar dan
gurunya. Perlaksanaan tarbiyah secara informal juga belum banyak dilaksanakan dengan
cukup memuaskan.
3. Tsaqafah Islamiyah dikalangan muslim juga kurang seiring dengan kurang efektifnya
peranan tarbiyah dan sekolah-sekolah yang diselenggarakan oleh umat Islam. Tsaqafah ini
berkaitan dengan ilmu pengetahuan dan wawasan ynag bersifat Islam atau umum.
Kemampuan ini belum banyak dimiliki oleh muslim. Sebahagian menguasai tsaqafah Islam
tetapi dalam masalah umum kurang menguasai (misalnya politik, ekonomi, kemasyarakan),
begitupun sebaliknya kurang di dapati muslim yang mempunyai pemnguasaan bidang
umum dan memiliki tsaqafah Islamiyah. Muslim yang mempunyai ilmu dan tsaqafah
tidaklah banyak, dan masih kecil prosentasenya dibandingkan dengan jumlah muslim dan
kebutuhan yang ada. Sebagian muslim yang mempunyai tsaqafah ini kurang sesuai dengan
pemahaman aqidah Islamiyah, kurang merujuk kepada minhaj yang asal yaitu Al Qur’an
dan sunnah. Masih banyak merujuk kepada nilai Barat yang bertentangan dengan Islam.
Juga ada tsaqafah yang di suburkan oleh kepercayaan jahiliyah seperti ashabiyah,
nasionalisme, sekuler, kapitalisme dan komunisme.
4. Da’wah Islam pun nampaknya terkena gangguan. Banyak yang hidup segan dan mati tak
mau. Da’wah sebagian ummat yang berjalan pun mungkin perlu dipertanyakan ghayah
(sasaran akhir) yang akan dituju dan cara (langkah) yang dilakukannya. Hasil da’wah
sekarang ini belum dapat di banggakan bahkan keadaan sekarang ini menunjukkan bahawa
da’wah tidak berjalan karena tidak nampak bertambahnya pengikut atau pengikut yang ada
pun semakin berkurangan. Da’wah Islam tidak berkesan karena sebahagian sudah hilang
tujuan akhir yang sebenarnya kerana sudah terpengaruh oleh berbagai pendekatan yang
kurang Islamiyah. Da’wah kurang berkesan disebabakan menjadikan da’wah sebagai
organisasi kekauman atau kumpulan elite atau pun perkumpulan yang tidak berdasarkan
kepada nilai-nilai Islam. Da’wah yang tidak berjalan adalah satu masalah sendiri yang
sedang berjalanpun perlu dilihat bagaimana keadaan yang sebenarnya adakah sesuai
dengan minhaj atau tidak. Mereka yang tidak berda’wah juga merupakan masalah besar
kerana mereka dijadikan sebagai mangsa yang sangat senang di makan oleh pihak musuh.
5. Tanzim atau organisasi yang di kendalikan oleh Islam perlu dipertanyakan sejauuh mana
mereka mengamalkan Islam dalam dalam tanzimnya. Tanzim dapat dibagi-bagi kepada
tanzim berupa jamaah yang komitmen pesertanya melalui bai’ah, organisasi Islam yang
terbuka dengan menjalankan beberapa keperluan dan aktiviti Islam secara terbuka, atau

78
organisasi Islam yang berwarna syarikat, pertubuhan, NGO dan yang lainnya.
Bagaimanapun tanzin ini perlu dilihat semula kerana keadaan ini mungkin juga sama
dengan keadaan umat Islam yang sedang sakit. Apabila pengendali sedang sakit maka ada
kemungkianan yang di bawanya pun menjadi sakit.
6. Akhlak sebagai cermin muslim sudah di cemari oleh berbagai akhlak jahiliyah yang dilandasi
oleh budaya dan gaya hidup masyarakat jahiliyah. Banyak didapati muslim yang secara
statusnya masih sebagai muslim tetapi tidak mencerminkan lagi akhlak Islam yang susah di
bezakan dengan mereka yang bukan muslim. Akhlak remaja sangat kentara merupakan
wujud yang salah. Akhlak muslim tidak mewarnai diri muslim secara keseluruhan. Muslim
lupa kepada akhlak sebenar yang mesti dimiliki. Keadaan demikian tidaklah mustahil
mengingat ghazwul fikri yang sangat kuat dan hizbusyetan menguasai dunia saat ini.

Perbaikan Dengan Mewujudkan Da’wah Harakiah Syaamilah (Dakwah Secaramenyeluruh)

Realiti yang ada sekarang ini memerlukan suatu harakah inkaz(gerakan penyelamatan) untuk
merubah keadaan umat Islam menjadi lebih baik dan terlepas dari segala penyakit yang
membawa kita kepada kematian. Da’wah dan harakah yang mempunyai harapan kejayaan
mesti mempunyai beberapa cirri-ciri

1. Raabaniyah di dalam Al Qur’an mempunyai cirri pribadi yang senantiasa


mengajarkan Islam dan juga mempelajari nilai Islam. Selain itu cirri rabbani adalah
mereka yang tidak merasa duka cita, hina dan lemah di dalam menjalankan da’wah
IslamHarakah dan da’wah Islam yang rabani mesti mempunyai ahli dan system yang
demikian . Ahlinya tidak diam begitu saja tetapi ia bergerak dan
senantiasa,berda’wah,dalam menjalankan da’wahnya mereka tidak putus asa tetapi
berterusan dan selalu berjalan dengan komitmen yang kuat dan kukuh.
 3:79;…. Hendaklah kamu menjadi rabbani yang kamu mengajarkan kitab
dan kamu membacanya.
 3:146; Beberapa banyaknya nabi yang berperang bersama orang rabbani.
Mereka iti tidak pengecut, kerana bahaya yang menimpa mereka pada jalan
Allah dan tiada Irmah dan tiada pula tunduk dan Allah mengasihi orang-
orang yang sabar.

2. Da’wah Islam mesti mengikuti minhaj yang benar dengan kesedaran yang jelas dan
bersih.. Minhaj dengan basirah ini tentunya merujuk kepada Al qur’an dan sunah
serta merujuk kepada sirah nabawiyah. Kemudian dari panduan ini kita
mempertimbangkan keadaan tempatan seperti situasi, kondisi, keadaan, peristiwa
dan sikap yang muncul sehingga muncul fiqhud da’wah yang dapat dijalankan di
tempat tertentu. Minhaj yang jelas akan membawa ke jalan yang jelas dan juga akan
membawa kita kepada tujuan yang benar sehingga Allah meredhainya.
 12:108; Katakanlah: Inilah jalanku, aku seru kepada Allah, aku atas
keterangan yang jelas (minhaj yang jelas) dan orang yang mengikuti aku.
Mahasuci Allah dan bukanlah aku termasuk orang-orang yang
mempersekutukannya.

79
3. Da’wah dan harakiyah mesti mengikuti marhalah sesuai dengan marhalah
kesediaan, penerimaan, pengetahuan, kemampuan dan penguasaan mad’u atau
aktivis harakah tersebut. Dengan marhalah ini maka da’wah dapat berjalan dengan
baik dan berkesan. Ahli yang membawa da’wah akan mengalami ketenangan tanpa
paksaan dan sesuai dengan kemampuan atau marhalah yang ada pada dirinya.
Marhalah ini diperlukan di dalam da’wah dan harakah karena nabi SAW
mengamalkan dan menyebarkan da’wah mengikuti dan memperhatikan marhalah
ini. Misalnya da’wah pada marhalah tabligh yang mengajak kepada manusia secara
umum, kemudian diteruskan kepada da’wah secara taklim dengan suasana
pengajaran, kemudian diteruskan kpada da’wah marhalah takwin yang lebih kepada
latihan dan pembntukan, kemudian ditingkatkan kepada marhalah tanzim dan
tanfiz.

4. Da’wah dan harakah juga memperhatikan keutamaan dari kerja-kerja yang akan
dilakukan. Perlu memfokus kepada suatu isu dan aktiviti yang dapat memberikan
sumbangn kepada ummat Islam sehingga da’wah dapat tampil ditengah masyarakat
dengan kehadiran yang dialu-alukan. Misalnya keutamaan tarbiyah adalah suatu
keutamaan bagi mana-mana da’wah dan harakah karena tanpa tarbiyah ini tidak
akan dapat meneruskan da’wah. Tarbiyah akan menciptakan kader dan generasi
penerus da’wah itu sendiri. Keutamaan lainnya yang menjadikan keutamaan adalah
melihat isu semasa dan mencari jalan keluar yang dapat mengembangkan pengaruh
ditengah masyarakat misalnya tampil da’wah dalam mengatasi kemiskinan,
pengangguran, khidmat perubatan dan pendidikan yang membawa kearah kejayaan.

5. Da’wah yang sesuai dengan reality ini merupakan sunnah dan minhaj da’wah
Islamiyah. Da’wah mesti membumi dimana ia berpijak jangan melangit sehingga
tidak dapat diamalkan di dalam kehidupan sehari-hari mad’u. Keadaan yang
mempertimbangkan reality ini secara berkesan di contohkan oleh nabi di dalam
berda’wah di Mekah ataupun Madinah. Jahiliyah dimasa itu yang sangat kuat
memungkinkan untuk menghancurkan Islam secar cepat tetapi da’wah Nabi secra
bertahap dan pasti memulainya dengan sir dan kemudian cepat mempersiapkan
keadaan di Madinah. Da’wah secara kotroversial adalah pendekatan yang dibawa
oleh Nabi sebagai pendekatan hasil pembacaannya diatas reliti yang ada di
persekitaran. Banyak lagi contoh lainnya yang dijadikan pelajaran oleh umat Islam
saat ini.

6. Da’wah yang seimbang bermaksud da’wah yang memperhatikan semua keperluan al


akh dan Islam secara keseluruhan dan memenuhinya secara seimbang. Aktivis juga
menghendaki keperluan pribadi dan keluarganya terpenuhi maka da’wah perlu
memberikan peluang kepada aktivis ini memelihara dan menjaga keperluannya.
Pelajar memerlukan waktu belajar dan mesti mendapatkan markah yang tinggi, ia
pun perlu bertemu dengan ibu bapak di kampumg. Keperluan di dalam menjalankan
da’wah seperti keperluan ruhiyah, aqliyah dan amaliyah. Keseimbangan ini sesuai
dengan prinsip keseimbangan yang Allah terapkan kepada mahlukNya. Dengan
seimbang ini maka setiap aktivis merasakan senang dan bahagia.

80
Amraadhu Al-Ummah Fii Ad-Da'wah ( Penyakit Umat Dalam Da'wah )

Tujuan Materi

1. Memahami penyakit-penyakit umat dalam beramal jama'i yang bersumber dari


memperturuntukan sikap infiradi
2. Memahami akibat-akibat yang ditimbulkan dari penyakit-penyakit tersebut
3. Memahami bahwa 'ilaj untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan beramal jama'i
yang sehat dan berupaya untuk merealisirnya dengan membuang sikap-sikap infiradi

Kisi-kisi Materi

1 Penyakit umat pangkalnya adalah:Infiradiyah (individual)


2 Secara ma'nawiyah (mental): Emosional-serampangan, Berorientasi pada tokoh-figuritas,
Merasa hebat-egois, Merendahkan orang lain-berpecah
3 Secara aktivitas: Asal-asalan — tidak bertanggungjawab, Sebagian-sebagian — pertentangan,
Tradisional — tidak punya wawasan, Tambal sulam — tidak ada hasil
4 Diobati oleh amal jamai dengan: Kesadaran yang bersumber dari pengetahuan, Berorientasi
Islami, Rendah hati, Adil, Manhaji, Menyeluruh, Modern, Perubahan secara total

Keadaan umat di dalam da’wah Islamiyah menunjukan sesuatu yang kurang menggembirakan.
Perkara ini dibuktikan dengan banyaknya umat yang mengalami kekosongan jiwa dan
kehilangan pegangan hidup sehingga menampilkan da’wah yang dibawanya ssesuatu yang tidak
efektif. Pengenalan kepada penyakit yang menjangkit umat di dalm dida’wah bermaksud agar
dapat menyedarkan kita kepada keadaan yang sebenarnya dan memerlukan kita untuk
memakan ubat walaupun pahit dan tidak sedap agar da’wah dapat berjalan dengan baik.
Penyakit ummat di dalam berda’wah secara dasarnya disebabkan oleh penyakit peribadi da’i
yaitu da’wah bersendirian (infiradiyah). Infiradiyah ini dibahagikan kepada maknawiyah
(mental) seperti keadaan emosi, da’wah yang berorientasi kepada tokoh, da’i merasa hebat dan
banyak pengagum, mempunyai kecenderungan merendahkan orang lain. Infiradi juga dilihat
dari segi aktiviti, diantaranya penyakit yang munkinmenjangkit aktiviti ini adalah da’wah yang
asal-asalan dan tidak beraturan, da’wah dilakukan secata parsial tidak menyeluruh, da’wah
yang sebahagian, tradisional dan tambal sulam.

Keadaan pribadi aktivis da’wah perlu diobati dengan menjalankan amal jama’i. Amal jama’I ini
menumbuhkan kesedaran yang bersumber dari pengetahuan, berorientasi yang Islami, peribadi
yang rendah hati, bersifat adil adil, berfikiran dan berwawasan yang menyeluruh, menggunakan
pendekatan dan wasail yang modern, mempunyai konsep dan berorientasi kepada minhaj
untuk merubah secara total.

Penyakit ummat

Penyakit ummat di dalam berda’wah setelah diagnosis di dapati banyak yang berda’wah secara
bersendirian tidak berjamaah dan bersama-sama. Senang dan seronok da’wah bersendiri yang

81
di jalankan oleh sebagaian dai dan usztad hanyalah bersifat sementara. Mereka akan
menyedaari setelah da’wah yang dilaksanakan dengan ikhlas ini tidak membawa banyak hasil.

 Infiradiyah ( bersendirian).
Selain tidak akan munculnyada’wah yang besar dengan menyelesaikan da’wah yang
besar, da’wah dengan gaya bersendirian ini akan memunculkan suasana perpecahan di
kalangan ummat khususnya diantara dai yang membawa fikrah berbeda dan
pendekatan berlainan. Da’wah Nabi SAW mengajarkan kepada kita agar bersama-sama.
Sunnahnya bersama-sama ini adalah sesuai dengan keadaan alam dan manusia yang
diciptakan Allah. Mahlik pun dalam menjalankan aktivitasnya selalu bersama-sama.
Mereka tidak akan pernah lepas dari kebersamaan. Sunnatullah yang mengajarkan
demikian mestilah menjalankan da’wah secara bersama. Selain permasalahan da’wah
infiradiyah ini disebabkan oleh :
1. Maknawiyah (mentalitas)
a. Emosional dan serampangan : Peribadi dai yang infiradiyah cenderung
mempunyai sifat yang emosional dan tidak bertanggung jawab, mereka
cenderung berda’wah mengikuti emosi dan kurang dapat menerima keadaan
sebenarnya sehingga da’wah yang tidak berdasarkan rancangan dan tanggung
jawab yang benar akan mewarnai da’wah infiradiyah.
b. Berorientasi pada Figuritas: Peribadi infiradi cenderung bekerja sendiri dan
mereka mempunyai kecenderungan untuk dikenal oleh masyarakat. Dengan
pendekatan ketokohan dan kehebatan yang dimilikinya untuk dimilikinya mereka
merasa puas dan cukup untuk mengamalkan da’wah tablig yang di sokong oleh
banyak pengikut umum.
Mengkultuskan dai yang infiradi sulit ditengah mengingat keadaan ini didasari
oleh emosi dan perasaan yang kemudian wujud kharisma secara pribadi.
Keadaan ini bukan wujud kerana amal atau program tetapi lebih peribadi yang
membawa da’wah.
c. Perasaan diri hebat juga keadaan maknawiyah dai yang cenderung infiradiyah.
Kehebatan ini disebabkan kerana kerjanya sendiri dan tidak ada yang mencoba
menasehati apabibila mengalami kesalahan dan tidak ada yang menegurnya.
Hebat dengan ukuran banyak njemputan dkawak dan banyak orang yang
mendengarkan ceramahnya adalah standard yang berorientasikan kepada
duniawi dan lebih kepada pengaruh jahiliyah. Standard ini juga yang dugunakan
oleh iblis ketika enggan tunduk kepada Nabi Adam AS.
d. Meremehkan orang lain juga suatu akibat dari perasaan hebat dan merasa
dirinya baik dan pandai.Keadaan ini yang memungkinkan peribadi dai
menjadikan meremehkan orang lain dan merendahkan kemampuan yang ada di
antara dai. Dialah seorang yang hebat dan yang lain kurang apabila dibandingkan
dengan kepakaran menyampaikan da’wah.

2. Secara amaliyah

a. Dai yang infiradi cenderung da’wah yang dilakukannya secara sembarangan


tidak mengikuti cara dan tidak mengikuti sistem kecuali system yang dibuatnya

82
sndiri dan juga bergantung kepada peribadi. Bahaya infiradi dalam berda’wah
adalah da’wah yang tidak jelas kemana akan di bawadan kemana orientasi
serta natiujah yang dicapai. Da’wah secara infiradi yang penting berda’wah dan
masyarakat senang kemudian memanggilnya kembali pada saat berikutnya.
b. Da’wah secara parsial yaitu da’wah sebahagian dan tidak sempurna yang juga
merupakan akibat dari da’wah infiradiyah. Kemampuannya terbatas kerana
tidak bersama-sama sehingga da’wah hanya disampaikan yang sesuai
kemampuannya sedangkan da’wah itu sendiri bersifat luas dan integral yang
tidak mungkin dikerjakan secara bersendirian. Kelemahan peribadi kerana
infiradi ini memungkinkan peribadi dai menjadi letih kerana kerja sendiri.
c. Pendekatan yang tradisioanal biasanya dibawa oleh dai infiradi. Alasan yang
perlu dikemukakan kerana dai tradisional yang meluli pendekatan kitab kuning
biasanya tidak mengenal da’wah beramal jamai. Ilmu yang diperolehnya adalah
bagaimana ilmu itu di kembangkan kepada orang lain. Mereka kurang
memahami bagaimana da’wah secara bersama. Da’wah tradisional biasnya
berorientasikan kepada buku dan kemudian disyarahkan tanpa melihat
keadaan sekitar atau isu-isu semasa.
d. Da’wah tambal sulam adalah da’wah yang melakukan pendekatan tidak
sempurna dan tidak mempunyai minhaj sehingga da’wah ini hanya
berorientasikan kepada perminyaan mad’u dan mengikuti kemauan pelanggan.
Selian itu da’wah tambal sulam ini berjalan mengikuti persoalan semasa yang
di buat oleh orang lain, sedangkan kesibukan da’wah kita ini menjadikan kita
lupa kemana daakwah kita yang sebenarnya dan bagaimana da’wah berjalan.

Permasalahan dakwah tersebut harus diobati (ilaj)

Obat atas penyakit da’wah infiradi ini adalah da’wah dengan cara beramal jamai. Beramal
jamai memerlukan indivivu tersebut mempunyai kesadaran yang bersumber kepada
pengetahuan ; berorientasikan kepada Islamiyah bukan jahiliyah infiradiyah; mesti menjadi
peribadi yang rendah hati sebagai bekal neramal jamai;bersikap adil kerana nantinya akan
bekerja sma dan merasakan kesusahan dan kebahagiaan bersama; da’wah yang perlu
dibawa mesti menyeluruh tidak sebagian dan membagikan tugasa ini secara bersama
untuk mencapai tujuan bersama; pendekatan yang moden tidak tradisional yaitu dengan
menggunakan berbagai fasiliti dan wasilah seperti komputer atau pendekatan yang
menarik; da’wah yang di bawa mempunyai konsep yang canggih dalam menjawab
permasalahan ummat masa kini dan minhaj yang berorientasi kepada perubahan dan
pembentukan ummat.

Amal jamai ini merupakan sunnahnya mahluk hidup terhadap perlaksanaan aktiviti
kehidupan untuk meneruskan kehidupannya secara sempurna sebagai mahluk. Tanpa amal
jamai, maka masalah tidak akan diselesaikan dan da’wah semakin terbantut. Keadaan yang
membawa kepada da’wah amal jamai mesti menjalnkan prinsip-prinsip Islam dengan dai
atau ahli yang mempunyai berbagai kesamaan aqidah, fikrah dan amal. Sunatullah beramal
jamai ini dapat dilihat bagaimana semut beramal jamai, burung-burung yang hidup
bersamaa, pookok dan juga lam semesta dengan usrah bumi, bulan, mars, matahari dan
beberapa planet lainnya seperti Pluto senantiasa berjamaah dan beramal jamai dengan

83
pusingan yang saling berkaitan dan taawum diantaranya. Dalam keadaan ini matahari
sebagai masul yang bertanggung jawab dan planet ynag menjadi pusat bagi planet di
sekitarnya.

Qadhiyyah Al-Ummah ( Masalah Umat )

Tujuan Materi

1. Memahami problematika-problematika umat Islam yang dihadapi seorang dai dan dapat
menyebuntukan penyebab-penyebabnya
2. Memahami bahwa tarkiz dari penyelesaian problema tersebut adalah mentakwin
syakhshiyah Islamiyah dan umat Islam
3. Menyadari peran sikap komitmen terhadap akhlak dan tsaqafah Islamiyah dalam
membentuk syakhshiyah Islamiyah mutakamilah.

Materi

Persoalan umat disebabkan oleh:

1. Kejiwaan manusia: Kecenderungan, Watak, Syahwat, Insting


2. Persoalan temporer adalah:

 Sisa-sisa masa penyelewengan dengan: raja /diktator, kebaikan yang berpenyakit,


para penyeru ke neraka jahannam, ditinggalkannya hukum sampai ditinggalkannya
shalat. Dua perkara di atas menyebabkan kaum Muslimin jahil terhadap Islam

 Penyakit-penyakit hasil penjajahan seperti berbagai lembaga kekufuran, keterbe-


lakangan pengetahuan, cara berpikir yang salah dan kejiwaan yang salah. Hal ini
menyebabkan adanya dominasi musuh-musuh terhadap umat.
 Kekuatan yang menantang seperti dengan perencanaannya, dengan
penyusunannya dan sarananya. Mereka melakukan perang jahiliyah yang tersusun
rapi.

3. Akibatnya umat Islam seperti buih yang ringan timbangannya dan mengikuti arus.
Jalan keluarnya adalah ilmu pengetahuan, pembi-naan/tarbiyah dan jihad.

Persoalan ummah disebabkan karena da’wah yang tidak berjalan atau kurang
berkesan. Da’wah dan jihad ini adalah sebagai penyokong dan atap bagi akhlak
dan ibadah yang akan di bangun secara baik sehingga rumah Islam ini dapat di
bangun secara baik Tanpa da’wah maka permasalahan akan bermunculan secara
bertahap dan kemudian memuncak keatas diri ummat Islam. Masalah ummat
kerana da’wah tidak berkesan tidak di sebabkan oleh permasalah pembawa
da’wah itu sendiri yang senantiasa ada mengiringi da’wah dan persoalan yang di

84
sebabkan oleh keadaan semasa sebagai respon dan kesan keadaan sebelumnya
dan keadaan akan datang.

Permasalahan dakwah secara umum bisa dibagi menjadi 2 yaitu (yang selalu ada/klasik dan
kontemporer):

3. Permasalahan yang senantiasa ada


Persoalan yang selalu muncul adalah persoalan mengenai manusia, persoalan ini selalu ada
selama manusia ini tetap hidup dan bersama da’wah. Dari zaman Nabi Adam hingga
sekarang, keadaan manusia adalah isu permasalahan utama yang tidak pernah habis dan tak
kunjung padam.Masalah yang perlu dihadapi adalah bagaimana kita menghadapi keadaan
manusia ini dengan baik dan dapat mengatasi pernasalahan sebagai sarana meningkatkan
keupayaan dan ketahan diri. Beberapa persoalan manusia ini adalah masalah kejiwaan
manusia yang unik dan mudah berubah mengikuti keadaan dan suasana, kecenderungan
peribadi ke arah tertentu, masalah watak yang beragam, pengaruh syahwat dan keadaan
instink manusia.

4. Persoalan kontemporer
Keadaan semasa yang merupakan masalah yang ada pada reality saat ini berdasarkan kepada
persoalan-persoalan sebelumnya seperti akibat dari sisa masa penyelewengan, penyakit dari
penjajah dan adanya kekuatan yang menantang. Dari permasalahn ini akan mewarnai
bagaimana keadaan dan masalah ummat sekarng ini. Pertimbangn kepada isu semasa ini
merupakan suatu yang penting bagi menjalankan da’wah yang benar dan baik di tengah
kancah perjuangan yang banyak dipengaruhi banyak factor.

a. Sisa masa penyelewengan


Sebahagian dari negara dan masyarakat Islam barulah lepas dari keadaan yang
dikuasai oleh dictator yang kejam dan raja yang tidak menjalankan Islam, juga
berbagai keadaan yang muncul sebelum seperti pengaruh aliran sesat atau da’wah
yang membawa kehancuran seperti da’wah yang berorientasikan kepada jihad
senjata, da’wah sebelumnya yang membawa kesan dan imej yang negatif, dan
kekuasaan yang menjadikan muslim tidak mengerjakan amalan Islam termasuk sholat.

Persoalan manusia yang selalu menyertai da’wah ini dan persoalan semasa akan
menjadikan ummat bodoh kepada Islam.

b. Penyakit akibat penjajahan


Penyakit yang juga diambil kira sebagai sebab munculnya suatu kekalahan dan
kehancuran Islam adalah berbagai lembaga-lembaga kekufuran seperti mahkamah,
hokum jahiliyah, system pentadbiran dan juga berbagai aturan yang dilembagakan
seperti industrial court; penjajah juga meninggalkan keterbelakangan ilmu
pengetahuan dan tehnologi yang sengaja diciptakan oleh penjajah sehingga

85
menjadikan umat semakin bodoh; penjajah juga menjadikan ummatsalah berfikir atau
mempunyai pemikiran yang tidak betul dan kejiwaan yang menyertainya tidak normal
seperti rasa rendah diri dan tidak percaya diri.

Keadaan ini menjadikan ummat Islam di dominasi oleh musuh-musuh Islam.

c. Kekuatan yang menentang


Kekuatan-kekuatan yang menentang terhadap da’wah Islam sangat banyak di dalam
masyarakat sekuler saat ini. Kepentingan-kepentingan sekuler merasa tidak terjaga
apabila Islam berjaya.Keinginan hawa nafsu mereka tidak akan tersalurkan dengan
tegaknya da’wah Islam sehingga mereka berusaha mati-matian menentang kekuatan
Islam dan memadamkan da’wah Islam. Kekuatanyang menentang ini dirancang
dengan perencanaannya dan sarana yang bak.Mereka melakukan perang jahiliyah
yang disusun rapi.

Akibat kekuatan ini adalah ummat Islam seperti buih yang ringan timbangannya dan
mengikuti arus.

Jalan keluar/Solusi

Jalan keluar dari permasalahan ini adalah :

 masyarakat muslim mesti berilmu sehingga dengan ilmu ini tidak akan terpengaruh sesat dan
umat Islam mempunyai benteng yang kuat.
 Ilmu yang benar tsaqafah yang luas perlu dipelihara dan diamalkan dengan menjalankan
tarbiyah atau pembinaan.
 Kemudian jihad menjadi penegak dan pemeliharaan masalah walaupun demikian jihad yang
dimaksudkan adalah lebih kepada da’wah untuk membangun syaksiyah Islamiyah.

Ghazwul Fikr

Pengertian

Secara bahasa terdiri dari dua kata : ghozwah dan Fikr. Ghozwah berarti serangan, serbuan, atau
invasi. Fikr berarti pemikiran. Serangan atau serbuan disini berbeda dengan serangan dan serbuan
dalam qital/perang.

Qital (perang) Ghazwah


Tiap pihak saling mengetahui lawannya Sepihak, pihak lain tidak menyadari dirinya
diserang
Banyak korban jiwa Relatif tidak ada korban jiwa
Membutuhkan dana yang besar Relatif membutuhkan dana yang sedikit

86
Hasilnya belum tentu berhasil Hasilnya nyata & berhasil
Efeknya terbatas Efeknya dalam dan luas

Contoh : Ghazwul Fikr yang dilakukan dengan cara penyebarluasan film-film barat :

 Sewaktu generasi Islam menonton film-film barat, mereka tidak menyadari bahwa
musuh sedang memerangi mereka melalui penayangan film-film itu. Yang mereka
tahu hanya menikmati pemutaran film tersebut.

 Dari pemutaran film itu jelas tidak ada korban jiwa. Bahkan lebih dahsyatnya lagi,
orang yang telah terkena paham ghazwul fikr ini dapat menjadi agent musuh
untuk menyebarluaskan paham ghazwul fikr ini. Misal, orang yang terpengaruh
untuk berpakaian secara keBaratan akan cenderung untuk memakai pakaian
secara Kebaratan juga. Sewaktu ia memakai pakaian orang kafir itu, secara
otomatis ia juga mempengaruhi orang-orang lain yang melihat cra berpakaiannya.
Hal inilah yang menyebabkan efek dari GF ini dalam dan luas.

 Ghazwul fikr ini cenderung murah, bahkan dapat memberikan keuntungan.


Contoh : dengan menyebarluaskan film, mereka dapat menjualnya dan
memperoleh keuntungan darinya.

 Dalam perang, hasilnya mungkin tidak terlihat, karena yang dirasakan adalah
kerugian korban jiwa, daerah yang hancur, dll.

Secara Istilah, penyerangan dengan berbagai cara terhadap pemikiran umat Islam guna
mengubah apa yang ada di dalamnya sehingga tidak lagi bisa mengeluarkan darinya hal-hal
yang benar karena telah tercampur aduk dangan hal-hal tal Islami.

Tujuan Ghazwul Fikr

1. Menjauhkan umat Islam dari Dien (agama)-nya

“Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari
sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu.” (QS Al Maidah 5 : 49)

” Dan sesungguhnya mereka hampir memalingkan kamu dari apa yang telah Kami
wahyukan kepadamu, agar kamu membuat yang lain secara bohong terhadap Kami; dan
kalau sudah begitu tentulah mereka mengambil kamu jadi sahabat yang setia.” (QS Al Isra’
17 : 73)

2. Berusaha memasukkan yang sudah kosong Islamnya ke dalam agama kafir

“Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan


kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup. Barangsiapa yang

87
murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah
yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka
kekal di dalamnya.” (QS Al Baqarah 2 : 217)

“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti
agama mereka.” (QS Al Baqarah 2 : 120)

3. Memadamkan cahaya (agama) Allah

“Mereka ingin memadamkan cahaya Allah dengan mulut (tipu daya) mereka, tetapi Allah
(justru) menyempurnakan cahaya-Nya, walau orang-orang kafir membencinya." (QS As
Shaff 61 : 8)

Metode Ghazwul Fikr

1. Membatasi supaya Islam tidak tersebar luas

 Tasykik (pendangkalan/peragu-raguan)

Gerakan yang berupaya menciptakan keragu-raguan dan pendangkalan kaum muslimin


terhadap agamanya.

 Tasywih (pencemaran/pelecehan)

Upaya orang kafir untuk menghilangkan kebanggaan kaum muslimin terhadap Islam
dengan menggambarkan Islam secara buruk (terbelakang, bodoh, dsb).

 Tadhlil (penyesatan)

Upaya orang kafir menyesatkan umat mulai dari cara yang halus sampai cara yang kasar
(membuat umat Islam sukar membedakan antara yang hak dan yang batil).

 Taghrib (pembaratan/westernisasi)

Gerakan yang sasarannya untuk mengeliminasi Islam, mendorong kaum muslimin agar
mau menerima seluruh pemikiran dan perilaku Barat.

2. Menyerang Islam dari dalam

 Penyebaran paham sekularisme

Berusaha memisahkan antara agama dengan kehidupan bermasyarakat dan


bernegara.

 Penyebaran paham nasionalisme

88
Nasionalisme membunuh ruh ukhuwah Islamiyah yang merupakan azas kekuatan
umat Islam.

“Bukan dari golonganku orang yang mengajak pada ashabiyah dan bukan golonganku
orang yang berperang atas dasar ashabiyah dan bukan dari golonganku orang yang
mati karena ashabiyah.” (Hadits)

 Perusakan akhlak umat Islam terutama para pemudanya

Sarana Ghazwul Fikr

 Media massa : cetak dan elektronika


 Sex
 Sport (melalui cara berpakaian, pengagungan terhadap suatu bentuk olahraga)
 Song (melalui syair-syairnya, cara membawakannya)
 Pariwisata (menghidupkan kebudayaan paganis di suatu daerah dengan alasan pariwisata,
memperkenalkan masyarakat dengan kebudayaan Barat (Turis))
 Pendidikan (tugas belajar sehingga memperoleh nilai-nilai Barat,kurikulum sekolah)

Hasil Ghazwul Fikr


1. Umat Islam menyimpang dari Al- Qur’an dan As-Sunnah

Berkatalah Rasul, “Ya Tuhan-ku, sesungguhnya kaumku menjadikan Al-Qur’an ini suatu yang
tidak diacuhkan.” (QS. Al-Furqan 25 : 30)

Padahal Al Qur’an dan Sunnah lah yang menghhidupkan jiwa kaum muslimin, mengobarkan
mereka untuk jihad dan mati syahid.

2. Minder dan rendah diri

” Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah
orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.” (QS Ali
‘Imran 3 : 139)

3. Ikut-ikutan

“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya.
Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta
pertanggungan jawabnya.” (QS Al Isra’ 17 : 36)

4. Terpecah belah
“Yaitu orang-orang yang memecah-belah agama mereka[1169] dan mereka menjadi beberapa
golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka.”
(QS Ar- Rum 30 : 32)

89
Posisi Ideal Umat Islam Seharusnya

Khairu Ummat

“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf,
dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman,
tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan
mereka adalah orang-orang yang fasik. “ (QS 3:10)

Umat ini patut mendapat pujian selama mereka menegakkan hal itu, dan menjaga sifat-sifat itu
(amar ma’ruf dan nahi munkar). Apabila mereka meninggalkannya dan mendukung
kemungkaran, maka lenyaplah sifat terpuji itu an mendapat celaan.

Status sebagai umat terbaik inipun layak diberikan jika mereka selalu menjaga mutu dan kualitas
dari setiap perbuatan yang mereka lakukan. Shalat mereka, amal-amal mereka, dsb

Ummatan Wahidin

Ia seharusnya adalah umat yang bersatu :

 Kesatuan aqidah

 Kesatuan ibadah

 Kesatuan akhlak

 Kesatuan sejarah

 Kesatuan bahasa

Merupakan suatu hal yang alami jika bahasa Arab menjadi salah satu faktor
pemersatu Islam

 Kesatuan jalan

Jalan kaum Muslimin adalah satu, yaitu jalan para Nabi dan Rasul. Karena itu kita
seharusnya benar-benar menjadikan beliau sebagai Qudwah daam hidup dan
tujuan hidup kita.

 Kesatuan Dustur (undang-undang dan hukum)

 Dan yang paling penting adalah Kesatuan Pimpinan

Umat Islam sepakat bahwa pemimpinnya yang pertama adalah Rasulullah Saw.,
kemudian para khalifah yang terpimpin. Masing-masing dari mereka menjadi

90
pemimpin pada zamannya. Tidak boleh ada kepemimpinan umat Islam lebih dari
seorang khalifah.

Adanya beberapa kepemimpinan (qiyadah), disamping merupakan perpecahan


dan mengakibatkan timbulnya firqah-firqah dalam tubuh umat Islam yang satu,
juga dilarang oleh Islam. Kesatuan qiyadah (pimpinan) merupakan simbol
persatuan, kekuatan tubuh, dan kesatuan panjinya.

Dengan mengangkat seorang imam untuk mengurusi persoalan umat, maka


umat Islam akan mencapai kesatuan, kekuatan, dan kekukuhan bangunannya.
Dan dengan faktor-faktor tersebut, nampak betapa persatuan umat Islam
merupakan kekuatan yang dahsyat.

Dan ketiadaan pemimpin Islam sekarang cukup menggambarkan bagaimana


umat ini tidak bersatu dan tidak memiliki kekuatan.

Ummatan Wasathan

Ciri khas yang dimiliki umat Islam ialah prinsip pertengahan dan keadilan dalam segala
persoalan. Prinsip ini menghindarkan umat Islam dari segala bentuk ekstrimitas atau
kekurangan, yang justru banyak dilakukan oleh umat lain.

“Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan
agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi
saksi atas (perbuatan) kamu.” (QS Al Baqarah 2 : 143)

Ciri khas ini, yaitu keberadaan sebagai saksi atas semua manusia, menempatkan umat Islam
sebagai pemimpin bagi manusia dalam perjalanan menuju Rabb-nya, umat Islam ini
berfungsi memberikan penjelasan dan penerangan kepada manusia mengenai
kewajibannya terhadap Rabb dan agamanya.

Tawazzun

Tujuan:

a. Memahami urgensi tawazzun dalam kehidupan sehari-hari


b. Menyadari pentingnya tawazzun dan berusaha untuk mengamalkannya

91
Materi

Pengertian Tawazun
Tawazun artinya seimbang. Allah telah mengisyaratkan agar kita hidup seimbang, sebagaimana
Allah telah menjadikan alam beserta isinya berada dalam sebuah keseimbangan. (QS.67:3)

Tawazun
Manusia dan agama Islam kedua-duanya merupakan ciptaan Allah yang sesuai dengan fitrah yang
telah Allah tetapkan. Mustahil Allah menciptakan agama Islam untuk manusia yang tidak sesuai
dengan fitrah tersebut (QS.30:30). Ayat ini menjelaskan kepada kita bahwa manusia itu diciptakan
sesuai dengan fitrah Allah yaitu memilki naluri beragama (agama tauhid : al-Islam) dan Allah
menghendaki manusia untuk tetap dalam fitrah itu.

Sesuai dengan fitrah Allah,manusia memiliki tiga potensi, yaitu al-jasad (jasmani), al-aql (akal), dan
ar-ruh (ruhani). Islam menghendaki ketiga dimensi tersebut berada dalam keadaan tawazun
(seimbang). Perintah untuk menegakkan neraca keseimbangan ini dapat dilihat pada QS.55:7-9.

"Dan Allah telah meninggikan dan Dia meletakkan neraca(keadilan) supaya kamu jangan melampaui
batas tentang neraca itu. Dan tegakkanlah neraca itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi
neraca itu." (QS. 55 :7-9)

Ketiga potensi ini membutuhkan makanannya masing-masing, yaitu sebagai berikut :

1 . Jasmani
Jasmani atau fisik adalah amanah dari Allah swt,karena itu harus kita jaga . Dalam sebuah
hadits dikatakan ,"Mu'min yang kuat itu lebih baik atau disukai Allah daripada mu'min yang
lemah."(HR.Muslim), maka jasmani pun harus dipenuhi kebutuhannya agar menjadi kuat.
Kebutuhannya adalah makanan, yaitu makanan yang halalan thoyyiban (halal dan baik)
(QS.80:24,2:168), beristirahat (QS.78:9), kebutuhan biologis (QS.30:20-21) dan hal-hal lain
yang menjadikan jasmani kuat.

2. Akal
Yang membedakan manusia dengan hewan adalah akal. Akal pulalah yang menjadikan
manusia lebih mulia dari makhluk-makhluk lainnya. Dengan akal manusia mampu mengenali
hakikat sesuatu, mencegahnya dari kejahatan dan perbuatan jelek. Membantunya dalam
memanfaatkan kekayaan alam yang oleh Allah diperuntukkan baginya supaya manusia dapat
melaksanakan tugasnya sebagai khalifatullah fil-ardhi (wakil Allah di atas bumi)
(QS.2:30;33:72). Kebutuhan akal adalah ilmu (QS.3:190) untuk pemenuhan sarana
kehidupannya.

92
3. Ruh (hati)
Kebutuhannya adalah dzikrullah (QS.13:28;62:9-10). Pemenuhan kebutuhan ruhani sangat
penting, agar ruh/jiwa tetap memiliki semangat hidup, tanpa pemenuhan kebutuhan
tersebut jiwa akan mati dan tidak sanggup mengemban amanah besar yang dilimpahkan
kepadanya.

Dengan keseimbangan, manusia dapat meraih kebahagiaan hakiki yang merupakan ni'mat
Allah, karena pelaksanaan syariah sesuai dengan fitrahnya. Untuk skala ketawazunan akan
menempatkan umat Islam menjadi umat pertengahan / ummatan wasathon (QS.2:143),
yaitu umat yang seimbang.

Kebahagiaan pada diri manusia itu dapat berupa:


• Kebahagiaan bathin/jiwa, dalam bentuk ketenangan jiwa (QS.13:28)
• Kebahagiaan dzahir/gerak, dalam bentuk kesetabilan, ketenangan ibadah, bekerja dan
aktivitas lainnya.

Dengan menyeimbangkan dirinya, maka manusia tersebut tergolong sebagai hamba yang
pandai mensyukuri ni'mat Allah. Hamba/manusia seperti inilah yang disebut manusia
seutuhnya.

Contoh-contoh manusia yang tidak tawazun


• Manusia Atheis: tidak mengakui Allah, hanya bersandar pada akal (rasio sebagai dasar).
• Manusia Materialis: mementingkan masalah jasmani/materi saja.
• Manusia Pantheis (kebatinan): bersandar pada hati/batinnya saja.

Ukhuwah Islamiyah

Muqadimah
Ukhuwah merupakan anugrah Allah yang tiada terhingga yang Allah limpahkan hanya kepada
hamba-hamba-Nya yang dikehendaki-Nya saja. Ukhuwah juga merupakan kenikmatan yang tidak
dapat diukur oleh materi apapun yang ada di dunia ini. Bahkan meskipun seluruh manusia sepakat
untuk mengumpulkan semua kekayaan mereka, namun itu semua tidak dapat digunakan untuk
membeli ‘ukhuwah’. Karena ukhuwah tumbuh dan lahir dari cahaya keimanan yang membara dalam
sanubari seorang hamba.

Allah SWT mengatakan dalam Al-Qur’an(QS. 8 : 63) :

93
‫بيَن وأ َ َّلََ ف‬
َ ‫لو قلُ ُوب ِه ِِم‬
َِ ‫األرَض فِي مِا َ أنَفقَ َت‬ َ ‫َن قلُ ُوب ِه ِِم‬
َّ َ‫بيَن أل‬
َ ِ‫فَت مِا َ ج َميِعا‬ ِِ َ‫*ح َكيِمِ عزَ يِز إنِ ِهَّ بيَن َه ُِم أ َّلََ ف للاَِّ ولَك‬

“Dan (Allahlah) Yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman). Walaupun kamu
membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan
hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka.Sesungguhnya Dia Maha Perkasa
lagi Maha Bijaksana.”

Itulah ukhuwah Islamiyah, yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya. Dan
banyak pula diamalkan oleh generasi berikutnya hingga pada masa kita sekarang ini. Walaupun
seolah dengan berlalunya zaman, berlalu pula ruh ukhuwah dari dalam jiwa kaum muslimin. Bahkan
jika kita perhatikan kondisi kontemporer kaum muslimin, kita mendapatkan terjadinya perpecahan
yang tiada berkesudahan. Padahal, perpecahan merupakan sesuatu yang sangat dilarang dalam
Islam.

Allah SWT berfirman (QS. 3 : 103) :


َ ِ‫تف ََرِقَّ ُواِ َوال ج َميِعاِ للا ب‬، ِ‫بيَن فأ َ َّلََ ف أَعداَء ُِمَكنُت إ ِِذ علَيَك ُِم للا نعِمََ ت واَذك ُر ُوا‬
ِ‫حبَل واَعتََ صمِ ُوا‬ َ ‫فأَََ صبََ حت ُِم قلُ ُوب ِك ُِم‬
َ‫*…إِخواَناِ بنِعِمت ِِه‬

“Dan berpegang teguhlah kalian pada tali Allah (Al-Islam) dan janganlah kalian berpecah belah. Dan
ingatlah oleh kalian akan nikmat Allah yang diberikan pada kalian, ketika dahulu kalian saling
bermusuhan lalu Allah satukan diantara hati kalian. Dan jadilah kalian atas kenikmatan Allah
tersebut menjadi bersaudara…”

Mereka menjalin persaudaraan yang demikian eratnya, bahkan lebih erat dari persaudaraan yang
terlahir karena adanya garis nasab. Oleh karena itulah, Allah menggambarkan hal ini sebagai suatu
kenikmatan yang tidak dapat diukur dengan ukuran materiil, sebesar apapun materi tersebut.

Makna Ukhuwah
Dari segi bahasa, ukhuwah merupakan bentuk mashdar dari kata ‘Akha’yang berarti bersaudara.
Sedangkan ukhuwah berarti persaudaraan. Adapun dari segi istilahnya, para ulama memiliki definisi
yang beragam. Diantaranya:
Ukhuwah merupakan kekuatan iman yang melahirkan perasaan kasih saying yang mendalam, cinta,
penghormatan dan rasa saling tisqah (baca; saling percaya), terhadap seluruh insan yang memiliki
ikatan aqidah Islamiyah yang sama dan juga yang memiliki cahaya keimanan dan ketaqwaan..
Oleh karena itulah, ulama mengatakan, bahwa tidak ada iman tanpa ukhuwah, sebagaimana tidak
ada ukhuwah tanpa adanya pondasi iman.

Sesuai dengan firman Allah SWT (QS. 49 : 10)


ُ َِ ‫بيَن فأَََ صل‬
َ ‫حوا إِخوِة َ المؤُمن ُِون إنِ َّمِا‬ َ َ ‫ترَح َم ُِونَِ لعَلَ َّك ُِم للاَِّ واَتقَّ ُوا أ‬
َ ‫خويَك ُِم‬ ُ *

“Sesungguhnya orang-orang mu'min adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua
saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat.”

Adapun mengenai ukhuwah sebagai buah dari ketaqwaan, sekaligus menafikan tentang
persahabatan tanpa adanya ketaqwaan (QS. 43 : 67) :
“Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali
orang-orang yang bertakwa.”

94
Dari sini kita juga dapat mengambil kesimpulan, bahwa seorang yang beriman apabila tidak memiliki
rasa ukhuwah terhadap sesama muslim lainnya, hal ini menunjukkan bahwa imannya belum
sempurna. Dalam hadits, Rasulullah SAW bersabda :
Dari Qatadah ra, Rasulullah SAW bersabda, ‘Tidak beriman salah seorang diantara kalian, hingga ia
mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.’ (HR. Bukhari)

Keutamaan Ukhuwah
Di luar keutamaan yang terkandung dalam ukhuwah, sesungguhnya sebelum segala-galanya,
ukhuwah merupakan perintah Allah SWT.

(QS. 3 : 103)‫حبَل واَعتََ صمِ ُوا‬ َِّ ‫بيَن فأ َ َّلََ ف أَعداَء كنُت ُِم إ ِِذ َُع َل َيكم‬
َِّ ِ‫للا نعِم ِةَ واَذك ُر ُوا تف ََر َّق ُوا َوال ج َم ِيعا‬
َ ‫للا ِب‬ َ ِ‫قلُ ُوب ِك ُم‬
َ َ َ ُ َ َ َ ُ َّ َ َ َ َ
‫ََك منِهِا فأنَقذك ُِم النار مِ ن حفرِة َ شفِا علَََ ى وكنت ُِم إِخواناِ بنِعِمت ِِه فأََ صبََ حت ُِم‬ َ
ِ ‫ي َِن كذل‬ َ َ َّ َ
َّ ُ‫* ََت َهت َد ُون لعَلك ُِم آيات ِِه لك ُِم للاَِّ يب‬

“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai,
dan ingatlah akan ni`mat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh musuhan,
maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena ni`mat Allah orang-orang yang
bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu
daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat
petunjuk.”

Ayat di atas melarang kita untuk bercerai berai. Sedangkan bercerai berai merupakan lawan dari
persatuan, yang menjadi salah satu komponen mendasar ukhuwah islamiyah. Namun demikian,
disamping sebagai kewajiban, ukhuwah memiliki keutamaan yang cukup banyak, diantaranya
adalah:

1. Wajah orang yang berukhuwah akan bersinar.


Dari Umar bin Khatab ra, Rasulullah SAW mengatakan kepadaku,‘sesungguhnya diantara
hamba-hamba Allah terdapat sekelompok orang yang mereka ini bukan para nabi dan bukan
pula orang yang mati syahid, namun posisi mereka di sisi Allah membuat para nabi dan orang
yang mati syahid menjadi iri. Para sahabat bertanya, beritahukan kepada kami, siapakah
mereka itu ya Rasulullah ? Beliau menjawab, ‘mereka adalah sekelompok orang yang saling
mencintai karena Allah SWT, meskipun diantara mereka tiada ikatan persaudaraan dan tiada
pula kepentingan materi yang memotivasi mereka. Demi Allah, wajah mereka bercahaya, dan
mereka berada di atas cahaya. Mereka tidak takut manakala manusia takut, dan mereka tidak
bersedih hati manakala manusia bersdih hati.’ Lalu Rasulullah SAW membacakan ayat
‘Sesungguhnya wali-wali Allah itu, mereka tidak takut dan tidak pula bersedih hati.” (HR. Abu
Daud)

2. Tidak takut dan tidak bersedih hati.

3. Akan diampuni dosa-dosanya.


Rasulullah SAW bersabda: Dari Salman al-Farisi ra, Rasulullah SAW bersabda, ‘Sesungguhnya
seorang muslim, apabila ia bertemu dengan saudaranya muslim yang lainnya, kemudian ia
menjabat tangannya, maka akan berguguranlah dosa keduanya sebagaimana bergugurannya
dedaunan dari sebuah pohon yang telah kering di hari angin bertiup sangat kencang. Atau

95
kalau tidak, dosa keduanya akan diampuni, meskipun sebanyak buih di lautan. (HR. Imam
Tabrani dalam Al-Mu’jam al Kabir VI/ 256, dan Imam Baihaqi dalam syu’ab al-Iman VI/ 437)

4. Mendapatkan ‘naungan’ Allah, di hari tiada naungan selain naungan-Nya.


Rasulullah SAW bersabda:
Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW bersabda, bahwa Allah berfirman pada hari kiamat.
‘Dimanakah orang-orang yang saling mencintai karena keagungan-Ku.? Pada hari ini Aku akan
menaungi mereka di hari tiada naungan selain naungan-Ku. (HR. Muslim)

5. Mendapatkan cinta Allah.


Rasulullah SAW bersabda:Dari Abu Hurairah ra, bahwa seorang pemuda mengunjungi
saudaranya di kota lain. Di tengah perjalanannya, Allah mengutuskan padanya seorang
malaikat (yang menyamar). Ketika malaikat tiba padanya, berkata, ‘Wahai pemuda, engkau
hendak kemana?’ Ia menjawab, ‘aku ingin bersilaturahim ke tempat saudaraku di kota ini.’
Malaikat bertanya lagi, ‘Apakah maksud kedatanganmu ada kepentingan duniawi yang ingin
kau cari?’ Ia menjawab, ‘Tidak, selain hanya karena aku mencintainya karena Allah SWT.’
Kemudian malaikat berkata, ‘sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, diperintahkan
untuk menyampaikan kepadamu bahwa Allah telah mencintaimu, sebagaimana kamu
mencintai saudaramu tersebut. (HR. Muslim)

6. Dapat merasakan manisnya iman.


Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda:Dari Anas bin Malik ra, Rasulullah SAW
bersabda, ‘ada tiga hal, yang apabila ketiganya terdapat dalam diri seseorang, maka ia akan
dapat merasakan manisnnya iman. (1) Lebih mencintai Allah dan rasul-Nya dari pada apapun
selain keduanya. (2) Mencintai seseorang semata-mata hanya karena Allah SWT. (3) Tidak
menyukai kembali pada kekafiran, sebagaimana ia benci jika dilemparkan ke dalam api neraka.
(HR. Bukhari)

Syarat Dalam Berukhuwah


Untuk melaksanakan kewajiban dalam berukhuwah dan juga untuk dapat menggapai seluruh
keutamaan yang terkandung dalam ukhuwah, seroang muslim harus dapat merealisasikan syarat-
syarat dalam berukhuwah. Diantara syarat-syaratnya adalah:
1. Ikhlas.
Ukhuwah seorang muslim terhadap muslim lainnya, haruslah dilandasi dengan keikhlasan
kepada Allah SWT. Karena apabila ukhuwah telah tercampur dengan ketidak ikhlasan
(keduniawian), maka sudah menjadi hak Allah apabila tidak menerima ukhuwah yang seperti
itu. Kisah yang terdapat dalam hadits, yang menceritakan seorang pemuda yang ingin
mengunjungi ‘saudara seimannya’ menunjukkan bahwa ukhuwah itu harus ikhlas semata-mata
cintanya hanya karena Allah. Dan ukhuwah seperti inilah yang akan membuahkan
mendapatkan cinta dari Allah SWT.
2. Dilandasi dengan iman dan ketaqwaan.
Karena hanya iman dan ketaqwaan sajalah, yang mampu menjadikan ukhuwah tetap bersih,
sebagaimana yang diinginkan oleh Islam.
3. Komitmen dengan adab Islam.
Ukhuwah tidak akan pernah terajut, apabila kedua orang yang saling berukhuwah tidak
mengimplementasikan adab dan perilaku islami. Dan hal seperti inilah, yang maknanya
terkandung dalam salah satu sabda Rasulullah SAW : …dan dua orang pemuda, yang saling

96
mencintai karena Allah. Mereka bertemu karena Allah dan merekapun berpisah karena Allah
SWT… (HR. Muslim)
4. Berlandaskan pada prinsip saling menasehati kerena Allah.
Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW mengatakan bahwa: Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah
SAW bersabda, ‘Seorang mu’min merupakan cermin bagi mu’min lainnya, yang apabila ia
melihat pada aib pada diri saudaranya, ia memperbaikinya. (HR. Bukhari dalam Al-Adab Al-
Mufrad)
5. Saling tolong menolong dalam kesenangan dan kesusahan.

(QS. 5 : 2) ‫للا تقَّ ُوا ََوا واَلعدُواَن اإلثِمِ علَََ ى ت َعاَون َُوا َوال واَلت َّقوََ ى الب ِِر علَََ ى وت َ َعاَون َُوا‬ َِّ ‫* الع ِقاَب ش َد ِيد‬
َِّ ‫للا ِإن‬
“Dan tolong menolonglah kalian dalam kebaikan dan ketaqwaan, dan janganlah kalian saling
tolong menolong dalam perbuatan dosa dan permusuhan.”

Rasulullah SAW mengungkapkan :Dari Nu’man bin Basyir ra, Rasulullah SAW bersabda,
‘Perumpamaan orangorang mu’min dalam hal kecintaan dan kasih sayang diantara mereka
adalah laksana satu tubuh, yang apabila terdapat salah satu anggota tubuhnya yang sakit,
maka seluruh tubuhnya akan merasakan sakit, dengan tidak dapat tidur dan demam.’ (HR.
Muslim)

Cara untuk mempererat tali ukhuwah


Terdapat beberapa cara untuk dapat menumbuhkan serta mempererat jalinan tali ukhuwah yang
terajut diantara kaum muslimin. Diantaranya adalah:
1. Memberitahukan rasa ‘cinta’nya kepada saudaranya.
Dari Al-Miqdam bin Ma’di Karib, Rasulullah SAW bersabda, ‘Apabila seorang mu’min mencintai
saudaranya sesama mu’min, maka beritahukanlah bahwa ia mencintainya (karena Allah SWT)
(HR. Abu Daud)

Dari Anas bin Malik ra, bahwa seorang pemuda ada di samping Rasulullah SAW, kemudian
tidak lama kemudian, lewatlah seseorang melalui mereka. Kemudian pemuda ini mengatakan,
‘Ya Rasulullah, sungguh aku mencintai orang itu (karena Allah).’ Kemudian Rasulullah SAW
bertanya, ‘sudahkah engkau memberitahukan padanya?’ Ia menjawab, ‘belum.’ Rasulullah
SAW
mengatakan, kalau demikian beritahukalah padanya.’ Lalu pemuda ini mengikuti orang
tersebut dan mengatakan padanya, ‘aku mencintaimu karena Allah.’ Orang tersebut
menjawab, ‘Semoga Allah mencintaimu seperti engkau mencintaiku karena-Nya.’ (HR. Abu
Daud)

2. Mendoakan saudaranya
Dari Umar bin Khattab ra, aku meminta izin kepada Rasulullah SAW untuk pergi umrah.
Kemudian Rasulullah SAW mengizinka aku dan berkata, ‘jangan lupa wahai saudaraku doanya.
Beliau mengucapkan sebuah kalimat yang teramat membahagiakan, seakan aku memiliki
dunia. (HR. Abu Daud)

3. Memberikan senyuman.
Dari Abu Dzar ra, Rasulullah SAW mengatakan kepadaku, ‘janganlah kalian menganggap remeh
satu perbuatan baik sedikitpun, meskipun hanya memberikan senyuman (wajah yang ramah)
kepada kepada saudaramu. (HR. Muslim)

97
4. Menjabat tangan.
Dari Salman al-Farisi ra, Rasulullah SAW bersabda, ‘Sesungguhnya seorang muslim, apabila ia
bertemu dengan saudaranya muslim yang lainnya, kemudian ia menjabat tangannya, maka
akan berguguranlah dosa keduanya sebagaimana bergugurannya dedaunan dari sebuah pohon
yang telah kering di hari angin bertiup sangat kencang. Atau kalau tidak, dosa keduanya akan
diampuni, meskipun sebanyak buih di lautan. (HR. Imam Tabrani dan Imam Baihaqi)

5. Bersilaturahim.
Rasulullah SAW bersabda, bahwa Allah berfirman, ‘Cinta-Ku wajib diberikan kepada orang yang
saling mencintai karena-Ku, kepada yang saling duduk karena-Ku, kepada yang saling
mengunjungi (bersilaturahim) karena-Ku, dan yang saling berlomba untuk berkorban karena-
Ku.” (HR. Ahmad bin Hambal)

6. Mengucapkan selamat pada moment tertentu.


Dari Anas bin Malik ra, Rasulullah SAW bersabda, ‘Barang siapa yang bertemu dengan
saudaranya yang muslim dengan sesuatu yang menyenangkannya untuk membahagiakannya,
maka sungguh Allah akan membahagiakannya pada hari kiamat. (HR. Tabrani)

7. Memberikan hadiah.
Saling mencintai dan saling memberi hadiahlah kalian (HR. Baihaqi & Tabrani)

8. Memberikan perhatian penuh pada kebutuhan saudaranya.


Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW bersabda, ‘Barang siapa yang melapangkan kesempitan
dunia seorang mu’min, maka Alla akan melapangkan baginya kesempitan pada hari kiamat.
Dan barang siapa yang mempermudah kesulitan seseorang, maka Allah akan
mempermudahnya dalam kehidupan dunia dan akhirat. Barang siapa yang menutupi sela
seorang muslim, maka Allah akan menutupi celanya di dunia dan di akhirat. Dan Allah
akansenantiasa menolong hamba-Nya, selagi hamba-Nya tersebut menolong saudaranya. (HR.
Muslim)

9. Melaksanakan semua hak-hak ukhuwah.


Terdapat beberapa hal, yang menjadi hak seorang muslim dengan muslim lainnya dalam
berukhuwah yang harus ditunaikan oleh setiap muslim. Hak-hak tersebut akan dibahas dalam
pembahasan berikut.

Hak-Hak Dalam Berukhuwah


Dalam ukhuwah terdapat hak-hak yang mesti dilaksanakan oleh sesama muslim yang saling
bersaudara karena Allah SWT.

Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW bersabda, ‘Hak seorang muslim dengan muslim lainnya ada
eman. Para sahabat bertanya, ‘Apa itu wahai Rasulullah SAW? Beliau menjwab, ‘apabila engkau
bertemu dengannya ucapkanlah salam, apabila ia mengundangmu penuhilah, apabila ia minta
nasehat darimu nasehatilah, apabila ia bersin doakanlah, apabila ia sakit tengoklah, dan apabila ia
meninggal dunia maka ikutilah jenazahnya.” (HR. Muslim)

98
Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW bersabda, ‘Barang siapa yang melapangkan kesempitan dunia
seorang mu’min, maka Alla akan melapangkan baginya kesempitan pada hari kiamat. Dan barang
siapa yang mempermudah kesulitan seseorang, maka Allah akan mempermudahnya dalam
kehidupan dunia dan akhirat. Barang siapa yang menutupi sela seorang muslim, maka Allah akan
menutupi celanya di dunia dan di akhirat. Dan Allah akan senantiasa menolong hamba-Nya, selagi
hamba-Nya tersebut menolong saudaranya. (HR. Muslim)

Buah Lain Dari Ukhuwah


Selain berbagai keistimewaan yang telah digambarkan di atas, ukhuwah memilki nilai positif lain
yang sangat luas, yaitu akan dapat mewujudkan al-wihdah al-islamiyah (baca; persatuan umat).
Karena dengan adanya ukhuwah, setiap muslim tidak akan memandang seseorang dari sukunya,
bahasanya, negaranya, warna kulitnya, warna rambutnya, organisasinya, partainya dan lain
sebagainya. Namun ia akan melihat seseorang dari segi aqidahnya. Siapapun ia, jika ia
mentauhidkan Allah, beragamakan Islam, bermanhajkan Al-Qur’an, berkiblatkan ka’bah,
bersunahkan sunah Rasulullah SAW, maka ia adalah saudaranya. Sehingga ia akan memandang
bahwa di setiap daerah, setiap wilayah atau bahkan di negara manapun yang di sana terdapat
orang-orang yang memperjuangkan kalimatullah, maka itu adalah negrinya. Dan setiap muslim
memiliki kewajiban untuk senantiasa menolong saudaranya di jalan Allah SWT. Atau paling tidak,
harus memiliki kepedulian terhadap kebutuhan dan kesusahan yang dialami saudaranya. Dalam
sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda :

Dari Hudzaifah bin Yaman ra, Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa yang tidak peduli terhadap
urusan kaum muslimin, maka bukanlah ia termasuk golongan mereka (kaum muslimin).” (HR.
Tabrani)

Adapun pada zaman sekarang ini, berangkat dari ketiadaan ukhuwah, maka seolah tiada pula
persatuan dan kesatuan di kalangan umat Islam. Hampir setiap organisasi, kelompok, partai
berpecah belah satu dengan yang lainnya. Ini masih dalam satu negara, maka apatah lagi jika sudah
berbeda negara, berbeda warna kulit dan lain sebagainya. Kondisi seperti ini diperparah lagi dengan
adanya konspirasi kaum barat yang berusaha untuk memecah belah kaum muslimin. Sehingga saat
ini dapat dikatakan tidak ada satu negara muslim pun yang secara politiknya mencoba untuk
merealisasikan ukhuwah dalam politik luar negrinya terhadap negara muslim lainnya. Padahal
ukhuwah merupakan bagian terpenting dari keimanan. Karena tiada kesempurnaan iman tanpa
adanya ukhuwah.

Penutup
Inilah sekelumit bahasan tentang ukhuwah, yang tentunya kita semua harus berusaha untuk
mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam skala individu, sosial, nasional, bahkan
internasional. Karena kita akan lemah tanpa adanya ukhuwah, sebaliknya kita akan dapat kuat dan
besar dengan merealisasikan ukhuwah dalam jiwa kita. Sementara, ukhuwah merupakan buah dan
konsekwensi logis dari keimanan kepada Allah SWT. Dalam artian, bahwa ukhuwah mustahil
direalisasikan tanpa memperdalam dan memperkokoh keimanan.

Jadi, jalan yang harus ditempuh oleh setiap muslim adalah memperkokoh keimanan dan
mempertebal ketakwaan kepada Allah SWT. Karena hal tersebut merupakan ‘pondasi’ dari
ukhuwah, untuk kemudian mencoba mengamalkan kiatkiat Rasulullah SAW dalam mempertebal
rasa ukhuwah dalam diri kita masingmasing. Dan akhirnya, semoga Allah SWT menjadikan kita

99
sebagai orang-orang yang senantiasa dikuatkan keimanannya, dipererat ukhuwahnya dan dijadikan
sebagai hamba-hamba yang berhak mendapatkan sorga dari-Nya. Amin.

100
Referensi

Aqidah Ahlussunnah wal Jama’ah, Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin


Aqidah Seorang Muslim 1, Al-Ummah
Dosa-Dosa yang Dianggap Biasa (terjemah), Syaikh Muhammad bin Shalih al Munajjid.
Kitab Tauhid (terjemah) Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab At Tamimi
Majalah As-Sunnah 09/IV/1421/2000.
Said Hawwa, Allah Jalla Jalaluhu
Sa’id bin Muhammad Daib Hawwa, Mensucikan Jiwa : Konsep Tazkiyatun nafs Terpadu

101

Anda mungkin juga menyukai