Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Kehadiran agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad Saw diyakini dapat menjamin
terwujudnya kehidupan manusia yang sejahtera lahir dan batin. Petunjuk-petunjuk agama
mengenai berbagai kehidupan manusia, sebagaimana terdapat di dalam sumber ajarannya,
Alquran dan Hadis, tampak amat ideal dan agung.
Aqidah adalah pokok-pokok keimanan yang telah ditetapkan oleh Allah, dan kita sebagai
manusia wajib meyakininya sehingga kita layak disebut sebagai orang yang beriman
(mu’min). Namun bukan berarti bahwa keimanan itu ditanamkan dalam diri seseorang secara
dogmatis, sebab proses keimanan harus disertai dalil-dalil aqli. Akan tetapi, karena akal
manusia terbatas maka tidak semua hal yang harus diimani dapat diindra dan dijangkau oleh
akal manusia
Aqidah adalah dasar, dimana sebagai pondasi untuk mendirikan bangunan. Apabila
semakin tinggi bangunan yang akan di dirikan, seharusnya semakin kokoh atau kuat
pondasinya. Kalau pondasinya lemah bangunan itu akan cepat ambruk. Tidak ada bangunan
tanpa pondasi.
Ibadah adalah segala sesuatu yang disukai Allah dan diridloi-Nya, baik berupa perkataan
maupun berupa perbuatan baik terang-terangan maupun tersembunyi (As-Shiddieqy, 2000:
7). Menurut Mas’ud dan Abidin (2000: 17), ibadah berarti penyembahan seorang hamba
terhadap Tuhannya yang dilakukan dengan jalan tunduk dan merendahkan diri serendah-
rendahnya yang dilakukan secara hati ikhlas menurut tata cara yang ditentukan oleh agama.

2. Indentifikasi Masalah

Masalah yang dihadapi oleh masyarakat sekitar yaitu :

1) Peranan motivator yang sangat dominan menyebabkan masyarakat kurang aktif dalam
untuk mengetahui kegunaan dan fungsi dari aqidah dan ibadah serta hubungan akqdah
dengan ibadah.

1
2) Belum diterapkannya motivasi kepada masyarakat sekitar untuk memperbaiki aqidah dan
ibadah, sehingga masih banyak masyarakat sekitar yang keimanannya masih rendah atau
lemah dikarenakan kurangnya motivasi dalam beribadah.
3) Keberhasilan yang dilakukan motivator dipengaruhi oleh kemampuan motivator dan
keaktifan masyarakat itu sendiri dalam mempraktekkan dalam kehidupan sehari-hari.

3. Perumusan Masalah
1) Apa pengertian Aqidah dan Ibadah secara Etimologi dan Terminologi?
2) Apa saja sumber-sumber huku Aqidah dan Ibadah?
3) Bagaimana penerapan motivator dalam beraqidah dan beribadah?
4) Bagaimana hubungan antara aqidah dan beribadah?

2
BAB II

LANDASAN TEORI

A. Aqidah
1. Pengertian Aqidah

Pengertian Aqidah secara Etimologi (Bahasa) menurut KBBI, akidah yang berarti
kepercayaan dasar atau keyakinan pokok. Aqidah berasal dari bahasa Arab yaitu al
‘aqdu yang berarti ikatan, at-tautsiiqu yang berarti kepercayaan atau keyakinan yang
kuat/kokoh, ar-rabthu biquw-wah yang berarti mengikat dengan kuat, dan al-ihkaamu
yang artinya mengokohkan atau menetapkan. Jadi, dari pengertian diatas dapat
diambil kesimpulannya bahwa aqidah menurut bahasa adalah kepercayaan atau
keyakinan yang kuat yang terdapat di dalam hati seseorang.

Adapun pengertian aqidah secara Terminologi (Istilah) menurut beberapa


pendapat yaitu:

a. Menurut Hasan al-Banna, “Aqidah adalah beberapa perkara yang wajib


diyakini keberadaannya oleh hatimu, mendatangkan ketentraman jiwa,
menjadi keyakinan yang tidak bercampur sedikitpun dengan keragu-
raguan.”
b. Menurut Abu Bakar Jabir al-Jazairy, “Aqidah adalah sejumlah
kebenaran yang dapat diterima secara umum oleh manusia berdasarkan
akal, wahyu dan fitrah. (Kebenaran) itu dipatrikan oleh manusia di dalam
hati serta diyakini kesahihan dan kebenarannya secara pasti dan ditolak
segala sesuatu yang bertentangan dengan kebenaran itu.”
c. Imam Ghazali, “Jika dalam diri seseorang telah tumbuh Aqidah pada
hatinya, maka mereka akan menganggap hanya Allah Subhanahu Wata'ala
sajalah yang memiliki kuasa atas segala sesuatu. Sementara segala yang ada
hanyalah mahluk.”
d. Menurut Abdullah Azzam, “Aqidah adalah meyakini dengan sepenuh hati
bahwasanya "beriman" berarti tidak mengingkari adanya enam rukun Iman.

3
Diantaranya adalah Iman kepada; Allah, Malaikat, Kitab, Rasul, Hari
Kiamat serta Qada' dan Qadar”
e. Menurut Ibnu Tarmiyah, “Aqidah adalah sesuatu yang tertanam dalam
hati. Akan merasa tenang orang yang memilikinya, dan di dalam jiwanya
tidak sedikitpun menaruh prasangka ataupun keraguan.”

Jadi, dapat disimpulkan bahwa, aqidah merupakan keyakinan yang terdapat di dalam
hati yang tidak dapat terlihat. Namun kebenarannya sudahlah pasti. Dari pengertian di
atas dapatlah disimpulkan bahwa aqidah itu merupakan satu hal yang sangat fondamental
dalam Islam dan dengan sendirinya dalam kehidupan. Untuk memantapkan uraian ini,
aqidah laksana mesin bagi sebuah mobil yang menggerakkan segala kekuatannya untuk
berjalan. Tanpa mesin, maka mobil itu tak ubahnya seperti benda-benda mati yang lain
yang tidak bisa bergerak dan berjalan. Kemantapan aqidah dapat diperoleh dengan
menanamkan kalimat tauhid La Illaha illa al-Allah (Tiada tuhan selain Allah). Tiada yang
dapat menolong, memberi nikmat kecuali Allah; dan tiada yang dapat mendatangkan
bencana, musibah kecuali Allah. Pendket kata, kebahagiaan dan kesengsaraan hanyalah
dari Allah.

2. Dasar Hukum Aqidah


Aqidah Islam adalah sesuatu yang bersifat tauqifi, artinya suatu ajaran yang hanya
dapat ditetapkan dengan adanya dalil dari Allah dan Rasul-Nya. Maka, sumber ajaran
akidah Islam adalah terbatas pada al-Qur'an dan Sunnah saja. Karena, tidak ada yang
lebih tahu tentang Allah kecuali Allah itu sendiri, kemudian Rasulullah Saw. selaku
pengemban wahyu dari Allah Swt. Baru kemudian pendapat pada ulama yang
otonitatif yang dinyatakan oleh Rasulullah sebagai pewarisnya.
a. Al Quran
Al Qur’an adalah firman Allah SWT, yang diwahyukan kepada Nabi Muhamad
SAW, dengan perantara Malaikat Jibril. Di dalam kitab suci Al Qur’an dijelaskan
tentang akidah Islam yang sesuai dengan kehendak Allah sebagai pencipta dan
pengatur alam semesta. Manusia yang mengikuti petunjuk Al Qur’an berarti telah
memiliki akidah yang benar, sedangkan manusia yang tidak mengikuti petunjuk Al

4
Qur’an berarti telah memiliki akidah yang salah. Dasar keyakinan manusia terhadap
allah dan akidah islam terdapat dalam dua kalimat syahadat yang artinya “Aku
bersaksi bahwa tiada tuhan selain allah dan aku bersaksi bahwa Muhamad utusan
allah”
b. Hadits
Hadits adalah segala ucapan, perbuatan, dan taqrir (sikap diam) Nabi Muhamad
SAW. Islam telah menegaskan bahwa hadits sebagai hukum islam yang kedua setelah
Al Qur’an, baik sebagai sumber hukum akidah maupun dalam persoalan hidup.
Adapun alasan hadits digunakan sebagai sumber hukum akidah islam
sebagai berikut:
a. Segala yang diciptakan Rasulullah SAW berdasarkan petunjuk Allah SWT
Firman Allah dalam QS.al-Haqqah : 44-46

﴾ ٤٤﴿ َ‫ط ْعنَا ِم ْنهُ ْال َوتِين‬ ِ ‫﴿َل َ َخذْنَا ِم ْنهُ بِ ْاليَ ِم‬
َ َ‫ ﴾ ث ُ َّم لَق‬٤٤﴿ ٤٤﴾ ‫ين‬ َ ‫ض ْاَلَقَا ِوي ِل‬
َ ‫َولَ ْو تَقَ َّو َل َعلَ ْينَا َب ْع‬

Artinya :
“Dan sekiranya dia (Muhamad) mengada-adakan sebagian perkataan
atas (nama) Kami, pasti kami pegang dia pada tangan kananya, kemudian
kami potong pembuluh jantungnya.” (QS. Al-Haqqah/69:44-46)
b. Allah menyuruh manusia agar mengikuti kebenaran yang disampaikan
Rasulullah SAW.
Firman Allah dalam QS. Al-Hasyr : 7

Artinya :
“Apa yang diberikan Allah kepada utusan-Nya sebagai pungutan fai’ dari
kaum non muslim (sekitar Madinah), hanya bagi Allah, utusan-Nya, sanak
5
keluarga terdekat, anak-anak yatim, kaum miskin dan pejalan kaki untuk
meuntut ilmu dan beribadat, agar supaya harta yang terkumpul tidak hanya
beredar dikalangan kaum kaya saja di lingkungan kalian.” (QS al-Hasyr:7)
c. Hadits sebagai penjelas beberapa ayat Al Qura’an yang masih bersifat global,
termasuk masalah akidah islam.
Firman Allah dalam QS. An-Nisa:36

Artinya:
“Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya
dengan sesuatu apa pun...” (QS. An-Nisa/4:36)

c. Akidah sebagai Fondasi Syariah

Dalam ajaran Islam, aqidah memiliki kedudukan yang sangat penting. Ibarat suatu
bangunan, aqidah adalah pondasinya, sedangkan ajaran Islam yang lain, seperti
ibadah dan akhlaq, adalah sesuatu yang dibangun di atasnya. Rumah yang dibangun
tanpa pondasi adalah suatu bangunan yang sangat rapuh. Tidak usah ada gempa bumi
atau badai, bahkan untuk sekedar menahan atau menanggung beban atap saja,
bangunan tersebut akan runtuh dan hancur berantakan.

Akidah dalam istilah Islam yang berarti iman. Semua sistem kepercayaan atau
keyakinan bisa dianggap sebagai salah satu akidah. Pondasi akidah Islam didasarkan
pada hadits Jibril, yang memuat definisi Islam, rukun Islam, rukun Iman, ihsan dan
peristiwa hari akhir.

Maka, aqidah yang benar merupakan landasan (asas) bagi tegak agama (din) dan
diterimanya suatu amal. Allah swt berfirman,

َ َ‫فَ َم ْن َكانَ َي ْر ُجوا ِلقَآ َء َر ِِّب ِه فَ ْل َي ْع َم ْل َع َملً َوال‬


.‫صا ِل ًحا يُ ْش ِركُ ِب ِع َبادَ ِة َر ِِّب ِه أَ َحدًا‬

6
Artinya: “Maka barangsiapa mengharapkan perjumpaan dengan Tuhannya (di
akhirat), maka hendaklah ia beramal shalih dan tidak menyekutukan seorang pun
dalam beribadah kepada Tuhannya.” (Q.S. al-Kahfi: 110)

Mengingat pentingnya kedudukan aqidah di atas, maka para Nabi dan Rasul
mendahulukan dakwah dan pengajaran Islam dari aspek aqidah, sebelum aspek yang
lainnya. Rasulullah saw berdakwah dan mengajarkan Islam pertama kali di kota
Makkah dengan menanamkan nilai-nilai aqidah atau keimanan, dalam rentang waktu
yang cukup panjang, yaitu selama kurang lebih tiga belas tahun.

Dalam rentang waktu tersebut, kaum muslimin yang merupakan minoritas di


Makkah mendapatkan ujian keimanan yang sangat berat. Ujian berat itu kemudian
terbukti menjadikan keimanan mereka sangat kuat, sehingga menjadi basis atau
landasan yang kokoh bagi perjalanan perjuangan Islam selanjutnya. Sedangkan
pengajaran dan penegakan hukum-hukum syariat dilakukan di Madinah, dalam
rentang waktu yang lebih singkat, yaitu kurang lebih selama sepuluh tahun. Hal ini
menjadi pelajaran bagi kita mengenai betapa penting dan teramat pokoknya aqidah
atau keimanan dalam ajaran Islam.

Aqidah memiliki beberapa fungsi,antara lain:

a. Sebagai pondasi untuk mendirikan bangunan Islam.


b. Merupakan awal dari akhlak yang mulia. Jika seseorang memiliki aqidah yang
kuat pasti akan melaksanakan ibadah dengan tertib, memiliki akhlak yang
mulia, dan bermu’amalat dengan baik.
c. Semua ibadah yang kita laksanakan jika tanpa ada landasan aqidah maka
ibadah kita tersebut tidak akan diterima.

B. Ibadah
1. Pengertian Ibadah

Ibadah secara etimologi berasal dari kata bahasa Arab yaitu “abida-ya’budu-
‘abdan-‘ibaadatan” yang berarti taat, tunduk, patuh dan merendahkan diri. Kesemua

7
pengertian itu mempunyai makna yang berdekatan. Seseorang yang tunduk, patuh dan
merendahkan diri dihadapan yang disembah disebut “abid” (yang beribadah).

Kemudian pengertian ibadah secara terminologi atau secara istilah adalah sebagai
berikut:

a. Menurut ulama tauhid dan hadis ibadah yaitu:

“Mengesakan dan mengagungkan Allah sepenuhnya serta menghinakan diri dan


menundukkan jiwa kepada-Nya”

Selanjutnya mereka mengatakan bahwa ibadah itu sama dengan tauhid. Ikrimah salah
seorang ahli hadits mengatakan bahwa segala lafadz ibadah dalam Al-Qur’an
diartikan dengan tauhid.

b. Para ahli di bidang akhlak mendefinisikan ibadah sebagai berikut:

“Mengerjakan segala bentuk ketaatan badaniyah dan melaksanakan segala


bentuk syari’at (hukum).”

“Akhlak” dan segala tugas hidup2 (kewajiban-kewajiban) yang diwajibkan atas


pribadi, baik yang berhubungan dengan diri sendiri, keluarga maupun masyarakat,
termasuk kedalam pengertian ibadah, seperti Nabi SAW bersabda yang artinya:

“Memandang ibu bapak karena cinta kita kepadanya adalah ibadah” (HR Al-
Suyuthi).

Nabi SAW juga bersabda: “Ibadah itu sepuluh bagian, Sembilan bagian dari
padanya terletak dalam mencari harta yang halal.” (HR Al-Suyuthi).

c. Menurut ahli fikih ibadah adalah:

“Segala bentuk ketaatan yang dikerjakan untuk mencapai keridhaan Allah SWT
dan mengharapkan pahala-Nya di akhirat.”

Dari semua pengertian yang dikemukakan oleh para ahli diatas dapat ditarik
pengertian umum dari ibadah itu sebagaimana rumusan berikut:

8
“Ibadah adalah semua yang mencakup segala perbuatan yang disukai dan
diridhai oleh Allah SWT, baik berupa perkataan maupun perbuatan, baik terang-
terangan maupun tersembunyi dalam rangka mengagungkan Allah SWT dan
mengharapkan pahala-Nya.”

Pengertian ibadah tersebut termasuk segala bentuk hukum, baik yang dapat
dipahami maknanya (ma’qulat al-ma’na) seperti hukum yang menyangkut
dengan muamalah pada umumnya, maupun yang tidak dapat dipahami
maknanya (ghair ma’qulat al-ma’na), sepertishalat, baik yang berhubungan dengan
anggota badan seperti rukuk dan sujud maupun yang berhubungan dengan lidah seperti
dzikir, dan hati seperti niat. [1]

Abduh menegaskan bahwa ibadah pada hakikatnya adalah sikap tunduk semata-
mata mengangkat dzat yang disembahnya, tidak diketahui dari mana sumbernya dan
kepercayaam terhadap kekuasaan yang ada padanya dan tidak dapat dijangkau
pemahaman dan hakikatnya. Pengertian diatas menunjukkan bahwa ibadah bukan
berarti seseorang yang sangat rindu ingin mengaggungkan dan mematuhi kekasihnya,
sehingga kemauan dirinya menyatu dengan kehendaknya.

Abu A’la Al-Mududi menyatakan bahwa ibadah dari akar’Abd yang artinya
pelayanan dan budak. Jadi hakikat ibadah adalah penghambaan dan perbudakan,
sedangkan secara terminologinya adalah usaha mengikuti hokum-hukum dan aturan-
aturan Allah dalam menjalankan kehidupan, mulai akil balig sampai meninggal dunia.
Indikasi ibadah ialah kesetiaan, kepatuhan, dan penghormatan serta penghargaan
kepada Allah SWT. Serta dilakukan tanpa adanya batasan serta bentuk khas tertentu.

2. Dasar Hukum Ibadah

Dasar hukum atau dalil perintah pelaksanaan ibadah adalah nash al-Quran.
Di dalam al-Qur'an banyak sekali ayat-ayat yang menyatakan perintah kepada hamba
Allah swt untuk melaksanakan ibadah. Ibadah dalam Islam sebenarnya sebagai
perwujudan rasa syukur atas nikmat yang telah dikaruniakan Allah atas hamba-
hamba-Nya. Aapun ayat-ayat yang menyatakan perintah untuk melaksanakan perintah
untuk melaksanakan ibadah tersebut diantaranya sebagai berikut:

9
a. Surat Yasin ayat 60:
“Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu hai Bani Adam supaya
kamu tidak menyembah syaitan? Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang
nyata bagi kamu”. (Q.S. Yasin: 60)
b. Surat adz-Dzariyat ayat 56:
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
mengabdi kepada-Ku”.(Q.S. adz-Dzariyat: 56).

Dari ayat di atas, jelaslah bahwa Allah menciptakan jin dan manusia
semata-mata untuk menyembah-Nya, walaupun sebenarnya Allah tidak berhajat
untuk disembah ataupun dipuja oleh manusia. Allah adalah Maha Sempurna dan
tidak berhajat kepada apapun.
c. Surat an-Nahl ayat 36:
“Dan sungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk
menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah thaghut itu". Maka di
antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di
antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah
kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang
mendustakan (rasul-rasul)”. (Q.S. an-Nahl: 36)
d. Firman Allah dalam surat al-Anbiya ayat 25 :
“Dan Kami tidak mengutus seorang Rasulpun sebelum kamu melainkan
Kami wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan
Aku, Maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku". (Q.S. al-Anbiya: 25)
e. Firman Allah dalam surat al-Anbiya ayat 92 :
“Sesungguhnya (agama Tauhid) ini adalah agama kamu semua; agama
yang satu dan Aku adalah Tuhanmu, maka sembahlah Aku. (Q.S. al-Anbiya: 92)

Dari pengertian dari ayat-ayat diatas telah dikemukakan bahwa tampak


jelas kalau Allah memerintakan kepada hamban-Nya untuk senantiasa untuk
selalu beribadah kepada-Nya. Diutusnya para Rasul untuk menyampaikan syari'at
yang telah ditetapkan oleh Allah kepada umat manusia untuk mengetahui

10
kewajiban-kewajiban apa saja yang harus dilaksanakannya didalam rangka
mensyukuri nikmat yang telah Allah anugerahkan kepadanya.

3. Ibadah Sebagai Implementassi Akidah Rukun Islam


Dalam agama Islam terdapat beberapa aspek yang menjadi fondasi ibadah, yang
dinamakan Rukun Islam. Fondasi-fondasi ibadah tersebut merupakan perwujudan hamba
allah dalam mengimplementasikan penghambaannya kepada Allah. Rukun Islam itu
sendiri terdiri daripada lima perkara, yaitu antara lain:
a. Mengucap dua kalimat syahadat dan menerima bahwa Allah itu tunggal dan
Nabi Muhammad s.a.w itu rasul Allah dengan mengatakan kalimat tiada Tuhan
selain Allah, dan Muahammad itu utusan Allah.
b. Menunaikan sholat lima kali sehari.
c. Mengeluarkan zakat dengan memberikan 2,5% dari uang simpanan kepada
orang miskin atau yang membutuhkan.
d. Berpuasa dan mengendalikan diri pada bulan Ramadhan.
e. Menunaikan Haji bagi mereka yang mampu ke Mekkah, setidaknya sekali
seumur hidup bagi mereka yang mampu.

11
BAB III
PEMBAHASAN

A. Hubungan Akidah dan Ibadah


1. Pengalaman Ibadah Bagi yang Akidahnya Kuat
Aqidah merupakan suatu keyakinan hidup yang dimiliki oleh manusia. Keyakinan
hidup ini diperlukan manusia sebagai pedoman hidup untuk mengarahkan tujuan
hidupnya sebagai mahluk alam. Pedoman hidup ini dijadikan pula sebagai pondasi dari
seluruh bangunan aktifitas manusia.
Pondasi aktifitas manusia itu tidak selamanya bisa tetap tegak berdiri, maka
dibutuhkan adanya sarana untuk memelihara pondasi yaitu ibadah. Ibadah merupakan
bentuk pengabdian dari seorang hamba kepada allah. Ibadah dilakukan dalam rangka
mendekatkan diri kepada allah untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan terhadap
allah.
Apabila aqidah telah dimiliki dan ibadah telah dijalankan oleh manusia, maka
kedua hal tersebut harus dijalankan dengan sebaik-baiknya, oleh karena itu diperlukan
adanya suatu peraturan yang mengatur itu semua.Aturan itu disebut Muamalah.
Muamalah adalah segala aturan islam yang mengatur hubungan antar sesama manusia.
Muamalah dikatakan berjalan baik apabila telah memiliki dampak sosial yang baik.
Untuk dapat mewujudkan aqidah yang kuat yaitu dengan cara ibadah yang benar
dan juga muamalah yang baik, maka diperlukan suatu ilmu yang menjelaskan baik dan
buruk, menjelaskan yang seharusnya dilakukan manusia kepada yang lainya, yang
disebut dengan akhlak. Dengan akhlak yang baik seseorang akan bisa memperkuat
aqidah dan bisa menjalankan ibadah dengan baik dan benar. Ibadah yang dijalankan
dinilai baik apabila telah sesuai dengan muamalah. Muamalah bisa dijalankan dengan
baik apabila seseorang telah memiliki akhlak yang baik.
Contohnya : Jika berjanji harus ditepati yaitu apabila seorang berjanji maka harus
ditepati. Jika orang menepati janji maka seseorang telah menjalankan aqidahnya dengan
baik. Dengan menepati janji seseorang juga telah melakukan ibadah. Pada dasarnya
setiap perbuatan yang dilakukan manusia harus didasari denga aqidah yang baik, karena
setiap hal yang dilakukan pasti ada aturanya.

12
Aqidah seseorang akan benar dan lurus jika kepercayaan dan keyakinanya
terhadap alam juga lurus dan benar. Karena barang siapa mengetahui sang pencipta
dengan benar, niscahya ia akan dengan mudah berperilaku baik sebagaimana perintah
allah. Sehingga ia tidak mungkin menjauh bahkan meninggalkan perilaku-perilaku yang
telah ditetapkanya.
Jujur merupakan salah satu sifat manusia yang berhubungan dengan aqidah. Jujur
dapat terwujud apabila seseorang telah memegang konsep-konsep yang berhubungan
dengan aqidah. Dengan dijalankanya konsep-konsep aqidah tersebut maka seseorang
akan memiliki akhlak yang baik. Sehingga orang akan takut dalam melakukan
perbuatan dosa.
Pelaksanakan dan mengamalkan ketentuan hukum Islam dengan benar dalam
melaksanakan ibadah kepada Allah dan ibadah sosial. Pengalaman tersebut diharapkan
menumbuhkan ketaatan menjalankan hukum Islam, disiplin dan tanggung jawab sosial
yang tinggi dalam kehidupan pribadi maupun social.

2. Pengalaman Ibadah Bagi yang Akidahnya Lemah


Aqidah merupakan suatu istilah untuk menyatakan “kepercayaan” atau Keimanan
yang teguh serta kuat dari seorang mukmin yang telah mengikatkan diri kepada Sang
Pencipta. Makna dari keimanan kepada Allah adalah sesuatu yang berintikan tauhid,
yaitu berupa suatu kepercayaan, pernyataan, sikap mengesankan Allah, dan
mengesampingkan penyembahan selain kepada Allah.
Dalam ibadah, sangat penting untuk diketahui apakah ada suruhan atau contoh
tatacara, atau aturan yang pernah diajarkan oleh Rasulullah SAW. Apabila hal itu tidak
ada, maka tindakan yang kita lakukan dalam ibadah itu akan jatuh kepada bid’ah, dan
setiap perbuatan bid’ah adalah dhalalah (sesat).
Contohnya : Manusia dilarang “menciptakan” agama, termasuk system ibadah dan tata
caranya, karena masalah agama dan ibadah adalah hak mutlak Allah dan para Rasul-
Nya yang ditugasi menyampaikan agama itu kepada masyarakat. Maka menciptakan
agama dan ibadah adalah bid’ah. Sedang setiap bid’ah adalah sesat.
Dalam menjalankan keseharian, penting bagi kita untuk mengingat dua prinsip di
atas. Ibadah tidak dapat dilakukan dengan sekehendak hati kita karena semua ketentuan

13
dan aturan telah ditetapkan dalam Al-Qur’an dan Sunnah, serta contoh dan tatacaranya
telah diajarkan oleh Rasulullah SAW semasa hidupnya. Melakukan sesuatu dalam
ibadah, yang tidak ada disebutkan dalam Al-Qur’an dan Sunnah berarti melakukan
sesuatu yang tidak diperintahkan oleh Allah SWT, dan ini sungguh merupakan
perbuatan yang sesat.
Namun dalam beberapa hal, tentu ada hal yang harus diperhatikan sesuai dengan
perkembangan zaman. Di sini lah implikasi dari mu’amaah itu sendiri. Selama tidak ada
larangan secara tegas di dalam Al-Qur’an dan Sunnah, hal yang dipertimbangkan itu
boleh dilakukan. Hal ini telah diterangkan oleh Rasul dalam sabdanya yang sudah
ditulis di atas. Sebagai contoh adalah dalam kehidupan sehari-hari, pada zaman
hidupnya Rasulullah, masyarakat yang mengadakan perjalanan dari satu tempat ke
tempat lain menggunakan binatang Unta sebagai kendaraan. Akan tetapi hal itu tidak
mungkin sama dalam kehidupan zaman modern ini. Dan karenanya, menggunakan
kendaraan bermotor diperbolehkan karena tidak ada larangan dari Allah dan Rasul-Nya
(tidak tertera larangan yang tegas dalam Al-Qur’an dan Sunnah).

B. Akidah sebagai Motivator Pengalaman Ibadah


Alangkah beruntungnya, ketika tugas kita adalah beribadah di saat itu juga kita selalu
termotivasi untuk beribadah. Namun alangkah ruginya jika, tugas kita adalah beribadah
namun kita kekurangan motivasi beribadah.
Namun dalam perjalanan ibadah manusia sering kali kehilangan motivasi ibadahnya
terutama seusai Ramadhan. Hal ini ditandai dengan timbulnya rasa malas dalam beribadah.
Jika rasa malas ini dituruti, maka semakin pudarlah cahaya iman yang ada dalam qalbunya
dan semakin jauh dari Allah. Fenomena inilah yang terjadi pada umat Islam khususnya di
Indonesia dimana mereka semakin jauh dari Allah, semakin tipis tingkat ketaqwaan,
semakin terjerumus ke dalam lembah hedonisme dan materialisme, pola hidup syahwati
merebak sampai ke sudut-sudut desa. Oleh karena itulah pentingnya kita menjaga motivasi
ibadah kita agar tetap berada dalam naungan Allah SWT. Secara sederhana, motivasi adalah:
“sesuatu yang dapat menggerakkan seseorang untuk melakukan sesuatu.”
Dengan adanya motivasi yang dilakukan dapat memberikan dampak positif dan supaya
senantiasa meningkatkan ibadah serta memperbaiki akidah dari yang sebelumnya menjadi

14
baik, adanya motivasi untuk mengerjakan kebaikan didalam kehidupan sehari-hari hanya
untuk mencari ridha Allah Swt serta dapat memperkuat keimanan seseorang. Adapun
motivator dalam pengalaman ibadah dapat diambil dalam kehidupan sehari-hari seperti
dalam pelaksanaan Motivator Islam memiliki banyak hal yang bisa dijadikan motivasi
ibadah diantaranya yaitu:

1. Meyakini akan banyaknya pahala di balik suatu amal.

Dengan meyakini banyaknya pahala dibalik suatu amal, kita akan lebih rajin dalam
beribadah. Seorang karyawan suatu kantor rela pergi setiap pagi dan pulang malam hari
meninggalkan keluarga, kesenangan, rela melaksanakan apapun perintah atasan meskipun
sering kali dia tidak nyaman dalam mengerjakannya, karena dia yakin bahwa di balik
pekerjaannya itu ada reward yang sesuai.

Begitu pula dengan ibadah, jika kita banyak mengetahui fadhoil a'mal (keutamaan-
keutamaan amal) tentu kita akan lebih termotivasi dalam melaksanakan ibadah. Dan balasan
dari Allah tentulah jauh lebih besar. Karena Allah Maha Kaya. Ramadhan adalah bulan
penuh pelipatgandaan dan bonus pahala. Dan besarnya pahala bagi yang beribadah pada
bulan ini menjadi salah satu motivasi terbesar umat Islam dalam menjalankan ibadah. Namun
usainya penawaran pelipatgandaan dan bonus jangan sampai membuat semangat ibadah kita
ikut usai. Karena sesungguhnya masih banyak motivator ibadah lainnya.

2. Sadar akan banyaknya kebutuhan/kebergantungan kepada Allah

Kebutuhan manusia kepada Allah sangatlah banyak bahkan terlalu banyak untuk
dihitung. Dan diantara sekian banyak kebutuhan itu tentu ada kebutuhan yang diprioritaskan.
Alangkah ironisnya jika memiliki banyak kebutuhan sementara kita menjauhkan diri dari
Allah yang Maha memenuhi kebutuhan. Maka hendaknya kita mendekatkan diri kepada
Allah.

15
3. Sadar Akan Banyaknya Dosa (Taubat)

Menyadari banyaknya dosa dapat dijadikan motivator untuk beribadah. Ketika kita
sedang malas beribadah, ingatlah dosa-dosa kita dan renungkanlah betapa durhakanya kita
kepada Allah yang selalu memberikan nikmat kepada kita namun selalu kita balas dengan
kedurhakaan. Yang kita harapkan dari ibadah kita adalah Allah rela mengampuni dosa-dosa
kita.

4. Menyadari Banyaknya Nikmat Allah Kepada Kita (Syukur)

Sekali-sekali penting juga kita melihat kepada orang yang lebih rendah dari pada kita
dalam aspek apapun. Ini merupakan salah satu trik agar kita sadar bahwa kita mendapatkan
lebih banyak nikmat Allah dari pada orang lain, dan banyaknya nikmat itulah yang kita
syukuri. Ibadah yang kita lakukan sebagai perwujudan rasa syukur kepada Allah.
Sebagaimana Rasulullah saw. ketika ditanya tentang mengapa beliau begitu rajin Qiyamul
Layl (menghidupkan malam dengan ibadah) padahal beliau sudah diampuni dosa-dosanya
beliau menjawab "apakah aku tidak ingin menjadi hamba yang bersyukur?"

Misalkan kita hanya memiliki kios kecil untuk berdagang, harus kita syukuri karena
banyak orang yang tidak memiliki kios untuk berdagang. Yang tidak memiliki kios pun harus
bersyukur karena masih banyak orang yang tidak bisa berdagang karena sakit. Yang sakit
pun harus bersyukur karena masih diberi kesempatan oleh Allah untuk bertobat dan
memperbanyak amal.

Orang yang memiliki penghasilan yang pas-pasan harus bersyukur karena kurang lebih
sebanyak 40 juta rakyat Indonesia yang menganggur. Yang menganggur pun perlu bersyukur
karena tidak ada ikatan dengan pihak lainnya, sehingga dapat memaksimalkan kemampuan
dan waktunya untuk mengembangkan bisnis.
Intinya adalah apapun kondisinya kita harus tetap bersyukur kepada Allah swt dan tidak
ada alasan untuk tidak bersyukur. Syukur selain dapat mendatangkan nikmat yang belum ada
dapat pula meningkatkan nikmat yang sudah ada.

16
BAB IV

KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Pada hakikatnya aqidah tetap bersumber pada Al-Qur’an dan Sunnah. Allah
menganugerahkan kebijakan dan kecerdasan berfikir kepada manusia untuk mengenalkan
adanya Allah SWT dengan memperhatikan alam sebagai bukti hasil perbuatan kekuasaan-
Na.

Dalam keseluruhan bangunan Islam, aqidah dapat diibaratkan sebagai pondasi. Dimana
seluruh ajaran Islam berada di atasnya. Aqidah merupakan beberapa prinsip keyakinan.
Dengan keyakinan itulah seseorang termotivasi untuk menunaikan kewajiban-kewajiban
agamanya. Karena sifatnya keyakinan maka materi aqidah sepenuhnya adalah informasi yang
disampaikan oleh Allah SWT melalui wahyu kepada Nabi-Nya, Muhammad Saw.

Ibadah adalah semua yang mencakup segala perbuatan yang disukai dan diridhai oleh
Allah SWT, baik berupa perkataan maupun perbuatan, baik terang-terangan maupun
tersembunyi dalam rangka mengagungkan Allah SWT dan mengharapkan pahala-Nya Fungsi
ibadah adalah mewujudkan hubungan antara hamba dengan Tuhannya, mendidik mental, dan
menjadikan diri disiplin.Hikmah ibadah adalah menjadikan manusia yang disiplin dan
bertanggungjawab.Keutamaan ibadah adalah untuk mensucikan jiwa dan meningkatkan
derajat manusia dihadapan tuhannya.
Aqidah merupakan suatu keyakinan hidup yang dimiliki oleh manusia. Keyakinan hidup
ini diperlukan manusia sebagai pedoman hidup untuk mengarahkan tujuan hidupnya sebagai
mahluk alam. aqidahlah Pondasi aktifitas manusia itu tidak selamanya bisa tetap tegak
berdiri, maka dibutuhkan adanya sarana untuk memelihara pondasi yaitu ibadah. Ibadah
merupakan bentuk pengabdian dari seorang hamba kepada allah. Ibadah dilakukan dalam
rangka mendekatkan diri kepada allah untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan
terhadap allah.Ibadah adalah taat kepada Allah dengan melaksanakan perintah-Nya melalui
lisan para Rasul-Nya, merendahkan diri kepada Allah Azza wa Jalla, yaitu tingkatan tunduk
yang paling tinggi disertai dengan rasa mahabbah (kecintaan) yang paling tinggi. dan yang
mencakup seluruh apa yang dicintai dan diridhai Allah Azza wa Jalla, baik berupa ucapan

17
atau perbuatan, yang zhahir maupun yang bathin. Yang ketiga ini adalah definisi yang paling
lengkap.

B. Saran

Aqidah merupakan hal yang sangat penting namun sering kali diabaikan. Persoalannya
adalah bagaimana kita ber-aqidah yang sesuai dengan Al-Quran dan Hadist. Karena dewasa
ini telah banyak bertebaran aqidah yang mengatasnamakan islam namun melenceng dari
tuntunan yang berlaku.
Marilah kita sebagai kaum muslim berintelektual membangun peradaban islam yang
baldatun, toyibatun, warabbun ghofur. Semoga apa yang telah saya sajikan tadi dapat diambil
intisarinya yang kemudian diamalkan juga semoga berguna bagi kehidupan kita di masa yang
akan datang.
Sebagai manusia hendaknya kita tidak melupakan hakikat dari penciptaan kita, yaitu
untuk beribadah kepada Allah swt sesuai dengan Al Qur’an dan Hadits baik dalam ibadah
mahdah (khusus) maupun dalam ibadah ghoiru mahdah (umum) dengan niat semata-mata
ikhlas untuk mencapai ridha Allah.

18
DAFTAR PUSTAKA

Dr. Ahmad Daud. 1997. Kuliah Aqidah Islam. Jakarta: Bulan Bintang.
Drs. Atang ABD. Hakim, MA dan Dr. Jain Mubarok. 2000. Metodologi Studi Islam.
Bandung: PT Remaja Pesdakarya.
Drs. H. Yunahar Ilyas. Kuliah Aqidah Islam. (Yogyakarta: 1992). hal. 6
Hamka. 1982. Iman dan Amal Shaleh. Jakarta: Pustaka Panjimas
Kaelany. 2009. Islam Agama Universal. Jakarta: Midada Rahma Press.
Muhaimin, Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir. 2015. Studi islam dalam ragam dimensi
dan pendekatan. Jakarta: Prenadamedia group.
Salih bin fauzan bin Abdullah Al Fauzan. 2000. Kitab Tauhid I . Jakarta: Yayasan Al-
Sofwa.
Yazid bin Abdul Qadir Jawas. 2004. Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah. Bogor:
Pustaka At-Taqwa.
Zuhairi. Dkk. 2008. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.

19

Anda mungkin juga menyukai