DOSEN PENGAMPU
Dr.H. Alfan Syafi’I, Lc. M.Pd.I
DISUSUN OLEH:
Achmad Nurjanah
Aditya Rahman
Muhammad Ilyas Albifachri
Kami ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dan
mendukung kami dalam hal penyusunan makalah ini. Kami mohon maaf atas
segala kesalahan dan kekhilafan kami.
Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas dari mata kuliah
Islam dan Ilmu Pengetahuan (Manhaj) yang diampu oleh Dr.H. Alfan Syafi’I,
Lc. M.Pd.I. dan makalah ini akan berisi pemaparan materi dengan judul
‘’Madlulusy Syahadatain, Syuruth Qobulusy Syahadatain, Dan Nawaqidhusy
Syahadatain’’
Penyusun
DAFTAR ISI
JUDUL……………………………………………………………………………………….
KATA PENGANTAR……………………………………………………………………….
DAFTAR ISI …………………………………………………………………………………
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………………….
A.Latar Belakang Masalah ………………………………………………………..............
B.Rumusan Masalah ………………………………………………………………..
CTujuan Pembahasan ………………………………………………………………..
BAB II PEMBAHASAN
A. Madlulusy Syahadatain (I’lan,Qosam, Dan ‘Ahd)
B. Syuruth Qobulisy Syahadatain (ilmu,yakin,ikhlas,jujur,cinta,menerima,dan tunduk)
C. Nawaqidhusy Syahadatain (syirik, membangkang dan kemunafikan)
A.Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
B.Rumusan Masalah
C.Tujuan Pembahasan
1. Mengetahui pemahaman masyarakat tentang syahadat
2. Mengetahui pemahaman masyarakat tentang hal-hal yang dapat merusaak
akidah
BAB II
PEMBAHASAN
A. Madlulusy Syahadatain (I’lan,Qosam, Dan ‘Ahd)
َش ِهَد ُهَّللا َأَّنُه َال ِإَلَه ِإَّال ُهَو َو اْلَم َالِئَك ُة َو ُأوُلو اْلِع ْلِم َقاِئًم ا ِباْلِقْس ِط َال ِإَلَه ِإَّال ُهَو اْلَع ِز يُز اْلَح ِكيُم
“Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan (yang berhak
disembah) melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan. Para malaikat
dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu).
Tak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
Dengan makna seperti ini, maka seseorang yang mengucapkan syahadat,
berarti ia telah menyatakan bahwa tiada tuhan yang berhak diibadahi
selain Allah dan bahwasanya Muhammad adalah utusan Allah.
َو اَّلِذ يَن َيْر ُم وَن َأْز َو اَج ُهْم َو َلْم َيُك ْن َلُهْم ُش َهَداُء ِإَّال َأْنُفُسُهْم َفَش َهاَد ُة َأَحِدِهْم َأْر َبُع َش َهاَداٍت ِباِهَّلل ِإَّنُه َلِم َن
الَّصاِدِقيَن
“Dan orang-orang yang menuduh isterinya (berzina), padahal mereka
tidak ada mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri, maka
persaksian orang itu ialah empat kali bersumpah dengan nama Allah,
sesungguhnya dia adalah termasuk orang-orang yang benar.”
Dengan makna seperti ini, maka seseorang yang mengucapkan syahadat,
berarti ia telah bersumpah, bahwa tiada tuhan yang berhak diibadahi
selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah.
َو ِإْذ َأَخ َذ َر ُّبَك ِم ْن َبِني آَد َم ِم ْن ُظُهوِر ِهْم ُذ ِّر َّيَتُهْم َو َأْش َهَد ُهْم َع َلى َأْنُفِس ِهْم َأَلْس ُت ِبَر ِّبُك ْم َقاُلوا َبَلى َش ِهْد َنا
َأْن َتُقوُلوا َيْو َم اْلِقَياَم ِة ِإَّنا ُكَّنا َع ْن َهَذ ا َغاِفِليَن
“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak
Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa
mereka (seraya berfirman): ‘Bukankah Aku ini Tuhanmu?’ Mereka
menjawab: ‘Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi’. (Kami
lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan:
‘Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah
terhadap ini (keesaan Tuhan)’”
َلْيَس اِإْل ْيَم اُن ِبالَّتَح ِّلي َو اَل بِالَّتَم ِّني َو َلِكْن َم ا َو َقَر ِفي اْلَقْلِب َو َص َّدَقْتُه اَأْلْع َم اُل
Oleh
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas حفظه هللا
Ahlus Sunnah wal Jama’ah meyakini adanya perkara-perkara yang dapat
membatalkan keislaman seseorang. Berikut ini akan kami sebutkan
sebagiannya:
ِإَّن َهَّللا اَل َيْغ ِفُر َأن ُيْش َر َك ِبِه َو َيْغ ِفُر َم ا ُد وَن َٰذ ِلَك ِلَم ن َيَش اُء
ْأ
ِإَّنُه َم ن ُيْش ِر ْك ِباِهَّلل َفَقْد َح َّر َم ُهَّللا َع َلْيِه اْلَج َّنَة َو َم َو اُه الَّناُرۖ َو َم ا ِللَّظاِلِم يَن ِم ْن َأنَص اٍر
Juga firman-Nya:
َو َم ن َيْبَتِغ َغْيَر اِإْل ْس اَل ِم ِد يًنا َفَلن ُيْقَبَل ِم ْنُه َو ُهَو ِفي اآْل ِخَر ِة ِم َن اْلَخاِس ِر يَن
ِإَّن اَّلِذ يَن َكَفُروا ِم ْن َأْهِل اْلِكَتاِب َو اْلُم ْش ِر ِكيَن ِفي َناِر َج َهَّنَم َخ اِلِد يَن ِفيَهاۚ ُأوَٰل ِئَك ُهْم َش ُّر اْلَبِر َّيِة
َو َم ن َّلْم َيْح ُك م ِبَم ا َأنَز َل ُهَّللا َفُأوَٰل ِئَك ُهُم اْلَك اِفُروَن
َو َم ن َّلْم َيْح ُك م ِبَم ا َأنَز َل ُهَّللا َفُأوَٰل ِئَك ُهُم الَّظاِلُم وَن
َو َم ن َّلْم َيْح ُك م ِبَم ا َأنَز َل ُهَّللا َفُأوَٰل ِئَك ُهُم اْلَفاِس ُقوَن
َو اَّلِذ يَن َكَفُروا َفَتْعًسا َّلُهْم َو َأَض َّل َأْع َم اَلُهْم َٰذ ِلَك ِبَأَّنُهْم َك ِر ُهوا َم ا َأنَز َل ُهَّللا َفَأْح َبَط َأْع َم اَلُهْم
“Dan orang-orang yang kafir, maka kecelakaanlah bagi mereka dan Allah
menghapus amal-amal mereka. Yang demikian itu adalah karena
sesungguhnya mereka benci kepada apa yang di-turunkan Allah (Al-Qur-
an), lalu Allah menghapuskan (pahala-pahala) amal-amal mereka.”
[Muhammad: 8-9]
Juga firman-Nya:
ِإَّن اَّلِذ يَن اْر َتُّد وا َع َلٰى َأْد َباِر ِهم ِّم ن َبْع ِد َم ا َتَبَّيَن َلُهُم اْلُهَدىۙ الَّش ْيَطاُن َس َّو َل َلُهْم َو َأْم َلٰى َلُهْم َٰذ ِلَك ِبَأَّنُهْم
َقاُلوا ِلَّلِذ يَن َك ِر ُهوا َم ا َنَّز َل ُهَّللا َس ُنِط يُع ُك ْم ِفي َبْع ِض اَأْلْم ِر ۖ َو ُهَّللا َيْع َلُم ِإْس َر اَر ُهْم َفَكْيَف ِإَذ ا َتَو َّفْتُهُم
اْلَم اَل ِئَك ُة َيْض ِرُبوَن ُو ُجوَهُهْم َو َأْد َباَر ُهْم َٰذ ِلَك ِبَأَّنُهُم اَّتَبُعوا َم ا َأْسَخ َط َهَّللا َو َك ِرُهوا ِرْض َو اَنُه َفَأْح َبَط
َأْع َم اَلُهْم
6. Menghina Islam
Yaitu orang yang mengolok-olok (menghina) Allah dan Rasul-Nya, Al-
Qur-an, agama Islam, Malaikat atau para ulama karena ilmu yang mereka
miliki. Atau menghina salah satu syi’ar dari syi’ar-syi’ar Islam, seperti
shalat, zakat, puasa, haji, thawaf di Ka’bah, wukuf di ‘Arafah atau
menghina masjid, adzan, memelihara jenggot atau Sunnah-Sunnah Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam lainnya, dan syi’ar-syi’ar agama Allah pada
tempat-tempat yang disucikan dalam keyakinan Islam serta terdapat
keberkahan padanya, maka dia telah kafir.
َو ِإَذ ا َر َأْيَت اَّلِذ يَن َيُخ وُضوَن ِفي آَياِتَنا َفَأْع ِر ْض َع ْنُهْم َح َّتٰى َيُخ وُضوا ِفي َحِد يٍث َغْيِر ِهۚ َو ِإَّم ا ُينِس َيَّنَك
الَّش ْيَطاُن َفاَل َتْقُع ْد َبْع َد الِّذْك َر ٰى َم َع اْلَقْو ِم الَّظاِلِم يَن
7. Melakukan Sihir
Yaitu melakukan praktek-praktek sihir, termasuk di dalamnya ash-sharfu
dan al-‘athfu.
Ash-sharfu adalah perbuatan sihir yang dimaksudkan dengannya untuk
merubah keadaan seseorang dari apa yang dicintainya, seperti
memalingkan kecintaan seorang suami terhadap isterinya menjadi
kebencian terhadapnya.
َو َم ا ُيَع ِّلَم اِن ِم ْن َأَحٍد َح َّتٰى َيُقواَل ِإَّنَم ا َنْح ُن ِفْتَنٌة َفاَل َتْكُفْر
َيا َأُّيَها اَّلِذ يَن آَم ُنوا اَل َتَّتِخ ُذ وا اْلَيُهوَد َو الَّنَص اَر ٰى َأْو ِلَياَء ۘ َبْعُضُهْم َأْو ِلَياُء َبْع ٍضۚ َو َم ن َيَتَو َّلُهم ِّم نُك ْم َفِإَّنُه
ِم ْنُهْم ۗ ِإَّن َهَّللا اَل َيْهِد ي اْلَقْو َم الَّظاِلِم يَن
َيا َأُّيَها اَّلِذ يَن آَم ُنوا اَل َتَّتِخ ُذ وا اَّلِذ يَن اَّتَخ ُذ وا ِد يَنُك ْم ُهُز ًو ا َو َلِع ًبا ِّم َن اَّلِذ يَن ُأوُتوا اْلِكَتاَب ِم ن َقْبِلُك ْم
َو اْلُك َّفاَر َأْو ِلَياَء ۚ َو اَّتُقوا َهَّللا ِإن ُك نُتم ُّم ْؤ ِمِنيَن
Karena seorang Nabi diutus secara khusus kepada kaumnya, maka tidak
wajib bagi seluruh menusia untuk mengikutinya. Adapun Nabi kita,
Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus kepada seluruh manusia
secara kaffah (menyeluruh), maka tidak halal bagi manusia untuk
menyelisihi dan keluar dari syari’at beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
ُقْل َيا َأُّيَها الَّناُس ِإِّني َر ُسوُل ِهَّللا ِإَلْيُك ْم َجِم يًعا
َو َم ا َأْر َس ْلَناَك ِإاَّل َك اَّفًة ِّللَّناِس َبِش يًرا َو َنِذ يًرا َو َٰل ِكَّن َأْكَثَر الَّناِس اَل َيْع َلُم وَن
Juga firman-Nya:
َأَفَغْيَر ِد يِن ِهَّللا َيْبُغ وَن َو َلُه َأْس َلَم َم ن ِفي الَّس َم اَو اِت َو اَأْلْر ِض َطْو ًعا َو َكْر ًها َو ِإَلْيِه ُيْر َج ُعوَن
“Maka apakah mereka mencari agama yang lain dari agama Allah,
padahal kepada-Nya-lah berserah diri segala apa yang di langit dan di
bumi, baik dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada Allah-lah
mereka dikembalikan.” [Ali ‘Imran: 83]
Dan dalam hadits disebutkan:
10. Berpaling dari agama Allah Ta’ala, ia tidak mempelajarinya dan tidak
beramal dengannya.
Yang dimaksud dari berpaling yang termasuk pembatal dari pembatal-
pembatal keislaman adalah berpaling dari mempelajari pokok agama
yang seseorang dapat dikatakan Muslim dengannya, meskipun ia jahil
(bodoh) terhadap perkara-perkara agama yang sifatnya terperinci. Karena
ilmu terhadap agama secara terperinci terkadang tidak ada yang sanggup
melaksanakannya kecuali para ulama dan para penuntut ilmu.
Firman Allah Ta’ala:
َو َم ْن َأْظَلُم ِمَّم ن ُذ ِّك َر ِبآَياِت َر ِّبِه ُثَّم َأْع َر َض َع ْنَهاۚ ِإَّنا ِم َن اْلُم ْج ِر ِم يَن ُم نَتِقُم وَن
“Dan siapakah yang lebih zhalim daripada orang yang telah diperingatkan
dengan ayat-ayat Rabb-nya, kemudian ia berpaling daripadanya.
Sesungguhnya Kami akan memberikan pembalasan kepada orang-orang
yang berdosa.” [As-Sajdah: 22]
َو َم ْن َأْع َر َض َعن ِذ ْك ِر ي َفِإَّن َلُه َم ِع يَش ًة َض نًك ا َو َنْح ُش ُر ُه َيْو َم اْلِقَياَم ِة َأْع َم ٰى
Allah berfirman:
“Sebagai karunia dan nikmat dari Allah. Dan Allah Maha Mengetahui
lagi Maha Bijaksana.” [Al-Hujuraat: 8]
“Dan siapakah yang lebih zhalim daripada orang yang telah diperingatkan
dengan ayat-ayat Rabb-nya, kemudian ia berpaling daripadanya. Sesungguhnya
Kami akan memberikan pembalasan kepada orang-orang yang berdosa.” [As-
Sajdah: 22]
Yang mulia ‘Allamah asy-Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah Alusy Syaikh
ketika memulai Syarah Nawaaqidhil Islaam, beliau berkata: “Setiap Muslim
harus mengetahui bahwa membicarakan pembatal-pembatal keislaman dan hal-
hal yang menyebabkan kufur dan kesesatan termasuk dari perkara-perkara yang
besar dan penting yang harus dijalani sesuai dengan Al-Qur-an dan As-Sunnah.
Tidak boleh berbicara tentang takfir dengan mengikuti hawa nafsu dan syahwat,
karena bahayanya yang sangat besar. Sesungguhnya seorang Muslim tidak
boleh dikafirkan dan dihukumi sebagai kafir kecuali sesudah ditegakkan dalil
syar’i dari Al-Qur-an dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
sebab jika tidak demikian orang akan mudah mengkafirkan manusia, fulan dan
fulan, dan menghukuminya dengan kafir atau fasiq dengan mengikuti hawa
nafsu dan apa yang diinginkan oleh hatinya. Sesungguhnya yang demikian
termasuk perkara yang diharamkan.
Allah berfirman:
“Sebagai karunia dan nikmat dari Allah. Dan Allah Maha Mengetahui lagi
Maha Bijaksana.” [Al-Hujuraat: 8]
Maka, wajib bagi setiap Muslim untuk berhati-hati, tidak boleh melafazhkan
ucapan atau menuduh seseorang dengan kafir atau fasiq kecuali apa yang telah
ada dalilnya dari Al-Qur-an dan As-Sunnah. Sesungguhnya perkara takfir
(menghukumi seseorang sebagai kafir) dan tafsiq (menghukumi seseorang
sebagai fasiq) telah banyak membuat orang tergelincir dan mengikuti
pemahaman yang sesat. Sesungguhnya ada sebagian hamba Allah yang dengan
mudahnya mengkafirkan kaum Muslimin hanya dengan suatu perbuatan dosa
yang mereka lakukan atau kesalahan yang mereka terjatuh padanya, maka
pemahaman takfir ini telah membuat mereka sesat dan keluar dari jalan yang
lurus.” [8]
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Daftar Pustaka
[1]. Pembahasan ini dinukil dari Silsilah Syarhil Rasaa-il lil Imaam al-Mujaddid Syaikh Muhammad
bin ‘Abdul Wahhab v (hal. 209-238) oleh Dr. Shalih bin Fauzan bin ‘Abdillah al-Fauzan, cet. I, th.
1424 H; Majmuu’ Fataawaa wa Maqaalaat Mutanawwi’ah lisy Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin
‘Abdirrahman bin Baaz v (I/130-132) dikumpulkan oleh Dr. Muhammad bin Sa’d asy-Syuwai’ir, cet.
I/ Darul Qasim, th. 1420 H; al-Qaulul Mufiid fii Adillatit Tauhiid (hal. 45-53) oleh Syaikh
Muhammad bin ‘Abdul Wahhab bin ‘Ali al-Yamani al-Washabi al-‘Abdali, cet. VII/ Maktabah al-
Irsyad Shan’a, th. 1422 H; dan at-Tanbiihatul Mukhtasharah Syarhil Waajibaat al-Mutahattimaat al-
Ma’rifah ‘alaa Kulli Muslim wa Muslimah (hal. 63-82) oleh Ibrahim bin asy-Syaikh Shalih bin
Ahmad al-Khurasyi, cet. I/ Daar ash-Shuma’i, th. 1417 H.
[2]. Lihat juga QS. Saba’: 22-23 dan az-Zumar: 3.
[3]. Lihat juga QS. Al-Baqarah: 217, al-Maa-idah: 54, Muhammad: 25-30,
[4]. Lihat QS. Al-Maa-idah: 17, al-Maa-dah: 54, al-Maa-idah: 72-73, an-Nisaa’: 140, al-Baqarah: 217,
Muhammad: 25-30,
[5]. Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 3883) dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam
Shahiihul Jaami’ (no. 1632) dan Silsilah ash-Shohiihah (no. 331). Hadits ini juga diriwayatkan oleh
al-Hakim (IV/217), Ibnu Majah (no. 3530), Ahmad (I/381), ath-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kabiir
(X/262), Ibnu Hibban (XIII/456) dan al-Baihaqi (IX/350).
[6]. Lihat QS. Ali ‘Imran: 100-101 dan QS. Mumtahanah: 13.
[7]. Dihasankan oleh Syaikh al-Albani dalam al-Irwaa’ (VI/34, no. 1589) dan ia menyebutkan delapan
jalan dari hadits tersebut. Dan jalan ini telah disebutkan oleh Ibnu Katsir dalam Tafsiirnya pada ayat
81 dan 82 dari surat Ali ‘Imran.
[8]. Dinukil dari at-Tabshiir bi Qawaa-idit Takfiir (hal. 42-44) oleh Syaikh ‘Ali bin Hasan bin ‘Ali
‘Abdul Hamid al-Halabi.
[9]. Sailul Jarraar al-Mutadaffiq ‘alaa Hadaa-iqil Az-haar (IV/578).
[10]. Majmuu’ Fataawaa (XII/498) oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah.
[11]. Lihat Majmuu’ Fataawaa (XII/498), Mujmal Masaa-ilil Iimaan wal Kufr al-‘Ilmiy-yah fii
Ushuulil ‘Aqiidah as-Salafiyyah (hal. 28-35, cet. II, th. 1424 H) dan at-Tab-shiir bi Qawaa-idit Takfiir
(hal. 42-44).