Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

Syahadah Tauhid
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Terstruktur Dalam Mata Kuliah
Ilmu Tauhid

DOSEN PENGAMPU:

Dr.Anita Indria, S.Pd.I, M.A

Oleh Kelompok 10 :

Latifatul Rahmah 2422032

Nazwa Mulya Putri 2422061

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) BUKITTINGGI
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan atas kehadiran Allah SWT, atas segala berkah dan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah dengan tepat waktu.
Sehingga penulis mampu untuk menyelasaikan pembuatan makalah sebagai tugas dari
mata kuliah “Ilmu Tauhid” dengan judul “Syahadah Tauhid”.

Merujuk kepada kutipan Q.S. al- Mujadalah (58) ayat 11 yang artinya “...niscaya
Allah akan mengangkat (dejarat) orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-
orang yang diberi ilmu beberapa derajat…”. Yang bermakna ada sebuah keharusan
bagi kita untuk menuntut ilmu, baik ilmu dunia maupun ilmu akhirat.

Dalam penulisan makalah ini, penulis mengalami banyak kesulitan maupun


hambatan, namun berkat kerjasama yang baik dan bantuan dari berbagai pihak
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Selain itu,
penulis juga mengucapkan terimakasih kepada ibu Dr. Anita Indriani, S.Pd.I., M.A
sebagai pembimbing, orang tua, dan semua yang terlibat yang telah memberikan
dorongan dan motivasi sehingga makalah ini dapat terselesaikan.

Disini penulis juga menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari
kata sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan kepada pembaca untuk senantiasa
memberi masukan, kritik dan saran guna kesempurnaan makalah ini. Dan penulis
mengharapkan semoga makalah ini dapat membantu dan berguna bagi pembaca untuk
menambah wawasan pengetahuan.

Bukittinggi, 1 Oktober 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………..…………………………………………… i

DAFTAR ISI………………………..……………………………………………... ii

BAB I PENDAHULUAN …………….…………………………………………....1

A. Latar Belakang……………..……………………………………….……1
B. Rumusan Masalah………………..………………………………………1
C. Tujuan Penulisan…………………..…………………………………......2

BAB II PEMBAHASAN…………………….………………………………….......3

A. Makna Syahadah Tauhid………..……………………………………......3


B. Keutamaan Syahadah Tauhid…..………………………………………...6
C. Ma’rifatullah……………..……………………………………………….9

BAB III PENUTUP………………….………………………………………….....12

A. Kesimpulan………….…………………………………………………...12
B. Saran……………………………………………………………………..12

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………13

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Islam berasal dari bahasa Arab, yaitu Salima yang mengandung arti selamat,
sentosa, dan damai, selanjutnya diubah menjadi aslama yang berarti berserah diri
masuk dalam kedamaian.1 Ajaran Islam yang pokok terdiri dari Rukun Iman dan
Rukun Islam. Rukun iman terdiri dari enam ajaran yaitu percaya kepada adanya
Tuhan, percaya kepada adanya malaikat, percaya kepada kitab-kitab yang
diwahyukan oleh Tuhan, percaya kepada adanya utusan-utusan Tuhan, percaya
adanya alam akhirat, dan percaya kepada adanya takdir.2
Sedangkan Rukun Islam sebagai dasar atau pondasi penopang berdirinya
agama ada lima yaitu Syahadat, Shalat, Zakat, Puasa, dan Haji. 3 Masyarakat
memiliki dua komitmen atau dua pandangan dalam berislam yaitu komitmen
sosial dan komitmen agama. Komitmen agama dalam Islam adalah keharusan
seseorang melaksanakan kewajiban sebagai orang yang beragama Islam,
contohnya melakukan syahadat, melaksanakan sholat, menunaikan zakat,
melaksanakan shaum, dan naik haji ke Baitullah, yang disebut Rukun Islam.
Kata syahadat dalam bahasa arab diambil dari kata musyahadah yang artinya
melihat dengan mata kepala. Syahadat adalah mengungkapkan isi hati. Oleh
karena itu, syahadat haruslah mengandung keyakinan hati yang kokoh dan
pengungkapan secara lisan.4 Dua kalimat syahadat adalah pengakuan yang
diucapkan dengan lisan dan dibenarkan oleh hati untuk menjadikan diri sebagai
orang Islam.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, yang menjadi rumusan masalah dalam
makalah ini adalah:
1. Apa makna dari Syahadah Tauhid?
2. Apa keutamaan dari Syahadah Tauhid?
3. Apa itu Ma’rifatullah?

1
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, 20th ed. (Jakarta: Pt.RajaGrafindo Persada, 2013). h 61.
2
Sufa’at Mansur, Agama-Agama Besar Masa Kini (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011). h.247.
3
Abdul Hakim, Mencari Ridho Alloh (Cirebon: Pimpinan Pusat Syahadatain, 2011). h.1.
4
Imam An-Nawawi, Hadis Terjemah Arba’in Imam An-Nawawiah (Jakarta: Al-I’tishom Cahaya Umat,
2001) h.11.

1
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, diharapkan dapat mengetahui tujuan
penulisan dari makalah ini. Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui dan memahami makna Syahadah Tauhid.
2. Untuk mengetahui dan memahami keutamaan Syahadah Tauhid.
3. Untuk mengetahui dan memahami Ma’rifatullah.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Makna Syahadah Tauhid


“Aqaidul iman” termaktub dalam kalimat syahadat pertama yaitu “syahadat
tauhid”. Menurut pendapat beberapa ulama menegaskan bahwa dua kalimat syahadat
berisi tujuh kalimat. Ketujuh kalimat tersebut memiliki arti yang sangat besar bagi
siapa saja yang mengamalkan.5
Syahadat menurut bahasa berasal dari bahasa Arab yaitu syahida yang artinya
telah bersaksi. Arti secara harfiah syahadat adalah memberikan persaksian,
memberikan ikrar setia dan memberikan pengakuan.
Syahadat terdiri 2 kalimat persaksian yang disebut dengan Syahadatain, yaitu:
1. Asyhadu An-laa Ilaaha Illallaah yang artinya saya bersaksi tiada Tuhan Selain
Allah
2. Wa Asyhadu Anna Muhammada Rasuulullaah yang artinya dan saya bersaksi
bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah.6

Syahadat tidak sekedar diucapkan tapi juga harus diyakini dan selanjutnya
diamalkan sebagai bukti konkrit dari keislaman orang yang mengucapkan dan
meyakininya. Oleh karena itu perlu untuk dipahami apa makna dari kalimat syahadat
tersebut, baik syahadat tauhid maupun syahadat rasul itu sendiri. Syahadat Tauhid
berbunyi sebagai berikut:

Artinya : Saya bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah.

Syahadat tauhid (syahadat pertama) mengandung makna yaitu beritikad dan


berikrar bahwasanya tidak ada yang berhak disembah dan menerima ibadah kecuali
Allah swt., mentaati hal tersebut dan mengamalkannya. 7 Setiap muslim harus
mengarahkan semua bentuk peribadatan hanya kepada Allah serta meyakini bahwa

5
Drs.Sudarsono,S.H, Sepuluh Aspek Agama Islam, (Jakarta:PT Rineka Cipta,1994), h.1.
6
Dr.Hamid Ahmad At-Thahir, Fikih Sunnah untuk Anak, (Bandung;Irsyad Baitussalam). h.14.
7
Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al Fauzan, Kitab Tauhid, Penerjemah Agus Hasan Bashori, Cet.I
(Jakarta: Akafa Press, 1998), h.58.

3
Dia adalah sumber motivasi juga tujuan dari segala bentuk aktivitas manusia dunia
dan ahirat.

Allah SWT berfirman dalam surat Al-Imran/3 ayat 18, yang berbunyi:
‫ٰۤل‬
‫َش ِهَد ُهّٰللا َاَّنٗه ٓاَل ِاٰل َه ِااَّل ُهَۙو َو اْلَم ِٕىَك ُة َو ُاوُلوا اْلِع ْلِم َقۤا ِٕىًم ۢا ِباْلِقْس ِۗط ٓاَل ِاٰل َه ِااَّل ُهَو اْلَع ِز ْيُز اْلَحِكْيُم‬

Yang Artinya: Allah menyatakan bahwa tidak ada tuhan selain Dia; (demikian
pula) para malaikat dan orang berilmu yang menegakkan keadilan,
tidak ada tuhan selain Dia, Yang Mahaperkasa, Maha-bijaksana. (Q.S
Al-Imran/3 : 18).

Allah adalah Tuhan, dalam arti sesuatu yang menjadi motivasi atau menjadi tujuan
seseorang. Dengan mengikrarkan kalimat pertama, seorang Muslim memantapkan
dirinya untuk menjadikan Allah sebagai satu-satunya tujuan, motivasi, dan jalan hidup
untuk terus beriman dan bertaqwa.

Allah SWT juga berfirman dalam surat Hud/11 ayat 101, yang berbunyi:

‫َو َم ا َظَلْم ٰن ُهْم َو ٰل ِكْن َظَلُم ْٓو ا َاْنُفَس ُهْم َفَم ٓا َاْغ َنْت َع ْنُهْم ٰا ِلَهُتُهُم اَّلِتْي َيْدُع ْو َن ِم ْن ُد ْو ِن ِهّٰللا ِم ْن َش ْي ٍء َّلَّم ا َج ۤا َء َاْم ُر‬
‫َر ِّبَۗك َو َم ا َز اُد ْو ُهْم َغْيَر َتْتِبْيٍب‬

Artinya: Dan Kami tidak menzalimi mereka, tetapi merekalah yang menzalimi
diri mereka sendiri, karena itu tidak bermanfaat sedikit pun bagi
mereka sesembahan yang mereka sembah selain Allah, ketika siksaan
Tuhanmu datang. Sesembahan itu hanya menambah kebinasaan bagi
mereka. (Q.S Hud/11 : 101).

Konsekuensi yang terkandung dalam kalimat syahadat Tauhid adalah hanya


menyembah Allah SWT serta mematuhi syariat-Nya, menjauhi larangan-Nya dan
meyakini bahwa syariat-Nya adalah benar. Seseorang yang telah mengikrarkan
Syahadat Tauhid maka ia harus mengikhlaskan dan berkomitmen bahwa ibadahnya
hanya ditujukan kepada Allah dan meninggalkan segala bentuk peribadahan kepada
selain Allah. Rukun Iman yang paling fundamental yang diajarkan oleh Allah adalah
keesaan Allah (Tauhid). Ekspresi iman ini membedakan orang muslim sejati dengan
orang kafir (yang tidak beriman). Hal ini penting sekali karena ekspresi itu
membebaskan konsep tauhid (keesaaan Allah) dari semua ketidaksucian dan
menjadikannya suci, sederhana, dan terlepas dari setiap bahaya syirik.8
8
Begum ‘A’isyah Bawany, Mengenal Islam Selayang Pandang, (Jakarta; Pt Bumi Aksara, 1994). h.17.

4
Syahadat tauhid adalah sumpah bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, yang berarti
seakan-akan mengucapkan bahwa tidak ada tempat untuk mencari ketenangan,
permohonan pertolongan, yang patut dicintai, yang diagungkan, yang menjadi
pegangan, yang menguasai, kecuali Allah.9

Menurut para ulama, agar menjadi seorang yang bertauhid (Muwahhid) harus
memenuhi tujuh syarat, yaitu:

1. Ilmu, yaitu mengetahui makna dan maksud dari kalimat syahadat/tauhid baik
dalam hal itsbat (menetapkan) maupun nafy (menafikkan). Maka tiada yang
berhak disembah selain Allah.
2. Keyakinan, yaitu mengetahui mengetahui dengan sempurna makna syahadat tanpa
sedikitpun keraguan terhadap makna tersebut .
3. Keikhlasan, bermakna membersihkan hati dari segala sesuatu yang bertentangan
dengan makna syahadat
4. Kejujuran, yaitu bahwa lahirnya tidak menyalahi batinnya. Keduanya harus sesuai
dan sejalan,yaitu antara lahir dan batinnya, antara ilmu dan amalnya, antara apa
yang ada dalam hatinya dengan apa yang dikerjakan oleh raganya. Maka tidak
boleh ada sesuatu yang dikerjakan oleh raga yang menyalahi apa yang diyakini
oleh hati.
5. Cinta, yaitu mencintai Allah dan Rasul-Nya dengan segala apa yang dari
keduanya berupa ilmu dan amal, serta mencintai orang-orang beriman.
6. Ketundukan, yaitu tunduk dan menyerahkan diri kepada Allah dan Rasul-Nya
secara lahir dengan mengamalkan semua perintah-Nya dan meninggalkan semua
larangan-Nya.
7. Penerimaan, yaitu kerendahan dan ketundukan serta penerimaan hati terhadap
segala sesuatu yang dating dari Allah dan Rasul-Nya yang membuahkan ketaatan
dan ibadah kepada Allah Swt.10

B. Keutamaan Syahadah Tauhid


Dalam kalimat “Laa Ilaaha Illallah” terhimpun banyak keutamaan, dan faedah
yang bermacam-macam. Akan tetapi keutamaan tersebut tidak akan bermanfaat bagi
yang mengucapkannya jika hanya sekedar diucapkan saja. Dia baru memberikan
9
Said Hawwa, Al-Islam, terj. Badul Hayyie al-Kattani, (Jakarta: Gema Insani Press, 2004), h.39
10
Dr. Ibrahim Muhammad Bin Abdullah Al-Buraikan, Pengantar Studi Akidah Islam, (Jakarta: Robbani Press,
1998), h.183

5
manfaat bagi orang yang mengucapkannya dengan keimanan dan melakukan
kandungan-kandungannya. Diantara keutamaan yang paling utama adalah bahwa
orang yang mengucapkan dengan ikhlas semata-mata karena mencari ridho-Nya Allah
Ta’ala, maka akan Allah haramkan baginya api neraka.
Sebagaimana sabda Rasulullah :

Artinya : “Sesungguhnya Allah mengharamkan neraka bagi siapa yang mengatakan:


Laa Ilaaha Illallah semata-mata karena mencari ridho-Nya” (Muttafaq Alaih).

Syahadat atau kalimat tauhid sangat utama dibandingkan dengan ibadah-


ibadahyang lain sebagaimana yang didakwahkan oleh para Nabi dan Rasul. Diantara
keutamaan-keutamaannya adalah:
1. Allah akan menghapus dosa-dosanya.
Dalam sebuah hadits Qudsi, yang diriwayatkan dari Anas bin Malik, ia berkata:
“Aku mendengar Rasulullah bersabda, “Allah Yang Maha Suci dan Maha Tinggi
berfirman yang artinya: “….Wahai anak adam, seandainya engkau datang kepada
Ku dengan dosa sepenuh bumi, sedangkan engkau ketika mati tidak
mempersekutukan Aku dengan sesuatu apapun, pasti Aku akan berikan kepadamu
ampunan sepenuh bumi pula.”

2. Allah Ta’ala akan menghilangkan kesulitan dan kesediahannya di dunia dan


akhirat.
Dalilnya dalam firman Allah yang artinya: “Barang siapa yang bertakwa kepada
Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rizki
dari arah yang tidak disangka-sangka….” (QS. At-Thalaq:2-3).
Seseorang tidak dikatakan bertakwa kepada Allah kalau dia tidak
mentauhidkan-Nya. Orang yang bertauhid dan bertakwa akan diberikan jalan
keluar dari berbagai masalah hidupnya.

3. Cinta akan keimanannya terhadap Allah

6
Allah akan menjadikan dan menghiasi dalam hatinya rasa cinta kepada iman
serta menjadikan di dalam hatinya rasa benci kepada kekafiran, kefasikan, dan
kedurhakaan.
Allah berfirman di dalam Al-Qur’an yang

artinya: “….Tetapi Allah akan menjadikan kamu cinta kepada keimanan dan
menjadikan (iman itu) indah dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada
kekafiran, kefasikan, dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yang
mengikuti jalan yang lurus.” (QS. Al-Hujuraat: 7).

4. Syahadat/kalimat tauhid akan mencegah seorang muslim kekal di Neraka.


Dari sahabat Abu Sa’id al-Khudri Radhiallahu‘anhu, ia berkata, “Bahwa
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya: “Setelah penghuni
surga masuk ke Surga, dan penghuni Neraka masuk ke Neraka, maka setelah itu
Allah pun berfirman, “Keluarkan (dari Neraka) orang-orang yang di dalam
hatinya terdapat seberat biji sawi iman!” Maka mereka pun dikeluarkan dari
Neraka, hanya saja tubuh mereka sudah hitam legam (bagaikan arang). Lalu
mereka dimasukkan ke dalam sungai kehidupan, maka tubuh mereka tumbuh
(berubah) sebgaimana tumbuhnya benih yang berada di pinggiran sungai.
Tidaklah engkau perhatikan bahwa benih itu tumbuh berwarna kuning dan
berlipat-lipat?” (HR.Bukhori)

5. Syahadat/tauhid merupakan penentu diterima atau ditolaknya amal manusia.


Sempurna dan tidaknya amal seseorang tergantung pada tauhidnya. Orang yang
beramal tetapi tauhidnya tidak sempurna, misalnya karena dicampuri riya’, tidak
ikhlas, berbuat syirik, niscaya amalnya akan menjadi bumerang baginya, bukan
mendatangkan kebahagiaan. Seluruh amal harus dilakukan ikhlas karena Allah,
baik itu berupa shalat, zakat, shadaqah, puasa, haji, dan lainnya. Sebagaimana
firman Allah,

Artinya:

7
“Yang menciptakan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa diantara
kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha
Pengampun.” (QS. Al-Mulk/67 : 2)

6. Mendapatkan ridha Allah


Tauhid merupakan satu-satunya sebab untuk mendapatkan Ridha Allah, dan
orang yang paling bahagia dengan syafaat Nabi adalah orang yang mengucapkan
Laa ilaaha illallaah dengan penuh keikhlasan dari dalam hatinya.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya: “Orang yang paling bahagia dengan
mendapat syafa’atku pada hari kiamat adalah orang yang mengucapkan, ‘Laa
ilaaha illallaah’ secara ikhlas dari hatinya atau jiwanya.”

7. Allah Ta’ala menjamin akan memasukkannya ke surga.


Dari Utsman bin Affan Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda” yang artinya: “Barang siapa meninggal dunia sedang
ia mengetahui bahwa tidak ada ilah yang berhak disembah dengan benar kecuali
Allah, maka ia masuk surga. (HR.Muslim)

8. Allah akan memberikan kemenangan, pertolongan, kejayaan, dan kemuliaan.


Firman Allah,

Artinya:
“Wahai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah,
niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.”
(QS. Muhammad: 7)
Dari Jabir Radhiyallahu‘anhu, ia berkata, “Bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda yang artinya: “Barang siapa meninggal dunia dalam keadaan
tidak mempersekutukan Allah dengan sesuatu apapun, ia masuk Surga.”

9. Allah akan memberikan kehidupan yang baik di dunia dan akhirat.


Firman Allah,

8
Artinya:
“Barang siapa yang mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupun
perempuan dalam keadaan beriman, maka pasti akan kami berikan kepadanya
kehidupan yang lebih baik dan akan kami beri balasan kepada mereka dengan
pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. An-Nahl:
97). 11
C. Ma’rifatullah
Ma’rifatullah menurut konsep Al-Ghazali adalah berupaya untuk mengenal Tuhan
sedekat-dekatnya yang diawali dengan pensucian jiwa dan zikir kepada Allah secara
terus-menerus, sehingga pada akhirnya akan mampu melihat Tuhan dengan hati
nuraninya.12
Menurut al-Ghazali ma’rifatullah merupakan sumber dan puncak kelezatan
beribadah yang dilakukan oleh seorang manusia di dunia ini. Lebih jauh lagi ia
memberi pandangan yang luas tentang kebahagiaan dan kelezatan bagi manusia untuk
mencapai ma’rifatullah. Mengenal dan mencintai Sang pencipta dengan sepenuhnya.
Dengan demikian manusia akan memperoleh kesenangan yang luar biasa dari yang
lainnya. Ma’rifat kepada Allah merupakan sifat yang sangat mulia.13

Ma’rifatullah merupakan dasar yang paling utama dalam islam, karena tanpa
ma’rifatullah setiap amal tidak ada nilainya. Ma’rifah memiliki tingkatan-tingkatan,
dan tingkatan tertinggi yaitu ma’rifah yang dicari dan diharapkan oleh sufi yaitu
ma’rifah haqiqi. Dan orang-orang yang telah memperoleh ma’rifah itu disebut
“Arifun billah”14

Dari segi bahasa, ma’rifah berasal dari kata arafa, ya’rifu, irfan, ma’rifah yang
artinya pengetahuan atau pengalaman. Dan dapat pula berarti pengetahuan tentang
rahasia hakikat agama, yaitu ilmu yang lebih tinggi daripada ilmu yang biasa didapati
oleh orang-orang pada umumnya. Ma’rifah adalah pengetahuan yang objeknya bukan
pada hal-hal yang bersifat zahir, tetapi lebih mendalam terhadap batinnya dengan

11
Abdul Karim, Jurnal Pendidikan Islam dan Teknologi Pendidikan, Vol.7, No.2, 2017, 122-124.
12
Husein Bahreis, Ajaran-ajaran Akhlak Al-Ghazali, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1981), h.104.
13
Murni, Jurnal Konsep Ma’rifatullah Menurut Al-Ghazali, Vol.2,No.1, 2014, h.126.
14
Fahrudin, Jurnal Pendidikan Agama Islam: Konsep Ma’rifatullah dalam Perspektif Tasawuf, Vol.13,No.2,
2015, h.479

9
mengetahui rahasianya. Hal ini didasarkan pada pandangan bahwa akal manusia
sanggup mengetahui hakikat keTuhanan, dan hakikat itu satu, dan segala yang maujud
berasal dari yang satu.

Selanjutnya menurut Harun Nasution, ma’rifah digunakan untuk menunjukkan


pada salah satu tingkatan dalam tasawuf. Dalam arti sufistik ini, ma’rifah diartikan
sebagai pengetahuan mengenai Tuhan melalui hati sanubari. Pengetahuan itu
demikian diketahuinya itu, yaitu Tuhan. Selanjutnya Harun Nasutionmengatakan
bahwa ma’rifah menggambarkan hubungan rapat dalam bentuk gnosis, pengetahuan
dengan hati sanubari.

Selanjutnya dari literatur yang diberikan tentang ma’rifah dikatakan Harun


Nasution, ma’rifah berarti mengetahui Tuhan dari dekat, sehingga hati-sanubari dapat
melihat Tuhan. Oleh karena itu orang-orang sufi mengatakan:

1. Kalau mata yang terdapat dalam hati sanubari manusia terbuka, mata kepalanya
akan tertutup, ketika itu yang dilihat hanya Allah.
2. Makrifah adalah cermin, kalau seorang arif melihat ke cermin itu yang akan
dilihatnya hanyalah Allah.
3. Yang dilihat orang arif baik sewaktu tidur maupun sewaktu bangun hanya Allah.
4. Sekiranya ma’rifah mengambil bentuk materi, semua orang yang melihat padanya
akan mati karena tak tahan melihat kecantikan serta keindahannya, dan semua
cahaya akan menjadi gelap di samping cahaya keindahan yang gilang gemilang.15

Dari beberapa definisi tersebut dapat diketahui bahwa ma’rifah adalah mengetahui
rahasia-rahasia Tuhan dengan menggunakan hati sanubari. Dengan demikian tujuan
tujuan yang ingin dicapai oleh ma’rifah ini adalah mengetahui rahasia-rahasia Tuhan
yang terdapat dalam diri Tuhan.

Sebagaimana halnya dengan mahabbah, makrifah ini terkadang dipandang sebagai


maqam dan terkadang dianggap sebagai hal. Dalam literatur barat, ma'rifah dikenal
dengan istilah gnosis. Dalam pandangan al-Junaid, ma' rifah dianggap sebagai hal,
sedangkan dalam risalah al-qusyairiyah, ma’rifah dianggap sebagai maqam.
Sementara itu al-Ghazali dalam kitabnya Ihya' Ulum al-Din memandang ma'rifah

15
Rahmawati, Jurnal Mengenal Allah dalam Perspektif Sufisme, Vol.6,No.1, 2013, h.102.

10
datang sesudah mahabbah. Selanjutnya ada pula yang mengakatan bahwa ma'rifah
dan muhabbah merupakan kembar dua yang selalu disebut berbarengan. Keduanya
menggambarkan keadaan dekatnya hubungan seoarang sufi dengan Tuhan. Dengan
kata lain, mahabbah dan ma'rifah menggambarkan dua aspek dari hubungan rapat
yang ada antara seorang sufi dengan Tuhan.

Dengan demikian, kelihatannya yang lebih dapat dipahami bahwa ma’rifah datang
sesudah mahabbah sebagaimana dikemukakan alKalabazi. Hal ini disebabkan karena
ma’rifah lebh mengacu kepada pengetahuan, sedangkan mahabbah menggambarkan
kecintaan.16

16
Rahmawati,Ibid,h.103.

11
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Syahadat tauhid adalah sumpah bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, yang
berarti seakan-akan mengucapkan bahwa tidak ada tempat untuk mencari
ketenangan, permohonan pertolongan, yang patut dicintai, yang diagungkan, yang
menjadi pegangan, yang menguasai, kecuali Allah.
Dalam kalimat “Laa Ilaaha Illallah” terhimpun banyak keutamaan, dan faedah
yang bermacam-macam. Akan tetapi keutamaan tersebut tidak akan bermanfaat
bagi yang mengucapkannya jika hanya sekedar diucapkan saja. Dia baru
memberikan manfaat bagi orang yang mengucapkannya dengan keimanan dan
melakukan kandungan-kandungannya. Diantara keutamaan yang paling utama
adalah bahwa orang yang mengucapkan dengan ikhlas semata-mata karena
mencari ridho-Nya Allah Ta’ala, maka akan Allah haramkan baginya api neraka.
Ma’rifah adalah pengetahuan yang objeknya bukan pada hal-hal yang bersifat
zahir, tetapi lebih mendalam terhadap batinnya dengan mengetahui rahasianya.
Hal ini didasarkan pada pandangan bahwa akal manusia sanggup mengetahui
hakikat keTuhanan, dan hakikat itu satu, dan segala yang maujud berasal dari
yang satu.
B. Saran
Demikianlah makalah berjudul “Syahadah Tauhid” ini kami buat berdasarkan
sumber-sumber yang ada. Sehingga perlulah bagi kami, dari para kelompok untuk
memberikan masukan dan saran agar makalah ini bisa menjadi lebih baik.

12
DAFTAR PUSTAKA

Al-Buraikan, D. M. (1998). Pengantar Studi Akidah Islam. Jakarta: Robbani Press.

Al-Fauzan, S. b. (1998). Kitab Tauhid. Jakarta: Akafa Press.

An-Nawawi, I. (2001). Hadis Terjemah Arba'in Imam An-Nawawiyah. Jakarta: Al-'Itishom Cahaya
Umat.

At-Thahir, D. A. (2017). Fiqih Sunnah Untuk Anak. Bandung: Irsyad Baitussalam.

Bahreis, H. (1981). Ajaran-Ajaran Akhlak Al-Ghazali. Surabaya: Al-Ikhlas.

Bawany, B. '. (1994). Mengenal Islam Selayang Pandang. Jakarta: Pt.Bumi Aksara.

Drs.Sudarsono, S. (1994). Sepuluh Aspek Agama Islam. Jakarta: Pt. Rineka Cipta.

Fahrudin. (2015). Konsep Ma'rifatullah dalam Perspektif Tasawuf. Jurnal Pendidikan Agama Islam,
Vol.13, No.2, 479.

Hakim, A. (2011). Mencari Ridho Allah. Cirebon: Pimpinan Pusat Syahadatain.

Hawwa, S. (2004). Al-Islam. Jakarta: Gema Insani Press.

Karim, P. A. (2017). Memaknai Syahadatain dan Keutamaannya Dalam Keutamaannya Dalam


Kehidupan. Jurnal Pendidikan Islam dan Teknologi Pendidikan, Vol.7, No.2, 122-124.

Mansur, S. (2011). Agama-Agama Besar Masa Kini. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Murni. (2014). Konsep Ma'rifatullah Menurut Al-Ghazali. Jurnal Ar-Raniry, Vol.2, No.1, 126.

Nata, A. (2013). Metodologi Studi Islam. Jakarta: Pt. Raja Grafindo Persada.

Rahmawati. (2013). Mengenal Allah dalam Perspektif Sufisme. Jurnal Al-Munzir, Vol.6, No.1, 102.

13

Anda mungkin juga menyukai