Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

K E T A U H I D A N KE P A D A A L L A H S W T

OLEH:

WULAN SAPRILLIANI

120270078

KIMIA

DOSEN PENGAMPU :

M . L U Q M A NU L H A KI M H A B I B I E S Q . , M . P d . I

INSTITUT TEKNOLOGI SUMATERA

TAHUN AJARAN 2021/2022


BAB I
PENDAHULUAN

Tauhid merupakan landasan Islam yang paling penting. Seseorang yang


benar tauhidnya, maka dia akan mendapatkan keselamatan di dunia dan akhirat.
Tauhid yang tidak benar, akan menjatuhkan seseorang ke dalam kesyirikan.
Kesyirikan merupakan dosa yang akan membawa kecelakaan di dunia serta
kekekalan di dalam azab neraka. Allah SWT berfirman dalam Al Qur‟an surat
An-Nisa‟ ayat 48, “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan
mengampuni yang lebih ringan daripada itu bagi orang-orang yang Allah
kehendaki”. (Al Qur‟an Tarjamah Tafsiriyah, 2013: 101).

Mengajarkan tauhid kepada anak, mengesakan Allah dalam hal beribadah


kepada-Nya, menjadikannya lebih mencintai Allah daripada selain-Nya, tidak ada
yang ditakutinya kecuali Allah merupakan hal pokok yang harus dilakukan
seorang pendidik. Seorang pendidik harus menekankan bahwa setiap langkah
manusia selalu dalam pengawasan Allah SWT. Penerapan konsep tersebut adalah
dengan berusaha menaati peraturan dan menjauhi larangan-Nya. Seorang pendidik
harus mampu menyesuaikan tingkah lakunya dengan nilai-nilai yang diajarkan
dalam Islam. Pendidikan tauhid ini adalah pendidikan yang paling pokok di atas
hal-hal penting lainnya.

Allah memerintahkan hal ini secara jelas di dalam Al Qur‟an melalui kisah
Luqman dengan anaknya yang tertuang dalam QS. Luqman ayat 13, “Dan
(ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberikan
pelajaran kepadnya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah,
sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kedzaliman yang
amat besar” (Al Qur‟an Tarjamah Tafsiriyah, 2013:513) Panggilan “anakku”
merupakan kalimat singkat untuk menunjukan kasih sayang. Nasehat ini tidak
diawali dengan perintah ibadah. Allah tidak mengawali firman-Nya dengan
“beribadahlah kepada Allah”, akan tetapi dengan “janganlah menyekutukan
Allah”. Kalimat tersebut menyimpulkan bahwa ibadah tidak akan bisa diterima
selama masih dalam keadaan musyrik. (Lukluk Sismiati, 2012: 1).

Rasulullah SAW memberikan contoh penanaman aqidah yang kokoh


ketika beliau mengajari anak paman beliau, Abdullah bin Abbas ra. Hadits yang
diriwayatkan oleh Al-Imam At-Tirmidzi dengan sanad yang hasan, Ibnu Abbas
bercerita “Pada suatu hari aku pernah berboncengan di belakang Nabi (di atas
kendaraan), beliau berkata kepadaku: “Wahai anak, aku akan mengajari engkau
beberapa kalimat: Jagalah Allah, niscaya Allah akan menjagamu. Jagalah Allah,
niscaya engkau akan dapati Allah di hadapanmu. Jika engkau memohon,
mohonlah kepada Allah. Jika engkau meminta tolong, minta tolonglah kepada
Allah”. (Shahih At-Tirmidzi nomor 2516).

Di Indonesia, banyak para ulama yang membuat kitab tentang Tauhid.


Diantaranya syaikh Nawawi al-Bantani. Beliau merupakan ulama yang paling
masyhur. Hal ini terbukti dengan muridnya yang banyak, demikian juga karyanya.
Kemasyhuran namanya tidak hanya terbatas di lingkungan kolonial Jawa di
makkah, tapi juga di Negara-negara Timur Tengah lainnya, di Asia Tenggara dan
terutama di Indonesia.1

Dari penjelasan diatas dapat kita ketahui bahwa tauhid adalah penting
untuk kita pahami, lalu apa sebenarnya tauhid dan bagaimana tauhid penting
untuk kita pahami dan jalankan untuk diri kita dan kehidupan?

1
Ma’ruf Amin dan M. Nasruddin Anshor CH, “Pemikiran Syaikh Nawawi al-Bantani” dalam
Pesantre,No. 1/Vol. VI/ 1989, 105
BAB II
DASAR TEORI

A. Pengertian Tauhid Secara Etimologi


Tauhid, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata tauhid
merupakan kata benda yang berarti keesaan Allah; kuat kepercayaan
bahwa Allah hanya satu. Perkataan tauhid berasal dari bahasa Arab,
masdar dari kata Wahhada )‫) وح>>د‬Yuwahhidu )‫يوح>>د‬. )Tauhidan (‫توح>>دا‬. (
Secara etimologis, tauhid berarti keesaan. Maksudnya, keyakinan
bahwa Allah SWT adalah Esa, Tunggal, satu. Pengertian ini sejalan
dengan pengertian tauhid yang digunakan dalam bahasa Indonesia, yaitu
“keesaan Allah”; mentauhidkan berarti “mengakui akan keesaan Allah
mengeesakan Allah”.3 Jubaran Mas‟ud menulis bahwa tauhid bermakna
“beriman kepada Allah, Tuhan yang Esa”, juga sering disamakan dengan “
‫“ ”هلال اال االل>>ه‬tiada Tuhan Selain Allah”.4 Fuad Iframi Al-Bustani juga
menulis hal yang sama. Menurutnya tauhid adalah Keyakinan bahwa Allah
itu bersifat “Esa”.5 Jadi tauhid berasal dari kata “wahhada” (‫وح>>>د‬
(yuwahhidu” (‫ ( ”يوحد‬Tauhidan” (‫ توحيدا‬,(yang berarti mengesakan Allah
SWT.6
Menurut Syeikh Muhammad Abduh tauhid ialah : suatu ilmu yang
membahas tentang wujud Allah, sifat-sifat yang wajib tetap pada-Nya,
sifat-sifat yang boleh disifatkan kepada-Nya, dan tentang sifat-sifat yang
sama sekali wajib dilenyapkan pada-Nya.Juga membahas tentang rasul-
rasul Allah, meyakinkan kerasulan mereka, apa yang boleh dihubungkan
(dinisbatkan) kepada mereka, dan apa yang terlarang menghubungkannya
kepada diri mereka.
Menurut Zainuddin, Tauhid berasal dari kata “wahid”)‫) واحد‬yang artinya
“satu”. Dalam istilah Agama Islam, tauhid ialah keyakinan tentang satu
atau Esanya Allah, maka segala pikiran dan teori berikut argumentasinya
yang mengarah kepada kesimpulan bahwa Tuhan itu satu disebut dengan
Ilmu Tauhid.7

2
M.Yusran Asmuni dari Tim penyusun kamus, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Departemen P & K, Jakarta,1989. dalam bukunya “Ilmu Tauhid” Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada,1993),1
3
Ibid,..
4
Jubaran Mas‟ud, Raid Ath-Thullab ( Beirut : Dar Al‟ilmi Lilmalayyini, 1967), 972
5
Fuad Iqrami Al-bustani, Munjid Ath-Thullab( Beirut: Dar Al-Masyriqi, 1986), 905.
6
Syahminan Zaini, Kuliah Akidah Islam (Surabaya: Al Ikhlas, 1983), 54.
7
Zainuddin, Ilmu Tauhid Lengkap (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), 1.
B. Pengertian Tauhid
Seperti diketahui, dalam agama Islam terdapat beberapa ilmu yang
perlu dipelajari oleh setiap umatnya. Baik ilmu yang berkaitan dengan tata
cara beribadah kepada Allah, ilmu yang berhubungan dengan aqidah atau
keimanan, serta ilmu yang menjadikan hati bersih. Dari beberapa ilmu
tersebut, ilmu aqidah merupakan salah satu ilmu penting yang harus
dipahami oleh setiap umat Muslim.
Dengan mempelajari ilmu aqidah, bisa membuka wawasan bagi
setiap umat Muslim bagaimana cara meningkatkan keimanan dalam
beragama. Salah satu ilmu aqidah yang penting untuk dipelajari adalah
tauhid. Arti tauhid diketahui sebagai ilmu yang mempelajari tentang sifat
keesaan Allah. Di mana Allah itu satu, Dzat yang memiliki segala
kesempurnaan dan tidak ada satu pun yang bisa menggantikannya.
Selain itu, arti tauhid juga dipahami sebagai sikap meyakini bahwa
Allah Maha Suci yang tidak memiliki kekurangan sedikit pun, seperti yang
dimiliki oleh makhluk hidup ciptaannya. Bukan hanya itu, mempelajari
arti tauhid juga termasuk meyakini kebenaran seluruh ajaran Allah yang
diturunkan dan disebarkan oleh para Rasul-Nya.
Dengan begitu, dapat dikatakan bahwa ilmu tauhid menjadi dasar
pedoman dalam ajaran Islam. Ilmu inilah yang akan membantu manusia
menetapkan aqidah-aqidah keagamaan melalui dalil atau aturan yang jelas.
Di samping itu, orang yang mampu menerapkan arti tauhid dengan baik
dalam kehidupan, maka akan menjadi individu yang ikhlas dalam
menerima setiap ketentuan Allah.

C. Hakekat dan Kedudukan Tauhid


Tauhid merupakan kewajiban utama dan pertama yang
diperintahkan Alloh kepada setiap hamba-Nya. Namun, sangat
disayangkan kebanyakan kaum muslimin pada zaman sekarang ini tidak
mengerti hakekat dan kedudukan tauhid. Padahal tauhid inilah yang
merupakan dasar agama kita yang mulia ini. Oleh karena itu sangatlah
urgen bagi kita kaum muslimin untuk mengerti hakekat dan kedudukan
tauhid. Hakekat tauhid adalah mengesakan Alloh. 
Tauhid memiliki kedudukan yang sangat tinggi di dalam agama ini.
Pada kesempatan kali ini kami akan membawakan tentang
kedudukan Tauhid Uluhiyah (ibadah), karena hal inilah yang banyak
sekali dilanggar oleh mereka-mereka yang mengaku diri mereka sebagai
seorang muslim namun pada kenyataannya mereka menujukan sebagian
bentuk ibadah mereka kepada selain Alloh, baik itu kepada wali, orang
shaleh, nabi, malaikat, jin dan sebagainya.
Tauhid Adalah Tujuan Penciptaan Manusia, Alloh berfirman, “Dan aku
tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah
kepada-Ku.” (Adz-Dzariyat: 56) maksud dari kata menyembah di ayat ini
adalah mentauhidkan Alloh dalam segala macam bentuk ibadah
sebagaimana telah dijelaskan oleh Ibnu Abbas rodhiyallohu ‘anhu,
seorang sahabat dan ahli tafsir. Ayat ini dengan tegas menyatakan bahwa
tujuan penciptaan jin dan manusia di dunia ini hanya untuk beribadah
kepada Alloh saja. Tidaklah mereka diciptakan untuk menghabiskan
waktu kalian untuk bermain-main dan bersenang-senang belaka.
Sebagaimana firman Alloh,
“Dan tidaklah Kami ciptakan langit dan bumi dan segala yang
ada di antara keduanya dengan bermain-main. Sekiranya Kami hendak
membuat sesuatu permainan, tentulah Kami membuatnya dari sisi
Kami. Jika Kami menghendaki berbuat demikian.” (Al Anbiya: 16-
17).
“Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami
menciptakan kamu secara main-main, dan bahwa kamu tidak akan
dikembalikan kepada Kami?” (Al-Mu’minun: 115)
Selain itu, tauhid juga adalah tujuan diutusnya beberapa rasul ke
muka bumi, dalam hal ini Allah berfirman, “Dan sungguh Kami telah
mengutus rosul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): ‘Sembahlah
Alloh, dan jauhilah Thaghut itu’.” (An-Nahl: 36). Makna dari ayat ini
adalah bahwa para Rosul mulai dari Nabi Nuh sampai Nabi terakhir Nabi
kita Muhammad shollallohu alaihi wa sallam diutus oleh Alloh untuk
mengajak kaumnya untuk beribadah hanya kepada Alloh semata dan tidak
memepersekutukanNya dengan sesuatu apapun. Maka pertanyaan bagi kita
sekarang adalah “Sudahkah kita memenuhi seruan Rosul kita
Muhammad shollallohu alaihi wa sallam untuk beribadah hanya kepada
Alloh semata? ataukah kita bersikap acuh tak acuh terhadap seruan
Rosululloh ini?”
Selain itu tauhid merupakan perintah Alloh yang paling utama dan
pertama, Alloh berfirman, “Sembahlah Alloh dan janganlah kamu
mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada
dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin,
tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu
sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Alloh tidak menyukai orang-
orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.” (An-Nisa: 36).
Dalam ayat ini Alloh menyebutkan hal-hal yang Dia perintahkan. Dan hal
pertama yang Dia perintahkan adalah untuk menyembahNya dan tidak
menyekutukanNya. Perintah ini didahulukan daripada berbuat baik kepada
orang tua serta manusia-manusia pada umumnya. Maka sangatlah aneh
jika seseorang bersikap sangat baik terhadap sesama manusia, namun dia
banyak menyepelekan hak-hak Tuhannya terutama hak beribadah hanya
kepada Alloh semata.

D. Bukti dan Dalil Eksistensi Keesaan Allah SWT


Bukti eksistensi Allah, dapat dibuktikan dengan tiga dalil: dalil fitrah,
indera dan syar'i. dan masing-masing bukti tersebut akan kami jelaskan
berikutnya dengan izin Allah Ta'ala.
1. Dalil fitrah
Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata,
Dalil fitrah yang mendasari eksistensi Allah merupakan dalil
terkuat dari dalil-dalil lainnya, sepanjang fitrah tersebut tidak
diselewengkan oleh setan. Allah Ta'ala berfirman,

ِ >‫اس َعلَ ْيهَ>>ا اَل تَ ْب> ِدي َ>ل لِ َخ ْل‬


ُ‫>ق هَّللا ِ َذلِ>>كَ ال>دِّين‬ َ َّ‫>رتَ هَّللا ِ الَّتِي فَطَ> َر الن‬ْ ِ‫فَأَقِ ْم َوجْ هَكَ لِلدِّي ِن َحنِيفًا ف‬
َ ‫ط‬
‫ ْالقَيِّ ُم َولَ ِك َّن‬30( ( َ‫اس اَل يَ ْعلَ ُمون‬ ِ َّ‫أَ ْكثَ َر الن‬

"Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah;


(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia
menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah)
agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui."
(QS. Ar Rum: 30).

Fitrah insani yang lurus mengakui eksistensi Allah. Tiada


yang menyimpang dari fitrah yang suci ini melainkan orang yang
telah mengikuti bujuk rayu setan. Pengaruh setan menyebabkan
seseorang terhalang untuk mengikuti fitrahnya yang suci."
Syarh safariniyah.
Setiap orang merasakan dalam fitrahnya, bahwa ia memiliki
Tuhan pencipta dan ia merasa sangat memerlukan pertolongan-Nya
dalam kondisi terjepit. Kedua tangan tertengadah, hati tertuju dan
mata mendongak ke langit memohon bantuan dari-Nya.

2. Dalil inderawi
Berbagai peristiwa yang terjadi di alam semesta. Yakni
alam di sekitar kita, bukanlah terjadi secara tiba-tiba. Pasti ia ada
yang menciptakan. Demikian pula segala hal yang terdapat di
atasnya. Semua pepohonan, bebatuan, manusia, bumi dan langit,
lautan sungai dan lain-lain.
Jika ada yang bertanya, "Siapakah yang menciptakan dan
mengadakan alam semesta ini dan yang mengaturnya?
Maka jawabannya adalah:
Ada kemungkinan ia ada begitu saja tanpa ada sebab. Pada saat itu
tak seorang pun yang mengetahui kapan ia ada. Atau kemungkinan
lain alam semesta ini mengadakan dirinya sendiri dan mengatur
dirinya sendiri. Kemungkinan ketiga, bahwa alam semesta ada
yang menciptakan dan mengadakannya.
Dari ketiga kemungkinan ini, maka kita simpulkan bahwa
pertama dan kedua adalah kemungkinan yang mustahil terjadi.
Hanya kemungkinan ketiga yang benar dan shahih. Bahwa di sana
ada yang mengadakan dan mencipta alam semesta, yaitu Allah
Ta'ala, sebagaimana tersebut dalam al Qur'anul karim,

َ ْ‫ت َواأْل َر‬


( َ‫ض بَلْ اَل يُوقِنُون‬ ِ ‫) أَ ْم خَ لَقُوا ال َّس َما َوا‬35( َ‫أَ ْم ُخلِقُوا ِم ْن َغي ِْر َش ْي ٍء أَ ْم هُ ُم ْال َخالِقُون‬
)36

"Atau apakah mereka tercipta tanpa asal-usul? Ataukah mereka


yang menciptakan (diri mereka sendiri)?. Ataukah mereka telah
menciptakan langit dan bumi?. Sebenarnya mereka tidak meyakini
(apa yang mereka katakan)." Ath Thur: 35-36.

Kemudian muncul pertanyaan, sejak kapan alam semesta


ini diciptakan? Dari kurun waktu yang lama ini, siapa yang
mengatur apa saja yang tinggal di atas bumi dan sebab yang dapat
membuatnya hidup lama di sana.
Jawabnya, Dialah Allah yang telah memberikan semua hal
apa yang bermanfaat baginya dan menjamin kelestarian hidup.
Bukankah anda melihat tumbuh-tumbuhan yang hijau dan indah,
jika Allah tahan air hujan membasahi bumi, maka apakah
tumbuhan tersebut dapat bertahan hidup tanpa mengalami
kepunahan?. Tentu ia akan kering dan punah. Maka jika kita
perhatikan dengan teliti, kita temukan bahwa segala sesuatu terkait
dengan Allah Ta'ala. Artinya tanpa kehendak Allah, maka tiada
akan ada sesuatupun di permukaan bumi ini.
Lalu Allah membaguskan ciptaan-Nya. Dan segala sesuatu
sesuai dengan yang cocok untuknya. Unta misalnya, cocok untuk
dikendarai.
‫) َو َذلَّ ْلنَاهَ>ا لَهُ ْم فَ ِم ْنهَ>>ا‬71( َ‫ت أَيْ> ِدينَا أَ ْن َعا ًم>ا فَهُ ْم لَهَ>ا َم>>الِ ُكون‬
ْ َ‫أَ َولَ ْم يَ َروْ ا أَنَّا خَ لَ ْقنَا لَهُ ْم ِم َّما َع ِمل‬
)72( َ‫َر ُكوبُهُ ْم َو ِم ْنهَا يَأْ ُكلُون‬

"Dan apakah mereka tidak melihat bahwa sesungguhnya Kami


telah menciptakan binatang ternak untuk mereka yaitu sebagian
dari apa yang telah Kami ciptakan dengan kekuasaan Kami
sendiri, lalu mereka menguasainya? Dan Kami tundukan binatang-
binatang itu untuk mereka, maka sebagiannya menjadi tunggangan
mereka dan sebagiannya mereka makan." (QS. Yasin; 71-72).

Lihatlah bagaimana Allah menciptakan seekor unta


sedemikian kuat dan serasi tubuhnya, agar siap dikendarai dan
memikul beban yang berat dan sulit, yang tak mampu diusung oleh
binatang ternak lainnya.

Demikianlah jika anda memperhatikan dengan teliti, ada


kesesuaian antara ciptaan-Nya dan peran yang akan dipikulnya.
Subhanallah, Maha Suci Allah.
Di antara sebagian dalil inderawi adalah:
Turunnya curahan hujan karena sebab (do'a), merupakan
bukti eksistensi sang Pencipta. Karena Dia mengabulkan
permohonan. Syekh Ibnu Utsaimin berkata, "Setelah Nabi
shallallahu alaihi wa sallam meminta hujan seraya berdo'a, "Ya
Allah turunkan hujan kepada kami, ya Allah turunkan hujan kepada
kami," lalu arakan awan muncul dan hujan pun turun dengan deras
sebelum beliau turun dari mimbar. Ini menunjukan adanya
Pencipta." Syarh safariniyah.
Sedangkan dalil syar'i yang menunjukan eksistensi Pencipta
(menurut syekh Ibnu Utsaimin), bahwa seluruh aturan hidup yang
Dia tetapkan menunjukan adanya Allah, dengan kesempurnaan
ilmu, hikmah dan rahmat-Nya. Karena aturan hidup yang sangat
teratur ini mengharuskan adanya Sang Pengatur, yakni Allah
Ta'ala. Syarh safariniyah.
Sedangkan pertanyaan anda, mengapa Allah menciptakan
kita? Jawabnya, kita diciptakan untuk beribadah kepada-Nya,
mensyukuri nikmat dan berzikir kepada-Nya. Juga untuk
melaksanakan apa yang diperintahkan-Nya. Dan anda tahu bahwa
hamba-Nya ada yang kafir dan ada yang muslim. Dan Allah ingin
menguji dan memberikan cobaan untuk hamba-Nya, apakah
mereka beribadah kepada selain Allah seperti yang dilakukan oleh
orang lain setelah Allah bentangkan jalan bagi setiap orang.
Allah berfirman, "Yang menjadikan mati dan hidup, supaya
Dia menguji kamu siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya.
Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun." (QS. Al Mulk: 2).

َ ‫ت ْال ِج َّن َواإْل ِ ْن‬


ِ ‫س إِاَّل لِيَ ْعبُد‬
)56( ‫ُون‬ ُ ‫َو َما َخلَ ْق‬
"Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan untuk
beribadah kepada-Ku." (QS. Adz-Dzariyat; 56).
Kami memohon kepada Allah, agar Dia memberikan
taufiq-Nya kepada kami dan anda semua untuk melakukan sesuatu
amalan yang mendatangkan cinta dan ridha-Nya, semangat dalam
mendakwahkan agama-Nya dan berkiprah untuk menyebarkan
ajaran agama-Nya. Shalawat semoga tetap tercurah atas Nabi
shallallahu alaihi wa sallam.

E. Macam-macam Tauhid
Tauhid merupakan bagian paling penting dari keseluruhan subtansi
aqidah ahlus sunnah wal jamaah. Bagian ini harus dipahami secara utuh
agar maknanya yang sekaligus mengandung klasifikasi jenis-jenisnya
dapat terealisasi dalam kehidupan, dalam kaitan ini tercakup dua hal:
Pertama, memahami ajaran tauhid secara teoritis berdasarkan dalil-dalil al-
Qur‟an, sunnah dan akal sehat. Kedua, mengaplikasikan ajaran tauhid
tersebut dalam kenyataan sehingga ia menjadi fenomena yang tampak
dalam kehidupan manusia.
Secara teoritis, tauhid dapat diklasifikasikan dalam tiga jenis:
Tauhid Rububiyah, Tauhid Uluhiyah, dan Tauhid Asma‟ Wash-Shifat:
a. Tauhid Rububiyah
Rububiyah adalah kata yang dinisbatkan kepada salah satu
nama Allah Swt, yaitu „Rabb‟. Nama ini mempunyai beberapa arti,
antara lain: al-murabbi (pemelihara),an-nasir (penolong), al-malik
(pemilik), al-mushlih (yang memperbaiki), as-sayyid (tuan) dan al-
wali (wali). Dalam terminologi syari‟at Islam, istilah tauhid
rububiyyah berarti:8 “percaya bahwa hanya allah-lah satu-satunya
pencipta, pemilik, pengendali alam raya yang dengan takdirnya-
Nya ia menghidupkan dan mematikan serta mengendalikan alam
dengan sunnah-sunnah-Nya”.

8
Muhammad Bin Abdullah Al-Buraikan, Ibrahim, Pengantar Studi Aqidah Islam, Jakarta
1998, hlm. 141.
Dalam pengertian ini istilah tauhid rububiyah belum
terlepas dari akar makna bahasanya. Sebab Allah adalah
pemelihara makhluk, para rasul dan wali-wali-Nya dengan segala
spesifikasi yang telah diberikannya kepada mereka. Rezeki-Nya
meliputi semua hamba-Nya. Dialah penolong rasul-rasul-Nya dan
wali-wali-Nya, pemilik bagi semua makhluk-Nya, yang senantiasa
memperbaiki keadaan mereka dengan pilar-pilar kehidupan yang
telah diberikannya kepada mereka, tuhan kepada siapa derajat
tertinggi dan kekuasaan itu berhenti, serta wali atau pelindung yang
tak terkalahkan yang mengendalikan urusan para wali dan rasul-
Nya.
b. Tauhîd asmâ wa shifât (mengesakan Allah l dalam nama-nama dan
sifat-sifat-Nya)
Adalah keimanan yang mantap terhadap nama-nama Allah
dan sifat-sifat-Nya yang ditetapkan dalam al-Qur’an dan as-
Sunnah. Semua itu ditetapkan tanpa tahrîf (mengubah lafazh atau
maknanya), ta’thîl (meniadakan atau mengingkari keberadaan sifat-
sifat Allah, baik mengingkari seluruhnya atau sebagian), takyîf
(menggambarkan “bagaimana” nya sifat-sifat tersebut), maupun
tamtsîl (menyerupakan sifat-sifat Allah dengan sifat-sifat makhluk-
Nya). Semua nama dan sifat yang telah ditetapkan itu diyakini
bahwa hanya Allah l saja yang memilikinya.
Tidak ada seorang makhluk pun yang memiliki nama dan
sifat seperti Allah l, karena Dia berbeda dengan makhluk-Nya.
Lawan dari tauhîd asmâ wa shifât adalah mengingkari atau
meniadakan sifat-sifat Allah l, atau menyerupakannya dengan
makhluk.
c. Tauhîd ulûhiyyah (mengesakan Allah l dalam peribadatan hamba
kepada-Nya)
Adalah mengesakan peribadatan hanya kepada Allah l saja,
baik dalam hal cinta, takut dan harap serta ikhlash, shalat,
haji, jihad fî sabilillâh, menuntut ilmu, dan peribadatan lainnya.
Tidak ada sekutu bagi-Nya, yakni tidak ada peribadatan kepada
selain-Nya. Seseorang yang memahami dan mengakui ke-
rububiyyah-an Allah l, dituntut untuk mentauhidkan ulûhiyyah-
Nya.
Lawan dari tauhîd ulûhiyyah adalah melakukan peribadatan
kepada selain Allah l, baik peribadatan yang berkaitan dengan hati,
lisan, anggota badan, maupun harta.
F. Sifat Wajib Allah SWT dan Sifat Mustahil/Muhal Allah SWT
Sifat-sifat Allah SWT digolongkan menjadi tiga yaitu sifat wajib,
mustahil/muhal, dan jaiz. Sifat wajib merupakan sifat yang pasti dimiliki
Allah SWT. Kebalikan dari sifat ini adalah sifat mustahil atau bisa disebut
juga sifat muhal. Sementara itu, sifat jaiz yaitu Allah SWT bebas berbuat
apa yang dia kehendaki.
Dikutip dari buku Asmaul Husna & 20 Sifat Allah, berikut 20 sifat
mustahil bagi Allah SWT:
1) Al-'Adam
Adam artinya tiada. Mustahil bagi Allah SWT memiliki
sifat ini. Dialah yang menciptakan alam semesta berserta seluruh
isinya. Dialah yang Maha Suci dan Maha Tinggi.
2) Al-Huduts
Huduts artinya baru. Mustahil jika Allah baru. Keberadaan-
Nya adalah yang paling awal sebelum diciptakannya alam semesta
ini oleh-Nya.
3) Al-Fana
Fana artinya binasa atau lenyap. Mustahil bagi Allah SWT
untuk tidak kekal. Dialah yang kekal. Dialah yang berkuasa
melenyapkan seluruh ciptaan-Nya.
4) Al-Mumatsilatu lil Hawaditsi
Mumatsilatu lil Hawaditsi artinya menyerupai atau sama
seperti makhluk ciptaan-Nya. Mustahil bagi Allah SWT untuk
menyerupai makhluknya. Dialah Maha Sempurna, tidak ada yang
menyerupai-Nya.
5) Al-Ihtiyaj ila Ghairihi
Ihtiyaj ila Ghairihi artinya membutuhkan yang lain.
Mustahil bagi Allah SWT membutuhkan pertolongan. Dialah yang
menolong makhluknya.
6) At-Ta'addud
Ta'addud artinya lebih dari satu. Mustahil bagi Allah SWT
berjumlah lebih dari satu. Dialah Yang Maha Esa atau tunggal.
Tidak ada Tuhan selain Dia.
7) Al-'Ajzu
'Ajzu artinya lemah. Mustahil bagi Allah SWT untuk tidak
kuat. Dialah Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu. Tidak mungkin
jika Allah SWT mempunyai sifat ini.
8) Karahah
Karahah artinya terpaksa. Mustahil bagi Allah SWT
melakukan sesuatu tidak atas kehendaknya sendiri. Dialah Yang
Maha Kuasa. Dia melakukan sesuatu atas kehendaknya tidak ada
paksaan dari siapapun.
9) Al-Jahlu
Jahlu artinya bodoh. Mustahil bagi Allah SWT tidak
mengetahui sesuatu. Dialah Yang Maha Mengetahui. Bahkan
sesuatu yang tidak nampak oleh mata kita sekalipun.
10) Al-Maut
Maut artinya mati. Mustahil bagi Allah SWT akan mati.
Dia memiliki sifat kekal. Dia hidup dan abadi.

G. Asmaul Husna Allah


Asmaul husna berasal dari kata bahasa arab yakni Al-Asmaa yang
berarti nama-nama. Ada beberapa nama Allah SWT dengan tambahan al-
Husna yang bermakna baik atau indah. Sedangkan menurut istilah, asmaul
husna bermakna nama-nama yang indah bagi Allah SWT. Asmaul Husna
hanya layak dimiliki oleh Allah SWT atas kebesaran dan keagungan-Nya.
Asmaul husna memiliki sifat yang sempurna, sedangkan nama-nama baik
bagi manusia terdapat banyak kelemahan. Di dalam kitab asbabunnuzul
dijelaskan tentang turunnya nama-nama Allah, yakni ketika Rasulullah
melakukan shalat di Mekah dan berdoa dengan mengucapkan, "Ya
Rahman, Ya Rahim". Asmaul Husna berjumlah 99 dan berisi nama-nama
Allah SWT.

H. Larangan dan Balasan bagi yang Menyekutukan Allah SWT


Di antara kata-kata yang terdapat dalam Al-Qur’an adalah kata
“syirik”. Kebanyakkan manusia di dunia ini bertuhan lebih dari satu. Al-
Qur’an menamakan mereka ini musyrik, yaitu orang yang syirik. Kata
syirik ini berasal dari "syaraka" yang berarti mencampurkan dua atau lebih
benda, hal yang tidak sama seolah-olah sama.
Syirik dalam arti mempersekutukan Tuhan dengan menjadikan
sesuatu, sebagai obyek pemujaan, dan atau tempat menggantungkan
harapan dan dambaantermasuk dalam kategori kufr. Ini karena perbuatan
itu mengingkari kemahakuasaan dan kemahasempurnaan-Nya. Berikut
adalah penjelasan selengkapnya mengenai apa itu syirik menurut agama
Islam.
Syirik adalah menyekutukan Allah Swt dalam rububiyah-Nya,
uluhiyah-Nya, asma’ (nama-nama) maupun sifat-Nya. Jika seorang hamba
meyakini bahwa ada tuhan selain Allah SWT yang berhak untuk
disembah, meyakini ada sang pencipta atau penolong selain Allah SWT,
maka ia telah musyrik. Balasan bagi orang yang menyekutukan Allah
SWT adalah:
1. Allah tidak akan mengampuni dosa syirik
2. Orang yang melakukan syirik tidak boleh melakukan perkawinan
dengan wanita atau laki-laki Muslim
3. Di akhirat merasakan azab yang berat
4. Syirik dipandang sebagai najis yang harus dijauhi,  
5. Mereka dipandang sebagai umat yang sesat

I. Proses Makrifatullah (Makrifat kepada Allah Swt)


Makrifatullah adalah keadaan di mana seseorang mengenal Allah
SWT, bersungguh- sungguh beribadah kepada-Nya dan mengerjakan
semua perintah-Nya. Untuk mencapai makrifat kepada Allah, seseorang
harus melalui beberapa tahap.
Ada dua tahapan besar dalam mencapai makrifat seperti yang dijelaskan
oleh Imam Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin. Salah satu yang
terpenting adalah menjaga kesucian hati dan jiwa. Manusia yang jiwa dan
hatinya suci akan mengisi aktivitasnya dengan berdzikir kepada Allah.
Dengan begitu, kehidupannya akan dipenuhi kearifan dan bimbingan dari-
Nya. Fungsi hati merupakan hal yang sangat penting dalam tahap
mencapai makrifat. Ibn Arabi dalam kitab Fu ṣūs al-Hikām yang dikutip
dari buku Ilmu Tasawuf karya Samsul Munir Amin menjelaskan: “Kalbu
dalam pandangan kaum sufi adalah tempat kedatangan kasyf dan ilhām. Ia
pun berfungsi sebagai alat unuk ma’rifat dan menjadi cermin yang
memantulkan (tajallī) makna-makna kegaiban.”
Menyucikan hati bisa dilakukan dengan menjauhi perbuatan-
perbuatan yang tercela. Seorang Muslim hendaknya bersungguh-sungguh
melawan hawa nafsu dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Lalu, putuskan segala hubungan dengan dunia serta hadapkan diri dengan
penuh cita-cita kepada Allah SWT. Jika itu semua dilakukan, Allah SWT
akan menyinari hati hamba-Nya dengan cahaya ilmu.
Selain itu, untuk mencapai tahap makrifat juga bisa dilakukan
dengan perpaduan ilmu dan amal. Ilmu dan amal ini disempurnakan
dengan akhlak-akhlak yang terpuji. Dalam menjalankan itu semua,
seorang Muslim hendaknya terus mengingat Allah SWT, zat yang
menciptakannya.
Dengan mengingat Allah, seorang Muslim akan terbimbing untuk
mengikuti jalan-jalan lurus yang ditunjukkanNya. Hingga akhirnya orang
tersebut akan mencapai tahap makrifat kepada Allah SWT.
J. Fungsi dan Manfaat Kalimat Tauhid
Keutamaan lafaz La Illaha Illallah yang pertama ialah menjamin
kebebasan dari api neraka ketika diucapkan dan dihayati dengan sepenuh
hati dan disertai dengan melakukan berbagai amalan yang dianjurkan
dalam agama sehingga tercapai pribadi musim yang sempurna.
“Engkau terbebas dari neraka.” (HR. Muslim no. 873). Amalan penghapus
dosa maksiat juga bisa dilakukan dengan membaca zikir yang paling
disukai oleh Allah ini.
“Barangsiapa yang akhir perkataannya sebelum meninggal dunia adalah
‘la ilaha illallah’, maka dia akan masuk surga” (HR. Abu Daud. Dikatakan
shohih oleh Syaikh Al Albani dalam Misykatul Mashobih no. 1621).
Jelas bahwa seseorang yang mampu menyebut lafaz tersebut di
akhir hidupnya akan masuk surga, ayat tentang kematian dalam islam juga
menjelaskannya, tentunya hal itu hanya bisa dilakukan oleh orang orang
yang saleh.
BAB III
PEMBAHASAN

A. Makna Kalimat Tauhid


Arti tauhid diketahui sebagai ilmu yang mempelajari tentang sifat
keesaan Allah. Di mana Allah itu satu, Dzat yang memiliki segala
kesempurnaan dan tidak ada satu pun yang bisa menggantikannya.
Selain itu, arti tauhid juga dipahami sebagai sikap meyakini bahwa
Allah Maha Suci yang tidak memiliki kekurangan sedikit pun, seperti yang
dimiliki oleh makhluk hidup ciptaannya. Bukan hanya itu, mempelajari
arti tauhid juga termasuk meyakini kebenaran seluruh ajaran Allah yang
diturunkan dan disebarkan oleh para Rasul-Nya.
Dapat dikatakan bahwa ilmu tauhid menjadi dasar pedoman dalam
ajaran Islam. Ilmu inilah yang akan membantu manusia menetapkan
aqidah-aqidah keagamaan melalui dalil atau aturan yang jelas. Di samping
itu, orang yang mampu menerapkan arti tauhid dengan baik dalam
kehidupan, maka akan menjadi individu yang ikhlas dalam menerima
setiap ketentuan Allah.

B. Dalil-dalil Al Qur'an Tentang Keutamaan & Keagungan Tauhid


Dalil-dalil Al Qur'an Tentang Keutamaan & Keagungan Tauhid,
Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa berfirman:
"Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat
(untuk menyerukan): Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut
itu" (QS An Nahl: 36)

"Padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha


Esa; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha
Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan" (QS At Taubah:
31)

"Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya.


Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari
syirik)" (QS Az Zumar: 2-3)

"Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah


dengan memurnikan keta`atan kepada-Nya dalam (menjalankan)
agama dengan lurus" (QS Al Bayinah: 5)
Dari semua dalil-dalil Al-qur’an di atas, maka jelas sekali bahwa
konsep tauhid merupakan landasan paling fundamnental dalam kehidupan
seorang muslim yang sangat berpengaruh terhadap pelaksanaan ajaran-
ajaran Islam lainnya.

C. Keutamaan dan Hakekat Tauhid


Seperti yang kita ketahui bahwa di dalam agama Islam sedikitnya
terdapat beberapa ilmu yang perlu dipelajari oleh setiap umatnya. Baik itu
dalam ilmu yang berkaitan dengan tata cara ibadah dengan Allah, atau
ilmu yang berhubungan dengan aqidah atau keimanan, serta ilmu yang
menjadikan hati kita menjadi bersih. Dari beberapa ilmu tersebut, ilmu
aqidah merupakan salah satu ilmu penting yang harus dipahami oleh setiap
umat Muslim.
Dengan mempelajari ilmu aqidah, akan bisa membuka wawasan
kita sebagai umat Muslim untuk bagaimana caranya meningkatkan
keimanan dan taqwa dalam beragama. Salah satu ilmu aqidah yang penting
untuk dipelajari yaitu tauhid.
Selain itu, arti tauhid juga dipahami sebagai sikap meyakini bahwa
Allah Maha Suci yang tidak memiliki kekurangan sedikit pun, seperti yang
dimiliki oleh makhluk hidup ciptaannya. Bukan hanya itu, mempelajari
arti tauhid juga termasuk meyakini kebenaran seluruh ajaran Allah yang
diturunkan dan disebarkan oleh para Rasul-Nya.
Jika kalimat tauhid ditimbang dengan langit dan bumi, maka ia
lebih berat dari keduanya. Sebagaimana diriwayatkan dalam kitab Al-
Musnad dari Abdullah bin 'Amr dari Nabi Saw, "Nuh berkata kepada
anaknya menjelang wafat, 'Aku menyuruhmu menjada La Ilaha Illallah.
Seandainya tujuh langit dan bumi ditaruh di sayap yang lain, tentulah
kalimat La Ilaha Illallah mengalahkannya. Dan seandainya tujuh langit
berada dalam satu mata rantai yang sulit, tentulah kalimat La Ilaha Illallah
bisa membelahnya."

D. Pengaruh Tauhid Terhadap Kehidupan Seorang Muslim


Tauhid adalah akar dari keimanan seorang muslim. Dengan tauhid
yang kuat, maka seorang muslim akan mampu menjalankan proses
penghambaannya kepada Allah tanpa merasa berat dan terpaksa, karena
hanya satu tujuan mereka hidup yaitu keinginan mereka untuk bertemu
dengan tuhannya Allah SWT.
Implementasi penghambaan mutlak kepada Allah SWT tersebut
terwujud dalam berbagai aspek kehidupan seorang muslim, mulai
hubungan antara manusia dengan Allah, hubungan manusia dengan
manusia lainnya, serta hubungan manusia dengan alam. Ketiga hubungan
tersebut akan terwujud secara selaras dan harmonis, karena memang itulah
perintah Allah. Dengan mempunyai aqidah yang kuat, maka seluruh
rintangan hidup dapat dilaluinya dengan baik dan ringan.
Di era modern ini, dengan berbagai tantangan dan pengaruh global,
seorang muslim harus mempunyai tauhid yang kuat. Hal itu disebabkan
tantangan dan pengaruh global yang dating banyak memuat unsur-unsur
negative yang anti-tauhid. Manakala seorang muslim dihadapkan pada
kesenangan dunia sebagai muatan dunia kapitalis, maka manusia
membutuhkan benteng untuk mempertahankan diri dari arus negative
globalisasi tersebut.
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Tauhid (Arab :‫)توحيد‬, adalah konsep dalam aqidah Islam yang
menyatakan keesaan Allah. Tauhid diambil kata : Wahhada
Yuwahhidu Tauhidan yang artinya mengesakan. Satu suku kata
dengan kata wahid yang berarti satu atau kata ahad yang berarti
esa. Dalam ajaran Islam Tauhid itu berarti keyakinan akan keesaan
Allah. Kalimat Tauhid ialah kalimat La Illaha Illallah yang berarti
tidak ada Tuhan melainkan Allah. ( al-Baqarah:163, Muhammad
19 ). Tauhid merupakan inti dan dasar dari seluruh tata nilai dan
norma Islam, sehingga oleh karenanya Islam dikenal sebagai
agama tauhid yaitu agama yang mengesakan Tuhan.
2. Hakekat tauhid adalah kewajiban seluruh muslim untuk
mengesakan Allah dan mengimplementasikannya dalam kehidupan
sehari-hari. Kedudukannnya sangat penting karena tauhid inilah
yang merupakan tujuan pertama diciptakannya manusia, diutusnya
rasul dan tujuan pokok kehidupan manusia. Tauhid dibagi menjadi
tiga jenis yaitu tauhid rububiyah, uluyiah dan tauhid asma wa sifat.
3. Tauhid sangat berpengaruh terhadap kehidupan seorang muslim,
yaitu menjadi landasan kuat dalam menjalankan segala aktivitas,
baik aktivitas keagamaan maupun aktivitas duniawi lainnya.
Dengan tauhid seorang muslim akan menjalani kehidupannya
dengan tenang, tawakal dan sabar. Oleh karena itu tauhid
merupakan modal dasar bagi suksesnya seorang muslim baik di
dunia maupun di akherat.
DAFTAR PUSTAKA

Asmuni, M. Yusran. 1993. Ilmu Tauhid. Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Azhim, Al Hafizh Abdul bin Abdul Qowi Zakiyuddin al Mundziri. 2003.


Ringkasan Hadits Shahih Muslim, Terj. Oleh Ahmad Zaidun. Cet. II,
Jakarta : Pustaka Amani.

Aziz bin Baz, Syaikh Abdul. 2002. Inti Ajaran Islam. Jakarta : Ditjen
Kelembagaan Agama Islam Depag RI. Az-Zabidi, Al Imam Zainuddin

Ahmad bin Abd Al-Lathif. 2002. Ringkasan Hadits Shahih Al Bukhari. Terj. Oleh
Ahmad Zaidun. Cet. II, Jakarta : Pustaka Amani.

Abduh, Muhammad. 1989. Risalah Tauhid, Bulan Bintang: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai