Dosen Pengampuh:
Disusun Oleh:
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah penulis haturkan kepada ALLAH SWT atas selesainya tugas
ini tepat waktu.
Sholawat dan Salam semoga ALLAH limpahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW
atas berkah rahmat yang diberikan kepada kita semua untuk bisa menyelesaikan tugas
ini.
Terima kasih saya sampaikan atas bimbingan Bapak Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I.,
M.Sos sebagai dosen pengampuh mata Kuliah Pendidkan Agama Islam yang telah
membimbing saya untuk mengerjakan artikel ini.
Besar harapan saya tugas ini akan memberi manfaat bagi orang yang membacanya.
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN COVER i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I. Tauhid: Keistimewaan&Kebenaran Konsep Ketuhanan dalam Islam 1-8
BAB II. Sains dan Teknologi dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits 8-12
BAB III. 3 Generasi Terbaik Menurut Al-Hadits 12-16
BAB IV. Pengertian dan Jejak Salafussoleh (Referesnsi Al-Hadits) 16-19
BAB V. Ajaran dan Tuntunan tentang Berbagi, Penegakan serta
Keadilan Hukum dalam Islam 19-23
DAFTAR PUSTAKA 24-25
LAMPIRAN 26
iii
iv
Bab I. Tauhid: Keistimewaan&Kebenaran Konsep Ketuhanan dalam Islam
Pada zaman Jahiliyyah. Banyak sekali masyarakat Jazirah Arab yang menyembah
berhala. Dan ‘sesuatu’ yang mereka sembah tersebut memiliki berbagai macam jenis
dan rupa.
Pada zaman tersebut banyak sekali orang yang memiliki tuhan mereka masing-
masing, yang mana tuhan-tuhan tersebut dibuat dan diagungkan oleh tangan-tangan
manusia sendiri. Tanpa ada landasan yang benar selain dari spekulasi dan pandangan
yang salah atas hati manusia.
Seorang muslim meyakini bahwa tauhid adalah dasar Islam yang paling agung dan
hakikat Islam yang paling besar, dan merupakan salah satu syarat diterimanya amal
perbuatan disamping harus sesuai dengan tuntunan rasulullah.Adapun yang dimaksud
syarat adalah apa-apa yang harus dipenuhi sebelum dilaksanakan dan harus sampai
akhir pelaksanaan.Hal ini berhubungan dengan niat sesorang. Jika seseorang
melakukan sesuatu hanya Allah, maka syarat untuk di terima ialah niat karena Allah
tersebut harus tetap sama sampai akhir. Disamping itu, jika apa yang dilaksanakan
sudah sesuai dengan tuntunan Rasulullah, maka kemungkinan besar amalan tersebut
diterima sebagai ibadah di hadapan Allah. Dan sebaliknya, jika apa-apa yang
dilakukan di landaskan selain karena Allah, atau ternyata niatnya sudah karena Allah
tetapi ditengah-tengah niatnya berubah maka sudah barang tentu amalan tersebut
tertolak di hadapan Allah walaupun sudah sesuai tuntunan Rasulullah.
Yang dimaksud Tauhid adalah keyakinan bahwa Tuhan penguasa Alam semesta
hanyalah satu, tidak beranak, tidak beristri, tidak bersaudara. Satu, dan hanya Allah
SWT.
Tauhid juga merupakan masdar/kata benda dari kata yang berasal dari bahasa arab
yaitu “wahhada-yuwahhidu-tauhiidan” yang artinya menunggalkan sesuatu atau
1
keesaan. Yang dimaksud disini adalah mempercayai bahwa Allah itu esa. Sedangkan
secara istilah ilmu Tauhid ialah ilmu yang membahas segala kepercayaan-
kepercayaan yang diambil dari dalil dalil keyakinan dan hukum-hukum di dalam Islam
termasuk hukum mempercayakan Allah itu esa.
Menurut Syeh M, Abduh, ilmu tauhid (ilmu kalam) ialah ilmu yang membicarakan
tentang wujud Tuhan, sifat-sifat yang mesti ada pada-Nya, sifat-sifat yang boleh ada
pada-Nya; membicarakan tentang Rosul, untuk menetapkan keutusan mereka, sifat-
sifat yang boleh dipertautkan kepada mereka, dan sifat-sifat yang tidak mungkin
terdapat pada mereka.
Ilmu tauhid adalah sumber semua ilmu-ilmu keislaman, sekaligus yang terpenting dan
paling utama. Allah SWT berfirman:
“Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan (Yang Haq) melainkan
Allah.” (Q.S. Muhammad: 19)
Makna dari Tauhid sendiri, sudah berulang kali disampaikan oleh Rasulullah salallahu
‘alaihi wa sallam dalam beberapa hadist, yang mana salah satu diantara hadist
tersebut berbunyi :
Dari Mu’adz radhiyallahu ‘anhu ia berkata, “Aku pernah dibonceng Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam di atas sebuah keledai yang bernama ‘Ufair, lalu Beliau bersabda,
“Wahai Mu’adz, tahukah kamu hak Allah yang wajib dipenuhi hamba-hamba-Nya? Dan
apa hak hamba yang pasti dipenuhi Allah?” Aku menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih
mengetahui.” Beliau bersabda, “Sesungguhnya hak Allah yang wajib dipenuhi hamba
adalah mereka beribadah kepada-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu,
dan hak hamba yang pasti dipenuhi Allah adalah Dia tidak akan mengazab orang yang
tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu.” Aku berkata, “Wahai Rasulullah, bolehkah
aku beritahu kan kabar gembira ini kepada manusia?” Beliau menjawab, “Tidak perlu
kamu sampaikan, nanti mereka akan bersandar.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadist diatas menjelaskan tentang maksud dari Tauhid dan kenapa Tauhid merupakan
hak Allah yang wajib dipenuhi oleh setiap hamba.
Seorang muslim wajib mengimani akan keesaaan Allah ta’ala dan bahwasannya tidak
ada tuhan yang berhak disembah melainkan Allah ta’ala, adapun kalimat Tauhid itu
sendiri maka yang dimaksud ialah La ilaha illah yang berarti tidak ada yang berhak
disembah selain Allah, di dalam al-Quran Allah ta’ala berfirman :
“Dan tuhan kamu adalah tuhan yang Maha Esa, tidak ada tuhan selai Dia, yang Maha
pengasih, Maha penyayang”. (QS. Al-Baqarah: 163)
(2). Dalam firman-Nya (ِ( ) َفاعْ ب ُْدهُ َواصْ َط ِبرْ لِ ِع َبا َد ِتهmaka sembahlah Dia dan berteguh hatilah
dalam beribadah kepada-Nya) merupakan penetapan tauhid uluhiyah.
(3). Dan dalam firman-Nya ( ً ( ) َه ْل َتعْ لَ ُم َل ُه َس ِم ّياApakah kamu mengetahui ada seorang yang
sama dengan Dia?) merupakan penetapan tauhid asma’ wa shifat.
Sebagian ulama membagi tauhid menjadi dua saja yaitu tauhid dalam ma’rifat wal
itsbat(pengenalan dan penetapan) dan tauhid fii thalab wal qasd (tauhid dalam tujuan
ibadah). Jika dengan pembagian seperti ini maka tauhid rububiyah dan tauhid asma’
wa shifat termasuk golongan yang pertama sedangkan tauhid uluhiyah adalah
golongan yang kedua (Lihat Fathul Majid 18).
Pembagian tauhid dengan pembagian seperti di atas merupakan hasil penelitian para
ulama terhadap seluruh dalil-dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah. Sehingga pembagian
tersebut bukan termasuk bid’ah karena memiliki landasan dalil dari Al-Qur’an dan As-
Sunnah.
Tiga macam tauhid di atas tidak boleh dipisah-pisahkan antara satu dengan yang lain.
Karena antara satu macam tauhid dengan yang lain memiliki keterkaitan yang sangat
erat.
Tauhid Rububiyah menuntut dan mengharuskan adanya Tauhid Uluhiyah. Maknanya,
orang yang mengakui rububiyah Allah, maka dia tertuntut untuk mengakui bahwa tidak
ada yang berhak mendapatkan peribadahan hamba kecuali hanya Allah saja. Dan
barangsiapa yang telah mentauhidkan Allah dalam hal Rububiyah secara sempurna,
maka hal itu akan menyebabkan dia beribadah hanya kepada Allah.
Adapun Tauhid Asma wa Shifat, maka dia mencakup Tauhid Rububiyah dan Tauhid
Uluhiyah sekaligus. Karena di antara nama Allah adalah Ar-Rabb yang dalam nama ini
terkandung makna bahwa Allah memiliki sifat Rububiyah. Sedangkan nama dengan
lafal “Allah” mengandung makna bahwa Allah memiliki sifat Uluhiyah.
Maka seseorang dikatakan sebagai orang yang bertauhid apabila telah mewujudkan
tiga macam tauhid itu seluruhnya. Dan barangsiapa mengaku telah melaksanakan
salah satu dari tiga macam tauhid ini namun tidak melaksanakan yang lain, bisa
dipastikan bahwa dia tidak melaksanakan tauhid tersebut secara sempurna
sebagaimana yang diinginkan.
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah menjelaskan bahwa isi Al-Qur’an semuanya adalah
tentang tauhid. Maksudnya karena isi Al-Qur’an menjelaskan hal-hal berikut:
4. Keistimewaan Tauhid
Tauhid memiliki keistimewaan dan keutamaan yang sangat banyak, yang menunjukkan
akan tingginya kedudukan tauhid. Di antara keistimewaan tauhid adalah sebagai
berikut: [59]
Allah berfirman :
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah
kepada-Ku.” [60]
Maksudnya, bahwa dakwah seluruh para Nabi terpusat dan tegak di atas tauhid. Allah
berfirman,
َّ َولَ َق ْد َب َع ْث َنا فِي ُك ِّل أ ُ َّم ٍة رَّ سُواًل أَ ِن اعْ ُبدُوا هَّللا َ َواجْ َت ِنبُوا
َالطا ُغوت
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk
menyerukan): Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah thaghut itu.” [61]
Maka hal pertama yang harus dilakukan oleh seorang manusia untuk masuk ke dalam
agam Islam adalah tauhid. Demikian pula hal pertama yang wajib didakwahkan oleh
seorang pendakwah adalah tauhid. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka bersaksi bahwa tidak
ada sesembahan yang hak melainkan hanya Allah.” [62] [63]
4. Tauhid adalah sebab untuk mendapatkan keamanan dan petunjuk di dunia dan
akhirat
Allah berfirman,
Berbeda dengan akidah dan keyakinan lainnya, pasti akan terdapat kontradiksi dan
kebingungan bagi para pemeluknya. Hal ini karena tauhid bersumber pada Al-Quran
yang berasal dari Allah. Sedangkan akidah dan keyakinan lain berasal dari makhluk.
Dan Allah telah berfirman,
“Kalau kiranya Al Quran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat
pertentangan yang banyak di dalamnya.” [65]
6. Tauhid adalah keyakinan yang sesuai dengan fitrah dan akal yang sehat
َ َك َما ُت ْن َت ُج ْال َب ِهي َم ُة َب ِهي َم ًة َج ْم َعا َ›ء َه ْل ُت ِحس، َفأ َ َب َواهُ ُي َهوِّ دَ ا ِن ِه أَ ْو ُي َنص َِّرا ِن ِه أَ ْو ُي َمجِّ َسا ِن ِ›ه، َما مِنْ َم ْولُو ٍد إِالَّ يُولَ ُد َعلَى ْالف ِْط َر ِة
ُّون فِي َها
مِنْ َج ْد َعا َء
“Tidak ada seorang anak pun yang dilahirkan melainkan dilahirkan di atas fitrah. Lalu
kedua orang tuanya menjadikannya yahudi, nasrani atau majusi. Sebagaimana
binatang ternak mengeluarkan anak yang sempurna, apakah kamu mendapati cacat
(telah terpotong sebagian anggota tubuhnya) padanya?” [66] [67]
Binatang ternak terlahir dari induknya dalam keadaan sempurna anggota tubuhnya.
Kemudian apabila terputus salah satu anggota tubuhnya, baik kaki, tangan, telinga
atau yang lain, maka itu bukanlah dari asal penciptaan binatang ternak tersebut. Akan
tetapi itu adalah akibat perbuatan manusia setelah binatang itu lahir dalam keadaan
sempurna.
Demikianlah anak manusia yang dilahirkan. Dia berada dalam keadaan fitrah sampai
orang tuanya yang menyimpangkan anak tersebut dari fitrahnya. Dan dalam hadits ini
Rasulullah dan tidak mengatakan “atau kedua orang tuanya menjadikannya muslim”,
karena agama Islam dan tauhid itulah agama fitrah.
7. Tauhid adalah tali ikatan yang hakiki dan akan terus berlaku di dunia dan akhirat
Allah berfirman,
“Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang
lain kecuali orang-orang yang bertakwa.” [68]
Maka semua hubungan di antara aded manusia akan terputus kecuali hubungan
yang dibangun di atas tauhid dan keimanan kepada Allah.
A. Pengertian Al-Qur’an
Artinya : kitab Allah yang diturnkan kepada Nabi Muhammad SAW dan orang yang
membacanya memperoleh pahala.
Menurut Al-Jurjani :
“Yang diturunkan kepada Rasulullah SAW., ditulis dalam mushaf, dan diriwayatkan
secara mutawattir tanpa keraguan”.
Allah ta’ala menyebut al-Qur’an dengan sebutan yang banyak sekali, yang
menunjukkan keagungan, keberkahan, pengaruhnya dan universalitasnya serta
menunjukkan bahwa ia adalah pemutus bagi kitab-kitab terdahulu sebelumnya.
FUNGSI AL-QURAN
Fungsi AL-Qur’an sebagai sumber ajaran islam sudah diyakini dan diakui
kebenarannya oleh segenap hukum islam.Adapun ajarannya meliputi persoalan
kemanusiaan secara umum seperti
hukum,ibadah,ekonomi,politik,social,budaya,pendidikan,ilmu pengethuan dan seni.
Dalam AL-Qur’an banyak diterangkan tentang kisah para nabi dan umat terdahulu,baik
umat yang taat melaksanakan perintah Allah maupun yang mereka yang menentang
dan mengingkari ajaran Nya.Bagi kita,umat uyang akan datang kemudian rentu harus
pandai mengambil hikmah dan pelajaran dari kisah-kisah yang diterangkan dalam Al-
Qur’an.
Turunnya Al-Qur’an merupakan salah satu mukjizat yang dimilki oleh nabi Muhammad
saw. Al-Qur’an adalah wahyu Allah yang berfungsi sebagai mu’jizat bagi Rasulullah
Muhammad saw sebagai pedoman hidup bagi setiap Muslim dan sebagai korektor dan
penyempurna terhadap kitab-kitab Allah yang sebelumnya, dan bernilai abadi.
1. Pengertian Al-Hadits
Menurut bahasa hadits adalah aded, yaitu sesuatu yang baru, menunjukkan sesuatu
yang dekat atau waktu yang singkat. Hadits juga berarti khabar, artinya berita, yaitu
sesuatu yang diberitakan, diperbincangkan, dan dipindahkan dari seseorang kepada
orang lain. Selain itu, hadits juga berarti qarib, artinya dekat, tidak lama lagi terjadi.
Menurut ahli hadits, pengertian hadits adalah “Seluruh perkataan, perbuatan, dan hal
ihwal tentang Nabi Muhammad SAW”, sedangkan menurut yang lainnya adalah
“Segala sesuatu yang bersumber dari Nabi, baik berupa perkataan, perbuataan,
maupun ketetapannya.”
Adapun menurut muhadditsin, hadits itu adalah “Segala apa yang disandarkan kepada
Nabi Muhammad SAW, baik itu hadits marfu’(yang disandarkan kepada Nabi), hadits
mauquf (yang disandarkan kepada sahabat) ataupun hadits maqthu’ (yang
disandarkan kepada tabi’in).
Al-Qur’an merupakan kitab suci terakhir yang diturunkan Alloh. Kitab Al-Qur’an adalah
sebagai penyempurna dari kita-kitab Alloh yang pernah diturunkan sebelumnya. Al-
Qur’an dan Hadits merupakan sumber pokok ajaran Islam dan merupakan rujukan
umat Islam dalam memahami syariat. Pada tahun 1958 salah seorang sarjana barat
yang telah mengadakan penelitian dan penyelidikan secara ilmiah tentang Al-Qur’an
mengatan bahwa : “Pokok-pokok ajaran Al-Qur’an begitu dinamis serta langgeng
abadi, sehingga tidak ada di dunia ini suatu kitab suci yang lebih dari 12 abad lamanya,
tetapi murni dalam teksnya”. (Drs. Achmad Syauki, Sulita Bandung, 1985 : 33). Fungsi
Hadits terhadap Al-Qur’an meliputi tiga fungsi pokok, yaitu :
2. Menguraikan dan merincikan yang global (mujmal), mengkaitkan yang mutlak dan
mentakhsiskan yang umum(‘am), Tafsil, Takyid, dan Takhsis berfungsi menjelaskan
apa yang dikehendaki Al-Qur’an. Rasululloh mempunyai tugas menjelaskan Al-Qur’an
sebagaimana firman Alloh SWT dalam QS. An-Nahl ayat 44:
“Dan Kami turunkan kepadamu Al-Qur’an, agar kamu menerangkan kepada umat
manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka
memikirkan”(QS. An-Nahl : 44)
اس َقرْ نِي ُث َّم الَّ ِذي َْن َيلُ ْو َن ُه ْم ُث َّم الَّ ِذي َْن َيلُ ْو َن ُه ْم
ِ َخ ْي ُر ال َّن
Adapun 3 generasi yang dimaksud Rasululah ialah, generasi sahabat, Tabiin, dan
Tabitabiin
1. Sahabat
Sahabat adalah orang-orang beriman yang bertemu dan melihat Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam secara langsung serta membantu perjuangan beliau. Menurut Imam
Ahmad, siapa saja diantara orang beriman yang bertemu dan melihat Rasulullah, baik
sebulan, sepekan, sehari atau bahkan cuma sesaat maka ia dikatakan sebagai
sahabat. Derajatnya masing-masing ditentukan dengan seberapa lama ia menyertai
Rasulullah. para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang bertemu
dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam keadaan beriman kepada beliau,
dan mati dalam keadaan muslim. Mereka adalah generasi terbaik dari umat ini.
ُث َّم َن َظ َر،ِ َفاصْ َط َفاهُ لِ َن ْفسِ ِه َفا ْب َت َع َث ُه ِب ِر َسالَ ِته،ِب ْال ِع َباد
ِ صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َخي َْر قُلُ ْو
َ ب م َُح َّم ٍد َ ب ْال ِع َبا ِد َف َو َجدَ َق ْل
ِ إِنَّ هللاَ َن َظ َر فِي قُلُ ْو
َف َما َرأَى،ِب ْال ِع َبا ِد َف َج َعلَ ُه ْم وُ َز َرا َء َن ِب ِّي ِه ُي َقاتِلُ ْو َن َعلَى ِد ْي ِنهِ ب أَصْ َح ِاب ِه َخي َْر قُلُ ْو ِ ب ْال ِع َبا ِد َبعْ دَ َق ْل
َ َف َو َجدَ قُلُ ْو،ٍب م َُح َّمد ِ فِي قُلُ ْو
ِ َو َما َرأَ ْوا َس ِّي ًئا َفه َُو عِ ْن َد، ٌهللا َح َسن
هللا َس ِّي ٌئ ِ ْالمُسْ لِم ُْو َن َح َس ًنا َفه َُو عِ ْن َد
2. Tabi’in
Tabi’in adalah orang-orang beriman yang hidup pada masa Rasulullah atau setelah
beliau wafat tetapi tidak bertemu dengan Rasulullah dan bertemu serta melihat para
sahabat. Tabi’in merupakan orang-orang yang belajar dan mewariskan ilmu dari para
sahabat Rasulullah. Generasi tabiin ini terbaik setelah generasi Rasulullah saw.
Karena generasi masih melihat langsung apa yang dilakukan dan diajarkan Rasulullah
saw. Generasi ini tidak mungkin salah mentafsir apa yang ucapkan dan praktekkan.
Adapun diantara orang-orang yang tergolong generasi tabi’in lainnya yakni Umar bin
Abdul Aziz, Urwah bin Zubair, Ali Zainal Abidin bin Al Husein, Muhammad bin Al
Hanafiyah, Hasan Al Bashri dan yang lainnya. ِينَ ِين َيلُو َن ُه ْم ُث َّم الَّذ
َ ِيه ْم ُث َّم الَّذ
ِ تف َ َخ ْي ُر أ ُ َّمتِي ْال َقرْ نُ الَّذ
ُ ِين ُبع ِْث
َيلُو َن ُه ْم
“Sebaik-baiknya umatku adalah generasi yang aku diutus pada mereka (Sahabat Nabi-
ed) kemudian yang setelahnya (Tabi’in-ed) kemudian yang setelahnya (Tabiit Tabi’in-
ed).” ( Hadits Shahih riwayat Abu Daud )
3. Tabiit Tabiin
Tabiit tabiin adalah orang beriman yang hidup pada masa sahabat atau setelah
mereka wafat tetapi tidak bertemu dengan sahabat dan bertemu dengan generasi
tabi’in. tabi’it tabi’in merupakan orang-orang yang belajar dan mewariskan ilmu
dari para tabi’in Generasi tabiittabiin juga tidak akan salah mentafsirkan apa yang
Rasulullah saw ucapkan dan lakukan, karena melihat atau belajar langsung dari
generasi Tabiin ( generasi Tabiittabiin merupakan generasi cucu dari para sahabat
Rasulullah saw ).
SALAF secara bahasa Arab artinya setiap amalan shalih yang telah lalu; segala
sesuatu yang terdahulu; setiap orang yang telah mendahuluimu, yaitu nenek moyang
atau kerabat (Lihat Qomus Al Muhith, Fairuz Abadi).
As-Salafiyyah) adalah salah satu metode dalam agama Islam yang mengajarkan
syariat Islam secara murni tanpa adanya tambahan dan pengurangan, berdasarkan
syariat yang ada pada generasi Muhammad dan para sahabat kemudian setelah
mereka (murid para sahabat) dan setelahnya (murid dari murid para sahabatSaat ini
kata salafi sering dihubungkan dengan Wahhabisme (untuk sebagian umatnya nama
Wahabi ini dianggap menghina, mereka lebih memilih istilah Salafisme), sehingga dua
istilah ini sering dipandang sebagai sinonim. Wahabisme ini banyak diartikan dengan
pengikut atau nisbah kepada Muhammad bin Abdul Wahhab, padahal jika dilihat dari
cara penisbahan adalah suatu halyang tidak lazim. Karena jika menisbahkan kepada
Muhammad bin Abdul Wahhab seharusnya menjadi Muhammadiyyah bukan
wahabiyah karena Abdul Wahhab bukan namanya namun nama ayahnya. Para
pengikut salafy meyakini bahwa Muhammad bin Abdul Wahhab tidak mengajarkan
agama (aliran) baru dalam syariat Islam, ia hanya berusaha memurnikan Islam yang
telah bercampur dengan adat istiadat lokal.
Secara istilah, yang dimaksud salaf adalah 3 generasi awal umat Islam yang
merupakan generasi terbaik, seperti yang disebutkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam,
َ ُور َع ْنإِب َْراهِي َم َع ْن َع ِبيدَ ة ََع ْن َع ْبدِاللَّ ِه َرضِ َياللَّ ُه َع ْنهُأ َ َّنال َّن ِب َّي
صلَّىاللَّه َُعلَي ِْه َو َسلَّ َم َقالَ َخ ْيرُال َّناسِ َقرْ ن ُِيثمَّالَّذِي َن َيلُو َن ُه ْم ُث ٍ ِيرأَ ْخ َب َر َنا ُس ْف َيا ُن َع ْن َم ْنص
ٍ َح َّد َث َنام َُح َّم ُد ْب ُن َكث
مَّالَّذِي َن َيلُو َنهُمْ ُث َّم َي ِجي ُء َق ْو ٌم َتسْ ِبقُ َش َهادَ ةُأَ َح ِدهِمْ َيمِي َنه َُو َيمِي ُن ُه َش َهادَ َت ُه َقاإَل ِب َْراهِيم َُو َكا ُنوا َيضْ ِربُو َن َنا َعلَىال َّش َها َدة َِو ْال َع ْهد َِو َنحْ ُنصِ غَا ٌر
Telah bercerita kepada kami Muhammad bin Katsir telah mengabarkan kepada
kami Sufyan dari Manshur dari Ibrahim dari 'Abidah dari Abdullah radliallahu
'anhu bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: ""Sebaik-baik manusia
adalah orang-orang yang hidup pada zamanku (generasiku) kemudian orang-orang
yang datang setelah mereka kemudian orang-orang yang datang setelah mereka.
Kemudian akan datang suatu kaum yang persaksian salah seorang dari mereka
mendahului sumpahnya dan sumpahnya mendahului persaksiannya". Ibrahim berkata;
"Dahulu, mereka (para shahabat) mengajarkan kami tentang bersaksi dan memegang
janji ketika kami masih kecil". (Mereka memukul kami bila melanggar perjanjian dan
persaksian) ".
Umat Rasulullah merupakan umat terbaik dari seluruh umat-umat para Nabi yang
diutus sebelum beliau. Meskipun umat Rasulullah datang sebagai yang terakhir
diantara umat-umat lainnya, tetapi di akhirat kelak
umat Rasulullah-lah yang akan memasuki Surga terlebih dahulu di bandingkan dengan
umat-umat lainnya.
Allah telah memberikan pujian kepada umat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam,
dalam firman-Nya :
“Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang
ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah..” (QS. Ali Imran :
110)
كان السلف يبالغون في التقوى والحدر من الشبهات› والشهوات ويبكون على أنفسهم في الخلوات
Para salafus saleh selalu mementingkan ketakwaan, menghindari hal syubhaat dan
syahwat, meski demikian tak jarang saat sendiri mereka menangisi diri mereka yang
belum tentu diridhai Allah
Jika mereka saja yang selalu dalam jalan ketakwaan dan jauh dari perkara syubhat
dan syahwat masih merasa ridha Allah tak berpihak pada mereka, lantas bagaimana
kabar kita yang hanya sedikit berbaur dalam ketakwaan dan masih sering
terperangkap syubhat dan syahwat?
Kita yang hanya menangis jika tak kuat menghadapi masalah, kita yang masih berat
melakukan kewajiban, kita yang masih memanjakan syahwat, pernahkah kita
menangisi diri kita yang belum tentu diridhai Allah? Rasanya begitu naif jika kita yang
masih berlumuran dosa merasa yakin jika Allah ridha dengan diri kita.
Kita bisa melihat adab yang tinggi dari pemilik adab yang agung yaitu Rasulullah,
dimana beliau beradab –dalam berucap- kepada Robnya tatkala bersedih karena terus
mengharap keridhoan-Nya tatkala Ibrahim putra beliau wafat. Beliau berkata :
َ َت ْد َم ُع ْال َعيْنُ َو َيحْ َزنُ ْال َق ْلبُ َوالَ َنقُ ْو ُل إِالَّ َما يُرْ ضِ ي َر َّب َنا وإِ َّنا ِب
ك َيا إِب َْرا ِه ْي ُم لَ َمحْ ُز ْو ُن ْو َن
“Mata menangis, hati bersedih, dan kami tidaklah mengucapkan kecuali yang
mendatangkan keridhoan Rob kami, dan sungguh kami bersedih dengan kepergianmu
wahai Ibrahim” (HR Muslim)
Umar bin Abdul Aziz rahimahullah berkata dalam salah satu khutbahnya,
“Sesungguhnya, dunia bukanlah negeri keabadian kalian. Allah Subhanahuwata’ala
telah menetapkan kefanaannya. Dia Subhanahu wa ta’ala juga menetapkan bahwa
penghuninya akan meninggalkannya. Betapa banyak tempat yang makmur dan dicatat
oleh sejarah, hancur dalam waktu sekejap. Betapa banyak orang yang tinggal dalam
keadaan senang, tiba-tiba harus beranjak pergi. Karena itu, siapkanlah sarana terbaik
yang ada pada kalian sekarang semoga Allah Subhanahuwata’alamerahmati kalian
untuk menempuh perjalanan (kelak). Siapkanlah bekal, dan bekal terbaik adalah
takwa.” Sebagian ahli hikmah mengatakan, “Aku heran terhadap manusia yang akan
ditinggalkan oleh dunia dan akan disongsong oleh akhirat—, ia justru sibuk dengan hal
yang akan meninggalkannya dan lalai dari sesuatu yang akan menyongsongnya.”
Pertama, memutuskan perkara secara adil. Rasulullah SAW bersabda, "Barang siapa
yang menjadi hakim lalu menghukumi dengan adil, niscaya ia akan dijauhkan dari
keburukan." (HR Tirmidzi).
Kedua, tipologi hakim. Rasulullah SAW bersabda, "Hakim itu ada tiga, dua di neraka
dan satu di surga. Seseorang yang menghukumi secara tidak benar, padahal ia
mengetahui mana yang benar maka ia masuk neraka. Seorang hakim yang bodoh lalu
menghancurkan hak-hak manusia maka ia masuk neraka. Dan, seorang hakim yang
menghukumi dengan benar maka ia masuk surga." (HR Tirmidzi).
Ketiga, tidak meminta jabatan hakim. Rasulullah SAW bersabda, "Barang siapa
mengharap menjadi seorang hakim maka (tugas dan tanggung jawab) akan
dibebankan kepada dirinya. Dan barang siapa tidak menginginkannya maka Allah akan
menurunkan malaikat untuk menolong dan membimbingnya dalam kebenaran." (HR
Tirmidzi).
Keempat, jangan silau menjadi hakim. Rasulullah SAW bersabda, "Barang siapa yang
diberi jabatan hakim atau diberi kewenangan untuk memutuskan suatu hukum di
antara manusia, sungguh ia telah dibunuh tanpa menggunakan pisau." (HR Tirmidzi).
Oleh karena itu, kita sangat menaruh hormat kepada setiap aparat penegak hukum
yang masih tegar dan setia membela kebenaran dan keadilan. keadilan disesuaikan
dengan berbagai undang-undang dan peraturan baku yang bersifat tekstual-yuridis dan
mesti ditegakkan oleh para penegak hukum. Maka hukum digunakan sebagai
perangkat untuk menemukan dan menegakkan keadilan teori keadilan menurut ajaran
Islam, yaitu apa yang tertulis di dalam Kitab Suci Al-Qur’an, yaitu Surat An Nisa ayat
58 yang berbunyi:
Dalam buku Konsep Keadilan dalam Al-Qur’an - Perspektif Quraish Shihab dan Sayyid
Qutub, dikatakan bahwa konsep keadilan itu adalah: (1) adil dalam arti sama; (2) adil di
dalam arti seimbang; (3) adil di dalam arti perhatian terhadap hak-hak individu dan
memberikan hak-hak itu kepada setiap pemiliknya; dan (4) adil di dalam arti ‘yang
dinisbahkan kepada Allah’.
Kasus yang saya maksudkan adalah kasus korupsi jenis suap yang menjerat mantan
Ketua DPD RI Irman Gusman yang saat ini mendekam di Lembaga Pemasyarakatan
Sukamiskin, Bandung. Ia sudah dihukum secara sah melanggar Pasal 12 huruf b dari
Undang-Undang No 20/2001 Jo. Undang-Undang No.31/1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Hukumannya adalah 4 tahun 6 bulan ditambah lagi dengan hukuman pencabutan hak
untuk dipilih dalam jabata publik selama 3 tahun terhitung sekan masa pidana
pokoknya berakhir.
Bagaimana kalau melihat hal ini dari sudut pandang konsep keadilan yang diinginkan
di dalam Islam? Di dalam Islam, tingkat keadilan itu amanah. Artinya hak itu sesuai
dengan apa yang dia tuturkan, sesuai dengan apa yang dia dakwakan.
Kalau kita lihat dari segi teorinya Quraish Shihab itu, bahwa al-adil itu tentang perilaku.
Kadang-kadang hakim di dalam mengadili seseorang itu memang perilakunya juga
tidak adil. Jadi dibutuhkan perilaku yang adil menurut ajaran agama Islam.
Perilaku adil itu artinya, pertama, terhadap yang satu dia memperlakukan dengan baik,
seharusnya terhadap Terdakwa juga diperlakukannya dengan baik, terhadap
pengacaranya juga diperlakukannya dengan baik. Maslahnya adalah bahwa kadang-
kadang di persidangan tidak demikian perilakunya.
Yang ke-dua, adalah al-mizan. Itu adalah alat, atau yang disebut dengan
timbangannya. Kalau dalam kasus ini Terdakwa dituntut dengan Pasal 12b dan Pasal
11; sebenarnya mana yang adil menurut hukumnya? Apakah Pasal 12b ataukah Pasal
11? Di sinilah mizan-nya itu penting untuk dipahami.
Kalau alat yang dipakai untuk mengukur, untuk mengadili itu salah, maka hasilnya
pasti salah
Sehingga apabila hakim salah memilih alat yang digunakan untuk mengadili
seseorang, ya pastilah salah hasilnya. Kalau hasilnya sudah salah, maka pasti tidak
adil. Karena tidak adil, maka pasti bertentangan dengan Surat An Nisa ayat 58 yang
disebutkan di atas.
Karena An Nisa ayat 58 itu katakan, sampaikan kepada ahlinya. Kalau memang
dakwaan Pasal 12b terhadap orang ini tidak terbukti, dan yang terbukti itu Pasal 11,
maka seharusnya yang digunakan untuk menghukum Terdakwa adalah Pasal 11. Dari
situlah dapat ditemukan keadilan sesuai konsep keadilan menurut ajaran Islam.
Dengan demikian, maka yang perlu ditegakkan adalah bukan sekadar memutus
berdasarkan aturan-aturan yang bersifat tekstual-normatif semata, tetapi perlu juga
menoleh ke berbagai norma lain yang hidup di dalam masyarakat, khususnya norma
agama, sebab amar putusan setiap pengadilan diawali dengan kalimat, “Demi keadilan
berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa.”
Dalam kalimat tersebut tersirat pesan yang sangat jelas dan tegas bahwa keadilan
yang ingin dicapai dan ditegakkan adalah keadilan yang sesuai dengan kehendak
Tuhan yang Maha Esa itu. Apalagi, selain sila pertama Pancasila itu, ada dua sila lain
lagi yang berhubungan dengna hukum dan keadilan, yaitu sila Kemanusiaan yang adil
dan beradab serta sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
(sal)
Ayat ke-32 dari surat Al-Fathir ini berbicara tentang tiga macam atau tiga golongan
umat Islam dalam menjalankan ajaran Islam. Tiga golongan ini memiliki ciri dan
konsekuensinya masing-masing. Berikut ayat dan terjemah dari surat Al-Fathir [35]
َ ِت ِبإِ ْذ ِن هَّللا ِ َذل
ayat 32: ك ِ ِين اصْ َط َف ْي َنا مِنْ عِ َبا ِد َنا َف ِم ْن ُه ْم َظالِ ٌم لِ َن ْفسِ ِه َو ِم ْن ُه ْم ُم ْق َتصِ ٌد َو ِم ْن ُه ْم َس ِاب ٌق ِب ْال َخي َْرا َ ُث َّم أَ ْو َر ْث َنا ْال ِك َت
َ اب الَّذ
ه َُو ْال َفضْ ُل ْال َك ِبي ُرKemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di
antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka
sendiri, dan di antara mereka ada yang pertengahan dan di antara mereka ada (pula)
yang lebih cepat berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia
yang amat besar. (Surat Al-Fathir [35]: 32) Tiga Golongan Umat Islam Ayat 32 dari
surat Al-Fathir di atas menjelaskan bahwa umat Islam dalam menjalankan ajaran Islam
َ yaitu
terbagi menjadi tiga golongan: Pertama, golongan Dhalimun Linafsihi ()ظالِ ٌم لِ َن ْفسِ ه,
golongan orang-orang yang “menganiaya dirinya sendiri”. Siapakah mereka? Mereka
dalah orang-orang yang lebih banyak melakukan kesalahannya daripada kebaikannya.
Para ulama menyebutkan bahwa orang yang termasuk golongan ini adalah orang yang
hanya menjalankan sebagian kewajiban dari perintah agama dan banyak mengerjakan
hal-hal yang diharamkan agama.
Contohnya, jika seseorang melakukan kebaikan tiga kali, dia juga mengerjakan
keburukan sebanyak 7 kali. Jadi, keburukannya jauh lebih banyak dari pada
kebaikannya. Orang ini memang shalat, namun ia lalai dalam shalatnya (shalatnya
bolong-bolong). Misalnya, shalatnya dalam sehari semalam hanya maghrib saja,
padahal dia puasa Ramadan. Ia puasa seharian, namun banyak shalat wajib yang ia
tinggalkan. Oleh Allah golongan yang pertama ini disebut golongan Dhalimun Linafsihi
َ Baca Juga Inspirasi dari Dua Keluarga Pilihan: Keluarga Ibrahim dan Imran
()ظالِ ٌم لِ َن ْفسِ ه.
Kedua, golongan Muqtashid () ُم ْق َتصِ د, yaitu golongan “Pertengahan”. Siapakah mereka?
Mereka adalah orang-orang yang kebaikannya sebanding dengan kesalahannya. Para
ulama juga menyebutkan bahwa golongan ini adalah orang-orang yang menunaikan
hal-hal yang diwajibkan agama atas dirinya dan meninggalkan hal-hal yang
diharamkan. Namun, ada kalanya golongan ini meninggalkan sebagian dari hal-hal
yang disunahkan dan mengerjakan sebagian dari hal-hal yang dimakruhkan.
DAFTAR PUSTAKA
umma.id. Umma. Pengertian Tauhid dan Pembagiannya dalam Islam. Diakses dari
https://umma.id/post/pengertian-tauhid-dan-pembagiannya-dalam-islam-375142?
lang=id
ibtimes.id. Ibitimes. Golongan Umat Islam Dalam Menjalankan Ajaran Islam. Diakses
dari https://ibtimes.id/tiga-golongan-umat-islam-dalam-menjalankan-ajaran-islam/