Anda di halaman 1dari 35

ARTIKEL KEISLAMAN:

1. KEISTIMEWAAN DAN KEBENARAN KONSEP KETUHANAN DALAM ISLAM


2. SAINS&TEKNOLOGI DALAM AL-QUR’AN DAN AL-HADITS
3. GENERASI TERBAIK MENURUT AL-HADITS
4. PENGERTIAN SALAF (REFERENSI HADITS)
5. ISLAM, AJARAN TENTANG BERBAGI SERTA KEADILAN PENEGAKAN
HUKUM

Disusun sebagai tugas terstruktur Mata Kuliah: Pendidikan Agama Islam

Dosen Pengampuh:

Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.Sos

Disusun Oleh:

Nama : Lalu Hasan Ghoffari


NIM : G1D020033
Fakultas&Prodi : MIPA/Matematika
Semester : l (Satu)

PROGRAM STUDI MATEMATIKA


FAKULTAS MIPA
UNIVERSITAS MATARAM
T.A. 2020/2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah penulis haturkan kepada ALLAH SWT atas selesainya tugas
ini. Berkat rahmat dan inayah-Nya lah sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas
artikel ini dengan tepat waktu.

Sholawat dan Salam semoga ALLAH limpahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW
atas perjuangannya membimbing umat dari zaman kegelapan menuju zaman terang
benderang seperti saat ini. Pembawa agama rahmatan Lil Al-Amin, agama yang
sempurna, petunjuk bagi kita di dunia ini.

Terima kasih saya sampaikan atas bimbingan Bapak Dr. Taufiq Ramadani, S.Th.I.,
M.Sos, sebagai dosen pengampuh mata Kuliah Pendidkan Agama Islam yang telah
memberikan arahan mengenai tugas ini. Tanpanya penulis tidak dapat menyelesaikan
tugas ini dengan baik

Besar harapan saya tugas ini akan memberi manfaat bagi kita semua, dapat
menambah wawasan keislaman kita, serta menjadikan kita pribadi yang lebih baik dari
sebelumnya. Penulis sadari artikel ini masih jauh dari kata sempurna. Maka dari itu,
kritik dan saran penulis harapkan dari pembaca agar artikel yang penulis buat lebih
baik lagi kedepannya.

Penyusun, Mataram 25 Oktober 2020

Lalu Hasan Ghoffari


G1D020033

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN COVER i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
I. Keistimewaan dan Kebenaran Konsep Ketuhanan dalam Islam 1
II. Sains dan Teknologi dan Al-Qur’an dan Al-Hadits 7
III. Generasi Terbaik Menurut Al-Hadits 14
IV. Pengertian Salaf Menurut Al-Hadits 21
V. Islam: Ajaran Tentang Berbagi serta Keadilan Penegakan Hukum 24
DAFTAR PUSTAKA 31
LAMPIRAN

iii
BAB I

Keistimewaan dan kebenaran konsep ketuhanan dalam Islam

Dalam konsep Islam, Tuhan disebut Allah. Zat yang Maha Tinggi Yang Nyata dan Esa,
Pencipta Yang Maha Kuat dan Maha Tahu, Yang Abadi, Penentu Takdir, dan Hakim
bagi semesta alam.

Islam menitikberatkan konseptualisasi Tuhan sebagai Yang Tunggal dan Maha Kuasa
(tauhid). Dia itu wahid dan Esa (ahad), Maha Pengasih dan Maha Kuasa. Menurut Al-
Quran terdapat 99 Nama Allah (asma’ul husna artinya: “nama-nama yang paling baik”)
yang mengingatkan setiap sifat-sifat Tuhan yang berbeda. Semua nama tersebut
mengacu pada Allah, nama Tuhan Maha Tinggi dan Maha Luas. Di antara 99 nama
Allah tersebut, yang paling terkenal dan paling sering digunakan adalah “Maha
Pengasih” (ar-rahman) dan “Maha Penyayang” (ar-rahim).

Penciptaan dan penguasaan alam semesta dideskripsikan sebagai suatu tindakan


kemurahhatian yang paling utama untuk semua ciptaan yang memuji keagungan-Nya
dan menjadi saksi atas keesan-Nya dan kuasa-Nya. Menurut ajaran Islam, Tuhan
muncul di mana pun tanpa harus menjelma dalam bentuk apa pun. Al-Quran
menjelaskan, “Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat
segala yang kelihatan; dan Dialah Yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui.”
(Al-‘An’am 6:103).

Tuhan dalam Islam tidak hanya Maha Agung dan Maha Kuasa, namun juga Tuhan
yang personal: Menurut Al-Quran, Dia lebih dekat pada manusia daripada urat nadi
manusia. Dia menjawab bagi yang membutuhkan dan memohon pertolongan jika
mereka berdoa pada-Nya. Di atas itu semua, Dia memandu manusia pada jalan yang
lurus, “jalan yang diridhai-Nya.”

Tauhid, Esensi dari Ajaran Islam

Tauhid diambil dari kata wahhada-yuwahhidu-tauhidan, yang Berarti: “mengesakan”.


Satu asal kata dengan kata wahid yang berarti “satu”, atau kata ahad yang berarti
“esa”.

1
Dalam ajaran Islam, tauhid berarti keyakinan akan keesaan Allah. Kalimat tauhid
adalah la ilaha illa Allah, yang berarti “tiada Tuhan selain Allah”, seperti dinyatakan
dalam Q.S. al-Baqarah:163 Berikut:

ِ ‫َوإِ ٰلَهُ ُك ْم إِ ٰلَهٌ ٰ َو ِح ٌد ۖ ٓاَّل إِ ٰلَهَ إِاَّل هُ َو ٱلرَّحْ ٰ َمنُ ٱلر‬


‫َّحي ُم‬

“Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan melainkan Dia, Yang Maha
Pemurah lagi Maha Penyayang.”

Tauhid merupakan inti dari seluruh tata nilai dan norma Islam. Karenanya, Islam
dikenal sebagai agama tauhid, yakni agama yang mengesakan Allah. Bahkan gerakan-
gerakan pemurnian Islam dikenal dengan nama gerakan muwahhidin.

Dalam perkembangannya, tauhid telah menjelma menjadi salah satu cabang ilmu
dalam Islam. Ilmu Tauhid merupakan disiplin ilmu yang mengkaji dan membahas
masalah-masalah yang berhubungan dengan keimanan, terutama yang menyangkut
keesaan Allah.

Begitu pentingnya doktrin tauhid ini, Nabi Muhammad SAW selalu menyampaikan dan
menekankannya kepada semua orang, suku dan bangsa tanpa terkecuali. Lebih jauh,
posisi strategis doktrin tauhid dalam ajaran Islam dapat dijelaskan sebagai berikut.
Pertama, dakwah Rasulullah SAW pada periode Makkah dititik-beratkan pada usaha
pembinaan tauhid, khususnya bagi mereka yang baru memeluk agama Islam. Kedua,
dalam ibadah mahdhah (ritual khusus), doktrin tauhid tercermin dalam pelaksanaannya
yang hanya ditujukan secara langsung kepada Allah SWT tanpa perantara (wasilah).
Berbeda halnya dengan ibadah ghair mahdhah (ritual umum), masih ada ruang bagi
keragaman cara dan teknis beribadah sejauh hanya mengarahkan peribadatannya itu
kepada Allah SWT semata.

Kebenaran dan Bukti Keesaan Allah SWT

Ada sementara orang yang menuntut bukti wujud dan keesaan Tuhan dengan
pembuktian material. Mereka ingin segera melihat-Nya di dunia ini. Nabi Musa
a.s.suatu ketika pernah bermohon agar Tuhan menampakkan diri-Nya
kepadanya,sehingga Tuhan berfirman sebagai jawaban atas permohonannya,

2
ُ ‫ِن‬
َ ‫ َف َس ْو‬O‫ٱنظرْ إِلَى ْٱل َج َب ِل َفإِ ِن ٱسْ َت َقرَّ َم َكا َن ُهۥ‬ ٰ ُ َ‫ُوس ٰى لِمِي ٰ َق ِت َنا َو َكلَّ َمهُۥ َر ُّبهُۥ َقا َل َربِّ أَرن ِٓى أ‬
‫ف‬ ِ ‫ْك ۚ َقا َل لَن َت َر ٰىنِى َو َلك‬ َ ‫نظرْ إِلَي‬ ِ َ ‫َولَمَّا َجٓا َء م‬
َ ‫ْك َوأَ َن ۠ا أَوَّ ُل ْٱلم ُْؤ ِمن‬
‫ِين‬ َ ‫ْت إِلَي‬
ُ ‫ك ُتب‬ َ ‫ص ِع ًقا ۚ َفلَمَّٓا أَفَاقَ َقا َل ُسب ٰ َْح َن‬ َ ‫َت َر ٰىنِى ۚ َفلَمَّا َت َجلَّ ٰى َر ُّبهُۥ ل ِْل َج َب ِل َج َعلَهُۥ دَ ًّكا َو َخرَّ م‬
َ ‫ُوس ٰى‬

Artinya : “Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang
telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya, berkatalah
Musa: "Ya Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat
kepada Engkau". Tuhan berfirman: "Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku, tapi
lihatlah ke bukit itu, maka jika ia tetap di tempatnya (sebagai sediakala) niscaya kamu
dapat melihat-Ku". Tatkala Tuhannya menampakkan diri kepada gunung itu,
dijadikannya gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan. Maka setelah Musa
sadar kembali, dia berkata: "Maha Suci Engkau, aku bertaubat kepada Engkau dan
aku orang yang pertama-tama beriman".QS Al-A’raf [7]: 143

Menurut Quraish Shihab, ada dua faktor yang menjadikan makhluk tidak dapat melihat
sesuatu. Pertama, karena sesuatu Yang akan dilihat terlalu kecil apalagi dalam
kegelapan. Sebutir Pasir lebih-lebih di malam yang kelam tidak mungkin
Ditemukanoleh seseorang. Namun kegagalan itu tidak berarti Pasir yang dicari tidak
ada wujudnya. Faktor kedua adalah karena sesuatu itu sangat terang. Bukankah
kelelawar tidak Dapat melihat di siang hari, karena sedemikian terangnya
Cahayamatahari dibanding dengan kemampuan matanya untuk Melihat? Tetapi bila
malam tiba, dengan mudah ia dapat Melihat. Demikian pula manusia tidak sanggup
menatap Matahari dalam beberapa saat saja, bahkan sesaat setelah Menatapnya ia
akan menemukan kegelapan. Kalau demikian wajar jika mata kepalanya tak mampu
melihatTuhan pencipta Matahari itu.37 Sayyidina Ali r.a. pernah ditanya oleh seorang
Sahabatnya bernama Zi’lib Al-Yamani,”Apakah Anda pernah Melihat Tuhan?” Beliau
menjawab, “Bagaimanasaya Menyembah yang tidak pernah saya lihat?” “Bagaimana
anda Melihat-Nya?” tanyanya kembali. Imam Ali menjawab,”Dia Tak bisa dilihat oleh
matadengan pandangannya yang kasat, Tetapi bisa dilihat oleh hati dengan hakikat
keimanan …”Mata Hati jauh lebih tajam dan dapat lebih meyakinkan daripada
Pandangan mata. Bukankah mata sering menipu kita? Kayu yang lurus terlihat
bengkok di dalam sungai, bintang yang besar terlihat kecil dari kejauhan.Dalam kaitan
dengan argumen-argumen dan bukti-bukti logika, kita dapatmenyatakan bahwa tidak
ada satu argumen yang dikemukakan oleh para filosof tentang wujud dan keesaan
Tuhan yang tidak dikemukakan al-Quran. Yang berbeda bahwa kalimat-kalimat yang
digunakan al-Quran sedemikian sederhana dan mudah ditangkap, berbeda dengan

3
para filosof yang seringkali berbelit-belit. Bukti-bukti yang dipaparkan di atas,
dikemukakan oleh al-Quran dengan berbagai cara, baik tersurat maupun tersirat.
Secara umum kita dapat membagi uraian al-Quran tentang buktikeesaan Tuhan
dengan tiga bagian pokok, yaitu : kenyataan wujud yang tampak, rasa yang terdapat
dalam jiwa manusia, dan dalil-dalil logika.

1. Kenyataan wujud yang tampak.

Dalam konteks ini al-Quran menggunakan seluruh wujud sebagai bukti, khususnya
keberadaan alam raya ini dengan segala isinya. Berkali-kali manusia diperintahkan
untuk melakukannaz}ar, fikr, serta berjalan di permukaan bumi guna melihat betapa
alam raya ini tidak mungkin terwujud tanpa ada yang mewujudkannya.39Dalam uraian
al-Quran tentang kenyataan wujud, dikemukakannya keindahan dan keserasian alam
raya.“Maka apakah mereka tidak melihat akan langit yang ada di atas mereka,
bagaimana Kami

Meninggikannya dan menghiasinya dan langit itu tidak Mempunyai retak-retak sedikit
pun?. Adapun keserasiannya, maka dinyatakannya:

ُ ُ‫ص َر َه ْل َت َرى مِنْ ف‬


‫طور‬ َ ‫ت َفارْ ِج ِع ْال َب‬
ٍ ُ‫ت طِ َبا ًقا َما َت َرى فِي َخ ْل ِق الرَّ حْ َم ِن مِنْ َت َفاو‬
ٍ ‫الَّذِي َخلَقَ َسب َْع َس َم َاوا‬

َ ‫ْك ْال َب‬


‫ص ُر َخاسِ ًئا َوه َُو َحسِ ي ٌر‬ َ ‫ْن َي ْن َقلِبْ إِلَي‬ َ ‫ُث َّم ارْ ِج ِع ْال َب‬
ِ ‫ص َر َكرَّ َتي‬

Artinya: "(Allah) yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sama sekali
tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pengasih sesuatu yang tidak seimbang.
Maka lihatlah berulang-ulang, adakah sesuatu yang kamu lihat tidak seimbang?
Kemudian pandanglah sekali lagi, niscaya penglihatanmu akan kembali kepadamu
dengan tidak menemukan sesuatu pun yang cacat, dan penglihatanmu itu pun dalam
keadaan payah" (QS Al-Mulk [67]: 3-4).

2. Rasa yang terdapat dalam jiwa manusia

Dalam konteks ini, al-Quran misalnya mengingatkan Manusia,

َ ‫قُ ْل أَ َر َء ْي َت ُك ْم إِنْ أَ َت ٰى ُك ْم َع َذابُ ٱهَّلل ِ أَ ْو أَ َت ْت ُك ُم ٱلسَّا َع ُة أَ َغي َْر ٱهَّلل ِ َت ْدع‬


َ ٰ ‫ُون إِن ُكن ُت ْم‬
٤٠‫ص ِدقِين‬

٤١‫ُون إِلَ ْي ِه إِن َشٓا َء َو َتن َس ْو َن َما ُت ْش ِر ُكو ُت ْش ِر ُكون‬


َ ‫ُون َف َي ْكشِ فُ َما َت ْدع‬
َ ‫َب ْل إِيَّاهُ َت ْدع‬

4
Artinya:”Katakanlah (hai Muhammad kepada yang Mempersekutukan Tuhan),
‘Jelaskanlah kepadaku jika datang Siksaan Allah kepadamu, atau datang hari kiamat,
apakah Kamu menyeru (tuhan) selain Allah, jika kamu orang-orang Yang benar?’
Tidak! Tetapi hanya kepada-Nya kamu bermohon, maka Dia menyisihkan bahaya yang
karenanya Kamu berdoa kepada-Nya, jika Dia menghendaki, dan Kamutinggalkan
sembahan sembahan yang kamu sekutukan (dengan Allah)” (QS. Al-An’am [6]: 40-
41).42

Demikian al-Quran menggambarkan hati manusia. Karena itu sungguh tepat


pandangan sementara filosof yang Menyatakan bahwa manusia dapat dipastikan akan
terus Mengenal dari berhubungan dengan Tuhan sampai akhir Zaman,walaupun ilmu
pengetahuan membuktikan lawan dari Hal tersebut. Ini selama tabiat kemanusiaan
masih sama Seperti sediakala, yakni memiliki naluri mengharap,cemas, dan Takut,
karena kepada siapa lagi jiwanya akan mengarah jika Rasa takut atau harapannya
tidak lagi dapat dipenuhi oleh Makhluk, sedangkan harapan dan rasa takut manusia
tidak Pernah akan putus.

3. Dalil-dalil logika.

Bertebaran ayat-ayat yang menguraikan dalil-dalil aqliah Tentang keesaan Tuhan,


misalnya,

‫ص ِح َب ٌة ۖ َو َخلَقَ ُك َّل َشىْ ٍء ۖ َوه َُو ِب ُك ِّل َشىْ ٍء َعلِيم‬ ِ ْ‫ت َوٱأْل َر‬
َ ٰ ‫ض ۖ أَ َّن ٰى َي ُكونُ لَهُۥ َولَ ٌد َولَ ْم َت ُكن لَّهُۥ‬ ِ ‫َبدِي ُع ٱل َّس ٰ َم ٰ َو‬

Artinya: “Bagaimana Dia mempunyai anak, padahal Dia tidak Mempunyai istri. Dia
yang menciptakan segala Sesuatu, dan Dia mengetahui segala sesuatu” (QS. Al-
An’am [6]: 101)

‫ون‬ ِ ْ‫ِيه َمٓا َءالِ َه ٌة إِاَّل ٱهَّلل ُ لَ َف َسدَ َتا ۚ َف ُسب ٰ َْح َن ٱهَّلل ِ َربِّ ْٱل َعر‬
َ ُ‫ش َعمَّا يَصِ ف‬ َ ‫لَ ْو َك‬
ِ ‫ان ف‬

Artinya: "Seandainya pada keduanya (langit dan bumi) ada dua Tuhan, maka pastilah
keduanya binasa....." (QS Al-Anbiya' [21]: 22)

5
Maksud ayat ini adalah seandainya ada dua pencipta, maka akan kacau ciptaan,
karena jika masing-masingpencipta menghendaki sesuatu yang tidak dikehendaki oleh
yang lain, maka kalau keduanya berkuasa, ciptaan pun akan kacau atau tidak akan
mewujud; kalau salah satu mengalahkan yang lain, maka yang kalah bukan Tuhan;
dan apabila mereka berdua bersepakat, maka itu merupakan bukti kebutuhan dan
kelemahan mereka, sehingga keduanya bukan Tuhan, karena Tuhan tidak mungkin
membutuhkan sesuatu atau lemah atas sesuatu. Dalam menanggapi ayat di atas,
Fazlur Rahman mengatakan, secara logis hanya ada satu Tuhan. Apabila Tuhan lebih
dari satu maka hanya satu saja yang tampil sebagai yang pertama. “Allah berfirman:
Janganlah mengambil dua Tuhan karena Dia adalah esa” (16:51); “Allah bersaksi:
tiada Tuhan selain dari pada Dia” (3:18); “katakanlah (wahai Muhammad): jika
memang ada tuhan-tuhan lain selain Dia, seperti yang mereka nyatakan, niscaya
semuanya akan menghadap kepada Tuhan yang memiliki tahta (‘Arasy)” (17:42).43Di
samping mengemukakan dalil-dalil di atas, al-Quran juga mengajak mereka yang
mempersekutukan Tuhan untuk memaparkan hujjah mereka, diantaranya;

۟ ‫أَم ٱ َّت َخ ُذ‬


۟ ‫وا مِن دُو ِن ِهۦٓ َءالِ َه ًة ۖ قُ ْل َها ُت‬
‫وا بُرْ ٰ َه َن ُك ْم‬ ِ

Artinya:"Apakah mereka mengambil tuhan-tuhan selain-Nya? Katakanlah, 'Kemukakan


bukti kalian!”(QS Al-Anbiya' [21]: 24).

‫ب مِّن َقب ِْل ٰ َه َذٓا أَ ْو أَ ٰ َث َر ٍة‬


ٍ ‫ت ۖ ٱ ْئ ُتونِى ِب ِك ٰ َت‬
ِ ‫ك فِى ٱل َّس ٰ َم ٰ َو‬ ِ ْ‫وا م َِن ٱأْل َر‬
ٌ ْ‫ض أَ ْم لَ ُه ْم شِ ر‬ ۟ ُ‫ُون ٱهَّلل ِ أَرُونِى َم َاذا َخلَق‬ َ ‫قُ ْل أَ َر َء ْي ُتم مَّا َت ْدع‬
ِ ‫ُون مِن د‬
‫ِين‬ َ ٰ ‫مِّنْ عِ ْل ٍم إِن ُكن ُت ْم‬
َ ‫ص ِدق‬

Artinya:"Katakanlah, 'Jelaskanlah kepadaku tentang apa yang kamu sembah selain


Allah; perlihatkan kepada-Ku apakah yang telah mereka ciptakan dan bumi ini,atau
adakah mereka berserikat (dengan Allah) Dalam (penciptaan) langit. Bawalah
kepadaku kitab Sebelum (Al-Quran) ini, atau peninggalan Dan pengetahuan (orang-
orang dahulu) jika kamu Adalah orang-orang yang benar’” (QS Al-Ahqaf [46]: 4)

BAB II

6
Sains dan Teknologi dan Al-Quran dan Hadits

Persepektif Al Qur’an tentang sains dan teknologi

Al-Qur'an adalah kitab suci yang diturunkan bagi seluruh umat manusia yang mau
menggunakan akal pikirannya dalam memahami penciptaan alam semesta. Apabila
diperhatikan dengan cermat ayat-ayat Al-Qur'an banyak sekali yang menyinggung
masalah ilmu pengetahuan, sehingga Al-Qur'an sering kali disebut sebagai sumber
segala ilmu pengetahuan.

Selain itu, Al-Qur'an merupakan landasan pertama bagi hal-hal yang bersifat konstan
dalam Islam. Oleh karena itu, telah banyak dilakukan studi yang menyoroti sisi
kemukjizatan al-Qur'an, antara lain dari segi sains yang pada era ilmu dan teknologi ini
banyak mendapat perhatian dari kalangan ilmuwan. Penggalian ajaran-ajaran yang
ada di dalam al-Qur'an sangat menarik sekali kalau dilihat dengan kacamata ilmiah.
Makin digali makin terlihat kebenarannya dan makin terasa begitu kecil dan sedikitnya
ilmu manusia yang menggalinya. Hal ini karena begitu Maha luasnya pengetahuan dan
pelajaran-pelajaran yang ada di dalamnya. Al-Qur‟an, sebagai kalam Allah, diturunkan
bukan untuk tujuan-Tujuan yang bersifat praktis. Oleh sebab itu, secara obyektif, al-
Qur‟an bukanlah ensiklopedi sains dan teknologi apalagi al-Qur‟an Tidak menyatakan
hal itu secara gamblang. Al-Quran al-Karim, yang terdiri atas 6.236 ayat itu,
Menguraikan berbagai persoalan hidup dan kehidupan, antara lain

Menyangkut alam raya dan fenomenanya. Uraian-uraian sekitar Persoalan tersebut


sering disebut ayat-ayat kauniyyah. Tidak kurang Dari 750 ayat yang secara tegas
menguraikan hal-hal di atas, Jumlah Ini tidak termasuk ayat-ayat yang
menyinggungnya secara tersirat. Bukan sesuatu yang aneh dan mengherankan jika al-
Qur‟an Sebagai mukjizat terbesar membawa segala persesuaian dan keserasian
Terhadap konklusi yang dicapai oleh para ilmuan modern dan studi Pembahasan dan
meditasi yang dicapai oleh para ilmuan setelah Beratus-ratus tahun, karena al-Qur‟an
adalah firman Allah Yang Maha Tahu terhadap rahasia alam, dan tidak mengherankan
jika al-Qur‟an Mengandung mukjizat yang lebih banyak. Tetapi, kendati demikian,
bukan berarti bahwa Al-Quran sama Dengan kitab ilmu pengetahuan, atau bertujuan
untuk menguraikan Hakikat-hakikat ilmiah. Ketika al-Quran memperkenalkan dirinya
Sebagai tibyanan likulli syay‟I, bukan maksudnya menegaskan bahwa Ia mengandung
segala sesuatu, tetapi bahwa dalam al-Quran terdapat Segala pokok petunjuk
menyangkut kebahagiaan hidup duniawi dan Ukhrawi. Al-Quran memerintahkan atau

7
menganjurkan kepada manusia untuk memperhatikan dan mempelajari alam raya
dalam rangka Memperoleh manfaat dan kemudahan-kemudahan bagi kehidupannya,
Serta untuk mengantarkannya kepada kesadaran akan keEsaan dan keMahakuasaan
Allah SWT. Alam dan segala isinya beserta hukum-hukum yang mengaturnya,
diciptakan, dimiliki, dan di bawah kekuasaan Allah SWT serta diatur dengan sangat
teliti. Alam raya tidak dapat melepaskan diri dari ketetapan ketetapan tersebut kecuali
Jika dikehendaki oleh Tuhan. Dari sini tersirat bahwa:

1) Alam raya atau elemen-elemennya tidak boleh disembah, Dipertuhankan atau


dikultuskan.
2) Manusia dapat menarik kesimpulan-kesimpulan tentang adanya Ketetapan-
ketetapan yang bersifat umum dan mengikat bagi alam Raya dan fenomenanya
(hukum-hukum alam).
3) Redaksi ayat-ayat kawniyyah bersifat ringkas, teliti lagi padat, Sehingga
pemahaman atau penafsiran terhadap ayat-ayat tersebut Dapat menjadi sangat
bervariasi, sesuai dengan tingkat kecerdasan Dan pengetahuan masing-masing
penafsirnya.

Kembali kepada masalah keterkaitan al-Quran dengan ilmu Pengetahuan, Quraish


Shihab mengatakan : Menurut hemat kami, Membahas hubungan al-Quran dan ilmu
pengetahuan bukan dinilai Dengan banyaknya cabang-cabang ilmu pengetahuan yang
tersimpul Di dalamnya, dan bukan pula dengan menunjukkan kebenaran teori-Teori
ilmiah. Tetapi pembahasan hendaknya diletakkan pada proporsi Yang lebih sesuai
dengan kemurnian dan kesucian al-Quran dan sesuai dengan logika ilmu pengetahuan
itu sendiri.

Kandungan yang dapat diambil dari ayat al-Quran di atas adalah adanya petunjuk,
landasan dan motivasi dalam mengembangkan ilmu Pengetahuan bagi manusia. Kita
perlu ingat kembali juga kepada surat Al-Quran yang pertama kali diturunkan kepada
Rasulullah adalah menunjuk pada perintah mencari ilmu pengetahuan, yaitu dengan
memerintahkan untuk membaca, sebagai kunci ilmu pengetahuan, dan menyebut
qalam sebagai alat transformasi ilmu pengetahuan. Allah SWT berfirman :

١ - َ‫ك الَّذِيْ َخ َل ۚق‬


َ ‫ِا ْق َر ْأ ِباسْ ِم َر ِّب‬

٢ - ‫ان مِنْ َعلَ ۚ ٍق‬


َ ‫َخلَقَ ااْل ِ ْن َس‬

َ ‫ِا ْق َر ْأ َو َر ُّب‬
٣ - ‫ك ااْل َ ْك َر ۙ ُم‬

8
٤ - ‫الَّذِيْ َعلَّ َم ِب ْال َقلَ ِۙم‬

َ ‫َعلَّ َم ااْل ِ ْن َس‬


٥ – ‫ان َما لَ ْم َيعْ لَ ۗ ْم‬

Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia Telah


menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha
Pemurah. mengajar (manusia) dengan perantara kalam. Dia mengajar kepada
manusia apa yang tidak diketahuinya. (QS al-„Alaq, 96 : 1-5)

Kata iqra‟, menurut Quraish Shihab, diambil dari akar kata yang Berarti menghimpun.
Dari menghimpun lahir aneka makna seperti Menyampaikan, menelaah, mendalami,
meneliti, mengetahui ciri Sesuatu, dan membaca baik yang tertulis maupun tidak.
Sedangkan Dari segi obyeknya, perintah iqra‟ itu mencakup segala sesuatu yang
Dapat dijangkau oleh manusia. Dalam Q.S. al-„Alaq ini Allah menyebutkan nikmat-Nya
dengan Mengajarkan manusia apa yang tidak ia ketahui. Hal itu menunjukkan Akan
kemuliaan belajar dan ilmu pengetahuan. Allah SWT mengawali Surat dengan
menganjurkan membaca yang timbul sifat tahu, lalu Menyebutkan penciptaan manusia
secara khusus dan umum. Sebenarnya penjelasan diatas dapat kita jadikan sebagai
landasan Mengapa kita harus menguasai sains dan teknologi. Di dalam al-Qur’an
banyak sekali ayat-ayat yang menjelaskan Tentang dasar-dasar ilmu pengetahuan dan
teknologi agar dapat digali Dan dikembangkan oleh manusia yang suka berfikir untuk
keperluan Dalam hidupnya.46 Seperti tersebut dalam surat al-Isyra‟ (17) ayat 70 Yang
berbunyi :

‫ِير ِّممَّنْ َخلَ ْق َنا َت ْفضِ ياًل‬ ٰ َّ ‫َولَ َق ْد َكرَّ ْم َنا َبن ِٓى َءادَ َم َو َح َم ْل ٰ َن ُه ْم فِى ْٱل َبرِّ َو ْٱل َبحْ ِر َو َر َز ْق ٰ َنهُم م َِّن‬
ٍ ‫ت َو َفض َّْل َن ُه ْم َعلَ ٰى َكث‬
ِ ‫ٱلط ِّي ٰ َب‬

Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di
daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan
mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami
ciptakan. (QS al-Isra‟,17: 70)

Namun di sisi lain Allah menjelaskan bahwa yang paling mulia di sisi Allah ialah yang
paling bertakwa diantaranya. Hal ini tersebut dalam surat al-Hujurat, 49 ayat 13.

‫ارفُ ٓو ۟ا ۚ إِنَّ أَ ْك َر َم ُك ْم عِ ن َد ٱهَّلل ِ أَ ْت َق ٰى ُك ْم ۚ إِنَّ ٱهَّلل َ َعلِي ٌم َخ ِبي ٌر‬ ُ ‫ٰ َٓيأ َ ُّي َها ٱل َّناسُ إِ َّنا َخلَ ْق ٰ َن ُكم مِّن َذ َك ٍر َوأُن َث ٰى َو َج َع ْل ٰ َن ُك ْم‬
َ ‫شعُوبًا َو َق َبٓا ِئ َل ِل َت َع‬

Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu disisi Allah ialah orang yang
paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha
Mengenal. (QS al-Hujurat, 49: 13)

Dari ayat-ayat di atas dapat difahami, bahwa manusia perlu melengkapi dirinya dengan
sains dan teknologi karena mereka adalah

9
pengelola sumber daya alam yang ada di bumi akan tetapi mereka juga harus memiliki
landasan keimanan dan ketakwaan. DiantaraDiantara ayat-ayat al-Qur‟an yang juga
membahas dasar-dasar sains dan teknologi adalah surat al-Mu'minuun ayat 12-13
yang berbunyi :

ٰ
ٍ ِ‫َولَ َق ْد َخلَ ْق َنا ٱإْل ِن ٰ َس َن مِن ُسلَلَ ٍة مِّن ط‬
‫ين‬
ٰ
‫ِين‬
ٍ ‫ار َّمك‬ ٍ ‫ُث َّم َج َع ْل َن ُه ُن ْط َف ًة فِى َق َر‬

Dan sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari
tanah, kemudian kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang
kokoh (rahim). (QS. Al-Mu'minuun, 23: 12-13).

Dalam Tafsir Al-Maraghi, dijelaskan bahwa air mani lahir dari Tanah yang tejadi dari
makanan, baik yang bersifat hewani maupun Nabati. Makanan yang bersifat hewani
akan berakhir pada makanan Yang bersifat nabati, dan tumbuh-tumbuhan lahir dari
saripati tanah Dan air. Jadi, pada hakikatnya manusia lahir dari saripati tanah,
Kemudian saripati itu mengalami perkembangan kejadian hingga Menjadi air mani.48
Dari keterangan di atas dapat dipetik suatu Pelajaran tentang asal kejadian wujud
manusia dari mana ia berasal, Dan dari hal inilah manusia dapat mempelajari bagian
dari ilmu Biologi maupun ilmu kedokteran.

Demikian pula dalam surat al-Nahl ayat 66-67 :

ٰ ُ ‫َوإِنَّ لَ ُك ْم فِى ٱأْل َ ْن ٰ َعم لَ ِعب َْر ًة ۖ ُّنسْ قِي ُكم ِّممَّا فِى ب‬
َ ‫دَم لَّ َب ًنا َخالِصًا َسٓائ ًِغا لِّل َّش ِر ِب‬
‫ين‬ ٍ ‫ث َو‬ ٍ ْ‫ْن َفر‬ ِ ‫ُطو ِنهِۦ م ِۢن َبي‬ ِ
ٰ ُ ٰ َ
َ ُ‫ون ِم ْن ُه َس َكرً ا َو ِر ْز ًقا َح َس ًنا ۗ إِنَّ فِى َذل َِك َل َءا َي ًة لِّ َق ْو ٍم َيعْ قِل‬
‫ون‬ َ ‫ب َت َّتخِذ‬ِ ‫ِيل َوٱأْل عْ َن‬ ِ ‫ت ٱل َّنخ‬ ِ ‫َومِن َث َم ٰ َر‬

Dan sesungguhnya pada binatang ternak itu benar-benar terdapat pelajaran bagi
kamu. Kami memberimu minum dari apa yang berada dalam perutnya (berupa) susu
yang bersih antara tahi dan darah, yang mudah ditelan bagi orang-orang yang
meminumnya. Dan dari buah kurma dan anggur, kamu buat minuman yang
memabukkan dan rezeki yang baik. Sesungguhnya yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang memikirkan. (QS. An-Nahl, 16 : 66-
67)

Dalam Tafsir Al-Misbah, disebutkan mengenai bagaimana proses terjadinya susu yang
ada pada binatang ternak (unta, sapi, kambing, dan domba). Di dalam diri hewan

10
betina yang menyusui, terdapat kelenjar yang memproduksi air susu. Selain
menguraikan tentang susu, dalam ayat di atas juga disebutkan tentang buah-buahan
yang selain dapat dimakan, buahnya juga bisa diproses untuk dijadikan minuman. Dari
hal tersebut, seseorang dapat belajar tentang proses terjadinya susu, dan proses
pembuatan minuman yang dapat dihasilkan dari buah-buahan.

Untuk dapat memahami sunnatullah yang beraturan di alam semesta ini, manusia telah
dibekali oleh Allah SWT dua potensi penting, yaitu potensi fitriyah (di dalam diri
manusia) dan potensi sumber daya alam (di luar diri manusia). Di samping itu, al-
Qur‟an juga memberikan tuntunan praktis bagi manusia berupa langkah-langkah
penting bagaimana memahami alam agar dicapai manfaat yang maksimal. Suatu cara
penghampiran yang sederhana dalam mempelajari ilmu pengetahuan ditunjukkan al-
Qur‟an dalam surat al-Mulk ayat 3-4 yang intinya mencakup proses kagum,
mengamati, dan memahami. Dalam konteks sains, al-Qur‟an mengembangkan
beberapa langkah/proses sebagai berikut. Pertama, al-Qur‟an memerintahkan kepada
manusia untuk mengenali secara seksama alam sekitarnya seraya mengetahui sifat-
sifat dan proses-proses alamiah yang terjadi di dalamnya. Perintah ini, misalnya,
ditegaskan di dalam surat Yunus ayat 101.

ِ ْ‫ت َوٱأْل َر‬


‫ض‬ ۟ ‫ٱنظر‬
ِ ‫ُوا َم َاذا فِى ٱل َّس ٰ َم ٰ َو‬ ُ ‫ۚ قُ ِل‬

Katakanlah (wahai Muhammad): Perhatikan (dengan nazhor) apa yang ada di langit
dan di bumi…. (QS Yunus, 10 : 101)

Dalam kata unzhuru (perhatikan), Baiquni memahaminya tidak sekedar


memperhatikan dengan pikiran kosong, melainkan dengan perhatian yang seksama
terhadap kebesaran Allah SWT dan makna dari gejala alam yang diamati.51 Perintah
ini tampak lebih jelas lagi di dalam firman Allah di surat al-Ghasyiyah ayat 17-20:

َ ‫ُون إِلَى ٱإْل ِ ِب ِل َكي‬


ْ ‫ْف ُخلِ َق‬
‫ت‬ ُ ‫أَ َفاَل َي‬
َ ‫نظر‬
َ ‫ء َكي‬Oِ ‫َوإِلَى ٱل َّس َمٓا‬
Oْ ‫ْف رُ ف َِع‬
‫ت‬
ْ ‫ْف ُنصِ َب‬
‫ت‬ ِ ‫َوإِلَى ْٱل ِج َب‬
َ ‫ال َكي‬

ْ ‫ْف سُطِ َح‬


‫ت‬ ِ ْ‫َوإِلَى ٱأْل َر‬
َ ‫ض َكي‬

Maka apakah mereka tidak memperhatikan (dengan nazhor) onta bagaimana ia


diciptakan. Dan langit bagaimana ia diangkat. Dan ogunung-gunung bagaimana

11
mereka ditegakkan. Dan bumi bagaimana ia dibentangkan.(QS al-Ghasyiyah, 88 : 17-
20)

Kedua, al-Qur‟an mengajarkan kepada manusia untuk mengadakan pengukuran


terhadap gejala-gejala alam. Hal ini diisyaratkan di dalam surat al-Qamar ayat 49

‫إِ َّنا ُك َّل َشىْ ٍء َخلَ ْق ٰ َن ُه ِب َقدَ ٍر‬

“Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu dengan ukuran.” (QS al-Qomar,


54 : 49)

Ketiga, al-Qur‟an menekankan pentingnya analisis yang mendalam terhadap


fenomena alam melalui proses penalaran yang kritis dan sehat untuk mencapai
kesimpulan yang rasional. Persoalan ini dinyatakan dalam surat al-Nahl ayat 11- 12.

َ ‫ك َل َءا َي ًة لِّ َق ْو ٍم َي َت َف َّكر‬


‫ُون‬ َ ِ‫ت ۗ إِنَّ فِى ٰ َذل‬ َّ ‫ب َومِن ُك ِّل‬
ِ ‫ٱلث َم ٰ َر‬ َ ‫ون َوٱل َّنخِي َل َوٱأْل َعْ ٰ َن‬
َ ‫ٱلز ْي ُت‬
َّ ‫ٱلزرْ َع َو‬ َّ ‫ت لَ ُكم ِب ِه‬ ُ ‫ي ُۢن ِب‬
َ ُ‫ت لِّ َق ْو ٍم َيعْ قِل‬
‫ون‬ ٍ ‫ك َل َءا ٰ َي‬ َ ِ‫ت ِبأَمْ ِر ِهۦٓ ۗ إِنَّ فِى ٰ َذل‬ ٌ ۢ ‫مْس َو ْٱل َق َم َر ۖ َوٱل ُّنجُو ُم ُم َس َّخ ٰ َر‬
َ ‫ار َوٱل َّش‬ َ ‫َو َس َّخ َر لَ ُك ُم ٱلَّ ْي َل َوٱل َّن َه‬

Dia menumbuhkan bagimu, dengan air hujan itu, tanaman-tanaman zaitun, korma,
anggur, dan segala macam buah- buahan. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi mereka yang mau berpikir.
Dan Dia menundukkan malam dan siang, matahari dan bulan untukmu; dan bintang-
bintang itu ditundukkan (bagimu) dengan perintah-Nya. Sebenarnya pada yang
demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang menalar.(QS al-
Nahl, 16 : 11-12)

Tiga langkah yang dikembangkan oleh al-Qur‟an itulah yang sesungguhnya yang
dijalankan oleh sains hingga saat ini, yaitu observasi (pengamatan), pengukuran-
pengukuran, lalu menarik kesimpulan (hukum-hukum) berdasarkan observasi dan
pengukuran itu.

Meskipun demikian, dalam perspektif al-Qur‟an, kesimpulan-Kesimpulan ilmiah


rasional bukanlah tujuan akhir dan kebenaran Mutlak dari proses penyelidikan
terhadap gejala-gejala alamiah di Alam semesta. Sebab, seperti pada penghujung ayat
yang menjelaskan Gejala-gejala alamiah, kesadaran adanya Allah dengan sifat-sifat-

12
Nya Yang Maha Sempurna menjadi tujuan hakiki di balik fakta-fakta Alamiah yang
dinampakkan.

Sunnah dan Sains: Antara Bimbingan Rasul dan Ilmu Bumi

Di antara mukjizat dalam ilmu pengetahuan pada sunnah adalah sabda Rasulullah,
“Hari kiamat tidak akan terjadi sehingga tanah Arab kembali menjadi padang
rerumputan atau perkebunan.” (HR Muslim)

Dalam hadits ini, Rasulullah bersabda “sehingga tanah Arab kembali” maksudnya
tanah jazirah Arab. Adapun makna sabda Rasul SAW “sehingga kembali” yaitu bahwa
dahulu tanah Arab dipadati oleh rerumputan dan perkebunan, dan nanti tanah Arab
akan kembali seperti semula.

Pembuktian hadits ini, bahwa berkat kemajuan teknologi dan ilmu geologi serta
kemajuan teknologi riset, para ahli geologi memprediksi bahwa sebagian daratan Arab
pada masa dahulu adalah tanah yang subur untuk pertanian dan perkebunan.

Sungguh dahulu tanah Arab sangat subur dan bukan gurun pasir yang tandus. Akan
tetapi perubahan iklim menyebabkan kekeringan air yang mengakibatkan padang yang
tadinya subur menjadi gurun pasir yang tandus.

Lalu para ahli geologi menyebutkan bahwa tanah ini akan mengalami perubahan iklim
yang dapat mengembalikan tanah tersebut seperti sedia kala.

Semua makna ini tertuang dalam sabda Rasulullah SAW yang sangat singkat dan
padat. Walaupun beliau bukan seorang yang ahli dalam ilmu geologi atau ilmu lainnya.
Ini menegaskan kebenaran risalah Rasulullah SAW.

13
BAB III

Generasi terbaik menurut hadits

Generasi terbaik umat ini adalah para sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Mereka adalah sebaik-baik manusia. Lantas disusul generasi berikutnya, lalu generasi
berikutnya. Tiga kurun ini merupakan kurun terbaik dari umat ini. Dari Imran bin
Hushain radhiyallahu ‘anhuma, bahwa dia mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:

َ ‫َخي َْر أُ َّمتِـي َقرْ نِي ُث َّم الَّ ِذي َْن َيلُو َن ُه ْم ُث َّم الَّذ‬
‫ِين َيلُو َن ُه ْم‬

“Sebaik-baik umatku adalah pada masaku. Kemudian orang-orang yang setelah


mereka (generasi berikutnya), lalu orang-orang yang setelah mereka.” (Shahih Al-
Bukhari, no. 3650)

Mereka adalah orang-orang yang paling baik, paling selamat dan paling mengetahui
dalam memahami Islam. Mereka adalah para pendahulu yang memiliki keshalihan
yang tertinggi (as-salafu ash-shalih).

Karenanya, sudah merupakan kemestian bila menghendaki pemahaman dan


pengamalan Islam yang benar merujuk kepada mereka (as-salafu ash-shalih). Mereka
adalah orang-orang yang telah mendapat keridhaan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala
dan mereka pun ridha kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Firman Allah Subhanahu
wa Ta’ala:

ٍ ‫ان َرضِ َي هللاُ َع ْن ُه ْم َو َرضُوا َع ْن ُه َوأَ َع َّد لَ ُه ْم َج َّنا‬


‫ت َتجْ ِري‬ َ ‫ار َوالَّذ‬
ٍ ‫ِين ا َّت َبعُو ُه ْم ِبإِحْ َس‬ ِ ‫ص‬ َ ‫ين َواأْل َ ْن‬ َ ُ‫ون اأْل َوَّ ل‬
َ ‫ون م َِن ْال ُم َها ِج ِر‬ َ ُ‫َّابق‬ِ ‫َوالس‬
َ ‫َتحْ َت َها اأْل َ ْن َها ُر َخالِد‬
َ ِ‫ِين فِي َها أَ َب ًدا َذل‬
‫ك ْال َف ْو ُز ْال َعظِ ي ُم‬

“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-
orang Muhajirin dan Anshar serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik,
Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan
bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di
dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar.” (At-Taubah: 100)

14
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memerintahkan untuk mengikuti para sahabat.
Berjalan di atas jalan yang mereka tempuh. Berperilaku selaras apa yang telah mereka
perbuat. Menapaki manhaj (cara pandang hidup) sesuai manhaj mereka. Firman Allah
Subhanahu wa Ta’ala:

َ ‫َوا َّت ِبعْ َس ِبي َل َمنْ أَ َن‬


َّ‫اب إِلَي‬

“Dan ikutilah jalan orang-orang yang kembali kepada-Ku.” (Luqman: 15)

Menukil ucapan Ibnul Qayyim rahimahullahu dalam I’lam Al-Muwaqqi’in, terkait ayat di
atas disebutkan bahwa setiap sahabat adalah orang yang kembali kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala. Maka, wajib mengikuti jalannya, perkataan-perkataannya, dan
keyakinan-keyakinan (i’tiqad) mereka. Dalil bahwa mereka adalah orang-orang yang
kembali kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, (dikuatkan lagi) dengan firman-Nya yang
menunjukkan mereka adalah orang-orang yang telah diberi Allah Subhanahu wa Ta’ala
petunjuk. Firman-Nya:

ُ‫َو َي ْهدِي إِلَ ْي ِه َمنْ ُينِيب‬

“Dan (Allah) memberi petunjuk kepada (agama)-Nya, orang yang kembali (kepada-
Nya).” (Asy-Syura: 13) (Lihat Kun Salafiyan ‘alal Jaddah, Abdussalam bin Salim bin
Raja’ As-Suhaimi, hal. 14)

Maka, istilah as-salafu ash-shalih secara mutlak dilekatkan kepada tiga kurun yang
utama. Yaitu para sahabat, at-tabi’un, dan atba’u tabi’in (para pengikut tabi’in).
Siapapun yang mengikuti mereka dari aspek pemahaman, i’tiqad, perkataan maupun
amal, maka dia berada di atas manhaj as-salaf. Adanya ancaman yang diberikan Allah
Subhanahu wa Ta’ala terhadap orang-orang yang memilih jalan-jalan selain jalan yang
ditempuh as-salafu ash-shalih, menunjukkan wajibnya setiap muslim berpegang
dengan manhaj as-salaf. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

َ ‫يل ْالم ُْؤ ِمن‬


ْ ‫ِين ُن َولِّ ِه َما َت َولَّى َو ُنصْ لِ ِه َج َه َّن َم َو َسا َء‬
‫ت مَصِ يرً ا‬ ِ ‫َو َمنْ ُي َشاق ِِق الرَّ سُو َل مِنْ َبعْ ِد َما َت َبي ََّن لَ ُه ْالهُدَى َو َي َّت ِبعْ غَ ي َْر َس ِب‬

15
“Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan
mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa
terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam
Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (An-Nisa’: 115)

Disebutkan oleh Asy-Syaikh Ubaid bin Abdillah bin Sulaiman Al-Jabiri hafizhahullah,
bahwa tidaklah orang yang berpemahaman khalaf (lawan dari salaf), termasuk orang-
orang yang tergabung dalam jamaah-jamaah dakwah sekarang ini, kecuali dia akan
membenci (dakwah) as-salafiyah. Karena, as-salafiyah tidak semata pada hal yang
terkait penisbahan (pengakuan). Tetapi as-salafiyah memurnikan keikhlasan karena
Allah Subhanahu wa Ta’ala dan memurnikan mutaba’ah (ikutan) terhadap Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Manusia itu terbagi dalam dua kelompok (salah satunya)
yaitu hizbu Ar-Rahman, mereka adalah orang-orang Islam yang keimanan mereka
terpelihara, tidak menjadikan mereka keluar secara sempurna dari agama. Jadi, hizbu
Ar-Rahman adalah orang-orang yang tidak sesat dan menyesatkan serta tidak
mengabaikan al-huda (petunjuk) dan al-haq (kebenaran) di setiap tempat dan zaman.
(Ushul wa Qawa’id fi al-Manhaj As-Salafi, hal. 12-13)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdasar hadits dari Al-Mughirah bin Syu’bah
radhiyallahu ‘anhu, berkata:

ِ ‫الَ َي َزا ُل َطا ِئ َف ٌة مِنْ أ ُ َّمتِـي َظاه ِِري َْن َح َّتى َيأْ ِت َي ُه ْم أَمْ ُر‬
َ ‫هللا َو ُه ْم َظا ِهر‬
‫ُون‬

“Akan selalu ada sekelompok orang dari umatku yang unggul/menang hingga tiba
pada mereka keputusan Allah, sedang mereka adalah orang-orang yang
unggul/menang.” (Shahih Al-Bukhari, no. 7311)

Menurut Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullahu, bahwa yang


dimaksud hadits tersebut adalah adanya sekelompok orang yang berpegang teguh
dengan apa yang Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat berada di
atasnya. Mereka adalah orang-orang yang unggul/menang, tak akan termudaratkan
oleh orang-orang yang menelantarkannya dan orang-orang yang menyelisihinya.
(Syarhu Ash-Shahih Al-Bukhari, 10/104)

16
Bila menatap langit zaman, di setiap kurun, waktu, senantiasa didapati para pembela
al-haq. Mereka adalah bintang gemilang yang memberi petunjuk arah dalam
kehidupan umat. Mereka memancarkan berkas cahaya yang memandu umat di tengah
gelap gulita. Kala muncul bid’ah Khawarij dan Syi’ah, Allah Subhanahu wa Ta’ala
merobohkan makar mereka dengan memunculkan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu
dan Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma. Begitupun saat Al-Qadariyah hadir,
maka Abdullah bin Umar, Abdullah bin Abbas, dan Jabir bin ‘Abdillah radhiallahu
‘anhum dari kalangan sahabat yang utama melawan pemahaman sesat tersebut.
Washil bin ‘Atha’ dengan paham Mu’tazilahnya dipatahkan Al-Hasan Al-Bashri, Ibnu
Sirin, dan lain-lainnya dari kalangan utama tabi’in. Merebak Syi’ah Rafidhah, maka Al-
Imam Asy-Sya’bi, Al-Imam Syafi’I, dan para imam Ahlus Sunnah lainnya menghadapi
dan menangkal kesesatan Syi’ah Rafidhah. Jahm bin Shafwan yang mengusung
Jahmiyah juga diruntuhkan Al-Imam Malik, Abdullah bin Mubarak, dan lainnya.
Demikian pula tatkala menyebar pemahaman dan keyakinan bahwa Al-Qur’an adalah
makhluk bukan Kalamullah. Maka, Al-Imam Ahmad bin Hanbal tampil memerangi
pemahaman dan keyakinan sesat tersebut.

Allah Subhanahu wa Ta’ala senantiasa memunculkan para pembela risalah-Nya.


Mereka terus berupaya menjaga as-sunnah, agar tidak redup diempas para ahli bid’ah.
Bermunculan para imam, seperti Al-Imam Al-Barbahari, Al-Imam Ibnu Khuzaimah, Al-
Imam Ibnu Baththah, Al-Imam Al-Lalika’I, Al-Imam Ibnu Mandah, dan lainnya dari
kalangan imam Ahlus Sunnah. Lantas pada kurun berikutnya, ketika muncul bid’ah
sufiyah, ahlu kalam dan filsafat, hadir di tengah umat para imam, seperti Al-Imam Asy-
Syathibi, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah beserta murid-muridnya, yaitu Ibnul Qayyim,
Ibnu Abdilhadi, Ibnu Katsir, Adz-Dzahabi, dan lainnya rahimahumullah.

Sosok Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah sendiri bagi sebagian umat Islam bukan lagi
sosok yang asing. Kiprah dakwahnya begitu agung. Pengaruhnya sangat luas. Kokoh
dalam memegang sunnah. Sebab, menurut Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah,
sesungguhnya tidak ada kebahagiaan bagi para hamba, tidak ada pula keselamatan di
hari kembali nanti (hari kiamat) kecuali dengan ittiba’ (mengikuti) Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam.

‫هللا‬
َ ‫ص‬ َ ‫ت َتجْ ِري مِنْ َتحْ ِت َها اأْل َ ْن َها ُر َخالِد‬
ِ ْ‫ َو َمنْ َيع‬.‫ِين فِي َها َو َذل َِك ْال َف ْو ُز ْال َعظِ ي ُم‬ ٍ ‫هللا َو َمنْ يُطِ ِع هَّللا َ َو َرسُولَ ُه ي ُْدخ ِْل ُه َج َّنا‬ َ ‫ت ِْل‬
ِ ‫ك ُحدُو ُد‬
ٌ‫َو َرسُولَ ُه َو َي َت َع َّد ُحدُودَ هُ ي ُْدخ ِْل ُه َنارً ا َخال ًِدا فِي َها َولَ ُه َع َذابٌ م ُِهين‬

17
“(Hukum-hukum tersebut) itu adalah ketentuan-ketentuan dari Allah. Barangsiapa taat
kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam surga yang
mengalir di dalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah
kemenangan yang besar. Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya
dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api
neraka sedang ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan.” (An-Nisa’:
13-14)

Maka, ketaatan terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala merupakan poros kebahagiaan


yang seseorang berupaya mengitarinya, juga merupakan tempat kembali yang selamat
yang seseorang tak akan merasa bingung darinya.

Sungguh Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menciptakan makhluk dalam rangka untuk
beribadah kepada-Nya, sebagaimana firman-Nya:

‫ُون‬ َ ‫ت ْال ِجنَّ َواإْل ِ ْن‬


ِ ‫س إِاَّل لِ َيعْ ُبد‬ ُ ‫َو َما َخلَ ْق‬

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-
Ku.” (Adz-Dzariyat: 56)

Sesungguhnya peribadahan mereka dengan menaati-Nya dan taat terhadap Rasul-


Nya. Tidak ada ibadah kecuali atas sesuatu yang telah Dia (Allah Subhanahu wa
Ta’ala) wajibkan dan sunnahkan dalam agama Allah Subhanahu wa Ta’ala. Selain dari
itu, maka yang ada hanyalah kesesatan dari jalan-Nya. Untuk hal ini Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

‫ْس َعلَ ْي ِه أَمْ رُنا َ َفه َُو َر ٌّد‬


َ ‫َمنْ َع ِم َل َع َمالً لَي‬

“Barangsiapa melakukan satu amal yang tidak ada dasar perintah kami, maka
tertolak.” (Shahih Al-Bukhari no. 2697 dan Shahih Muslim, 1718)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda pula dalam hadits Al-Irbadh bin
Sariyah radhiyallahu ‘anhu yang diriwayatkan Ahlu Sunan dan dishahihkan At-Tirmidzi
rahimahullahu:

18
َ ‫ِين ْالـ َم ْه ِدي‬
‫ِّين مِنْ َبعْ دِي َت َم َّس ُكوا ِب َها َو َعضُّوا‬ َ ‫اخ ِتاَل ًفا َكثِيرً ا َف َعلَ ْي ُك ْم ِب ُس َّنتِـي َو ُس َّن ِة ْالـ ُخلَ َفا ِء الرَّ اشِ د‬
ْ ‫إِ َّن ُه َمنْ َيعِشْ ِم ْن ُك ْم َبعْ دِي َف َس َي َرى‬
‫ضاَل لَ ٌة‬ ُ ِ ‫ َوإيَّا ُك ْم َومُحْ دَ َثا‬،ِ‫َعلَي َها بال َّن َواجذ‬
َ ‫ُور َفإِنَّ ُك َّل ِب ْد َع ٍة‬ ِ ‫ت اأْل م‬ ِ ِ ِ

“Sesungguhnya kalian akan hidup setelahku, kalian akan mendapati banyak


perselisihan. Maka, pegang teguh sunnahku dan sunnah khulafa ar-rasyidin yang
mendapat petunjuk setelahku. Pegang teguh sunnah dan gigit dengan gerahammu.
Dan hati-hatilah dari perkara yang diada-adakan, karena setiap bid’ah itu sesat.” (HR.
At-Tirmidzi no. 2676) [Lihat Majmu’ah Al-Fatawa,1/4]

Itulah manhaj (cara pandang) Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu dalam
menetapi Islam. Cara pandang inilah yang telah hilang dari sebagian kaum muslimin
sehingga terjatuh pada perkara-perkara yang diada-adakan, yang perkara tersebut
tidak dicontohkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Perkara tersebut mereka
ada-adakan dengan mengatasnamakan Islam. Padahal Islam sendiri tak mengajarkan
semacam itu. Mereka terbelenggu bid’ah nan menyesatkan.

Kekokohan memegang teguh prinsip beragama oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
rahimahullahu digambarkan oleh Al-Hafizh Al-Mizzi rahimahullahu. Kata Al-Hafizh Al-
Mizzi rahimahullahu, “Aku tak pernah melihat orang yang seperti beliau. Tidak pula dia
melihat orang yang seperti dirinya. Aku melihat, tidak ada seorangpun yang lebih
mengetahui dan sangat kuat mengikuti Al-Kitab dan sunnah Rasul-Nya dibanding
beliau. Pantaslah bila sosok Syaikhul Islam senantiasa membuat susah para ahlu
bid’ah. Disebutkan Al-Hafizh Ibnu Abdilhadi rahimahullahu, bahwa beliau
rahimahullahu adalah pedang terhunus bagi orang-orang yang menyelisihi (Al-Kitab
dan As-Sunnah). Menyusahkan orang-orang yang mengikuti hawa nafsu, yang suka
mengada-adakan ajaran (baru) dalam agama. (Al-Ushul Al-Fikriyah Lil-Manahij As-
Salafiyah ‘inda Syaikhil Islam, Asy-Syaikh Khalid bin Abdirrahman Al-‘Ik)

Kecemburuan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu terhadap harkat martabat


Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam begitu besar. Itu bisa tergambar melalui tulisan
beliau rahimahullahu yang berjudul Ash-Sharimu Al-Maslul ‘ala Syatimi Ar-Rasul
(Pedang Terhunus terhadap Orang yang Mencaci Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam).
Tulisan ini merupakan sikap ilmiah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu dalam
menyikapi orang yang mencaci-maki Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mencaci
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri bukan perkara ringan. Ini menyangkut
nyawa manusia. Sikap tegas, ilmiah, dan selaras akal sehat ini merupakan bentuk

19
penjagaan beliau rahimahullahu terhadap Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan
risalah yang dibawanya.

Bahkan tatkala beliau dipenjara pun, senantiasa menyebarkan kebaikan kepada


sesama penghuni penjara. Beliau rahimahullahu memberi bimbingan, melakukan amar
ma’ruf, dan mencegah kemungkaran. Dikisahkan Al-Hafizh Ibnu Abdilhadi
rahimahullahu, tatkala beliau masuk tahanan, didapati para penghuni tahanan sibuk
dengan beragam permainan yang sia-sia. Di antara mereka sibuk dengan main catur,
dadu, dan lainnya. Mereka sibuk dengan permainan tersebut hingga melalaikan shalat.
Lantas Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu mencegah hal itu secara tegas.
Beliau memerintahkan mereka untuk menetapi shalat. Mengarahkan kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala dalam setiap amal shalih. Bertasbih, beristighfar, dan berdoa.
Mengajari mereka tentang sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sesuai
yang mereka butuhkan. Beliau rahimahullahu mendorong mereka untuk suka
melakukan amal-amal kebaikan. Sehingga jadilah tempat tahanan tersebut senantiasa
dipenuhi kesibukan dengan ilmu dan agama. Bilamana tiba waktu pembebasan, para
narapidana tersebut lebih memilih hidup bersama beliau. Banyak dari mereka yang
lantas kembali ke tahanan. Akibatnya, ruang tahanan itu pun penuh. (Al-Ushul Al-
Fikriyah hal. 51)

Demikianlah kehidupan seorang alim. Keberadaannya senantiasa memberi manfaat


kepada umat. Dia menebar ilmu, menebar cahaya di tengah keterpurukan manusia.
Dia laksana rembulan purnama di tengah bertaburnya bintang gemilang. Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi perumpamaan keutamaan antara seorang alim
dengan seorang abid (ahli ibadah). Dari Abud Darda’ radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

،‫ إِنَّ اأْل َ ْن ِب َيا َء لَـ ْم ي َُورِّ ُثوا ِد ْي َنارً ا َوالَ دِرْ َهمًا‬،‫ إِنَّ ْال ُعلَ َما َء َو َر َث ُة اأْل َ ْن ِب َيا َء‬،ِ‫َو َفضْ ُل ْال َعال ِِم َعلَى ْال َع ِاب ِد َك َفضْ ِل ْال َق َم ِر َعلَى َسائ ِِر ْال َك َوا ِكب‬
‫إِ َّن َما َورَّ ُثوا ْالع ِْل َم َف َمنْ أَ َخ َذهُ أَ َخ َذ ِب َح ٍّظ َواف ٍِر‬

“Dan keutamaan seorang alim dibanding seorang ahli ibadah, bagai rembulan atas
seluruh bintang. Sesungguhnya ulama itu pewaris para nabi. Sesungguhnya para nabi
tidaklah mewariskan dinar dan dirham, (tetapi) mereka mewariskan ilmu. Barangsiapa
mampu mengambilnya, berarti dia telah mengambil keberuntungan yang banyak.”
(Sunan At-Tirmidzi, no. 2682, Sunan Abi Dawud no. 3641, Asy-Syaikh Muhammad
Nashiruddin Al-Albani rahimahullahu menshahihkan hadits ini).

20
BAB IV

Pengertian salaf menurut hadits

Salaf secara bahasa adalah jamak dari saalif, maknanya pendahulu. Maka arti salaf
adalah jama’ah yang terdahulu. Dalilnya adalah firman Allah ta’ala:

َ ‫َف َج َع ْل َنا ُه ْم َسلَ ًفا َو َمثَاًل ِلآْل خ ِِر‬


‫ين‬

“maka Kami jadikan mereka sebagai (kaum) terdahulu, dan pelajaran bagi orang-orang
yang kemudian” (QS. Az-Zukhruf: 56).

Imam Al Baghawi dalam tafsirnya berkata, “…dan mereka adalah orang yang terdahulu
dari kalangan nenek moyang, Kami jadikan mereka sebagai pendahulu agar orang-
orang yang datang kemudian mengambil pelajaran dari mereka.”

Ibnu Atsir pun berkata, “salaf adalah orang yang lebih dahulu meninggal dari kalangan
nenek moyang dan kerabatnya. Oleh sebab itu, generasi terdahulu dari kalangan
tabi’in disebut as-Salafus Shalih.”

Termasuk juga pengertian salaf secara bahasa adalah sabda Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam kepada putri beliau, Fathimah az-Zahra radhiyallahu ‘anha,
“Sesungguhnya sebaik-baik salaf (pendahulu) bagimu adalah aku.” (HR. Bukhari &
Muslim)

Adapun secara istilah, makna salaf diperselisihkan menjadi beberapa pendapat, yang
paling penting di antaranya adalah:

 Mereka adalah para sahabat saja.


 Mereka adalah sahabat dan tabi’in.
 Mereka adalah sahabat, tabiin, dan tabi’ut tabi’in.
 Mereka adalah generasi sebelum tahun 500 Hijriyah. Ulama yang memilih
pendapat ini menganggap bahwa salaf adalah madzhab yang dibatasi dengan
waktu tertentu dan tidak lebih dari itu. Selanjutnya wawasan Islam berkembang,
melalui tokoh-tokohnya.

Allah tabaraka wa ta’ala berfirman,

21
ٍ ‫ان َرضِ َي هَّللا ُ َع ْن ُه ْم َو َرضُوا َع ْن ُه َوأَ َع َّد لَ ُه ْم َج َّنا‬
‫ت َتجْ ِري‬ َ ‫ار َوالَّذ‬
ٍ ‫ِين ا َّت َبعُو ُه ْم ِبإِحْ َس‬ ِ ‫ص‬ َ ‫ين َواأْل َ ْن‬ َ ُ‫ون اأْل َوَّ ل‬
َ ‫ون م َِن ْال ُم َها ِج ِر‬ َ ُ‫َّابق‬ِ ‫َوالس‬
َ ‫َتحْ َت َها اأْل َ ْن َها ُر َخالِد‬
َ ِ‫ِين فِي َها أَ َب ًدا َذل‬
‫ك ْال َف ْو ُز ْال َعظِ ي ُم‬

“Orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan Muhajirin
dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada
mereka dan mereka pun ridha kepada Allah, dan Allah menyediakan bagi mereka
surge-surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, mereka kekal di dalamnya
selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar.” (QS. At-Taubah: 100)

Berdasarkan ayat di atas, semata “lebih terdahulu dari sisi waktu” saja tidaklah cukup
untuk menetapkan salaf, namun perlu ditambahkan juga bahwa orangnya memiliki
pemahaman agama yang selaras dengan al-Qur’an dan as-Sunnah. Barangsiapa
pendapatnya berseberangan dengan al-Qur’an dan as-Sunnah maka dia bukan salafi,
walaupun dia hidup di tengah para sahabat dan tabi’in.

Kemudian, yang dimaksud dengan Salaf pertama kali adalah sahabat, sebagaimana
hadits dari sahabat Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda,

“Sebaik-baik manusia adalah pada masaku ini (yaitu masa para sahabat), kemudian
yang sesudahnya (masa tabi’in), kemudian yang sesudahnya (masa tabi’ut tabi’in).”
(Muttafaq ‘alaih)

Al Baijuri – salah satu ulama madzhab syafi’i – rahimahullah berkata, “maksud dari
orang-orang terdahulu (salaf) adalah orang-orang terdahulu dari kalangan para nabi,
sahabat, tabi’in, dan para pengikutnya.”

Wajibnya Mengikuti Salafus Shalih dan Komitmen dengan Madzhab Mereka sungguh
Allah ‘azza wa jalla telah memerintahkan kita untuk mengikuti jalan para sahabat
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, meniti atsar (ajaran) dan menempuh manhaj
(jalan hidup) mereka. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

َ ‫َوا َّت ِبعْ َس ِبي َل َمنْ أَ َن‬


َّ‫اب إِلَي‬

“Dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku” (QS. Luqman: 15).

22
Mengenai ayat di atas, Imam Ibnul Qayyim rahimahullah memberikan penjelasan,
“seluruh sahabat kembali kepada Allah, maka wajib mengikuti jalannya, ucapannya,
dan keyakinannya yang merupakan jalan-Nya yang paling besar.”

Allah pun memperingatkan kita agar tidak menyelisihi jalan mereka dan mengancam
orang yang menyelisihinya dengan api jahanam, sebagaimana firman-Nya:

َ ‫يل ْالم ُْؤ ِمن‬


ْ ‫ِين ُن َولِّ ِه َما َت َولَّى َو ُنصْ لِ ِه َج َه َّن َم َو َسا َء‬
‫ت مَصِ يرً ا‬ ِ ‫َو َمنْ ُي َشاق ِِق الرَّ سُو َل مِنْ َبعْ ِد َما َت َبي ََّن لَ ُه ْالهُدَى َو َي َّت ِبعْ غَ ي َْر َس ِب‬

“Dan barangsiapa yang menentang Rasul (Muhammad) sesudah jelas kebenaran


baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, kami biarkan dia
dalam kesesatan yang telah dilakukannya itu dan akan Kami masukkan dia ke dalam
neraka Jahanam, dan itu seburuk-buruk tempat kembali.” (QS. An-Nisa: 115).

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun memerintahkan umatnya untuk mengikuti


sunnahnya dan sunnah para khalifah sesudahnya, sebagaimana dalam sabda beliau,

ُّ ‫ َع‬،‫علي ُكم بس َّنتي و ُس َّنة ال ُخلفاء ال َمهديين الرَّ اشدين مِن بعدي‬
ِ ‫ وإيَّاكم ومُحدثا‬،‫ضوا عليها بال َّنواجذ‬
‫ فإنَّ ك َّل مُحدث ٍة‬،‫ت األمور‬
ٌ
‫ضاللة‬ ٌ ‫ِب‬
‫ وك َّل بدع ٍة‬،‫دعة‬

“Wajib atas kalian untuk berpegang dengan sunnahku dan sunnah Khulafa’ Ar-
Rasyidin yang mendapatkan hidayah sesudahku. Pegang teguhlah sunnah tersebut
dan gigitlah ia dengan gigi geraham kalian, berhati-hatilah kalian dari perkara-perkara
yang baru, karena setiap perkara baru adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah
kesesatan.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud) Imam Al-Auza’i rahimahullah
berkata,“Bersabarlah dirimu di atas sunnah, tetaplah tegak sebagaimana para sahabat
tegak di atasnya. Katakanlah sebagaimana yang mereka katakan, tahanlah dirimu dari
apa-apa yang mereka tinggalkan. Dan ikutilah jalan salafus shalih, karena sudah cukup
bagimu (dalam melaksanakan ibadah) apa saja yang mereka anggap cukup.”

23
BAB V

ISLAM, AJARAN TENTANG BERBAGI SERTA KEADILAN PENEGAKAN HUKUM

Berbagi merupakan indikator tingkat ketaqwaan seorang mukmin dan salah satu
perbuatan yang akan mendatangkan cinta Allah SWT sebagaimana firman-Nya.

‫اس ۗ َوهّٰللا ُ ُيحِبُّ ْالمُحْ سِ ِني َْن‬


ِ ‫الَّ ِذي َْن ُي ْنفِقُ ْو َن فِى السَّرَّ آ ِء َوالضَّرَّ آ ِء َو ْال ٰكظِ ِمي َْن ْالغَ ْي َظ َو ْال َعافِي َْن َع ِن ال َّن‬

"(yaitu) orang-orang yang berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-
orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah
mencintai orang yang berbuat kebaikan." (QS. Ali Imran 3: Ayat 134)

Berbagi mengindikasikan pengorbanan dan kerelaan untuk memberi. Semakin banyak


memberi, semakin tidak akan merasa kekurangan. Disinilah keindahan berbagi
daripada sekedar menerima. Ketika telah meraih kesuksesan, kadang seseorang lupa
daratan. Salah satu pahala berbagi adalah dibuat gembira oleh Allah SWT pada hari
kiamat. Nabi SAW berpesan, “Barangsiapa yang menjumpai saudaranya yang Muslim
dengan (memberi) sesuatu yang disukainya agar dia gembira, maka Allah akan
membuatnya gembira pada hari kiamat.” (HR. Thabrani). Gembira pada hari kiamat
adalah dambaan setiap orang.

Selain itu, berbagi juga akan mendapat pahala besar. Allah SWT tegaskan,
“Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari
hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya. Maka orang-orang yang
beriman di antara kamu dan yang menafkahkan (sebagian) dari hartanya memperoleh
pahala yang besar.” (QS. al-Hadid/57: 7).

Dalam pandangan pengarang Tafsir Jalalain, salah seorang sahabat Nabi SAW yang
akan mendapatkan pahala yang besar itu adalah Utsman bin Affan. Dalam sejarah
beliau dikenang sebagai seorang pengusaha yang kaya raya namun hidup zuhud.
Beliaulah yang membeli Sumur Rum milik orang Yahudi di Madinah pada saat kaum
Muslim mengalami kesulitan air.

Di dalam hadits Nabi SAW disebutkan bahwa orang yang berbagi akan didoakan oleh
malaikat, “Tidak ada suatu hari pun ketika seorang hamba melewati paginya kecuali
akan turun (datang) dua malaikat kepadanya lalu salah satunya berdoa, ‘Ya Allah

24
berikanlah pengganti bagi siapa yang menafkahkan hartanya.” Doa malaikat tidak
ditolak oleh Allah SWT.

Namun sebaliknya orang yang tidak mau berbagi akan disumpah-serapahi oleh
malaikat, seperti Nabi SAW beritahu dalam lanjutan hadits ini, “Sedangkan yang
satunya lagi berdoa, ‘Ya Allah berikanlah kehancuran (kebinasaan) kepada orang yang
menahan hartanya.” (HR. Bukhari dan Muslim). Yang dimaksud dengan menahan
harta di sini adalah bakhil.

Tentang materi yang dibagi kepada orang lain adalah yang paling dicintai. Allah SWT
berfirman, “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum
kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu
nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.” (QS. Ali Imran/3: 97).

Terkait ayat ini, ada suatu cerita yang bersumber dari Anas. Ia berkata, “Abu Thalhah
adalah seorang sahabat Anshar yang terkaya di Madinah karena pohon kurma yang
dimilikinya. Sedangkan harta yang paling disukainya adalah kebun Bairuha yang
terletak di dekat masjid. Rasulullah SAW sering masuk ke kebun itu dan minum air
bersih yang ada di dalamnya.

Anas melanjutkan, “Ketika turun ayat, ‘Kamu sekali-sekali tidak sampai kepada
kebajikan (yang sempurna) sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu
cintai’, Abu Thalhah mendatangi Rasulullah SAW dan berkata, ‘Ya Rasulullah,
sesungguhnya Allah SWT berfirman, ‘Kamu sekali-kali tidak akan sampai kepada
kebajikan (yang sempurna) …’”

Padahal harta yang paling aku cintai adalah kebun Bairuha dan kebun itu (kini) adalah
sedekah (dari aku) karena Allah. Aku mengharap kebaikan dan pahala dari Allah.
Maka dari itu pergunakanlah wahai Rasulullah sesuai petunjuk Allah kepadamu.
Rasulullah SAW menjawab, ‘Bagus, itulah harta (yang mendatangkan) untung.’

Nabi SAW bersabda lagi, ‘Bagus itulah harta (yang mendatangkan) untung. Aku telah
mendengar apa yang kamu katakan, dan aku berharap kamu membagikannya kepada
semua kerabatmu.’ Abu Thalhah berkata, ‘Ya Rasulullah, aku akan melaksanakan
petunjukmu’. Lalu Abu Thalhah membagi kebun itu kepada kerabat dan anak
pamannya.” (HR Bukhari dan Muslim).

25
Perwujudan Keadilan Hukum Menurut Islam

Sebagai hasil dari bahasan ini bahwa hukum adalah himpunan petunjuk hidup
(perintah-perintah dan larangan-larangan) yang mengatur tata tertib dalam sesuatu
masyarakat, dan seharusnya ditaati oleh anggota masyarakat yang bersangkutan,
oleh karena pelanggaran petunjuk hidup tersebut dapat menimbulkan tindakan
dari pihak pemerintah masyarakat itu. (E. Utrecht 1966: 13). Menurut (Siti Musdah
Mulia, 2005: 302), hukum adalah aturan-aturan normatif yang mengatur pola
perilaku manusia. Hukum tidak tumbuh di ruang vakum (kosong), melainkan
tumbuh dari kesadaran masyarakat yang membutuhkan adanya suatu aturan
bersama. Hukum Islam oleh TM. Hasbi Ash Shiddieqy sebagaimana dikutip oleh
Ismail Muhammad Syah (1992: 19) dirumuskan sebagai koleksi daya upaya para
ahli hukum untuk menerapkan syari’at atas kebutuhan masyarakat. Dalam
kaitannya dengan aspek hukum, maka keadilan hukum Islam bersumber dari
Tuhan yang Maha Adil, karena pada hakikatnya Allah-lah yang menegakkan
keadilan (qaiman bilqisth). Karenanya, harus diyakini bahwa Allah tidak berlaku
aniaya (zalim) kepada hamba-hambaNya (Q.S. 10/Yunus: 449), setiap perbuatan
manusia akan dipertanggung-jawabkan kepada-Nya pada hari keadilan (Q.S. 4/al-
Nisa: 110). Adil secara hukum dalam pengertian persamaan (equality), yaitu
persamaan dalam hak, tanpa membedakan siapa; dari mana orang yang akan
diberikan sesuatu keputusan oleh orang yang diserahkan menegakkan keadilan,
sebagaimana dimaksud firman Allah Q.S. 4/al-Nisaa’: 58:

۟ ‫اس أَن َتحْ ُكم‬


ُ ‫ُوا ِب ْٱل َع ْد ِل ۚ إِنَّ ٱهَّلل َ ِن ِعمَّا َيع‬
‫ِظ ُكم‬ ِ ‫وا ٱأْل َ ٰ َم ٰ َن‬
ِ ‫ت إِلَ ٰ ٓى أَهْ لِ َها َوإِ َذا َح َكمْ ُتم َبي َْن ٱل َّن‬ ۟ ‫إِنَّ ٱهَّلل َ َيأْ ُم ُر ُك ْم أَن ُت َؤ ُّد‬
‫ان َسمِي ۢ ًعا بَصِ يرً ا‬ َ ‫ِب ِهۦٓ ۗ إِنَّ ٱهَّلل َ َك‬

“Dan …Apabila kamu memutuskan perkara di antara manusia, maka hendaklah


engkau putuskan dengan adil”. (Q.S. An-Nisa [4]: 58). Ketegasan prinsip keadilan
tersebut dijelaskan oleh ayat Al-Qur`an Q.S. 57/al-Hadid: 25 tersebut di atas. Kata
mizan (keadilan) dengan hadid (besi). Besi adalah suatu benda yang keras, dan
dijadikan sebagai senjata. Demikian pula halnya hukum dan keadilan harus
ditegakkan dengan cara apapun, jika perlu dengan paksa dan dengan kekerasan,
agar yang bersalah atau yang batil harus menerima akibatnya berupa sanksi atau
kenistaan, sedangkan yang benar atau yang hak dapat menerima haknya.

26
Muhammad Tahir Azhari , 2003: 117 – 124). Dalam prinsip keadilan hukum, Nabi
SAW menegaskan adanya persamaan mutlak (egalitarisme absolut, al-musawah al-
muthlaqah) di hadapan hukum-hukum syariat, tidak membedakan status sosial
seseorang, apakah ia kaya atau miskin, pejabat atau rakyat jelata, dan tidak pula
karena perbedaan warna kulit serta perbedaan bangsa dan agama. Di hadapan
hukum semuanya sama. Konsep persamaan yang terkandung dalam keadilan tidak
pula menutup kemungkinan adanya pengakuan tentang kelebihan dalam beberapa
aspek, yang dapat melebihkan seseorang karena prestasi yang dimilikinya. Akan
tetapi kelebihan tersebut tidaklah akan membawa perbedaan perlakuan hukum atas
dirinya. Pengakuan adanya persamaan, bahkan dalam Al-Qur`an dinyatakan
sebagai "pemberian" Allah yang mempunyai implikasi terhadap tingkah laku
manusia, adalah bagian dari sifat kemuliaan manusia (al-karamah al-insaniyah),
yang juga bagian dari ketetapan Tuhan (Q.S. 17/al-Isra: 70), yang berbunyi:

ٰ َّ ‫َولَ َق ْد َكرَّ مْ َنا َبن ِٓى َءادَ َم َو َح َم ْل ٰ َن ُه ْم فِى ْٱل َبرِّ َو ْٱل َبحْ ر َو َر َز ْق ٰ َنهُم م َِّن‬
ٍ ‫ت َو َفض َّْل َن ُه ْم َعلَ ٰى َكث‬
‫ِير ِّممَّنْ َخلَ ْق َنا‬ ِ ‫ٱلط ِّي ٰ َب‬ ِ
‫َت ْفضِ ياًل‬

“Dan Sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka
di daratan dan di lautan[862], Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami
lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk
yang telah Kami ciptakan”. (Q.S. Al-Isra [17]: 70). Martabat dan harkat manusia
dalam pandangan Al-Qur`an adalah sebagai anugerah Allah SWT,. Oleh karena
itu tidak ada satu kekuatan apapun yang dapat merusakkan dan
menghancurkannya. Pengakuan ini memperkuat adanya kewajiban dan
tanggungjawab manusia yang seimbang dalam kehidupan ini. Karenanya, keadilan
hukum berarti pula adanya keseimbangan dalam hukuman terhadap kejahatan atau
pelanggaran, hukuman seimbang atau setimpal dengan kejahatan atau
pelanggaran yang dilakukan. Penegakan hukum secara adil dan merata tanpa pilih
bulu adalah menjadi keharusan utama dalam bidang peradilan, walaupun
berkaitan dengan diri sendiri, keluarga dekat, atau orang-orang yang memiliki
pengaruh atau kekuasaan, (Didin Hafidhuddin, 2000: 215). Sebagaimana
dikemukakan di dalam surat an-Nisa ayat 135.

27
‫ين ۚ إِن َي ُكنْ َغ ِن ًّيا‬ َ ‫ْن َوٱأْل َ ْق َر ِب‬
ِ ‫ش َهدَ ٓا َء هَّلِل ِ َولَ ْو َعلَ ٰ ٓى أَنفُسِ ُك ْم أَ ِو ْٱل ٰ َولِدَ ي‬ َ ‫وا َق ٰوَّ م‬
ُ ِ‫ِين ِب ْٱلقِسْ ط‬ ۟ ‫وا ُكو ُن‬ ۟ ‫ِين َءا َم ُن‬ َ ‫ٰ َٓيأ َ ُّي َها ٱلَّذ‬
۟ ‫وا ۚ َوإِن َت ْلوُ ۥ ۟ٓا أَ ْو ُتعْ رض‬
َ ‫ُوا َفإِنَّ ٱهَّلل َ َك‬
َ ُ‫ان ِب َما َتعْ َمل‬
‫ون‬ ۟ ُ‫ُوا ْٱل َه َو ٰ ٓى أَن َتعْ ِدل‬
۟ ‫أَ ْو َفقِيرً ا َفٱهَّلل ُ أَ ْولَ ٰى ِب ِه َما ۖ َفاَل َت َّت ِبع‬
ِ
‫َخ ِبيرً ا‬

“Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya
dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya serta kitab yang Allah
turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-
Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari Kemudian, Maka Sesungguhnya
orang itu telah sesat sejauh-jauhnya”. (Q.S. An-Nisa [4]: 135). Dalam praktek ajaran
Islam, suatu peristiwa setelah penaklukan kota Mekah, ada seorang perempuan
keturunan suku Quraisy dari Bani Makhzum melakukan pencurian. Menurut
ketentuan Islam, hukuman yang harus dijatuhkan terhadap pencuri adalah potong
tangan (Q.S. 5/al-Maidah: 38). Mengetahui betapa beratnya hukuman tersebut,
maka salah seorang pemuka Quraisy menemui Usamah bin Zaid meminta agar
Usamah menemui Nabi SAW untuk menyampaikan permohonan suku Makhzum
ini kepada Nabi agar wanita tersebut diberi dispensasi, dibebaskan dari hukuman
pidana tersebut. Mendengar permintaan Usamah ini, Nabi SAW. balik bertanya
kepada Usamah, apakah mereka ini meminta syafa'at bagi seseorang dalam
kejahatan yang telah jelas hukumannya dari Allah. Kemudian serta merta Nabi
SAW. berdiri seraya memberikan penjelasan singkat: “Sesungguhnya kebinasaan
umat sebelummu bahwa jika terjadi pencurian yang dilakukan orang dari
golongan bangsawan, mereka dibebaskan tidak dihukum, tetapi jika pencurian
dilakukan oleh orang lemah (rakyat biasa) mereka melaksanakan hukumannya,
maka Nabi SAW mengucapkan sumpah, Demi Allah jika Fatimah anak
Muhammad mencuri, niscaya aku potong tangannya. Keadilan hukum dalam Islam
tidak menyamakan hukuman di antara orang kuat dan orang lemah, tetapi
memiliki persepsi lain yang belum pernah ada sebelumnya, dan tidak dapat
disamakan dengan sistem hukum manapun sekarang ini, bahwa hukuman bisa
menjadi lebih berat bila pelakunya orang besar, dan hukuman sesuai dengan
tindakan pidana, maka haruslah hukuman itu menjadi lebih berat sesuai dengan
kelas pelaku tindak pidana tersebut. Keadilan dalam hukum Islam membawa
suatu prinsip yang belum pernah dikenal sebelumnya. Sebagian negara-negara di
dunia sekarang tidak memberikan hukuman terhadap tindakan pidana yang

28
dilakukan seorang kepala negara, karena hukum itu tidak mengandaikan terjadinya
tindakan pidana dari seorang kepala negara. Para pembuat undang-undang
menganggap pribadi kepala negara sebagai orang yang dilindungi dan tidak dapat
disentuh oleh hukum. (Abdurrachman Qadir: 131 – 133). Para fuqaha telah sepakat
bahwa para penguasa dan pemimpin tertinggi negara tetap bisa dikenakan hukum
seperti halnya kebanyakan orang, tanpa perbedaan apapun. Jadi, tidak ada
perbedaan antara pimpinan besar yang menjadi kepala negara dan orang biasa
dalam perlakuan hukum. Kedudukannya sebagai kepala negara tidak dapat
menyelamatkan dari ancaman hukuman bila terbukti bersalah. Ilustrasi berikut
dapat diungkap sebagai konsep/model konstitusi Islam ideal yang mengatur hak
dan kewajiban berdasarkan keadilan. Di antara isi konsep institusi itu adalah (1) setiap
orang berhak mendapat perlindungan bagi kebebasan pribadinya. (2) setiap orang
berhak memperoleh makanan, perumahan, pakaian pendidikan dan perawatan
medis. Negara harus mengambil semua langkah yang diperlukan untuk
menyediakan fasilitas untuk itu sesuai dengan kemampuan. (3) setiap orang
berhak mempunyai pikiran, mengemukakan pendapat dan kepercayaan selama ia
masih berada dalam batas-batas yang ditetapkan oleh hu k um . ( 4 ) s em ua or
a ng sa m a kedudukannya dalam hukum. (5) semua orang dengan kemampuan
yang sama berhak atas kesempatan yang sama, dan penghasilan yang sama
atas pekerjaan yang sama, tanpa membedakan agama, etnis, asal-usul dan
sebagainya (6) setiap orang dianggap tidak bersalah sampai akhirnya dinyatakan
bersalah oleh pengadilan, dan beberapa hak dan kewajiban yang menyangkut
beberapa aspek sosial, politik, ekonomi, pertahanan keamanan dan sebagainya.
(Abdurrachman Qadir: 131 – 133). Keadilan hukum menempatkan secara formal
semua orang sama di hadapan hukum. Martabat dan kehormatan manusia dalam
pandangan Al-Qur`an adalah anugerah Allah SWT. Oleh karena itu, tidak ada
satu kekuatan pun yang dapat merusakkan dan menghancurkannya, kecuali
sesuai dengan ketentuan yang telah diberikan Allah. Dalam materi hukum, keadilan
yang diterapkan adalah keadilan berimbang. Dalam bidang hukum pidana Islam,
asas keberimbangan terlihat pada sanksi yang diberikan kepada pelaku kejahatan.
Semakin tinggi kualitas kejahatan, semakin tinggi sanksi yang diberikan, dan
semakin tinggi status sosial dan kedudukan seseorang dalam masyarakat,
semakin berat hukuman yang dijatuhkan. Dalam bidang perdata juga berlaku
prinsip keadilan berimbang. Perbandingan dan perbedaan porsi bagi ahli waris
sebagaimana yang telah ditentukan oleh Al-Qur`an, adalah disesuaikan dengan

29
perimbangan tanggungjawab yang dibebankan antara laki-laki dan perempuan.
Sangat kelihatan, bahwa keadilan diterapkan dalam upaya menempatkan sesuatu
pada tempat yang semestinya. Termasuk keadilan, adalah pengenaan denda atau
hukuman atas orang-orang yang melanggar ketentuan-ketentuan agama, seperti
seorang suami yang menzihar istrinya atau suami isteri yang melakukan hubungan
seksual pada siang hari bulan Ramadhan. Kepada mereka dikenakan kifarat
(semacam hukuman), yaitu memberi makan 60 orang fakir miskin, sedangkan
bagi orang yang mengambil haji tamattu’; kepadanya dikenakan denda, yaitu
dalam bentuk memotong seekor kambing sebagai dam. Dari uraian di atas,
penulis menyimpulkan bahwa keadilan sosial dalam aspek hukum ditandai dengan
adanya persamaan semua orang dihadapan hukum, selain itu hukum ada di atas
segalanya dan setiap orang dilindungi hak-haknya.

30
DAFTAR PUSTAKA

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Allah_(Islam)#:~:text=Dalam%20konsep%20Islam%2C
%20Tuhan%20disebut,dan%20Maha%20Kuasa%20(tauhid).

Hanani, Yusuf, dkk. 2014. Pendidikan Islam Transformatif Membentuk Pribadi


Berkarakter. Malang : Dream litera.

Syafieh. 2016. Tuhan Dalam Perspektif Al-Qur’an. At-Tibyan. 1(1) : 163-169

Syafi' AS, A. Sains dan Teknologi Dalam Al-Qur’an (Kajian Filsafat Pendidikan Islam).
Sumbula 5(1) : 60-67

Jamal, Abdul Basith. Jamal, Daliya Shadiq. 2011. Sunnah dan Sains : Antara
Bimbingan Rasul dan Ilmu Bumi di https://m.republika.co.id/amp/lr0zxw

Syafruddin, Abdulfaruq Ayip. 2011. Rembulan di Langit Zaman di


https://asysyariah.com/rembulan-di-langit-zaman/

Lihawa, verawaty. 2011. Lebih dekat dengan salaf di https://muslimah.or.id/1894-lebih-


dekat-dengan-salaf.html

Nurzaman, Imam Hady. 2018. Berbagi di


http://bmtitqan.org/artikel/detail/34/berbagi.html

Yakin, Syamsul. 2020. Pahala Berbagi di


https://www.google.com/amp/s/m.republika.co.id/amp/qbmuvy374

Zulkifli. 2018. Tuntutan Keadilan Perspektif Hukum Islam. Jurnal ilmiah syari'ah. 17(1) :
142-145

https://tafsirweb.com/

31
LAMPIRAN

Lampiran 1 : Cover

Lampiran 2 : Kata Pengantar

Lampiran 3 : Daftar Isi

Lampiran 4 : Keistimewaan dan Kebenaran Konsep Ketuhanan dalam Islam

Lampiran 5 : Sains dan Teknologi dan Al-Qur’an dan Al-Hadits

Lampiran 6 : Generasi Terbaik Menurut Al-Hadits

Lampiran 7 : Pengertian Salaf Menurut Al-Hadits

Lampiran 8 : Islam: Ajaran Tentang Berbagi serta Keadilan Penegakan Hukum

Lampiran 9 : Daftar Pustaka

Anda mungkin juga menyukai