Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH TAUHID

TAUHID ZAT, SIFAT, ASMA, DAN AF’AL

DISUSUN OLEH :

NAMA KELOMPOK :
CUT JENITA PRATAMA PAKPAHAN (1811310062)
JODIAN SAPUTRA (1811310060)

DOSEN PEMBIBIMBING :
Drs. Murkilim M.Ag

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM


JURUSAN DAKWAH
FAKULTAS USHULUDIN ADAB DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BENGKULU
TAHUN AKADEMIK 2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan kepada Allah SWT, karena dengan rahmat dan karunia-Nya
saya masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan makalah Tauhid tentang Surah An-Naml,
Al-Baqarah, Ibrahim, As-Sajdah, Ar-Rum, Al-A’raaf ini. Tidak lupa saya ucapkan kepada
bapak dosen dan teman-teman yang telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan
makalah Tauhid.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan, oleh
sebab itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Dan semoga dengan
selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan teman-teman. Amiin.

Bengkulu, 01 Desember 2018

Penyusun
Kelompok 7

ii
DAFTAR ISI

COVER ..................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ............................................................................................. ii
DAFTAR ISI........................................................................................................... iii

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................... 1
1.3 Tujuan Penulisan ................................................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN
2.2 Tauhid Dzat ......................................................................................................... 2
2.3 Tauhid Asma ....................................................................................................... 4
2.3 Tauhid Sifat ......................................................................................................... 5
2.4 Tauhid Af’al ........................................................................................................ 6

BAB III PENUTUP


Kesimpulan ................................................................................................................ 8

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tauhid merupakan ilmu dasar Islam, ilmu mengenal Allah. Kepercayaan bahwa Allah
Ta'ala adalah Tuhan yang satu dan merupakan satu-satunya diakui oleh semua mukmin
tanpa ada pertentangan akan hal itu. Namun semua itu perlu pengenalan untuk lebih
mendekatkan diri pada Allah. Dalam memasuki pintu ketuhanan menjadi hal yang
mendalam yaitu mengetahui dzat, sifat, af’al dan asma’ Allah Ta'ala. Perlu di ingat juga
bahwa segala perbuatan apapun yang terjadi dan berlaku di dalam alam ini pada
hakikatnya adalah Af’al (Perbuatan) Allah ta’ala.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa itu Tauhid Dzat?
2. Apa itu Tauhid Asma?
3. Apa itu Tauhid Sifat?
4. Apa itu Tauhid Af’al?

1.3 Tujuan Masalah


- Untuk mengetahui apa itu Tauhid Dzat.
- Untuk mengetahui apa itu Tauhid Asma.
- Untuk mengetahui apa itu Tauhid Sifat.
- Untuk mengetahui apa itu Tauhid Af’al.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Tauhid Dzat


Tauhid zat adalah penegasan bahwa Allah itu Esa. Tidak ada yang serupa dan
sebanding dengannya. Segala sesuatu selain dia adalah makhluk yang lebih rendah
tingkat kesempurnaannya dibandingkan dia. Bahkan, semua itu tak layak
diperbandingkan dengannya. Firman Allah, “Tidak ada sesuatu yang menyerupainya.”
dan, “Dan tidak ada seorang pun yang setara dengannya,” menjelaskan jenis tauhid ini.
Kepercayaan kepada Tuhan sebagai satu-satunya pencipta alam semesta, merupakan
prinsip fundamental dari agama monoteisme. Prinsip ini dalam islam disebut dengan
prinsip tauhid, yakni ajaran tentang keesaan Allah. Oleh sebab itu menurut islam, agama
yang benar adalah agama monoteistik dan nabi-nabi adalah monoteis.
Islam mengajarkan dengan jelas dan simple tentang keesaan Allah dan
mempersembahkan suatu konsepsi tentang Tuhan yang terjauh dari kegemaran
antropomorpisme(penyerupaan Tuhan dengan manusia) dan mitologisme(ajaran tentang
mitos/dewa kayangan). Pemberitaan Al-Qur’an tentang Allah beranjak dari dasar
pemahaman bahwa Allah itu benar ada dan dia adalah Maha Esa. Kemahaesaan Allah itu
adalah kemahaesaan yangh mutlak dan absolute, tanpa sekutu dan tanpa konsep
melahirkan dan dilahirkan. Allah berfirman dalam surah Al-Ikhlas ayat 1-4:

(3)‫( لَ ْم يَ ِل ْد َولَ ْم يُ ْولَ ْد‬2)ُ‫ص َمد‬ ٰ َ (1)‫للَاُ ا َ َحد‬


َّ ‫ُُللَا ال‬ ٰ ‫قُ ْل ُه َو‬
(4)‫ٗهلَّيَ ُك ْن ُكفُ ًوا ا َ َحد‬
‫َولَ ْم‬
1

Terjemahan :
(Katakanlah (hai Muhammad) bahwa Allah itu esa. Allah tempat meminta pertolongan.
Tidak beranak dan tidak diperanakan. Dan tidak ada sekutu seorang jua pun baginya).

1
SYEKH TOSUN BAYRAK & MURTADHA MUTHAHHARI, “ENERGI IBADAH”, hlm : 52
PROF. DR. M. YUNAN YUSUF, “ALAM PIKIRAN ISLAM PEMIKIRAN KALAM”, edisi pertama 2014, hlm:15
2
Itulah akar tunggang dari akidah islam. Untuk penegasan itu penggal petama dari dua
kalimah syahadat berbunyi : “Asyhadu alla ilaha illallah”, yang artinya : Aku bersaksi
tidak ada tuhan selain Allah. Pernyataan ini berbentuk negasi dan ringkas. Kadang-
kadang suatu kebudayaan,tamaddun, atau sejarah terkandung dalam suatu pernyataan
saja. Dan hakikat ini benar bagi kalimah (penebutan) atau syahadah (penyaksian) Islam.
Keragamaan dan kekayaan sejarah, kebudayaan, ilmu dan tamaddun Islam terangkum di
dalam kalimat ringkas :Lai ilaha ila Allah”.
Perkataan Allah itu sendiri adalah nama Tuhan,yakni Tuhan yang sebenarnya. ,aka
dengan satu penafsiran, kalimat itu akan berarti, tiada Tuhan melainkan Allah, yakni
Tuhan yang sebenarnya itu. Maka agama islam disebut dengan agama tauhid, suatu
monoteisme yang keras serta tidak mengenal kompromi. Bahkan pada ajaran tauhid ini
Islam dipertaruhkan, baik secara doktrin maupun peradaban. Tauhidlah yang member
identitas kepada tamaddun Islam.
Dalam pendekatan klasik ajaran keesaan itu dijabarkan ke dalam keesaan dzat (tauhid
al-dzat), keesaan sifat (tauhid al-sifat), dan keesaan perbuatan (tauhid al-a’fal). Keesaan
dalam dzat mengandung makna bahawa dzat Allah itu unik, tidak menerima takrib
(susunan) yakni mustahil dzat Allah itu tersusun dari unsure-unsur, dalil aqli
(argumentasi rasional) yang dapat dikedepankan untuk menjelaskan bahwa dzat Allah
tidak tersusun dari unsur-unsur adalah bahwa akan diketemukan tiga benturan pemikiran
bila diatakan dzat Allah terdiri dari unsur-unsur.
Pertama, adanya tiap-tiap bagian dari susunan unsur-unsur itu akan mendahului
2

jumlah dari wujud yang dinyatakan sebagai Allah. Ini berarti adanya wujud Allah
sebagai wajib al-wujud didahului oleh wujud unsur-unsur tadi, sementara itu unsur-unsur
tadi bukanlah dzat Allah. Oleh sebab itu dzat Allah mestilah esa. Kedua, bila dzat Allah
terdiri dari bebrapa unsure, pastilah ia menghendaki adanya dzat Allah itu ada. Ini berarti
yang lebih dahulu ada bukanlah dzat Allah, tetapi dzat unsure-unsur itu. Ini jelas
bertentangan dengan makna keesaan dzat. Ketiga, bila dzat Allah terdiri dari unsur-unsur
akan di perbincangkan secara terus menerus dan berkelanjutan siapa dan mana diantara
dzat itu yang wajib al-wujud, apakah wujud unsur-unsur ataukah wujud hasil bentukan
unsur-unsur. Bila yang wajib al-wujud itu adalah unsur-unsur tadi. Ini tidak sejalan
dengan pengertian tauhid dzat.

PROF. DR. M. YUNAN YUSUF, “ALAM PIKIRAN ISLAM PEMIKIRAN KALAM”, edisi pertama 2014, hlm16-17
3
Demikianlah pula kita dikatakan bentukan unsure-unsur iu yang wajib al-wujud. Kedua
pemikiran ini bertentangan dengan paham tauhid dzat.
Oleh sebab itu, Allah benar-benar esa pada dzatnya. Konsep seperti ini benar-benar
ada secara eksistensial. Hakikat yang telah dikonsepsikan oleh akal, bahwa Allah sebgai
dzat yang tidak tersusun, haruslah eksis di luar akal. Tidak boleh terjadi, apa yang ada di
luar akal berbeda dengan apa yang dikonsepsikan akal. Ini berarti konsepsi akal itu
adalah konsepsi yang salah. Sebab, ini berarti tidak sesuainya pernyataan akal dengan
eksistensi yang sebenarnya.

2.4 Tauhid Asma’


Tauhid Asma’ ialah percaya dan meyakini dengan segala nama-nama Allah SWT
secara ijmal dan tafsil menurut apa yang telah dinyatakan di dalam Al-Qur’an dan As-
Sunnah. Di mana Allah Azzawajalla mempunyai nama-nama yang mulia.
Wajib kita beriktikad bahawa seluruh nama Allah SWT yang Maha Mulia itu Qadim.
Allah SWT menamakan dirinya itu dengan nama-nama yang baik sejak azali lagi. Jumhur
ulama telah menyatakan nama-nama Allah SWT adalah tauqifiah, yaitu berpunca
daripada Al-Qur’an dan AL-Hadist serta bukannya hasil daripada ijtihad atau diberi nama
oleh manusia.
Menurut para ulama, apabila nama-nama Allah SWT itu dating daripada nas Syarii,
maka wajiblah kita beriman dengannya meskipun ia seolah-olahnya member waham.
Contohnya :
1. ‫( الصبور‬Yang Maha Sabar) : Ia member waham kepada kita seolah-olah Allah SWT
menerima kesusahan yang menyebabkan ia harus bersabar dengan kesusahan itu. Para
ulama seperti Hulaimi menyatakan : Yang Maha Sabar itu bermakna Allah SWT
tidak menyeksa orang yang durhaka kepdanya.
2. ‫( الشكور‬Yang Maha Mensyukuri ) : Ia memberi waham kepada kita seolah-olah Allah
SWT menerima kebajikan yang menyebabkan ia bersyukur dengan kebajikan itu.

PROF. DR. M. YUNAN YUSUF, “ALAM PIKIRAN ISLAM PEMIKIRAN KALAM”, edisi pertama 2014, hlm : 17
KAMARUL SHKRI MOHD THE, “PENGANTAR ILMU TAUHID”, terbitan pertama 2008, hlm : 38-40
2.3 Tauhid Sifat
Keesaan dalam sifat (tauhid al-sifat) tidak ada sesuatu yang menyamai Allah dalam
sifat-sifatnya itu. Dalam akidah Islam Ahlu Sunnah Jamaah, terdapat 20 sifat yang wajib
diketahui oleh seorang hamba secara terperinci. Kedua puluh sifat itu adalah :
Sifat Wajib Tulisan Arab Maksud
Wujud ‫ﺩْﻮُﺟُﻭ‬ Ada
Qidam ‫ْﻡَﺪِﻗ‬ Terdahulu
Baqa ‫ِﺀ َﺎﻘَﺑ‬ Kekal
Mukhalafatuhu lilhawadits ‫ ِﺙِﺩﺍَﻮَﺤْﻠِﻟ ُﻪُﺘَﻔَﻟﺎَﺨُﻣ‬Berbeda dengan makhluk-Nya
Qiyamuhu binafsih ‫ ِ ِﻪﺴْﻔَﻨِﺑ ُﻪُﻣﺎَﻴِﻗ‬Berdiri sendiri
Wahdaniyat ‫ِﺔَﻴِﻧﺍ َﺪ ْﺣَﻭ‬ Esa (satu)
Qudrat ‫ِﺓَﺭ ْ ُﺪﻗ‬ Kuasa
Iradat ‫ِﺓَﺩﺍَﺭِﺇ‬ Berkehendak (berkemauan)
Ilmun ‫ٌﻢْﻠِﻋ‬ Mengetahui
Hayat ‫ْﺓ َﺎﻴَﺣ‬ Hidup
Sama' ‫ْﻊَﻤَﺳ‬ Mendengar
Basar ‫ﺮَﺼَﺑ‬ Melihat
Kalam ‫ْﻡ َﻼَﻛ‬ Berbicara
Qaadiran ‫ﺍًﺭ ِﺩﺎَﻗ‬ berkuasa
Muriidan ‫ﺍًﺪْﻳِﺮُﻣ‬ berkehendak menentukan
'aliman ‫ﺎًﻤِﻟﺎَﻋ‬ mengetahui
Hayyan ‫ًّﺎﻴَﺣ‬ hidup
sami'an ‫ﺎًﻌْﻴِﻤَﺳ‬ mendengar
Bashiiran ‫ﺍًﺭْﻴِﺼَﺑ‬ melihat
Mutakalliman ‫ﺎً ِّﻤﻠَﻜَﺘُﻣ‬ berbicara

Bila dikatakan oleh Al-Qur’an bahwa Allah mendengar, Allah melihat, Allah berkata
dan berbagai sifat lainnya, maka dalam keyakinan tauhid sifat-sifat seperti itu hanya
Allah saja yang memilikinya, sifat-sifat yang tiada tara dan bandingannya. Sebab Allah
tidak memerlukan alat untuk mendengar, melihat dan berkata-kata. Allah tidak
memerlukan gelombang sinar untuk melihat dan tidak memerlukan lidah untuk berkata-
kata.
4

PROF. DR. M. YUNAN YUSUF, “ALAM PIKIRAN ISLAM PEMIKIRAN KALAM”, edisi pertama 2014, hlm : 18-19
Wujud Allah sebagai wujud yang mutlak dan absolute mempunyai sifat yang mutlak
dan absolute pula. Maka sifat-sifat nya kendari pun dalam kepercayaan tauhid harus
diyakini bahwa sifat-sifat tersebut berbeda dengan yang dimiliki makhluk. Penggambaran
dalam kitab suci bahwa Allah mempunyai sifat yang pengertiannya sama dengan sifat
makhluk., haruslah dipahami bahwa dia tidak sama dengan ciptaanya di dalam alam.

2.4 Tauhid Af’al


Tauhid af’al adalah percaya bahwa Allah sajalah yang berperan secara hakiki di alam
raya ini (tiada yang berperan di alam wujud kecuali Allah). Tauhid ini tidak berarti
mengingkari hokum kausalitas, tetapi meyakini bahwa peranan sebab-sebab natural itu
juga karena kehendak Allah. Allah-lah yang member kemampuan membakar kepada api,
kemampuan menyinari kepada matahari dan kemampuan menghidupkan pada air.
Keesaan dalam perbuatan (tauhid al-af’al) mengandung makna bahwa perbuatan
Allah itu adalah unik, tiada setara dengan yang lain, dan tiada mampu makhluk
menirunya. Perbuatan Allah itu sangan agung dan penuh dengan kedahsyatan. Ia adalah
eksistensi yang melakukan perbuatan menurut kudrat dan iradatnya yang teratur dan
terencana. Perbuatan Allah berjalan dalam hokum kebijaksanaan Yang Maha Tinggi. Dia
menciptakan langit dan bumi dengan segala isinya sebagai wujud berhikmah atau yang
dalam Filsafat Agama disebut dengan teleologis. Penciptaannya adalah penciptaan yang
bukan main-main dan penuh hikmah.
Dalam teologi segala sesuatu dipandang sebagai organism yang tersusun dan bagian-
bagian. Maing-masing bagian mempunyai hubungan erat dan bekerja sama untuk
kepentingan organism itu. Jadi, dunia dalam pendekatan teologi tersusun dari bagian-
bagian yang erat hubungannya satu dengan yang lain dan bekerja sama untuk tujuan
tertentu, yakni menuju kesempurnaan. Itulah wujud dari perbuatan Allah.

Syekh Nasir Makarim SYIRAZI, “TAFSIR AL-AMTSAL”, edisi revisi, hlm : 60


PROF. DR. M. YUNAN YUSUF, “ALAM PIKIRAN ISLAM PEMIKIRAN KALAM”, edisi pertama 2014, hlm : 19-21
Hakikat alam yang penuh hikmah, harmonis dan baik, mencerminkan hakikat Allah
yang menciptakan segala sesuatu tanpa kesalahan dan cacat sedikitpun. Ia atur perjalanan
dan tanpa peredaran , alam dengan harmonis dan penuh keseimbangan tanpa terjadi
benturan dan kesalahan dalam peredaran itu. Inilah yang dijelaskan oleh Allah dalam
surah Fathir(35) ayat 43 :

ۚ ‫ئ ِإ ََّل ِبأ َ ْه ِلِۦه‬ َّ ‫يق ْٱل َم ْك ُر ٱل‬


ُ ِ‫سي‬ ِ ‫ارا فِى ْٱْل َ ْر‬
َّ ‫ض َو َم ْك َر ٱل‬
ُ ‫س ِي ِئ ۚ َو ََل يَ ِح‬ ً َ‫ٱ ْستِ ْكب‬
ً ‫ٱَّللِ تَ ْبد‬
َ‫ِيًل ۖ َولَن تَ ِجد‬ َّ ‫ت‬ ُ ‫ت ْٱْل َ َّو ِلينَ ۚ فَلَن تَ ِجدَ ِل‬
ِ َّ‫سن‬ َ َّ‫سن‬ ُ ‫فَ َه ْل يَن‬
ُ ‫ظ ُرونَ إِ ََّل‬
ً ‫ٱَّللِ تَ ْح ِو‬
‫يًل‬ َّ ‫ت‬ ِ َّ‫سن‬
ُ ‫ِل‬
Terjemahan :
Karena kesombongan (mereka) di muka bumi dan karena rencana (mereka) yang jahat.
Rencana yang jahat itu tidak akan menimpa selain orang yang merencanakannya
sendiri. Tiadalah yang mereka nanti-nantikan melainkan (berlakunya) sunnah (Allah
yang telah berlaku) kepada orang-orang yang terdahulu. Maka sekali-kali kamu tidak
akan mendapat penggantian bagi sunnah Allah, dan sekali-kali tidak (pula) akan
menemui penyimpangan bagi sunnah Allah itu. (Fatir 35:43)
Ayat diatas menegaskan bahwa sunnah Allah yang berlaku dalam kehidupan sosial
umat manusia dan juga dalam peredaran alam semesta tidak akan pernah mendapatkan
penggantian dan perubahan, sebagaimana tidak akan pernah dikemuka penyimpangan
dalam sunnatullah itu. Ini memperlihatkan kepstian tauhid af’al Allah.

PROF. DR. M. YUNAN YUSUF, “ALAM PIKIRAN ISLAM PEMIKIRAN KALAM”, edisi pertama 2014, hlm : 21
https://ibnothman.com/quran/surat-fatir-dengan-terjemahan-dan-tafsir/5
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan :
Dengan demikian islam adalah agama yang mempunyai unsur-unsur yang tidak dappat
terhitung oleh rasio, sekian banyak perbedaan pendapat, dan sekian banyak pola pikir
yang kritis mengkritisi apa sebenarnya di balik Dzat, Sifat, Af’al. Qadariyah, Jabariyah,
Asy’riyah, Maturidiyah, Syiah, Ahlus-sunah, semuanya mempunyai argumen yang
berdasarkan Al-Qur’an dan Al-Hadist, walaupun mereka berbeda dalam pola pemikiran
tetapi mereka satu dalam niat dan keyakinan yanitu membesarkan Allah SWT. Kita
sebgai umat yang mengetahu tentang semua ini mampu mengambil kesimpulan bahwa
agama islam adalah agama yang mempunyai wawasan yang sangat luas, kita jadikan
semuanya sebagai modal keyakinan dalam kehidupan, hingga mempunayi iman yang
sangat kuat dan kokoh.

8
DAFTAR PUSTAKA

SYEKH TOSUN BAYRAK & MURTADHA MUTHAHHARI, “ENERGI IBADAH”


PROF. DR. M. YUNAN YUSUF, “ALAM PIKIRAN ISLAM PEMIKIRAN KALAM”, edisi
pertama 2014
Syekh Nasir Makarim SYIRAZI, “TAFSIR AL-AMTSAL”, edisi revisi
KAMARUL SHKRI MOHD THE, “PENGANTAR ILMU TAUHID”, terbitan pertama 2008
https://ibnothman.com/quran/surat-fatir-dengan-terjemahan-dan-tafsir/5

Anda mungkin juga menyukai