Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

MA’RIFATUL MABDA
Disusun untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah: Tauhid
Dosen Pengampu: M. Jamil, M.Ag

Oleh:
1. Muhammad Ramadhan (19106050001)
2. Ibnu Taimi Perdana Putra (19106050002)
3. Widya Fanesya (19106050003)
4. Muhammad Afriandi (19106050004)
5. Muhammad Alfian (19106050005)

JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA 2019
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang
berjudul Ma’rifatul Mabda. Tidak lupa shalawat dan salam semoga
tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW. beserta keluarga
dan sahabatnya yang telah membawa kita dari dunia yang gelap menuju
dunia yang terang-benderang.

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas


dosen pada mata kuliah tauhid. Selain itu, makalah ini juga bertujuan
untuk menambah wawasan penulis dan pembaca tentang ma’rifatul mabda.
Semoga dapat memberikan manfaat yang banyak kepada orang lain.

Kami mengucapkan terimakasih kepada bapak M. Jamal, M.Ag


selaku dosen dari mata kuliah tauhid yang telah memberikan tugas ini
sehingga dapat menambah wawasan dan pengetahuan kami tentang
bidang yang kami tekuni.

Kami menyadari dalam penulisan makalah ini terdapat banyak


kekurangan dan kesalahan. Maka dari itu, kami menerima kritik, tanggapan,
dan saran dari pembaca agar menjadi pembelajaran bagi kami untuk
kedepannya.

Akhir kata, semoga dengan ditulisnya makalah ini dapat memberikan


manfaat yang banyak bagi siapa saja yang membacanya.

Yogyakarta, September 2019

Kelompok 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Penciptaan alam semesta beserta isinya, termasuk manusia dengan


segala kelebihan dan kekurangannya pasti ada yang menciptakan. Siapa
Dia? Sudah tentu “Sang Pencipta” Dialah Allah SWT. Untuk mengakui
kebenaran dan keberadaan Allah SWT dibutuhkan dalam hati mengakui
dan membenarkan tentang adanya Allah SWT. Percaya kepada kitab-kitab
Allah SWT hukumnya adalah wajib ‘ain atau wajib bagi seluruh muslim di
dunia. Hal ini seharusnya telah kita ketahui, karena Indonesia merupakan
negara yang memiliki mayoritas masyarakat beragama muslim terbesar di
dunia.

Sebagai umat islam seharusnya kita mengetahui betapa pentingnya


pengetahuan mengenai agama islam. Dengan adanya pengetahuan
tentang ilmu agama, kita tidak akan tersesat dalam memahami suatu
bidang ilmu yang kita pelajari. Kita juga harus mengetahui bahwa semua
ilmu itu merupakan penjabaran dari Al-Qur’an dan Al-hadist.

Maka dari itu, sebagai umat muslim kita wajib meyakini bahwa Allah
mempunyai sifat yang melekat pada-Nya, yang patut kita percayai dan kita
imani. Pada makalah ini, kami akan membahas mengenai iman kepada
Allah, tidak hanya membahas tentang iman kepada Allah saja, melainkan
juga membahas tentang cara mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari
– hari.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Iman Kepada Allah?
2. Apa saja sifat sifat Allah?
3. Bagaimana implementasi tentang iman kepada Allah dalam
kehidupan sehari-hari?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi iman kepada Allah
2. Untuk mengetahui sifat sifat Allah baik itu wajib, mustahil, dan jaiz
3. Untuk mengetahui implementasi tentang iman kepada Allah dalam
kehidupan sehari-hari
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Ma’rifatul Mabda’


Ruang pembahasan ilmu tauhid yang pertama yaitu Ma’rifatul
Mabda’, yaitu suatu ilmu yang membahas tentang keberadaan dzat Allah
SWT dan hal-hal yang berhubungan dengan Allah serta qadla’ dan qadar-
Nya, yang terangkum dalam pembahasan ruku iman, yakni iman kepada
Allah dan iman kepada qadla’ dan qadar.
Iman kepada Allah SWT adalah percaya sepenuhnya akan
kebenaran keberadaan Allah SWT tanpa keraguan sedikitpun baik zat, sifat,
dan af’al (perbuatan)-Nya. Kemudian harus menaati dan menjalankan
segala perintah-Nya serta menjauhi segala larangan-Nya dengan sepenuh
hati, dengan penuh keikhlasan, rasa rendah diri, cinta, harap dan takut
kepada-Nya. Allah berfirman dalam Al-Quran Surah Luqman Ayat 22, yang
berbunyi :

ِ‫س ٌن ف َ ق َ ِد ا سْ ت َ ْم سَ َك ب ِ ا لْ ع ُ ْر َو ة‬ ‫َو َم ْن ي ُ سْ لِ ْم َو ْج َه ه ُ إ ِ ل َ ى ه‬
ِ ‫َّللا ِ َو ه ُ َو ُم ْح‬
‫ور‬ ْ ُ ‫َّللا ِ عَا ق ِ ب َ ة‬
ِ ‫اْل ُ ُم‬ ‫ا لْ ُو ث ْ ق َ ٰى ۗ َو إ ِ ل َ ى ه‬
“Dan barangsiapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia
orang yang berbuat kebaikan, maka sesungguhnya ia telah berpegang
kepada buhul tali yang kokoh. Dan hanya kepada Allah-lah kesudahan
segala urusan.”

Sedangkan iman kepada qadla’ dan qadar adalah beriman,


meyakini, dan mempercayai dengan sepenuh hati bahwa semua yang ada
di dunia ini dan segala sesuatu yang akan terjadi bagi semua makhluk hidup
merupakan ketentuan, ketetapan,dan kehendak Allah SWT dan semua itu
telah menjadi bukti kekuasaan dan kebesaran Allah SWT.

B. Iman kepada Allah SWT


Iman kepada Allah berarti meyakini dengan sepenuhnya bahwa
Allah adalah satu-satunya tuhan, tidak ada tuhan selain-Nya yang berhak
disembah maupun dipercayai. Tidak semua orang muslim beriman, karena
manusia dikatakan sebagai seorang muslim apabila ia mengucapkan dua
kalimat syahadat. Manusia dikatakan beriman jika ia tunduk dan patuh
terhadap perintah Allah, serta menjauhi semua larangan-Nya.
Iman kepada Allah SWT meliputi tiga hal, yaitu:
1. Dzat Allah
Tidak ada manusia yang sanggup mengetahui dzat Allah SWT
karena dzat Allah SWT tidak lah tersusun dari unsur, tidak terbatas. Nabi
Muhammad SAW bersabda

“Pikirkanlah tentang keadaan makhluk Allah dan janganlah kamu


memikirkan tentang dzat-Nya yang menyebabkan kamu binasa.” (H.R. Abu
Nu’aim)
Dari sabda Nabi Muhammad di atas, kita tidak diperbolehkan untuk
memikirkan dzat, bentuk, atau semacamnya yang berhubungan dengan
Allah. Hal itu dikarenakan manusia tidak sanggup untuk memikirkannya,
dan hal tersebut dapat menjerumuskan kita ke arah kesesatan. Kita
hanya diperintahkan untuk memikirkan ciptaan Allah, hal ini akan
menambah keimanan serta rasa syukur kita kepada Allah SWT.
Allah SWT berfirman.

﴾۱۹‫ٱخت َٰلَف ٱلَّيأل َوٱلنَّ َهار َل َءا َٰيَت ِْل ُ ۟ولى أٱْل َ أل َٰبَب ﴿ە‬ َّ ‫إ َّن فى خ أَلق ٱل‬
‫س َٰ َم َٰ َوت َو أٱْل َ أرض َو أ‬
َّ ‫علَ َٰى ُجنُوبه أم َويَت َ َف َّك ُرونَ فى خ أَلق ٱل‬
‫س َٰ َم َٰ َوت‬ َ ‫ودا َو‬ َّ َ‫ٱلَّذينَ يَ أذ ُك ُرون‬
ًۭ ُ‫ٱّللَ ق َٰيَ ًۭما َوقُع‬
﴾۱۹۱﴿‫اب ٱلنَّار‬ َ َ ‫عذ‬ ُ ‫ت َٰ َهذَا َٰبَط ًۭل‬
َ ‫س أب َٰ َحن ََك فَقنَا‬ َ ‫َو أٱْل َ أرض َربَّنَا َما َخلَ أق‬
Artinya :
” Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya
malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal,
(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau
dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan
langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau
menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami
dari siksa neraka “.(Q.S. Ali Imran : 190-191)
2. Sifat Allah
Allah SWT memiliki sifat yang terdiri dari 3 kelompok sifat yaitu:
a) Sifat wajib, yaitu sifat yang pasti ada pada Allah. Sifat wajib Allah
berjumlah dua puluh.
b) Sifat mustahil, yaitu sifat yang tidak mungkin ada pada allah SWT.
Sifat mustahil Allah juga berjumlah dua puluh.

Sifat wajib dan mustahil Allah adalah sebagai berikut.


1) Wujud, yang berarti Allah Maha Ada, dan mustahil Allah tidak
ada (‘adam)
2) Qidam, yang berarti Allah Maha Terdahulu, dan mustahil Allah
itu baru (huduts)
3) Baqa, yang berarti Allah Maha Kekal, dan mustahil Allah itu
rusak (fana’)
4) Mukhalafatun lilhawadits, yang berarti Allah berbeda dengan
sesuatu yang baru, dan mustahil Allah sama dengan sesuatu
yang baru (mumatsalatun lilhawadits)
5) Qiyamuhu binafsih, yang berarti Allah berdiri sendiri atau Allah
tidak bergantung kepada yang lain, dan mustahil Allah butuh
dengan bantuan dari yang lain (qiyamuhu bigayrih)
6) Wahdaniyah, yang berarti Allah Maha Esa, dan mustahil Allah
berbilang (ta’addud)
7) Qudrah, yang berarti Allah Maha Kuasa, dan mustahil Allah
tidak berkuasa (‘ajzun)
8) Iradah, yang berarti Allah Maha Berkehendak, dan mustahil
Allah tidak memiliki kehendak atau terpaksa melakukan
sesuatu (karahah)
9) Ilmu, yang berarti (Mengetahui), dan mustahil Allah bodoh
(jahlun)
10) Hayat, yang berarti Allah Maha Hidup, dan mustahil Allah mati
(maut)
11) Sama’, yang berarti Allah Maha Mendengar, dan mustahil Allah
tuli (shummun)
12) Bashar, yang berarti Allah Maha Melihat, dan mustahil Allah
buta (’umyun)
13) Kalam, yang berarti Allah Maha Berbicara/Berfirman, dan
mustahil Allah bisu (bukmun)
14) Qadiran, yang berarti Allah Dzat Yang Maha Kuasa, dan
mustahil Allah Dzat yang tidak berdaya (kaunuhu ajizan)
15) Muridan, yang berarti Allah Dzat Yang Maha Berkehendak, dan
mustahil Allah Dzat yang tidak memiliki daya cipta atau tidak
berkehendak (kaunuhu karihan)
16) ‘Aliman, yang berarti Allah Dzat Yang Maha Mengetahui, dan
mustahil Allah itu Dzat yang bodoh (kaunuhu jahilan)
17) Hayyan, yang berarti Allah Dzat Yang Maha Hidup, dan
mustahil Allah Dzat yang mati (kaunuhu mayyitan)
18) Sami’an, yang berarti Allah Dzat Yang Maha Mendengar, dan
mustahil Allah Dzat yang tuli (kaunuhu ashamm)
19) Bashiran, yang berarti Allah Dzat Yang Maha Melihat, dan
mustahil Allah Dzat yang buta (kaunuhu a’ma)
20) Mutakalliman, yang berarti Allah Dzat Yang Maha Berbicara,
dan mustahil Allah Dzat yang bisu (kaunuhu abkam)

Sifat Wajib Allah dikelompokkan menjadi empat kelompok, yaitu.


1) Sifat Nafsiyah, yaitu sifat wajib bagi Allah yang adanya tidak
disebabkan oleh sesuatu sebab apapun. Yang termasuk dalam
sifat ini adalah sifat Wujud.
2) Sifat Salbiyah, yaitu sifat yang menafikan semua sifat yang
tidak layak bagi Allah. Yang termasuk dalam sifat ini adalah sifat-
sifat Qidam, Baqa, Mukhalafatun Lilhawadits, Qiyamuhu Binafsih,
dan Wahdaniyah.
3) Sifat Ma’ani, yaitu sifat yang ada pada Dzat Allah yang maujud.
Yang termasuk dalam sifat ini adalah sifat-sifat Qudrat, Iradat,
‘Ilmu, Hayat, Sama’, Bashar, dan Kalam.
4) Sifat Ma’nawiyah, yaitu sifat yang tetap bagi Dzat Allah. Yang
termasuk dalam sifat ini adalah sifat-sifat Qadiran, Muridan,
‘Aliman, Hayyan, Sami’an, Bashiran, dan Mutakalliman.

c) Sifat jaiz, yaitu Allah bebas berbuat, artinya perbuatan Allah


terhadap makhluk-Nya untuk boleh diperbuat-Nya dan boleh pula
tidak. Allah tidak wajib membuat sesuatu dan pula tidak mustahil
kalau tidak membuatnya. Allah memiliki hak untuk melakukan apa
segala sesuatu menurut kehendak-Nya.

3. Af’al Allah SWT


Af’al adalah perbuatan Allah SWT. Segala yang ada di dunia ini
adalah perbuatan Allah SWT. Untuk mengetahui tentang af’al Allah
adalah dengan melakukan Syuhud (memandang/menyaksikan) dan
meyakini bahwa segala perbuatan kita baik perbuatan yang baik
maupun perbuatan yang buruk adalah berasal dari Allah SWT.
Segala perbuatan apapun yang terjadi dan berlaku di dalam alam ini
pada hakikatnya adalah Af’al (Perbuatan) Allah ta’ala, sama saja
perbuatan itu baik maupun jahat adalah perbuatan Allah jua. Perbuatan
baik, yaitu perbuatan yang baik pada rupa dan pada hakikatnya, seperti
iman dan takwa. Perbuatan Jahat, yaitu perbuatan yang jahat pada rupa
tapi tidak pada hakikatnya, seperti kafir dan maksiat. Kafir dan maksiat
pada hakikatnya baik juga karena terbit dari yang baik yaitu dari Allah.
Dan tiap-tiap yang terbit dari Allah itu baik.

Ingatlah bahwa segala yang terjadi di alam semesta ini pasti ada
manfaatnya, karena Allah tidak menjadikan sesuatu dengan sia-sia.
Salah satu contoh adalah Allah menciptakan nyamuk, dan nyamuk
diciptakan hanya untuk berbuat jahat yaitu menghisap darah. Tapi
walaupun hanya menghisap darah, nyamuk tetap mempunyai manfaat.

‫ض ة ا ف َ َم ا ف َ ْو ق َ هَ ا ۚ ف َ أ َ هم ا ا ل ه ِذ ي َن‬
َ ‫ب َم ث َ اًل َم ا ب َ ع ُ و‬ ْ َ ‫َّللا َ َل ي َ سْ ت َ ْح ي ِ ي أ َ ْن ي‬
َ ‫ض ِر‬ ‫إ ِ هن ه‬
‫ق ِم ْن َر ب ِ ِه ْم ۖ َو أ َ هم ا ا ل ه ِذ ي َن كَ ف َ ُر وا ف َ ي َ ق ُ و ل ُ و َن‬ ُّ ‫آ َم ن ُ وا ف َ ي َ ع ْ ل َ ُم و َن أ َن ه ه ُ ا لْ َح‬
ِ ُ ‫َّللا ُ ب ِ ٰ َه ذ َ ا َم ث َ اًل ۘ ي‬
ِ ُ ‫ض لُّ ب ِ ِه كَ ث ِ ي ار ا َو ي َ ْه ِد ي ب ِ ِه كَ ث ِ ي ار ا ۚ َو َم ا ي‬
ُّ‫ض ل‬ ‫َم ا ذ َ ا أ َ َر ا دَ ه‬
‫س قِ ي َن‬ِ ‫ب ِ ِه إ ِ هل ا ل ْ ف َ ا‬

“Sesungguhnya Allah tidak segan membuat perumpamaan seekor nyamuk


atau yang lebih kecil dari itu. Adapun orang-orang yang beriman, mereka
tahu bahwa itu kebenaran dari Tuhan. Tetapi mereka yang kafir berkata,
Apa maksud Allah dengan perumpamaan ini? Dengan itu banyak orang
yang dibiarkan-Nya sesat, dan dengan itu banyak orang yang diberi-Nya
petunjuk. Tetapi tidak ada yang Dia sesatkan dengan itu selain orang-orang
fasik.”

Syekh sulaiman Al Jazuli rohimahullah menjelaskan dalam kitab dalailul


khoirot, bahwa “Tidak ada dari seseorang dan dari seluruh hamba-Nya
suatu perkataan, perbuatan, gerak dan diam melainkan sudah lebih dahulu
pada ilmu (pengetahuan) Allah ta’ala, Qodho dan Qodrat (ketentuan dan
kehendak) Nya.”

C. Dalil-dalil Ma’rifatul Mabda’

Sumber-sumber dari semua ilmu dan ajaran adalah al-qur’an dan


hadits. Keduanya juga merupakan sumber dari ilmu tauhid, yang mana
keduanya merupakan sumber yang saling melengkapi satu dengan lainnya.
Sehingga keduanya dijadikan acuan sebagai sumber segala ilmu. Ada tiga
sumber dalil yang berkaitan dengan ma’rifatul mabda, yakni.

1. Dalil Naqli

Merupakan dalil yang berdasarkan pada Al-Quran dan hadis. Allah


menjelaskan tentang jati diri-Nya di dalam Al-Qur’an;

‫س ت ه ِة أ َي ه ا ٍم ث ُمه ا سْ ت َ َو ٰى‬ِ ‫ض فِي‬ َ ‫اْل َ ْر‬


ْ ‫ت َو‬ ِ ‫ق ال س ه َم ا َو ا‬ َ َ ‫َّللا ُ ا ل ه ِذ ي َخ ل‬
‫إ ِ هن َر ب ه ك ُ مُ ه‬
َ ‫ش ي ال ل ه يْ لَ ال ن ه هَ ا َر ي َ طْ ل ُب ُه ُ َح ث ِ ي ث اا َو ال ش ه ْم‬
‫س َو ا ل ْ ق َ َم َر‬ ِ ْ‫ش ي ُ غ‬ ِ ‫عَ ل َ ى ا لْ ع َ ْر‬
‫ب‬
ُّ ‫َّللا ُ َر‬ ‫اْل َ ْم ُر ۗ ت َب َ ا َر َك ه‬
ْ ‫ق َو‬ُ ْ ‫ت ب ِ أ َ ْم ِر هِ ۗ أ َ َل ل َ ه ُ ا لْ َخ ل‬
ٍ ‫ج و مَ ُم سَ هخ َر ا‬ ُ ُّ ‫َو ال ن‬
‫ا لْ ع َ ا ل َ ِم ي َن‬
“Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan
bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas `Arsy. Dia
menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan
(diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing)
tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah
hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam” (al-A’raf:54)

Ayat ini menjelaskan bahwa Allah swt adalah pencipta semesta alam
dan seisinya, dan Dia pulalah yang mengaturnya.

2. Dalil Aqli

Akal yang digunakan untuk merenungkan keadaan diri manusia dan


alam semesta, dia dapat membuktikan adanya Tuhan. Di antara langkah
yang bisa ditempuh untuk membuktikan adanya Tuhan melalui akal adalah
dengan beberapa teori, antara lain;

a. Teori Sebab

Segala sesuatu pasti ada sebab yang melatarbelakanginya.


Adanya sesuatu pasti ada yang mengadakan, dan adanya
perubahan pasti ada yang mengubahnya. Mustahil sesuatu ada
dengan sendirinya. Mustahil pula sesuatu ada dari ketiadaan.
Pemikiran tentang sebab ini akan berakhir dengan teori sebab yang
utama (causa prima), dia adalah Tuhan.

b. Teori Keteraturan.

Alam semesta dengan seluruh isinya, termasuk matahari,


bumi, bulan dan bintang-bintang bergerak dengan sangat teratur.
Keteraturan ini mustahil berjalan dengan sendirinya, tanpa ada yang
mengatur. Siapakah yang mempu mengatur alam semesta ini selain
dari Tuhan?

c. Teori Kemungkinan (Probabilitas)

Dalam pelajaran matematika, bila sebuah dadu dilempar


kemungkinan muncul angka 6 adalah 1/6. Dan bila dua dadu
dilempar kemungkinan munculnya angka 5 dan 5 adalah 1/36. Bila
ada satu set huruf dari a sampai z diambil secara acak, kemungkinan
muncul huruf a adalah 1/26. Bila ada lima set huruf diambil secara
acak, kemungkinan terbentuknya sebuah kata T-U-H-A-N adalah
1/265 (satu per duapuluh enam pangkat lima) =1/11881376.

3. Dalil Fitrah

Manusia diciptakan dengan fitrah bertuhan, sehingga kadangkala


disadari atau tidak, disertai belajar ataupun tidak naluri berketuhanannya itu
akan bangkit. Firman Allah

‫ور ِه ْم ذ ُ ِر ي ه ت َهُ ْم َو أ َشْ َه دَ ه ُ ْم‬


ِ ُ‫َو إ ِ ذ ْ أ َ َخ ذ َ َر ب ُّ َك ِم ْن ب َ ن ِ ي آ دَ َم ِم ْن ظ ُ ه‬
ُ ْ‫س ِه ْم أ َل َ س‬
‫ت ب ِ َر ب ِ ك ُ ْم ۖ ق َ ا ل ُ وا ب َ ل َ ٰى ۛ ش َِه ْد ن َ ا‬ ِ ُ ‫عَ ل َ ٰى أ َن ْ ف‬
“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-
anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa
mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka
menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”. (al-A’raf:172)

‫َّللا ُ ۖ ف َ أ َن ه ٰى ي ُ ْؤ ف َ ك ُو َن‬
‫َو ل َ ئ ِ ْن سَ أ َل ْ ت َهُ ْم َم ْن َخ ل َ ق َ هُ ْم ل َ ي َ ق ُ و ل ُ هن ه‬
“Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: “Siapakah yang
menciptakan mereka, niscaya mereka menjawab: “Allah”, maka
bagaimanakah mereka dapat dipalingkan (dari menyembah Allah)?, (az-
Zukhruf:87)

ْ ‫َص َرانِ ِه أ َ ْو يُ َه ِّ ِو َدانِ ِه َفأَبَ َواهُ ْال ِف‬


‫ط َرةِ َعلَى يُ ْولَ ُد َم ْولُ ْود ُكل‬ ِّ ِ ‫سانِ ِه أ َ ْو يُن‬
َ ‫يُ َم ِ ِّج‬
“Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, dan sesungguhnya kedua
orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi” (HR. Al
Bukhari)

Ayat dan hadis tersebut menjelaskan kondisi fitrah manusia yang


bertuhan. Ketuhanan ini bisa difahami sebagai ketuhanan Islam, karena
pengakuannya bahwa Allah swt adalah Tuhan.
D. Implementasi Iman kepada Allah dalam Kehidupan Sehari-Hari

Seseorang dikatakan beriman kepada Allah apabila ia membuktikan


keimanannya dengan lisan, perbuatan, dan hati. Membuktikan dengan lisan
berarti ia menggunakan mulutnya sebagaimana yang diperintahkan oleh
Allah SWT, tidak menggunakannya sebagaimana yang ia kehendaki.
Membuktikan dengan perbuatan, berarti mengamalkan segala sesuatu
yang diperintahkan oleh Allah dan tidak mengerjakan apa yang dilarang-
Nya. Sedangkan membuktikan dengan hati adalah menghubungkan lisan
dan perbuatan sesuai dengan apa yang orang beriman lakukan. Apabila
hatinya tidak beriman, maka lisan dan perbuatannya akan mengikuti apa
yang ada di hatinya.

Sebagai seorang muslim, kita harus memiliki iman kepada Allah,


malaikat, kitab, rasul, hari kiamat, dan hari akhir agar dikatakan sebagai
orang yang beriman. Tidak sampai disitu, dengan mengimani berarti kita
akan menjalani kehidupan kita dengan dasar keimanan tersebut. Beriman
kepada Allah berarti kita harus melakukan apa yang diperintahkan oleh
Allah, mulai dari beribadah seperti shalat lima waktu, berpuasa, membayar
zakat dan sebagainya. Bermuamalah seperti jual-beli, hutang-piutang, dan
pinjam-meminjam. Tidak lupa di kehidupan sehari-hari seperti mulai dari
bangun tidur, memakan makanan dan minuman, bersosial, sampai tidur
kembali. Semua hal tersebut harus dilandasi dengan nilai-nilai keimanan
dan keislaman, karena Allah sudah memberi kita perintah, larangan, dan
peringatan untuk memudahkan kita menjalani hidup di dunia ini hingga kita
sampai di tujuan akhir kita, yaitu akhirat.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Ma’rifatul Mabda’ merupakan merupakan ilmu yang membahas
tentang keberadaan dzat, sifat-sifat, serta af’al Allah dan hal-hal yang
berhubungan dengan Allah serta qadla’ dan qadar-Nya.
Manusia tidak dapat memikirkan dzat Allah dikarenakan ketidak
sanggupan akal pikiran manusia untuk memikirkan hal tersebut.
Dikarenakan Allah merupakan dzat allah tidak tersusun dari apa yang
manusia telah ketahui, namun segala kekuasaan Allah tidaklah terbatas.

Allah memiliki tiga sifat, yaitu sifat wajib, mustahil, dan jaiz. Sifat
wajib merupakan sifat-sifat yang ada pasti ada pada Allah dan lawannya
yang merupakan sifat mustahil, yang merupakan sifat-sifat yang mustahil
ada pada Allah SWT. Sementara itu sifat jaiz merupakan sifat Allah yang
mana Allah bebas untuk melakukan sesuatu, baik menciptakan,
menghancurkan, atau berbuat segala sesuatu yang Allah inginkan kepada
makhluknya.

Af’al Allah tidak ada yang tidak berarti. Semuanya memiliki maksud
dan tujuannya. Sehingga kita diperintahkan untuk mengamati dan
memahami maksud dari perbuatan Allah SWT.

Implementasi dari iman kepada Allah merupakan perwujudan dari


keimanan kita kepada Allah pada kehidupan sehari-hari kita. Dan hal
tersebut bertujuan agar kehidupan yang kita jalani ini memiliki jalan yang
lurus, yaitu jalan menuju Allah SWT.

B. Saran
Dengan segala kelebihan dan kekurangan dari makalah ini, ada
baiknya kita mengkaji, mendalami, dan mempelajari ilmu tauhid dari
berbagai sumber-sumber terbaik, seperti para ‘alim ‘ulama, kyai, dan
ustadz-ustadz.

Anda mungkin juga menyukai