Anda di halaman 1dari 11

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang yang telah
melimpahkan rahmat , hidayah dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul ‘’Ma’rifatullah’’. Makalah ini telah kami susun
dengan maksimal.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan, baik dari segi susunan
kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, kami menerima segala kritikkan dan saran
dari pembaca agar dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberi manfaat untuk kita semua
maupun inspirasi terhadap pembaca.

Semarang, 5 Oktober 2017

Penyusun

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................1

DAFTAR ISI....................................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN................................................................................................3

A. Latar Belakang.........................................................................................................3
B. Rumusan Masalah....................................................................................................3
C. Tujuan .....................................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................4
A. Pengertian Ma’rifatullah........................................................................................4
B. Jenis-jenis Ma’rifatullah.......................................................................................4
C. Penghalang dalam Mengenal Allah.......................................................................5

BAB III PENUTUP..........................................................................................................8


A. Kesimpulan ............................................................................................................8
B. Saran .......................................................................................................................8

DAFTAR PUSTAKA

2
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mengenal Allah merupakan suatu hal yang sangat penting dalam kehidupan. Karena
dengan mengenal Allah, seseorang akan lebih dapat mengenali dirinya sendiri. Dengan
mengenal Allah seseorang juga akan dapat memahami menegenai hakekat keberadaannya di
dunia ini; untuk apa ia diciptakan, kemana arah dan tujuan hidupnya. Dengan lebih mengenal
Allah, seseorang juga akan memiliki keyakinan bahwa ternyata hanya Allah lah yang Maha
Pencipta, Maha Penguasa, Maha Pemelihara, Maha Pengatur dan lain sebagainya. Sehingga
seseorang yang mengenal Allah, seakan-akan ia sedang berjalan pada sebuah jalan yang
terang, jelas dan lurus.
Sebaliknya, tanpa pengenalan terhadap Allah, manusia akan dilanda kegelisahan dalam
setiap langkah yang dilaluinya. Ia tidak dapat memahami hakekat kehidupannya, dari mana
asalnya, kemana arah tujuannya dan lain sebagainya. Seakan akan ia sedang berjalan di
sebuah jalan yang gelap, tidak tentu dan berkelok. Dalam Al-Qur’an Allah SWT
menggambarkan (QS. 6 :122) yang artinya: “Dan apakah orang yang sudah mati kemudian
dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu
dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang
keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar daripadanya?
Demikianlah Kami jadikan orang yang kafir itu memandang baik apa yang telah mereka
kerjakan.”

B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Ma’rifatullah?
2. Apa jenis- jenis Ma’rifatullah?
3. Apa saja jalan yang menjadi penghalang mengenal Allah SWT?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian Ma’rifatullah.
2. Mengetahui macam macam Ma’rifatullah.
3. Mengetaui empat macam menuju dimensi Ma’rifatullah.

3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Ma’rifatullah
Secara sederhana ma’rifatullah dapat diartikan: mengenal Allah. Ma’rifatullah
merupakan asas yang menjadi landasan kehidupan rohani seluruhnya. Istilah ma’rifah berasal
dari kata ”Al-Ma’rifah”, yang berarti mengetahui atau mengenal sesuatu. Dan apabila
dihubungkan dengan pengalaman Tasawuf, maka istilah ma’rifah disini berarti mengenal
Allah ketika Sufi mencapai suatu maqam dalam Tasawuf.
Kemudian istilah ini dirumuskan defenisinya oleh beberapa Ulama Tasawuf, antara
lain:
a. Dr. Mustafa Zahri mengemukakan salah satu pendapat Ulama Tasawuf yang
mengatakan:
Ma’rifah adalah Ketetapan hati (dalam mempercayai hadirnya) wujud yang wajib
adanya (Allah) yang menggambarkan segala kesempurnaannya.
b. Asy-Syekh Ihsan Muhammad Dahlan Al-Kadiry mengemukakan pendapat Abuth
Thayyib A-Samiry yang mengatakan :
Ma’rifah adalah Hadirnya kebenaran Allah (pada Sufi)....dalam keadaan hatinya
selalu berhubungan dengan Nur Ilahi.
c. Imam Al-Qusyairy mengemukakan pendapat Abdur Rahman bin Muhammad bin
Abdillah yang mengatakan :
Ma’rifah membuat Ketenangan dalam hati, sebagaimana ilmu pengetahuan membuat
ketenangan (dalam akal pikiran). Barang siapa yang meningkat ma’rifahnya, maka
meningkat pula ketenangan (hatinya).
Tidak semua orang yang menurut ajaran Tasawuf dapat sampai kepada
tingkatan ma’rifah. Karena itu, Sufi yang sudah mendapatkan ma’rifah, memiliki tanda-tanda
tertentu, sebagaimana keterangan Dzun Nun Al-Mishri yang mengatakan:
Ada beberapa tanda yang dimiliki oleh Sufi bila sudah sampai kepada tingkatan
ma’rifah, antara lain:
a. Selalu memancar cahaya ma’rifah padanya dalam segala sikap dan perilakunya,
karena itu, sikap wara’ selalu ada pada dirinya.
b. Tidak menjadikan keputusan pada sesuatu yang berdasarkan fakta yang bersifat
nyata, karena hal-hal yang nyata menurut ajaran Tasawuf, belum tentu benar.

4
c. Tidak menginginkan nikmat Allah yang banyak buat dirinya. Karena hal itu bisa
membawanya kepada perbuatan yang haram.
Dari sinilah kita dapat melihat bahwa seorang sufi tidak membutuhkan
kehidupan yang mewah, kecuali tingkatan kehidupan yang hanya sekedar dapat
menunjang kegiatan ibadahnya kepada Allah SWT, sehingga Asy Syekh Muhammad
bin Al-Fadhal mengatakan bahwa ma’rifah yang dimiliki Sufi, cukup dapat
memberikan kebahagiaan batin padanya, karena merasa selalu bersama-sama dengan
Tuhannya.

B. Jenis jenis Ma’rifatullah


Ada lima jenis Ma’rifatullah. Empat dapat dicapai, satu tak mungkin digapai. Empat
dapat dimiliki, satu mutlak illahi.

Pertama, ma’rifatullah-asma (mengenal asma -asma Allah). Allah memiliki


sembilan puluh sembilan asma yang menyatakan bahwa Allah Maha sempurna.bila berdoa
hendaklah disertai menyebut asmaNya.

Kedua, ma’rifatus-sifat (mengenal sifat-sifat Allah) dengan mendalami makna


asma-ul husna orang menjadi mengenal kesempurnaan sifat-sifat Allah, mengenal sifat-sifat
kesempurnaan Allah. Insan hendaknya berakhlak dengan sifat keutamaan-Nya, tentu saja
dalam batas kemanpuan kemanusiaannya.
Ketiga, ma’rifatul-af’al (mengenal karya-karya Allah). Karya Allah terbentang luas
di jagad raya.
Keempat, ma’riftul-iradah (mengenal kehendak Allah). Mengenal Allah
menciptakan makhluk. Untuk apa Allah menggelar alam dunia untuk apa Allah menciptakan
manusia semua itu pasti ada maksudnya.
Kelima, ma’rifatudz-dzat (mengenal dzat Allah). Inilah bagian yang tidak tercapai
insan, bagian khusus merupakan hak Tuhan pikir manusia tidak mungkin mencapai Allah
dzat yang Maha Ghaib, Maha Tersembunyi, Maha Tinggi, Maha Suci, Maha Abadi.

5
C. Penghalang dalam Mengenal Allah SWT
 Ada beberapa hal yang menghalangi seseorang mengenal Allah, di antaranya :
1. Al Kubru (Sombong)
Berkatalah orang-orang yang tidak menanti-nanti pertemuan(nya) dengan
Kami, ”Mengapakah tidak diturunkan kepada kita malaikat atau (mengapa) kita
(tidak) melihat tuhan kita ?” Sesungguhnya mereka menyombongkan diri mereka dan
mereka benar-benar telah melampaui batas (dalam melakukan) kezaliman. (QS. Al
Furqan, 25: 21).
2. Azh Zhulmu (Dzalim)
Dan barangsiapa di antara mereka mengatakan, “Sesungguhnya aku adalah
tuhan selain daripada Allah”, maka orang itu Kami beri balasan dengan jahannam,
demikian Kami memberikan pembalasan kepada orang-orang zalim. (QS. Al Anbiya,
21: 29).
3. Al Kadzibu (Dusta)
Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syrik). Dan
orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata), “Kami tidak
menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah
dengan sedekat-dekatnya”. Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka
tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki
orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar. (QS. Az-Zumar, 39: 3).
4. Al Fusuqu (Fasik)
Dan ingatlah ketika Musa berkata kepada kaumnya, “Wahai kaumku,
mengapa kalian menyakitiku padahal kalian tahu bahwa aku adalah utusan Allah
untuk kalian”. Maka tatkala mereka berpaling (dari kebenaran), Allah palingkan hati
mereka dan Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang fasik. (QS. Ash Shaf,
61: 5).
5. Al Kufru (Ingkar)
Wahai Rasul, janganlah kamu disedihkan oleh orang-orang yang bersegera
(memperlihatkan) kekafirannya, yaitu di antara orang-orang yang mengatakan dengan
mulut mereka , “Kami telah beriman”, padahal hati mereka belum beriman. (QS. Al
Maidah, 5: 41).

6
6. Al Fasadu (Fasad)
Sesungguhnya ini adalah kisah yang benar, dan tak ada Tuhan (yang berhak
disembah) selain Allah, dan sesungguhnya Allah, Dia-lah yang Maha Perkasa lagi
Maha Bijaksana. Kemudian jika mereka berpaling (dari kebenaran), maka
sesungguhnya Allah Maha Mengetahui orang-orang yang berbuat kerusakan. (QS. Ali
Imran, 3: 62-63).
7. Al Ghaflah (Lengah)
Dan sesungguhnya kami jadikan untuk isi neraka jahannam kebanyakan dai jin
dan manusia, mereka mempunyai hati tapi tak digunakan untuk memahami,
mempunyai mata tapi tak digunakan untuk melihat, dan mempunyai telinga tapi tak
digunakan untuk mendengar. Mereka itu bagaikan binatang ternak, bahkan mereka
lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai. (QS. Al A’raf, 7: 179).
8. Katsratul Ma’ashi (Banyak Berbuat Durhaka)
Dan ditimpakan kepada mereka nista dan kehinaan, serta mendapat kemurkaan
dari Allah. Hal itu karena mereka selalu mengingkari ayat-ayat Allah dan membunuh
para Nabi tanpa alibi yang benar. Demikian itu karena mereka selalu berbuat durhaka
dan melampaui batas. (QS. Al Baqarah, 2: 61).
9. Al Irtiyab (Ragu-ragu)
Dan sesungguhnya mereka telah mengingkari Allah sebelum itu, dan mereka
menduga-duga tentang yang ghaib dari tempat yang jauh. Dan dihalangi antara
mereka dengan apa yang mereka ingini sebagaimana yang dilakukan terhadap orang-
orang yang serupa dengan mereka pada masa dahulu. Sesungguhnya mereka dahulu
(di dunia) dalam keraguan yang mendalam. (QS. Saba’, 34: 53-54).

 Empat dimensi menuju Ma’rifat bisa melalui :


1. Dimensi pertama memiliki dasar iman yang kuat, sebagai fundamental
ma’rifatullah tanpa iman tak akan mungkin mengenal Allah, tergelar sebagai dasar
piramida.
2. Dimensi kedua melaksanakan hukum syariat, merupakan tiang agama yakni
melakukan perintah dan menjahui larangan-Nya, pilar pelaksanaan hukum agama.
3. Dimensi ketiga menempuh ajaran thariqat, sebagai upaya pembersih kalbu,
pembersih jiwa dari kotoran hawa nafsu, pilar pencarijalan yang bersih.
4. Dimensi keempat mampu menggali hakikat, membahas tuntas inti masalah yang
mendasari semua ajaran ma’rifatullah, penggali ini ajaran yang jernih. Puncaknya

7
ma’rifatullah, integrasi keempat mengenal Allah secara utuh tiada celanya. Masing
dimensi tidak berdiri sendiri-sendiri, keempatnya erat berkait saling mempengaruhi.
Ma’rifatullah merupakan jalan pembuka mengapa kita perlu beribadah kepada-Nya
dan mengapa jalan-Nya yang kita ambil dalam menapaki kehidupan kita sehari-hari di
alam fana ini.

Kita harus memahami dan mengenal Allah dengan benar (shahih) melalui sandaran
yang benar pula. Dalam pandangan Islam, faktor iman kepada yang ghaib, yang tak dapat kita
lihat dengan mata kepala, merupakan faktor yang dominan dalam upaya mengenal Allah, di
samping faktor akal dan ayat-ayat Allah yang Allah turunkan melalui utusan-Nya dan juga
yang terhampar di seluruh alam mayapada ini. Pengenalan Allah yang benar akan
menghasilkan peningkatan iman dan taqwa (raf’ul iman wat taqwa), juga pribadi merdeka
dan bebas yang membebaskan kita dari penghambaan kepada makhluk menuju penghambaan
kepada pencipta makhluk. Dengan mengenal Allah, akan tumbuh ketenangan, keberkatan dan
kehidupan yang baik, serta di akhirat dibalas dengan surga-Nya.
Ada banyak hal yang menyebabkan manusia tak mengenal Allah dan tak mau
mengakui keberadaan-Nya. Ada yang karena kesombongannya, lalai, bodoh, ragu-ragu dan
lainnya. Padahal banyak sekali dalil yang menguatkan keberadaan Allah dan menyakinkan
kita untuk beriman kepada-Nya. Tanda-tanda kekuasaan-Nya bukan saja terdapat di alam
semesta ini, bahkan dalam diri kita pun, hal itu tampak dengan jelas.
:Akan Kami perlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap ufuk dan
pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al Quran itu adalah benar.
Dan apakah Rabb-mu tidak cukup, bahwa sesungguhnya Dia menyaksikan segala sesuatu ?"
(QS. Fushilat, 41: 53).
Pada akhirnya, pemahaman pada ma’rifatullah, akan menjadi furqan (pembeda)
antara orang-orang yang beriman dan yang mengingkarinya. Moga kita dirahmati Allah SWT
bukan saja untuk lebih kenal kepada-Nya, tapi juga dapat lebih meningkat iman dan taqwa
kita.

8
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Ma’rifatullah merupakan asas yang menjadi landasan kehidupan rohani seluruhnya.
2. Jenis-jenis Ma’rifatullah antara lain : Ma’rifatullah-asma, Ma’rifatus-sifat, Ma’rifatul-
af’al, Ma’riftul-iradah, Ma’rifatudz-dzat.
3. Penghalang dalam Ma’rifatullah antara lain : Al Kubru (Sombong), Azh
Zhulmu (Dzalim), Al Kadzibu (Dusta), Al Fusuqu (Fasik), Al Kufru (Ingkar), Al
Fasadu (Fasad), Al Ghaflah (Lengah), Katsratul Ma’ashi (Banyak Berbuat Durhaka),
Al Irtiyab (Ragu-ragu).
4. Empat dimensi menuju Ma’rifat bisa melalui : Iman, Syariat, Thariqat, Hakikat.

B. Saran
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini kami jauh dari kata
sempurna, kedepannya kami akan lebih teliti dalam penulisan makalah . untuk itu kami
mohon saran dan kritikkan atau masukan dalam penulisan makalah ini agar kedepannya
bisa lebih baik lagi.

9
DAFTAR PUSTAKA

Musnamar, H. Tohari. 2004. Jalan Lurus Menuju Ma'rifattullah (Edisi Revisi). Yogyakarta.
MITRA PUSTAKA. hlm. 50-51.

Trims, Sukron. "Ma'rifatullah (Mengenal Allah)."


http://trimssukron.blogspot.co.id/2013/05/marifatullah-mengenal-allah.html
[Diakses pada tanggal 10 September 2017]

10
11

Anda mungkin juga menyukai