Anda di halaman 1dari 28

ARTIKEL KEISLAMAN:

1. KEISTIMEWAAN DAN KEBENARAN KONSEP KETUHANAN DALAM ISLAM


2. SAINS&TEKNOLOGI DALAM AL-QUR’AN DAN AL-HADITS
3. GENERASI TERBAIK MENURUT AL-HADITS
4. PENGERTIAN SALAF (REFERENSI HADITS)
5. ISLAM, AJARAN TENTANG BERBAGI SERTA KEADILAN PENEGAKAN
HUKUM

Disusun sebagai tugas terstruktur Mata Kuliah: Pendidikan Agama Islam

Dosen Pengampuh:

Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.Sos

Disusun Oleh:

Nama : Indi Rizqy Fahrani


NIM : G1D020025
Fakultas&Prodi : MIPA/Matematika
Semester : 1 (Satu)

PROGRAM STUDI MATEMATIKA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS MATARAM
T.A. 2020/2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah penulis haturkan kepada ALLAH SWT atas


selesainya tugas ini. Berkat rahmat dan karunianya penulis dapat menyelesaikan tugas
Pendidikan Agama Islam tentang “Artikel Keislaman” ini. Yang insya allah tepat pada
waktunya.

Sholawat dan Salam semoga ALLAH limpahkan kepada Rasulullah Muhammad


SAW atas petunjuk yang diberikan kepada kita berupa ajaran agama islam yang begitu
sempurna dan menjadi rahmat bagi alam semesta.

Terima kasih saya sampaikan atas bimbingan Bapak Dr. Taufiq Ramdani,
S.Th.I., M.Sos sebagai dosen pengampuh mata Kuliah Pendidkan Agama Islam yang
telah memberikan arahan terkait tugas ini. Tanpa bimbingan dari beliau, mungkin
penulis tidak akan dapat menyelesaikan sesuai dengan format yang telah ditentukan.

Besar harapan penulis tugas ini akan memberi manfaat kepada semua pihak.
Penulis menyadari bahwa artikel ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran pembaca demi kesempurnaan artikel untuk
kedepannya.

Penyusun, Kota Bima 14 Oktober 2020

Indi Rizqy Fahrani


NIM : G1D020025

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN COVER......................................................................................................... i
KATA PENGANTAR.......................................................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................................................iii
BAB I............................................................................................................................. 1
“KEISTIMEWAAN DAN KEBENARAN KONSEP KETUHANAN DALAM ISLAM”......1
BAB II............................................................................................................................ 4
“SAINS & TEKNOLOGI DALAM AL-QUR’AN DAN AL-HADITS”...............................4
BAB III........................................................................................................................... 9
“GENERASI TERBAIK MENURUT AL-HADITS”.........................................................9
BAB IV......................................................................................................................... 13
“PENGERTIAN SALAF (REFERENSI HADITS)”.......................................................13
BAB V.......................................................................................................................... 15
“ISLAM, AJARAN TENTANG BERBAGI SERTA KEADILAN PENEGAKAN HUKUM”........15
A. AJARAN TENTANG BERBAGI..............................................................................15
B. KEADILAN PENEGAKAN HUKUM........................................................................17
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................iv

iii
BAB I

“KEISTIMEWAAN DAN KEBENARAN KONSEP KETUHANAN DALAM ISLAM”

Islam menitikberatkan konseptualisasi Tuhan sebagai Yang Tunggal dan Maha


Kuasa (tauhid). Dia itu wahid dan Esa (ahad), Maha Pengasih dan Maha Kuasa.
Menurut Al-Qur’an terdapat 99 Nama Allah (asma’ul husna artinya:”nama-nama yang
paling baik”) yang mengingatkan setiap sifat-sifat Tuhan yang berbeda. Semua nama
tersebut mengacu pada Allah, nama Tuhan Maha Tinggi dan Maha Luas. Di antara 99
nama Allah tersebut, yang paling terkenal dan paling sering digunakan adalah “Maha
Pengasih” (ar-rahman) dan “Maha Penyayang” (ar-rahim)

Tuhan dalam Islam tidak hanya Maha Agung dan Maha Kuasa, namun juga
Tuhan yang personal. Menurut Al-Qur’an, Dia lebih dekat pada manusia daripada urat
nadi manusia. Dia menjawab bagi yang membutuhkan dan memohon pertolongan jika
mereka berdoa pada-Nya. Di atas itu semua, Dia memandu manusia pada jalan yang
lurus, “jalan yang di ridhoi-Nya.”

Istilah Tuhan dalam sebutan Al-Quran digunakan kata ilaahun, yaitu setiap
yang menjadi penggerak atau motivator, sehingga dikagumi dan dipatuhi oleh
manusia. Orang yang mematuhinya di sebut abdun (hamba). Kata ilaah (tuhan) di
dalam Al-Quran konotasinya ada dua kemungkinan, yaitu Allah, dan selain Allah.
Subjektif (hawa nafsu) dapat menjadi ilah (tuhan). Benda-benda seperti : patung,
pohon, binatang, dan lain-lain dapat pula berperan sebagai ilah. Demikianlah seperti
dikemukakan pada surah Al-Baqarah (2) : 165, sebagai berikut:

Artinya :

“Diantara manusia ada yang bertuhan kepada selain Allah, sebagai tandingan
terhadap Allah. Mereka mencintai tuhannya itu sebagaimana mencintai Allah.”

Sejak diutusnya Nabi Adam AS sampai Nabi Muhammad SAW Rasul terakhir.
Ajaran islam yang Allah SWT wahyukan kepada para utusannya adalah Tauhidullah
atau monotheisine murni. Sebelum turun Al-Quran dikalangan masyarakat Arab telah
menganut konsep tauhid (monoteisme). Allah sebagai Tuhan mereka. Hal ini diketahui

1
dari ungkapan-ungkapan yang mereka cetuskan, baik dalam do’a maupun acara-acara
ritual. Abu Thalib, ketika memberikan khutbah nikah Nabi Muhammad dengan Khadijah
(sekitar 15 tahun sebelum turunya Al-Quran) ia mengungkapkan kata-kata
Alhamdulillah. (Lihat Al-Wasith,hal 29). Adanya nama Abdullah (hamba Allah) telah
lazim dipakai di kalangan masyarakat Arab sebelum turunnya Al-Quran. Keyakinan
akan adanya Allah, kemaha besaran Allah, kekuasaan Allah dan lain-lain, telah
mantap.

Pengakuan mereka bahwa Allah sebagai pencipta semesta alam dikemukakan


dalam Al-Quran surah Al-Ankabut (29) ayat 61 sebagai berikut :

Artinya :

“Jika kepada mereka ditanyakan, “Siapa yang menciptakan lagit dan bumi, dan
menundukkan matahari dan bulan?” Mereka pasti akan menjawab Allah.”

Konsep ketuhanan dapat diartikan sebagai kecintaan, pemujaan atau sesuatu


yang dianggap penting oleh manusia terhadap sesuatu hal (baik abstrak maupun
konkret). Eksistensi atau keberadaan Allah disampaikan oleh Rasul melalui wahyu
kepada manusia, tetapi yang diperoleh melalui proses pemikiran atau perenungan.

Informasi melalui wahyu tentang keimanan kepada Allah dapat dilihat dalam
kutipan di bawah ini :

1. Surah Al-Anbiya’ ayat 25

2
Artinya :
“Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan Kami
wahyukan kepadanya: Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan
Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku.”

2. Surah Al-Maidah ayat 72

Artinya :
“Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: "Sesungguhnya Allah
ialah Al Masih putera Maryam", padahal Al Masih (sendiri) berkata: "Hai Bani
Israil, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu". Sesungguhnya orang yang
mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan
kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang
zalim itu seorang penolongpun.”

3. Surah Al-Baqarah ayat 163

Artinya :
“Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan melainkan Dia
Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.“

Ayat – ayat di atas menegaskan bahwa Allah SWT adalah Tuhan yang mutlak
keesannya. Lafadz Allah SWT adalah isim jamid, personal nama, atau isim a’dham
yang tidak dapat diterjemahkan, digantikan atau disejajarkan dengan yang lain.
Seseorang yang telah mengaku islam dan telah mengikrarkan kalimat Syahadat Laa

3
ilaha illa Allah (tidak ada tuhan selain Allah) berarti telah memiliki keyakinan yang
benar.

BAB II

“SAINS & TEKNOLOGI DALAM AL-QUR’AN DAN AL-HADITS”

Sebagai agama yang universal dan konprehensif Islam datang dengan


membawa konsep yang paripurna untuk menyelesaikan problematika umat di berbagai
lini kehidupan. Salah satu dari ruang lingkup yang dimaksud adalah dunia ilmu
pengetahuan. Melalui dua referensi utamanya; Al-Quran dan Sunnah dapat dimengerti
bahwa Islam memiliki konsep yang terintegrasi di bidang tersebut. Sebuah konsep
yang tidak mengenal dikhotomi atau dualism ilmu pengetahuan.

Ilmu dalam pandangan Islam mempunyai peranan yang sangat besar, dan
memiliki kedudukan yang sangat tinggi di sisi Allah. Bahkan Islam identik dengan ilmu.
Ilmu Adalah Islam, dan Islam adalah ilmu. Islam menjadikan ilmu pengetahuan sebagai
syarat dan tujuannya. Islam menyamakan pencarian ilmu pengetahuan dengan ibadah.
Islam memandang sains dan teknologi terkait dengan konsep tauhid, yaitu merupakan
satu kesatuan dengan cabang pengetahuan lainnya. Dalam islam, alam tidak dilihat
sebagai entitas terpisah, melainkan sebagai bagian integral dari pandangan holistic
Islam tentang Tuhan, manusia dan alam semesta. Keterkaitan ini menyiratkan
kesakralan mencari ilmu alam bagi umat Islam. Karena alam sendiri dalam al Quran
merupakan kumpulan ayat tanda-tanda keberadaan Tuhan.

Pandangan al-Qur’an tentang sains dan teknologi dapat ditelusuri dari


pandangan al-Qur’an tentang ilmu. Al-Qur’an telah meletakkan posisi ilmu pada
tingkatan yang hampir sama dengan iman seperti tercermin dalam surat al-Mujadalah
ayat 11:

Artinya :

4
Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam
majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan
apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan
orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan
beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Ayat-ayat al-Qur’an yang memerintahkan manusia mencari ilmu atau menjadi


ilmuwan begitu banyak. Al-Qur’an menggunakan berbagai istilah yang berkaitan
dengan hal ini. Misalnya, mengajak melihat, memperhatikan, dan mengamati kejadian-
kejadian (Fathir: 27; al-Hajj: 5; Luqman: 20; alGhasyiyah: 17-20; Yunus: 101; al-
Anbiya’: 30), membaca (al- ‘Alaq: 1-5) supaya mengetahui suatu kejadian (al-An’am:
97; Yunus: 5), supaya mendapat jalan (al-Nahl: 15), menjadi yang berpikir atau yang
menalar berbagai fenomena (al-Nahl: 11; Yunus: 101; al-Ra’d: 4; al-Baqarah: 164; al-
Rum: 24; al-Jatsiyah: 5, 13), menjadi ulu al-albab (Ali ‘Imran: 7; 190-191; al-Zumar:
18), dan mengambil pelajaran (Yunus: 3).

Telah disebutkan di atas salah satu surah yang memberikan pandangan


tentang sains dan teknologi yakni QS al-‘Alaq: 1-5, yang juga merupakan wahyu
pertama yang diterima Nabi Muhammad saw.:
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Menciptakan. Dia menciptakan
manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. Yang
Mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam (tulis baca). Dia Mengajarkan manusia
apa yang tidak diketahuinya.” (QS al-‘Alaq: 1-5)

Kata iqra’, menurut Quraish Shihab, diambil dari akar kata yang berarti
menghimpun. Dari menghimpun lahir aneka makna seperti menyampaikan, menelaah,
mendalami, meneliti, mengetahui ciri sesuatu, dan membaca baik yang tertulis maupun
tidak. Sedangkan dari segi obyeknya, perintah iqra’ itu mencakup segala sesuatu yang
dapat dijangkau oleh manusia. (Shihab, 1996:433)

Dalam al-Qur’an, kata ‘ilm dan kata jadiannya disebutkan kurang lebih
mencapai 800 kali. Al-Qardhawi dalam penelitiannya terhadap kitab Al-Mu’jam al-
Mufahras li al-fazh al-Qur’an al-Karim (lihat Fuad Abdul Baqi, tt.:469-481) melaporkan,
bahwa kata ‘ilm (ilmu) dalam al-Qur’an baik dalam bentuknya yang definitif (ma’rifat)
maupun indefinitif (nakirah) terdapat 80 kali, sedangkan kata yang berkait dengan itu

5
seperti kata ‘allama (mengajarkan), ya’lamun (mereka menegetahui), ‘alim (sangat
tahu) dan seterusnya, disebutkan beratus-ratus kali. Kata ‘aql (akal) tidak terdapat
dalam bentuk nomina, kata benda (mashdar), tetapi yang ada adalah kata al-albab
sebanyak 16 kali. Dan kata al-nuha sebanyak 2 kali. Adapun kata yang berasal dari
kata ‘aql itu sendiri berjumlah 49. Kata fiqh (paham) muncul sebanyak 2 kali, kata
hikmah (ilmu, filsafat) 20 kali, dan kata burhan (argumentasi) sebanyak 20 kali. Belum
termasuk kata-kata yang berkaitan dengan ‘ilm atau fikr seperti kata unzuru
(perhatikan, amatilah, lihatlah), yanzhurun (mereka memperhatikan, mereka
mengamati dan seterusnya) (Al-Qardhawi, 1986:1-2).

Selain itu, jika kita telaah kitab-kitab hadis, semuanya penuh dengan kata-kata
‘ilm tersebut. Dalam kitab al-Jami’ al-Shahih karya Al-Bukhari kita dapati 102 hadis.
Dalam Shahhih Muslim dan yang lain seperti al-Muwatha’, Sunan al-Tirmizi, Sunan
Abu Daud, al-Nasai, Ibn Majah terdapat pula bab ilmu. Belum lagi kitab-kitab yang lain,
misalnya Al-Faturrabbani yang memuat sebanyak 81 hadis tentang ilmu, Majma’ az-
Zawaid memuat 84 halaman, al-Mustadrak karya An-Naisaburi memuat 44 halaman,
al-Targhib wa ‘l-Tarhib karya Al-Wundziri memuat 130 hadis sedangkan kitab Jam’ al
Fawaid Min Jami’ al-Ushul wa Majma’ al-Zawaid karya Sulaiman memuat 154 hadis
tentang ilmu tersebut (Al-Qardhawi, 1986, lihat juga Weinsink, al-Mu’jam al-Mufahras li
alfazh al-Hadits al-Nabawi, Leiden, 1962: 312-339).

Berikut ini beberapa hadits yang menjelaskan tentang menuntut ilmu dalam
islam :

1. Hadits tentang menuntut ilmu yang diriwayatkan Ibnu Majah, dan dishahihkan
oleh Syaikh Albani dalam Shahih wa Dha'if Sunan Ibnu Majah no. 224.
"Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap individu muslim."
2. Rasulullah SAW bersabda,
"Belajarlah kamu semua, dan mengajarlah kamu semua, dan hormatilah guru-
gurumu, serta berlaku baiklah terhadap orang yang mengajarkanmu." (HR
Tabrani)
3. Dalam sabda Rasulullah SAW berikut,
"Barang siapa menempuh satu jalan (cara) untuk mendapatkan ilmu, maka
Allah pasti mudahkan baginya jalan menuju surga." (HR. Muslim)

6
4. Rasulullah SAW juga menegaskan keutamaan ilmu yang bermanfaat, baik
semasa di dunia bahkan setelah manusia itu wafat. Seperti dalam hadits
tentang menuntut ilmu berikut, dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu 'alaihi
wa sallam bersabda,
"Jika seorang manusia mati, maka terputuslah darinya semua amalnya kecuali
dari tiga hal; dari sedekah jariyah atau ilmu yang diambil manfaatnya atau anak
shalih yang mendoakannya." (HR. Muslim no. 1631)

Jika kita mencoba untuk menulusuri Ayat-Ayat Al-Qur’an dan Hadits-Hadits


Nabi SAW, maka kita akan temukan sangat banyak dari Ayat-Ayat dan Hadits-Hadits
tersebut yang memiliki keterkaitan secara langsung dengan ilmu pengetahuan, baik itu
yang berkaitan dengan ilmu kesehatan dan kedokteran, atau hasil-hasil riset ilmiyah
yang sangat berkembang pada teknologi, ataupun juga pada prediksi masa depan
yang sudah terbukti secara ilmiah oleh para ilmuan hari ini.

Berikut beberapa ilmuwan yang telah meneliti beberapa kasus dan menemukan
bahwa ternyata Al-Qur’an dan Al-Hadits lebih dulu menyebutkan hal tersebut dan
bahkan membuat ilmuwan-ilmuwan ini sampai memeluk agama Islam :

1. Jacques Yves Costeau


Seorang ahli oceanografer dan ahli selam terkemuka dari Prancis,
Jacques-Yves Cousteau melakukan eksplorasi bawah laut. Tiba-tiba ia
menemukan beberapa kumpulan mata air tawar yang tidak bercampur dengan
air laut. Seolah ada dinding atau membran yang membatasi keduanya. Lalu,
suatu hari ia bertemu dengan seorang profesor Muslim dan menceritakan
fenomena itu. Profesor itu teringat pada ayat Alquran tentang bertemunya dua
lautan pada surat Ar Rahman Ayat 19-20.
"Dia membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu.
Antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui masing-masing," (QS Ar
Rahman Ayat 19-20).
Mendengar ayat-ayat Alquran itu, Costeau kagum dan dikatakan ia memeluk
agama Islam.

2. Carner Nasa
Mantan pejabat Amerika Serikat ini juga masuk islam karena
menemukan fakta-fakta tentang malam Lailatul Qadar dan Ka'bah. Menurutnya,

7
bahwa malam Lailatul Qadar adalah “baljah” (‫;) َب ْل َجة‬tingkat suhunya sedang),
tidak ada bintang atau meteor jatuh ke (atmosfer) bumi, dan pagi harinya
matahari keluar dengan tanpa radiasi cahaya. Hal ini sesuai dengan hadits
Watsilah bin al-Asqa’ dari Rasulullah SAW:
“Lailatu-Qadar adalah malam yang terang, tidak panas, tidak dingin, tidak ada
awan, tidak hujan, tidak ada angin kencang dan tidak ada yang dilempar pada
malam itu dengan bintang (lemparan meteor bagi setan)” (HR. At-Thabrani)

8
BAB III

“GENERASI TERBAIK MENURUT AL-HADITS”

Umat Rasulullah merupakan umat terbaik dari seluruh umat-umat para Nabi
yang diutus sebelum beliau. Meskipun umat Rasulullah datang sebagai yang terakhir
diantara umat-umat lainnya, tetapi di akhirat kelak umat Rasulullah-lah yang akan
memasuki Surga terlebih dahulu di bandingkan dengan umat-umat lainnya. Akan
tetapi, diantara umat Rasulullah terdapat beberapa generasi terbaik sebagaimana
beliau sebutkan dalam sebuah hadits :

Telah bercerita kepada kami Muhammad bin Katsir telah mengabarkan kepada
kami Sufyan dari Manshur dari Ibrahim dari 'Abidah dari Abdullah radliallahu 'anhu
bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: ""Sebaik-baik manusia adalah
orang-orang yang hidup pada zamanku (generasiku) kemudian orang-orang
yang datang setelah mereka kemudian orang-orang yang datang setelah mereka.
Kemudian akan datang suatu kaum yang persaksian salah seorang dari mereka
mendahului sumpahnya dan sumpahnya mendahului persaksiannya". Ibrahim
berkata; "Dahulu, mereka (para shahabat) mengajarkan kami tentang bersaksi dan
memegang janji ketika kami masih kecil". (Mereka memukul kami bila melanggar
perjanjian dan persaksian) ".

Hadits di atas menjelaskan bahwa sebaik-baik generasi adalah pada masa


Rasulullah, meliputi generasi sahabat nabi, lalu generasi setelah sahabat nabi (tabi’in)
dan setelah generasi tabi’in (tabi’ut tabi’in). Generasi pada masa tersebut di atas
merupakan tolak ukur bagi generasi selanjutnya dalam melaksanakan ajaran agama.
Karena memang masa-masa tersebut memiliki nilai lebih yaitu merupakan masa awal
Islam yang ajarannya masih murni dan utuh, mengingat para sahabat sendiri memiliki
pengalaman langsung bersama Rasulullah sedang para tabi’in dan tabi’ut tabi’in
mewarisi apa yang dibawa oleh sahabat tersebut. Bisa dikatakan bahwa apa yang
dibawa Rasulullah belum banyak tercemar oleh berbagai pengaruh luar yang dapat
mengurangi kemurnian ajaran Islam.

9
1. Generasi Sahabat
Term sahabat berasal dari bahasa Arab yang berupa bentuk jamak dan bentuk
mufradnya adalah shahib. Makna etimologinya adalah ”yang empunya dan yang
menyertai”, sedangkan terminologinya dimaknai secara khusus yaitu sahabat Nabi
SAW, mereka yang mengenal dan melihat langsung Nabi Muhammad SAW,
membantu perjuangannya dan meninggal dalam keadaan Muslim. Menurut Ibnu
Hajar bahwa maksud dari sahabat adalah orang yang bertemu dengan Nabi
Muhammad SAW, beriman kepadanya serta meninggal dalam keadaan beragama
Islam. Sedangkan realitas sahabat Nabi SAW dalam pandangan kebanyakan ahli
hadis adalah: Orang yang bertemu Rasulullah SAW dengan pertemuan yang wajar
sewaktu beliau masih hidup, dalam keadaan Islam lagi beriman. Namun, pendapat
sebagian ahli Ushul Fiqh menetapkan bahwa yang disebut dengan sahabat adalah
orang yang bertemu dan hidup bersama Rasulullah SAW minimal setahun
lamanya.

Kedudukan para sahabat Nabi SAW melebihi seluruh manusia, sebab


mencintai mereka adalah wujud dari rasa cinta kepada Rasulullah, dan cinta
kepada Rasulullah merupakan wujud rasa cinta kepada Allah. Masa sahabat
diakui sebagai sebaik-baik masa walaupun terjadi ikhtilaf dan peperangan di
antara mereka, pengakuan dari Nabi SAW terhadap hal demikian di ungkapkan
Umar ibn Khattab dalam sebuah riwayat:

Sa’id ibn al-Musayyab rahimahullah berkata: Bahwasanya Umar ibn Khattab


berkata: Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda: ”Aku memohon kepada
Tuhan-ku terhadap ikhtilaf para sahabat-ku setelah aku wafat?, maka Allah
mewahyukan kepadaku: Hai Muhammad, sesungguhnya para sahabat kamu di
sisi-Ku seperti bintang-bintang di langit, sebagian mereka menguatkan sebagian
yang lain, setiap mereka bercahaya, maka barangsiapa mengambil suatu
pendapat yang terjadi perbedaan antara mereka maka hal itu bagi-Ku berada
dalam petunjuk”. Umar berkata: Selanjutnya Rasulullah SAW bersabda: ”Para
sahabat-ku bagaikan bintang-bintang, maka siapa saja yang kalian ikuti sungguh
kalian dapat petunjuk”.

Selain hadits-hadits di atas terdapat beberapa hadits lain yang menjelaskan


tentang keutamaan para sahabat nabi :

10
 Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah kalian mencela
seorang pun di antara para sahabatku. Karena sesungguhnya apabila
seandainya ada salah satu di antara kalian yang bisa berinfak emas sebesar
Gunung Uhud maka itu tidak akan bisa menyaingi infak salah seorang di antara
mereka; yang hanya sebesar genggaman tangan atau bahkan setengahnya
saja.” (Muttafaq ‘alaih)
 Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang mencela
para sahabatku maka dia berhak mendapatkan laknat dari Allah, laknat para
malaikat dan laknat dari seluruh umat manusia.” (Ash Shahihah : 234)
 Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Apabila disebutkan
tentang para sahabatku maka diamlah.” (Ash Shahihah : 24)

2. Generasi Tabi’in
Tabi’in adalah bentuk jamak dari kata tabi’ atau tabi’un yang bermakna berjalan
di belakangnya. Tabi’in dalam konteks ini adalah orang Islam yang bertemu
dengan para sahabat Nabi SAW dan meninggal dunia beragama Islam. Orang-
orang yang berjumpa dengan sahabat dalam Islam dan mati dalam keadaan
Islam, baik berjumpanya lama atau sebentar. Ada yang membuat pengertian
bahwa tabi’in adalah orang yang berjumpa dengan sahabat dan meriwayatkan
periwayatan darinya. Sedangkan Hasbi as shidiqy membuat pengertian tabi’in
adalah orang Islam yang hanya bertemu dengan sahabat, berguru kepadanya,
tidak bertemu dengan Nabi dan tidak pula semasa dengan Nabi.

Muhammad Abu Zahwu mengemukakan pendapat al-Khatib, dikatakan bahwa


tabi’in adalah orang yang menyertai sahabat, tidak cukup hanya bertemu saja
seperti batasan arti sahabat, mereka cukup dengan hanya bertemu saja dengan
Nabi Muhammad SAW, karena nilai kemuliaan, ketinggian budi Nabi. Berkumpul
sebentar dengan Nabi bisa berpengaruh terhadap Nur Ilahi seseorang, sedangkan
bertemu dengan orang lainnya tidak (termasuk dengan para sahabat) meskipun
waktunya lebih lama.

Realisasi masa tabi`in tidak jauh berbeda dengan masa sahabat, dan kodifikasi
al-Qur’an sudah luas dan para sahabat banyak menyebar ke penjuru dunia Islam,
sehingga untuk mendapatkan informasi tentang ajaran Islam sangat mudah dan
wujud tabi’in menggali serta penyambung mulut sahabat.

11
3. Generasi Tabi’ut Tabi’in
Tabi’ut tabi’in atau Atbaut Tabi’in artinya pengikut Tabi’in. Tabi’ut tabi’in adalah
orang Islam teman sepergaulan dengan para Tabi’in dan tidak mengalami masa
hidup Sahabat Nabi. Tabi’ut tabi’in disebut juga murid Tabi’in. Menurut banyak
literatur Hadis : Tabi’ut Tabi’in adalah orang Islam dewasa yang pernah bertemu
atau berguru pada Tabi’in dan sampai wafatnya beragama Islam. Dan ada juga
yang menulis bahwa Tabi’in yang ditemui harus masih dalam keadaan sehat
ingatannya.

Selain itu ada pula pengertian Tabi’ut Tabi’in Ialah orang-orang yang menyertai
dan mengambil haditsnya dari tabi’in sekalipun tidak lama menyertainya, menurut
pendapat yang shohih, diantaranya Imam Malik dan Imam Syafi’i.

12
BAB IV

“PENGERTIAN SALAF (REFERENSI HADITS)”

Istilah Salafi atau Salafiyah menurut bahasa adalah telah lalu. Kata Salaf
juga bermakna seseorang yang telah mendahului (terdahulu) dalam ilmu, iman,
keutamaan dan kebaikan. Ibnu Manzhur mengatakan bahwa salaf berarti orang yang
mendahului anda, baik dari bapak maupun orang-orang terdekat (kerabat) yang
lebih tua umurnya dan lebih utama.(Yazid bin Abdul Qodir jawas2009 : 14)

Adapun salaf menurut istilah adalah sifat yang khusus dimutlakkan


kepada para sahabat. Ketika disebutkan salaf, maka yang dimaksud pertama kali
adalah para sahabat. Adapun selain mereka itu ikut serta dalam makna salaf ini,
yaitu orang–orang yang mengikuti mereka. Artinya bila mereka mengikuti para
sahabat, maka disebut Salafiyyun (orang-orang yang mengikuti salafush shalih)
(Yazid:15). Allah berfirman dalam al-Qur’an surat al-Taubah ayat 100 yang
maksudnya bahwa: "Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk
Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti
mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha
kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir
sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah
kemenangan yang besar.”

Al-salaf yaitu mereka tiga generasi pertama dan paling utama dari umat islam,
yaitu para sahabat (mereka yang hidup sebagai muslim pada masa Nabi, pernah
bertemu dengan beliau, serta wafat sebagai muslim), Tabi’in (mereka yang hidup di
masa sahabat dan wafat sebagai muslim), dan Tabi’ut Tabi’in (mereka yang hidup di
masa tabi’in dan wafat dalam keadaan muslim). Hal ini sesuai dengan sabda
Rasulullah SAW:

Telah bercerita kepada kami Muhammad bin Katsir telah mengabarkan kepada
kami Sufyan dari Manshur dari Ibrahim dari 'Abidah dari Abdullah radliallahu 'anhu
bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: ""Sebaik-baik manusia adalah
orang-orang yang hidup pada zamanku (generasiku) kemudian orang-orang

13
yang datang setelah mereka kemudian orang-orang yang datang setelah mereka.
Kemudian akan datang suatu kaum yang persaksian salah seorang dari mereka
mendahului sumpahnya dan sumpahnya mendahului persaksiannya". Ibrahim
berkata; "Dahulu, mereka (para shahabat) mengajarkan kami tentang bersaksi dan
memegang janji ketika kami masih kecil". (Mereka memukul kami bila melanggar
perjanjian dan persaksian) ".

Salaf atau salafiyah memiliki nama-nama lain, diantaranya ; al-Jama’ah, Ahlul


Sunnah wal Jama’ah, Ahlul Atsar, alFirqatun Najiyah, al-Thaifah al-Manshurah. (Yazid :
33) Penyebutan alJama’ah berdasarkan sabda Nabi yang diriwayatkan oleh Abu
Dawud, yang artinya “Ketahuilah sesungguhnya orang-orang sebelum kamu dari Ahlul
Kitab telah terpecah belah menjadi 72 (tujuh puluh dua) golongan. Sesungguhnya
umat Islam akan terpecah belah menjadi 73 (tujuh puluh tiga) golongan, 72 golongan
tempatnya di dalam neraka, dan hanya satu golongan di dalam surga, yaitu al-
Jama’ah.” (Yazid : 34)

Penamaan mereka dengan nama ahlul sunnah wal jama’ah, ini disebabkan
karena mereka membedakan diri dengan dua pembeda yang utama, yaitu: pertama,
berpegang teguh dengan sunnah Rasul, hingga menjadi ahlinya. Berbeda dengan
golongan lain yang berpegang teguh dengan akal dan nafsunya serta pendapat para
tokohnya. Maka mereka ini tidak dinisbahkan kepada al-sunnah, tetapi kepada
kebid’ahannya. Kedua, mereka adalah ahlul jama’ah, karena bersatu di atas al-haq,
tidak terpecah belah. Berbeda dengan golongan lain, karena mereka tidak bersatu di
atas al-haq, tetapi hanya mengikuti hawa nafsunya.(Abdussalam : 49) Adapun makna
ahlul atsar, menurut al-Safarini adalah mereka yang hanya mengambil aqidah mereka
dari apa yang diriwayatkan dan dinukilkan dari Allah dalam kitab-Nya, sunnah Nabi,
sesuatu yang shahih dan tsabit dari salaful shalih dari kalangan para sahabat yang
mulia dan para tabi’in. (Abdussalam : 52)

Sebutan al-firqatun najiyah artinya golongan yang selamat, yaitu golongan yang
selamat dari api neraka. Nabi mengecualikan golongan ini ketika menyebutkan seluruh
golongan yang ada dengan sabda beliau “Seluruhnya masuk neraka, kecuali satu
golongan”, yaitu yang tidak masuk neraka. (Yazid : 20) Sedangkan penyebutan al-
thaifah almanshurah artinya, golongan yang mendapatkan pertolongan Allah.
Berdasarkan sabda Nabi “Senantiasa ada di antara umatku yang selalu dalam
kebenaran menegakkan perintah Allah, tidak akan mencelakai mereka orang yang

14
melecehkan mereka dan orang yang menyelisihi mereka sampai datang perintah Allah
dan mereka tetap di atas yang demikian itu.” (Yazid : 36)

BAB V

“ISLAM, AJARAN TENTANG BERBAGI SERTA KEADILAN PENEGAKAN HUKUM”

A. AJARAN TENTANG BERBAGI

Islam mengajarkan untuk menyisihkan sebagian harta yang dimiliki umatnya,


salah satunya melalui sedekah. Sedekah bertujuan untuk menyucikan harta,
membantu sesama serta bekal pahala di akhirat kelak. Sedekah dapat dilakukan
dalam berbagai macam cara. Misalnya dengan memberi pertolongan baik dengan
harta maupun tenaga, melafalkan zikir, menafkahi keluarga, menyingkirkan batu dari
jalan dan masih banyak lagi. Bahkan, menahan diri untuk tidak menyakiti orang lain
juga termasuk sedekah. Hal ini merupakan bukti bahwa umat Islam diberi banyak
sekali kesempatan untuk menimbun pahala dari amalan sedekah. Tak hanya itu,
melalui sedekah manusia tak hanya mendapatkan pahala dari Allah, melainkan juga
dapat meningkatkan hubungan baik dengan sesama manusia.

Perintah mengenai sedekah sudah dijelaskan dalam Al-Qur’an sebagai berikut :

“Menghadapkan wajahmu ke arah timur atau barat itu bukanlah suatu kesempurnaan,
tapi sesungguhnya yang sempurna adalah orang yang beriman kepada Allah dan
kepada Nabi-Nya, serta memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak
yatim, orang miskin, ibnu sabil, orang yang meminta-minta dan membebaskan hamba
sahaya, dan mendirikan shalat serta menunaikan zakat.” (QS. Al-Baqarah : 177)

“Dan berikanlah infak di jalan Allah dan janganlah engkau menjatuhkan dirimu ke
dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah karena sesungguhnya Allah menyukai orang
yang berbuat baik.” (QS. Al-Baqarah : 195)

“Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik
(menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan meperlipat gandakan
pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan

15
dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.” (QS. Al-Baqarah :
245)

“Wahai orang yang beriman, berinfaklah kamu atas sebagian rizki yang telah Kami
berikan kepadamu sebelum datang hari yang tidak ada jual beli lagi dan tidak ada lagi
persahabatan serta syafa’at kecuali atas izin Allah.” (QS. Al-Baqarah : 254)

Dengan melakukan sedekah diiringi dengan hati yang ikhlas, akan membuat
harta kita menjadi lebih berkah. Jangan takut miskin karena bersedekah. Justru Allah
menjanjikan kepada para umatnya balasan yang lebih atas sedekah yang mereka
keluarkan. Hal ini dijelaskan dalam Al-Qur’an sebagai berikut :

“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan


hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh
bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa
yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS.
Al-Baqarah : 261)

“Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, kemudian mereka tidak


mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan
dengan tidak menyakiti (perasaan si penerima), mereka memperoleh pahala di sisi
Tuhan mereka. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka
bersedih hati.” (QS. Al-Baqarah : 262)

Jika kita bersedekah dengan hati yang ikhlas karena mengharap ridho dari
Allah, maka Allah akan memberikan pahala bagi kita. Hal ini dijelaskan dalam Al-
Qur’an sebagai berikut :

"Kamu sekali-kali tidak akan sampai mencapai kepada kebajikan (yang sempurna),
sebelum kamu menginfakkan sebahagian harta yang kamu cintai. Dan apa yang kamu
infakkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya". (QS. Al-Imran : 93)

“Katakanlah; ‘Sesungguhnya Tuhanku melapangkan rizki pada siapa yang


dikehendaki-Nya diantara hamba-hamba-Nya, dan Allah menyempitkan rizki pada
orang yang dikehendaki-Nya. Dan apapun yang kamu infakkan atas rizki yang
diberikan Allah, maka Allah menggantinya kembali dan Allah-lah sebaik-baik pemberi
rezeki.” (QS. Saba : 39)

16
“Dan orang-orang yang memberikan sebagian hartanya sementara hati mereka takut
maka sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhannya. Orang inilah yang
bersegera kepada kebaikan dan merekalah yang mendapatkannya lebih dulu.” (QS. Al
Mu’minum : 60-61)

Dalam Islam sedekah sangat dianjurkan terbukti dengan banyaknya ayat-ayat


dalam Al-Quran ataupun hadits tentang sedekah sehingga sedekah memiliki
keutamaan bagi yang melakukannya. Berikut beberapa keutamaan sedekah:

1. Dapat Menghapus Dosa


Sebagaimana dalam hadits Nabi Muhammad SAW bersabda:
“Sedekah itu dapat menghapus dosa sebagaimana air itu memadamkan api“.
(HR. At-Tirmidzi).
2. Bersedekah Dapat Berbentuk Apa Saja
Nabi Muhammad saw bersabda:
“Kamu menyingkirkan batu, duri dan tulang dari tengah jalan itu adalah
sedekah bagimu.”(HR. Bukhari).
3. Sedekah Tidak Akan Mengurangi Harta
Rasulullah SAW bersabda:
“Harta tidak akan berkurang dengan sedekah. Dan seorang hamba yang
pemaaf pasti akan Allah tambahkan kewibawaan baginya.” (HR. Muslim, no.
2588)
4. Allah melipatgandakan Pahala Orang-orang yang Bersedekah
Dari Abu Hurairah, Rasululloh Sholallohu’alaihi wa sallam bersabda:
“Barang siapa bersedekah senilai satu butir kurma dari hasil usaha yang baik
(halal), dan Alloh tidak akan menerima kecuali yang baik, maka sesungguhnya
Dia akan menerimanya dengan tangan kanan-Nya, kemudian Dia akan
mengembangkannya bagi sipelaku sebagaimana salah seorang di antara
kalian memelihara anak kuda, sehingga sedekah tersebut menjadi sebesar
gunung.” (Muttafaq ‘alaih)
5. Mendapat Naungan di Hari Akhir
Bersabda Rasulullah saw:
“Naungan orang beriman di hari Kiamat adalah sedekahnya.” (HR Ahmad)

B. KEADILAN PENEGAKAN HUKUM

17
Keadilan merupakan harapan dan dambaan setiap orang dalam tatanan
kehidupan sosial. Setiap negara maupun lembaga-lembaga dan organisasi di
manapun mempunyai visi dan misi yang sama terhadap keadilan, walaupun persepsi
dan konsepsi mereka bisa saja berbeda. Karena dalam pemahaman mereka keadilan
sebagai konsep yang relatif dan tolok ukur yang sangat beragam antara satu negara
dengan negara lain, dan masing-masing ukuran keadilan itu didefinisikan dan
ditetapkan oleh masyarakat sesuai dengan tatanan sosial masyarakat yang
bersangkutan.

Dalam Islam, keadilan disebutkan dengan kata-kata al-Adl, al-Qisth dan


alMizan (Muhammad Fuad Abd al-Baqi, 1987: 448-449 dan 544-545). Dalam Ayat Al-
Qur`an menurut Muhammad Fuad Abd al-Baqi, untuk menyebut “keadilan” dengan
kata al-Adl, dalam berbagai bentuk katanya disebut sebanyak 28 kali, kata al-Qisth
dalam berbagai shighahnya disebut sebanyak 27 kali, dan kata alMizan yang
mengandung makna yang relevan dengan keduanya disebut 23 kali. Banyaknya ayat
Al-Qur`an yang membicarakan keadilan menunjukkan bahwa Allah Swt. adalah
sumber keadilan dan memerintahkan menegakkan keadilan di dunia ini kepada para
rasul dan seluruh hambaNya.

Al-Qur`an, memerintahkan agar menegakkan keadilan kepada para Rasul,


yang terdapat pada surat al-Hadid (57) ayat 25:

"Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul kami dengan membawa buktibukti


yang nyata dan telah kami turunkan bersama mereka al-Kitab dan neraca (keadilan)
agar manusia dapat menegakkan keadilan…". (Q.S. Al-Hadid [57]: 25).

Allah SWT juga memerintahkan orang-orang mukmin untuk menegakkan


keadilan, dan termasuk ke dalam amal shalih serta orang mukmin yang menegakkan
keadilan dapat dikategorikan sebagai orang yang telah berupaya meningkatkan
kualitas ketakwaan dirinya. Dengan istilah lain, dapat dikatakan bahwa keadilan itu
sebagai salah satu indikator yang paling nyata dan dekat dengan ketakwaan. Firman
Allah tersebut adalah:

“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu menjadi orang-orang menegakkan


(kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali
kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku
adillah, karena adil itu lebih dekat dengan takwa dan bertakwalah kepada Allah,
sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. Allah telah

18
menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan beramal salih, bahwa untuk
mereka ampunan dan pahala yang besar”. (Q.S. Al-Maidah [5]: 8 dan 9).

Ayat ini memerintahklan orang mukmin menegakkan keadilan di bidang hukum,


baik sebagai hakim maupun saksi. Dalam ayat al-An’am (6) ayat 152, Allah juga
memerintahkan untuk menegakkan keadilan dalam bentuk ucapan walaupun kepada
kaum kerabat:

"… Dan apabila kalian berkata, maka berkatalah dengan adil walaupun terhadap
kerabat". (Q.S. Al-An’am [6]: 152).

Pada ayat itu juga Allah Swt memerintahkan agar mengelola harta anak yatim
dengan baik, dan agar menyempurnakan takaran dan timbangan dengan adil.

“Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang bermanfaat -
adil hingga sampai dewasa. Dan sempurnakan takaran dan timbangan dengan
adil…"(Q.S. Al-An’am [6]: 152).

Pada hakikatnya, perintah keadilan itu meliputi aspek-aspek kehidupan


manusia. Adapun adil secara hukum dalam pengertian persamaan (equality), yaitu
persamaan dalam hak, tanpa membedakan siapa; dari mana orang yang akan
diberikan sesuatu keputusan oleh orang yang diserahkan menegakkan keadilan,
sebagaimana dimaksud firman Allah Q.S. 4/al-Nisaa': 58:

“Dan ...Apabila kamu memutuskan perkara di antara manusia, maka hendaklah


engkau putuskan dengan adil”. (Q.S. An-Nisa [4]:58).

Ketegasan prinsip keadilan tersebut dijelaskan oleh ayat Al-Qur`an Q.S.


57/alHadid: 25 tersebut di atas. Kata mizan (keadilan) dengan hadid (besi). Besi
adalah suatu benda yang keras, dan dijadikan sebagai senjata. Demikian pula halnya
hukum dan keadilan harus ditegakkan dengan cara apapun, jika perlu dengan paksa
dan dengan kekerasan, agar yang bersalah atau yang batil harus menerima akibatnya
berupa sanksi atau kenistaan, sedangkan yang benar atau yang hak dapat menerima
haknya. (Muhammad Tahir Azhari , 2003: 117 – 124).

Dalam prinsip keadilan hukum, Nabi SAW menegaskan adanya persamaan


mutlak (egalitarisme absolut, al-musawah almuthlaqah) di hadapan hukum-hukum
syariat, tidak membedakan status social seseorang, apakah ia kaya atau miskin,
pejabat atau rakyat jelata, dan tidak pula karena perbedaan warna kulit serta

19
perbedaan bangsa dan agama. Di hadapan hukum semuanya sama. Konsep
persamaan yang terkandung dalam keadilan tidak pula menutup kemungkinan adanya
pengakuan tentang kelebihan dalam beberapa aspek, yang dapat melebihkan
seseorang karena prestasi yang dimilikinya. Akan tetapi kelebihan tersebut tidaklah
akan membawa perbedaan perlakuan hukum atas dirinya. Pengakuan adanya
persamaan, bahkan dalam Al-Qur`an dinyatakan sebagai "pemberian" Allah yang
mempunyai implikasi terhadap tingkah laku manusia, adalah bagian dari sifat
kemuliaan manusia (al-karamah alinsaniyah), yang juga bagian dari ketetapan Tuhan
(Q.S. 17/al-Isra: 70), yang berbunyi:

“Dan Sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di
daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan
mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami
ciptakan”. (Q.S. Al-Isra [17]:70).

Martabat dan harkat manusia dalam pandangan Al-Qur`an adalah sebagai


anugerah Allah SWT,. Oleh karena itu tidak ada satu kekuatan apapun yang dapat
merusakkan dan menghancurkannya. Pengakuan ini memperkuat adanya kewajiban
dan tanggung jawab manusia yang seimbang dalam kehidupan ini. Karenanya,
keadilan hukum berarti pula adanya keseimbangan dalam hukuman terhadap
kejahatan atau pelanggaran, hukuman seimbang atau setimpal dengan kejahatan atau
pelanggaran yang dilakukan. Penegakan hukum secara adil dan merata tanpa pilih
bulu adalah menjadi keharusan utama dalam bidang peradilan, walaupun berkaitan
dengan diri sendiri, keluarga dekat, atau orang-orang yang memiliki pengaruh atau
kekuasaan, (Didin Hafidhuddin, 2000: 215). Sebagaimana dikemukakan di dalam surat
an-Nisa ayat 135.

“Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan RasulNya dan
kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya serta kitab yang Allah turunkan
sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-
Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari Kemudian, Maka Sesungguhnya orang itu telah sesat
sejauh-jauhnya”. (Q.S. An-Nisa [4]: 135).

Berkaitan dengan penegakan hukum, Rasulullah SAW berpesan secara khusus


kepada penegak hukum agar dapat menjalankan tugasnya dengan baik dan benar.

1. Memutuskan perkara secara adil.

20
Rasulullah SAW bersabda, "Barang siapa yang menjadi hakim lalu
menghukumi dengan adil, niscaya ia akan dijauhkan dari keburukan." (HR
Tirmidzi).
2. Tipologi hakim.
Rasulullah SAW bersabda, "Hakim itu ada tiga, dua di neraka dan satu di
surga. Seseorang yang menghukumi secara tidak benar, padahal ia
mengetahui mana yang benar maka ia masuk neraka. Seorang hakim yang
bodoh lalu menghancurkan hak-hak manusia maka ia masuk neraka. Dan,
seorang hakim yang menghukumi dengan benar maka ia masuk surga." (HR
Tirmidzi).
3. Tidak meminta jabatan hakim.
Rasulullah SAW bersabda, "Barang siapa mengharap menjadi seorang hakim
maka (tugas dan tanggung jawab) akan dibebankan kepada dirinya. Dan
barang siapa tidak menginginkannya maka Allah akan menurunkan malaikat
untuk menolong dan membimbingnya dalam kebenaran." (HR Tirmidzi).
4. Jangan silau menjadi hakim.
Rasulullah SAW bersabda, "Barang siapa yang diberi jabatan hakim atau diberi
kewenangan untuk memutuskan suatu hukum di antara manusia, sungguh ia
telah dibunuh tanpa menggunakan pisau." (HR Tirmidzi).

21
22
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Jalil-detikNews. 2019. Inilah Hadits-hadits Tentang Menuntut Ilmu itu Wajib.
[dikutip 2020 Okt 18]. Tersedia pada: https://news.detik.com/berita/d-
4738905/inilah-hadits-hadits-tentang-menuntut-ilmu-itu-wajib/2

Abu Mushlih Ari Wahyudi. 2010. Inilah Generasi Terbaik dalam Sejarah. [dikutip 2020
Okt 19]. Tersedia pada : https://muslim.or.id/2406-inilah-generasi-terbaik-
dalam-sejarah.html

Dr. HM. Zainuddin,MA.2013. Al-Qur’an dan Sains Modern.[dikutip 2020 Okt 18].
Tersedia pada: https://www.uin-malang.ac.id/r/131101/al-qu-an-dan-sains-
modern.html

Drs. H. Muhammaddin, M.Hum. 2013. Manhaj Salafiyah. JIA/Desember


2013/Th.XIV/Nomor 2:hlm.147-150

Hadits Bukhari No.3378. Dikutip dari : https://shareoneayat.com/hadits-bukhari-3378

Helmi Basri. 2018. Relevansi Antara Hadits dan Sains Kaedah dan Aplikasinya Dalam
Bingkai I’jaz Ilmi. Jurnal Ilmiah Keislaman, Vol. 17, No. 1, Januari – Juni,
2018:hlm.130

Inilah Generasi Terbaik Umat Islam. Dikutip dari :


https://umma.id/article/share/id/1002/272772

Imam Nur Suharno. 2016. 4 Pesan Rasulullah untuk Penegak Hukum. [dikutip 2020
Okt 21]. Tersedia pada : https://republika.co.id/berita/dunia-
islam/hikmah/16/11/25/oh6pth313-4-pesan-rasulullah-untuk-penegak-hukum

Ismail Nasution dan M. Ridwan Hasbi. 2018. Hadis “Khair Al-Qurun” dan Perubahan
Sosial Dalam Dinamika Hukum. Jurnal ushuluddin Vol. 26 No.1, Januari-Juni
2018:hlm.74-77

Iswandi, Lalu. 2004. Dimensi Generasi Terbaik Pada Masa Awal Islam. [skripsi].
Yogyakarta(ID): Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga.

Jamal Fakhri. 2010. Sains dan Teknologi Dalam Al-Qur’an dan Implikasinya Dalam
Pembelajaran. TA’DIB, Vol. XV No. 01. Edisi, Juni 2010:hlm.124-125

iv
Konsep Ketuhanan dalam Islam. Dikutip dari :
https://www.slideshare.net/Hamida97ID/01konsep-ketuhanan-dalam-islam?
from_m_app=android

Konsep Ketuhanan dalam Islam. Dikutip


dari :https://sites.google.com/site/ujppai/materi-kuliah/materi-03

Maulidina Ramadhani. 2018. 5 Keutamaan Sedekah dalam Islam yang Perlu Kita
Ketahui. [dikutip 2020 Okt 20]. Tersedia pada : https://zakat.or.id/5-keutamaan-
sedekah-dalam-islam/

Mengenal Tabi'in dan Tabi’ut tabi’in. Dikutip dari : https://kumparan.com/hijab-


lifestyle/mengenal-tabiin-dan-tabiut-tabiin-1540298896607695377/full

Redaksi Dalamislam. Keutamaan Sedekah Dalam Islam dan Manfaatnya. [dikutip 2020
Okt 20]. Tersedia pada : https://dalamislam.com/akhlaq/amalan-
shaleh/sedekah-dalam-islam

Sahabat, tabi'in dan atba' tabi'in. Dikutip dari :


https://contohmakalah222.blogspot.com/2017/07/sahabat-tabiin-dan-atba-
tabiin.html

Sains dan Teknologi Islami. Dikutip dari : http://info.pikiran-rakyat.com/?q=info-


kita/sains-dan-teknologi islami#:~:text=Islam%20memandang%20sains%20dan
%20teknologi,Tuhan%2C%20manusia%20dan%20alam%20semesta

Umi Septia. 2017. Bersedekah dalam Islam, Sebaiknya Seperti Apa?. [dikutip 2020 Okt
20].Tersedia pada : :
https://www.liputan6.com/ramadan/read/2969131/bersedekah-dalam-islam-
sebaiknya-seperti-apa

Zulkifli. 2018. Tuntutan Keadilan Perspektif Hukum Islam. Jurnal Ilmiah Syari‘ah,
Volume 17, Nomor 1, Januari-Juni 2018:hlm.137-139, 142-144

6 Ciri Malam Lailatul Qodar Menurut Hadits Nabi Saw. Dikutip dari :
https://umma.id/post/6-ciri-malam-lailatul-qodar-menurut-hadits-nabi-saw-
326998?lang=id

10 Ilmuwan Ini Langsung Bersyahadat Masuk Islam Jadi Mualaf Saat Penelitiannya
Terjawab di Alquran. Dikutip dari :

v
https://palembang.tribunnews.com/2020/02/22/10-ilmuwan-ini-langsung-
bersyahadat-masuk-islam-jadi-mualaf-saat-penelitiannya-terjawab-di-alquran?
page=all

vi

Anda mungkin juga menyukai