Anda di halaman 1dari 9

ILMU KETUHANAN DALAM KONSEP ISLAM

KELAS AGRINAK 1B
Anggota Kelompok :
1. Abdullah Nasrudin ( 04.09.23.1677 )
2. Aldin Pradyatama ( 04.09.23.1678 )
3. Amelia Febrianti ( 04.09.23.1679 )
4. Aprianingsih ( 04.09.23.16780 )
5. Belva Pringgo Pramudita ( 04.09.23.1681 )
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-
Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ ILMU KETUHANAN DALAM ISLAM
“ Penyusunan makalah ini untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Agama. Kami berharap
dapat menambah wawasan dan pengetahuan khususnya dalam bidang agama. Menyadari banyaknya
kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Kami sangat mengharapkan kritikan dan saran dari para
pembaca untuk melengkapi segala kekurangan dan kesalahan dari makalah ini.

Malang, 18 September 2023

KELAS AGRINAK 1B
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................................
DAFTAR ISI................................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN............................................................................................................ 1.1
LATAR BELAKANG................................................................................................ 1.2
RUMUSAN MASALAH........................................................................................... 1.3
TUJUAN....................................................................................................................
BAB II
PEMBAHASAN............................................................................................................. 2.1
KONSEP KETUHANAN DALAM ISLAM............................................................. 2.2
FILSAFAT KETUHANAN ISLAM.......................................................................... 2.3
SEJARAH PEMIKIRAN MANUSIA TENTANG TUHAN..................................... 2.4
DALIL PEMBUKTIAN ADANYA TUHAN...........................................................
BAB III
PENUTUP...................................................................................................................... 3.1
KESIMPULAN.......................................................................................................... 3.2
SARAN......................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Dalam sejarah peradaban Yunani, tercatat bahwa pengkajian dan kontemplasi tentang eksistensi
Tuhan menempati tempat yang khusus dalam bidang pemikiran filsafat. Contoh yang paling
nyata dari usaha kajian filosofis tentang eksistensi Tuhan dapat dilihat bagaimana filosof
Aristoteles menggunakan gerak-gerak yang nampak di alam dalam membuktikan adanya
penggerak yang tak terlihat (baca: wujud Tuhan).

Tradisi argumentasi filosofis tentang eksistensi Tuhan, sifat dan perbuatan-Nya ini kemudian
secara berangsur-angsur masuk dan berpengaruh ke dalam dunia keimanan Islam. Tapi tradisi
ini, mewujudkan semangat baru di bawah pengaruh doktrin-doktrin suci Islam dan kemudian
secara spektakuler melahirkan filosof-filosof seperti Al-Farabi dan Ibnu Sina, dan secara riil,
tradisi ini juga mempengaruhi warna pemikiran teologi dan tasawuf (irfan) dalam penafsiran
Islam.

Perkara tentang Tuhan secara mendasar merupakan subyek permasalahan filsafat. Ketika kita
membahas tentang hakikat alam maka sesungguhnya kita pun membahas tentang eksistensi
Tuhan. Secara hakiki, wujud Tuhan tak terpisahkan dari eksistensi alam, begitu pula sebaliknya,
wujud alam mustahil terpisah dari keberadaan Tuhan. Filsafat tidak mengkaji suatu realitas yang
dibatasi oleh ruang dan waktu atau salah satu faktor dari ribuan faktor yang berpengaruh atas
alam. Pencarian kita tentang Tuhan dalam koridor filsafat bukan seperti penelitian terhadap satu
fenomena khusus yang dipengaruhi oleh faktor tertentu.

Tuhan yang hakiki adalah Tuhan yang disampaikan oleh para Nabi dan Rasul yakni, Tuhan hakiki
itu bukan di langit dan di bumi, bukan di atas langit, bukan di alam, tetapi Dia meliputi semua
tempat dan segala realitas wujud.
1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Apa yang dimaksud konsep tuhan?


2. Apa yang dimaksud filsafat ketuhanan?
3. Bagaimana sejarah pemikiran manusia tentang tuhan?
4. Apa saja dalil pembuktian adanya tuhan?

1.3 TUJUAN
1. Untuk mengetahui konsep tuhan.

2. untuk mengetahui filsafat ketuhanan.


3. Untuk mengetahui sejarah pemikiran manusia tentang tuhan.
4. Untuk mengetahui dalil pembuktian adanya tuhan.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 KONSEP KETUHANAN DALAM ISLAM

Istilah Tuhan dalam sebutan Al-Quran digunakan kata ilaahun, yaitu setiap yang menjadi penggerak
atau motivator, sehingga dikagumi dan dipatuhi oleh manusia. Orang yang mematuhinya di sebut
abdun (hamba). Kata ilaah (tuhan) di dalam Al-Quran konotasinya ada dua kemungkinan, yaitu Allah,
dan selain Allah. Subjektif (hawa nafsu) dapat menjadi ilah (tuhan). Benda-benda seperti : patung,
pohon, binatang, dan lain-lain dapat pula berperan sebagai ilah. Demikianlah seperti dikemukakan
pada surat Al-Baqarah (2) : 165, sebagai berikut:

ِ َ ُ ͋ َ ُ ْ َ ً ِ ُ ͊ ‫ال‬
َ َ ِ َ ِ َ َ ْ َ ‫َو ْو َ ِ و َ ِ ُ ْ ِ ُ ِ ا‬

Diantara manusia ada yang bertuhan kepada selain Allah, sebagai tandingan terhadap Allah.
Mereka mencintai tuhannya itu sebagaimana mencintai Allah.

Sebelum turun Al-Quran dikalangan masyarakat Arab telah menganut konsep tauhid (monoteisme).
Allah sebagai Tuhan mereka. Hal ini diketahui dari ungkapan-ungkapan yang mereka cetuskan, baik
dalam do‘a maupun acara-acara ritual. Abu Thalib, ketika memberikan khutbah nikah Nabi
Muhammad dengan Khadijah (sekitar 15 tahun sebelum turunya AlQuran) ia mengungkapkan kata-
kata Alhamdulillah. (Lihat Al-Wasith,hal 29). Adanya nama Abdullah (hamba Allah) telah lazim dipakai
di kalangan masyarakat Arab sebelum turunnya Al-Quran. Keyakinan akan adanya Allah, kemaha
besaran Allah, kekuasaan Allah dan lainlain, telah mantap. Dari kenyataan tersebut timbul
pertanyaan apakah konsep ketuhanan yang dibawakan Nabi Muhammad? Pertanyaan ini muncul
karena Nabi Muhammad dalam mendakwahkan konsep ilahiyah mendapat tantangan keras dari
kalangan masyarakat. Jika konsep ketuhanan yang dibawa Muhammad sama dengan konsep
ketuhanan yang mereka yakini tentu tidak demikian kejadiannya.

Pengakuan mereka bahwa Allah sebagai pencipta semesta alam dikemukakan dalam Al-Quran surat
Al-Ankabut (29) ayat 61 sebagai berikut;
َ‫ِ و ْ ُ َ ُ َ و َ َ ُ َ َ ُ َ َ اَ َ ُ ا َ ْ ْ َ َ َ َ َ َ ال ْ َ َ ا َ َ ال َ َ ِ ا َ ْ اَ َ َ ْ َ ُ ْ َ ْ ا َ َ ْ َ ا‬
َ
Jika kepada mereka ditanyakan, “Siapa yang menciptakan lagit dan bumi, dan menundukkan
matahari dan bulan?” Mereka pasti akan menjawab Allah

Dengan demikian seseorang yang mempercayai adanya Allah, belum tentu berarti orang itu beriman
dan bertaqwa kepada-Nya. Seseorang baru laik dinyatakan bertuhan kepada Allah jika ia telah
memenuhi segala yang dimaui oleh Allah. Atas dasar itu inti konsep ketuhanan Yang Maha Esa dalam
Islam adalah memerankan ajaran Allah yaitu AlQuran dalam kehidupan sehari-hari. Tuhan berperan
bukan sekedar Pencipta, melainkan juga pengatur alam semesta.

Pernyataan lugas dan sederhana cermin manusia bertuhan Allah sebagaimana dinyatakan dalam
surat Al-Ikhlas. Kalimat syahadat adalah pernyataan lain sebagai jawaban atas perintah yang dijaukan
pada surat Al-Ikhlas tersebut. Ringkasnya jika Allah yang harus terbayang dalam kesadaran manusia
yang bertuhan Allah adalah disamping Allah sebagai Zat, juga Al-Quran sebagai ajaran serta
Rasullullah sebagai Uswah hasanah.

2.2 FILSAFAT KETUHANAN ISLAM

Secara harfiah, kata filsafat berasal dari kata Philo yang berarti cinta, dan kata Sophos yang berarti
ilmu atau hikmah. Dengan demikian, filsafat berarti cinta terhadap ilmu atau hikmah. Terhadap
pengertian seperti ini al-Syaibani mengatakan bahwa filsafat bukanlah hikmah itu sendiri, melainkan
cinta terhadap hikmah dan berusaha mendapatkannya, memusatkan perhatian padanya dan
menciptakan sikap positif terhadapnya. Selanjutnya ia menambahkan bahwa filsafat dapat pula
berarti mencari hakikat sesuatu, berusaha menautkan sebab dan akibat, dan berusaha menafsirkan
pengalaman-pengalaman manusia. (Ahmad Hanafi, Pengantar Filsafat Islam, Cet. IV, Bulan Bintang,
Jakarta, 1990, Hlm. 45)

Sementara itu, A. Hanafi, M.A. mengatakan bahwa pengertian filsafat telah mengalami perubahan-
perubahan sepanjang masanya. Pitagoras (481-411 SM), yang dikenal sebagai orang yang pertama
yang menggunakan perkataan tersebut. Dari beberapa kutipan di atas dapat diketahui bahwa
pengertian filsafat dari segi kebahasan atau semantik adalah cinta terhadap pengetahuan atau
kebijaksanaan. Dengan demikian filsafat adalah suatu kegiatan atau aktivitas yang menempatkan
pengetahuan atau kebikasanaan sebagai sasaran utamanya.

Keimanan dalam Islam merupakan aspek ajaran yang fundamental, kajian ini harus dilaksanakan
secara intensif. Keimanan kepada Allah SWT, kecintaan, pengharapan, ikhlas, kekhawatiran, tidak
dalam ridho-Nya, tawakkal nilai yang harus ditumbuhkan secara subur dalam pribadi muslim yang
tidak terpisah dengan aspek pokok ajaran yang lain dalam Islam.

Muslim yang baik memiliki kecerdasan intelektual sekaligus kecerdasan spiritual (QS. Ali Imran: 190-
191) sehingga sikap keberagamaannya tidak hanya pada ranah emosi tetapi didukung kecerdasan
pikir atau ulul albab. Terpadunya dua hal tersebut insya Allah menuju dan berada pada agama yang
fitrah. (QS.Ar-Rum: 30).

Jadi, filsafat Ketuhanan dalam Islam bisa diartikan juga yaitu kebijaksanaan Islam untuk menentukan
Tuhan, dimana Ia sebagai dasar kepercayaan umat Muslim.

Siapakah Tuhan itu?

Perkataan ilah, yang diterjemahkan ―Tuhan‖, dalam Al-Quran dipakai untuk menyatakan berbagai
obyek yang dibesarkan atau dipentingkan manusia, misalnya dalam QS : 45 (Al-Jatsiiyah) : 23, yaitu:

َ ْ َ َ َ َ ِ َ ‫َ اَ َ َ َ ُ َ اُ ِ َ ُ َ َ َ َ ُ َ َ َ ٍ َع ْ َ ِع َ َ َ ِ ِ َع َ ْ ِ ِ َ ْ َ َ َ َ َ َ ِ َع ِ َ َ ْ ِ َل َ َ َ ً َ َ ا َ َ ْ ِ ِ ِ ْ َ ْ ِ ِ اَ َ َ ( ˼˻) ُ َ و‬

“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya dan Allah
membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan
meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah
Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?

Dalam QS : 28 (Al-Qashash) : 38, perkataan ilah dipakai oleh Fir‘aun untuk dirinya sendiri:

َ ‫˼) ل ِ ِ َ ْ ا َ ِ ا اُأ‬٨ ( َ ͊ ُ ‫ا َ ْ َع ْ ُو َ َ ͊ َ ِ َ أ َ ْ ا ِ ْ ٍ َ ُ َع ِ ْ ْ ُ َ ا ِر ي ِ َ ْ َ ْغي ِ ْ َ اِي َ ُ و َ َ َع َ َ َ ْ َ ْ اِي َص ْ ًح ي ِ ͋ ا ͋ل َ ا ِ ُ َ َ َ اَ إ ِ ِ اَ ُ ي إ َ ِ ͋ ِو َ إ‬

dan berkata Fir'aun: "Hai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui Tuhan bagimu selain aku. Maka
bakarlah Hai Haman untukku tanah liat kemudian buatkanlah untukku bangunan yang Tinggi supaya
aku dapat naik melihat Tuhan Musa, dan Sesungguhnya aku benar-benar yakin bahwa Dia Termasuk
orang-orang pendusta".

Contoh ayat-ayat tersebut di atas menunjukkan bahwa perkataan ilah bisa mengandung arti berbagai
benda, baik abstrak (nafsu atau keinginan pribadi) maupun benda nyata (Fir‘aun atau penguasa yang
dipatuhi dan dipuja). Perkataan ilah dalam Al-Quran juga dipakai dalam bentuk tunggal (mufrad:
ilaahun), ganda (mutsanna: ilaahaini), dan banyak (jama‘: aalihatun). Derifasi makna dari kata ilah
tersebut mengandung makna bahwa ‗bertuhan nol‘ atau atheisme adalah tidak mungkin. Untuk
dapat mengerti dengan definisi Tuhan atau Ilah yang tepat, berdasarkan logika Al-Quran sebagai
berikut:
Tuhan (Ilah) ialah sesuatu yang dipentingkan (dianggap penting) oleh manusia sedemikian rupa,
sehingga manusia merelakan dirinya dikuasai oleh-Nya. Perkataan dipentingkan hendaklah diartikan
secara luas. Tercakup di dalamnya yang dipuja, dicintai, diagungkan, diharap-harapkan dapat
memberikan kemaslahatan atau kegembiraan, dan termasuk pula sesuatu yang ditakuti akan
mendatangkan bahaya atau kerugian.

Anda mungkin juga menyukai