Anda di halaman 1dari 40

ARTIKEL KEISLAMAN:

1. KEISTIMEWAAN DAN KEBENARAN KONSEP KETUHANAN DALAM ISLAM


2. SAINS & TEKNOLOGI DALAM AL-QUR’AN DAN AL-HADITS
3. GENERASI TERBAIK MENURUT AL-HADITS
4. PENGERTIAN SALAF (REFERENSI HADITS)
5. ISLAM, AJARAN TENTANG BERBAGI SERTA KEADILAN PENEGAKAN
HUKUM

Disusun sebagai tugas terstruktur Mata Kuliah: Pendidikan Agama Islam

Dosen Pengampuh:

Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.Sos

Disusun Oleh:

Nama : ANNISA SYIFA ZAHRO


NIM : G1D020004
Fakultas&Prodi : MIPA & MATEMATIKA
Semester : 1 (satu)

PROGRAM STUDI MATEMATIKA


FAKULTAS MATEMATIKA & ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS MATARAM
T.A. 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillaah atas segala limpahan karunia Allah SWT. Atas izin-Nya lah
kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu.

Tak lupa pula kami kirimkan shalawat serta salam kepada junjungan Nabi Besar
Muhammad SAW. Beserta keluarganya, para sahabatnya, dan seluruh ummatnya
yang senantiasa istiqomah hingga akhir zaman.

Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan
Agama Islam yang berjudul ARTIKEL KEISLAMAN. Dalam artikel ini kami
menguraikan mengenai pengertian islam dari asal katanya dan tinjauan para ulama
tentang pemahaman islam secara komprehensif dan uraian sejumlah fenomena-
fenoma sains yang dijelaskan dalam al-qur’an.

Terima kasih kepada Dr. Taufiq Ramdhani, S. Th. I., M. Sos , selaku dosen mata
kuliah Pendidikan Agama Islam, orang tua kami yang banyak memberikan dukungan
baik moril maupun materil. Karena itu kami mengharapkan saran dan kritik konstruktif
demi perbaikan makalah di masa mendatang. Penulisan makalah ini bertujuan untuk
memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam yang berjudul ARTIKEL
KEISLAMAN. Dalam artikel ini kami menguraikan mengenai pengertian islam dari asal
katanya dan tinjauan para ulama tentang pemahaman islam secara komprehensif dan
uraian sejumlah fenomena-fenoma sains yang dijelaskan dalam al-qur’an.

Besar harapan saya semoga tugas ini bermanfaat dan memenuhi harapan bagi
siapapun yang membacanya. Aamiin.

Mataram, 25 Oktober 2020

Nama : Annisa Syifa Zahro


NIM : G1D020004
ii
DAFTAR ISI

HALAMAN COVER .........................................................................................................i


KATA PENGANTAR .......................................................................................................ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................................iii
I. KEISTIMEWAAN dan KEBENARAN KONSEP KETUHANAN DALAM ISLAM ..........1
A. Definisi Tuhan .....................................................................................................1

B. Sejarah Pemikiran Manusia Tentang Tuhan ......................................................3


II. SAINS dan TEKNOLOGI AL-QUR’AN DAN AL-HADIST .........................................10
A. Bukti Yang Ada Di Dalam Al-qur’an Tentang
Sains dan Teknologi .........................................................................................12

B. Fenomena Sains Dalam Al-qur’an ...................................................................15


III. GENERASI TERBAIK MENURUT AL-HADIST .......................................................19
A. Pengertian Sahabat, Tabi’in, dan Tabi’ut ...........................................................19

B. Nama- Nama Sahabat, Tabi’in, dan Tabi’ut .......................................................20


IV. PENGERTIAN SALAF ( REFERENSI HADIST ) ....................................................25
V. ISLAM, AJARAN TENTANG BERBAGI SERTA KEADILAN
PENEGAKAN HUKUM ...........................................................................................27
A. Pengertian Berbagi ............................................................................................27

B. Pahala dan Balasan Orang Berbagi ...................................................................28

C. Ayat – Ayat Al-qur’an Tentang Berbagi .............................................................30

D. Konsep Keadilan Menurut Perspektif Islam .......................................................31


DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................................36

iii
I
KEISTIMEWAAN dan KEBENARAN KONSEP
KETUHANAN DALAM ISLAM

A. DEFINISI TUHAN

Dalam konsep Islam, Tuhan disebut Allah (bahasa Arab: ‫ ) هللا‬dan diyakini sebagai
Zat Maha Tinggi Yang Nyata dan Esa, Pencipta Yang Maha Kuat dan Maha Tahu,
Yang Abadi, Penentu Takdir, dan Hakim bagi semesta alam. Perkataan ilah, yang
selalu diterjemahkan “Tuhan”, dalam al-Qur’an dipakai untuk menyatakan berbagai
objek yang dibesarkan atau dipentingkan manusia, misalnya dalam surat al-Furqan
ayat 43. Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya
sebagai Tuhannya ? Dalam surat al-Qashash ayat 38, perkataan ilah dipakai oleh
Fir’aun untuk dirinya sendiri: Dan Fir’aun berkata: ‘Wahai para pembesar hambaku,
aku tidak mengetahui Tuhan bagimu selain aku’. Contoh ayat-ayat tersebut di atas
menunjukkan bahwa perkataan ilah bisa mengandung arti berbagai benda, baik
abstrak (nafsu atau keinginan pribadi maupun benda nyata (Fir’aun atau penguasa
yang dipatuhi dan dipuja). Perkataan ilah dalam al-Qur’an juga dipakai dalam bentuk
tunggal (mufrad: ilaahun), ganda (mutsanna: ilaahaini), dan banyak (jama’: aalihatun).
Bertuhan nol atau atheisme tidak mungkin. Untuk dapat mengerti tentang definisi
Tuhan atau Ilah yang tepat, berdasarkan logika al-Qur’an adalah sebagai berikut:
Tuhan (ilah) ialah sesuatu yang dipentingkan (dianggap penting) oleh manusia
sedemikian rupa, sehingga manusia merelakan dirinya dikuasai olehnya. Perkataan
dipentingkan hendaklah diartikan secara luas. Tercakup di dalamnya yang dipuja,
dicintai, diagungkan, diharap-harapkan dapat memberikan kemaslahatan atau
kegembiraan, dan termasuk pula sesuatu yang ditakuti akan mendatangkan bahaya
atau kerugian. Ibnu Taimiyah memberikan definisi al-ilah sebagai berikut: Al-ilah ialah:
yang dipuja dengan penuh kecintaan hati, tunduk kepadanya, merendahkan diri di
hadapannya, takut, dan mengharapkannya, kepadanya tempat berpasrah ketika
berada dalam kesulitan, berdo’a, dan bertawakkal kepadanya untuk kemaslahatan diri,
meminta perlindungan dari padanya, dan menimbulkan ketenangan di saat
mengingatnya dan terpaut cinta kepadanya. (M. Imaduddin, 1989: 56). Berdasarkan

1
definisi tersebut di atas dapat dipahami, bahwa Tuhan itu bisa berbentuk apa saja,
yang dipentingkan oleh manusia. Yang pasti ialah manusia tidak mungkin atheis, tidak
mungkin tidak ber-Tuhan.
Berdasarkan logika al-Qur’an setiap manusia pasti mempunyai sesuatu yang
dipertuhankannya. Dengan demikian, orang-orang komunis pada hakikatnya ber-
Tuhan juga. Adapun Tuhan mereka ialah ideologi atau angan-angan (utopia) mereka.
Dalam ajaran Islam diajarkan kalimat “Laa illaha illaa Allah”. Susunan kalimat tersebut
dimulai dengan peniadaan, yaitu “tidak ada Tuhan”, kemudian baru diikuti dengan
suatu penegasan “melainkan Allah”. Hal itu berarti bahwa seorang muslim harus
membersihkan dari segala macam Tuhan terlebih dahulu, yang ada dalam hatinya
hanya satu Tuhan yang bernama Allah [1][2] Islam menitikberatkan konseptualisasi
Tuhan sebagai Yang Tunggal dan Maha Kuasa (tauhid).[3] Dia itu wahid dan Esa
(ahad), Maha Pengasih dan Maha Kuasa.[4] Menurut Al-Quran terdapat 99 Nama Allah
(asma'ul husna artinya: "nama-nama yang paling baik") yang mengingatkan setiap
sifat-sifat Tuhan yang berbeda.[5][6] Semua nama tersebut mengacu pada Allah, nama
Tuhan Maha Tinggi dan Maha Luas.[7] Di antara 99 nama Allah tersebut, yang paling
terkenal dan paling sering digunakan adalah "Maha Pengasih" (ar-rahman) dan "Maha
Penyayang" (ar-rahim).[5][6] Penciptaan dan penguasaan alam semesta
dideskripsikan sebagai suatu tindakaN kemurahhatian yang paling utama untuk semua
ciptaan yang memuji keagungan-Nya dan menjadi saksi atas keesan-Nya dan
kuasa-Nya. Menurut ajaran Islam, Tuhan muncul dimana pun tanpa harus menjelma
dalam bentuk apa pun.[8] Al-Quran menjelaskan, "Dia tidak dapat dicapai oleh
penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala yang kelihatan; dan Dialah Yang
Maha Halus lagi Maha
Mengetahui." (Al-'An'am 6:103).[2] Tuhan dalam Islam tidak hanya Maha Agung dan
Maha Kuasa, namun juga Tuhan yang personal: Menurut Al-Quran, Dia lebih dekat
pada manusia daripada urat nadi manusia. Dia menjawab bagi yang membutuhkan
dan memohon pertolongan jika mereka berdoa pada-Nya. Di atas itu semua, Dia
memandu manusia pada jalan yang lurus, “jalan yang diridhai-Nya.”[8] Islam
mengajarkan bahwa Tuhan dalam konsep Islam merupakan Tuhan sama yang
disembah oleh kelompok agama Abrahamik lainnya seperti Kristen dan Yahudi.[9][10].
Namun, hal ini tidak diterima secara universal oleh kalangan kedua agama tersebut.

2
B. SEJARAH PEMIKIRAN MANUSIA TENTANG TUHAN
1. Pemikiran Barat
Yang dimaksud konsep Ketuhanan menurut pemikiran manusia adalah konsep yang
didasarkan atas hasil pemikiran baik melalui pengalaman lahiriah maupun batiniah,
baik yang bersifat penelitian rasional maupun pengalaman batin. Dalam literatur
sejarah agama, dikenal teori evolusionisme, yaitu teori yang menyatakan adanya
proses dari kepercayaan yang amat sederhana, lama kelamaan meningkat menjadi
sempurna. Teori tersebut mula-mula dikemukakan oleh Max Muller, kemudian
dikemukakan oleh EB Taylor, Robertson Smith, Lubbock, dan Jevens. Proses
perkembangan pemikiran tentang Tuhan menurut teori evolusionisme adalah sebagai
berikut:
a. Dinamisme
Menurut paham ini, manusia sejak zaman primitif telah mengakui adanya kekuatan
yang berpengaruh dalam kehidupan. Mula-mula sesuatu yang berpengaruh tersebut
ditujukan pada benda. Setiap benda mempunyai pengaruh pada manusia, ada yang
berpengaruh positif dan ada pula yang berpengaruh negatif. Kekuatan yang ada pada
benda disebut dengan nama yang berbeda-beda, seperti mana (Melanesia), tuah
(Melayu), dan syakti (India). Mana adalah kekuatan gaib yang tidak dapat dilihat atau
diindera dengan pancaindera. Oleh karena itu dianggap sebagai sesuatu yang
misterius. Meskipun mana tidak dapat diindera, tetapi ia dapat dirasakan pengaruhnya.
b. Animisme
Di samping kepercayaan dinamisme, masyarakat primitif juga mempercayai adanya
peran roh dalam hidupnya. Setiap benda yang dianggap benda baik, mempunyai roh.
Oleh masyarakat primitif, roh dipercayai sebagai sesuatu yang aktif sekalipun
bendanya telah mati. Oleh karena itu, roh dianggap sebagai sesuatu yang selalu hidup,
mempunyai rasa senang, rasa tidak senang, serta mempunyai kebutuhan-kebutuhan.
Roh akan senang apabila kebutuhannya dipenuhi. Menurut kepercayaan ini, agar
manusia tidak terkena efek negatif dari roh-roh tersebut, manusia harus menyediakan
kebutuhan roh. Saji-sajian yang sesuai dengan advis dukun adalah salah satu usaha
untuk memenuhi kebutuhan roh.
c. Politeisme
Kepercayaan dinamisme dan animisme lama-lama tidak memberikan kepuasan,

3
karena terlalu banyak yang menjadi sanjungan dan pujaan. Roh yang lebih dari yang
lain kemudian disebut dewa. Dewa mempunyai tugas dan kekuasaan tertentu sesuai
dengan bidangnya. Ada Dewa yang bertanggung jawab terhadap cahaya, ada yang
membidangi masalah air, ada yang membidangi angin dan lain sebagainya.
d. Henoteisme
Politeisme tidak memberikan kepuasan terutama terhadap kaum cendekiawan. Oleh
karena itu dari dewa-dewa yang diakui diadakan seleksi, karena tidak mungkin
mempunyai kekuatan yang sama. Lama-kelamaan kepercayaan manusia meningkat
menjadi lebih definitif (tertentu). Satu bangsa hanya mengakui satu dewa yang disebut
dengan Tuhan, namun manusia masih mengakui Tuhan (Ilah) bangsa lain.
kepercayaan satu Tuhan untuk satu bangsa disebut dengan henoteisme (Tuhan
tingkat Nasional).
e. Monoteisme
Kepercayaan dalam bentuk henoteisme melangkah menjadi monoteisme. Dalam
monoteisme hanya mengakui satu Tuhan untuk seluruh bangsa dan bersifat
internasional. Bentuk monoteisme ditinjau dari filsafat Ketuhanan terbagi dalam tiga
paham yaitu: deisme, panteisme, dan teisme. Evolusionisme dalam kepercayaan
terhadap Tuhan sebagaimana dinyatakan oleh Max Muller dan EB. Taylor (1877),
ditentang oleh Andrew Lang (1898) yang menekankan adanya monoteisme dalam
masyarakat primitif. Dia mengemukakan bahwa orang-orang yang berbudaya rendah
juga sama monoteismenya dengan orang-orang Kristen. Mereka mempunyai
kepercayaan pada wujud yang Agung dan sifat-sifat yang khas terhadap Tuhan
mereka, yang tidak mereka berikan kepada wujud yang lain. Dengan lahirnya pendapat
Andrew Lang, maka berangsur-angsur golongan evolusionisme menjadi reda dan
sebaliknya sarjana-sarjana agama terutama di Eropa Barat mulai menantang
evolusionisme dan memperkenalkan teori baru untuk memahami sejarah agama.
Mereka menyatakan bahwa ide tentang Tuhan tidak datang secara evolusi, tetapi
dengan relevansi atau wahyu. Kesimpulan tersebut diambil berdasarkan pada
penyelidikan bermacam-macam kepercayaan yang dimiliki oleh kebanyakan
masyarakat primitif. Dalam penyelidikan didapatkan bukti-bukti bahwa asal-usul
kepercayaan masyarakat primitif adalah monoteisme dan monoteisme adalah berasal
dari ajaran wahyu Tuhan. (Zaglul Yusuf, 1993: 26-37).

4
2. Pemikiran Umat Islam
Dikalangan umat Islam terdapat polemik dalam masalah ketuhanan. Satu kelompok
berpegang teguh dengan Jabariah, yaitu faham yang mengatakan bahwa Tuhan
mempunyai kekuatan mutlah yang menjadi penentu segalanya. Di lain pihak ada yang
berpegang pada doktrin Qodariah, yaitu faham yang mengatakan bahwa manusialah
yang menentukan nasibnya. Polemik dalam masalah ketuhanan di kalangan umat
Islam pernah menimbulkan suatu dis-integrasi (perpecahan) umat Islam, yang cukup
menyedihkan. Peristiwa al-mihnah yaitu pembantaian terhadap para tokoh Jabariah
oleh penguasa Qadariah pada zaman khalifah al-Makmun (Dinasti Abbasiah).
Munculnya faham Jabariah dan Qadariah berkaitan erat dengan masalah politik umat
Islam setelah Rasulullah Muhammad meninggal. Sebagai kepala pemerintahaan, Abu
Bakar Siddiq secara aklamasi formal diangkat sebagai pelanjut Rasulullah. Berikutnya
digantikan oleh Umar Ibnu Al-Khattab, Usman dan Ali. Embrio ketegangan politik
sebenarnya sudah ada sejak khalifah Abu Bakar, yaitu persaingan segitiga antara
sekompok orang Anshar (pribumi Madinah), sekelompok orang Muhajirin yang fanatik
dengan garis keturunan Abdul Muthalib (fanatisme Ali), dan kelompok mayoritas yang
mendukung kepemimpinan Abu Bakar. Pada periode kepemimpinan Abu Bakar dan
Umar gejolak politik tidak muncul, karena sikap khalifah yang tegas, sehingga
kelompok oposisi tidak diberikan kesempatan melakukan gerakannya.
Ketika khalifah dipegang oleh Usman Ibn Affan (khalifa ke 3), ketegangan politik
menjadi terbuka. Sistem nepotisme yang diterapkan oleh penguasa (wazir) pada masa
khalifah Usman menjadi penyebab adanya reaksi negatif dari kalangan warga Abdul
Muthalib.
Akibatnya terjadi ketegangan,yang menyebabkan Usman sebagai khalifah terbunuh.
Ketegangan semakin bergejolak pada khalifah berikutnya, yaitu Ali Ibn Abi Thalib.
Dendam yang dikumandangkan dalam bentuk slogan bahwa darah harus dibalas
dengan darah, menjadi motto bagi kalangan oposisi di bawah kepemimpinan
Muawiyah bin Abi Sufyan. Pertempuran antara dua kubu tidak terhindarkan. Untuk
menghindari perpecahan, antara dua kubu yang berselisih mengadakan perjanjian
damai. Nampaknya bagi kelompok Muawiyah, perjanjian damai hanyalah merupakan
strategi untuk memenangkan pertempuran. Amru bin Ash sebagai diplomat Muawiyah
mengungkapkan penilaian sepihak. Pihak Ali yang paling bersalah, sementara
pihaknya tidak bersalah. Akibat perjanjian itu pihak Ali (sebagai penguasa resmi) t

5
tersudut. Setelah dirasakan oleh pihak Ali bahwa perjanjian itu merugikan pihaknya, di
kalangan pendukung Ali terbelah menjadi dua kelompok, yaitu : kelompok yang tetap
setia kepada Ali, dan kelompok yang menyatakan keluar, namun tidak mau bergabung
dengan Muawiyah. Kelompok pertama disebut dengan kelompok SYIAH, dan
kelompok kedua disebut dengan KHAWARIJ. Dengan demikian umat Islam terpecah
menjadi tiga kelompok politik, yaitu: 1) Kelompok Muawiyah (Sunni), 2) Kelompok
Syi’ah, dan 3) Kelompok Khawarij.
Untuk memenangkan kelompok dalam menghadapi oposisinya, mereka tidak segan-
segan menggunakan konsep asasi. Kelompok yang satu sampai mengkafirkan
kelompok lainnya. Menurut Khawarij semua pihak yang terlibat perjanjian damai baik
pihak Muawiyah maupun pihak Ali dinyatakan kafir. Pihak Muawiyah dikatakan kafir
karena menentang pemerintah, sedangkan pihak Ali dikatakan kafir karena tidak
bersikap tegas terhadap para pemberontak, berarti tidak menetapkan hukum
berdasarkan ketentuan Allah. Mereka mengkafirkan Ali dan para pendukungknya,
berdasarkan Al-Quran Surat Al-Maidah (5) : 44

َ ‫َُّ َفأُولَ ِئ‬de‫َو َمنْ َل ْم َیحْ ُك ْم ِب َما أَ ْن َز َل ُهللا‬


َ ‫ك ُه ُم ْال َكافِر‬
‫ُون‬

Siapa yang tidak menegakkan hukum sesuai dengan apa yang diturunkan Allah (Al-
Quran), maka mereka dalah orang-orang kafir.

Munculnya doktrin saling mengkafirkan antara satu kelompok dengan kelompok lain
membuat pertanyaan besar bagi kalangan cendikiawan. Pada suatu mimbar akademik
(pengajian) muncul pertanyaan dari peserta pengajian kepada gurunya yaitu Hasan
Al-Bashry. Pertanyaan yang diajukan berkaitan dengan adanya perbedaan pendapat
tentang orang yang berbuat dosa besar. Sebagian pendapat mengatakan bahwa
mereka itu adalah mukmin, sedangkan pendapat lain mengatakan kafir. Para pelaku
politik yang terlibat tahkim perjanjian antara pihak Ali dan pihak Muawiyah, mereka
dinilai sebagai pelaku dosa besar. Alasan yang mengatakan mereka itu mukmin
beralasan bahwa iman itu letaknya di hati, sedangkan orang lain tidak ada yang
mengetahui hati seseorang kecuali Allah. Sedangkan pendapat lainnya mengatakan
bahwa iman itu bukan hanya di hati melainkan berwujud dalam bentuk ucapan dan
perbuatan. Berarti orang yang melakukan dosa besar dia adalah bukan mukmin. Kalau

6
mereka bukan mukmin berarti mereka kafir. Sebelum guru besarnya memberikan
jawaban terhadap pertanyaan yang dimajukan tentang dosa besar tersebut, seorang
peserta pengajian yang bernama Wasil ibnu Atha mengajukan jawaban, bahwa pelaku
dosa besar bukan mukmin dan bukan kafir melainkan diantara keduanya. Hasan Al-
Bashry sebagai pembina pengajian tersebut memeberikan komentar, terhadap
jawaban Wasil. Komentarnya bahwa pelaku dosa besar termasuk yang terlibat
dalam perjanjian damai termasuk kelompok fasik. Wasil membantah komentar gurunya
itu, karena orang yang fasik lebih hina dimata Allah ketimbang orang yang kafir. Akibat
polemik tersebut Wasil bersama beberapa orang yang sependapat dengannya
memisahkan diri dari kelompok pengajian Hasal Al-Bashry. Peserta pengajian yang
tetap bergabung bersama Hasan Al-Bashry mengatakan, “I’tazala Wasil ‘anna.” (Wasil
telah memisahkan diri dari kelompok kita.) Dari kata-kata inilah Wasil dan
pendukungnya disebut kelompok MUKTAZILAH. (Lebih jelasnya lihat Harun Nasution
dalam Teologi Islam). Kelompok Muktazilah mengajukan konsep-konsep yang
bertentangan dengan konsep yang diajukan golongan Murjiah (aliran teologi yang
diakui oleh penguasa politik pada waktu itu,
yaitu Sunni. Berarti Muktazilah sebagai kelompok penentang arus). Doktrin Muktazilah
terkenal dengan lima azas (ushul al-khamsah) yaitu:
- meniadakan (menafikan) sifat-sifat Tuhan dan menetapkan zat-Nya
- Janji dan ancaman Tuhan (al-wa’ad dan al-wa’id)
- Keadilan Tuhan (al-‘adalah)
- Al-Manzilah baina al-manzilatain (posisi diatara dua posisi)
- Amar Ma’ruf dan Nahi Munkar.
Dari lima azas tersebut – menurut Muktazilah – Tuhan terikat dengan kewajiban-
kewajiban. Tuhan wajib memenuhi janjinya. Ia berkewajiban memasukkan orang yang
baik ke surga dan wajib memasukkan orang yang jahat ke neraka, dan kewajiban-
kewajiban lain. Pandangan-pandangan kelompok ini menempatkan akal manusia
dalam posisi yang kuat. Sebab itu kelompok ini dimasukkan ke dalam kelompok teologi
rasional dengan sebutan Qadariah.
Sebaliknya, aliran teologi tradisional (Jabariah) berpendapat bahwa Tuhan mempunyai
sifat (sifat 20, sifat 13, dan maha sifat). Ia maha kuasa, memiliki kehendak mutlak.
Kehendak Tuhan tidak terikat dengan apapun. Karena itu ia mungkin saja
menempatkan orang yang baik ke dalam neraka dan sebaliknya mungkin pula ia

7
menempatkan orang jahat ke dalam surga, kalau Ia menghendaki. Dari faham Jabariah
inilah ilmu-ilmu kebatinan berkembang di sebagaian umat Islam.

3. Konsep Ketuhanan dalam Islam


Istilah Tuhan dalam sebutan Al-Quran digunakan kata ilaahun, yaitu setiap yang
menjadi penggerak atau motivator, sehingga dikagumi dan dipatuhi oleh manusia.
Orang yang mematuhinya di sebut abdun (hamba). Kata ilaah (tuhan) di dalam Al-
Quran konotasinya ada dua kemungkinan, yaitu Allah, dan selain Allah. Subjektif
(hawa nafsu) dapat menjadi ilah (tuhan). Benda-benda seperti : patung, pohon,
binatang, dan lain-lain dapat pula berperan sebagai ilah. Demikianlah seperti
dikemukakan pada surat Al-Baqarah (2) : 165, sebagai berikut:

ً ‫ أَ ْن‬de‫ِهللا‬
َِّ ِّ‫دَادا ُی ِحبُّو َن ُه ْم َكحُب‬
de‫ِهللا‬ ِ ‫اس َمنْ َی َّتخ ُِذ مِنْ د‬
َِّ ‫ُون‬ ِ ‫َوم َِن ال َّن‬

Diantara manusia ada yang bertuhan kepada selain Allah, sebagai tandingan terhadap
Allah. Mereka mencintai tuhannya itu sebagaimana mencintai Allah.
Sebelum turun Al-Quran dikalangan masyarakat Arab telah menganut konsep tauhid
(monoteisme). Allah sebagai Tuhan mereka. Hal ini diketahui dari ungkapan-ungkapan
yang mereka cetuskan, baik dalam do’a maupun acara-acara ritual. Abu Thalib, ketika
memberikan khutbah nikah Nabi Muhammad dengan Khadijah (sekitar 15 tahun
sebelum turunya Al-Quran) ia mengungkapkan kata-kata Alhamdulillah. (Lihat Al-
Wasith,hal 29).
Adanya nama Abdullah (hamba Allah) telah lazim dipakai di kalangan masyarakat Arab
sebelum turunnya Al-Quran. Keyakinan akan adanya Allah, kemaha besaran Allah,
kekuasaan Allah dan lain-lain, telah mantap. Dari kenyataan tersebut timbul
pertanyaan apakah konsep ketuhanan yang dibawakan Nabi Muhammad? Pertanyaan
ini muncul karena Nabi Muhammad dalam mendakwahkan konsep ilahiyah mendapat
tantangan keras dari kalangan masyarakat. Jika konsep ketuhanan yang dibawa
Muhammad sama dengan konsep ketuhanan yang mereka yakini tentu tidak demikian
kejadiannya.
Pengakuan mereka bahwa Allah sebagai pencipta semesta alam dikemukakan dalam
Al-Quran surat Al-Ankabut (29) ayat 61 sebagai berikut;
َ ‫َُّ َفأ َ َّنى ی ُْؤ َف ُك‬de‫مْس َو ْال َق َم َر لَ َیقُولُنَّ ُهللا‬
‫ون‬ َ ْ‫ت َواأْل َر‬
َ ‫ض َو َس َّخ َر ال َّش‬ ِ ‫َولَئِنْ َسأ َ ْل َت ُه ْم َمنْ َخلَقَ ال َّس َم َوا‬

8
Jika kepada mereka ditanyakan, “Siapa yang menciptakan lagit dan bumi, dan
menundukkan matahari dan bulan?” Mereka pasti akan menjawab Allah.
Dengan demikian seseorang yang mempercayai adanya Allah, belum tentu berarti
orang itu beriman dan bertaqwa kepada-Nya. Seseorang baru laik dinyatakan bertuhan
kepada Allah jika ia telah memenuhi segala yang dimaui oleh Allah. Atas dasar itu inti
konsep ketuhanan Yang Maha Esa dalam Islam adalah memerankan ajaran Allah yaitu
Al-Quran dalam kehidupan sehari-hari. Tuhan berperan bukan sekedar Pencipta,
melainkan juga pengatur alam semesta. Pernyataan lugas dan sederhana cermin
manusia bertuhan Allah sebagaimana dinyatakan dalam surat Al-Ikhlas. Kalimat
syahadat adalah pernyataan lain sebagai jawaban atas perintah yang dijaukan pada
surat Al-Ikhlas tersebut. Ringkasnya jika Allah yang harus terbayang dalam kesadaran
manusia yang bertuhan Allah adalah disamping Allah sebagai Zat, juga Al-Quran
sebagai ajaran serta Rasullullah sebagai Uswah hasanah.

9
II
SAINS DAN TEKNOLOGI DALAM
AL QUR’AN DAN AL-HADIST

‫ون‬ َ ْ‫ت َواأْل َر‬


َ ‫ض َكا َن َتا َر ْت ًقا َف َف َت ْق َنا ُه َما َو َج َع ْل َنا م َِن ْال َما ِء ُك َّل َشيْ ٍء َحيٍّ أَ َفاَل ی ُْؤ ِم ُن‬ ِ ‫ِین َك َفرُوا أَنَّ ال َّس َم َاوا‬
َ ‫أَ َولَ ْم َی َر الَّذ‬

“Dan apakah orang-orang kafir tidak mengetahui bahwa langit dan bumi keduanya
dahulu menyatu kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan Kami jadikan segala
sesuatu yang hidup berasal dari air, maka mengapa mereka tidak beriman?” (QS. Al-
anbiya: 30) Ayat tersebut berkaitan dengan Big bang theory, yaitu teori terbentuknya
alam semesta yang menyatakan bahwa pada awalnya alam semesta merupakan satu
kesatuan, kemudian terjadi ledakan besar yang menghasilkan pecahan-pecahan dan
meluas. Teori Big Bang ini adalah teori penciptaan bumi yang paling diakui di era
modern. Kesesuaian yang harmoni antara Al-Qur’an dengan Teori Big Bang adalah
suatu hal yang tidak dapat dielakkan lagi. Hal ini sudah dijelaskan Allah dalam Al-
Qur’an 1.400 tahun silam. Ceramah yang bertemakan sains dan teknologi ini
disampaikan dalam rangka Buka Puasa Bersama Keluarga Besar PTA Padang di
mushalla al-hikmah Pengadilan Tinggi Agama Padang. Ceramah disampaikan
menjelang berbuka dihadapan pegawai dan tenaga honorer PTA Padang serta para
undangan yang berasal dari suami/ istri pegawai dan karyawan serta undangan yang
berasal dari pensiunan PTA Padang. Di dalam Al-Quran terdapat beratus-ratus ayat
yang menyebut tentang ilmu pengetahuan dan sains yang merupakan salah satu isi
pokok kandungan kitab suci Al-Qur’an. Bahkan kata ‘ilm dan turunannya disebut
sebanyak 778 kali. Selain itu sains juga merupakan salah satu kebutuhan agama
Islam, hal ini dibuktikan dengan fakta setiap kali umat Islam melaksanakan ibadah
memerlukan penentuan waktu yang tepat. Contohnya dalam melaksanakan shalat,
menentukan awal bulan Ramadhan, pelaksanaan haji semuanya memiliki waktu
tertentu dan untuk menentukan waktu yang tepat diperlukan ilmu astronomi yang
memang termasuk dalam sains. Pandangan Islam terhadap ilmu pengetahuan ini
bertolak belakang dengan pandangan para ilmuan Barat yang sebagian besar
berpaham materialis. Mereka menganggap ilmu pengetahuan tidak dapat disatukan
dengan agama. Bahkan para pemikir Barat sekarang ini berada ditengah-tengah

10
peperangan antara agama dan ilmu pengetahuan. Hampir tidak mungkin mereka
sekarang ini menerima kenyataan adanya pertemuan secara mendasar antara agama
dan ilmu pengetahuan. Secara historis, timbulnya pemikiran tersebut sebenarnya
dilatarbelakangi oleh sikap antipati gereja terhadap ilmu pengetahuan pada
abad pertengahan.Itulah sebabnya para ilmuan Kristen pada zaman dahulu, seperti
Galileo Galilei, dihukum mati oleh gereja, karena penemuan ilmiah mereka yang
dianggap bertentangan dengan paham gereja. Menurut Quraish Shihab, pertentangan
antara kaum agamawan dengan ilmuan di Eropa itu disebabkan oleh sikap radikal
kaum agamawan Kristen yang hanya mengakui kebenaran dan kesucian Kitab
Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, sehingga orang-orang yang mengingkarinya
dianggap kafir dan berhak mendapatkan hukuman. Dilain pihak, para ilmuan
mengadakan penyelidikan-penyelidikan ilmiah yang hasilnya bertentangan dengan
kepercayaan yang dianut oleh pihak gereja (kaum agamawan). Akibatnya, tidak sedikit
ilmuwan yang menjadi korban oleh penindasan dan kekejaman pihak gereja.
Islam adalah agama yang mengajarkan bahwa ilmu pengetahuan dan agama
merupakan sesuatu yang saling berhubungan dan melengkapi. Al Qur’an merupakan
sumber ilmu pengetahuan, dan ilmu pengetahuan merupakan sarana untuk
mengaplikasikan segala sesuatu yang tertuang dalam ajaran Islam.
Bukti bahwa Islam merupakan agama yang menekankan pengembangan ilmu
pengetahuan adalah dengan ditemukan ratusan ayat yang membicarakan tentang
petunjuk untuk memperhatikan bagaimana cara kerja alam dunia ini. Tidak kurang dari
750 ayat al-Qur’an memberikan gambaran kepada manusia untuk memperhatikan
alam sekitarnya. Selain itu, biasanya ayat-ayat yang membahasnya diawali maupun
diakhiri dengan sindiran-sindiran seperti; “Apakah kamu tidak memperhatikan?”,
“Apakah kamu tidak berpikir?”, “Apakah kamu tidak mendengar?”, “Apakah kamu tidak
melihat?”. Sering pula di akhiri dengan kalimat seperti “Sebagai tanda-tanda bagi kaum
yang berpikir”, “Tidak dipahami kecuali oleh Ulul Albaab”. Demikianlah mukjizat terakhir
rasul yang selalu mengingatkan manusia untuk mendengar, melihat, berpikir,
merenung, serta memperhatikan segala hal yang diciptakan Allah di dunia ini.

ِ ‫ْن َی ْل َت ِق َی‬
ِ ‫ان َب ْی َن ُه َما َبرْ َز ٌخ اَل َی ْب ِغ َی‬
‫ان‬ ِ ‫َم َر َج ْال َبحْ َری‬

“Dia membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu. Antara

11
keduanya ada batas yang tidak dilampaui masing-masing.” (Q.S. Ar-Rahman:19-20)
Penceramah melanjutkan diantara ayat sains yang ada pada al-quran, pada surat
ar-rahman ayat 19-20, bahwa Allah telah membiarkan 2 lautan mengalir yang
keduanya kemudian bertemu, namun keduanya tidak bercampur. Dua lautan yang
tidak bercampur ini terletak di Selat Gibraltar, selat yang memisahkan benua Afrika dan
Eropa, tepatnya antara negera Maroko dan Spanyol. Ceramah ini ditutup sebelum
adzan maghrib di Kota Padang.

A. BUKTI YANG ADA DI DALAM AL-QUR’AN TENTANG SAINS DAN TEKNOLOGI

1. BIOLOGI dalan AL QUR’AN

Perhatikan firman Allah dalam QS 39:6

Dia menciptakan kamu dari seorang diri kemudian Dia jadikan daripadanya isterinya
dan Dia menurunkan untuk kamu delapan ekor yang berpasangan dari binatang
ternak. Dia menjadikan kamu dalam perut ibumu kejadian demi kejadian dalam tiga
kegelapan[1306]. Yang (berbuat) demikian itu adalah Allah, Tuhan kamu, Tuhan Yang
mempunyai kerajaan. Tidak ada Tuhan selain Dia; maka bagaimana kamu dapat
dipalingkan?

Dalam tafsir dijelaskan dijelaskan bahwa tiga kegelapan itu ialah kegelapan dalam
perut, kegelapan dalam rahim, dan kegelapan dalam selaput yang menutup anak
12

dalam rahim. Dalam Biologi dijelaskan bahwa sebenarnya embrio dalam rahin
mengalami tiga fase perkembangan yang disebut dengan fase morula, blastula,
gastrula. Perhatikan juga QS 23:12-14 yang berbicara secara cukup detail mengenai
proses penciptaan manusia.

2. FISIKA dalan AL QUR’AN

Perhatikan firman Allah dalam QS 6:125

Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya


Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. Dan barangsiapa yang
dikehendaki Allah kesesatannya[503], niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi
sempit, seolah-olah ia sedang mendaki langit. Begitulah Allah menimpakan siksa
kepada orang-orang yang tidak beriman.
Secara Fisika, semakin ke atas (ruang angkasa) maka kandungan oksigen semakin
berkurang. Perhatikan juga QS67:3 tentang keseimbangan sistem kosmos.

13

Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak melihat pada
ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah
berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang?

3. FISIKA, BIOLOGI, dan KIMIA dalam AL QUR’AN


Perhatikan QS 21:30

Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu
keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya.
Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada
juga beriman?

4. ARSITEKTUR dalam AL QUR’AN


Perhatikan QS 89:6-8 yang menceritakan megahnya bangunan-bangunan di kota
Iram ibukotanya kaum Aad.
dan QS 38:7 tentang adanya arsitek dari bangsa syaitan.
14

dan (Kami tundukkan pula kepadanya) syaitan-syaitan semuanya ahli bangunan dan
penyelam

B. FENOMENA SAINS DALAM AL – QUR’AN


Al-Qur’an bukan hanya kitab yang berisi tatacara ibadah. Di dalamnya terkandung
banyak ilmu dan hikmah yang sampai hari ini belum seluruhnya terungkap. Bagi siapa
pun yang tekun mempelajarinya, ia akan menemukan mukjizat-mukjizat yang
menakjubkan. Empat belas abad silam, bulan Ramadan menjadi momentum yang
sepenuhnya baru bagi manusia. Kala itu, teka-teki tentang tujuan penciptaan manusia
sekaligus keprihatinan terhadap kondisi masyarakat menyita perhatian seorang lelaki
dari Bani Hasyim. Muhammad, nama laki-laki itu. Demi mencari jawaban bagi
pertanyaan tersebut, Muhammad kerap menyendiri dan menenangkan pikiran di Gua
Hira. Berharap menemukan jawaban dari kegelisahannya itu.
Saat itulah, sebuah anugerah yang besar Allah berikan padanya. Dengan membawa
wahyu Jibril datang padanya. “Iqra’!” ujar Jibril. Tubuh Muhammad bergetar. Ia
menjawab apa adanya, “Aku tidak bisa membaca.” Percakapan tersebut terulang
sampai tiga kali. Dan dari buku-buku tafsir, kita mengetahui bahwa selanjutnya Jibril
membacakan Surah Al-Alaq ayat satu sampai lima kepada Muhammad. Dan sejak
malam yang penuh keberkahan itu, suami Khadijah yang dikenal jujur itu diangkat
sebagai utusan Allah (rasulullah). Sampai detik ini, Al-Qur’an terus menjadi
perbincangan di kalangan ilmuwan. Selalu ada pengetahuan baru yang dapat diambil
darinya. Bahkan beberapa dari mereka sampai memeluk Islam, karena takjub dengan
mukjizatnya.
Seiring perkembangan waktu dan teknologi, kini semakin banyak fakta sains di dalam
Al-Qur’an yang telah terbukti. Hal tersebut menunjukkan Al-Qur’an bukan karangan
manusia, melainkan firman Allah yang kebenarannya tak perlu diragukan.
Nah, Pembaca yang dirahmati Allah, berikut kami paparkan 7 fenomena sains yang
disebutkan di dalam Al-Qur’an yang telah terbukti kebenarannya. Semoga tulisan ini
bermanfaat dan dapat menambah wawasan kita. Aamiin.
1. Bertemunya Dua Lautan

15
Pertemuan antara dua arus laut ini terjadi di Selat Gibraltar, tepatnya di antara
Spanyol dan Maroko. Menurut para ilmuwan, fenomena tersebut terjadi karena air laut
dari Samudera Atlantik dan dari Laut Mediterania memiliki karateristik yang berbeda,
dilihat dari suhu air, kadar garam, dan kerapatannya. Mengenai fenomena bertemunya
dua lautan ini, Al-Qur’an telah menjelaskannya 14 abad silam. Allah berfirman,

ِ ‫ْن َی ْل َتقِ َی‬


ِ ‫ َب ْی َن ُه َما َبرْ َز ٌخ اَل َی ْب ِغ َی‬.‫ان‬
‫ان‬ ِ ‫َم َر َج ْال َبحْ َری‬
“Dia membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu. Antara
keduanya
ada batas yang tidak dilampui masing-masing.” (QS. Ar-Rahman: 19-20)

2. Garis Edar Tatasurya


Menurut ahli astronomi, matahari bergerak dengan kecepatan 720.000 km/jam ke
arah bintang Vega dalam sebuah garis edar yang dinamakan Solar Apex. Ini berarti
matahari bergerak sejauh 17.280.000 kilometer dalam sehari. Selain matahari, semua
planet dan satelit dalam sistem gravitasi matahari juga berjalan dalam jarak ini. Semua
bintang yang ada di alam semesta pun sama. Fenomena tatasurya dan garis edar ini
sudah tertulis di dalam Al-Quran, antara lain di dalam Surah Al-Anbiya’ ayat 33.

‫ۖك ٌّل فِي َفلَكٍ َیسْ َبح ُْو َن‬dُُۖ ‫مْس َو ْال َق َم َر‬ َ ‫َوه َُو الَّذِي َخلَقَ الَّ ْی َل َوال َّن َه‬
َ ‫ار َوال َّش‬

“Dan Dialah yang telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan. Masing-
masing dari keduanya itu beredar di dalam garis edarnya.”

3. Ledakan Raksasa atau Big Bang


Big Bang diyakini sebagai peristiwa yang menyebabkan terbentuknya alam
semesta. Teori ini didasarkan pada kajian kosmologi mengenai bentuk awal dan
perkembangan alam semesta. Berdasarkan teori ini, dikatakan bahwa alam semesta
awalnya dalam keadaan sangat panas dan padat, lalu mengembang secara terus-
menerus hingga hari ini. Hal tersebut ternyata sudah disampaikan di dalam Al-Quran
tepatnya Surah Al-Anbiya ayat 30.
َ ْ‫ت َواأْل َر‬
‫ض َكا َن َتا َر ْت ًقا َف َف َت ْق َنا ُه َما َو َج َع ْل َنا م َِن ْال َما ِء ُك َّل َشيْ ٍء َحيٍّ أَ َفاَل ی ُْؤ ِم ُن ْو َن‬ ِ ‫أَ َولَ ْم َی َر الَّ ِذی َْن َك َفر ُْوا أَنَّ ال َّس َم َاوا‬

16
“Dan apakah orang-orang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu
dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan keduanya. Dan dari air Kami
jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tidak juga beriman?”

4. Api di Dasar Laut


Fenomena ini ditemukan oleh seorang ahli geologi asal Rusia, Anatol Sbagovich
dan Yuri Bagdanov, dan seorang ilmuwan asal Amerika Serikat. Mereka meneliti kerak
bumi dan patahannya di dasar laut lepas pantai Miami. Mereka kemudian menemukan
lava cair yang mengalir disertai abu vulkanik yang suhunya mencapai 231 derajat
celcius. Al-Quran, lagi-lagi, sudah menyinggung tentang api di dasar lautan ini.

‫َو ْال َبحْ ِر ْال َمسْ ج ُْو ِر‬

“Dan laut yang di dalam tanahnya ada api.” (QS. At-Tur: 6)

5. Sungai di Dasar Laut


Fenomena sungai di dasar laut ditemukan oleh ilmuwan asal Prancis bernama
Jaques Yves Cousteau. Para ahli menyebut fenomena ini sebagai lapisan hidrogen
sulfida, karena air yang mengalir di sungai dasar laut ini memiliki rasa air tawar. Selain
itu sungai dasar laut ini ditumbuhi daun-daun dan pohon. Fenomena ini disebutkan di
dalam Al-Quran tepatnya di dalam Surah Al-Furqan ayat 53.

َdَٰ ‫ات َو‬


‫هٰذا م ِْل ٌح أُ َجا ٌج َو َج َع َل َب ْی َن ُه َما َبرْ َز ًخا َوحِجْ رً ا َمحْ ج ُْورً ا‬ ٌ ‫َٰذا َع ْذبٌ فُ َر‬dَٰ ‫ْن ه‬
ِ ‫َوه َُو الَّذِي َم َر َج ْال َبحْ َری‬

“Dan Dialah (Allah) yang membiarkan dua laut mengalir (berdampingan), yang satu
tawar dan segar dan yang lainnya asin. Dia jadikan antara keduanya dinding dan batas
yang tidak tembus.”

6. Dasar Lautan yang Gelap


Manusia tak mampu menyelam 40 meter di bawah laut tanpa peralatan khusus.
Dalam sebuah buku berjudul “Oceans” dijelaskan, pada kedalaman 200 meter hampir
tak dijumpai cahaya, sedangkan pada kedalaman 1.000 meter tak terdapat cahaya
sama sekali. Kondisi dasar laut yang gelap baru bisa diketahui setelah penemuan

17
teknologi canggih. Namun, Al-Qur’an telah menjelaskan keadaan dasar lautan tersebut
sejak ribuan tahun yang lalu
.
‫ض إِ َذا أَ ْخ َر َج َی َدهُ لَ ْم َی َك ْد َی َرا َها‬
ٍ ْ‫ض َها َف ْوقَ َبع‬
ُ ْ‫ات َبع‬ ُ ‫اب‬
ٌ ‫ظلُ َم‬ dٌ ‫ت فِي َبحْ ٍر لُجِّ يٍّ َی ْغ َشاهُ َم ْو ٌج مِنْ َف ْوقِ ِه َم ْو ٌج مِنْ َف ْوقِ ِه َس َح‬ ُ ‫أَ ْو َك‬
ٍ ‫ظلُ َما‬
‫َو َمنْ َل ْم‬
‫َیجْ َع ِل هللاُ لَ ُه ُن ْورً ا َف َما لَ ُه مِنْ ُن ْو ٍر‬

“Atau seperti gelap gulita di lautan yang dalam, yang diliputi oleh ombak, yang di
atasnya ombak (pula), di atasnya (lagi) awan; gelap gulita yang tindih-menindih,
apabila dia mengeluarkan tangannya, tiadalah dia dapat melihatnya, (dan) barangsiapa
yang tiada diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah maka tiadalah dia mempunyai cahaya
sedikit pun.

7. Sidik Jari Manusia


Sidik jari ditemukan pada akhir abad ke-19. Sebelumnya, mayoritas orang
menganggap jika sidik jari adalah lengkukan-lengkukan biasa tanpa makna khusus.
Setiap manusia, termasuk mereka yang terlahir kembar identic, memiliki pola sidik jari
yang berbeda. Dengan kata lain, salah satu tanda pengenal manusia terdapat pada
ujung jari mereka. Al-Quran telah menjelaskan tentang kesempurnaan jari manusia ini.

َ ِّ‫َب ٰلى َقاد ِِری َْن َع ٰلى أَنْ ُن َسو‬


‫ي َب َنا َن ُه‬

“Bukan demikian, sebenarnya Kami kuasa menyusun (kembali) jari-jemarinya dengan


sempurna.”
18
III
GENERASI TERBAIK MENURUT AL-AHDIST

Umat Rasulullah merupakan umat terbaik dari seluruh umat-umat para Nabi yang
diutus sebelum beliau. Meskipun umat Rasulullah datang sebagai yang terakhir
diantara umat-umat lainnya, tetapi di akhirat kelak umat Rasulullah-lah yang akan
memasuki Surga terlebih dahulu di bandingkan dengan umat-umat lainnya.
Allah telah memberikan pujian kepada umat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam,
dalam firman-Nya :

“Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang
ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah..”
(QS. Ali Imran : 110)

Tetapi diantara umat Rasulullah, terdapat beberapa generasi terbaik, sebagaimana


beliau sebutkan dalam sebuah hadits mutawatir, beliau bersabda :
“Sebaik-baik manusia adalah pada generasiku (yakni sahabat), kemudian orang-orang
yang mengiringinya (yakni tabi’in), kemudian orang-orang yang mengiringinya (yakni
generasi tabi’ut tabi’in).” (mutawatir. HR. Bukhari dan yang lainnya

A. PENGERTIAN SAHABAT, TABI’IN, dan TABI’UT

● Sahabat

Sahabat adalah orang yang berjumpa dengan Nabi shallallahu’alaihi wa sallam dalam
keadaan muslim, meninggal dalam keadaan Islam, meskipun sebelum mati dia pernah
murtad seperti Al Asy’ats bin Qais. Sedangkan yang dimaksud dengan berjumpa
dalam
pengertian ini lebih luas daripada sekedar duduk di hadapannya, berjalan bersama,
terjadi pertemuan walau tanpa bicara, dan termasuk dalam pengertian ini pula apabila
salah satunya (Nabi atau orang tersebut) pernah melihat yang lainnya, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu Abdullah bin Ummi Maktum

19
radhiyallahu’anhu yang buta matanya tetap disebut sahabat (lihat Taisir Mushthalah
Hadits, hal. 198, An Nukat, hal. 149-151)
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sungguh Allah telah ridha kepada orang-orang
yang beriman (para sahabat Nabi) ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah
pohon (Bai’atu Ridwan). Allah mengetahui apa yang ada di dalam hati mereka.
Kemudian Allah menurunkan ketenangan kepada mereka dan membalas mereka
dengan kemenangan yang dekat.” (QS. Al Fath : 18)

● Tabi'in
Tabi’in secara bahasa diartikan dengan pengikut.sementara itu secara istilah tabi’in
diartikan dengan orang yang bertemu denga sahabat dan meninggal dalam keadaan
islam, sekalipun masih berusia muda, baik bertemu dalam waktu yang singkat maupun
lama. Disisi lain, Al-Khatib memberikan definisi yang sederhana bahwa tabi’in ialah
orang yang bertemu dengan sahabat.[7] Tabi’i pada asalnya berarti pengikut.
Dimaksudkan dalam ilmu hadist ialah “seluruh umat islam yang bertemu dengan
sahabat, berguru kepadanya, tidak bertemu dengan Nabi SAW dan tidak pula semasa
dengan Nabi SAW”. Mufrad dari tabi’in ialah tabi’. Dan tabi’ini bisa dijamakkan dengan
atba’.[8]

● Tabi'ut / Atba' tabi'in


Ialah orang-orang yang bertemu dengan tabi’in. Masa mereka dimulai pada tahun
180H yaitu tahun ketika Khalaf ibn Khalifah wafat. Beliau merupakan tabi’in terakhir.
Selanjutnya thabaqah setelah tabi’u at-tabi’in adalah orang-orang yang bertemu
dengan tabi’u at-tabi’i yang dimulai dari tahun 220 H s/d 300 H.[11]
Ialah orang-orang yang menyertai dan mengambil haditsnya dari tabi’in sekalipun tidak
lama menyertainya, menurut pendapat yang shohih, diantaranya Imam Malik dan
Imam Syafi’i.[12]

B. NAMA-NAMA SABHABAT, TABI’IN, dan TABI’UT

1. Sahabat
Berikut ini daftar beberapa Sahabat Nabi yang terkenal, antara lain:
1.Abdullah bin Umar

20
2.Abdurrahman bin Auf
3.Abu Bakar
4.Abu Dzar Al-Ghiffari
5.Abu Hurairah
6.Abu Thufail al-Laitsi
7.Abu Ubaidah bin al-Jarrah
8.Ali bin Abi Talib
9.Amru bin Ash
20.Bilal bin Rabah
11.Hakim bin Hazm
12.Hamzah bin Abdul Muthalib
13.Imran bin Hushain
14.Khalid bin Walid
15.Mua'dz bin Jabal
16.Mua'wiyah bin Abu Sufyan
17.Mus'ab bin Umair
18.Salman al-Farisi
19.Sa'ad bin Abi Waqqas
20.Sa'ad bin 'Ubadah
21.Sa'id bin Zayd bin `Amr
22.Thalhah bin Ubaidillah
23.Zaid bin Khattab
24.Umar bin Khattab
25.Usamah bin Zaid bin Haritsah
26.Usman bin Affan
27.Wahsyi bin Harb
28.Zubair bin Awwam

2. Tabi'in & Tabi'iyat


Berikut nama² tabi'in pada zaman rasulullaah :
• Tabi’iyat (Tabiin Wanita)
Abdah binti Abi Syawal
Abdah binti Ahmad

21
Aisyah binti Sa’ad
Aisyah binti Thalhah
Amrah binti Abdurrahman
Ar Rabab binti Imril Qais
Atikah binti Yazid
Asma Ar Ramaliyah
Bardah Ash Shamiriyah
Fathimah An Nisaburiyah
Fathimah binti Abdul Malik
Fathimah binti Ali
Fathimah binti Al Muzir
Fathimah binti Husain
Ghufairah Al Abidah

• Tabi'in
-Ahli Fikih Madinah
Said bin Musayyab
Urwah bin Zubair
Abu Bakar bin Abdurrahman bin Al Harits
Al Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar
Ubaidullah bin Abdullah bin Utbah bin Mas’ud
Sulaiman bin Yasar

-Ahli Fikih Makkah


Sufyan bin Uyainah
Al Fudhail bin Iyadh
Amru bin Dinar
Mujahid bin Jabir
Wuhaib bin Al Ward

-Ahli Fikih Kufah


Ibrahim An Nakha’i
Abu Abdurrahman As Sulami

22
Maimun bin Mihran
Alqamah bin Qais
Nafs bin Ghiyats

-Hakim-Hakim
Az Zuhri
Syuraih Al Qadhi
Muhammad bin Sirin
Atha’ bin Rabah
Raja’ bin Haiwah
Asy Sya’bi

3. Tabi'ut
Berikut nama² tabi'ut zaman rasulullaah :
Nafi’ Al Madani
Abdullah bin Katsir
Abdullah bin Amir
Abu Amr bin Al ‘Ala’
Ashim bin Abu An Najud
Hamzah bin Habib Az Zayyat
Al Kisa’i
Ar Rabi’ bin Khutsaim
Amir bin Abdullah At Tamimi
Uwais bin Amir Al Qarani
Harim bin Hayyan
Masruq bin Al Ajda’
Al Aswad bin Yazid
Abu Muslim Al Khaulani
Hasan Al Bashri
Amir bin Syarahil
Sa’id bin Jubair
Umar bin Abdul Aziz
Rabi’atur Ra’yi

23
Salamah bin Dinar
Muhammad bin Wasi’ Al Azdi
Thawus bin Kaisan
Shilah bin Asyyam Al Adawi
Salim bin Abdullah bin Umar
Rafi’ bin Mihram
24
IV
PENGERTIAN SALAF ( REFERENSI AL – HADIST )

Salaf secara bahasa arab artinya ‘setiap amalan shalih yang telah lalu; segala sesuatu
yang terdahulu; setiap orang yang telah mendahuluimu, yaitu nenek moyang atau
kerabat’ (Lihat Qomus Al Muhith, Fairuz Abadi). Secara istilah, yang dimaksud salaf
adalah 3 generasi awal umat Islam yang merupakan generasi terbaik, seperti yang
disebutkan oleh Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam, “Sebaik-baik umat adalah
generasiku, kemudian sesudahnya, kemudian sesudahnya” (HR. Bukhari-Muslim)
Tiga generasi yang dimaksud adalah generasi Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam
dan para sahabat, generasi tabi’in dan generasi tabi’ut tabi’in. Sering disebut juga
generasi Salafus Shalih. Tidak ada yang meragukan bahwa merekalah orang-orang
yang paling memahami Islam yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ’alaihi wa
sallam. Maka bila kita ingin memahami Islam dengan benar, tentunya kita merujuk
pada pemahaman orang-orang yang ada pada 3 generasi tersebut. Seorang sahabat
yang mulia, Ibnu Mas’ud radhiallahu’anhu berkata, “Seseorang yang mencari teladan,
hendaknya ia meneladani para sahabat Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam karena
mereka adalah orang-orang yang paling mulia hatinya, paling mendalam ilmunya,
paling sedikit takalluf-nya, paling benar bimbingannya, paling baik keadaannya,
mereka adalah orang-orang yang dipilih oleh Allah untuk menjadi sahabat Nabi-Nya,
dan untuk menegakkan agamanya. Kenalilah keutamaan mereka. Ikutilah jalan hidup
mereka karena sungguh mereka berada pada jalan yang lurus.” (Lihat Limaadza
Ikhtartu Al Manhaj As Salafi Faqot, Salim bin ‘Ied Al Hilaly) Kemudian dalam bahasa
arab, ada yang dinamakan dengan isim nisbah, yaitu isim (kata benda) yang
ditambahkan huruf ‘ya’ yang di-tasydid dan di-kasroh, untuk menunjukkan penisbatan
(penyandaran) terhadap suku, negara asal, suatu ajaran agama, hasil produksi atau
sebuah sifat (Lihat Mulakhos Qowaid Al Lughoh Ar Rabiyyah, Fuad Ni’mah). Misalnya
yang sering kita dengar seperti ulama hadits terkemuka Al-Bukhari, yang merupakan
nisbah kepada kota Bukhara (nama kota di Uzbekistan) karena Imam Al-Bukhari
memang berasal dari sana.
Ada juga yang menggunakan istilah Al-Hanafi, berarti menisbahkan diri pada madzhab
Hanafi. Maka dari sini dapat dipahami bahwa Salafi maksudnya adalah orang-orang

25
yang menisbatkan (menyandarkan) diri kepada generasi Salafus Shalih. Atau dengan
kata lain “Salafi adalah mengikuti pemahaman dan cara beragama para sahabat
Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam dan orang-orang yang mengikuti jalan mereka”.
(Lihat Kun Salafiyyan ‘Alal Jaddah, hal. 10)
26
V
ISLAM : AJARAN TENTANG BERBAGI SERTA KEADILAN
PENEGAKAN HUKUM

A. DEFINISI SEDEKAH
Apa Makna Sedekah? Sedekah itu sederhana. Sedekah itu tak melulu dalam
bentuk harta. Tetapi mencakup amal atau perbuatan baik kepada orang lain. Kamu
senyum kepada orang lain saat berpapasan di jalan saja itu sudah sedekah.
Memberikan senyuman kepada sesama termasuk sedekah yang tercantum dalam
hadis HR. Tirmidzi dan Abu Dzar. Sedekah berasal dari bahasa Arab, yakni shadaqoh.
Sedekah memiliki arti memberikan sesuatu kepada orang lain secara spontan dan
sukarela tanpa ada batasan jumlah dan batas waktu tertentu. Dapat dikatakan sedekah
adalah amalan baik yang sangat dicintai oleh Allah SWT. Sejalan dengan itu tak
dipungkiri bila ada sebuah ungkapan tangan di atas lebih baik daripada tangan
dibawah dan berlomba-lombalah dalam bersedekah. Kalimat tersebut merupakan
motivasi untuk manusia, khususnya umat Islam selalu berbagi dalam keadaan suka
maupun duka. Karena, Islam selalu mengajarkan umatnya untuk menyisihkan
sebagian hartanya dengan cara bersedekah kepada orang lain yang membutuhkan.
Selain untuk berbagi dan sebagai bekal amal di akhirat, sedekah bertujuan untuk
menyucikan harta. Sedekah tak harus dilakukan pada saat membayar zakat ataupun
infak. Dimana pun dan kapan pun kamu bisa bersedekah, yang terpenting niatkan hati
baikmu. Besar kecilnya adalah urusan Allah SWT. Ganjarannya adalah amalan baik.
Dalam Islam sedekah atau berbagi kepada sesama adalah salah satu bukti bahwa
hambanya bertakwa kepada Allah SWT. Karena Rasulullah dalam Hadis HR. Tirmidzi
dan Hasan Shahih bersabda, “bertakwalah kepada Allah SWT di mana pun engkau
berada. Iringilah keburukan dengan kebaikan, niscaya kebaikan tersebut akan
menghapuskan keburukan. Dan pergauilah manusia dengan akhlak yang mulia.” Hadis
tersebut mengandung tiga wasiat Nabi yang sangat penting, yakni wasiat tentang
hubungan secara vertikal manusia kepada Allah (habluminallah) dan hubungan secara
horizontal sesama manusia (habluminannas).
Tidak menunda melakukan amal soleh adalah wasiat Nabi yang kedua. Dosa kecil
dapat terhapuskan dengan perbuatan baik, yakni bersedekah. Ketika kamu terjerumus

27
dalam dosa dan maksiat wajib bagimu untuk segera bertaubat. Dengan cara tidak
melakukannya lagi dan salah satunya dengan bersedekah kepada orang lain yang
membutuhkan. Wasiat Nabi yang ketiga adalah memiliki akhlak mulia. Akhlak mulia
dalam arti hubungan antar sesama manusia (habluminannas). Cara yang paling
mudah adalah dengan tersenyum diiringi wajah yang berseri ketika bertemu dengan
orang lain dan bertegur sapa. Karena itu, Rasulullah mengaitkan antara akhlak mulia
dengan iman yang sempurna. “Mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang
paling bagus akhlaknya,” HR. Tirmidzi dan hadis Shahih. Dengan memiliki akhlak yang
mulia, otomatis akan dicintai oleh manusia lainnya, terlebih lagi Allah dan Rasulullah.
Bukhari juga menyebutkan Rasulullah bersabda, “menyingkirkan batu, duri dan tulang
dari tengah jalan adalah sedekah bagimu.” Lalu, Rasulullah bersabda dalam HR Ibnu
Majah, “tidaklah ada satu pekerjaan yang paling mulia dilakukan oleh seseorang
daripada pekerjaan yang dilakukan dari tangannya sendiri. Dan tidaklah seseorang
menafkahkan hartanya terhadap diri, keluarga, anak dan pembantunya melainkan
akan menjadi sedekah.”

B. PAHALA ATAU BALASAN ORANG BERBAGI

Apa saja pahala atau balasan dari Allah yang akan kamu dapatkan dengan melakukan
amalan baik sedekah?
⮚ Menghapus dosa-dosa.
“Sedekah dapat menghapuskan dosa sebagaimana air memadamkan api,” HR
Tirmidzi,
shahih Al Albani, 614.
⮚ Mendapat perlindungan oleh Allah SWT dihari akhir.
Rasulullah menceritakan tentang tujuh jenis manusia yang mendapat perlindungan
atau naungan dari Allah SWT pada hari akhir. Salah satu manusia yang
mendapatkannya adalah “seseorang yang bersedekah dengan tangan kanannya, ia
menyembunyikan amalnya itu sampai-sampai tangan kirinya tidak mengetahui apa
saja yang disedekahkan oleh tangankanannya.” (HR Bukhari no. 1421)
⮚ Keberkahan hidup dan Harta tidak berkurang.
Dalam Syarh Shahih Muslim, An Nawawi menjelaskan dua hal, yakni hartanya
diberkahi dan dihindarkan dari bahaya. Maka pengurangan harta menjadi impas

28
tertutupi oleh berkah yang abstrak. Ini bisa dirasakan oleh indera dan kebiasaan.
⮚ Dilipatgandakan pahalanya.
Secara dzatnya harta tersebut berkurang, maka pengurangan tersebut impas tertutupi
pahala yang didapat dan pahala ini akan dilipat-gandakan. Allah berfirman
“sesungguhnya orang-orang yang bersedekah baik laki-laki maupun perempuan dan
meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik niscaya akan dilipat-gandakan
(ganjarannya) kepada mereka, dan bagi mereka pahala yang banyak.”
(Qs. Al Hadid: 18)
⮚ Dimasukkan ke dalam surga khusus untuk hamba yang bersedekah.
Jika ia berasal dari golongan orang-orang yang suka mendirikan salat, ia akan
dipanggil dari pintu salat, yang berasal dari kalangan mujahid, maka akan dipanggil
dari pintu jihad, jika ia berasal dari golongan yang gemar bersedekah akan dipanggil
dari pintu sedekah. (HR. Bukhari no. 3666).
⮚ Membebaskan dari siksa kubur dan api neraka.
Sesungguhnya sedekah itu walaupun sedikit, memiliki andil untuk menjauhkan dari api
neraka. Semakin banyak sedekah, semakin jauh kita dari api nereka. “Jauhilah api
neraka, walau hanya dengan bersedekah sebiji kurma. Jika kamu tidak punya, maka
bisa dengan kalimah thayyibah.” (HR. Bukhari 6539, Muslim 1016). Rasulullah juga
bersabda “sedekah akan memadamkan api siksaan di dalam kubur.”
(HR. Tabrani, Shahih At Targhib, 873).
⮚ Hati yang bahagia.
Rasulullah menjelaskan perumpaan antara orang yang pelit dan dermawan atau
bersedekah. “Perumpamaan orang yang pelit dengan orang yang bersedekah seperti
dua orang yang memiliki baju besi, yang bila dipakai menutupi dada hingga
selangkangannya. Orang yang bersedekah, dikarenakan sedekahnya ia merasa
bajunya lapang dan longgar di kulitnya. Sampai-sampai ujung jarinya tidak terlihat dan
baju besinya tidak meninggalkan bekas pada kulitnya. Sedangkan orang yang pelit,
dikarenakan pelitnya ia merasakan setiap baju besinya merekat erat di kulitnya. Ia
berusaha melonggarkannya namun tidak bisa.” (HR. Bukhari no. 1443)
⮚ Amalan yang tak terputus hingga akhir hayat.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, bahwa Nabi SAW bersabda “apabila anak cucu
adam itu mati, maka terputuslah semua amalnya, kecuali tiga perkara, yakni amal
jariyah, anak yang soleh yang memohonkan ampunan untuknya (ibu dan bapaknya)

29
dan ilmu yang berguna setelahnya.”
⮚ Dapat memanjangkan umur.
Nabi SAW bersabda “sesungguhnya sedekahnya orang muslim itu dapat menambah
umurnya, dapat mencegah kematian yang buruk (su’ul khotimah), Allah akan
menghilangkan darinya sifat sombong, kefakiran dan sifat bangga pada diri sendiri.”
(HR.Tabrani)
⮚ Menghindarkan dari segala marabahaya.
Sedekah itu merupakan penolak bala, penyubur pahala, menahan musibah, dan
kejahatan serta rezeki yang dilipat-gandakan oleh Allah SWT. Rasulullah bersabda
“bersegeralah untuk bersedekah. Karena musibah dan bencana tidak bisa mendahului
sedekah.” Dari Nabi SAW bersabda “sedekah itu menutup tujuh puluh pintu kejahatan.”
⮚ Meraih Keberkahan Dengan Cara Bersedekah Makanan
Berbagi makanan merupakan salah satu cara bersedekah. Misalnya pada program
sedekah makanan yang diadakan oleh Yayasan Bahagia Berbagi Indonesia. Program
ini berlangsung setiap hari Jumat untuk mengajak masyarakat berbagi antar sesama.
Hari Jumat merupakan hari penuh keberkahan dan hari paling baik pada setiap
pekannya untuk bersedekah. Yayasan Bahagia Berbagi Indonesia mendistribusikan
sedekah makanannya melalui sekolah penghafal Al-Qur’an, Komunitas Tukang Sapu,
Panti Asuhan, dan Masyarakat Dhuafa lainnya. Dengan bersedekah makanan kepada
masyarakat yatim dhuafa banyak kemudahan yang akan kita raih.

C. AYAT-AYAT AL-QUR’AN TENTANG BERBAGI DAN BERSEDEKAH

Bebarapa Ayat yang Menjelaskan tentang Berbagi dan Bersedekah, antara lain :
● Al-Baqarah (2) : 3. "Adapun orang-orang yang beriman dengan yang ghaib dan
mendirikan sembahyang dan menginfakkan sebahagian dari rezeki yang Kami
anugerahkan kepada mereka".
● al-Baqarah (2) : 195. "Dan berinfaklah kamu (bersedekah atau nafakah) di jalan
Allah dan janganlah kamu mencampakkan diri kamu ke dalam kebinasaan, dan
berbuat baiklah kerana sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang
berbuat baik".
● al-Baqarah (2) : 215. "Mereka bertanya kepada engkau tentang apa yang
mereka infakkan, Jawablah! Apa sahaja harta yang kamu infakkan hendaklah

30
● diberikan kepada ibu bapa, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin
dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan. Dan apa sahaja kebajikan
yang kamu buat, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui".
● Ali Imran (3) : 93. "Kamu sekali-kali tidak akan sampai mencapai kepada
kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menginfakkan sebahagian harta
yang kamu cintai. Dan apa yang kamu infakkan, maka sesungguhnya Allah
mengetahuinya".
● Ali Imran (3): 133-134. "Dan bersegeralah kamu kepada keampunan Tuhanmu
dan kepada syurga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk
orang-orang yang taqwa. Iaitu orang-orang yang menginfakkan (hartanya) baik
diwaktu senang atau di waktu susah, dan orang-orang yang menahan
kemarahannya dan memaafkan kesalahan orang. Allah mencintai orang-orang
yang berbuat kebaikan". al-Anfaal (8) : 60. "Apa sahaja yang kamu infakkan
pada jalan Allah nescaya akan dibalas dengan cukup kepadamu dan kamu
tidak akan dianiaya (dirugikan)".
● Taubah (9) : 34. "Hai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya sebahagian
besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib (orang-orang alim Nasrani)
benar-benar memakan harta orang dengan jalan yang bathil, dan (mereka)
menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah, dan orang-orang yang
menyimpan emas dan perak dan tidak menginfakannya di jalan Allah, maka
berikanlah kabar gembira kepada mereka (bahwa mereka akan mendapat)
azab yang pedih.

D. KONSEP KEADILAN MENURUT PERSPEKTIF ISLAM

Apa yang dimaksud dengan keadilan? Tentu ada banyak definisi tentang keadilan,
tergantung dari sudut mana kita memangdangnya dan dalam konteks apa. Dalam
konteks negara, keadilan disesuaikan dengan berbagai undang-undang dan peraturan
baku yang bersifat tekstual-yuridis dan mesti ditegakkan oleh para penegak hukum.
Maka hukum digunakan sebagai perangkat untuk menemukan dan menegakkan
keadilan. Dalam tulisan ini penulis membatasi diri untuk menerangkan teori keadilan
menurut ajaran Islam, yaitu apa yang tertulis di dalam Kita Suci Al-Qur’an, yaitu Surat
An Nisa ayat 58 yang artinya:

31
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak
menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia
supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran
yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi
Maha Melihat.”
Secara sederhana dapat dimengerti bahwa pesan ayat itu adalah memberikan amanah
kepada orang yang berhak menerimanya dan dalam memberikan keadilan itu maka
penegak hukum diberi amanah untuk wajib menetapkan putusan secara adil, yaitu adil
yang sesuai konsep keadilan yang dikehendaki oleh Allah SWT. Dalam buku Konsep
Keadilan dalam Al-Qur’an - Perspektif Quraish Shihab dan Sayyid Qutub, dikatakan
bahwa konsep keadilan itu adalah: (1) adil dalam arti sama; (2) adil di dalam arti
seimbang; (3) adil di dalam arti perhatian terhadap hak-hak individu dan memberikan
hak-hak itu kepada setiap pemiliknya; dan (4) adil di dalam arti ‘yang dinisbahkan
kepada Allah’.
Memang ada satu perbedaan antara konsep keadilan dari perspektif hakim maupun
masyarakat. Sebab masyarakat melihat bahwa keadilan itu tidak ada ukurannya. Yang
penting, pemahamannya itu adalah adil ya adil.
Sehingga kalau ada seorang koruptor, bagi masyarakat, yang penting bahwa koruptor
itu dihukum. Apakah salah pasalnya atau tidak, yang penting bahwa pelakunya
dihukum. Dengan cara pandang teori keadilan sesuai ajaran Islam dimaksud, maka
tulisan ini mencoba menganalisis putusan dari suatu perkara yang sudah berkekuatan
hukum tetap, tetapi di kalangan akademisi dan praktisi hukum dirasakan perlu
diberikan anotasi atau catatan, karena kasus ini sangat menarik untuk dijadikan bahan
studi hukum atau bahan pembelajaran.
Kasus ini sangat menarik untuk dikaji secara ilmiah, karena peristiwa yang
mengawalinya dianggap kontroversial oleh sebagian akademisi ahli hukum dan
sosiologi, termasuk mereka yang berkumpul di Yogyakarta pada 10 September 20128
untuk mendiskusikannya dalam suatu acara yang disebut Diseminasi Eksaminasi
terhadap putusan perkara yang sudah berkekuatan hukum tetap itu.
Kasus yang saya maksudkan adalah kasus korupsi jenis suap yang menjerat mantan
Ketua DPD RI Irman Gusman yang saat ini mendekam di Lembaga Pemasyarakatan
Sukamiskin, Bandung. Ia sudah dihukum secara sah melanggar Pasal 12 huruf b dari
Undang-Undang No 20/2001 Jo. Undang-Undang No.31/1999 Tentang

32
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Hukumannya adalah 4 tahun 6 bulan
ditambah lagi dengan hukuman pencabutan hak untuk dipilih dalam jabata publik
selama 3 tahun terhitung sekan masa pidana pokoknya berakhir. Peristiwa yang
mengawali kasus ini adalah adanya kelangkaan gula di Sumatera Barat yang
kemudian dicoba diatasi oleh Senator daerah itu, Irman Gusman, dengan cara
menghubungkan seorang kenalannya dengan Bulog untuk menyalurkan gula ke
daerah itu. Tapi peristiwa ikutannya adalah ia kemudian dituduh menerima suap Rp100
juta sehingga diseret ke pengadilan. Jadi di satu sisi ada niat baik untuk mengatasi
persoalan kelangkaan gula yang menyengsarakan masyarakat, tapi di lain sisi, secara
yuridis-formal, ia dituduh menerima suap dan karena itu dihukum. Jadi ini masalah
keseimbangan keadilan antara nilai dari suatu perbuatan baik dan akibat dari suatu
perbuatan yang, menurut hukum, dilarang.
Menurut pengamatan saya, dalam dakwaan terhadap Irman Gusman itu ada dua
pasal, yaitu Pasal 12 dan Pasal 11 UU tersebut yang digunakan Jaksa Penuntut
Umum. Jadi dakwaannya bersifat alternatif. Jaksa mengangkat dua pasal tersebut lalu
hakim memutus secara alternatif berdasarkan dakwaan itu.
Bagaimana kalau melihat hal ini dari sudut pandang konsep keadilan yang diinginkan
di dalam Islam? Di dalam Islam, tingkat keadilan itu amanah. Artinya hak itu sesuai
dengan apa yang dia tuturkan, sesuai dengan apa yang dia dakwakan. Kalau
mengikuti pendapat pakar Hukum Pidana dari Universitas Gadjah Mada, Prof. Eddy
Hieriej, sebenarnya dari sudut pandang Hukum Pidana, maka Pasal 12b itu tidak tepat
dan yang terbukti adalah Pasal 11, maka menurut ayat ini, hakim mesti memilih pasal
dakwaan yang sesuai dengan konsep keadilan menurut ayat Al’Quran itu.
Kalau kita lihat dari segi teorinya Quraish Shihab itu, bahwa al-adil itu tentang perilaku.
Kadang-kadang hakim di dalam mengadili seseorang itu memang perilakunya juga
tidak adil. Jadi dibutuhkan perilaku yang adil menurut ajaran agama Islam.
Perilaku adil itu artinya, pertama, terhadap yang satu dia memperlakukan dengan baik,
seharusnya terhadap Terdakwa juga diperlakukannya dengan baik, terhadap
pengacaranya juga diperlakukannya dengan baik. Maslahnya adalah bahwa kadang-
kadang di persidangan tidak demikian perilakunya. Yang ke-dua, adalah al-mizan. Itu
adalah alat, atau yang disebut dengan timbangannya.
Kalau dalam kasus ini Terdakwa dituntut dengan Pasal 12b dan Pasal 11; sebenarnya
mana yang adil menurut hukumnya? Apakah Pasal 12b ataukah Pasal 11? Di sinilah

33
mizan-nya itu penting untuk dipahami. Apa konsekuensinya? Begini: konsekuensinya
adalah, manakala alatnya tidak benar, maka hasilnya juga tidak benar. Jadi, kalau
hukumnya itu salah dalam menerapkannya, maka akan salah juga hasilnya. Jadi,
mizan-nya atau timbangannya itu salah, maka putusannya pun pasti salah. Dulu ketika
Prof. Satjipto Rahardjo memberi kuliah, di antara yang sering dicontohkan adalah
kasus lalu lintas: pasang helm dan sebagainya. Tapi yang sering saya contohkan
ketika saya mengajar mahasiswa S1 itu adalah alat ini, timbangannya ini yang harus
sesuai presisinya.
Jadi, kalau saya mendakwakan, atau seorang jaksa mendakwakan suatu pasal, maka
hakim harus menilai apakah pasal itu tepat atau tidak tepat. Hakim tak boleh memutus
apabila mizan-nya atau alat ukur atau pasal yang didakwakan itu tidak tepat.
Contohnya begini: Ketika saya datang ke toko emas, saya beli emas seberat satu
gram. Kemudian, timbangan yang digunakan oleh penjual emas itu ternyata adalah
timbangan beras yang tak pernah ditera ulang. Pasti hasilnya tidak persis benar.
Kenapa? Karena timbangan yang digunakan itu salah. Kalau alat yang dipakai untuk
mengukur, untuk mengadili itu salah, maka hasilnya pasti salah. Demikian juga
sebaliknya. Saya datang ke toko beras, saya beli beras 5 kilogram. Alat yang
digunakan adalah timbangan emas. Ya pasti hasilnya kacau. Dalam kasus
kontroversial yang melibatkan mantan Senator Sumatera Barat ini, saya
melihat bahwa seolah-olah hakim tidak memahami bahwa al-adil itu harus diukur
berdasarkan konsep mizan-nya. Sehingga apabila hakim salah memilih alat yang
digunakan untuk mengadili seseorang, ya pastilah salah hasilnya. Kalau hasilnya
sudah salah, maka pasti tidak adil. Karena tidak adil, maka pasti bertentangan dengan
Surat An Nisa ayat 58 yang disebutkan di atas. Karena An Nisa ayat 58 itu katakan,
sampaikan kepada ahlinya. Kalau memang dakwaan Pasal 12b terhadap orang ini
tidak terbukti, dan yang terbukti itu Pasal 11, maka seharusnya yang digunakan untuk
menghukum Terdakwa adalah Pasal 11. Dari situlah dapat ditemukan keadilan sesuai
konsep keadilan menurut ajaran Islam.
Jadi, kasus Irman Gusman ini, kalau saya lihat dari perspektif teori keadilan di dalam
Islam, memang jelas tidak sesuai. Kenapa? Karena jelas, alat yang digunakan untuk
menilai, alat yang dipakai untuk menghukum Terdakwa ini ternyata tidak sesuai
dengan aturan hukum yang benar.
Karena aturannya salah, hukumnya salah, alat timbangannya salah, maka putusannya

34
juga tidak benar. Artinya, sekali lagi, kalau dilihat dari teori keadilan menurut hukum
Islam, maka putusan hukuman terhadap Irman Gusman itu tidak sesuai, karena
alatnya salah sehingga hasilnya juga salah. Dengan berkata demikian, saya sama
sekali tidak bermaksud untuk “mengadili” putusan Pengadilan Tipikor yang secara
yuridis-formal sudah sah dan berkekuatan hukum tetap. Seperti dikatakan di atas,
tulisan ini hanya mencoba menganalisis keseimbangan keadilan sesuai cara pandang
Al’Quran. Analisis ini juga tidak dimaksudkan sebagai upaya membela koruptor. Tidak
sama sekali. Justru Islam sangat menentang perbuatan curang termasuk suap dan
berbagai bentuk korupsi lainnya. Tapi Islam juga mengajarkan bahwa penegak hukum
diberi amanah untuk memutus secara adil.
Dengan demikian, maka yang perlu ditegakkan adalah bukan sekadar memutus
berdasarkan aturan-aturan yang bersifat tekstual-normatif semata, tetapi perlu juga
menoleh ke berbagai norma lain yang hidup di dalam masyarakat, khususnya norma
agama, sebab amar putusan setiap pengadilan diawali dengan kalimat, “Demi keadilan
berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa.” Dalam kalimat tersebut tersirat pesan yang
sangat jelas dan tegas bahwa keadilan yang ingin dicapai dan ditegakkan adalah
keadilan yang sesuai dengan kehendak Tuhan yang Maha Esa itu. Apalagi, selain sila
pertama Pancasila itu, ada dua sila lain lagi yang berhubungan dengna hukum dan
keadilan, yaitu sila Kemanusiaan yang adil dan beradab serta sila Keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia. Pesan yang ingin disampaikan dalam tulisan ini adalah
bahwa dalam mencari, menggali, menemukan, dan menegakkan keadilan, hendaknya
setiap penegak hukum tetap berpegang teguh pada tiga sila dari Pancasila tersebut,
agar hukum dapat menghadirkan bukan saja keadilan prosedural yang didasari pada
teks-teks yang mati itu melainkan keadilan substantif yang berlandaskan cita hukum
negarfa kita, yaitu Pancasila.
35
DAFTAR PUSTAKA

1. Abdurrahim, Muhammad, Imaduddin, Kuliah Tauhid, (Jakarta: Yayasan Sari Insan,


1989), h. 16-21, 54-56.

2. Al-Ghazali, Muhammad Selalu Melibatkan Allah, (Jakarta: PT. Serambi Ilmu


Semesta, 2001), h. 28-39.

3. Jusuf, Zaghlul, Dr, SH., Studi Islam, (Jakarta: Ikhwan, 1993), h. 26-37.

4. Kadir, Muhammad Mahmud Abdul, Dr. Biologi Iman, (Jakarta: al-Hidayah, 1981), h.
9-11.

5. Khan, Waheduddin, Islam Menjawab Tantangan Zaman, (Bandung: Penerbit


Pustaka, 1983), h. 39-101.

6. Suryana, Toto, Pendidikan Agama Islam, (Bandung: Tiga Mutiara, 1996), h. 67-77.

7. Daradjat, Zakiah, Dasar-dasar Agama Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1996), h.


55-152.

8. Jamil, Dr. Abdul, S. H., M. H.

9. Wuri, Ageng

sserbaserbi.blogspot.com

nasional.okezone.com

www.kompasiana.com
blog.kitabisa.com

qultumedia.com

36

Anda mungkin juga menyukai