Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM

Tentang
“ FITRAH (POTENSI) MANUSIA DALAM PANDANGAN FILSAFAT
PENDIDIKAN ISLAM ”

Disusun oleh :

Kelompok 2

Mhd. Padhil Ashar H : 2114010052

Utri Rahma : 2114010055

Indah Anta Sari : 2114010065

Sri Wahyuni : 2114010083

Dosen Pengampu :

Prof. Dr. Zulmuqin, MA

Dr. Hamdillah Asran, M. Pd

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
IMAM BONJOL PADANG
1444 H/2022 M

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan karunia-Nya dan
kesehatan kepada kita semua. Sholawat beserta salam semoga selalu tercurah
kepada Nabi Muhammad SAW. Rasa syukur atas rahmat dan hidayah Allah SWT.
Sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul berjudul
Fitrah (Potensi) Manusia dalam Pandangan Filsafat Pendidikan Islam dengan
tepat waktu.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Pendidikan
Islam. Selain itu makalah ini dibuat bertujuan untuk menambah wawasan tentang
konsep teori psikoanalisa bagi penulis dan juga pembaca.
Penulis mengucapakan terimakasih kepada bapak Prof. Dr. Zulmuqim,
MA dan Bapak Dr. Hamdillah Adran., M. Pd. selaku dosen pengampu mata
kuliah Filsafat Pendidikan Islam. Ucapan terima kasih juga kepada semua pihak
yang telah membantu menyelesaikan makalah ini. Penulis menyadari makalah ini
masih jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu saran dan kritik yang membangun
diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Padang, 3 September 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PEPENGANTAR ...............................................................................i

DAFTAR ISI .................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1

A. Latar Belakang .................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ............................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan. ................................................................................ 1

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................... 2

A. Landasan Al-Qur`an Dan Hadis Tentang Fitrah ................................. 2


B. Makna Fitrah ....................................................................................... 4
C. Macam-Macam Fitrah ......................................................................... 6
D. Perbandingan Teori Fitrah Dengan Teori Nativisme, Emperisme, Dan
Konvergensi ........................................................................................ 7
E. Hubungan Teori Dengan Pendidikan ................................................. 9

BAB III PENUTUP…………………. ......................................................... 10

A. Kesimpulan ........................................................................................ 10
B. Saran ................................................................................................... 10

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 11

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia memiliki kesempurnaan dibanding makhluk yang lain. Selain
menyembah Allah SWT, tugas manusia adalah mengelola alam beserta isinya.
Dalam menjalankan peran dan fungsinya itu, manusia harus mampu menggunakan
potensi atau fitrah. Oleh karena itu agar pengelolaan bumi, alam, dan kekayaan
yang ada didalamnya dapat berjalan sesuai dengan iradat Allah SWT.
Bekal potensi yang dimiliki manusia berupa kelengkapan jasmaniyah
(fisiologis) dan bekal ruhaniah (psikologis). Secara fisik manusia adalah makhluk
Allah SWT yang diciptakan dengan bentuk sebaik-baiknya. Bekal akal dan budi
yang dimiliki manusia, merupakan potensi yang paling penting dalam kehidupan
manusia. Untuk itu manusia perlu mengembangkan potensi positif yang ada
dalam dirinya untuk bisa mencapai fitrah tersebut. Dalam pembahasan ini penulis
akan berupaya mengupas dan menjelaskan beberapa hal yang berhubungan
dengan fitrah (potensi) manusia dalam pandangan filsafat pendidikan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa landasan hadist dan al-Qur’an tentang fitrah?
2. Apa makna fitrah?
3. Apa macam-macam fitrah?
4. Bagaimana perbandingan teori fitrah dengan teori nativisme, empirisme, dan
konvergensi?
5. Bagaimana hubungan teori-teori dengan pendidikan?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui apa landasan hadist dan al-Qur’an tentang fitrah.
2. Untuk Apa makna fitrah.
3. Untuk mengetahui macam-macam fitrah.
4. Untuk mengetahui Bagaimana perbandingan teori fitrah dengan teori nativisme,
empirisme, dan konvergensi.
5. Untuk mengetahui Bagaimana hubungan teori-teori dengan pendidikan.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Landasan Al-Qur`an Dan Hadis Tentang Fitrah

Bila dilihat pada beberapa ayat al-Qur’an, hadits maupun keterangan para
ulama maupun para mufassir hampir semuanya memperkuatkan adanya fitrah
sejak manusia masih berada didalam rahim (alam arwah), hanya saja eksistensi
fitrah ini akan lain ketika lahir dan berkembang hingga dewasa. Sehingga bisa
dikatakan manusia itu telah lupa, melenceng atau hilang dari fitrahnya.
Fitrah dengan arti asal kejadian dihubungkan dengan pernyataan seluruh
manusia ketika berada di alam arwah yang mengakui ketuhanan Allah SWT,
seperti digambarkan dalam surat al-A’raf:172-173.
172. dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak
Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka
(seraya berfirman): "Bukankah aku ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul
(Engkau Tuban kami), Kami menjadi saksi". (kami lakukan yang demikian itu)
agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya Kami (Bani Adam)
adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)",
173. atau agar kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya orang-orang tua Kami
telah mempersekutukan Tuhan sejak dahulu, sedang Kami ini adalah anak-anak
keturunan yang (datang) sesudah mereka. Maka Apakah Engkau akan
membinasakan Kami karena perbuatan orang-orang yang sesat dahulu[582]?"
[582] Maksudnya: agar orang-orang musyrik itu jangan mengatakan bahwa
bapak-bapak mereka dahulu telah mempersekutukan Tuhan, sedang mereka tidak
tahu menahu bahwa mempersekutukan Tuhan itu salah, tak ada lagi jalan bagi
mereka, hanyalah meniru orang-orang tua mereka yang mempersekutukan Tuhan
itu. karena itu mereka menganggap bahwa mereka tidak patut disiksa karena
kesalahan orang-orang tua mereka itu.
Kemudian fitrah dengan arti kesucian terdapat dalam hadits yang
menyebutkan semua bayi terlahir dalam keadaan fitrah (‘ala al-fitrah), dalam

2
keadaan suci dan tergantung kedua orang tuanya akan dijadikan pemeluk Kristen,
Yahudi atau Majusi.
Fitrah dengan arti agama yang benar, yakni agama Allah SWT, adalah arti
yang dihubungkan sebagian penafsir al-Qur’an dengan kata fitrah dalam surat ar-
Rūm ayat 30 yang artinya: “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada
agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut
fitrah itu. tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi
kebanyakan manusia tidak mengetahui”1
Ada juga yang menafsirkan agama yang lurus (benar) di sini sebagai agama
Islam, dengan alasan Islam adalah agama yang sesuai dengan fitrah manusia.
Islam adalah agama fitrah karena sesuai dengan kebutuhan manusia untuk tunduk
kepada Tuhan, dan dapat membimbing manusia kepada cara beribadah yang
benar. Fitrah juga diartikan sebagai sunah nabi Muhammad Saw, dan juga yang
mengartikannya dengan sunah-sunah para nabi, Manusia memiliki beberapa jenis
fitrah (kekuatan terpendam) yaitu ; fitrah beragama (QS. al-A’raf: 172 dan QS. ar-
Rūm: 30), fitrah sosial (QS. alImrân: 112 dan QS. al-Mâidah: 2), fitrah intelek
(QS. al-Imrân: 190 dan QS. Muhammad: 24), fitrah sexual/kawin (QS. al-Imrân:
14 dan QS. an-Nisâ’: 3), fitrah ekonomi (QS. al-Jum’ah: 7 dan QS. at-Thūr: 19),
fitrah seni (QS. alA’raf: 31 dan QS. an-Nūr: 31), fitrah keadilan (QS. al-Mâidah: 8
dan QS. alAn’âm: 152), fitrah persamaan (QS. An-Nisâ’: 1 dan QS. Al-Hujurât:
13), fitrah kuasa/politik (QS.al-Imrân: 28 dan QS.at-Taubah: 71), fitrah persatuan
(QS.al-Baqarah: 213 dan QS.al-Imrân: 103).2
Al-Qurtubi mengatakan bahwa fitrah bermakna kesucian jiwa dan rohani.
Fitrah di sini adalah firman Allah SWT yang ditetapkan kepada manusia, yaitu
bahwa manusia sejak lahir dalam keadaan suci dalam artian tidak memiliki dosa.
Sementara Ibnu Katsir mengartikan fitrah dengan mengakui ke-Esaan Allah SWT
atau tauhid. Bahwasannya manusia sejak lahir membawa tauhid, atau paling tidak

1
Aqlania, Konsep Fitrah dan Bedanya dari Nativisme, Empirisme, dan Konvergensi, Vol.
08, No. 01 (2017)., hal: 87.
2
Saryono, Konsep Fitrah dalam Perspektif Islam, Jurnal Studi Islam, Vol 14, No 2, (2016),
hal: 162.

3
ia berkecenderungan untuk meng-Esakan Tuhannya dan berusaha terus mencari
untuk mencapai ketauhidan tersebut. 3
Al-Qur’an mendorong manusia untuk merenungkan perihal dirinya, keajaiban
penciptaannya, serta keakuratan pembentukannya. Sebab, pengenalan manusia
terhadap dirinya dapat mengantarkannya pada ma’rifatullah (mengenal Allah
Swt), sebagaimana tersirat dalam Surat at-Târiq ayat 5-7. “Maka hendaklah
manusia memperhatikan dari apakah dia diciptakan? Dia diciptakan dari air yang
dipancarkan, yang keluar dari antara tulang sulbi dan tulang dada”.
Di dalam al-Qur‟an, manusia merupakan salah satu subjek yang dibicarakan,
terutama yang menyangkut asal-usul dengan konsep penciptaannya, kedudukan
manusia dan tujuan hidupnya. Hal tersebut merupakan sesuatu yang wajar karena
al-Qur‟an memang diyakini oleh kaum muslimin sebagai firman Allah Swt yang
ditujukan kepada dan untuk manusia. Sungguh menakjubkan fase-fase penciptaan
manusia yang dijelaskan secara detail oleh rangkaian ayat di atas, karena ternyata
fase-fase yang dijelaskannya terbukti sejalan dengan penemuan ilmiah embriologi
modern dewasa ini.

B. Makna Fitrah

Kata fitrah berasal dari kata fatara yang arti sebenarnya adalah “membelah”
atau “membuka.” Kalau dihubungkan dengan puasa Rama selama sebulan
lamanya, maka kata ini bermakra berbuka puasa. Kembali kepada fitrah ada
kalanaya ditafsirkan sebagai kembali kepada keadaan normal kehidupan manusia
baik dari dimensi jasmaninya maupun rohaninya secara seimbang. Tetapi gubahan
dari kata ini, yaitu fitrah mengandung pengertian yang mula-mula diciptakan
Allah yang tidak lain adalah “keadaan mula-mula”, “yang asal” atau “yang asli”
Fitrah yang istilah arab berarti asal kejadian, kesucian, dan agama yang benar.
Fitrah dengan arti asal kejadian bersinonom dengan kata ‘ibda’ dan khalq. Fitrah
manusia atau asal kejadiannya sebagaimana diciptakan Allah SWT, menurut

3
Ibid, hal: 163.

4
ajaran Islam adalah bebas dari noda dan dosa seperti bayi yang lahir dari perut
ibunya.
Al-Maraghi mengatakan bahwa fitrah mengandung arti kecenderungan untuk
menerima kebenaran. Sebab secara fitri manusia cenderung dan berusaha mencari
serta menerima kebenaran walaupun hanya bersemayam dalam hati kecilnya
(sanubari). Adakalanya manusia telah menemukan kebenaran namun karena
faktor eksogen yang mempengaruhinya, maka manusia berpaling dari kebenaran
yang diperoleh. Dari pengertian tersebut, sesungguhnya setiap manusia yang
terlahir kedunia ini baik laki-laki ataupun permpuan, muslim ataupun non muslim,
orang yang hanif ataupun orang yang jahat, orang yang taat menjalankan perintah
Allah SWT ataupun orang yang senantiasa bermaksiat terhadap Allah SWT, telah
ada pada diri mereka kecenderungan untuk menerima kebenaran. Maka siapapun
manusia yang telah melakukan suatu kemaksiatan sesungguhnya hati kecilnya
(sanubari) merasa bahwa telah melakukan suatu kesalahan, karena faktor
eksogenlah yang mempengaruhinya berpaling terhadap kebenaran. 4
Untuk dapat melaksanakan fungsi kekhalifahannya, manusia dibekali Tuhan
dengan berbagai potensi. Potensi-potensi ini diberikan Tuhan kepada manusia
sebagai suatu anugerah, yang tidak diberikan Tuhan kepada makhluk lain.
Potensi-potensi ini dalam bahasa agama disebut dengan fitrah. Di dalam sebuah
hadis sahih yang diriwayatkan Al-Bukhari dan Muslim disebutkan bahwa setiap
anak lahir dalam keadaan fitrah. Kedua orangtuanyalah yang memungkinkan ia
menjadi Yahudi, Nasrani, atau Majusi. Hadis ini mengisyaratkan bahwa manusia
semenjak lahir sudah dibekali dengan berbagai potensi yang disebut dengan fitrah.
Fitrah adalah suatu istilah dari bahasa Arab yang berarti tabiat yang suci atau baik,
yang khusus diciptakan Tuhan bagi manusia. Fithrah kiranya merupakan modal
dasar bagi manusia agar dapat memakmurkan bumi ini. Fithrah juga merupakan
Potensi kodrati yang dimiliki manusia agar berkembang menuju kesempurnaan
hidup. Keberhasilan manusia dalam hal ini dapat dilihat dari kemampuannya
untuk mengembangkan fithrah ini.

4
Saryono, Op. Cit, hal: 164.

5
Pada diri manusia sejak awal penciptaanya telah memiliki berbagai macam
potensi termasuk potensi beragama yang sangat berpengaruh pada perkembangan
fisik maupun psikisnya dan pada perkembangan berikutnya senantiasa
dipengaruhi berbagai faktor, baik internal maupun eksternal.

C. Macam-Macam Fitrah

Manusia yang telah telahir kedunia ini telah membawa beberapa fitrah
(potensi). Beberapa fitrah (potensi) tersebut dengan berdasarkan ayat-ayat yang
ditemukan adalah : Fitrah beragama. Menurut al-Qur’an, tabiat manusia adalah
homo religious (makhluk beragama) yang sejak lahirnya membawa suatu
kecenderungan beragama. Dalam hal ini, pada QS. alRum ayat 30 Allah SWT
berfirman yang artinya: "Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama
(Allah); (tetaplah di atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut
fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi
kebanyakan manusia tidak mengetahui". Fitrah dalam ayat di atas, mengandung
interpretasi bahwa manusia diciptakan oleh Allah SWT mempunyai naluri
beragama, yakni agama tauhid. Dalam hal ini, al-Qur’an maupun hadits secara
eksplisit membicarakan tentang konsep dasar keberagamaan yang dimaksud.5
Fitrah suci. Allah SWT berfirman dalam surat al-Muthaffifin ayat 14 bahwa
hakikatnya manusia itu hati yang suci. Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya
apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka. “ ,“‫ َك ّال‬artinya sekali-
kali bukan seperti apa yang mereka sangka bahwa al-Qur’an adalah kumpulan
dongeng orang-orang terdahulu. Tetapi, sebenarnya hati mereka telah tertutup
dengan dosa-dosa yang mereka perbuat. “ “‫ َك ّ ال‬juga bisa diartikan: “Sungguh
benar“ (bahwa hati mereka telah tertutup dengan dosa-dosa yang mereka perbuat).
Fitrah Intelektual (Aqliyah). Potensi Aqliyah terdiri dari panca indera dan akal
pikiran (pendengaran, penglihatan dan hati). Dengan potensi ini, manusia dapat
membuktikan dengan daya nalar dan ilmiah tentang ‘kekuasaan’ Allah SWT.
Serta dengan potensi ini ia dapat mempelajari dan memahami dengan benar

5
Saryono, Op. Cit, hal: 170.

6
seluruh hal yang dapat bermanfaat baginya dan hal yang mudharat baginya.
Potensi Aqliyah juga merupakan potensi yang dianugerahkan Allah SWT kepada
manusia agar manusia dapat membedakan mana yang benar dan mana yang salah,
bersih dan kotor, bermanfaat dan bermadharat, baik dan buruk.
Berkenaan dengan potensi (fithrah) yang dibekalkan Tuhan kepada manusia,
para ahli filsafat telah memberikan berbagai predikat kepada manusia. Predikat
predikat ini sebagai berikut.
a. Manusia adalah homo sapiens, artinya makhluk yang mempunyai budi
pekerti.
b. Manusia adalah animale rationale, artinya binatang yang dapat berpikir.
c. Manusia adalah homo laquen, artinya makhluk yang pandai menciptakan
bahasa.
d. Manusia adalah homo faber, artinya makhluk yang pandai membuat
perkakas.
e. Manusia adalah zoon politicon, artinya makhluk yang pandai bekerja sama.
f. Manusia adalah homo economicus, artinya makhluk yang tunduk kepada
prinsip-prinsip ekonomi.
g. Manusia adalah homo religius, artinya makhluk yang beragama.
h. Manusia adalah homo planemanet, artinya makhluk yang di antaranya
terdiri dari unsur rohaniah-spiritual.
i. Manusia adalah homo educandum (educable), artinya makhluk yang dapat
menerima pendidikan.6

D. Perbandingan Teori Fitrah Dengan Teori Nativisme, Emperisme, Dan


Konvergensi
a. Teori Fitrah
Fitrah berarti potensi yang dimiliki manusia untuk menerima agama, iman dan
tauhid serta perilaku suci. Dalam pertumbuhannya, manusia itu sendirilah yang

6
Abuddin Nata, Pemikiran Pendidikan Islam dan Barat, (Jakarta: Rajawali
Pers, 2013), hal: 60

7
harus berupaya mengarahkan fithrah tersebut pada iman atau tauhid melalui faktor
pendidikan, pergaulan dan lingkungan yang kondusif.
Ibn al-Qayyim berpendapat bahwa manusia menerima Islam itu adalah sama
dengan jalan yang ditempuh seorang anak kecil yang menerima ibunya. Sesuai
dengan pandangan ini, manusia bukanlah sudah Muslim semenjak lahirnya,
melainkan telah dibekali dengan potensi yang memungkinkannya menjadi
Muslim. Jadi inti fithrah adalah bahwa manusia memiliki kecenderungan
beragama, lebih spesifik lagi adalah islam, iman, dan tauhid.
b. Teori Nativisme
Thomas Hobbes, mengatakan bahwa manusia itu sejak lahirnya telah
membawa “dosa asal” sehingga masyarakat harus mengendalikan dorongan-
dorongan yang tidak baik yang akan dilakukan oleh manusia. Dan penganut
nativisme lainnya seperti, J.J Rousseau, berpendapat bahwa manusia itu
mempunyai bakat dorongan-dorongan yang bersih murni, sehingga masyarakat
harus memberikan kesempatan kepada manusia untuk mengembangkan dorongan-
dorongan yang positif.
Wiggam juga mengatakan bahwa semua kebahagiaan dan keduka an yang
terjadi pada manusia ialah bukan karena faktor lingkungan, melainkan karena ada
gen-gen yang ada dalam tubuh manusia. Dan C. Lombrosso mengatakan bahwa
manusia tergolong dalam dua macam sesuai dengan bakatnya, yaitu orang yang
biasa (sehat) dan penjahat.
Dari beberapa pendapat ahli diatas dapat disimpulkan bahwa teori
nativisme ialah pembawaan yang dibawa manusia sejak ia dilahirkan yang
nantinya akan menentukan perkembangan manusia selanjutnya.
d. Teori Konvergensi
Menurut William perkembangan manusia itu bergerak secara konvergen
antara nativisme atau keturunan dan empirisme atau lingkungannya, termasuk
pendidikan. Jadi dapat disimpulkan konvergensi ialah suatu aliran yang

8
berpendapat bahwa perkembangan manusia itu dipengaruhi oleh interaksi dan
perpaduan antara faktor bereditas dan lingkungannya.7

E. Hubungan Teori Dengan Pendidikan


a. Teori Nativisme
Dari teori nativisme yang mengatakan bahwa pembawaan yang nantinya akan
menentukan perkembangan selanjutnya pada manusia. Dalam hubungannya
dengan konsepsi kependidikan islam yang nativistis, faktor pembawaan yang
diakui pula sebagai unsur pembentuk corak keagamaan dalam diri manusia. Hal
ini digambarkan dalam kitab suci Al-quran tentang peristiwa Nabi Ibrahim yang
orang tuanya menyembah berhala. Dengan kemampuan akal pikiranya yang
mencari dan menyelidiki alam sekitar, akhirnya dapat menemukan Tuhannya yang
benar sesuai dengan keislamannya. Sebaliknya anak Nabi Nuh yang tidak mau
mengikuti ayahnya naik ke atas perahu ketika banjir besar melanda dunia, ia tetap
dalam status nonmuslim (kafir) walaupun ayahnya sebagai Nabi yang islam.[7]
Jadi jika kita hubungkan dengan pendidikan, bahwa dalam pendidikan peserta
didik berperan besar dalam membentuk dan mengembangkan potensi yang ada
dalam dirinya. Sedangkan pendidik bertugas mendampingi peserta didik
mengembangkan potensinya.
b. Teori Empirisme
Dari pandangan empirisme tersebut dapat kita hubungkan dengan pendidikan,
yaitu diperlukannya lingkungan yang mendukung dalam pengembangan potensi
yang ada dalam diri peserta didik.
c. Teori Konvergensi
Dari pandangan teori konvergensi dapat kita hubungkan dengan pendidikan,
yang mana dalam fitrahnya manusia diberi kemampuan untuk memilih jalan yang
benar dari yang salah. Kemampuan memilih tersebut mendapatkan pengarahan
dalam proses pendidikan yang mempengaruhinya.8

7
Susanti Nora dan Cahyati Suci, Makalah Filsafa Pendidikan Islam, (Padang, Senin 11
Septmber 2018),
8
Ibid.

9
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Fitrah adalah faktor kemampuan dasar perkembangan yang terbawa sejak
lahir yang berpusat pada “potensi dasar” untuk berkembang. Fitrah berarti potensi
yang dimiliki manusia untuk menerima agama, iman dan tauhid serta perilaku
suci. Dalam pertumbuhannya, manusia itu sendirilah yang harus berupaya
mengarahkan fithrah tersebut pada iman atau tauhid melalui faktor pendidikan,
pergaulan dan lingkungan yang kondusif.
Ibn al-Qayyim berpendapat bahwa manusia menerima Islam itu adalah sama
dengan jalan yang ditempuh seorang anak kecil yang menerima ibunya. Sesuai
dengan pandangan ini, manusia bukanlah sudah Muslim semenjak lahirnya,
melainkan telah dibekali dengan potensi yang memungkinkannya menjadi
Muslim. Jadi inti fithrah adalah bahwa manusia memiliki kecenderungan
beragama, lebih spesifik lagi adalah islam, iman, dan tauhid.

B. Saran
Setelah membaca makalah ini, besar harapan penulis agar kita sebagai
mahasiswa bisa memahami serta mempraktekkan dalam kehidupan sehari-hari apa
yang telah penulis jabarkan diatas. Saran kami sebagai penulis semoga dengan
adanya makalah ini, dapat menambah wawasan serta khazanah keilmuan para
pembaca sekalian, dan juga dapat diamalkan dikemudian hari.

10
DAFTAR PUSTAKA

Abuddin, Nata. 2013. Pemikiran Pendidikan Islam dan Barat. Jakarta:


Rajawali Pers.
Aqlania. 2017. Konsep Fitrah dan Bedanya dari Nativisme, Empirisme,
dan Konvergensi, Vol. 08, No. 01.
Saryono. 2016. Konsep Fitrah dalam Perspektif Islam, Jurnal Studi Islam. Vol 14,
No 2,
Susanti, Nora dan Cahyati Suci. 2018. Filsafa Pendidikan Islam. Padang.

11

Anda mungkin juga menyukai