Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Mata Kuliah Filsafat Pendidikan Islam
Pada Fakultas Tarbiyah Program Studi Pendidikan Agama Islam
Disusun :
O
L
E
H
KELOMPOK II
Semester: II - E Ekstensi
Dosen Pengampu
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat limpahan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang diharapkan mampu
menambah pengetauhan pembaca mengenai “HAKIKAT MANUSIA DALAM
PERSPEKTIF FPI “.
Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak, baik yang
terlibat secara langsung maupun tidak langsung dengan membantu memberikan
tambahan data, informasi, serta motivasinya. Khususnya kepada Dosen Mata Kuliah
Filsafat Pendidikan Islam atas bimbingannya, Karena tanpa hal tersebut kami tidak akan
mampu menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat waktu.
Akhir kata, Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua, Sehingga dapat
menambah wawasan Ilmu Pengetauhan kita.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Kelompok II
i
DAFTAR ISI
ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia adalah makhluk Tuhan yang diciptakan dengan bentuk raga yang sebaik-
baiknya dan rupa yang seindah-indahnya dilengkapi dengan berbagai organ psikofisik yang
istimewa seperti panca indra dan hati agar manusia bersyukur kepada Allah yang telah
menganugerahi keistimewaankeistimewaan itu.
Selain itu, manusia diciptakan oleh Allah dalam struktur yang paling baik diantara
makhluk-makhluk yang lain. Struktur manusia terdiri dari unsur jasmaniah dan ruhaniah, atau
unsur fisiologis dan unsur psikologis. Dalam struktur jasmaniah dan ruhaniah itu, Allah
memberikan seperangkat kemampuan dasar yang memiliki kecenderungan berkembang yang
dalam psikologi disebut potensialitas atau disposisi.
Manusia sebagai makhluk Allah yang diberi akal dan memiliki kebijaksanaan,
merupakan pula bagian dari ekosistem di tempat hidupnya. Di dalam aktifitas sehari-hari,
manusia bukan saja mempengaruhi lingkungan hidup, tetapi dipengaruhi pula oleh lingkungan
hidupnya.
B. Rumusan Masalah
Dalam Sebagai mana di singgung latar belakang masalah maka dalam penulisan
ini penulis akan memformulasikan beberapa rumusan masalah sebagai mana berikut:
1. Apakah pengertian manusia ?
2. Bagaimana proses penciptaan manusia?
3. Apakah tujuan,fungsi,dan tugas penciptaan manusia Implikasi hakikat manusia
terhadap Pendidikan islam ?
C. Tujuan
1. Mengetahui Pengertian manusia
2. Mengetahui Proses penciptaan manusia
3. Mengetahui Tujuan,fungsi,dan tugas penciptaan manusia Implikasi hakikat manusia
terhadap pendidikan islam
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Manusia
Beragam pendapat yang dikemukakan seputar hakikat manusia. Pendapat tersebut
tergantung dari sudut pandang masing-masing. Ada sejumlah konsep yang mengacu kepada
makna manusia sebagai makhluk. Dilihat dari sudut pandang etika, manusia disebut
homosapiens, yakni makhluk yang memiliki akal budi. Lalu manusia juga disebut animal
rational, karena memiliki kemampuan berfikir. Berdasarkan pendekatan kemampuan
berbahasa, manusia dinamakan homo laqueen. Mereka yang menggunakan pendekatan
kebudayaan menyebut manusia sebagai homo faber atau toolmaking animal, yaitu makhluk
yang mampu membuat perangkat peralatan. 1
Selanjutnya ada 3 kata yang digunakan Al-Qur’an untuk menunjuk makna manusia:
Al-Basyar, Al-Insan, dan An-Nas. Meskipun ketiga kata tersebut menunjuk pada makna
manusia, namun secara khusus memiliki penekanan pengertian yang berbeda. Perbedaan
tersebut dapat dilihat pada uraian berikut:
a. Al-Basyar
Kata Al-Basyar dinyatakan di dalam Al-Qur’an sebanyak 36 kali dan tersebar di dalam
26 surat. Secara etimologi Al-Basyar berarti kulit kepala,wajah, atau tubuh yang menjadi
tempat tumbuhnya rambut. Penamaan ini menunjukkan makna bahwa secara biologis yang
mendominasi manusia adalah pada kulitnya, dibanding rambut atau bulunya. Pada aspek ini
terlihat perbedaan umum biologis manusia dengan hewan yang lebih di dominasi oleh bulu
atau rambut.
Al-Basyar juga dapat diartikan mulamasah, yaitu persentuhan kulit antara laki-laki dan
perempuan. Makna etimologis dapat dipahami bahwa manusia merupakan makhluk yang
memiliki sifat segala sifat kemanusiaan dan keterbatasan, seperti makan, minum, keamanan,
kebahagiaan, dan lain sebagainya.
Kata Al-Basyar digunakan Allah dalam Al-Qur’an untuk menjawab anggapan orang
Yahudi dan Nasrani yang menklaim diri mereka sebagai anak-anak dan kekasih pilihan tuhan.
Ini telah membentuk anggapan bahwa hanya kelompok merekalah yang termulia dan berhak
1
Jalaluddin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta:Kalam Mulia, 2011), Hal.77
2
3
ِّللا اَب ْٰٰۤنؤُِ نَحْ نُِ َوال َّنصٰ ٰرى ْاليَ ُه ْو ُِد َوقَالَت ِٰ ٗواَحب َّٰۤاؤُه َ ِٗ ل ِْ ُل ِٗبذُنُ ْوبكُ ِْم يُ َعذبُكُ ِْم فَل َِم ق ِْ َِْم ُٗا َ ْنت ب
ِْ ن يَ ْغف ُِر َخلَقَِ م َّم
ن بَش َِر ِْ ب يَّش َٰۤا ُِء ل َم ِْ ِلِل يَّش َٰۤا ُِء َم
ُِ ن َويُ َعذ ِٰ اْل ْرضِ السَّمٰ ٰوتِ ُم ْلكُِ َو َ ْ الَيْهِ َٗوِٗبَ ْينَ ُه َما َو َما َو
ِْال َمصي ُْر
Kata Al-Basyar digunakan Allah dalam Al-Qur’an untuk menjelaskan proses kejadian
Nabi Adam A.S. sebagai manusia pertama, yang memiliki perbedaan dengan proses kejadian
manusia sesudahnya. Hal ini bisa terlihat dari firman Allah: Q.S Al-Hijr/15: 282
b. Al-Insan
Kata Al-Insan berasal dari kata uns yang berarti jinak, harmonis, dan tumpah. Kata Al-
Insan digunakan Al-Qur’an untuk menunjuk manusia dengan seluruh totalitasnya, jiwa dan
raga. Manusia yang berbeda antara seseorang dan yang lain, akibat perbedaan fisik, mental dan
kecerdasan.
Kata Insan menurut Musa Asy’arie antara lain digunakan sebagai berikut:
1. Manusia menerima pelajaran dari tuhan tentang apa yang tidak diketahuinya.
2. Manusia menerima pelajaran dari tuhan berupa Al-Bayan (perkataan yang fasih).
3. Manusia memikul amanah
4. Manusia mempunyai musuh yang nyata yaitu setan
5. Tentang waktu harus digunakan agar tidak merugi
6. Manusia hanya akan mendapatkan bagian dari apa yang telah dikerjakannya
7. Manusia mempunyai keterkaitan dengan marah dan sopan santun. 3
2
Al-Rasyidin dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam,(Ciputat: PT Ciputat Press, 2005), Hal. 1-4.
3
Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam Dalam Perspektif Filsafat,(Jakarta: Prenadamedia Group,
2014), Hal. 41-42.
4
c. An-nas
Kata al-Nas dinyatakan dalam al-qur’an sebanyak 240 kali dan tersebar dalam 53 surat.
Kata an-nas menunjukkan pada eksistensi manusia sebagai makhluk sosial secara keseluruhan,
tanpa melihat status keimanan dan kekafirannya.
Dalam menunjuk makna manusia, kata an-nas lebih bersifat umum bila dibandingkan
dengan kata al-insan. Keumuman tersebut dapat dilihat dari penekanan makna yang
dikandungnya.
Kata an-nas dinyatakan Allah dalam al-qur’an untuk menunjuk bahwa sebagian besar
manusia tidak memiliki ketetapan keimanan yang kuat. Kadangkala ia beriman, sementara pada
waktu yang lain ia munafik. Adapun secara umum, penggunaan kata an-nas memiliki arti
peringatan Allah kepada manusia akan semua tindakannya, seperti : jangan bersifat kikir dan
ingkar nikmat.4
Pada ayat tersebut, Allah SWT menyatakan kepada nabi Muhammad Saw bahwa
penciptaan nabi Isa a.s. sama dengan penciptaan nabi Adam a.s yaitu sama-sama dari tanah.
4
Op.Cit, Al-Rasyidin dan Samsul Nizar, Hal.12-13.
Akmal Ridho Gunawan Hasibuan, Menyinari Kehidupan dengan Cahaya Al-Qur’an, (PT Elex Media
5
Penciptaan nabi Isa a.s memang dari unsur sel telur yang berasal dari ibunya. Tetapi perlu
diingat bahwa sel telur itu berasal dari darah, sedangkan darah dari makanan, dan makanan
tumbuh dari tanah. Maka, nabi isa a.s juga berasal dari tanah. (Salman Harun 2016).
Surat al-Kahfi: 37
Menurut Al-Asfahani, kata thin bermakna tanah yang sudah bercampur air atau tanah
basah.
surat al-An’am: 2
َس ًّمى ِع ْندَ ٗه ث ُ َّم ا َ ْنت ُ ْم ت َ ْمت َُر ْون ٗٓ َي َخلَقَكُ ْم م ِْن طِ ي ٍْن ث ُ َّم ق
َ ضى ا َ َج اًل َۗوا َ َج ٌل ُّم ْ ه َُو الَّ ِذ
“Dialah yang menciptakan kamu dari tanah, kemudian Dia menetapkan ajal (kematianmu),
dan batas waktu tertentu yang hanya diketahui oleh-Nya. Namun demikian kamu masih
meragukannya”.
6
Akmal Ridho Gunawan Hasibuan, Menyinari Kehidupan dengan Cahaya Al-Qur’an, (PT Elex Media
Komputindo, Jakarta: 2018). Hlm. 44
6
surat al-‘Araf: 12
ٍ َّقَالَ َما َمنَعَكَ ا َ ََّّل ت َ ْس ُجدَ اِذْ ا َ َم ْرتُكَ ۗقَا َل اَن َ۠ا َخي ٌْر ِم ْن ُۚهُ َخلَ ْقت َ ِن ْي م ِْن ن
ار َّو َخلَ ْقت َهٗ م ِْن طِ ي ٍْن
(Allah) berfirman, “Apakah yang menghalangimu (sehingga) kamu tidak bersujud (kepada
Adam) ketika Aku menyuruhmu?” (Iblis) menjawab, “Aku lebih baik daripada dia. Engkau
ciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah.”
Shalshal adalah tembikar kering yang berongga yang dibuat dari tanah. Sehingga
mengeluarkan bunyi bila ditiup atau diayunkan. Benda itu menurut Al-Qur’an dibuat dari
hama’ yaitu tanah liat yang sedikit berbau. Tanah itu dibentuk (Masnun) menjadi shalshal
tersebut. Kata tersebut diulang tiga kali didalam Al-Qur’an.
َ ص ْل
صا ٍل م ِْن َح َم ٍا َّم ْسنُ ْو ُۚ ٍن ِ ْ َولَقَدْ َخلَ ْقنَا
َ اَّل ْن
َ سانَ م ِْن
“Dan sungguh, Kami telah menciptakan manusia (Adam) dari tanah liat kering dari lumpur
hitam yang diberi bentuk”.
“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Sungguh, Aku akan
menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering dari lumpur hitam yang diberi bentuk”.
َ ص ْل
صا ٍل م ِْن َح َم ٍا َّم ْسنُ ْو ٍن َ َّل ْس ُجدَ ِلبَش ٍَر َخلَ ْقت َهٗ م ِْن
َ ِ قَا َل لَ ْم اَكُ ْن
“Ia (Iblis) berkata, “Aku sekali-kali tidak akan sujud kepada manusia yang Engkau telah
menciptakannya dari tanah liat kering dari lumpur hitam yang diberi bentuk.”
Isyarat tentang proses penciptaan manusia melalui satu tahapan ‘alaqah lebih jauh dijabarkan
dalam Q.S Al-Mu’minun ayat 12-14:7
7
Agus Haryo Sudarmojo, Perjalanan Akbar Ras Adam, (PT Mizan Pustaka, Bandung: 2009) Hlm. 161
7
Para ahli mempunyai pemahaman yang beragam dalam memahami hakekat tentang
manusia, hal ini dapat kita lihat dari berbagai pendapat berikut;
Dalam Islam manusia dipandang sebagai manusia, bukan sebagai binatang, karena manusia
memiliki derajat yang tinggi, bertanggung jawab atas segala yang diperbuat, serta makhluk
pemikul amanah yang berat. Berikut pemahaman para pemikir Islam tentang manusia;
Al-Farabi, Al-Ghazali, dan Ibnu Rusyd menyatakan bahwa hakekat manusia itu terdiri dari dua
komponen penting, yaitu;
a) Komponen jasad. Menurut Farabi, komponen ini berasal dari alam ciptaan yang
mempunyai bentuk, rupa, berkualitas, berkadar, bergerak dan diam, serta berjasad dan terdiri
atas organ. Al-Ghazali memberikan sifat jasad manusia yang ada dalam bumi ini yaiu, dapat
bergerak, memiliki rasa, berwatak gelap dan kasar, dan ini tidak berbeda dengan benda-benda
lain, sedangkan Ibnu Rusyd berpendapat bahwa komponen jasad merupakan komponen materi.
(Ahmad Daudy, 1989:58-59) b) Komponen jiwa. Menurut farabi, komponen jiwa berasal
dari alam perintah (alam kholiq) yang mempunyai sifat berbeda dengan jasad manusia. Hal ini
8
karena jiwa merupakan roh dari perintah Tuhan walaupun tidak menyamai Dzat-Nya. Menurut
al-Ghazali, jiwa ini dapat berfikir, mengingat, mengetahui, dan sebagainya, sedangkan unsur
jiwa merupakan unsur rohani sebagai penggerak jasad untuk melakukan kerjanya yang
termasuk alam ghaib. Bagi Ibnu Rusyd jiwa adalah sebagai kesempurnaan awal bagi jasad
alami yang organik (Ahmad Daudy, 1989; 59)
Ibnu Miskawih, menambahkan satu unsur lagi disamping unsur jasad dan jiwa, yaiu unsur
hayah (unsur hidup). Hal ini karena pada diri manusia ketika dalam bentuk embrio (perpaduan
antara ovum dan sperma) sudah terdapat kehidupan walaupun roh belum ditiupkan, sedangkan
hayah sendiri terdapat pada sperma dan ovum yang membuat embrio hidup dan berkembang.
Jadi hayah bukan komponen jasmanai yang berasal dari tanah dan bukan pula komponen jiwa
atau rohani yang ditiupkan oleh Allah.(Syahminan Zaini, 1984:23)
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa manusia pada dasarnya dapat ditempatkan dalam
tiga kategori, yaitu;
1. Manusia sebagai makhluk biologis (al-Basyar) pada hakekatnya tidak berbeda dengan
makhluk-makhluk biotik lainnya walaupun struktur organnya berbeda, karena struktur
organ manusia lebih sempurna dibandingkan dengan makhluk-makhluk lain.
2. Manusia sebagai makhluk psikis (al-insan) mempunyai potensi rohani seperti fitrah,
qolb, ‘aqal. Potensi tersebut menjadikan manusia sebagai makhluk yang tertinggi
martabatnya, yang berbeda dengan makhluk lainnya, artinya apabila potensi psikis
tersebut tidak digunakan, manusia tak ubahnya seperti binatang bahkan lebih hina.
3. Manusia sebagai mahluk sosial mempunyai tugas dan tanggung jawab sosial terhadap
alam semesta, ini disebabkan karena manusia tidak hanya sebagai Abdullah tetapi juga
sebagai khalifatullah untuk mewujudkan kemakmuran, kebahagiaan dalam kehidupan
dunia dan akherat.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Landasan Al-Qur’an Tentang Manusia yaitu firman dalam surat Al-Mu’minun ayat 12-14
dan Q.S.At-tin ayat 4. ada 3 kata yang digunakan Al-Qur’an untuk menunjuk makna manusia
yaitu: Al-Basyar, Al-Insan, dan An-Nas. Meskipun ketiga kata tersebut menunjuk pada makna
manusia, namun secara khusus memiliki penekanan pengertian yang berbeda.
Dilihat dari proses penciptaannya, Al-Qur’an menyatakan proses penciptaan manusia dalam
dua tahapan yang berbeda yaitu: pertama, disebut dengan tahapan primordial. Kedua, disebut
dengan tahapan biologi. Adapun tugas Manusia yaitu tugas Kekhalifahan dan tugas kehambaan
(‘Abd Allah).
1. Karena manusia adalah makhluk yang merupakan resultan dari dua komponen (materi
dan immateri), maka konsepsi itu menghendaki proses pembinaan yang mengacu ke arah
realisasi dan pengembangan komponen-komponen tersebut.
2. Al-Qur’an menjelaskan bahwa fungsi penciptaan manusia di alam ini adalah sebagai
khalifah dan ‘abd. Untuk melaksanakan fungsi ini Allah SWT membekali manusia dengan
seperangkat potensi.
B. Saran
Dalam penulisan makalah ini kami akui memang jauh dari sempurna. Jadi kami
sarankan untuk memperdalam masalah ini bisa dicari berbagai sumber bacaan ilmu-ilmu
pengetahuan atau makalah-makalah yang lain.
9
Daftar Pustaka
Al-Rasyidin dan Samsul Nizar. 2005. Filsafat Pendidikan Islam. Ciputat: PT Ciputat Press.
Daulay, Haidar Putra. 2014. Pendidikan Islam Dalam Perspektif Filsafat. Jakarta:
Prenadamedia Group.
Ramayulis dan Samsul Nizar. 2011. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia.
10