Anda di halaman 1dari 38

ARTIKEL TEMA KEISLAMAN:

1. TAUHID: KEISTIMEWAAN DAN KEBENARAN KONSEP KETUHANAN


DALAM ISLAM
2. SAINS&TEKNOLOGI DALAM AL-QUR’AN DAN AL-HADITS
3. 3 GENERASI TERBAIK MENURUT AL-HADITS
4. PENGERTIAN DAN JEJAK SALAFUSSOLEH (REFERENSI AL-HADITS)
5. AJARAN DAN TUNTUNAN TENTANG BERBAGI, KEADILAN SERTA
PENEGAKAN HUKUM DALAM ISLAM.

Disusun sebagai tugas terstruktur Mata Kuliah: Pendidikan Agama Islam

Dosen Pengampuh:

Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.Sos

Disusun Oleh:

Nama : Risda Izzatul Jannah


NIM : G1C020045
Fakultas&Prodi : FMIPA & KIMIA
Semester : Ganjil (1)

PROGRAM STUDI KIMIA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS MATARAM
T.A. 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah penulis haturkan kepada ALLAH SWT atas


selesainya tugas artikel sebagai pengisi nilai Ujian Tengah Semester ini dengan lancar
dan tepat waktu. Sholawat dan Salam semoga ALLAH limpahkan kepada Rasulullah
Muhammad SAW atas pengorbanan dan perjuangan beliau dalam dakwahnya,
menyebarkan agama kebenaran yaitu Islam, serta membawa umat manusia dari
zaman jahiliyyah menuju zaman yang terang benderang.

Terima kasih saya sampaikan atas bimbingan Bapak Dr. Taufiq Ramdani,
S.Th.I., M.Sos sebagai dosen pengampuh mata Kuliah Pendidkan Agama Islam,
berkat bimbingan beliau, penulis dapat menyusun tugas ini dengan baik.

Besar harapan saya tugas ini akan memberi manfaat bagi para pembaca. Serta saya
mengharapkan kritik serta saran dari pembaca agar kedepannya dapat menyusun
artikel yang lebih baik. Terima kasih.

Penyusun,

Mataram, 21 Oktober 2020

Risda Izzatul Jannah


G1C020045
DAFTAR ISI

HALAMAN COVER…………………………………………………………………………… i

KATA PENGANTAR.......................................................................................................ii

DAFTAR ISI...................................................................................................................iii

BAB I. Tauhid: Keistimewaan & Kebenaran Konsep Ketuhanan dalam Islam................4

BAB II. Sains dan Teknologi dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits..........................................7

BAB III. 3 Generasi Terbaik Menurut Al-Hadits............................................................15

BAB IV. Pengertian dan Jejak Salafussoleh (Referensi Al-Hadits)...............................18

BAB V. Ajaran dan Tuntunan tentang Berbagi, Penegakan serta Keadilan Hukum
dalam Islam.................................................................................................................25

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................33
BAB I. Tauhid: Keistimewaan & Kebenaran Konsep Ketuhanan dalam Islam

A. Konsep Dasar al-Rububiyah (Ketuhanan) dalam Alquran


1. Makna Kata ”Rabb”
Muhammad Ismail Ibrahim di dalam buku Mu’jam al-Alfazh wa al-A’lam
al-Qur’aniyyah menyebutkan bahwa terdapat beberapa arti kata rabb , di
antaranya rabb al-walad ( artinya “memelihara anak dengan memberi makan
dan mengasuhnya”), rabb asy-syai’ ( artinya “mengumpulkan dan memilikinya”),
serta rabb al-amr ( memperbaikinya”).
Dari keterangan di atas disimpulkan bahwa kata rabb maknanya
berkaitan dengan kepengasuhan dan kemudian berkembang menjadi
“memiliki”, “memperbaiki”, “mendidik”, juga “Tuhan”. Kata rabb yang terdapat di
dalam Al-Quran kebanyakan menggambarkan sifat-sifat Tuhan yang dapat
menyentuh makhluk-makhlukNya (sifat-sifat fi’il-Nya). Dia rabbun artinya Dia
yang mendidik dan memelihara. Pendidikan dan pemeliharaan yang dimaksud
antara lain menganugerahkan rezeki, mencurahkan rahmat, mengampuni dosa,
namun juga sekaligus menyiksa dalam rangka memelihara dan mendidik.
Jadi, dapatlah disimpulkan bahwa kata ar-rabb di dalam bentuk tunggal
pada umumnya digunakan dengan arti „Tuhan yang dihubungkan dengan sifat
fi’il-Nya‟.

2. Keistimewaan & Kebenaran Konsep Ketuhanan dalam Islam


Tuhan menurut Islam adalah Allah, Esa, Ahad, Dia adalah dirinya
sendiri, Tunggal dalam sifatnya maupaun Fa’alnya. Dia unsur yang berdiri
sendiri tidak berbilang dan pada ayat kedua yaitu Allah tidak bergantung pada
siapa-siapa melainkan ciptaan-Nyalah yang bergantung pada-Nya seperti
malaikat, manusia, iblis, jin, hewan, dan sebagainya adalah ciptaan. Dialah
Sang pencipta Sang khaliq, semua makhluk berdo’a meminta kepada-Nya,
hidup matinya tergantung kepada-Nya, tidak ada makhluk yang tidak tegantung
kepada-Nya demikian juga manusia sejak zaman Adam hingga Muhammad.
Dalam tinjauan Islam, konsep ketuhanan tidak dapat dipisahkan dari
pengertian tentang Tuhan yang termuat dalam sumber-Nya. Yaitu AlQur’an
yang oleh umat Islam diyakini sebagai wahyu, dan menurut AlQur’an ajaran
Islam yang terpenting adalah perintah dan seruan kepada manusia untuk
menyembah hanya kepada Allah. Al-Qur’an menyatakan bahwa yang Tuhan itu
hanyalah Allah. Karena yang Tuhan hanyalah Allah maka manusia hanya benar
kalau menyembah Allah semesta. Sehubungan dengan ke-Tuhan-an, Al-Qur’an
tidak hanya menyebutkan tentang Tuhan saja, akan tetapi juga tentang sifat-
sifatnya, lewat sifat-sifat Allah dapat diketahui corak hubungan antara Allah
selaku pencipta alam sebagai ciptaan-Nya.Al-Qur’an dengan tegas menyatakan
bahwa tidak ada sesuatu pun yang mampu menyamai dan menyertai Allah.

Artinya:

“Ingatlah, Hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). dan
orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): "Kami tidak
menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada
Allah dengan sedekat- dekatnya". Sesungguhnya Allah akan memutuskan di
antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya
Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar”.

Artinya:

“katakanlah, wahai Muhammad Tuhanku ialah Allah yang Maha Esa; Allah
menjadi tumpuan sekalian makhluk untuk memohon sebarang hajat; Dia tiada
beranak; dan Dia pula tidak diperanakkan; dan tidak ada sesiapapun yang
setara dengan-Nya.

Ayat-ayat di atas memberi penekanan serius kepada kedudukan keEsa-an


Tuhan dan tidak ada tolak ukur langsung untuk mempersekutukanNya.
3. Pembagian Jenis Tauhid
Ada tiga jenis pembagian tauhid yang diutarakan oleh ulama untuk
memudahkan pemahaman terhadap konsep ke-Tuhan-an Islam sebagai
alternatif dari pada pembagian sifat-sifat Allah yang dua puluh. Konsep tauhid
ini ialah:

 Tauhid Rububiyyah (penegasan bahwa Allah adalah Tuhan Maha Esa,


yang Satu secara mutlak dan transcendent).
 Tauhid Uluhiyyah (penegasan bahwa yang boleh disembah hanyalah
Allah, satu-satunya tanpa sekutu dan perantara).
 Tauhid Asma dan sifat (pernyataan ikrar bahwa sesungguhnya Allah
mempunyai nama dan sifat yang Maha Indah sama ada berbentuk Jamal
atau Jalal.

Kesemua wahyu Allah yang diturunkan menekankan konsep keEsaan


atau ke-Tauhid-an Allah ini. Allah yang Tunggal tiada bandingan dan
tandingan, rakan atau setara-Nya dan semua kepujian, kebesaran,
penyembahan, peribadatan, ketaatan ditujukan khas dan sepenuh untukNya.
Tuhan-Tuhan lain adalah palsu dan tidak ada apa-apa, hanya sekadar nama-
nama yang disebut saja. Tuhan di dalam Islam juga bukanlah seperti halnya
pemahaman dan tanggapan pemikir-pemikir moden Barat yang
menghujahkan ia sebagai hasil ciptaan, rekaan dan khayalan pemikiran
manusia, akibat dari pada beberapa faktor terutama kekurangan dan
kelemahan diri manusia.

B. Penutup
Berdasarkan uraian pada pembahasan sebelumnya, maka dapat disimpulkan
sebagai berikut: Kata Rabb dalam Alquran memiliki tiga unsur makna yaitu: Yang
Menciptakan, Yang Memiliki, dan Yang Mengatur. Maksudnya Rabb adalah yang
menciptakan, yang memiliki, dan yang mengatur alam semesta ini. Pengakuan
manusia terhadap eksistensi Tuhan telah melahirkan kesadaran bahwa tidak ada
Tuhan yang patut disembah kecuali Allah swt. Hal ini juga akan menjadikan
manusia-manusia rabbani yaitu orang-orang yang memiliki komitmen dalam
pemeliharaan apa yang menjadi tanggung jawabnya, orang-orang yang memiliki
pengetahuan mendalam tentang hukum agama, hikmah dan kebijaksanaan
mengatur dan membina, serta berusaha mewujudkan kemaslahatan warganya.
BAB II. Sains dan Teknologi dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits

A. Perkembangan Sains dan Teknologi Dalam Islam


Keutamaan orang-orang yang berilmu dan beriman sekaligus, diungkapkan
Allah dalam ayat-ayat berikut:

”Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-


orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah
yang dapat menerima pelajaran.” (QS. Az-Zumar (39):9)

“Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-


lapanglah dalam majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi
kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka
berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di
antaramu dan orangorang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa
derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-
Mujadilah (58):11)

Maksud dari ayat tersebut adalah Allah SWT akan mengangkat derajat
(martabat) orang-orang yang melaksanakan perintahNya dan RasulNya dan
orang-orang yang berilmu pengetahuan. Selanjutnya ayat ini mendorong kita
mengadakan kegiatan di bidang ilmu pengetahuan, dengan cara mengunjungi
dan menghadiri majelis ilmu. Pada ayat tersebut terkandung juga motivasi yang
amat kuat agar orang giat menuntut ilmu pengetahuan, yaitu dengan
memberikan kedudukan yang tinggi dalam pandangan Allah SWT. Namun
dalam perkembangannya motivasi tersebut mengalami pasang surut. Ada
kalanya umat Islam giat mengembangkan ilmu pengetahuan sebagaimana
yang telah penulis uraikan di atas, dan ada pula umat Islam yang mengalami
kelesuan bahkan menjauhkan diri dari ilmu pengetahuan sebagaimana kita
menyimak sejarah Islam pada abad pertengahan.
B. Kemajuan Sains dan Teknologi Di Dunia Islam

Selama beberapa abad, dari abad kesembilan hingga abad kelima belas
kaum muslimin merupakan pemimpin kaum intelektual di bidang sains dan
teknologi. Sebagai orang muslim, tentunya merasa bangga akan lintasan-
lintasan yang gemilang dalam peradaban sejarah Islam itu. Namun,
memandang kembali kegemilangan kebudayaan atau peradaban masa silam
seseorang bisa menjadi sesuatu yang baik atau buruk tergantung pada
maksud yang dikandungnya. Jika gagasan untuk menggunakan potensi-
potensi masa lalu semata demi pengagungan diri atau menenggelamkan diri
dari realitas masalahmasalah kaum muslimin dewasa ini, maka itu tidak akan
ada gunanya bagi perkembangan masyarakat muslim kontemporer.

Tetapi jika gagasan itu adalah untuk mengilhami kaum muslimin agar
bangkit lagi mencapai kehebatan itu dengan mengikuti langkah-langkah positif
para pendahulu mereka dalam barisan mereka menuju kemajuan, maka itu
adalah tindakan yang bermanfaat. Berbeda dengan keadaan di Eropa,
pengetahuan di negara Islam bahkan berkembang pesat pada masa antara
abad ke-7 hingga abad ke15. Kegiatan intelektual dalam berbagai bidang
pengetahuan berawal dari kota Bagdad, yang pada masa pemerintahan raja
Harun al-Rasyid menjadi pusat dunia yang amat makmur dan mempunyai arti
internasional, karena merupakan pusat perdagangan. Di samping itu juga ada
kegiatan penerjemahan tulisan-tulisan para ahli dari Persi, Sanskerta, Siria,
Yunani, dan India ke dalam bahasa Arab.30 Dengan adanya penerjemahan itu
orang arab dengan mudah mempelajari pengetahuan dan
mengembangkannya.

Perkembangan pengetahuan pada masa itu meliputi ilmu kimia, fisika,


astronomi, kedokteran dan farmasi. Ilmuwan muslim yang mempunyai
sumbangan dalam ilmu kimia antara lain adalah Jabir Ibny Hayyan, al-Khindi,
dan al-Razi. Saham kaum muslimin terhadap perkembangan ilmu pada
umumnya, dan ilmu sejarah, geografi, filsafat, ilmu ukur, ilmu hisab dan
kedokteran pada khususnya sungguh besar sekali dan tidak banyak dibantah.
Demikianlah pengakuan sebagian besar para penyelidik Eropa saat ini.
Dengan mempelajari keadaan muslimin di masa lampau, di mana mereka
mendorong umatnya untuk mencari ilmu dan mengembangkannya, dapatlah
diambil kesimpulan bahwa al-Qur’an tidak bertentangan dengan ilmu
pengetahuan, malah menjunjung tinggi ilmu pengetahuan.

C. Kemunduran Sains dan Teknologi Di Dunia Islam

Dalam mempelajari periode keemasan di atas dapat diketahui faktor-faktor


positif yang membantu untuk menghadirkan peningkatan dan kemajuan dalam
sains dan teknologi serta menumbuhkan pemikiran-pemikiran ilmiah yang kreatif
dan orisinil. Jika faktor- faktor ini sudah diketahui, maka harus menerapkannya ke
situasi masa kini, agar dapat juga diketahui faktor-faktor penyebab kemunduran
dan stagnasi sains dan teknologi Islam.

Keterbelakangan umat Islam dalam sains dan teknologi saat ini menurut Dr.
Ahmad Amin hanya karena satu sebab, yaitu terletak pada umat Islam sendiri.
Dengan kata lain dalam 7 abad pertama sejarah umat Islam dapat dibanggakan,
sedangkan di abad-abad terakhir ini, tidak ada dan/atau belum ada yang dapat
dibanggakan perkembangan sains dan teknologi dari umat Islam. Tetapi tetap dan
wajib kita banggakan akan agama Islam dan ajarannya itu sendiri. Buktinya
meskipun umat Islam termasuk umat yang terbodoh, termelarat dan terbelakang,
namun agama Islam tetap berkembang ke timur dan ke barat sampai saat ini
bahkan telah merambah di pusatpusat perkembangan ilmu seperti di Eropa,
Amerika dan Jepang.

Berbeda dengan Ahmad Amin, Prof. Dr. Abdus Salam dalam bukunya "Sains
dan Dunia Islam" yang diterjemahkan oleh Prof. Dr. Achmad Baiquni, mengatakan
bahwa: "pada hemat saya, matinya kegiatan sains dipersemakmuran Islam itu lebih
banyak disebabkan oleh faktor-faktor internal". Walaupun beliau juga mengatakan
bahwa faktor eksternal juga ikut mempengaruhinya, seperti kehancuran yang
ditimbulkan oleh bangsa Mongol. Sering didengar dari ungkapan cendekiawan
muslim maupun ulama' bahwa penemuan-penemuan ilmiah yang paling mutakhir
ada dan diungkap di dalam al-Qur'an dengan bahasa simbolik atau dengan bahasa
isyarat ilmiah, seperti penemuan teori atom maupun teori kosmologi. Tetapi fakta
yang berbicara bahwa yang menemukan itu bukan kaum muslimin, akan tetapi
orang-orang Barat lah yang menemukannya.
Kaum muslimin baru sadar bahwa prinsip ilmu itu ada di dalam al-Qur'an,
setelah ilmu itu dikemukakan oleh orang nonmuslim. Kenyataan ini menunjukkan
bahwa kaum muslimin senantiasa tertinggal dalam perkembangan sains dan
teknologi dan datang terlambat menafsirkan kebenaran ilmu yang sudah tersirat
dan tersurat di dalam al-Qur'an. Dengan mengikuti paparan di atas dapat diketahui
bahwa ada beberapa hal yang mungkin menjadi sebab kemunduran atau
kesuraman sains dan teknologi Islam pada masa sekarang ini, sebagaimana
pendapat Abdus Salam yang dikutip oleh Muhammad Ansorudin Sidik sebagai
berikut:
 Generasi ilmuwan terdahulu kurang mempersiapkan generasi berikutnya
untuk mengkondisikan suasana ilmiah sebagai bagian dari kehidupan
umat.
 Generasi berikutnya merasa cepat puas terhadap hasil dari ilmuwan-
ilmuwan terdahulu, tanpa berusaha menciptakan inovasi yang baru.
 Para penguasa di Negara-negara Islam kurang mendukung perkembangan
sains dan teknologi, sehingga suasana perkembangan sains dan teknologi
di kalangan muslimin menjadi kering.

Demikian sekedar gambaran tentang perkembangan sains dan teknologi


khususnya di dunia Islam, baik pada masa kemajuan maupun masa
kemundurannya.

D. Sains dan Teknologi Dalam Perspektif Al-Qur’an

Al-Qur'an adalah kitab suci yang diturunkan bagi seluruh umat manusia yang
mau menggunakan akal pikirannya dalam memahami penciptaan alam semesta.
Apabila diperhatikan dengan cermat ayatayat Al-Qur'an banyak sekali yang
menyinggung masalah ilmu pengetahuan, sehingga Al-Qur'an sering kali disebut
sebagai sumber segala ilmu pengetahuan. Selain itu, Al-Qur'an merupakan landasan
pertama bagi hal-hal yang bersifat konstan dalam Islam. Oleh karena itu, telah banyak
dilakukan studi yang menyoroti sisi kemukjizatan al-Qur'an, antara lain dari segi sains
yang pada era ilmu dan teknologi ini banyak mendapat perhatian dari kalangan
ilmuwan.
Penggalian ajaran-ajaran yang ada di dalam al-Qur'an sangat menarik sekali
kalau dilihat dengan kacamata ilmiah. Makin digali makin terlihat kebenarannya dan
makin terasa begitu kecil dan sedikitnya ilmu manusia yang menggalinya. Hal ini
karena begitu maha luasnya pengetahuan dan pelajaran-pelajaran yang ada di
dalamnya. Al-Qur’an, sebagai kalam Allah, diturunkan bukan untuk tujuantujuan yang
bersifat praktis. Oleh sebab itu, secara obyektif, Al-Qur’an bukanlah ensiklopedi sains
dan teknologi apalagi Al-Qur’an tidak menyatakan hal itu secara gamblang.

Al-Quran al-Karim, yang terdiri atas 6.236 ayat itu, menguraikan berbagai
persoalan hidup dan kehidupan, antara lain menyangkut alam raya dan fenomenanya.
Uraian-uraian sekitar persoalan tersebut sering disebut ayat-ayat kauniyyah. Tidak
kurang dari 750 ayat yang secara tegas menguraikan hal-hal di atas, Jumlah ini tidak
termasuk ayat-ayat yang menyinggungnya secara tersirat. Bukan sesuatu yang aneh
dan mengherankan jika Al-Qur’an sebagai mukjizat terbesar membawa segala
persesuaian dan keserasian terhadap konklusi yang dicapai oleh para ilmuan modern
dan studi pembahasan dan meditasi yang dicapai oleh para ilmuan setelah beratus-
ratus tahun, karena Al-Qur’an adalah firman Allah Yang Maha Tahu terhadap rahasia
alam, dan tidak mengherankan jika Al-Qur’an mengandung mukjizat yang lebih
banyak. Tetapi, bukan berarti bahwa Al-Quran sama dengan kitab ilmu pengetahuan,
atau bertujuan untuk menguraikan hakikat-hakikat ilmiah.

Al-Quran memerintahkan atau menganjurkan kepada manusia untuk


memperhatikan dan mempelajari alam raya dalam rangka memperoleh manfaat dan
kemudahan-kemudahan bagi kehidupannya, serta untuk mengantarkannya kepada
kesadaran akan keEsaan dan keMahakuasaan Allah SWT. Alam dan segala isinya
beserta hukumhukum yang mengaturnya, diciptakan, dimiliki, dan di bawah kekuasaan
Allah SWT serta diatur dengan sangat teliti. Alam raya tidak dapat melepaskan diri dari
ketetapan ketetapan tersebut kecuali jika dikehendaki oleh Tuhan. Dari sini tersirat
bahwa:
 Alam raya atau elemen-elemennya tidak boleh disembah, dipertuhankan
 Manusia dapat menarik kesimpulan-kesimpulan tentang adanya ketetapan-
ketetapan yang bersifat umum dan mengikat bagi alam raya dan fenomenanya
(hukum-hukum alam).
 Redaksi ayat-ayat qauniyyah bersifat ringkas, teliti lagi padat, sehingga
pemahaman atau penafsiran terhadap ayat-ayat tersebut dapat menjadi sangat
bervariasi, sesuai dengan tingkat kecerdasan dan pengetahuan masing-masing
penafsirnya.

Kembali kepada masalah keterkaitan al-Quran dengan ilmu pengetahuan, Quraish


Shihab mengatakan : Menurut hemat kami, membahas hubungan al-Quran dan ilmu
pengetahuan bukan dinilai dengan banyaknya cabang-cabang ilmu pengetahuan yang
tersimpul di dalamnya, dan bukan pula dengan menunjukkan kebenaran teoriteori
ilmiah. Tetapi pembahasan hendaknya diletakkan pada proporsi yang lebih sesuai
dengan kemurnian dan kesucian al-Quran dan sesuai dengan logika ilmu
pengetahuan itu sendiri.

Kandungan yang dapat diambil dari ayat al-Quran di atas adalah adanya petunjuk,
landasan dan motivasi dalam mengembangkan ilmu pengetahuan bagi manusia. Kita
perlu ingat kembali juga kepada surat al-Quran yang pertama kali diturunkan kepada
Rasulullah adalah menunjuk pada perintah mencari ilmu pengetahuan, yaitu dengan
memerintahkan untuk membaca, sebagai kunci ilmu pengetahuan, dan menyebut
qalam sebagai alat transformasi ilmu pengetahuan. Allah SWT berfirman :

Artinya:

Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia Telah


menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang
Maha pemurah.Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia
mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (QS al-„Alaq, 96 : 1-5)

Di dalam al-Qur'an banyak sekali ayat-ayat yang menjelaskan tentang dasar-


dasar ilmu pengetahuan dan teknologi agar dapat digali dan dikembangkan oleh
manusia yang suka berfikir untuk keperluan dalam hidupnya. Seperti tersebut dalam
surat al-Isyra‟ (17) ayat 70 yang artinya:

“Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut


mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-
baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas
kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan”. (QS al-Isra,17: 70)

Namun di sisi lain Allah menjelaskan bahwa yang paling mulia di sisi Allah ialah
yang paling bertakwa diantaranya. Hal ini tersebut dalam surat al-Hujurat, 49 ayat 13.

“Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu disisi Allah ialah
orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha
mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS al-Hujurat, 49: 13)

Dari ayat-ayat di atas dapat difahami, bahwa manusia perlu melengkapi dirinya
dengan sains dan teknologi karena mereka adalah pengelola sumber daya alam yang
ada di bumi akan tetapi mereka juga harus memiliki landasan keimanan dan
ketakwaan.47

Diantara ayat-ayat Al-Qur’an yang juga membahas dasar-dasar sains dan


teknologi adalah surat al-Mu'minuun ayat 12-13 yang artinya:

“Dan sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati


(berasal) dari tanah, kemudian kami jadikan saripati itu air mani (yang
disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim).” (QS. Al-Mu'minuun, 23: 12-
13).

Dalam Tafsir Al-Maraghi, dijelaskan bahwa air mani lahir dari tanah yang tejadi
dari makanan, baik yang bersifat hewani maupun nabati. Makanan yang bersifat
hewani akan berakhir pada makanan yang bersifat nabati, dan tumbuh-tumbuhan lahir
dari saripati tanah dan air. Jadi, pada hakikatnya manusia lahir dari saripati tanah,
kemudian saripati itu mengalami perkembangan kejadian hingga menjadi air mani. Dari
keterangan di atas dapat dipetik suatu pelajaran tentang asal kejadian wujud manusia
dari mana ia berasal, dan dari hal inilah manusia dapat mempelajari bagian dari ilmu
biologi maupun ilmu kedokteran.

Meskipun demikian, dalam perspektif Al-Qur’an, kesimpulankesimpulan ilmiah


rasional bukanlah tujuan akhir dan kebenaran mutlak dari proses penyelidikan
terhadap gejala-gejala alamiah di alam semesta. Sebab, seperti pada penghujung ayat
yang menjelaskan gejala-gejala alamiah, kesadaran adanya Allah dengan sifat-sifat-
Nya Yang Maha Sempurna menjadi tujuan hakiki di balik fakta-fakta alamiah yang
dinampakkan.
E. Penutup
Al-Qur’an jelas mendukung bahkan memerintahkan dengan tegas kepada
manusia agar selalu mengembangkan pola pikirnya untuk berinovasi terhadap
alam yang sudah disediakan oleh Allah Yang Maha Pencipta sebagai obyeknya,
sehingga menghasilkan sains dan teknologi yang tepat guna bagi kesejahteraan
hidup manusia di dunia, sebagai bekal beribadah kepada Allah untuk mencapai
kebahagiaan di akhirat kelak. Menurut Al-Qur’an, sains hanyalah alat untuk
mencapai tujuan akhir.

Pemahaman seseorang terhadap alam harus mampu membawa kesadarannya


kepada Allah Yang Maha Sempurna dan Maha Tak Terbatas. Sebagai produk
budaya, sains dan teknologi tidak terlepas dari subyektivitas sang penemu atau
sang pengembang. Dengan kata lain sains dan teknologi tidak bebas nilai, bahkan
sarat dengan nilai.

Oleh karena itu perkembangan sains dan teknologi tentu akan memberikan
dampak yang positif sekaligus yang negatif, tergantung bagaimana cara dan apa
tujuan manusia dalam menciptakan dan mengembangkannya. Manusia yang diberi
amanah oleh Allah sebagai khalifah di muka bumi ini harus pandai-pandai
memanfaatkan kemajuan sains dan teknologi agar tidak terjebak justeru
manusialah yang akan diperbudak oleh kemajuan sains dan teknologi. Bagi umat
Muslim, sungguhpun belum mampu menciptakan epistemologi alternatif sebagai
tandingan orang Barat, dalam kapasitas kemampuan masingmasing umat harus
kembali kepada Al-Qur’an seraya mencermati pesan-pesan ilahiyah yang
terkandung dalam fenomena alam semesta.
BAB III. 3 Generasi Terbaik Menurut Al-Hadits

Umat Rasulullah merupakan umat terbaik dari seluruh umat-umat para Nabi
yang diutus sebelum beliau. Meskipun umat Rasulullah datang sebagai yang terakhir
diantara umat-umat lainnya, tetapi di akhirat kelak umat Rasulullah-lah yang akan
memasuki Surga terlebih dahulu di bandingkan dengan umat-umat lainnya.

Allah telah memberikan pujian kepada umat Rasulullah shallallahu alaihi wa


sallam, dalam firman-Nya:

“Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh


kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, dan beriman
kepada Allah..” (QS. Ali Imran: 110)

Tetapi diantara umat Rasulullah, terdapat beberapa generasi terbaik,


sebagaimana beliau sebutkan dalam sebuah hadits mutawatir, beliau bersabda :

“Sebaik-baik manusia adalah pada generasiku (yakni sahabat), kemudian


orang-orang yang mengiringinya (yakni tabi’in), kemudian orang-orang
yang mengiringinya (yakni generasi tabi’ut tabi’in).” (mutawatir. HR.
Bukhari dan yang lainnya)

Sesuai dengan hadist di atas, adapun 3 Generasi Terbaik Umat Islam yaitu:

1. Sahabat
Sahabat adalah orang-orang beriman yang bertemu dan melihat
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam secara langsung serta membantu
perjuangan beliau. Menurut Imam Ahmad, siapa saja diantara orang beriman
yang bertemu dan melihat Rasulullah, baik sebulan, sepekan, sehari atau
bahkan cuma sesaat maka ia dikatakan sebagai sahabat. Derajatnya masing-
masing ditentukan dengan seberapa lama ia menyertai Rasulullah.Para
sahabat merupakan orang-orang yang mewariskan ilmu dari Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam. Diantara sahabat yang terbaik adalah para
Khulafaur Rasyidin, kemudian 10 orang sahabat yang namanya disebutkan
oleh Rasulullah yang mendapatkan jaminan surga.
2. Tabi’in
Tabi’in adalah orang-orang beriman yang hidup pada masa Rasulullah
atau setelah beliau wafat tetapi tidak bertemu dengan Rasulullah dan bertemu
serta melihat para sahabat. Tabi’in merupakan orang-orang yang belajar dan
mewariskan ilmu dari para sahabat Rasulullah.
Salah seorang terbaik dari generasi Tabi’in adalah Uwais Al Qarn, yang
pernah mendatangi rumah Rasulullah untuk mendapatkan kemuliaan menjadi
sahabat, tetapi tidak berhasil bertemu dengan beliau. Uwais Al Qarn, pernah
disebutkan secara langsung melalui lisan Rasulullah sebagai orang yang asing
di bumi tapi terkenal di langit. Bahkan Rasulullah memerintahkan sahabatnya,
Umar dan Ali, untuk mencari Uwais dan meminta untuk di doakan, karena ia
merupakan orang yang memiliki doa yang diijabah oleh Allah.Adapun diantara
orang-orang yang tergolong generasi tabi’in lainnya yakni Umar bin Abdul Aziz,
Urwah bin Zubair, Ali Zainal Abidin bin Al Husein, Muhammad bin Al Hanafiyah,
Hasan Al Bashri dan yang lainnya.
3. Tabi’ut Tabi’in
Tabi’ut tabi’in adalah orang beriman yang hidup pada masa sahabat
atau setelah mereka wafat tetapi tidak bertemu dengan sahabat dan bertemu
dengan generasi tabi’in. tabi’ut tabi’in merupakan orang-orang yang belajar dan
mewariskan ilmu dari para tabi’in.
Diantara orang-orang yang termasuk dalam generasi ini adalah Imam Malik bin
Anas, Sufyan bin Uyainah, Sufyan Ats-Tsauri, Al Auza’i, Al Laits bin Saad dan
yang lainnya.

Generasi Awal Generasi Kedua Generasi Ketiga


(Tabi’in) (Tabi’ut Tabi’in)
Rasulullah Abu Muslim al- Abd al-Rahman al-
Muhammad saw. Khawlani Ghafiqi

Para sahabat Ali bin Husayn (Zain Imam Hanbal


Rasulullah al-'Abidin)
Ja'far ash-Shadiq
Salim bin Abdullah Malik bin Anas
bin Umar bin al-
Khattab Imam Asy-Syafi'i
Tariq bin Ziyad
Umar bin Abdul-Aziz

Uwais al-Qarni
Merekalah generasi terbaik umat ini, maka selayaknya kita sebagai umat
muslim yang datang belakangan untuk mencontoh dan mengambil ilmu dari
kitab-kitab yang telah mereka tuliskan
BAB IV. Pengertian dan Jejak Salafussoleh (Referensi Al-Hadits)
A. Pengertian Salaffushalih
Salaf (bahasa Arab: ‫ السلف الصلح‬Salaf aṣ-Ṣālih) adalah tiga generasi Muslim awal
yaitu para sahabat, tabi'in dan tabi'ut tabi'in. Kemudian istilah salaf ini dijadikan
sebagai salah satu manhaj (metode) dalam agama Islam, yang mengajarkan
syariat Islam secara murni tanpa adanya tambahan dan pengurangan, yaitu
Salafiyah. Seseorang yang mengikuti tiga generasi tersebut di atas, ini disebut
Salafy (as-Salafy), jamaknya adalah Salafiyyun (as-Salafiyyun).[1] Di dalam
manhaj salaf dikenal pendapat dari beberapa Mujtahid yang biasa disebut
Madzhab, seperti Imam Malik, Imam Hanafi, Imam Syafi'i, Imam Ahmad, dan lain-
lain. Kemudian para salafy beranggapan bahwa, jika seseorang melakukan suatu
ibadah tanpa adanya ketetapan dari Allah dan rasul-Nya, bisa dikatakan sebagai
perbuatan bid'ah.

1. Salaf menurut Bahasa


Adapun arti salaf menurut Bahasa yaitu, Salafa-Yaslufu-Salfan artinya
madli (telah berlalu). Dari arti tersebut kita dapati kalimat Al Qoum As Sallaaf
yaitu orang – orang yang terdahulu. Salafur Rajuli artinya bapak moyangnya.
Bentuk jamaknya Aslaaf dan Sullaaf.
Dari sini pula kalimat As Sulfah artinya makanan yang didahulukan oleh
seorang sebelum ghadza` (makan siang). As salaf juga, yang mendahuluimu
dari kalangan bapak moyangmu serta kerabatmu yang usia dan
kedudukannya di atas kamu. Bentuk tunggalnya adalah Saalif. Firman allah
Ta’ala:

“ ...dan kami jadikan mereka sebagai pelajaran dan contoh bagi orang-
orang yang kemudian. (Az Zukhruf :56) ”

Artinya, kami jadikan mereka sebagai orang–orang yang terdahulu agar


orang–orang yang datang belakangan mengambil pelajaran dengan
(keadaan) mereka. Sedangkan arti Ummamus Saalifah adalah ummat yang
telah berlalu. Berdasarkan hal ini, maka kata salaf menunjukan kepada
sesuatu yang mendahului kamu, sedangkan kamu juga berada di atas jalan
yang di dahuluinya dalam keadaan jejaknya.
2. Salaf menurut Istilah
Adapun arti salaf menurut istilah yaitu, Allah telah menyediakan bagi
ummat ini satu rujukan utama di mana mereka kembali dan menjadikan
pedoman. Firman allah Ta’la:

“ Sesungguhnya telah ada pada (diri) rasullah itu suri teladan yang baik
bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) allah dan
(kedatangan) hari kiamat. (Al-Ahzab: 21)”

Allah juga menerangkan bahwa ummat ini mempunyai generasi


pendahulu yang telah lebih dahulu sampai kepada hidayah dan bimbingan.
Allah berfirman:

“ Orang – orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk islam)


di antara orang-orang muhajirin dan anshar mengikuti mereka dengan
baik allah ridha kepada mereka dan mereka ridha kepada allah. (At-
Taubah 100) ”

Ada beberapa pendapat dari para ulama dalam mengartikan istilah


“Salaf” dan terhadap siapa kata itu sesuai untuk diberikan. Pendapat tersebut
terbagi menjadi 4 perkataan :
 Di antara para ulama ada yang membatasi makna Salaf yaitu
hanya para Sahabat Nabi saja.
 Di antara mereka ada juga yang berpendapat bahwa Salaf adalah
para Sahabat Nabi dan Tabi’in (orang yang berguru kepada
Sahabat).
 Dan di antara mereka ada juga yang berkata bahwa Salaf adalah
mereka adalah para Sahabat Nabi, Tabi’in, dan Tabi’ut Tabi’in.
(Luzumul Jama’ah (hal: 276-277)). Dan pendapat yang benar dan
masyhur, yang mana sebagian besar ulama ahlussunnah
berpendapat adalah pendapat ketiga ini.
 Yang dimaksud Salaf dari sisi waktu adalah masa utama selama
tiga kurun waktu/periode yang telah diberi persaksian Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wasallam dalam hadits beliau Shallallahu ‘alaihi
wasallam. Mereka itulah yang berada di tiga kurun/periode, yaitu
para sahabat, Tabi’in dan Tabi’ut Tabi’in.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

َ ‫ ُث َّم الَّذ‬،‫ِين َيلُو َن ُه ْم‬


‫ِين َيلُو َن ُه ْم‬ َ ‫ ُث َّم الَّذ‬،‫اس َقرْ نِي‬
ِ ‫َخ ْي ُر ال َّن‬

Artinya,

“Sebaik-baik manusia adalah yang hidup pada masaku, kemudian


manusia yang hidup pada masa berikutnya, kemudian manusia yang
hidup pada masa berikutnya.” (HR. Bukhari (2652), Muslim (2533))

Maka dari itu, setiap orang yang mengikuti jalan mereka, dan
menempuh sesuai manhaj/metode mereka, maka dia termasuk salafi,
karena menisbahkan/menyandarkan kepada mereka.

B. Dalil-dalil Yang Menunjukkan Wajibnya Mengikuti Salafush Shalih

1) Dalil Dari Al Qur’anul Karim

َ ‫يل ْالم ُْؤ ِمن‬


ْ ‫ِين ُن َولِّ ِه َما َت َولَّى َو ُنصْ لِ ِه َج َه َّن َم َو َسا َء‬
ً‫ت مَصِ ير‬ ِ ‫َو َمنْ ُي َشاق ِِق الرَّ سُو َل مِنْ َبعْ ِد َما َت َبي ََّن لَ ُه ْالهُدَى َو َي َّت ِبعْ غَ ي َْر َس ِب‬

Artinya,
“Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran
bainya dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin. Kami
biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan
Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-
buruk tempat kembali.” [An-Nisa : 115]

Dalam ayat yang lain, Allah Ta’ala berfirman,

‫ان َرضِ َي هَّللا ُ َع ْن ُه ْم َو َرضُوا َع ْن„ ُه َوأَ َع„ َّد لَ ُه ْم‬ َ ‫ار َوالَّذ‬
ٍ ‫ِين ا َّت َبعُو ُه ْم ِبإِحْ َس‬ ِ ‫ص‬ َ ‫ون م َِن ْال ُم َها ِج ِر‬
َ ‫ين َواأل ْن‬ َ ُ‫ون األوَّ ل‬
َ ُ‫َّابق‬
ِ ‫َوالس‬
‫ك ْال َف ْو ُز ْال َعظِ ي ُم‬ َ ِ‫ِين فِي َها أَ َب ًدا َذل‬
َ ‫ت َتجْ ِري َتحْ َت َها األ ْن َها ُر َخالِد‬ ٍ ‫َج َّنا‬
Artinya,

“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di


antara orang-orang muhajirin dan anshar dan orang-orang yang
mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka
pun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-
surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di
dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar.” [QS. At-
Taubah : 100]

Allah mengancam dengan siksaaan neraka jahannam bagi siapa yang


mengikuti jalan selain jalan Salafush Shalih, dan Allah berjanji dengan
surga dan keridhaan-Nya bagi siapa yang mengikuti jalan mereka.

2) Dalil Dari As-Sunnah

 Hadits Dari Abdullah bin Mas’ud, ia berkata, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi


wasallam telah bersabda,

َ ‫ َو َي ُخو ُن‬، ‫ُون‬


‫ون‬ َ ‫ ُث َّم إِنَّ َبعْ دَ ُك ْم َق ْومًا َي ْش َهد‬،‫ِين َيلُو َن ُه ْم‬
َ ‫ُون َوالَ يُسْ َت ْش َهد‬ َ ‫ ُث َّم الَّذ‬،‫َخ ْي ُر أ ُ َّمتِي َقرْ نِي‬
َ ‫ ُث َّم الَّذ‬،‫ِين َيلُو َن ُه ْم‬
ِ ‫ َو َي ْظ َه ُر ف‬،‫ون‬
ُ‫ِيه ُم ال ِّس َمن‬ َ ‫ َو َي ْن ُذر‬،‫ون‬
َ ُ‫ُون َوالَ َيف‬ َ ‫َوالَ ي ُْؤ َت َم ُن‬

Sebaik-baik manusia adalah yang hidup pada masaku, kemudian


manusia yang hidup pada masa berikutnya, kemudian manusia yang
hidup pada masa berikutnya, kemudian akan datang suatu kaum
persaksian salah seorang dari mereka mendahului sumpahnya, dan
sumpahnya mendahului persaksiannya.” (HR Bukhari (3650), Muslim
(2533))

 Kemudian dalam hadits yang lain, ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi


wasallam menyebutkan tentang hadits iftiraq (akan terpecahnya umat ini
menjadi 73 golongan), beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

‫ وإن ه„„ذه المل„„ة س„„تفترق على ثالث‬،‫أال إن من قبلكم من أه„„ل الكت„„اب اف„„ترقوا على ثن„„تين وس„„بعين مل„„ة‬
‫ وهي الجماعة‬،‫ وواحدة في الجنة‬،‫ ثنتان وسبعون في النار‬،‫وسبعين‬
Artinya, “Ketahuilah, sesungguhnya orang-orang sebelum kamu
dari Ahlul Kitab telah berpecah belah menjadi tujuh puluh dua
golongan. Sesungguhnya (ummat) agama ini (Islam) akan
berpecah belah menjadi tujuh puluh tiga golongan, tujuh puluh
dua golongan tempatnya di dalam Neraka dan hanya satu
golongan di dalam Surga, yaitu al-Jama’ah.” [Shahih, HR. Abu
Dawud (no. 4597), Ahmad (IV/102), al-Hakim (I/128), ad-Darimi
(II/241), al-Ajurri dalam asy-Syarii’ah, al-Lalikai dalam as-Sunnah
(I/113 no. 150). Dishahihkan oleh al-Hakim dan disepakati oleh
Imam adz-Dzahabi dari Mu’a-wiyah bin Abi Sufyan. Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan hadits ini shahih masyhur.
Dishahihkan oleh Syaikh al-Albani. Lihat Silsilatul Ahaadiits ash-
Shahiihah (no. 203-204)]

 Dalam riwayat lain disebutkan:

‫ما أنا عليه وأصحابي‬

Artinya, “Semua golongan tersebut tempatnya di Neraka, kecuali


satu (yaitu) yang aku dan para Sahabatku berjalan di atasnya.”
[Hasan, HR. At-Tirmidzi (no. 2641) dan al-Hakim (I/129) dari
Sahabat ‘Abdullah bin ‘Amr, dan dihasankan oleh Syaikh al-
Albani dalam Shahiihul Jaami’ (no. 5343)]

Hadits iftiraq tersebut juga menunjukkan bahwa umat Islam akan


terpecah menjadi 73 golongan, semua binasa kecuali satu golongan,
yaitu yang mengikuti apa yang telah dilaksanakan oleh Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Sahabatnya Radhiyallahu anhum.
Jadi, jalan selamat itu hanya satu, yaitu mengikuti Al-Qur-an dan As-
Sunnah menurut pemahaman Salafush Shalih (para Sahabat).

 Hadits panjang dari Irbad bin Sariyah Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah


Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda,
‫ُض „وا َعلَ ْي َه„„ا‬
ُّ ‫ِّين ع‬ َ ‫ِين ْال َم ْه„ ِدي‬ ِ َّ‫ َف َعلَ ْي ُك ْم ِب ُس َّنتِي َو ُس َّن ِة ْال ُخلَ َفا ِء الر‬،‫اخ ِتاَل ًفا َكثِيرً ا‬
َ ‫اش „د‬ ْ ‫َفإِ َّن ُه َمنْ َيعِشْ ِم ْن ُك ْم َف َس َي َرى‬
‫ضاَل لَ ٌة‬ ُ ِ ‫ َوإيَّا ُك ْم َومُحْ دَ َثا‬،ِ‫»بال َّن َواجذ‬
ِ ‫ت اأْل م‬
َ ‫ُور َفإِنَّ ُك َّل ِب ْد َع ٍة‬ ِ ِ ِ

Artinya:
“Barang siapa di antara kalian yang hidup sepeninggalku maka
ia akan melihat perselisihan yang banyak, oleh sebab itu wajib
bagi kalian berpegang dengan sunnahku dan Sunnah Khulafaaur
Rasyidin (para khalifah) yang mendapat petunjuk sepeninggalku,
pegang teguh Sunnah itu, dan gigitlah dia dengan geraham-
geraham, dan hendaklah kalian hati-hati dari perkara-perkara
baru (dalam agama) karena sesungguhnya setiap perkara baru
adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat” [Shahih, HR. Abu
Daud (4607), Tirmidzi (2676), dishahihkan oleh Syeikh Al-Albani
dalam Shahihul Jami’ (1184, 2549)]

Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam mengabarkan kepada ummat


agar mengikuti sunnah beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam dan sunnah
para Khualafaur Rasyidin yang hidup sepeninggal beliau disaat terjadi
perpecahan dan perselisihan.

3. Dari perkataan Salafush Shalih

 Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu anhu, ia berkata,

‫ِا َّت ِبعُوا َواَل َت ْب َت ِدعُوا َف َق ْد ُكفِي ُتم‬

Artinya, “Ikutilah dan janganlah berbuat bid’ah, sungguh kalian telah


dicukupi.” (Al-Bida’ Wan Nahyu Anha (hal. 13))

 Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu anhu, juga pernah berkata,


ُ ‫ص„لَّى هَّللا‬ َ ‫ص„ َحابُ م َُح َّم ٍد‬ َ „‫ أُولَ ِئ‬،‫„ة‬
ْ َ‫ك أ‬ ُ „‫„ َف„„إِنَّ ْال َحيَّ اَل ُت„ ْ„ؤ َمنُ َعلَ ْي„ ِه ْالفِ ْت َن‬، َ‫ان ِم ْن ُك ْم مُسْ َت ًّنا َف ْل َيسْ َتنَّ ِب َمنْ َق ْد َمات‬
َ ‫َمنْ َك‬
ُ ‫„ار ُه ُم هَّللا ُ ل‬
‫ِص„حْ َب ِة َن ِب ِّي ِه‬ ْ ‫ َق„ ْ„و ٌم‬،‫ َوأَعْ َم َق َها عِ ْل ًم„„ا َوأَ َقلَّ َه„„ا َت َكلُّ ًف„„ا‬،‫ أَبَرَّ َها قُلُوبًا‬،ِ‫ض َل َه ِذ ِه اأْل ُ َّمة‬
َ „‫اخ َت‬ َ ‫ َكا ُنوا أَ ْف‬،‫َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬
‫ َف„„إِ َّن ُه ْم‬،‫اس„ َت َطعْ ُت ْم مِنْ أَ ْخاَل ق ِِه ْم َودِين ِِه ْم‬ ِ „‫ َوا َّت ِب ُع„„و ُه ْم فِي آ َث‬،‫ َفاعْ َرفُوا لَ ُه ْم َفضْ لَ ُه ْم‬،ِ‫َوإِ َقا َم ِة دِي ِنه‬
ْ ‫ َو َت َم َّس„ ُكوا ِب َم„„ا‬،‫„ار ِه ْم‬
‫ َكا ُنوا َعلَى ْال َه ْديِ ْالمُسْ َتق ِِيم‬.

Artinya, “Barang siapa di antara kalian ingin mncontoh, maka hendaklah


mencontoh orang yang telah wafat, yaitu para Shahabat Rasulullah,
karena orang yang masih hidup tidak akan aman dari fitnah, Adapun
mereka yang telah wafat, merekalah para Sahabat Rasulullah, mereka
adalah ummat yang terbaik saat itu, mereka paling baik hatinya, paling
dalam ilmunya, paling baik keadaannya. Mereka adalah kaum yang
dipilih Allah untuk menemani NabiNya, dan menegakkan agamaNya,
maka kenalilah keutamaan mereka, dan ikutilah jejak mereka, karena
sesungguhnya mereka berada di atas jalan yang lurus.” (Jami’ul Bayan
Al-ilmi Wa Fadhlihi (2/97))

 Imam Al Auza’i rahimahullah berkata,

‫ فما كان غير ذلك فليس بعلم‬،‫العلم ما جاء عن أصحاب محمد صلى هللا عليه وسلم‬

Artinya, “Sebarkan dirimu di atas sunnah, dan berhentilah engkau


dimana kaum itu berhenti (yaitu para Shahabat Nabi), dan katakanlah
dengan apa yang dikatakan mereka, dan tahanlah (dirimu) dari apa
yang mereka menahan diri darinya, dan tempuhlah jalan Salafush
Shalihmu (para pendahulumu yang shalih), karena sesungguhnya apa
yang engkau leluasa (melakukannya) leluasa pula bagi mereka.”
(Jami’ul Bayan Al-ilmi Wa Fadhlihi (2/29))

Semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala senantiasa membimbing kita untuk


mengikuti manhaj salaf di dalam memahami dienul Islam ini, mengamalkannya dan
berteguh diri di atasnya, sehingga bertemu dengan-Nya dalam keadaan husnul
khatimah. Amin yaa Rabbal ‘Alamin.
BAB V. Ajaran dan Tuntunan tentang Berbagi, Penegakan serta

Keadilan Hukum dalam Islam

Prinsip keadilan Islam ini telah memberikan jaminan ruang hidup abadi pada
ajaran agama ini hingga akhir zaman. Keajegan pokok dan kelenturan dalam cabang
ajaran Islam, menjadikanya akan senantiaa mampu beradaptasi dengan situasi
apapun disegala zaman dan waktu “shâlihun li kulli zamân wa makân”. Ajaran-ajaran
pokok yang ajeg (tsawâbit) dan cabang-cabang yang fleksibel (murûnah) telah
memberikan ruang yang demikian lebar bagi adanya ijtihad dalam Islam sehingga
dipastikan ajaran ini tidak mengalami kejumudan.

Allah Swt sangat jelas menyatakan umat Islam ini sebagai umat yang moderat
dengan firmannya:

Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang
adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan
agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Dan Kami
tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar
Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa
yang membelot. Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa Amat berat,
kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah
tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih
lagi Maha Penyayang kepada manusia.(Q.s. al Baqarah [2]: 143).
Ayat di atas menunjukkan bahwa Islam adalah umat yang moderat, sangat
menentang ekstrimisme (ghulluw) dalam bentuk apapun. Sikap ghulluw akan
menimbulkan dampak minus bagi individu keluarga, masyarakat, negara dan dunia.
Sikap ekstrim dalam beragama juga akan memberikan dampak negatif terhadap
agama itu sendiri dan akan menimbulkan bencana keluar agama tersebut.

Ekstrimisme adalah sikap anti-moderasi dan tidak memiliki tempat dalam norma,
doktrin, wacana dan praktik Islam. Ekstrimisme adalah larangan Allah Swt
sebagaimana dalam Alquran:

Wahai ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu, dan
janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar.
Sesungguhnya al-Masih, Isa putera Maryam itu, adalah utusan Allah dan (yang
diciptakan dengan) kalimat-Nya yang disampaikan-Nya kepada Maryam, dan
(dengan tiupan) roh dari-Nya Maka berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-
rasul-Nya dan janganlah kamu mengatakan: «(Tuhan itu) tiga», berhentilah
(dari Ucapan itu). (Itu) lebih baik bagimu. Sesungguhnya Allah Tuhan yang
Maha Esa, Maha suci Allah dari mempunyai anak, segala yang di langit dan di
bumi adalah kepunyaanNya. Cukuplah Allah menjadi Pemelihara. (Q.s. al-Nisa’
[4]: 171).
A. Doktrin Keadilan dalam Alquran dan Sunnah
Kata keadilan dalam Alquran banyak disebutkan dengan pelbagai macam term
(istilah). Ada yang menggunakan kata ‘ adlun, qistun, dan wasathan. Kata ‘adlun
diartikan mâ qâma fi al-nufûs annahu mustaqîmi (apa yang tegak lurus dalam jiwa
manusia). Dalam pengertian ini dapat dipahami bahwa adil adalah sikap lurus yang
tidak condong kepada salah satu yang ditunggangi hawa nafsu. Alqistu artinya
sesuatu yang dijadikan bagianbagian, atau hutang yang telah dijadikan bagian-
bagian untuk dikembalikan pada waktu tertentu. Sedangkan al-wasath menurut al-
Asfahani adalah tengah, seimbang, tidak terlalu ke kanan (ifrâth) dan tidak terlalu
ke kiri` (tafrîth). Di dalamnya terkanung makna keadilan, keistiqamahan, kebaikan
dan kekuatan.
Tiga istilah keadilan itu dapat didefinisikan secara fungsional. Al-adlu adalah
sebuah sikap adil yang lebih ditekankan pada fungsi hati (psikologis), sedangkan
al-qist lebih ditekankan pada fungsi pembagiannya (pragmatis), dan al-wasath lebih
pada sifat keadilan itu sendiri yang seimbang. Sehingga keadilan adalah sebuah
sikap seimbang yang meliputi aspek psikis ataupun fisik materialis yang harus
ditegakkan dalam kehidupan manusia. Hal inilah yang menyebabkan kenapa
simbol peradilan adalah gambar neraca yang dipegang oleh ratu yang matanya
tertutup. Hal ini dimaksudkan dalam peradilan hendaknya tidak terpengaruh
dengan sesuatupun yang mengakibatkan neracanya tidak seimbang
Dalam mewujudkan keadilan merata, Wahbah al-Zuhaylî dalam bukunya
“Nadhiriyah al-Dlarûriyah al-Syarîyah” me - nyata kan bahwa Islam dibangun atas
asas menghilangkan kesukaran dan kesulitan, memelihara ke maslahatan manusia
secara keseluruhan, dan yang terpenting adalah mewujudkan keadilan dan
mencegah peng aniayaan antar manusia. Operasionalitas keadilan harus
diterapkan dalam semua aspek kehidupan tanpa me nafikan tradisi yang berlaku,
bahwa syariah itu berupa hukum taklîf yang diterapkan atas dasar keadilan (al-
wasth, al-i’dâl). Muhammad Abû Zahrah dalam bukunya ”al-Mujtama’ al-Insânî fi
Dlilli al-Islâm” menyebutkan 3 kriteria keadilan, yaitu:
a. Keadilan hukum. Sistem hukum yang berlaku harus univikasi (seragam)
untuk seluruh warga negara tanpa adanya diskriminasi.
b. Keadilan sosial. Memberi kesempatan yang sama untuk bekerja menurut
kemampuan dan keahlian yang dimiliki. Jika ia masih lemah maka perlu
dibantu.
c. Keadilan pemerintahan. Semua warga mempunyai kedudukan sama
dalam pemerintahan tanpa memperdulikan suku, bangsa, bahasa dan
budaya.
d. Dalam leksiologi Alquran term keadilan dapat diucapkan dengan al-
‘adâlah dan al-wasth. Term tersebut merupakan rangkaian makna bahwa
untuk menciptakan al-‘adâlah harus ditopang oleh al-wasath yakni
tengahtengah/perpaduan antara semua bentuk keadilan. Dalam
perspektif Plato, keadilan berarti kebaikan yang tidak dapat dijelaskan
dengan argumentasi rasional, dan menjaga diri dalam batasbatas yang
ditentukan. Sedangkan bagi Ariestoteles memandang keadilan dapat
berarti distribusi yang mendudukkan manusia pada tempatnya, dan
berarti pula korektif yang dapat memberikan ganti rugi pada kesalahan
atau kejahatan hukum, antara keadilan distributif dan korektif menuntut
adanya perlakuan yang sama dalam pengadilan.
e. Keadilan bagi Plato menekankan aspek moralitas sedangkan bagi
Aristoteles me nekankan pada aspek kepentingan hukum. Namun
keadilan bagi Islam adalah keadilan yang wasath: mampu memadukan
keadilan hukum dan keadialn moralitas.

Jadi keadilan Islam merupakan keadilan yang mutlak dan universal,


karena ditopang oleh wahyu dan prinsipprinsip hukum yang fudamental.
Keadilan dalam bahasa salaf adalah sinonim al-mîzân
(keseimbangan/moderasi). Kata keadilan dalam Alquran kadang
diekuifalensikan dengan al-qist. Al-mizan yang berarti keadilan di dalam
Alquran terdapat dalam Surat al-Hadîd [57]: 25 yang berbunyi:
Artinya:

Sesungguhnya Kami telah mengutus Rasulrasul Kami dengan membawa bukti-


bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka al-Kitab dan neraca
(keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. dan Kami ciptakan
besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan pelbagai manfaat bagi
manusia, (supaya mereka mempergunakan besi itu) dan supaya Allah
mengetahui siapa yang menolong (agama)Nya dan rasul-rasul-Nya, padahal
Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Maha kuat lagi Maha Perkasa. (Q.s.
alHadîd [57]: 25).

Term keadilan pada umumnya berkonotasi dalam penetapan hukum atau


kebijaksanaan raja. Akan tetapi, keadilan dalam hukum Islam meliputi pelbagai aspek.
Prinsip keadilan ketika dimaknai sebagai prinsip moderasi. Menurut Wahbah alZuhaylî
bahwa perintah Allah ditujukan bukan karena esensinya, sebab Allah tidak mendapat
keuntungan dari ketaatan dan tidak pula mendapatkan kemudaratan dari perbuatan
maksiat manusia. Namun ketaatan tersebut hanyalah sebagai jalan untuk memperluas
perilaku dan cara pendidikan yang dapat membawa kebaikan bagi individu dan
masyarakat.

Penggunaan term “adil/keadilan” dalam Alquran diantaranya sebagai berikut:

a. Q.s. al-Mâidah [5]: 8. Manusia yang memiliki kecenderungan mengikuti hawa


nafsu, adanya kecintaan dan kebencian memungkinkan manusia tidak
bertindak adil dan mendahulukan kebatilan dari pada kebenaran (dalam
bersaksi)
b. Q.s. al-An’âm [6]: 152. Perintah kepada manusia agar berlaku adil dalam
segala hal terutama kepada mereka yang mem punyai kekuasaan atau yang
ber hubungan dengan kekuasaan dan dalam ber muamalah/ berdagang
c. Q.s. al-Nisâ [4]: 128. Kemestian berlaku adil kepada sesama isteri.
d. Q.s. al-Hujurât [49]: 9. Keadilan sesama muslim.
e. Q.s. al-An’âm [7]:52. Keadilan yang berarti keseimbangan antara kewajiban
yang harus dipenuhi manusia (mukallaf) dengan kemampuan manusia untuk
menunaikan kewajiban tersebut
Keadilan yang berarti keseimbangan antara kewajiban yang harus dipenuhi
manusia (mukallaf) dengan kemampuan manusia untuk menunaikan kewajiban
tersebut. Dari prinsip keadilan ini lahir kaidah yang menyatakan hukum Islam dalam
praktiknya dapat berbuat sesuai dengan ruang dan waktu, yakni suatu kaidah yang
menyatakan elastisitas hukum Islam dan kemudahan dalam melaksanakannya sebagai
kelanjutan dari prinsip keadilan. Sebagaimana dalam kaidah ”perkara-perkara dalam
hukum Islam apabila telah menyempit maka menjadi luas. Apabila perkara-perkara itu
telah meluas maka kembali menyempit”. Buya Hamka5 dalam teori “keadilan” dan
teologi Mu’tazilah yang menyatakan bahwa keadilan Tuhan mengandung arti Tuhan
tidak berbuat dan tidak memilih yang buruk, tidak melalaikan kewajiban-kewajiban-Nya
kepada manusia, dan segala perbuatan-Nya adalah baik. Teori ini melahirkan dua teori
turunan, yaitu:

1) Al-shalah wa al-ashlâh
2) Al-Husna wa al-Qubh.

Dari kedua teori ini dikembangkan menjadi pernyataan sebagai berikut:

a. Pernyataan pertama bahwa Allah tidaklah berbuat sesuatu tanpa hikmah dan
tujuan. Karena perbuatan tanpa tujuan dan hikmah adalah sia-sia.
b. Pernyataan kedua bahwa segala sesuatu dan perbuatan itu mempunyai nilai
subjektif sehingga dalam perbuatan baik terdapat sifat-sifat yang menjadi
perbuatan baik. Demikian halnya dalam perbuatan buruk. Sifat-sifat itu dapat
diketahui oleh akal sehingga masalah baik dan buruk adalah masalah akal.

B. Keadilan dalam Hukum Keluarga Islam


Dalam konteks hukum keluarga, keadilan menjadi suatu prinsip yang harus
ditegakkan, karena keadilan adalah memberikan keseimbangan antara sisi-sisi ini
dengan memberi masing-masing haknya tanpa dikurangi atau lebihkan.6 Imâm al-
Râzi dalam tafsirnya, ”Sesungguhnya yang paling adil untuk kelangsungan sesuatu
adalah yang berada di tengah. Karena hukum ketetapanya akan menyentuh
seluruh aspek secara sama dan seimbang”. Dengan pernyataan al-Râzi ini dalam
konteks hukum, hukum akan tetap memiliki fleksibilitas tinggi dalam kehidupan
manusia baik dalam menghadapi perubahan zaman ataupun tempat ketika hukum
tersebut adil. Tetapi ketika keadilan telah hilang dalam sebuah hukum maka pasti
akan menimbulkan masalah dalam kehidupan manusia.
Hukum Allah Swt adalah hukum yang paling adil, karena muncul dari Zat Yang
Maha Adil, sehingga keadilan hukum Islam menunjukan:
1. Keadilan menunjukan keistiqomahan Hukum Islam adalah hukum yang me
miliki sifat istiqamah, istiqamah ini adalah manhaj shirâtal mustaqîm. Jalan
lurus inilah yang membedakan dengan syariat agama yang lain, contoh
penafsiran Ibn Qayyim terhadap orang yang dimurkai dalam surat al-
Fâtihah adalah orang Yahudi, sedangkan orang yang sesat adalah Nasrani.
Karena mereka adalah orang-orang yang tidak adil dalam beragama, selalu
berbuat ifrâth (berlebihan) dan tafrîth (pengurangan) dalam agama mereka.
Dengan adanya pengurangan ini maka akhirnya agama Yahudi dan
Nashrani jauh dari fitrah manusia. Salah satu syariat sebagai contoh adalah
adanya rahbâniyahi (kependetaan: tidak menikah) dalam agama mereka.
2. Keadilan menunjukan bukti kebaikan Keadilan menunjukan kebaikan, hal ini
ditunjukan secara eksplisit dalam sebuah hadits “sebaik-baik perkara
adalah pertengahan”. Aristoteles mengatakan “keutamaan adalah perkara
yang ada di tengah-tengah antara dua kejelekan”. Dalam konteks hukum
keluarga, hukum keluarga hakikatnya mengantarkan manusia menuju
kebaikan ini, contoh diperintahkannya menikah. Dengan menikah
seseorang akan banyak mendapatkan kebaikankebaikan. Pernikahan
dalam Islampun berada pada dua sisi konsepsi yang sangat bertentangan
dengan kehidupan manusia, yaitu yang mengajarkan hidup yang mulia
adalah kependetaan dan kehidupan yang penuh dengan kebebasan.
3. Keadilan menunjukkan keamanan Keadilan adalah sikap yang
mengantarkan pada hidup yang aman, karena kalau diibaratkan sebuah
tempat, keadilan adalah tempat yang ada di tengah kota ataupun desa,
tempat ini akan lebih cenderung aman dibandingkan dengan daerah
pinggiran, yang cenderung banyak gangguanya. Hukum Islampun demikian,
akan lebih mengamankan jiwa, akal, harta, keturunan dan agama manusia
dibandingkan ajaran agama lain yang kadang menyia-nyiakan sisi
kemanusiaan tersebut.
4. Keadilan menunjukan bukti kekuatan Keadilan merupakan bukti kekuatan,
karena kekuatan adalah ada pada posisi pertengahan, dalam konteks umur,
masa muda adalah masa terkuat, dalam konteks waktu, matahari paling
panas adalah tengah hari.
5. Keadilan menunjukan pusat kesatuan Keadilan adalah kunci kesatuan,
dalam sebuah perkara akan muncul sama-sama ridha akan sebuah hukum
ketika hukum tersebut adil, ketika tidak ada keadilan dalam sebuah hukum
pasti akan ada pihak yang dirugikan.

C. Penutup
Dari pemaparan di atas, dapat disimpul kan bahwa keadilan dalam Islam
adalah jiwa syariat Islam, sehingga syariat yang tidak menuju pada prinsip keadilan
bukanlah syariat yang benar menurut Islam. Baik keadilan yang bersifat spiritual,
ataupun sosial. Individu, keluarga ataupun keumatan.
DAFTAR PUSTAKA

Abduh, Syekh Muhammad , Risalat al-Tauhid. Diterjemahkan oleh K.H. Firdaus


A.N.dengan judul Risalah Tauhid (Jakarta-Idonesia: Bulan Bintang, 1992),

Armstrong, Karen , A History of God: The 4.000-Year Quest of Judaism, Christianity


and Islam. Diterjemahkan oleh Zaimul Am dengan judul Sejarah Tuhan: Kisah
Pencarian Tuhan yang dilakukan oleh Orang-orang Yahudi, Kristen dan Islam Selama
4.000 Tahun (Bandung: Mizan, 2004).

Azad, Maulana Abu Kalam ,The Opening Chapter of the Qur‟an (Kuala Lumpur:
Islamic Book Trust, 1991),

E.J. Brill‟s, First Encyclopaedia of Islam 1913-1936, Vol.vi (Leiden-New York-Kőln,


1993).

Fawazin, Salih ibn Fauzan ibn „Abd Allah al-, „Akidah al-Tauhid (Al-Mamlakah al-
„Arabiyah al-Su‟udiyah, Muassasah al-Haramain al-Khaeriyah, 1418 H)

Ibnu Manzur, Lisan al-„Arab, Jilid 1 (Kairo: Dar al-Fikr, t.th.)

Ibrahim, Muhammad Ismail, Mu„jam al-Alfâzh wa al-A„lâm al-Qur‟âniyyah (Kairo: Dar


al-Fikr, 1968)

Al-Hasan, Ahmad Y. dan Donald R. Hill, Teknologi dalam Sejarah Islam, Bandung:
Mizan, 1993

Al-Ikhwan.net, Al-Qur‟an dan IPTEK (2): Sumber-Sumber Ilmu Pengetahuan dalam


Islam , Al-Ikhwan.net.com, di akses 15 Februari 2020

Al-Maraghi, Ahmad Musthofa, Tafsir Al-Maraghi, yang diterjemahkan oleh Umar


Sitanggal, dkk, Semarang: Toha Putra, 1989
An-Najjar, Zaghlul, Pembuktian Sains Dalam Sunnah, Terjemah, Azni Ilham
Faylasufa, Jakarta : Amzah, 2007

Asnawi, Muh., dkk, Qur‟an Hadits Untuk Madrasah Aliyah Kelas X, Semarang: C.V.
Gain & Son, 2004

Bakar, Osman, Tauhid dan Sains Esai-Esai tentang Sejarah dan Filsafat Sains Islam,
Surabaya: Pustaka Hidayah, t.th.

Fakhri, Jamal, “Sains dan Teknologi Dalam Al-Qur‟an dan Implikasinya Dalam
Pembelajaran” TA‟DIB, Vol. XV No. 01. Edisi, Juni 2010

Fatah, Rohadi Abdul, dan Sudarso, Ilmu dan Teknologi dalam Islam, Jakarta: Rineka
Cipta, 1992

Hadjar, Nasril, Pengenalan Astronotika dan Teknologi Antariksa, Jakarta: Orsat


Pemuda, t.th.

Hamka, Tafsir Al-Azhar, Singapura: Pustaka Nasional, 1999


Hasan, Muhammad Tolhah, Prospek Islam dalam Menghadapi Tantangan Zaman,
Jakarta: Lantabora Press, 2003

http://IPTEK/Teknologi _ cheuw . com/ di akses 15 Februari 2020

Ika Rochdjatun Sastrahidayat, Ilmu Pengetahuan Modern dan Agama Islam, Surabaya:
Avicenna, t.th.

Naim, Mochtar, Kompendium Himpunan Ayat-ayat Al-Qur‟an Yang berkaitan Dengan


Masalah Biologi dan Kedokteran, Jakarta : Gema Insani Press, 1996

Noor, Idris HM. “Pemanfaatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Dalam Kegiatan
Pengabdian Masyarakat di Perguruan Tinggi” Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol.
17, Nomor 3, Mei 2011
Pasya, Ahmad Fuad, Dimensi Sains Al-Qur‟an Menggali Ilmu Pengetahuandari Al-
Qur‟an, Solo: Tiga Serangkai, 2004

Poedjiadi, Anna, Sains Teknologi Masyarakat Model Pembelajaran Kontekstual


Bermuatan Nilai, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005

Raharjo, Mudjia, Metodologi Penelitian, Malang: UIN Maliki, 2015

Resosoedarmo, Soedjiran, dkk, Pengantar Ekologi, Bandung: Remaja Rosdakarya,


1990

Rosadisastra, Andi, Metode Tafsir Ayat-Ayat Sains dan Sosial, Jakarta : Amzah, 2007

Sardar, Ziauddin. 1987. Masa Depan Islam, Bandung: Pustaka Salman Shihab,
Quraish, Membumikan Al-Qur‟an Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan
Masyarakat, Cet. XXXI, Bandung : Mizan, 2007

Shihab, Quraish, Membumikan Al-Qur‟an Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan
Masyarakat, Cet. XXXI, Bandung : Mizan, 2007

______, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur‟an, Jakarta: Lentera
Hati, 2004

______, Wawasan al-Qur‟an, Bandung: Mizan, 1996

Sidik, Muhammad Ansorudin, Pengembangan Wawasan Iptek Pondok Pesantren,


Jakarta: Bumi Aksara, 1995

https://muslim.or.id/18935-siapakah-salafus-shalih.html

Solihin, Epistimologi Ilmu dalam Sudut Pandang Al-Qhazali, Bandung: Pustaka Setia,
2001

Syah, Jalinus, dkk, Kamus Besar Pelajar Kata Serapan Bahasa Indonesia, Jakarta:
Rineka Cipta, 1993

Thoyyibi, M. (editor), Filsafat Ilmu Dan Perkembanganya, Surakarta: Muhammadiyah


University Press, 1994

Wahid, Ramli Abdul, Ulumul Qu‟ran, Jakarta: Grafindo, 1996


Wardana, Wisnu Arya, Al-Qur‟an dan Energi Nuklir, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004
Yatim, Wildan, Biologi Modern Pengantar Biologi, Bandung: Tarsito, t.th. Zain, Shaharir
bin Mohamad. 1992.

“Islam dan Pembangunan Sains dan Teknologi” , Makalah, disampaikan dalam


Konggres “Menjelang Abad 21: Islam dan Wawasan 2020, di Kuala Lumpur tahun
1992.

Zarkasyi, Al-Burhan fi „Ulum Al-Qur‟an, jilid I, Kairo : Al-Halabiy, 1957

https://umma.id/article/share/id/1002/272772

Barudi, al-, Syaikh Imâd Zâki Tafsir Wanita, Penjelasan Terlengkap Tentang Wanita
dalam Alquran, Jakarta: Pustaka AlKautsar, 2006.

Bukhâri, al-, Shahîh al-Bukhâri, Bab Katsrotunnisa’, Kairo: Dâr al-Sya’biy, 1987.

D. Crone, Robert, Maqasid al-Shari’ah: A Strategy to Rehabilitate Religion in America,


Eightieth Birthday Celebration, IIIT. Fakih, Mansour, Analisis Gender dan Transformasi
Sosial, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999.

https://muslim.or.id/18935-siapakah-salafus-shalih.html

Mu’taqad Ahlus Sunnah Wal-Jama’ah Fi Tauhidil Asma’ Was Sifat karya Syaikh
Muhammad bin Khalifah At-Tamimi

Godjin, Sociologie Van Kerk en Godsdienst, Antwer Pen: Utrecht, t.t.

Ibn Qudâmah, Al-Mughni, Bayrût: Dar alFikr, 1405 H.

Ibn al-Mandzûr, Lisân al-‘Arab, Bayrût: Dâr al-Shâdir, t.t. Musthafa, Ibrâhim, Mu’jam al-
Wasîth, Bayrut: Dâr al-Dakwah, t.t. Malik bin Anas, al-Muwatha’, Mishr: Dâr al-Ihyâ’ al-
Turâts, t.t..

Qaradhawi, al-, Yusuf, Fikih Maqasid asSyari’ah, Moderasi Islam antara Aliran Tekstual
dan Aliran Liberal, Jakarta: Pustaka Kautsar, 2007.

Rahman, Samson, Islam Moderat, Menebar Islam Rahmatan Lil ‘alamin, Jakarta:
Pustaka Ikadi, 2007.
Shâfi’i, al-, Muhammad bin Idrîs al-Umm, Bayrut: Dâr al-Ma’rifah, t.t. Syalthût, Mahmut,
al-Islâm Aqidatan wa Syarî’atan, (Mesir: 1395 H Sobur, Alex, Komunikasi Orang Tua
dan Anak, Bandung: Angkasa, 1991.

Tasmara, Toto, Spiritual Centered Leadership; Kepemimpinan Berbasis Spiritual,


Depok: Gema Insani Press, 2001.

Thawil, al-, Muhammad bin Musfir bin Husein, Ta’adud al-Zawaj fi al-Islam, Ummul
Qurâ’: Idâroh al-Da’wah wa al-I’lâm bi Jamâ’ah Anshâr al-Sunah al-Muhammadiyah,
t.t..

Yusuf, M. Yunan, Corak Pemikiran Kalam Tafsir al-Azhar, Sebuah Telaah atas
Pemikiran Hamka dalam Teologi Islam, Jakarta: Penamadani, 2003.

Anda mungkin juga menyukai