Dosen Pengampuh:
Disusun Oleh:
Terima kasih saya sampaikan atas bimbingan Bapak Dr. Taufiq Ramdani,
S.Th.I., M.Sos sebagai dosen pengampuh mata Kuliah Pendidkan Agama Islam,
berkat bimbingan beliau, penulis dapat menyusun tugas ini dengan baik.
Besar harapan saya tugas ini akan memberi manfaat bagi para pembaca. Serta saya
mengharapkan kritik serta saran dari pembaca agar kedepannya dapat menyusun
artikel yang lebih baik. Terima kasih.
Penyusun,
HALAMAN COVER…………………………………………………………………………… i
KATA PENGANTAR.......................................................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................................................iii
BAB V. Ajaran dan Tuntunan tentang Berbagi, Penegakan serta Keadilan Hukum
dalam Islam.................................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................33
BAB I. Tauhid: Keistimewaan & Kebenaran Konsep Ketuhanan dalam Islam
Artinya:
“Ingatlah, Hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). dan
orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): "Kami tidak
menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada
Allah dengan sedekat- dekatnya". Sesungguhnya Allah akan memutuskan di
antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya
Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar”.
Artinya:
“katakanlah, wahai Muhammad Tuhanku ialah Allah yang Maha Esa; Allah
menjadi tumpuan sekalian makhluk untuk memohon sebarang hajat; Dia tiada
beranak; dan Dia pula tidak diperanakkan; dan tidak ada sesiapapun yang
setara dengan-Nya.
B. Penutup
Berdasarkan uraian pada pembahasan sebelumnya, maka dapat disimpulkan
sebagai berikut: Kata Rabb dalam Alquran memiliki tiga unsur makna yaitu: Yang
Menciptakan, Yang Memiliki, dan Yang Mengatur. Maksudnya Rabb adalah yang
menciptakan, yang memiliki, dan yang mengatur alam semesta ini. Pengakuan
manusia terhadap eksistensi Tuhan telah melahirkan kesadaran bahwa tidak ada
Tuhan yang patut disembah kecuali Allah swt. Hal ini juga akan menjadikan
manusia-manusia rabbani yaitu orang-orang yang memiliki komitmen dalam
pemeliharaan apa yang menjadi tanggung jawabnya, orang-orang yang memiliki
pengetahuan mendalam tentang hukum agama, hikmah dan kebijaksanaan
mengatur dan membina, serta berusaha mewujudkan kemaslahatan warganya.
BAB II. Sains dan Teknologi dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits
Maksud dari ayat tersebut adalah Allah SWT akan mengangkat derajat
(martabat) orang-orang yang melaksanakan perintahNya dan RasulNya dan
orang-orang yang berilmu pengetahuan. Selanjutnya ayat ini mendorong kita
mengadakan kegiatan di bidang ilmu pengetahuan, dengan cara mengunjungi
dan menghadiri majelis ilmu. Pada ayat tersebut terkandung juga motivasi yang
amat kuat agar orang giat menuntut ilmu pengetahuan, yaitu dengan
memberikan kedudukan yang tinggi dalam pandangan Allah SWT. Namun
dalam perkembangannya motivasi tersebut mengalami pasang surut. Ada
kalanya umat Islam giat mengembangkan ilmu pengetahuan sebagaimana
yang telah penulis uraikan di atas, dan ada pula umat Islam yang mengalami
kelesuan bahkan menjauhkan diri dari ilmu pengetahuan sebagaimana kita
menyimak sejarah Islam pada abad pertengahan.
B. Kemajuan Sains dan Teknologi Di Dunia Islam
Selama beberapa abad, dari abad kesembilan hingga abad kelima belas
kaum muslimin merupakan pemimpin kaum intelektual di bidang sains dan
teknologi. Sebagai orang muslim, tentunya merasa bangga akan lintasan-
lintasan yang gemilang dalam peradaban sejarah Islam itu. Namun,
memandang kembali kegemilangan kebudayaan atau peradaban masa silam
seseorang bisa menjadi sesuatu yang baik atau buruk tergantung pada
maksud yang dikandungnya. Jika gagasan untuk menggunakan potensi-
potensi masa lalu semata demi pengagungan diri atau menenggelamkan diri
dari realitas masalahmasalah kaum muslimin dewasa ini, maka itu tidak akan
ada gunanya bagi perkembangan masyarakat muslim kontemporer.
Tetapi jika gagasan itu adalah untuk mengilhami kaum muslimin agar
bangkit lagi mencapai kehebatan itu dengan mengikuti langkah-langkah positif
para pendahulu mereka dalam barisan mereka menuju kemajuan, maka itu
adalah tindakan yang bermanfaat. Berbeda dengan keadaan di Eropa,
pengetahuan di negara Islam bahkan berkembang pesat pada masa antara
abad ke-7 hingga abad ke15. Kegiatan intelektual dalam berbagai bidang
pengetahuan berawal dari kota Bagdad, yang pada masa pemerintahan raja
Harun al-Rasyid menjadi pusat dunia yang amat makmur dan mempunyai arti
internasional, karena merupakan pusat perdagangan. Di samping itu juga ada
kegiatan penerjemahan tulisan-tulisan para ahli dari Persi, Sanskerta, Siria,
Yunani, dan India ke dalam bahasa Arab.30 Dengan adanya penerjemahan itu
orang arab dengan mudah mempelajari pengetahuan dan
mengembangkannya.
Keterbelakangan umat Islam dalam sains dan teknologi saat ini menurut Dr.
Ahmad Amin hanya karena satu sebab, yaitu terletak pada umat Islam sendiri.
Dengan kata lain dalam 7 abad pertama sejarah umat Islam dapat dibanggakan,
sedangkan di abad-abad terakhir ini, tidak ada dan/atau belum ada yang dapat
dibanggakan perkembangan sains dan teknologi dari umat Islam. Tetapi tetap dan
wajib kita banggakan akan agama Islam dan ajarannya itu sendiri. Buktinya
meskipun umat Islam termasuk umat yang terbodoh, termelarat dan terbelakang,
namun agama Islam tetap berkembang ke timur dan ke barat sampai saat ini
bahkan telah merambah di pusatpusat perkembangan ilmu seperti di Eropa,
Amerika dan Jepang.
Berbeda dengan Ahmad Amin, Prof. Dr. Abdus Salam dalam bukunya "Sains
dan Dunia Islam" yang diterjemahkan oleh Prof. Dr. Achmad Baiquni, mengatakan
bahwa: "pada hemat saya, matinya kegiatan sains dipersemakmuran Islam itu lebih
banyak disebabkan oleh faktor-faktor internal". Walaupun beliau juga mengatakan
bahwa faktor eksternal juga ikut mempengaruhinya, seperti kehancuran yang
ditimbulkan oleh bangsa Mongol. Sering didengar dari ungkapan cendekiawan
muslim maupun ulama' bahwa penemuan-penemuan ilmiah yang paling mutakhir
ada dan diungkap di dalam al-Qur'an dengan bahasa simbolik atau dengan bahasa
isyarat ilmiah, seperti penemuan teori atom maupun teori kosmologi. Tetapi fakta
yang berbicara bahwa yang menemukan itu bukan kaum muslimin, akan tetapi
orang-orang Barat lah yang menemukannya.
Kaum muslimin baru sadar bahwa prinsip ilmu itu ada di dalam al-Qur'an,
setelah ilmu itu dikemukakan oleh orang nonmuslim. Kenyataan ini menunjukkan
bahwa kaum muslimin senantiasa tertinggal dalam perkembangan sains dan
teknologi dan datang terlambat menafsirkan kebenaran ilmu yang sudah tersirat
dan tersurat di dalam al-Qur'an. Dengan mengikuti paparan di atas dapat diketahui
bahwa ada beberapa hal yang mungkin menjadi sebab kemunduran atau
kesuraman sains dan teknologi Islam pada masa sekarang ini, sebagaimana
pendapat Abdus Salam yang dikutip oleh Muhammad Ansorudin Sidik sebagai
berikut:
Generasi ilmuwan terdahulu kurang mempersiapkan generasi berikutnya
untuk mengkondisikan suasana ilmiah sebagai bagian dari kehidupan
umat.
Generasi berikutnya merasa cepat puas terhadap hasil dari ilmuwan-
ilmuwan terdahulu, tanpa berusaha menciptakan inovasi yang baru.
Para penguasa di Negara-negara Islam kurang mendukung perkembangan
sains dan teknologi, sehingga suasana perkembangan sains dan teknologi
di kalangan muslimin menjadi kering.
Al-Qur'an adalah kitab suci yang diturunkan bagi seluruh umat manusia yang
mau menggunakan akal pikirannya dalam memahami penciptaan alam semesta.
Apabila diperhatikan dengan cermat ayatayat Al-Qur'an banyak sekali yang
menyinggung masalah ilmu pengetahuan, sehingga Al-Qur'an sering kali disebut
sebagai sumber segala ilmu pengetahuan. Selain itu, Al-Qur'an merupakan landasan
pertama bagi hal-hal yang bersifat konstan dalam Islam. Oleh karena itu, telah banyak
dilakukan studi yang menyoroti sisi kemukjizatan al-Qur'an, antara lain dari segi sains
yang pada era ilmu dan teknologi ini banyak mendapat perhatian dari kalangan
ilmuwan.
Penggalian ajaran-ajaran yang ada di dalam al-Qur'an sangat menarik sekali
kalau dilihat dengan kacamata ilmiah. Makin digali makin terlihat kebenarannya dan
makin terasa begitu kecil dan sedikitnya ilmu manusia yang menggalinya. Hal ini
karena begitu maha luasnya pengetahuan dan pelajaran-pelajaran yang ada di
dalamnya. Al-Qur’an, sebagai kalam Allah, diturunkan bukan untuk tujuantujuan yang
bersifat praktis. Oleh sebab itu, secara obyektif, Al-Qur’an bukanlah ensiklopedi sains
dan teknologi apalagi Al-Qur’an tidak menyatakan hal itu secara gamblang.
Al-Quran al-Karim, yang terdiri atas 6.236 ayat itu, menguraikan berbagai
persoalan hidup dan kehidupan, antara lain menyangkut alam raya dan fenomenanya.
Uraian-uraian sekitar persoalan tersebut sering disebut ayat-ayat kauniyyah. Tidak
kurang dari 750 ayat yang secara tegas menguraikan hal-hal di atas, Jumlah ini tidak
termasuk ayat-ayat yang menyinggungnya secara tersirat. Bukan sesuatu yang aneh
dan mengherankan jika Al-Qur’an sebagai mukjizat terbesar membawa segala
persesuaian dan keserasian terhadap konklusi yang dicapai oleh para ilmuan modern
dan studi pembahasan dan meditasi yang dicapai oleh para ilmuan setelah beratus-
ratus tahun, karena Al-Qur’an adalah firman Allah Yang Maha Tahu terhadap rahasia
alam, dan tidak mengherankan jika Al-Qur’an mengandung mukjizat yang lebih
banyak. Tetapi, bukan berarti bahwa Al-Quran sama dengan kitab ilmu pengetahuan,
atau bertujuan untuk menguraikan hakikat-hakikat ilmiah.
Kandungan yang dapat diambil dari ayat al-Quran di atas adalah adanya petunjuk,
landasan dan motivasi dalam mengembangkan ilmu pengetahuan bagi manusia. Kita
perlu ingat kembali juga kepada surat al-Quran yang pertama kali diturunkan kepada
Rasulullah adalah menunjuk pada perintah mencari ilmu pengetahuan, yaitu dengan
memerintahkan untuk membaca, sebagai kunci ilmu pengetahuan, dan menyebut
qalam sebagai alat transformasi ilmu pengetahuan. Allah SWT berfirman :
Artinya:
Namun di sisi lain Allah menjelaskan bahwa yang paling mulia di sisi Allah ialah
yang paling bertakwa diantaranya. Hal ini tersebut dalam surat al-Hujurat, 49 ayat 13.
“Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu disisi Allah ialah
orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha
mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS al-Hujurat, 49: 13)
Dari ayat-ayat di atas dapat difahami, bahwa manusia perlu melengkapi dirinya
dengan sains dan teknologi karena mereka adalah pengelola sumber daya alam yang
ada di bumi akan tetapi mereka juga harus memiliki landasan keimanan dan
ketakwaan.47
Dalam Tafsir Al-Maraghi, dijelaskan bahwa air mani lahir dari tanah yang tejadi
dari makanan, baik yang bersifat hewani maupun nabati. Makanan yang bersifat
hewani akan berakhir pada makanan yang bersifat nabati, dan tumbuh-tumbuhan lahir
dari saripati tanah dan air. Jadi, pada hakikatnya manusia lahir dari saripati tanah,
kemudian saripati itu mengalami perkembangan kejadian hingga menjadi air mani. Dari
keterangan di atas dapat dipetik suatu pelajaran tentang asal kejadian wujud manusia
dari mana ia berasal, dan dari hal inilah manusia dapat mempelajari bagian dari ilmu
biologi maupun ilmu kedokteran.
Oleh karena itu perkembangan sains dan teknologi tentu akan memberikan
dampak yang positif sekaligus yang negatif, tergantung bagaimana cara dan apa
tujuan manusia dalam menciptakan dan mengembangkannya. Manusia yang diberi
amanah oleh Allah sebagai khalifah di muka bumi ini harus pandai-pandai
memanfaatkan kemajuan sains dan teknologi agar tidak terjebak justeru
manusialah yang akan diperbudak oleh kemajuan sains dan teknologi. Bagi umat
Muslim, sungguhpun belum mampu menciptakan epistemologi alternatif sebagai
tandingan orang Barat, dalam kapasitas kemampuan masingmasing umat harus
kembali kepada Al-Qur’an seraya mencermati pesan-pesan ilahiyah yang
terkandung dalam fenomena alam semesta.
BAB III. 3 Generasi Terbaik Menurut Al-Hadits
Umat Rasulullah merupakan umat terbaik dari seluruh umat-umat para Nabi
yang diutus sebelum beliau. Meskipun umat Rasulullah datang sebagai yang terakhir
diantara umat-umat lainnya, tetapi di akhirat kelak umat Rasulullah-lah yang akan
memasuki Surga terlebih dahulu di bandingkan dengan umat-umat lainnya.
Sesuai dengan hadist di atas, adapun 3 Generasi Terbaik Umat Islam yaitu:
1. Sahabat
Sahabat adalah orang-orang beriman yang bertemu dan melihat
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam secara langsung serta membantu
perjuangan beliau. Menurut Imam Ahmad, siapa saja diantara orang beriman
yang bertemu dan melihat Rasulullah, baik sebulan, sepekan, sehari atau
bahkan cuma sesaat maka ia dikatakan sebagai sahabat. Derajatnya masing-
masing ditentukan dengan seberapa lama ia menyertai Rasulullah.Para
sahabat merupakan orang-orang yang mewariskan ilmu dari Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam. Diantara sahabat yang terbaik adalah para
Khulafaur Rasyidin, kemudian 10 orang sahabat yang namanya disebutkan
oleh Rasulullah yang mendapatkan jaminan surga.
2. Tabi’in
Tabi’in adalah orang-orang beriman yang hidup pada masa Rasulullah
atau setelah beliau wafat tetapi tidak bertemu dengan Rasulullah dan bertemu
serta melihat para sahabat. Tabi’in merupakan orang-orang yang belajar dan
mewariskan ilmu dari para sahabat Rasulullah.
Salah seorang terbaik dari generasi Tabi’in adalah Uwais Al Qarn, yang
pernah mendatangi rumah Rasulullah untuk mendapatkan kemuliaan menjadi
sahabat, tetapi tidak berhasil bertemu dengan beliau. Uwais Al Qarn, pernah
disebutkan secara langsung melalui lisan Rasulullah sebagai orang yang asing
di bumi tapi terkenal di langit. Bahkan Rasulullah memerintahkan sahabatnya,
Umar dan Ali, untuk mencari Uwais dan meminta untuk di doakan, karena ia
merupakan orang yang memiliki doa yang diijabah oleh Allah.Adapun diantara
orang-orang yang tergolong generasi tabi’in lainnya yakni Umar bin Abdul Aziz,
Urwah bin Zubair, Ali Zainal Abidin bin Al Husein, Muhammad bin Al Hanafiyah,
Hasan Al Bashri dan yang lainnya.
3. Tabi’ut Tabi’in
Tabi’ut tabi’in adalah orang beriman yang hidup pada masa sahabat
atau setelah mereka wafat tetapi tidak bertemu dengan sahabat dan bertemu
dengan generasi tabi’in. tabi’ut tabi’in merupakan orang-orang yang belajar dan
mewariskan ilmu dari para tabi’in.
Diantara orang-orang yang termasuk dalam generasi ini adalah Imam Malik bin
Anas, Sufyan bin Uyainah, Sufyan Ats-Tsauri, Al Auza’i, Al Laits bin Saad dan
yang lainnya.
Uwais al-Qarni
Merekalah generasi terbaik umat ini, maka selayaknya kita sebagai umat
muslim yang datang belakangan untuk mencontoh dan mengambil ilmu dari
kitab-kitab yang telah mereka tuliskan
BAB IV. Pengertian dan Jejak Salafussoleh (Referensi Al-Hadits)
A. Pengertian Salaffushalih
Salaf (bahasa Arab: السلف الصلحSalaf aṣ-Ṣālih) adalah tiga generasi Muslim awal
yaitu para sahabat, tabi'in dan tabi'ut tabi'in. Kemudian istilah salaf ini dijadikan
sebagai salah satu manhaj (metode) dalam agama Islam, yang mengajarkan
syariat Islam secara murni tanpa adanya tambahan dan pengurangan, yaitu
Salafiyah. Seseorang yang mengikuti tiga generasi tersebut di atas, ini disebut
Salafy (as-Salafy), jamaknya adalah Salafiyyun (as-Salafiyyun).[1] Di dalam
manhaj salaf dikenal pendapat dari beberapa Mujtahid yang biasa disebut
Madzhab, seperti Imam Malik, Imam Hanafi, Imam Syafi'i, Imam Ahmad, dan lain-
lain. Kemudian para salafy beranggapan bahwa, jika seseorang melakukan suatu
ibadah tanpa adanya ketetapan dari Allah dan rasul-Nya, bisa dikatakan sebagai
perbuatan bid'ah.
“ ...dan kami jadikan mereka sebagai pelajaran dan contoh bagi orang-
orang yang kemudian. (Az Zukhruf :56) ”
“ Sesungguhnya telah ada pada (diri) rasullah itu suri teladan yang baik
bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) allah dan
(kedatangan) hari kiamat. (Al-Ahzab: 21)”
Artinya,
Maka dari itu, setiap orang yang mengikuti jalan mereka, dan
menempuh sesuai manhaj/metode mereka, maka dia termasuk salafi,
karena menisbahkan/menyandarkan kepada mereka.
Artinya,
“Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran
bainya dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin. Kami
biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan
Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-
buruk tempat kembali.” [An-Nisa : 115]
ان َرضِ َي هَّللا ُ َع ْن ُه ْم َو َرضُوا َع ْن„ ُه َوأَ َع„ َّد لَ ُه ْم َ ار َوالَّذ
ٍ ِين ا َّت َبعُو ُه ْم ِبإِحْ َس ِ ص َ ون م َِن ْال ُم َها ِج ِر
َ ين َواأل ْن َ ُون األوَّ ل
َ َُّابق
ِ َوالس
ك ْال َف ْو ُز ْال َعظِ ي ُم َ ِِين فِي َها أَ َب ًدا َذل
َ ت َتجْ ِري َتحْ َت َها األ ْن َها ُر َخالِد ٍ َج َّنا
Artinya,
وإن ه„„ذه المل„„ة س„„تفترق على ثالث،أال إن من قبلكم من أه„„ل الكت„„اب اف„„ترقوا على ثن„„تين وس„„بعين مل„„ة
وهي الجماعة، وواحدة في الجنة، ثنتان وسبعون في النار،وسبعين
Artinya, “Ketahuilah, sesungguhnya orang-orang sebelum kamu
dari Ahlul Kitab telah berpecah belah menjadi tujuh puluh dua
golongan. Sesungguhnya (ummat) agama ini (Islam) akan
berpecah belah menjadi tujuh puluh tiga golongan, tujuh puluh
dua golongan tempatnya di dalam Neraka dan hanya satu
golongan di dalam Surga, yaitu al-Jama’ah.” [Shahih, HR. Abu
Dawud (no. 4597), Ahmad (IV/102), al-Hakim (I/128), ad-Darimi
(II/241), al-Ajurri dalam asy-Syarii’ah, al-Lalikai dalam as-Sunnah
(I/113 no. 150). Dishahihkan oleh al-Hakim dan disepakati oleh
Imam adz-Dzahabi dari Mu’a-wiyah bin Abi Sufyan. Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan hadits ini shahih masyhur.
Dishahihkan oleh Syaikh al-Albani. Lihat Silsilatul Ahaadiits ash-
Shahiihah (no. 203-204)]
Artinya:
“Barang siapa di antara kalian yang hidup sepeninggalku maka
ia akan melihat perselisihan yang banyak, oleh sebab itu wajib
bagi kalian berpegang dengan sunnahku dan Sunnah Khulafaaur
Rasyidin (para khalifah) yang mendapat petunjuk sepeninggalku,
pegang teguh Sunnah itu, dan gigitlah dia dengan geraham-
geraham, dan hendaklah kalian hati-hati dari perkara-perkara
baru (dalam agama) karena sesungguhnya setiap perkara baru
adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat” [Shahih, HR. Abu
Daud (4607), Tirmidzi (2676), dishahihkan oleh Syeikh Al-Albani
dalam Shahihul Jami’ (1184, 2549)]
فما كان غير ذلك فليس بعلم،العلم ما جاء عن أصحاب محمد صلى هللا عليه وسلم
Prinsip keadilan Islam ini telah memberikan jaminan ruang hidup abadi pada
ajaran agama ini hingga akhir zaman. Keajegan pokok dan kelenturan dalam cabang
ajaran Islam, menjadikanya akan senantiaa mampu beradaptasi dengan situasi
apapun disegala zaman dan waktu “shâlihun li kulli zamân wa makân”. Ajaran-ajaran
pokok yang ajeg (tsawâbit) dan cabang-cabang yang fleksibel (murûnah) telah
memberikan ruang yang demikian lebar bagi adanya ijtihad dalam Islam sehingga
dipastikan ajaran ini tidak mengalami kejumudan.
Allah Swt sangat jelas menyatakan umat Islam ini sebagai umat yang moderat
dengan firmannya:
Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang
adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan
agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Dan Kami
tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar
Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa
yang membelot. Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa Amat berat,
kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah
tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih
lagi Maha Penyayang kepada manusia.(Q.s. al Baqarah [2]: 143).
Ayat di atas menunjukkan bahwa Islam adalah umat yang moderat, sangat
menentang ekstrimisme (ghulluw) dalam bentuk apapun. Sikap ghulluw akan
menimbulkan dampak minus bagi individu keluarga, masyarakat, negara dan dunia.
Sikap ekstrim dalam beragama juga akan memberikan dampak negatif terhadap
agama itu sendiri dan akan menimbulkan bencana keluar agama tersebut.
Ekstrimisme adalah sikap anti-moderasi dan tidak memiliki tempat dalam norma,
doktrin, wacana dan praktik Islam. Ekstrimisme adalah larangan Allah Swt
sebagaimana dalam Alquran:
Wahai ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu, dan
janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar.
Sesungguhnya al-Masih, Isa putera Maryam itu, adalah utusan Allah dan (yang
diciptakan dengan) kalimat-Nya yang disampaikan-Nya kepada Maryam, dan
(dengan tiupan) roh dari-Nya Maka berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-
rasul-Nya dan janganlah kamu mengatakan: «(Tuhan itu) tiga», berhentilah
(dari Ucapan itu). (Itu) lebih baik bagimu. Sesungguhnya Allah Tuhan yang
Maha Esa, Maha suci Allah dari mempunyai anak, segala yang di langit dan di
bumi adalah kepunyaanNya. Cukuplah Allah menjadi Pemelihara. (Q.s. al-Nisa’
[4]: 171).
A. Doktrin Keadilan dalam Alquran dan Sunnah
Kata keadilan dalam Alquran banyak disebutkan dengan pelbagai macam term
(istilah). Ada yang menggunakan kata ‘ adlun, qistun, dan wasathan. Kata ‘adlun
diartikan mâ qâma fi al-nufûs annahu mustaqîmi (apa yang tegak lurus dalam jiwa
manusia). Dalam pengertian ini dapat dipahami bahwa adil adalah sikap lurus yang
tidak condong kepada salah satu yang ditunggangi hawa nafsu. Alqistu artinya
sesuatu yang dijadikan bagianbagian, atau hutang yang telah dijadikan bagian-
bagian untuk dikembalikan pada waktu tertentu. Sedangkan al-wasath menurut al-
Asfahani adalah tengah, seimbang, tidak terlalu ke kanan (ifrâth) dan tidak terlalu
ke kiri` (tafrîth). Di dalamnya terkanung makna keadilan, keistiqamahan, kebaikan
dan kekuatan.
Tiga istilah keadilan itu dapat didefinisikan secara fungsional. Al-adlu adalah
sebuah sikap adil yang lebih ditekankan pada fungsi hati (psikologis), sedangkan
al-qist lebih ditekankan pada fungsi pembagiannya (pragmatis), dan al-wasath lebih
pada sifat keadilan itu sendiri yang seimbang. Sehingga keadilan adalah sebuah
sikap seimbang yang meliputi aspek psikis ataupun fisik materialis yang harus
ditegakkan dalam kehidupan manusia. Hal inilah yang menyebabkan kenapa
simbol peradilan adalah gambar neraca yang dipegang oleh ratu yang matanya
tertutup. Hal ini dimaksudkan dalam peradilan hendaknya tidak terpengaruh
dengan sesuatupun yang mengakibatkan neracanya tidak seimbang
Dalam mewujudkan keadilan merata, Wahbah al-Zuhaylî dalam bukunya
“Nadhiriyah al-Dlarûriyah al-Syarîyah” me - nyata kan bahwa Islam dibangun atas
asas menghilangkan kesukaran dan kesulitan, memelihara ke maslahatan manusia
secara keseluruhan, dan yang terpenting adalah mewujudkan keadilan dan
mencegah peng aniayaan antar manusia. Operasionalitas keadilan harus
diterapkan dalam semua aspek kehidupan tanpa me nafikan tradisi yang berlaku,
bahwa syariah itu berupa hukum taklîf yang diterapkan atas dasar keadilan (al-
wasth, al-i’dâl). Muhammad Abû Zahrah dalam bukunya ”al-Mujtama’ al-Insânî fi
Dlilli al-Islâm” menyebutkan 3 kriteria keadilan, yaitu:
a. Keadilan hukum. Sistem hukum yang berlaku harus univikasi (seragam)
untuk seluruh warga negara tanpa adanya diskriminasi.
b. Keadilan sosial. Memberi kesempatan yang sama untuk bekerja menurut
kemampuan dan keahlian yang dimiliki. Jika ia masih lemah maka perlu
dibantu.
c. Keadilan pemerintahan. Semua warga mempunyai kedudukan sama
dalam pemerintahan tanpa memperdulikan suku, bangsa, bahasa dan
budaya.
d. Dalam leksiologi Alquran term keadilan dapat diucapkan dengan al-
‘adâlah dan al-wasth. Term tersebut merupakan rangkaian makna bahwa
untuk menciptakan al-‘adâlah harus ditopang oleh al-wasath yakni
tengahtengah/perpaduan antara semua bentuk keadilan. Dalam
perspektif Plato, keadilan berarti kebaikan yang tidak dapat dijelaskan
dengan argumentasi rasional, dan menjaga diri dalam batasbatas yang
ditentukan. Sedangkan bagi Ariestoteles memandang keadilan dapat
berarti distribusi yang mendudukkan manusia pada tempatnya, dan
berarti pula korektif yang dapat memberikan ganti rugi pada kesalahan
atau kejahatan hukum, antara keadilan distributif dan korektif menuntut
adanya perlakuan yang sama dalam pengadilan.
e. Keadilan bagi Plato menekankan aspek moralitas sedangkan bagi
Aristoteles me nekankan pada aspek kepentingan hukum. Namun
keadilan bagi Islam adalah keadilan yang wasath: mampu memadukan
keadilan hukum dan keadialn moralitas.
1) Al-shalah wa al-ashlâh
2) Al-Husna wa al-Qubh.
a. Pernyataan pertama bahwa Allah tidaklah berbuat sesuatu tanpa hikmah dan
tujuan. Karena perbuatan tanpa tujuan dan hikmah adalah sia-sia.
b. Pernyataan kedua bahwa segala sesuatu dan perbuatan itu mempunyai nilai
subjektif sehingga dalam perbuatan baik terdapat sifat-sifat yang menjadi
perbuatan baik. Demikian halnya dalam perbuatan buruk. Sifat-sifat itu dapat
diketahui oleh akal sehingga masalah baik dan buruk adalah masalah akal.
C. Penutup
Dari pemaparan di atas, dapat disimpul kan bahwa keadilan dalam Islam
adalah jiwa syariat Islam, sehingga syariat yang tidak menuju pada prinsip keadilan
bukanlah syariat yang benar menurut Islam. Baik keadilan yang bersifat spiritual,
ataupun sosial. Individu, keluarga ataupun keumatan.
DAFTAR PUSTAKA
Azad, Maulana Abu Kalam ,The Opening Chapter of the Qur‟an (Kuala Lumpur:
Islamic Book Trust, 1991),
Fawazin, Salih ibn Fauzan ibn „Abd Allah al-, „Akidah al-Tauhid (Al-Mamlakah al-
„Arabiyah al-Su‟udiyah, Muassasah al-Haramain al-Khaeriyah, 1418 H)
Al-Hasan, Ahmad Y. dan Donald R. Hill, Teknologi dalam Sejarah Islam, Bandung:
Mizan, 1993
Asnawi, Muh., dkk, Qur‟an Hadits Untuk Madrasah Aliyah Kelas X, Semarang: C.V.
Gain & Son, 2004
Bakar, Osman, Tauhid dan Sains Esai-Esai tentang Sejarah dan Filsafat Sains Islam,
Surabaya: Pustaka Hidayah, t.th.
Fakhri, Jamal, “Sains dan Teknologi Dalam Al-Qur‟an dan Implikasinya Dalam
Pembelajaran” TA‟DIB, Vol. XV No. 01. Edisi, Juni 2010
Fatah, Rohadi Abdul, dan Sudarso, Ilmu dan Teknologi dalam Islam, Jakarta: Rineka
Cipta, 1992
Ika Rochdjatun Sastrahidayat, Ilmu Pengetahuan Modern dan Agama Islam, Surabaya:
Avicenna, t.th.
Noor, Idris HM. “Pemanfaatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Dalam Kegiatan
Pengabdian Masyarakat di Perguruan Tinggi” Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol.
17, Nomor 3, Mei 2011
Pasya, Ahmad Fuad, Dimensi Sains Al-Qur‟an Menggali Ilmu Pengetahuandari Al-
Qur‟an, Solo: Tiga Serangkai, 2004
Rosadisastra, Andi, Metode Tafsir Ayat-Ayat Sains dan Sosial, Jakarta : Amzah, 2007
Sardar, Ziauddin. 1987. Masa Depan Islam, Bandung: Pustaka Salman Shihab,
Quraish, Membumikan Al-Qur‟an Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan
Masyarakat, Cet. XXXI, Bandung : Mizan, 2007
Shihab, Quraish, Membumikan Al-Qur‟an Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan
Masyarakat, Cet. XXXI, Bandung : Mizan, 2007
______, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur‟an, Jakarta: Lentera
Hati, 2004
https://muslim.or.id/18935-siapakah-salafus-shalih.html
Solihin, Epistimologi Ilmu dalam Sudut Pandang Al-Qhazali, Bandung: Pustaka Setia,
2001
Syah, Jalinus, dkk, Kamus Besar Pelajar Kata Serapan Bahasa Indonesia, Jakarta:
Rineka Cipta, 1993
https://umma.id/article/share/id/1002/272772
Barudi, al-, Syaikh Imâd Zâki Tafsir Wanita, Penjelasan Terlengkap Tentang Wanita
dalam Alquran, Jakarta: Pustaka AlKautsar, 2006.
Bukhâri, al-, Shahîh al-Bukhâri, Bab Katsrotunnisa’, Kairo: Dâr al-Sya’biy, 1987.
https://muslim.or.id/18935-siapakah-salafus-shalih.html
Mu’taqad Ahlus Sunnah Wal-Jama’ah Fi Tauhidil Asma’ Was Sifat karya Syaikh
Muhammad bin Khalifah At-Tamimi
Ibn al-Mandzûr, Lisân al-‘Arab, Bayrût: Dâr al-Shâdir, t.t. Musthafa, Ibrâhim, Mu’jam al-
Wasîth, Bayrut: Dâr al-Dakwah, t.t. Malik bin Anas, al-Muwatha’, Mishr: Dâr al-Ihyâ’ al-
Turâts, t.t..
Qaradhawi, al-, Yusuf, Fikih Maqasid asSyari’ah, Moderasi Islam antara Aliran Tekstual
dan Aliran Liberal, Jakarta: Pustaka Kautsar, 2007.
Rahman, Samson, Islam Moderat, Menebar Islam Rahmatan Lil ‘alamin, Jakarta:
Pustaka Ikadi, 2007.
Shâfi’i, al-, Muhammad bin Idrîs al-Umm, Bayrut: Dâr al-Ma’rifah, t.t. Syalthût, Mahmut,
al-Islâm Aqidatan wa Syarî’atan, (Mesir: 1395 H Sobur, Alex, Komunikasi Orang Tua
dan Anak, Bandung: Angkasa, 1991.
Thawil, al-, Muhammad bin Musfir bin Husein, Ta’adud al-Zawaj fi al-Islam, Ummul
Qurâ’: Idâroh al-Da’wah wa al-I’lâm bi Jamâ’ah Anshâr al-Sunah al-Muhammadiyah,
t.t..
Yusuf, M. Yunan, Corak Pemikiran Kalam Tafsir al-Azhar, Sebuah Telaah atas
Pemikiran Hamka dalam Teologi Islam, Jakarta: Penamadani, 2003.