OLEH
Kelompok VI
Alamat:Raya Pangiang, Kec. Prov., Jl. Pandu 2, Molas, Bunaken, Manado City,
North Sulawesi, Indonesia
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang,
Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan
rahmat, dan hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah Agama dengan judul Tauhid Sebagai Landasan Aspek Semua
Kehidupan. Makalah Agama initelah kami susun dengan maksimal dan
mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar
pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih
kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ini. Akhir kata kami berharap semoga
makalah Agama yang mengenai tentang Tauhid Sebagai Landasan Aspek Semua
Kehidupan ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.
KATA PENGANTAR.......................................................................................
DAFTAR ISI......................................................................................................
BAB I
PENDAHUUAN
B. Rumusan Masalah......................................................................................
C. Tujuan Pembelajaran.................................................................................
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian Tauhid......................................................................................
D. Keutamaan Tauhid.....................................................................................
E. Manfaat Tauhid..........................................................................................
F. Tingkatan Tauhid.......................................................................................
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................................
B. Saran..........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tauhid adalah mengesakan Allah dalam hal-hal yang menjadi kekhususan diri-
Nya. Kekhususan itu meliputi perkara Rububiyah, Uluhiyah, dan Asma’ wa
sifat. Tauhid sendiri berasal dari Bahasa Arab “ wahhada-yuwahhidu-tauhiidan”,
artinya mengesakan atau menunggalkan dari sekian banyak yang ada. Adapun
ilmu tauhid adalah ilmu yang mempelajari mengenai kepercayaan tentang Tuhan
dengan segala segi-seginya, yang berarti termasuk didalamnya soal wujud-Nya,
ke-Esaan-Nya, dan sifat-sifat-Nya. Syeh M. Abduh mengatakan bahwa, ilmu
tauhid (ilmu kalam) adalah ilmu yang membicarakan wujud Tuhan, sifat-sifat
yang mesti ada pada-Nya, sifat-sifat yang boleh ada pada-Nya, sifat-sifat yang
tidak mungkin ada pada-Nya; membicarakan tentang Rosul, untuk menetapkan
keutusan mereka, sifat-sifat yang boleh dipertautkankepada mereka, dan sifat-
sifat yang tidak mungkin terdapat pada mereka (Hanafi, 2003: 2).
Pada dasarnya manusia dari sejak lahir berada dalam fitrahnya yaitu, bertauhid.
Namun sesuai perkembangan lingkungan dan orang tuanyalah yang menentukan
selanjutnya. Banyak orang yang beriman namun tanpa didasari pengetahuan
yang memadai. Mereka beribadah namun ada saja yang masih menyimpang dari
ketauhidannya. Apalagi mereka yang berada di penjuru kampung yang masih
banyak mempercayai pohon-pohon yang besar, batu-batuan yang besar, dan lain
sebagainya. Berangkat dari uraian diatas kami berupaya untuk menjelaskan
mengenai ilmu tauhid dan perangkatnya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian tauhid?
2. Bidang pembahasan apa saja dalam tauhid?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk menjelaskan pengertian tauhid
2. Untuk menjelaskan bidang pembahasan apa saja dalam ilmu tauhid
3, Untuk memenuhi tugas Agama
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian Tauhid
Tauhid merupakan masdar/kata benda dari kata yang berasal dari bahasa arab
yaitu “wahhada-yuwahhidu-tauhiidan” yang artinya menunggalkan sesuatu
atau keesaan. Yang dimaksud disini adalah mempercayai bahwa Allah itu esa.
Sedangkan secara istilah ilmu Tauhid ialah ilmu yang membahas segala
kepercayaan-kepercayaan yang diambil dari dalil dalil keyakinan dan hukum-
hukum di dalam Islam termasuk hukum mempercayakan Allah itu esa.
Adapun dalam pengamalannya tauhid harus ditanamkan dalam hati setiap
manusia agar setiap langkah di dalam hidupnya tak pernah luput dari tauhid.
Karena segala aspek kehidupan akan terarah dengan adanya landasan tauhid
didalamnya. Contohnya yaitu ketika kita berangkat menuntut ilmu ke kampus
kita akan senantiasa melakukannya karena Allah ta’ala bukan untuk hal-hal
yang lain yang tidak bermanfaat. Maka jika kita menerapkan perilaku tauhid
dalam segala hal, Allah akan menjaminnya bagi orang-orang yang berperilaku
tauhid secara mutlak.
Ilmu tauhid adalah sumber semua ilmu-ilmu keislaman, sekaligus yang
terpenting dan paling utama. Allah SWT berfirman:
ُ فَا ْعلَ ْم أَنَّهُ اَل إِلَهَ إِاَّل هَّللا
“Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan (Yang Haq)
melainkan Allah.” (Q.S. Muhammad: 19)
Seandainya ada orang tidak mempercayai keesaan Allah atau mengingkari
perkara-perkara yang menjadi dasar ilmu tauhid, maka orang itu dikatagorikan
bukan muslim dan digelari kafir. Begitu pula halnya, seandainya seorang
muslim menukar kepercayaannya dari mempercayai keesaan Allah, maka
kedudukannya juga sama adalah kafir.
Perkara dasar yang wajib dipercayai dalam ilmu tauhid ialah perkara yang
dalilnya atau buktinya cukup terang dan kuat yang terdapat di dalam Al Quran
atau Hadis yang shahih. Perkara ini tidak boleh dita’wil atau ditukar maknanya
yang asli dengan makna yang lain.
B. Tauhid sebagai Landasan Bagi Semua Aspek Kehidupan.
Tauhid adalah sesuatu yang sudah akrab di telinga kita. Namun tidak ada
salahnya kita mengingat beberapa keutamaannya. Karena dengan begitu bisa
menambah keyakinan atau meluruskan tujuan sepak terjang kita yang selama
ini yang mungkin keliru. Karena melalaikan masalah tauhid akan berujung
pada kehancuran dunia dan akhirat. Tauhid merupakan landasan dari seluruh
aspek kehidupan manusia secara pribadi, dalam keluarga, masyarakat dan
berbangsa, baik dari masalah kegiatan ekonomi, budaya, sosial politik dan
lainnya tidak terlepas dari semangat tauhid.
Memang tujuan diciptakannya makhluk adalah untuk bertauhid. Allah
berfirman, “Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan supaya
mereka menyembah-Ku.” (Adz Dzariyaat: 56). Makna menyembah-Ku dalam
ayat ini adalah mentauhidkan Allah. Seluruh rasul itu semua dalam
menyerukan dakwah dan agama yang satu yaitu beribadah kepada Allah saja
yang tidak boleh ada satupun sekutu bagi-Nya. Beribadah kepada Allah dan
mengingkari thoghut itulah hakekat makna tauhid.
Tauhid adalah kewajiban pertama dan terakhir. Rasul memerintahkan para
utusan dakwahnya agar menyampaikan tauhid terlebih dulu sebelum yang
lainnya. Nabi SAW bersabda kepada Mu’adz bin Jabal ra. “Jadikanlah perkara
yang pertama kali kamu dakwahkan ialah agar mereka mentauhidkan Allah.”
(Riwayat Bukhari dan Muslim). Nabi juga bersabda, “Barang siapa yang
perkataan terakhirnya Laa ilaaha illAllah niscaya masuk surga.” (Riwayat Abu
Dawud, Ahmad dan Hakim)
Allah berfirman, “Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa syirik, dan
Allah mengampuni dosa selain itu bagi orang-orang yang Dia kehendaki.” (An
Nisaa': 116).Sehingga syirik menjadi larangan yang terbesar. Sebagaimana
syirik adalah larangan terbesar maka lawannya yaitu tauhid menjadi kewajiban
yang terbesar pula. Allah menyebutkan kewajiban ini sebelum kewajiban
lainnya yang harus ditunaikan oleh hamba. Allah berfirman, “Sembahlah Allah
dan janganlah kamu menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun, dan berbuat
baiklah pada kedua orang tua.” (An Nisaa': 36)
Kewajiban ini lebih wajib daripada semua kewajiban, bahkan lebih wajib
daripada berbakti kepada orang tua. Sehingga seandainya orang tua memaksa
anaknya untuk berbuat syirik maka tidak boleh ditaati. Allah berfirman, “Dan
jika keduanya (orang tua) memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan
sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu
mengikuti keduanya. (Luqman: 15)
Hati yang saliim adalah hati yang bertauhid. Rasulullah SAW bersabda,
“Ketahuilah di dalam tubuh itu ada segumpal daging, apabila ia baik maka
baiklah seluruh tubuh. Ketahuilah bahwa ia adalah hati.” (HR. Bukhari dan
Muslim). Allah berfirman, “Hari dimana harta dan keturunan tidak bermanfaat
lagi, kecuali orang yang menghadap Allah dengan hati yang saliim (selamat).”
(Asy Syu’araa': 88-89). Imam Ibnu Katsir, yaitu hati yang selamat dari dosa
dan kesyirikan. Maka orang yang ingin hatinya bening hendaklah ia memahami
tauhid dengan benar.
Rasulullah SAW bersabda, “Hak Allah yang harus ditunaikan hamba yaitu
mereka menyembah-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu
apapun” (HR. Bukhari dan Muslim). Menyembah Allah dan tidak
menyekutukan-Nya artinya mentauhidkan Allah dalam beribadah. Tidak boleh
menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun dalam beribadah, sehingga wajib
membersihkan diri dari syirik dalam ibadah. Orang yang tidak membersihkan
diri dari syirik maka belumlah dia dikatakan sebagai orang yang beribadah
kepada Allah saja.
Ibadah adalah hak Allah semata, maka barangsiapa menyerahkan ibadah
kepada selain Allah maka dia telah berbuat syirik. Maka orang yang ingin
menegakkan keadilan dengan menunaikan hak kepada pemiliknya sudah
semestinya menjadikan tauhid sebagai ruh perjuangan mereka.
C. Jaminan Allah Bagi Orang Yang Bertauhid
Tauhid adalah sebab kemenangan di dunia dan di akhirat. Para sahabat dari
kalangan Muhajirin dan Anshar adalah bukti sejarah. Keteguhan para sahabat
dalam mewujudkan tauhid sebagai ruh kehidupan mereka adalah contoh
sebuah generasi yang telah mendapatkan jaminan surga dari Allah Swt serta
telah meraih kemenangan dalam berbagai medan pertempuran, sehingga
banyak negeri takluk dan ingin hidup di bawah naungan Islam. Inilah generasi
teladan yang dianugerahi kemenangan oleh Allah di dunia dan di akhirat.
Allah SWT berfirman, “Orang-orang yang terdahulu (masuk Islam) dari
kalangan Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka
dengan baik, Allah telah ridha kepada mereka dan mereka pun telah ridha
kepada Allah. Allah telah menyiapkan bagi mereka surga-surga yang di
bawahnya mengalir sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya.
Itulah kemenangan yang besar.” (At Taubah: 100)
Sesungguhnya tidak diragukan lagi bagi orang yang memahami al-Qur'an dan
sunnah rasul-Nya bahwa puncak teratas dan tujuan tertinggi yang wajib
diwujudkan oleh seluruh kaum muslimin pada dirinya dan masyarakat luas
adalah peribadatan yang ditujukan hanya kepada Allah semata (tauhid).
Hal ini karena tauhid merupakan sesuatu yang paling penting dari segala yang
penting dan merupakan penentu keselamatan di dunia dan kebahagiaan di
akhirat kelak dengan balasan kenikmatan surge jannatun naim. Tidaklah Allah
mengutus para rasul-Nya, menurunkan kitab-kitab-Nya, dan menciptakan jin
dan manusia melainkan karena tauhid.
Amal yang tidak dilandasi dengan tauhid akan berkesudahan sia-sia, tidak
dibalas oleh Allah dengan pahala yang berlipat ganda, bahkan dijadikan-Nya
sebagai debu yang berterbangan, hilang bertaburan tanpa ada hasilnya..
D. Keutamaan Tauhid
Tauhid memiliki kedudukan dan keutamaan yang sangat agung didalam Islam,
karena ia merupakan inti dari ajaran Islam. Diantara keutamaan tauhid adalah:
1. Tauhid adalah hikmah diciptakanya jin dan manusia.
2. Tauhid adalah sebab diutusnya para rasul Allah dan inti serta landasan
dakwah.
3. Tauhid adalah sebab diturunkanya kitab-kitab Allah.
4. Tauhid merupakan syarat diterimanya amal seseorang.
5. Tauhid merupakan jalan untuk mendapatkan syafa'at Rasulullah.
6. Tauhid merupakan jalan keselamatan dari neraka.
7. Tauhid adalah sebab diampuninya dosa.
8. Tauhid merupakan hak Allah yang menjadi kewajiban para hamba-Nya.
E. ManfaatTauhid
Apabila tauhid yang murni itu terwujudkan di dalam hidup seseorang,
baik secara pribadi maupun jama'ah, niscaya akan menghasilkan buah yang
amat manis. Diantara buah yang dapat dipetik adalah:
1. Membebaskan manusia dari penghambaan serta tunduk kepada selain Allah,
baik benda-benda atau makhluk lainya.
Semua makhluk adalah ciptaan Allah. Mereka tidak kuasa untuk
menciptakan, bahkan keberadaan mereka karena diciptakan. Mereka tidak
dapat memberi manfaat atau menolak bahaya terhadap diri mereka sendiri.
Mereka tidak mampu mematikan, menghidupkan, atau membangkitkan.
Tauhid membebaskan manusia dari setiap penghambaan kecuali kepada
Tuhan yang menciptakan manusia. Tauhid membebaskan pikiran dari
berbagai khurafat dan angan-angan yg keliru, serta membebaskan hati dari
tunduk, menyerah, dan menghinakan diri kepada selain Allah.
2. Membentuk kepribadian yg kokoh.
Tauhid membantu dalam pembentukan kepribadian yg kokoh. Ia
menjadikan hidup dan pengalaman seorang ahli tauhid begitu istimewa.
Arah hidupnya jelas, tidak mempercayai tuhan kecuali hanya kepada Allah.
Kepada-Nya ia menghadap, baik dalam kesendirian atau ditengah keramaian
orang. Ia berdoa kepada-Nya dalam keadaan sempit ataupun lapang.
3. Tauhid sumber keamanan manusia.
Sebab tauhid memenuhi hati para ahlinya dengan keamanan dan ketenangan.
Tidak ada rasa takut kecuali kepada Allah. Tauhid menutup rapat celah-celah
kekhawatiran terhadap rizki, jiwa, dan keluarga. Ketakutan terhadap jin,
manusia, kematian, dan lainya menjadi sirna. Seorang mu'min yang
mengesakan Allah hanya takut kepada satu, yaitu Allah. Karena itu ia merasa
aman ketika manusia ketakutan serta merasa tenang ketika mereka kalut. Hal
ini diisyaratkan oleh al-Qur'an dalam firman-Nya:"Orang-orang yang beriman
dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kedzaliman (syirik)
mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang
yang mendapat petunjuk.(Qs. al-An'am: 82)
4. Tauhid sumber kekuatan jiwa.
Tauhid memberikan kekuatan jiwa kepada pemiliknya, karena jiwanya penuh
harap kepada Allah, percaya dan tawakkal kepada-Nya, ridha atas qadar
(ketentuan)-Nya, sabar atas musibah-Nya, serta sama sekali tidak mengharap
sesuatu pun kepada makhluk. Ia hanya mengharap dan meminta kepada-Nya.
Jiwanya kokoh seperti gunung. Bila datang musibah ia segera mengharap
kepada Allah agar dibebaskan darinya. Ia tidak minta kepada orang-orang mati.
Syi'ar dan semboyanya adalah sabda Rasulullah Saw: "Bila kamu minta maka
mintalah kepada Allah dan bila kamu memohon pertolongan maka mohonlah
pertolongan kepada Allah." (HR. Tirmidzi:).
F. Tingkatan Tauhid
Baik tauhid maupun kemusyrikan ada tingkatan dan tahapannya masing-
masing. Sebelum kita melewati semua tahap dalam tauhid, kita belum dapat
menjadi pengikut atau ahli tauhid (muwahhid) yang sejati.
Adapun tingkatan tauhid adalah sebagai berikut :
1. Tauhid Zat Allah
Yang dimaksud dengan tauhid (keesaan) Zat Allah adalah, bahwa Allah
Esa dalam Zat-Nya. Kesan pertama tentang Allah pada kita adalah, kesan
bahwa Dia berdikari. Dia adalah Wujud yang tidak bergantung pada apa dan
siapa pun dalam bentuk apa pun. Dalam bahasa Al-Qur'an, Dia adalah Ghani
(Absolut). Segala sesuatu bergantung pada-Nya dan membutuhkan
pertolongan-Nya. Dia tidak membutuhkan segala sesuatu. Allah berfirman:
Hai manusia, kamulah yang membutuhkan Allah. Dan Allah, Dialah Yang
Maha Kaya (tidak membutuhkan apa pun) lagi Maha Terpuji. (QS. Fâthir: 15)
Kaum filosof menggambarkan Allah sebagai eksis sendiri, atau sebagai wujud
yang eksistensinya wajib. Kesan kedua tentang Allah pada setiap orang adalah,
bahwa Allah adalah Pencipta. Dialah Pencipta dan sumber final dari segala
yang ada. Segala sesuatu adalah "dari-Nya". Dia bukan dari apa pun dan bukan
dari siapa pun. Menurut bahasa filsafat, Dia adalah "Sebab Pertama".
Inilah konsepsi pertama setiap orang tentang Allah. Setiap orang berpikir
tentang Allah. Dan ketika berpikir tentang Allah, dalam benaknya ada konsepsi
ini. Kemudian dia melihat apakah sebenarnya ada suatu kebenaran, kebenaran
yang tidak bergantung pada kebenaran lain, dan yang menjadi sumber dari
segala kebenaran.
Arti dari Tauhid Zat Allah adalah bahwa kebenaran ini hanya satu, dan tak ada
yang menyerupai-Nya. Al-Qur'an memfirmankan:
Tak ada yang menyamai-Nya. (QS. asy-Syûrâ: 11)
Dan tak ada yang menyamai-Nya. (QS. al-Ikhlâsh: 4)
Kaidah bahwa sesuatu yang ada selalu menjadi bagian dari spesies, hanya
berlaku pada ciptaan atau makhluk saja. Misal, jika sesuatu itu bagian dari
spesies manusia, maka dapat dibayangkan bahwa sesuatu itu adalah anggota
dari spesies manusia ini. Namun untuk Wujud Yang Ada Sendiri, kita tidak
dapat membayangkan seperti itu. Dia berada di luar semua pikiran seperti itu.
Karena kebenaran yang ada Sendiri itu satu, maka sumber dan tujuan alam
semesta hanya satu. Alam semesta bukanlah berasal dari berbagai sumber, juga
tidak akan kembali ke berbagai sumber. Alam semesta berasal dari satu sumber
dan satu kebenaran. Allah berfirman:
Katakanlah: "Allah adalah Pencipta segalanya." (QS. ar-Ra'd: 16)
Segala sesuatu akan kembali ke sumber yang satu dan kebenaran yang satu.
Kata Al-Qur'an,
Ingatlah bahwa kepada Allah lah kembali segala sesuatu. (QS. asy-Syûrâ: 53)
Dengan kata lain, alam semesta memiliki satu pusat, satu kutub dan satu orbit.
Hubungan antara Allah dan alam semesta adalah hubungan Pencipta dan
makhluk, yaitu hubungan sebab dan akibat, bukan jenis hubungan antara sinar
dan lampu, atau antara kesadaran manusia dan manusia.
Betul bahwa Allah tidak terpisah dari alam semesta. Dia bersama segala
sesuatu. Al-Qur'an memfirmankan: Dia bersamamu di mana pun kamu berada.
(QS. al-Hadîd: 4)
Namun demikian, ketidakterpisahan Allah dari alam semesta tidaklah berarti
bahwa Dia bagi alam semesta adalah seperti sinar bagi lampu atau seperti
kesadaran bagi tubuh. Kalau demikian halnya, maka Allah merupakan efek dari
alam semesta, bukan sebab dari alam semesta, karena sinar adalah efek dari
lampu. Begitu pula, ketidakterpisahan Allah dari alam semesta tidaklah berarti
bahwa Allah, alam semesta dan manusia memiliki orientasi yang sama, dan
semuanya eksis dengan kehendak dan semangat yang sama. Semua ini adalah
sifat makhluk yang adanya karena sesuatu yang lain. Allah bebas dari semua
itu. Al-Qur'an memfirmankan:
Mahasuci Tuhanmu yang mempunyai keperkasaan dari apa yang mereka
katakan. (QS. ash-Shâffât: 180)
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah membaca dan menganalisis penulis dapat menarik kesimpulan:
kewajiban kita layaknya manusia hanya menyembah kepada Allah SWT saja.
Allah swt telah menciptakan untuk manusia berbagai prasarana berupa alam
semesta ini. Semua itu untuk mewujudkan peribadatan kepada-Nya. Allah juga
membantu mereka untuk mewujudkan peribadah anter sebut dengan limpahan
rizki. Sedangkan Allah tidak membutuhkan imbalan apa pun dari para
makhluk-Nya. Sesungguhnya tauhid tertanam pada jiwa manusia secara fitroh.
Namun asal fitroh ini dirusak oleh bujukrayu setan yang memalingkan dari
tauhid dan menjerumuskan kedalam syirik. Para setan baik dari kalangan jin
dan manusia bahu-membahu untuk menyesatkan umat dengan ucapan-ucapan
yang indah. Sehingga dari hal tersebut dapat di ambil kesimpulan bahwa
makna tauhid adalah asal yang terdapat pada fitroh manusia sejak dilahirkan.
Aplikasi Tauhid bahwa sanya berilmu dan mengetahui serta mengenal tauhid
itu adalah kewajiban yang paling pokok&utama sebelum mengenal yang lainya
serta beramal (karenasuatuamalanituakan di terimajikatauhidnya benar).
B. Saran
Dengan penulisan makalah ini diharapkan pembaca dapat :
1. Memperolehpengetahuan yang lebihluastentangtauhid
2. LebihmendekatkandirikepadaAllah
3. Meyakinibahwahanya Allah lah yang esa
DAFTAR PUSTAKA