Anda di halaman 1dari 39

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN SROKE

Disusun Oleh :

Rika Gustina 88170001

Ririn Dwi Wahyuni 88170006

Ida Nursolihah 88170013

Agita Lilian Dari 88170020

Euis Siti Komariah 88170028

Ayu Komalasari 88170032

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

ARS UNIVERSITY BANDUNG

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang mana telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini dengan segala keterbatasan.
Makalah ini di buat sebagai tugas mata kuliah Keperawatan Medikal
bedah III yang membahas tentang Asuhan Keperawatan pada Pasien Stroke, yang
merupakan salah satu mata kuliah di prodi S1 Keperawatan. Dan juga dapat di
gunakan sebagai salah satu literatur dalam proses belajar mahasiswa di kelas.

Kami mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah


membantu dalam penyusunan makalah ini. Akan tetapi, dalam makalah ini masih
banyak terdapat kekurangan, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun
sangat kami harapkan.
Akhirnya, dengan segala kerendahan hati, kami berharap para pembaca
dapat memanfaatkan makalah ini, baik bagi kepentingan-kepentingan praktis di
dalam kelas maupun untuk pengembangan ilmu pengetahuan.

Bandung, Oktober 2019

Tim Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... ii


BAB I .................................................................................................................................. 4
PENDAHULUAN ............................................................................................................. 4
A. Latar Belakang ...................................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah ................................................................................................ 5
C. Tujuan .................................................................................................................... 5
BAB II ................................................................................................................................ 6
PEMBAHASAN ................................................................................................................ 6
A. Definisi ................................................................................................................... 6
B. Etiologi ................................................................................................................... 6
C. Patofisiologi ........................................................................................................... 7
E. Manifestasi Klinis.................................................................................................. 8
F. Penatalaksanaan ................................................................................................... 9
BAB III............................................................................................................................. 11
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN STROKE ........................................... 11
A. Pengkajian ........................................................................................................... 11
B. Pemeriksaan Fisik ............................................................................................... 13
C. Pemeriksaan Penunjang (Batticaca, 2008) ....................................................... 15
D. Analisa Data ........................................................................................................ 16
E. Diagnosa Keperawatan ....................................................................................... 21
F. Intervensi ............................................................................................................. 21
G. Hasil Pencarian Jurnal ................................................................................... 29
BAB IV ............................................................................................................................. 37
PENUTUP........................................................................................................................ 37
Kesimpulan ...................................................................................................................... 37
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................. 38

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Stroke merupakan penyakit atau gangguan fungsional otak berupa
kelumpuhan saraf (deficit neurologic) akibat terhambatnya aliran darah ke
otak. Stroke adalah sindrom yang terdiri dari tanda dan/atau gejala hilangnya
fungsi sistem saraf pusat fokal (atau global) yang berkembang cepat (dalam
detik atau menit). Gejala-gejala ini berlangsung lebih dari 24 jam atau
menyebabkan kematian, selain menyebabkan kematian stroke juga akan
mengakibatkan dampak untuk kehidupan. Dampak stroke diantaranya,
ingatan jadi terganggu dan terjadi penurunan daya ingat, menurunkan kualitas
hidup penderita juga kehidupan keluarga dan orang-orang di sekelilingnya,
mengalami penurunan kualitas hidup yang lebih drastis, kecacatan fisik
maupun mental pada usia produktif dan usia lanjut dan kematian dalam waktu
singkat (Junaidi, 2011).

Dalam terbitan Journal of the American Heart (JAHA) 2016


menyatakan terjadi peningkatan pada individu yang berusia 25 sampai 44
tahun menjadi (43,8%) (JAHA, 2016). Meningkatnya jumlah penderita stroke
diseluruh dunia dan juga meningkatkan penderita stroke yang berusia
dibawah 45 tahun. Pada konferensi ahli saraf international di Inggris
dilaporkan bahwa terdapat lebih dari 1000 penderita stroke yang berusia
kurang dari 30 tahun (American Heart Association, 2010).

Penyakit stroke juga menjadi penyebab kematian utama hampir seluruh


Rumah Sakit di Indonesia dengan angka kematian sekitar 15,4%. Tahun 2007
prevalensinya berkisar pada angka 8,3% sementara pada tahun 2013
meningkat menjadi 12,1%. Jadi, sebanyak 57,9% penyakit stroke telah
terdiagnosis oleh tenaga kesehatan (nakes). Prevalensi penyakit stroke
meningkat seiring bertambahnya umur, terlihat dari kasus stroke tertinggi
yang terdiagnosis tenaga kesehatan adalah usia 75 tahun keatas (43,1%) dan

4
terendah pada kelompok usia 15-24 tahun yaitu sebesar 0,2% (Riskesdas,
2013). Menurut penelitian Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2013,
prevalensi penyakit stroke pada kelompok yang didiagnosis oleh nakes
meningkat seiring dengan bertambahnya umur. Prevalensi penyakit stroke
pada umur ≥15 tahun 2013 di Sumatera Barat naik dari 7,4% menjadi 12,2%
diamana juga terjadi peningkatan pada usia 15-24 tahun (0,2 % menjadi
2,6%) usia 25-34 tahun (0,6% menjadi 3,9%) usia tahu 35-44 tahun (2,5%
menjadi 6,4%) (hasil Riskedas 2013).

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari penyakit Stroke?
2. Apa penyebab dari penyakit Stroke?
3. Apa saja tanda dan gejala pada Pasien Stroke?
4. Bagaimana Asuhan Keperawatan pada Pasien Stroke?

C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari Stroke
2. Mengetahui Penyebab Stroke
3. Mengetahui tanda dan gejala pada Pasien Stroke
4. Mengetahui Asuhan Keperawatan Pasien Stroke

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi
Stroke atau penyakit serebrovaskular mengacu kepada setiap gangguan
neurologik mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran
darah melalui sistem suplai arteriotak. Istilah srtoke biasanya digunakan
secara spesifik untuk menjelaskan infark serebrum (Menurut Sylvia A.Price
Lorraine M. Wilson, 2006).

Klasifikasi stroke terdiri dari :

1. Stroke Hemoragik yaitu suatu gangguan peredarah darah otak yang


ditandai dengan adanya perdarahan intra serebral atau peredaran
subarakhnoid. Tanda yang terjadi adalah penurunan kesadaran, pernafasan
cepat, nadi cepat, fakta fokal terdiri hemiplegi, murid mengecil, kaku
kuduk (Wanhari,2008).
2. Stroke Iskemik yaitu suatu gangguan peredaran darah otak tanpa terjadi
suatu perdarahan yang ditandai dengan kelemahan pada satu atau keempat
anggota gerak atau hemiparese, nyeri kepala, mual dan muntah, pandangan
kabur dan disfagia. Stroke non hemoragic dibagi kembali menjadi 2 yaitu
Stroke embolik dan stroke trombotik (Wanhari,2008).

B. Etiologi
1. Stroke Hemoragik
a. Aneurisma berry, biasanya defek kongenital
b. Aneurisma fusiformis dari atherosklerisis. Aterosklerosis adalah
mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan atau
elastisitas dinding pembuluh darah. Manifestasi klinis aterosklerosis
bermacam macam . kerusakan dapat terjadi melalui mekanisme berikut
: lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran
darah, oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi thrombosis,

6
merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan
kepingan thrombus (embolus) dan dinding arteri menjadi lemah dan
terjadi aneurisme kemudian robek dan terjadi perdarahan.
c. Aneurisma mikotik dari vaskulitis nekrose dan emboli sepsis
d. Malformasi asteriovena, adalah pembuluh darah yang mempunyai
bentuk abnormal terjadi hubungan persambungan pembuluh darah
arteri, sehingga darah arteri langsung masuk vena, menyebabkan mudah
pecah dan menimbulkan perdarahn otak.
e. Rupture arteriol serebri, akibat hipertensi yang menimbulkan penebalan
dan degenerasi pembuluh darah
2. Stroke Non-Hemoragik
a. Trombosis (bekuan cairan di dalam pembuluh darah otak)
b. Embolisme cerebral (Bekuan darah atau material lain)
c. Iskemia (penurunan aliran darah ke area otak)

C. Patofisiologi
Otak sangat tergantung kepada oksige bila terjadi anoksia seperti yang terjadi
pada stroke, di otak mengalami perubahan metabolic, kematian sel dan
kerusakan permanen yang terjadi dalam 3 sampai 10 menit. Pembluh darah
yang paling sering terkena ialah arteri serebral dan arteri carotis interna.
Adanya gangguan perdarahan otak dapat menimbulkan jejas atau cedera pada
otak melalui empat mekanisme yaitu :
1. Penembalan dinding arteriserebral yang menimbulkan penyempitan
sehingga aliran arah dan suplainya kesebagian otak tidak adekuat,
selanjutnya akan mengakibatkan perubahan – perubahan iskemik otak.
2. Pecahnya dinding arteri serebral akan menyebabkan bocornya darah ke
jaringan (Hemmorrhage)
3. Pembesran sebuah atau sekelompok pembuluh darah yang menekan
jaringan otak
4. Edema serebri yang merupakan pengumpulan cairan di ruang interstitial
otak.

7
Konstriksi local sebuah arteri mula – mua menyebabkan sedikit perubahan
pada aliran darah dan baru setelah stenosis cukup hebat dan melampaui
bataskritis terjadi pengurangan darah secara drastic dan cepat. Oklusi suatu
arteri otak akan menimbulkan reduksi suatu area dimana jaringan otak normal
sekitarnya yang masih mempunyai perdarahan yang baik berusaha membantu
suplai darah melalui jalur – jalur anastomosis yang ada. Perubahan awal yang
terjadi pada korteks akibat oklusi pembuluh darah adalah gelapnya warna
darah vena, penurunan kecepatan aliran darah, dan sedikit dilatasi arteri
arteriol. Selanjutnya akan terjadi edema pada daerah ini. Selama
berlangsungnya peristiwa ini, otoregulasi sudah tidak berfungsi sehingga
aliran darah mengikuti secara pasif segala perubahan tekanan darah arteri.
Berkurangnya aliran darah serebral sampai ambang tertentu akan memulai
serangkaian gangguan fungsi neural dan terjadi kerusakan jaringan secara
permanen.

E. Manifestasi Klinis
1. Stroke Hemoragik
a. Kemungkinan kecacatan yang berkaitan dengan stroke daerah serebri
media :
1) Hemiplegi kontralateral, sering disertai hemianestesi
2) Hemianopsi homonym kontralateral
3) Afasi bila mengenai hemisfer dominan
4) Praksi bila mengenai hemisfer nondominan
b. Daerah karotis interna
Serupa dengan bila mengenai arteri serebri media
c. Daerah serebri anterior
1) Hemiplegi dan hemianestesi kontralateral terutama di tungkai
2) Incontinentia urinae
3) Afasi atau apraksi tergantung hemisfer mana yang terkena
d. Daerah posterior
1) Hemianopsi homonym kontralateral mungkin tanpa mengenai daerah
macula karena daerah ini juga di perdarahi oleh serebri media

8
2) Nyeri talamik spontan
3) HemibalismeAleksi bila mengenai hemisfer dominan
e. Daerah vertebrobasiler
1) Sering fatal karena mengenai juga pust pusat vital di batang otak
2) Hemiplegi alternans atau tetraplegia
3) Kelumpuhan pseudobulbal (disartri, disfagi. Emosi labil)

2. Stroke Non Hemoragik


Gejala gejala CVA muncul akibat daerah tertentu tak berfungsi yang
disebabkan plek terganggunya aliran darah ke tempat tersebut. Gejala itu
muncul bervariasi, tergantung bagian otak yang terganggu.
Gejala gejala itu antara lain bersifat :
a. Sementara
Timbul hanya sebentar selama beberapa menit sampai beberapa jam
dan hilang sendiri dengan atau tanpa pengibatan. Hal inidisebut
transient ischemic attack (TIA). Serangan bisa muncul lagi dalam
wujud sama, memperberat atau malah menetap.
b. Sementara namun lebih dari 24 jam
Gejala timbul lebih dari 24 jam ddan ini di sebut Reversible Ischemic
Neurologic Defisit (RIND)
c. Gejala makin lama makin berat (Progresif)
Hal ini di sebabkan gangguan aliran darah makin lama makin berat
yang di sebut progressing stroke atau stroke inevolution
d. Sudah menetap/permanen

F. Penatalaksanaan
1. Menurunkan kerusakan iskemik serebral.
Tindakan awal difokuskan untuk menyelamatkan sebanyak mungkin area
iskemik dengan memberikan oksigen, glukosa dan aliran darah yang
adekuat dengan mengontrol atau memperbaiki disritmia serta tekanan
darah.
2. Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK

9
Dengan meninggikan kepala 15-30 derajat menghindari flexi dan rotasi
kepala yang berlebihan, pemberian dexamethason.
3. Pengobatan
a. Anti koagulan : Heparin untuk menurunkan kecenderungan perdarahan
pada fase akut.
b. Obat anti trombotik : pemberian ini diharapkan mencegah peristiwa
trombolitik atau embolik.
c. Diuretika : untuk menurunkan edema serebral.
4. Pembedahan
Endarterektomi karotis dilakukan untuk memperbaiki peredaran darah
otak.
a. Penatalaksanaan Keperawatan
1) Posisi kepala dan badan 15-30 derajat. Posisi miring apabila
muntah dan boleh mulai mobilisasi bertahap jika hemodinamika
stabil.
2) Bebaskan jalan nafas dan pertahankan ventilasi yang adekuat.
3) Tanda-tanda vital usahakan stabil.
4) Bedrest.
5) Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.
6) Hindari kenaikan suhu, batuk, konstipasi, atau cairan suction yang
berlebih.
(Muttaqin, 2008)

10
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN STROKE

A. Pengkajian
1. Anmnesa
a. Identitas
Meliputi identitas klien (nama, umur, jenis kelamin, status, suku,
agama, alamat, pendidikan, diagnosa medis, tanggal MRS, dan tanggal
pengkajian diambil) dan identitas penanggung jawab (nama, umur,
pendidikan, agama, suku, hubungan dengan klien, pekerjaan, alamat).
Hasil penelitian menunjukan bahwa penderita laki – laki lebih banyak
dari pada perempuan dan profil usia diatas 45 tahun cukup banyak yaitu
11,8 %, usia 45 – 64 tahun berjumlah 54,7 %, dan diatas usia 65 tahun
33,5 %. (Misbach, 2007)
b. Keluhan Utama
Kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat
berkomunikasi dan penurunan tingkat kesadaran.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak
saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala,
mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, kelumpuhan separuh
badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Adanya riwayat hipertensi, DM, penyakit jantung, anemia, riwayat
trauma kepala, kotrasepsi oral yang lama, penggunan obat-obat anti
koagulasi, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, DM, atau
adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.

11
2. Adapun pengkajian activity daily livng pada klien dengan stroke (Doenges
dkk, 1999) adalah :
a. Aktivitas/ Istirahat
- Gejala : merasa kesulitan untuk melakukan aktivitas karena
kelemahan, kehilangan sensasi atau paralisis (hemiplegia), merasa
mudah lelah, susah untuk beristirahat (nyeri/ kejang otot).
- Tanda : gangguan tonus otot, paralitik (hemiplegia), dan terjadi
kelemahan umum, gangguan penglihatan, gangguan tingkat
kesadaran.
b. Sirkulasi
- Gejala : adanya penyakit jantung, polisitemia, riwayat hipotensi
postural.
- Tanda : hipertensi arterial sehubungan dengan adanya embolisme/
malformasi vaskuler, frekuensi nadi bervariasi, dan disritmia.
c. Integritas Ego
- Gejala : perasaan tidak berdaya, perasaan putus asa
- Tanda : emosi yang labil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih, dan
gembira, kesulitan untuk mengekspresikan diri
d. Eliminasi
- Gejala : perubahan pola berkemih
- Tanda : distensi abdomen dan kandung kemih, bising usus negatif.
e. Makanan/cairan
- Gejala : nafsu makan hilang, mual muntah selama fase akut,
kehilangan sensasipada lidah, dan tenggorokan, disfagia, adanya
riwayat diabetes, peningkatan lemak dalam darah.
- Tanda : kesulitan menelan, obesitas.
f. Neurosensori
- Gejala : sakit kepala, kelemahan/ kesemutan, hilangnya rangsang
sensorik kontralateral pada ekstremitas, penglihatan menurun,
gangguan rasa pengecapan dan penciuman.

12
- Tanda : status mental/ tingkat kesadaran biasanya terjadi koma pada
tahap awal hemoragis, gangguan fungsi kognitif, pada wajah terjadi
paralisis, afasia, ukuran/ reaksi pupil tidak sama, kekakuan, kejang.
g. Kenyamanan/nyeri
- Gejala : sakit kepala dengan intensitas yang berbeda-beda
- Tanda : tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan pada
otot
h. Pernafasan
- Gejala : merokok
- Tanda : ketidakmampuan menelan/ batuk/ hambatan jalan nafas,
timbulnya pernafasan sulit, suara nafas terdengar ronchi.
i. Keamanan
- Tanda : masalah dengan penglihatan, perubahan sensori persepsi
terhadap orientasi tempat tubuh, tidak mampu mengenal objek,
gangguan berespons terhadap panas dan dingin, kesulitan dalam
menelan, gangguan dalam memutuskan.
j. Interaksi sosial
- Tanda : masalah dengan penglihatan, perubahan sensori persepsi
terhadap orientasi tempat tubuh, tidak mampu mengenal objek,
gangguan berespons terhadap panas dan dingin, kesulitan dalam
menelan, gangguan dalam memutuskan.
k. Penyembuhan/ pembelajaran
- Gejala : adanya riwayat hipertensi pada keluarga, stroke, pemakaian
kontrasepsi oral, kecanduan alcohol.

B. Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan fisik
a. Kepala
Pasien pernah mengalami trauma kepala, adanya hemato atau riwayat operasi.
b. Mata
Penglihatan adanya kekaburan, akibat adanya gangguan nervus optikus (nervus
II), gangguan dalam mengangkat bola mata (nervus III), gangguan dalam

13
memotar bola mata (nervus IV) dan gangguan dalam menggerakkan bola mata
kelateral (nervus VI).
c. Hidung
Adanya gangguan pada penciuman karena terganggu pada nervus olfaktorius
(nervus I).
d. Mulut
Adanya gangguan pengecapan (lidah) akibat kerusakan nervus vagus, adanya
kesulitan dalam menelan.
e. Dada
o Inspeksi : Bentuk simetris
o Palpasi : Tidak adanya massa dan benjolan.
o Perkusi : Nyeri tidak ada bunyi jantung lup-dup.
o Auskultasi : Nafas cepat dan dalam, adanya ronchi, suara jantung I
dan II murmur atau gallop.
f. Abdomen
o Inspeksi : Bentuk simetris, pembesaran tidak ada.
o Auskultasi : Bisisng usus agak lemah.
o Perkusi : Nyeri tekan tidak ada, nyeri perut tidak ada
g. Ekstremitas
Pada pasien dengan stroke hemoragik biasnya ditemukan hemiplegi paralisa atau
hemiparase, mengalami kelemahan otot dan perlu juga dilkukan pengukuran
kekuatan otot, normal : 5
Pengukuran kekuatan otot menurut (Arif mutaqqin,2008)
1) Nilai 0 : Bila tidak terlihat kontraksi sama sekali.
2) Nilai 1 : Bila terlihat kontraksi dan tetapi tidak ada gerakan pada sendi.
3) Nilai 2 : Bila ada gerakan pada sendi tetapi tidak bisa melawan grafitasi.
4) Nilai 3 : Bila dapat melawan grafitasi tetapi tidak dapat melawan tekanan
pemeriksaan.
5) Nilai 4 : Bila dapat melawan tahanan pemeriksaan tetapi kekuatanya
berkurang.
6) Nilai 5 : bila dapat melawan tahanan pemeriksaan dengan kekuatan penuh

14
C. Pemeriksaan Penunjang (Batticaca, 2008)
1. Laboratorium: darah rutin, gula darah, urin rutin, cairan serebrospinal,
AGD, biokimia darah, elektrolit.
2. CT Scan kepala untuk mengetahui lokasi dan luasnya perdarahan dan juga
untuk memperlihatkan adanya edema hematoma, iskemia, dan adanya
infark.
3. Ultrasonografi doppler: mengidentifikasi penyakit arterio vena.
4. Angiografi serebral membantu menentukan penyebab stroke secara
spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri.
5. MRI: menunjukkan darah yang mengalami infark, hemoragic.
6. EEG: memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
7. Sinar X tengkorak: menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal
daerah yang berlawanan dari masa yang meluas, klasifikasi karotis interna
terdapat pada trombosit serebral, klasifikasi parsial dinding aneurisme
pada perdarahan sub arachhnoid.

15
D. Analisa Data
No Data Fokus Etiologi Masalah Keperawatan
1 Ds : Pasien mengangguk saat Gangguan perfusi
Arterioskeloris yang
ditanya pusing Aterosklerosis serebral
disebabkan oleh
Do : aterosklerosis
- Pasien mngalami Mengikuti aliran
Trombus
penurunan kesadaran serebral darah
Pembuluh darah yang
- Tekakan darah kaku mudah pecah
179/96 mmhg STROKE Emboli
ISKEMIA
- Pasien mengalami
STROKE HEMORAGIC
kesulitan berbicara
dengan bibir
- Pasien mengalami Penurunan suplai darah dan O2 ke otak kompresi
jaringan otak
penurunan ketajaman
penglihatan
Gangguan perfusi jaringan peningkatan
- Hasil CT – scan ICH serbral
tekanan intra
ganglia basalis kranial
sinistra
- GSC = E4 M6V2
3 Ds : - Tekanan intra kranial meningka Gangguan
Do : Komunikasi Verbal
- Bibir pasien tertarik
kearah bawah Menekan arteri vertebra basilaris
- Mengeluarkan air liur
tak terkontrol
- Berbicara terdengar Kerusakan neuro serebrospinal
tidak jelas (pelo) N. VII, N.IX, N.XII

Kelemahan tonus otot fasial

Gangguan Komunikasi Verbal

2 Ds : - Tekanan intra kranial meningkat Gangguan mobilitas


Do : fisik
- Pasien mengalami Menekan arteri vertebra basilaris
kelemahan pada
ekstrimitas kanan

17
- Hanya bisa Disfungsi N. XI
beraktifitas ditempat (Assesoris)
tidur
- Kemampuan Kelemahan Anggota gerak
pergerakan sendi
terbatas
Gangguan mobilitas fisik
- Kekuatan otot
0 5
3 5
3 Ds : - Tekanan intra kranial meningkat Defisit perawatan diri
Do :
- Pasien tampak lemah
- Pasien tampak Menekan arteri cerebri media
mengalami penurunan
kesadaran Disfungsi N. XI
- Pasien tidak dapat
melakukan personal Kegagalan menggerakan anggota gerak
hygiene sendiri
karena mengalami
kelemahan anggota Personal hygiene memerlukan bantuan

18
gerak
- seluruh aktifitas
Defisit Perawatan Diri
pasien dibantu
perawat
Do : Tekanan intra kranial meningkat Resiko tinggi pola
Ds : nafas tidak efektif
Menekan pusat pernafasan

Sesak

Resiko tinggi pola nafas


tidak efektif

Ds : Tekanan intra kranial meningkat Resiko tinggi


- Pasien mengatakan kerusakan integritas
terasa panas / Menekan arteri vertebra basilaris jaringan
merintih tidak
nyaman pada daerah

19
yang tertindih Disfungsi N. XI
Do : (Assesoris)
- Pada area yang
tertekan tampak Kelemahan Anggota gerak
kemerahan
- Kulit epidermis
Gangguan mobilitas fisik
terlihat mengelupas.

Tirah baring terlalu lama

Defisit perawatan diri

Gangguan kerusakan jaringan

20
E. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan serebral b.d aliran darah sekunder akibat peningkatan tekanan intracranial
2. Gangguan komunikasi verbal b.d kehilangan kontrol otot facial atau oral
3. Gangguan mobilitas fisik b.d kerusakan neuromuscular
4. Defisit perawatan diri b.d hemiparase/hemiplegic
5. Resiko tinggi ketidakefektifan pola nafas b.d menurunnya reflek batuk dan menelan, immobilisasi
6. Resiko tinggi gangguan integritas kulit b.d tirah baring lama

F. Intervensi

Rasional
No Diagnosa Keperawatan NOC NIC
1 Gangguan perfusi Setelah diberikan asuhan 1. Berikan penjelasan pada 1. Keluarga dapat berpartisipasi
jaringan serebral b.d keperawatan selama 3x24 jam keluarga tentang sebab - dalam proses penyembuhan.
aliran darah sekunder diharapkan perfusi jaringan otak sebab peningkatan TIK dan
akibat peningkatan dapat tercapai secara optimal. akibatnya.
tekanan intracranial Kriteria Hasil : 2. Untuk mencegah perdarahan
1.Klien tidak gelisah. Tidak 2. Berikan klien bed rest total. ulang
ada keluhan nyeri kepala,
mual, kejang. 3. Mengetahui setiap perubahan

21
2.GCS E : 4, M: 6, V: 5. yang terjadi pada klien secara
3.TTV normal (N: 60-100 3. Observasi dan catat TTV dini untuk penetapan tindakan
x/menit, S: 36-36.7 OC, dan kelainan intrakranial yang tepat
RR: 16-20 x/menit). tiap 2 jam.
4. Mengurangi tekanan arteri
dengan meningkatkan drainase
vena dan memperbaiki
sirkulasi serebral
4. Berikan posisi kepala lebih
tinggi 15-30o dengan letak 5. Batuk dan mengejan dapat
jantung (beri bantal tipis). meningkatkan TIK dan
potensial terjadi perdarahan
ulang

5. Anjurkan klien untuk 6. Memperbaiki sel yang masih


menghindari batuk dan viable
mngejan berlebihan

22
6. Kolaborasi dengan tim
dokter dalam pemberian
obat neuroprotektor.

2 Gangguan komunikasi setelah diberikan tindakan 1. Kaji tipe/derajat disfungsi, 1. membantu menentukan daerah
verbal b.d kehilangan selama 3x24 jam diharapkan seperti spontan tidak dan derajat kerusakan serebral
kontrol otot facial atau kerusakan komunikasi verbal tampak memahami yang terjadi
oral klien dapat teratasi kata/mengalami kesulitan
Kriteria Hasil : berbicara atau membuat
1. Memperlihatkan suatu pengertian sendiri.
peningkatan kemampuan 2. Bedakan antara afasia dan 2. intervensi yang dipilih
berkomunikasi disatria tergantung pada tipe
2. Mampu berbicara yang kerusakannya
koheren
Mampu menyusun kata-kata 3. Minta pasien untuk 3. melakukan penilaian
mengikuti perintah terhadap adanya kerusakan
sederhana sensorik (afasia sensorik)

23
4. Minta pasien untuk 4. mengidentifikasi adanya
mengucapkan suara disatria sesuai komponen
sederhana motorik dari bicara (seperti
lidah, gerakan bibir, kontrol
napas) yang dapat
mempengaruhi artikulasi dan
mungkin juga tidak disertai
afasia motorik.

5. Berikan metode alternatif 5. memberikan komunikasi


seperti menulis di papan tentang kebutuhan
tulis berdasarakan keadaan defisit
yang mendasarnya.
7. Kolaborasi konsultasikan
dengan rujuk kepada ahli 7. Mempercepat proses
terapi wicara penyembuhan
3 Gangguan mobilitas fisik Setelah diberikan tindakan 1. Kaji kemampuan secara 1. Mengidentifikasi
b.d kerusakan keperawatan 3x24 jam fungsional/luasnya kekuatan/kelemahan dan dapat

24
neuromuscular diharapkan mobilisasi klien kerusakan awal memberikan informasi
mengalami peningkatan atau mengenai pemulihan
perbaikan. Kriteria Hasil :
1. Mempertahankan posisi 2. Ubah posisi minimal setiap 2. Menurunkan ressiko terjadinya
optimal. 2 jam trauma/iskemia jaringan
2. Mempertahankan kekuatan
dan fungsi bagian tubuh 3. Latih rentang gerak/ROM 3. Meminimalkan atrofi otot,
yang mengalami hemiparese meningkatkan sirkulasi,

4. Tempatkan bantal dibawah 4. 1membantu mencegah


aksila untuk melakukan kontroktur
abduksi pada tangan 5. Mencegah adduksi bahu dan
5. Posisikan lutut dan panggul fleksi sikuempertahankan
dalam posisi ekstensi posisi fungsional.

4 Defisit perawatan diri b.d setelah dilakukan tindakan 1. Tentukan kemampuan dan 1. membantu dalam
hemiparase/hemiplegic keperawatan selama 3x24 jam tingkat kekurangan dalam mengantisipasi merencanakan
kebutuhan perawatan diri klien melakukan perawatan diri pemenuhan kebutuhan secara
terpenuhi. individual

25
Kriteria Hasil :
1. Klien dapat melakukan
aktivitas perawatan diri 2. Beri motivasi kepada klien 2. meningkatkan harga diri dan
sesuai kemampuan. untuk tetap melakukan semangat untuk berusaha
2. Klien dapat aktivitas sesuai kemampuan terus-menerus
mengidentifikasikan
komunitas untuk
memberikan bantuan 3. Berikan bantuan perawatan 3. memenuhi kebutuhan
sesuai kebutuhan diri sesuai kebutuhan perawatan diri klien dan
menghindari sifat bergantung
kepada perawat

4. Berikan umpan balik positif 4. meningkatkan kemandirian


untuk setiap usaha yang dan mendorong klien berusaha
dilakukannya secara kontinyu

5. Kolaborasi dengan ahli 5. memberikan bantuan yang


fisioterapi mantap untuk mengembangan
rencana terapi

26
5 Resiko tinggi setelah dilakukan tindakan 1. Observasi pola dan 1. mengetahui ada tidaknya
ketidakefektifan pola keperawatan frekuensi nafas ketidakefektifan pola napas
nafas b.d menurunnya selama 3x24 jam diharapkan pola
reflek batuk dan nafas efektif. 2. Auskultasi suara nafas 2. mengetahui adanya kelainan
menelan, immobilisasi Kriteria hasil : suara nafas
- Klien tidak sesak nafas.
- Tidak terdapat suara nafas 3. Ubah posisi tiap 2 jam 3. perubahan posisi dapat
tambahan. sekali melancarkan saluran nafas
- RR dalam rentang normal
(16-20 x/menit) 4. Berikan penjelasan kepada 4. klien dan keluarga
klien dan keluarga sebab berpartisipasi dalam
ketidakefektifan pola nafas mencegah ketidakefektifan
pola nafas
5. Kolaborasi dalam 5. mempertahankan kepatenan
pemberian terapi oksigen pola nafas

6 Resiko tinggi gangguan setelah dilakukan tindakan 1. Anjurkan untuk melakukan 1. meningkatkan aliran darah
integritas kulit b.d tirah keperawatan selama 3x24 jam latihan ROM jika mungkin ke semua daerah
baring lama diharapkan klien mampu

27
mempertahankan keutuhan kulit. 2. Ubah posisi tiap 2 jam 2. menghindari tekanan dan
Kriteria hasil : meningkatkan aliran darah
1. Tidak ada tanda-tanda 3. Gunakan bantal air atau
kemerahan atau luka pengganjal yang lunak di 3. menghindari tekanan yang
bawah daerah yang berlebih pada daerah yang
menonjol menonjol

4. Observasi terhadap eritema


dan kepucatan dan palpasi 4. hangat dan pelunakan
area sekitar terhadap adalah tanda kerusakan
kehangatan dan pelunakan jaringan
jaringan tiap merubah posisi

5. Jaga kebersihan kulit dan 5. mempertahankan keutuhan


seminimal mungkin hindari kulit
trauma, panas terhadap kulit

28
G. Hasil Pencarian Jurnal

Judul Penulis Level Tahu Jumla Usia Jenis penelitian Intervensi Hasil penelitian
n h
sampel
Mirror therapy and P 2019 30 randomized Meningkatkan Semua pasien (N = 30) berjalan di atas treadmill
treadmill training Broderick, controlled trial kekuatan tonus selama 30 menit per hari, 3 hari per minggu,
for patient with F Horgan, otot kaki selama 4 minggu. Kelompok terapi cermin dan
chronic stroke dkk dengan pelatihan treadmill (n = 15) berjalan di atas
melakukan treadmill sambil melihat refleksi dari anggota
terapi cermin badan non-paretik mereka di cermin yang
dan treadmill diposisikan pada bidang mid-sagital mereka.
Kelompok plasebo (n = 15) tidak menerima
umpan balik visual cermin karena posisi cermin
diubah. Ukuran hasil primer:

Hasil : Pasca pelatihan atau penilaian tindak


lanjut 3 bulan. Penelitian tersebut
mengungkapkan bahwa dalam kelompok pasien
dengan stroke kronis, terapi cermin
dikombinasikan dengan pelatihan treadmill

29
memfasilitasi pengurangan yang signifikan dalam
tonus otot kaki ( p <0,05) dibandingkan dengan
intervensi plasebo.

Efektifitas Latihan Siti 2014 30 45-64 Quasi Latihan ROM Penelitian ini telah mengidentifikasi karakteristik
Rom Dengan Rohimah tahun Experiment pre ROM tanpa responden berupa usia, jenis kelamin, frekuensi
Latihan Rom + Seft dan post test SEFTdan serangan, sisi hemiparese dan admision time.
Terhadap Kekuatan design latihan ROM Rata-rata umur responden kelompok intervensi I
Otot Pasien Stroke ROM + SEFT adalah 60.73 tahun, sedangkan kelompo
Di V Rsud terhadap intervensi II 58.80 tahun. Sebagian besar
Tasikmalaya kekuatan otot kelompok intervensi I berjenis kelamin
pasien perempuan (60%) sedangkan kelompok
hemiparese intervensi II adalah laki-laki (73.30%). Baik
akibat stroke kelompok intervensi I maupun kelompok
iskemik intervensi II sebagian besar datang dengan
serangan stroke pertama (86.70%). Kelompok
intervensi I sebagian besar memiliki hemiparese
pada tangan kiri (73.30%) sedangkan kelompok
intervensi II sebagian besar mengalami

30
hemiparese pada tangan kanan (60%).
Berdasarkan admission time, sebagian besar
responden pada kelompok intervensi I maupun
intervensi II datang ke rumah sakit kurang dari 6
jam (66.70%). Rata-rata nilai kekuatan otot
meningkat sesudah diberikan latihan ROM, baik
pada kelompok intervensi I maupun kelompok
intervensi II, hal ini menunjukan bahwa latihan
ROM baik dengan SEFT atau tanpa SEFT
berpengaruh terhadap peningkatan kekuatan otot
pasien stroke. Terdapat perbedaan peningkatan
kekuatan otot antara responden yang melakukan
latihan ROM tanpa SEFT dan latihan ROM +
SEFT, dari hasil penelitian didapatkan bahwa
latihan ROM + SEFT

meningkatkan kekuatan otot lebih baik


dibandingkan dengan latihan ROM tanpa SEFT
Tidak terdapat kontribusi faktor perancu : usia,
jenis kelamin, sisi hemiparese, frekuensi
serangan, dan admission time pada pengaruh
latihan ROM terhadap kekuatan otot ekstremitas

31
atas pasien hemiparese akibat stroke.

Pengaruh latihan Reny 2014 16 45-64 Quasi Range of Bagi pelayanan keperawatan latihan ROM
range of motion Chaidir1, tahun Experiment pre motion pada dengan bola karet dapat dijadikan sebagai salah
pada ekstremitas Ilma Mutia dan post test ekstremitas satu intervensi keperawatan untuk pasien stroke
atas dengan bola Zuardi1 design. atas dengan pasca akut. Perlu disusun prosedur tetap latihan.
karet terhadap bola karet Sebagai bahan pertimbangan untuk peningkatan
kekuatan otot terhadap kemampuan perawat melakukan latihan ROM
pasien stroke non kekuatan otot dengan bola karet terutama bagi perawat yang
hemoragi di ruang pasien bekerja di unit stroke. Perlu dilakukan discharge
rawat stroke planning untuk menjamin kesinambungan latihan
dirumah. Bagi perkembangan ilmu keperawatan
Direkomendasikan untuk penelitian lebih lanjut
tentang latihan ROM dengan bola karet yang
lebih spesifik (ukuran, bahan, bentuk) dan

32
penggunaan alat-alat lain yang dapat
meningkatkan kekuatan otot pada pasien stroke
pasca akut dengan jumlah responden yang lebih
optimal serta latihan untuk semua anggota
ekstremitas yang tidak terbatas pada ekstremitas
atas saja.

33
ANALISIS Risda 2018 18 64-80 RCT speech therapy Intervensi inovasi yang dilakukan penulis selama 3
PRAKTEK Emilia, Siti tahun (terapi wicara), hari pertemuan menunjukkan hasil yang baik atau
KLINIK Khoiroh adalah terapi terapi ini bisa dibilang efektif, dimana Tn A.
KEPERAWATA wicara mengalami perubahan yang continue atau
N DENGAN „‟AIUEO‟‟ berangsur membaik setiap harinya meskipun
INTERVENSI dan Melodic perubahan tersebut tidak secara signifikan tetapi
INOVASI Intonation selalu ada peningkatan setiap harinya. Disamping
TERAPI Therapy (MIT) itu, yang memudahkan penulis dalam melakukan
“AIUEO” DAN untuk terapi adalah respon atau penerimaan pasien
MELODIC membantu terhadap terapi sangat baik, klien serta keluarga
INTONATION meningkatkan sangat kooperatif saat diberikan terapi latihan
THERAPY kemampuan sehingga perubahan lebih mudah di dapatkan.
(MIT) berbicara pada Intervensi inovasi yang dilakukan pada klien
TERHADAP pasien dengan dengan stroke non haemoragic di ruang stroke
KEMAMPUAN masalah centre adalah terapi vokal „‟AIUEO‟‟ dan
BERBICARA gangguan Melodic Intonation Therapy (MIT). Alternatif
PASIEN pemecahan masalah yang perlu dilakukan bagi
bicara.
perawat ruangan yaitu menjadikan intervensi ini
STROKE YANG
salah satu intervensi sederhana disamping terapi
MENGALAMI
yang hanya dilakukan oleh seorang terapis
AFASIA professional, dan untuk keluarga terapi ini sangat
MOTORIK DI mampu di lakukan di rumah untuk membantu lebih
RUANG baik kemampuan bicara pasien
STROKE
CENTER AFI
RSUD ABDUL
WAHAB
SYAHRANIE
SAMARINDA

34
PERUBAHAN 2018 34 38-64 Pre experimental, LSVT Loud setelah pemberian LSVT Loud menunjukkan
KEMAMPUAN Retno tahun meningkatkan kemampuan komunikasi verbal sangat jelasdan ada
KOMUNIKASI AyuYuliastut suara dan peningkatan pada kemampuan komunikasi verbal
VERBAL i, ucapan pada pasca pemberian LSVT Loud pada pasien stroke
PASIEN Handayani, individu iskemik dengan disartria di Rumah Sakit Islam
STROKE Yanis dengan cara Jemursari Surabaya.
ISKEMIK Kartini mengobati
DENGAN patologi fisik
DISARTRIA yang
PASCA mendasarinya
LSVTLOUD DI terkait dengan
RSI gangguan suara
JEMURSARI
SURABAYA

35
EFEKTIVITAS Suharti *)., 2016 18 50-64 true exsperiment, latihan di depan Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dilakukan
PENGGUNAA Siti tahun cermin untuk pada 18 responden pasien stroke yang di rawat inap
N CERMIN Munifatul, latihan gerakan di SMC RS Telogorejo menggunakan uji
TERHADAP Tryas lidah, Independent T-test memperlihatkan beda rata-rata
KEMAMPUAN Ariyani, nilai kemampuan bicara tanpa menggunakan
BICARA PADA Wahyuni cermin adalah 21,00 dan kemampuan bicara dengan
PASIEN Haryono**) menggunakan cermin adalah 31,33, diperoleh nilai
STROKE p-value 0,000. Oleh karena lebih kecil dari 0,05
DENGAN (<0,05) maka ada perbedaan pada variabel yang
AFASIA telah diuji yaitu kemampuan bicara dengan
MOTORIK DI menggunakan cermin dan tanpa menggunakan
SMC RS cermin. Berdasarkan uji statistik Independent ttest
TELOGOREJO dalam penelitian ini diperoleh t hitung 7,159
sedangkan t tabel 1,73 maka terdapat efektivitas
penggunaan cermin terhadap kemampuan bicara
pada pasien stroke dengan afasia motorik. Selisih
rata-rata skor antara kemampuan bicara sebelum
dan setelah dilakukan terapi wicara tanpa
menggunakan cermin yaitu 12,11. Selisih rata-rata
skor antara kemampuan bicara sebelum dan setelah
dilakukan terapi wicara dengan menggunakan
cermin yaitu 23,33. Ini menunjukkan bahwa terapi
wicara dengan menggunakan cermin 1½ kali lebih
efektif dibandingkan terapi wicara tanpa
menggunakan cermin dengan nilai perbandingan
12,11:23,33.

36
BAB IV

PENUTUP

Kesimpulan
Stroke merupakan penyakit atau gangguan fungsional otak berupa kelumpuhan saraf (deficit neurologic) akibat terhambatnya aliran
darah ke otak. Stroke adalah sindrom yang terdiri dari tanda dan/atau gejala hilangnya fungsi sistem saraf pusat fokal (atau global) yang
berkembang cepat (dalam detik atau menit). Gejala-gejala ini berlangsung lebih dari 24 jam atau menyebabkan kematian, selain
menyebabkan kematian stroke juga akan mengakibatkan dampak untuk kehidupan. Dampak stroke diantaranya, ingatan jadi terganggu dan
terjadi penurunan daya ingat, menurunkan kualitas hidup penderita juga kehidupan keluarga dan orang-orang di sekelilingnya, mengalami
penurunan kualitas hidup yang lebih drastis, kecacatan fisik maupun mental pada usia produktif dan usia lanjut dan kematian dalam waktu
singkat

37
DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/14790409/MAKALAH_STROKEs

Doengoes, M.E. (1999), Rencana asuhan keperawatan : Pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien, edi
si 3 , Jakarta EGC

www.academia.edu/stroke

http://repository.unand.ac.id/17846/1/PENELITIAN%20SUSI.pdf

WHO. 2008. The Global Burden of Disease 2004 Update. WHO Press, WorldHealth Organization, 20 Avenue Appia, 1211 Geneva
27, Switzerland, 22 september 2016.

38

Anda mungkin juga menyukai