Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

SISTEM PENGHANTARAN OBAT “HIDUNG”

Oleh :

RAHMADONA SYUKRI

No.BP : 1701039

Kelas : VI A

Dosen : Henni Rosaini, S. Si, M. Farm.

SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI (STIFARM)

PADANG

2020
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, rahmat, dan

ridhonyalah penulis dapat menyelesaikan tugas makalah mata kuliah Sistem

Penghantaran Obat yang membahas tentang Sistem Penghantaran Obat Hidung.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Henni Rosaini, S. Si, M. Farm. selaku

dosen mata kuliah Sistem Penghantaran Obat serta rekan-rekan yang memberikan

masukan dan saran kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kata

sempurna serta masih banyak kekurangan. Untuk itu, kritik dan saran sangat

dinantikan guna penyempurnaan makalah ini di masa mendatang. Penulis juga

memohon maaf apabila dalam penulisan makalah ini terdapat banyak kesalahan dan

kekeliruan sehingga membingungkan pembaca dalam memahami makalah ini.

Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan dan pengetahuan yang

bermanfaat bagi penulis maupun pembaca dan semoga Tuhan senantiasa memberikan

bimbingan dan petunjuk kepada kita semua.

                                                                                Padang, 26 April 2020

Rahmadona Syukri
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI...................................................................................................

BAB 1 PENDAHULUAN...............................................................................

1.1................................................................................Latar Belakang

1.2...........................................................................Rumusan Masalah

1.3..............................................................................................Tujuan
..........................................................................................................

1.4............................................................................Manfaat Makalah

BAB II KAJIAN TEORITIS.........................................................................

2.1 Mengetahui anatomi sistem pernafasan.......................................

2.2 Mengetahui jalur penghantaran, absorbsi, dan metabolisme

obat melalui hidung........................................................................

2.3 Mengetahui bentuk sediaan obat untuk hidung .........................

2.4 Mengetahui keuntungan dan kelemahan bentuk konvensional

dan modifikasi................................................................................

BAB III PENUTUP.......................................................................................

3.1. Kesimpulan.....................................................................................

3.1. Saran ...............................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Seiring dengan semakin berkembangnya sains dan teknologi,

perkembangan di dunia farmasi pun tidak ketinggalan. Semakin hari semakin

banyak jenis dan ragam penyakit yang muncul dan perkembangan pengobatan

pun terus dikembangkan. Selain memodifikasi senyawa obat, upaya yang

banyak dilakukan adalah memodifikasi bentuk sediaan dan sistem penghantaran

obat. Bermacam sistem mucosal dalam tubuh manusia (nasal, pulmonal, rectal

dan vaginal) dapat dimanfaatkan untuk titik masuk sistem penghantaran obat.

DDS Nasal adalah metode pengiriman obat yang aktif dalam dosis rendah dan

tidak menunjukan bioavailabilitas oral yang minimal. Awalnya, terapi inhalasi

diterapkan di India pada 4000 tahun yang lalu, dimana penderita batuk

menghirup daun Atropa belladona. Pada awal abad 19 ditemukan metode

nebulisasi cairan, suatu pengembangan baru metode dalam farmakoterapi.

Pemberian obat secara intranasal merupakan alternative ideal untuk

menggantikan sistem penghantaran obat sistemik parenteral. Keuntungan

pemberian obat secara nasal ini meliputi pencegahan eliminasi lintas pertama

hepatic, metabolisme dinding sel saluran cerna atau destruksi obat saluran

cerna, kecepatan dan jumlah absorpsi, serta profil konsentrasi obat versus waktu

relative sebanding dengan pengobatan intarvena, keberadaan vaskulator yang


besar dan struktur yang sangat permeabel mukosa nasal ideal untuk absorpsi

sistemik, dan kemudian pemberian serta kenyamanan obat secara intranasal

untuk pasien. Pemberian obat menurut rute nasal merupakan sistem

penghantaran obat yang menarik, seperti terbukti dengan introduksi bentuk

sediaan yang dapat diterima misal kalsitonin untuk osteoporosis dan analog dari

luteinizing harmone-relasing harmone untuk endometrosis. Selain itu telah

diteliti pula semacam obat untuk diberikan secara intranasal (misal

kortikostreoid, antibiotika, kardiovaskular, histamine dan anti histamin dan lain

sebagainya).

1.2. Rumusan Masalah

1. Bagaimana anatomi sistem pernafasan?

2. Bagaimana jalur penghantaran, absorbsi, dan metabolisme obat melalui

hidung?

3. Apa saja bentuk sediaan obat untuk hidung (konvensional dan modifikasi

beserta cara penggunaannya masing-masing)?

4. Apa saja keuntungan dan kelemahan bentuk konvensional dan modifikasi?

1.3. Tujuan

1. Mengetahui anatomi sistem pernafasan.

2. Mengetahui jalur penghantaran, absorbsi, dan metabolisme obat melalui

hidung.
3. Mengetahui bentuk sediaan obat untuk hidung (konvensional dan modifikasi

beserta cara penggunaannya masing-masing).

4. Mengetahui keuntungan dan kelemahan bentuk konvensional dan

modifikasi.

1.4. Manfaat Makalah

Makalah ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai berikut:

1. Memberikan informasi terbaru mengenai sistem penghantaran obat hidung.

2. Menjadi bahan atau acuan terhadap mahasiswa/i selanjutnya.

3. Bagi penulis, penulisan makalah ini diharapkan dapat menambah wawasan

tentang sistem penghantaran obat hidung.


BAB II

KAJIAN TEORITIS

2.1 Anatomi Sistem Pernafasan.

a. Anatomi Hidung

Untuk mengetahui penyakit dan kelainan hidung, perlu diingat kembali

tentang anatomi hidung. Anatomi dan fisiologis normal harus diketahui dan

diingat kembali sebelum terjadi perubahan anatomi dan fisiologis yang dapat

berlanjut menjadi suatu penyakit atau kelainan. Pada manusia dan jenis hewan

lainnya yang utama fungsi rongga hidung sebagai alat bernapas dan penciuman.

Selain itu fungsi rongga hidung sebagai pelindung, menyaring panas yang

penting dan melembabkan udara yang dihirup sebelum mencapai saluran udara

terendah.

b. Embriologi Hidung

Perkembangan rongga hidung secara embriologi yang mendasari

pembentukan anatomis intranasal dapat dibagi menjadi dua proses. Pertama

embrional bagian kepala berkembang membentuk dua bgian rongga hidung

yang berbeda, kedua adalah bagian dinding lateral hidung yang kemudian

berinvaginasi menjadi kompleks padat yang dikenal dengan konka (turbinate),

dan membentuk rongga-rongga yang disebut sebagai sinus (Walsh WE, 2006).

c. Anatomi Hidung Luar


Hidung terdiri atas hidung luar dan hidung bagian dalam. Hidung bagian

luar menonjol pada garis tengah di antara pipi dan bibir atas, struktur hidung

luar dibedakan atas tiga bagian, yang paling atas : kubah tulang yang tidak

dapat digerakkan, dibawahnya terdapat kubah kartilago yang sedikit dapat

digerakkan, dan yang paling bawah adalah lobus hidung yang mudah

digerakkan. Bentuk hidung luar seperti pyramid dengan bagian-bagiannya dari

atas ke bawah adalah pangkal hidung, batang hidung, puncak hidung, ala nasi,

kolumela, dan lubang hidung.

d. Anatomi Hidung dalam

Bagian hidung dalam terdiri dari atas struktur yang membentang dari os.

Internum di sebelah anterior hingga koana di posterior, yang memisahkan

rongga hidung dari nasofaring. Kavum nasi dibagi oleh septum, dinding lateral

terdapat konka superior, konka media dan konka inferior. Celah antara konka

inferior dengan dasar hidung dinamakan meatus inferior, berikutnya celah

antara konka media dan inferior disebut meatus media dan sebelah atas konka

media disebut meatus superior. (Ballenger JJ, 1994 ; Dhingra PL, 2007; Hilger

PA, 1997).
e. Fungsi dari hidung

Fungsi dari hidung adalah untuk menghangatkan, membersihkan, dan

melembabkan udara yang anda napas serta membantu anda untuk membaui dan

mencicipi. Seorang yang normal akan menghasilkan kira-kira dua quarts (1

quart =0,9 liter) cairan setiap hari (lendir), yang membantu dalam

mempertahankan saluran pernapasan bersih dan lembab. Rambut-rambut

mikroskopisyang kecil (cilia) melapisi permukaan-permukaan dari rongga

hidung, membantu menghapus partikel-partikel. Akhirnya lapisan lendir

digerakkan ke belakang tenggorokan dimana ia secara tidak sadar ditelan.

Seluruh proses ini diatur secara ketat oleh beberapa sistem-sistem tubuh.

Rongga hidung ditutupi dengan selaput lendir yang dapat dibagi menjadi dua
wilayah, nonolfactory dan penciuman epitel, di daerah ini non penciuman

mencakup ruang depan hidung yang ditutupi dengan kulit seperti stratifikasi sel

epitel skuamosa, dimana sebagai daerah pernapasan, yang memiliki saluran

udara epitel khas ditutupi dengan banyak mikrofili, sehingga luas permukaan

besar yang tersedia untuk penyerapan obat dan transportasi. Dengan cara ini

lapisan lendir dalam di dorong dari anterior ke bangsal bagian posterior rongga

hidung. Sel-sel goblet yang hadir dalam selaput lendir yang mempunyai konka

hidung dan atrium, melainkan mengeluarkan mucus sebagai butiran lendir yang

bengkak pada cairan hidung untuk berkontribusi pada lapisan lendir.

Sekresi lendir terdiri dari sekitar 95% air, Mucin 2%, 1% garam, 1%

protein lain seperti albumin, imunoglobulin, lisozim dan laktoferin, dan 1 %

lipid (Kaliner M et al., 1984 dalam Alagusundaram: 2010).

2.2 Jalur Penghantaran, Absorbsi, Dan Metabolisme Obat Melalui Hidung.

Rute nasal penghataran obat menarik karena selalu dicari rute pemberian

obat yang tidak dapat diberikan baik secara oral maupun parenteral dari obat

hasil sintesis secara biologi, yaitu peptida dan polipeptida. Polipeptida seperti

insulin yang dirusak oleh cairan saluran cerna, diberikan secara injeksi.

Mukosal nasal menunjukkan prospek yang baik untuk absorpsi sistemik dari

beberapa peptida, di samping obat nonpeptida, seperti skopolamin, hidralazin,


progesteron, dan propanolol. Rute nasal memberikan pula keuntungan pada

obat nonpeptida yang diabsorpsi buruk secara oral.

Jaringan nasal orang dewasa mempunyai kapasitas sekitar 20 ml, dengan

luas permukaan cukup besar (sekitar 180 cm2) untuk absorpsi obat yang

dimungkinkan oleh adanya “microvilli” di sepanjang sel-sel epitel kolumnar

dari mukosa nasal. Jaringan nasal penuh dengan pembuluh darah sehingga

merupakan lokasi yang menarik untuk absorpsi sistemik secara cepat dan

efektif. Salah satu keuntungan besar dari absorpsi nasal adalah mencegah

terjadinya efek lintas pertama (first pass effect) oleh hati.

Mukosa hidung telah dianggap sebagai rute pemberian obat untuk

mencapai absorpsi yang lebih cepat dan lebih tinggi karena dapat mengurangi

aktivitas dari saluran pencernaan, mengurangi aktivitas pankreas dan aktivitas

enzimatik lambung, pH netral pada mukus hidung akan mengurangi aktivitas

gastrointestinal (Krishnamoorthy R et al, 1998; Kisan R et al, 2007 dalam

Alagusundaram: 2010).

Ketika obat digunakan oleh pasien, obat akan menghasilkan efek tertentu

yang disebut efek biologis. Efek biologis ini merupakan hasil interaksi obat

dengan reseptor tertentu dari obat, dimana obat yang dihantarkan ke tempat

kerja di atas pada kecepatan dan konsentrasi tertentu diharapkan dapat

memberikan efek terapeutik yang maksimal dan dengan efek samping yang

seminimal mungkin.

Faktor-faktor yang mempengaruhi absorpsi obat :


a. Kelarutan obat Agar dapat diabsorpsi obat harus dalam bentuk

larutan. Obat yang diberikan dalam bentuk larutan akan mudah

diabsorpsi dibandingkan obat yang harus larut dahulu dalam cairan

badan sebelum diabsoprsi.

b. Kemampuan obat difusi melintasi membran sel Obat yang berdifusi

melintasi pori-pori membran lipid kebanyakan obat di absorpsi

dengan pasif.

c. Kadar Obat Semakin tinggi kadar obat dalam larutan semakin cepat

obat diabsorpsi.

d. Sirkulasi darah pada tempat absorpsi Semakin cepat sirkulasi darah

maka obat yang diabsorpsi akan semakin besar.

e. Luas permukaan kontak obat Untuk mempercepat absoprsi dapat

dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel obat.

f. Bentuk sediaan obat Untuk memperlambat absorpsi obat dapat

dilakukan dengan penggunaan obat bentuk kerja panjang.

g. Rute penggunaan obat Rute pemakaian obat dapat mempengaruhi

kecepatan absorpsi obat.

Mekanisme Absorpsi

Obat yang diserap dari rongga hidung melewati lapisan lendir, ini adalah

langkah pertama dalam absorpsi. Obat kecil dengan mudah melewati lapisan ini

tetapi obat besar tidak mudah atau sulit dikenakan untuk menyebrang lapisan

tersebut. ada 2 mekanisme penyerapan obat yang digunakan :


a. Mekanisme pertama

Mekanisme pertama melibatkan rute berair transportasi, yang

juga dikenal sebagai rute paracellular. Rute ini lambat dan pasif. Ada

korelasi log-log terbalik antara intranasal penyerapan dan berat

molekul senyawa larut dalam air. Kurang bioavailabilitas diamati

untuk obat dengan berat molekul lebih besar dari 1000 Dalton

(Aurora J et al., 2002 dalam Kushwara: 2011).

b. Mekanisme kedua

Mekanisme kedua melibatkan transportasi melalui rute lipoidal

juga dikenal sebagai proses transelular dan bertanggung jawab untuk

pengangkutan lipofilik obat yang menunjukkan tingkat

ketergantungan pada lipofilisitas mereka. Obat juga melintasi

membran sel dengan rute transpor aktif melalui carrier-dimediasi

berarti atau transportasi melalui pembukaan persimpangan ketat

(Aurora J et al., 2002). Sebagai contoh, kitosan, suatu biopolimer

alami dari kerang, membuka sambungan yang erat antara epitel sel

untuk memfasilitasi transportasi obat (Remo et al, 1998 dalam

Kushwara: 2011). Pada pemberian secara oral, sebelum obat masuk

ke peredaran darah dan didistribusikan ke seluruh tubuh, terlebih

dahulu harus mengalami absorbsi pada saluran cerna.


Identifikasi enzim metabolisme pada mukosa nasal pada beberapa spesies

hewan menunjukkan hal yang mirip dengan manusia, dan begitu juga potensi

metabolisme beberapa obat secara intranasal.

Untuk beberapa peptida dan senyawa molekul kecil, ketersediaan hayati

intranasal sebanding dengan sediaan injeksi. Hanya saja ketersediaan hayati

menurun bila berat molekul senyawa meningkat, dan untuk protein yang terdiri

dari lebih 72 asam amino, ketersediaan hayati mungkin rendah. Bebepara teknik

farmasetik dan formulasi dengan bahan pembantu, seperti surfraktan,

menunjukkan peningkatan absorpsi nasal dari molekul besar.

Produk yang sudah dipasarkan atau dalam tahap penelitian klinik untuk

sistem penghantaran obat nasal meliputi lypressin (diapid, Sandoz), Oxytocin

(Syntocinon, Sandoz), dismopressin (DDAVP, Rhone – Ponlenc Rorer),

Vitamin B12 (Ener – B Gel), Progesteron, insulin, calcitonin (Miacalcin,

Novartis) Propanolol, dan butophanolol (Stadal, Mead-Johnson).

Prospek sediaan nasal untuk dikembangkan menjadi sistem penghantaran

sistemik sangat cerah dan prospektif. Dalam manufaktur sediaan nasal ini perlu

diperhatikan masalah sterilisasi, teknik aseptik, dan sterilitas produk. Untuk

meminimalkan kemungkinan kontaminasi produk, pasien harus diingatkan

bahwa sediaan nasal hanya digunakan untuk satu orang pasien saja, dan

dijauhkan dari jangkauan anak-anak. Jika sediaan nasal akan digunakan untuk

anak-anak, maka cara penggunaannya harus jelas.


Hidung adalah organ kompleks dengan berbagai fungsi, dengan jaringan

nasal merupakan permukaan yang penuh dengan vaskular dan jaringan mukosa

untuk absorpsi obat. Untuk tujuan sistemik sering diperlukan peningkatan

penetrasi yang bekerja menurut berbagai mekanisme. Obat yang diberikan

melalui penhantaran nasal untuk tujuan sistemik meliputi obat analgesik

(Butafanol, Enkefalin, Buprenofin), obat vaskuler (Dobutamin, Angiotensin II

Antagonis), hormon endokrin (hormon pertumbuhan manusia h4H, Kalsitonin,

Lutenizing Hormone Releasing Hormone LHRH, Insulin), dan lain-lain.

2.3 Bentuk Sediaan Obat Untuk Hidung (Konvensional Dan Modifikasi

Beserta Cara Penggunaannya Masing-Masing).

Pemilihan bentuk sediaan tergantung pada obat yang digunakan, indikasi,

pasien dan pemeriksaan terakhir. Empat formulasi dasar yang harus

dipertimbangkan yaitu larutan, emulsi, dan bubuk kering. Sistem penghantar

sediaan untuk obat pemberian intranasal yaitu:

a. Semprot hidung

Ketersediaan pompa dosis terukur pada nasal spray dapat

memberikan dosis yang tepat dari 25-200 μm. Ukuran partikel dan

morfologi dari obat dan viskositas formulasi menentukan pilihan

pompa dan perakitan (Kushwara: 2011).

b. Tetes hidung
Tetes hidung adalah salah satu yang paling sederhana dan

nyaman dikembangkan untuk penghantaran. Kerugian utama dari ini

adalah kurangnya presisi dosis tetes hidung mungkin tidak cocok

untuk produk resep (Kushwara: 2011).

c. Nasal gel

Keuntungan dari nasal gel yaitu pengurangan dampak rasa

karena mengurangi menelan, pengurangan kebocoran anterior

formulasi, pengurangan iritasi dengan menggunakan eksipien

menenangkan/emolien dan sasaran pengiriman ke mukosa untuk

penyerapan lebih baik (Kushwara: 2011).

d. Nasal bubuk

Keuntungan untuk bentuk sediaan serbuk hidung adalah tidak

adanya bahan pengawet dan stabilitas superior formulasi. Namun,

kesesuaian bubuk formulasi tergantung pada kelarutan, ukuran partike,

sifat aerodinamis dan iritasi hidung obat aktif dan/ atau bahan

pembantu. Tetapi iritasi mukosa hidung dan pengiriman dosis terukur

adalah beberapa tantangan formulasi. Umumnya, penyerapan

bertindak melalui salah satu dari mekanisme berikut antara lain

menghambat aktivitas enzim, mengurangi kekentalan lendir atau

elastisitas, penurunan pembersihan mukosiliar, dan melarutkan atau

menstabilkan obat (Kushwara: 2011).

e. Intranasal mikroemulsi
Intranasal mikroemulsi merupakan salah satu pengiriman obat

non-invasif untuk sirkulasi sitemik. Vyas (2006) telah melaporkan

bahwa formulasi mikroemulsi clonazepam digabungkan dengan agen

mukoadhesif dipamerkan timbulnya status epileptikus. Dalam

penelitian lain, Vyas dkk dilaporkan cepat dan tingkat yang lebih besar

dari transportasi obat ke dalam otak tikus setelah pemberian intranasal

mukoadhesif mikroemulsi zolmitriptan dan sumatriptan. Mukesh dkk

(2008) mempelajari pengiriman intranasal risperidone dan

menyimpulkan bahwa jumlah yang signifikan dari risperidone dengan

cepat dan efektid disampaikn ke otak dengan pemberian intranasal

nanoemulsion mukoadhesif risperidone (Kushwara: 2011).

2.4 Keuntungan Dan Kelemahan Bentuk Konvensional Dan Modifikasi.

a. Keuntungan

1. Obat dengan stabilitas yang rendah di dalam cairan gastrointestinal bisa

diberikan dengan rute nasal.

2. Area permukaan untuk absorpsi luas (160 cm3)

3. Senyawa polar yang menunjukan absorpsi oral yang rendah mungkin bisa

ditukar untuk rute ini.


4. Penyerapan obat sangatkah cepat melalui mucosa vaskular, onset of action

yang cepat serta aktivitas metabolisme yang rendah dibandingkan dengan

peroral, menghindari reaksi saluran cerna dan metabolisme hati.

5. Kenyamanan dan kepatuhan meningkat, penggunaan yang mudah.

b. Kelemahan

1. Ada resiko efek samping setempat dan menyebabkan kerusakan pada cilia

dari mukosa hidung, keduanya dari bahan aktif dan bahan tambahan yang

ditambahkan ke formulasi obat.

2. Volume yang dapat dihantarkan ke rongga hidung terbatas dari 25-200µl,

tidak layak untuk bobot molekul yang tingginya lebih dari 1 k Da.

3. Permeabilitas obat dapat terbatas, karena penghambatan enzim, dan bila

terdapat iritasi pada hidung, obat tidak dapat diberikan.

4. Surfaktan tertentu digunakan senyawa kimia yang bisa menggangu dan

kadang melarutkan membrane dalam konsentrasi yang tinggi.

5. Keadaan dingin atau kondisi patologik lain termasuk disfungsi cilia

mukosa, bisa sangat mempengaruhi kecepatan absorpsi di hidung.

6. Bisa menjadi kehilangan mekanik dari bentuk dosis kebagian lain di jalur

pernapasan seperti paru-paru karena teknik pemberian yang tidak benar.


BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Hidung adalah organ kompleks dengan berbagai fungsi, dengan jaringan

nasal merupakan permukaan yang penuh dengan vaskular dan jaringan mukosa

untuk absorpsi obat. Untuk tujuan sistemik sering diperlukan peningkatan

penetrasi yang bekerja menurut berbagai mekanisme. Fungsi dari hidung adalah

untuk menghangatkan, membersihkan, dan melembabkan udara yang anda

napas serta membantu anda untuk membaui dan mencicipi.

Rute nasal penghataran obat menarik karena selalu dicari rute pemberian

obat yang tidak dapat diberikan baik secara oral maupun parenteral dari obat

hasil sintesis secara biologi, yaitu peptida dan polipeptida.

3.2 Saran

Untuk memperkaya jenis obat, perlu lebih banyak penelitian terhadap

senyawa-senyawa obat yang digunakan saat ini, sehingga beberapa bentuk

sediaan farmasi konvensional dengan berbagai kelemahan dapat segera

ditemukan penggantinya.
DAFTAR PUSTAKA

Alagusundaram, M. Dkk. 2010. Nasal Drug Delivery System-an Overview. India:

Pharmascope Foundation (www.pharmascope.org) Int. Journal Res.

Pharmaceutical Science. Vol-1.

Ballenger JJ. 1994. Aplikasi Klinis Anatomi dan Fisiologi Hidung dan Sinus

Paranasal. Dalam : Penyakit Telinga Hidung Telinga Tenggorok Kepala dan

leher. Edisi ke-13.Jakarta : Binarupa Aksara, hal :1-25.

Kushwara, Swatantra K.S dkk. 2011. Advances in Nasal Trans-Mucosal Drug

Delivery. India: Journal of Applied Pharmaceutical Science 01 (07).

Medidata. 2012. MIMS Petunjuk Konsultasi Edisi 12. Jakarta: Bhuana Ilmu Populer.

Putheti, Rames R, Patih, Mahesh C, Obire,O. 2009. Nasal Drug Delivery in

Pharmaceutical and Biotechnology : Present and Future. e-Journal of Science

& Technology (e-JST).

Walsh, W.E. dan Kern, R.C. 2006. Sinonasal Anatomy, Function, and Evaluation. In:

Bailey, B.J., Johnson, J.T., Newlands, S.D. (ed). Head and Neck Surgery–

Otolaryngology. 4th Edition. USA: Lippincott Williams & Wilkins.

Anda mungkin juga menyukai