Oleh :
RAHMADONA SYUKRI
No.BP : 1701039
Kelas : VI A
PADANG
2020
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, rahmat, dan
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Henni Rosaini, S. Si, M. Farm. selaku
dosen mata kuliah Sistem Penghantaran Obat serta rekan-rekan yang memberikan
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kata
sempurna serta masih banyak kekurangan. Untuk itu, kritik dan saran sangat
memohon maaf apabila dalam penulisan makalah ini terdapat banyak kesalahan dan
bermanfaat bagi penulis maupun pembaca dan semoga Tuhan senantiasa memberikan
Rahmadona Syukri
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI...................................................................................................
BAB 1 PENDAHULUAN...............................................................................
1.1................................................................................Latar Belakang
1.2...........................................................................Rumusan Masalah
1.3..............................................................................................Tujuan
..........................................................................................................
1.4............................................................................Manfaat Makalah
dan modifikasi................................................................................
3.1. Kesimpulan.....................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
banyak jenis dan ragam penyakit yang muncul dan perkembangan pengobatan
obat. Bermacam sistem mucosal dalam tubuh manusia (nasal, pulmonal, rectal
dan vaginal) dapat dimanfaatkan untuk titik masuk sistem penghantaran obat.
DDS Nasal adalah metode pengiriman obat yang aktif dalam dosis rendah dan
diterapkan di India pada 4000 tahun yang lalu, dimana penderita batuk
pemberian obat secara nasal ini meliputi pencegahan eliminasi lintas pertama
hepatic, metabolisme dinding sel saluran cerna atau destruksi obat saluran
cerna, kecepatan dan jumlah absorpsi, serta profil konsentrasi obat versus waktu
sediaan yang dapat diterima misal kalsitonin untuk osteoporosis dan analog dari
sebagainya).
hidung?
3. Apa saja bentuk sediaan obat untuk hidung (konvensional dan modifikasi
1.3. Tujuan
hidung.
3. Mengetahui bentuk sediaan obat untuk hidung (konvensional dan modifikasi
modifikasi.
KAJIAN TEORITIS
a. Anatomi Hidung
tentang anatomi hidung. Anatomi dan fisiologis normal harus diketahui dan
diingat kembali sebelum terjadi perubahan anatomi dan fisiologis yang dapat
berlanjut menjadi suatu penyakit atau kelainan. Pada manusia dan jenis hewan
lainnya yang utama fungsi rongga hidung sebagai alat bernapas dan penciuman.
Selain itu fungsi rongga hidung sebagai pelindung, menyaring panas yang
penting dan melembabkan udara yang dihirup sebelum mencapai saluran udara
terendah.
b. Embriologi Hidung
yang berbeda, kedua adalah bagian dinding lateral hidung yang kemudian
dan membentuk rongga-rongga yang disebut sebagai sinus (Walsh WE, 2006).
luar menonjol pada garis tengah di antara pipi dan bibir atas, struktur hidung
luar dibedakan atas tiga bagian, yang paling atas : kubah tulang yang tidak
digerakkan, dan yang paling bawah adalah lobus hidung yang mudah
atas ke bawah adalah pangkal hidung, batang hidung, puncak hidung, ala nasi,
Bagian hidung dalam terdiri dari atas struktur yang membentang dari os.
rongga hidung dari nasofaring. Kavum nasi dibagi oleh septum, dinding lateral
terdapat konka superior, konka media dan konka inferior. Celah antara konka
antara konka media dan inferior disebut meatus media dan sebelah atas konka
media disebut meatus superior. (Ballenger JJ, 1994 ; Dhingra PL, 2007; Hilger
PA, 1997).
e. Fungsi dari hidung
melembabkan udara yang anda napas serta membantu anda untuk membaui dan
quart =0,9 liter) cairan setiap hari (lendir), yang membantu dalam
Seluruh proses ini diatur secara ketat oleh beberapa sistem-sistem tubuh.
Rongga hidung ditutupi dengan selaput lendir yang dapat dibagi menjadi dua
wilayah, nonolfactory dan penciuman epitel, di daerah ini non penciuman
mencakup ruang depan hidung yang ditutupi dengan kulit seperti stratifikasi sel
udara epitel khas ditutupi dengan banyak mikrofili, sehingga luas permukaan
besar yang tersedia untuk penyerapan obat dan transportasi. Dengan cara ini
lapisan lendir dalam di dorong dari anterior ke bangsal bagian posterior rongga
hidung. Sel-sel goblet yang hadir dalam selaput lendir yang mempunyai konka
hidung dan atrium, melainkan mengeluarkan mucus sebagai butiran lendir yang
Sekresi lendir terdiri dari sekitar 95% air, Mucin 2%, 1% garam, 1%
Rute nasal penghataran obat menarik karena selalu dicari rute pemberian
obat yang tidak dapat diberikan baik secara oral maupun parenteral dari obat
hasil sintesis secara biologi, yaitu peptida dan polipeptida. Polipeptida seperti
insulin yang dirusak oleh cairan saluran cerna, diberikan secara injeksi.
Mukosal nasal menunjukkan prospek yang baik untuk absorpsi sistemik dari
luas permukaan cukup besar (sekitar 180 cm2) untuk absorpsi obat yang
dari mukosa nasal. Jaringan nasal penuh dengan pembuluh darah sehingga
merupakan lokasi yang menarik untuk absorpsi sistemik secara cepat dan
efektif. Salah satu keuntungan besar dari absorpsi nasal adalah mencegah
mencapai absorpsi yang lebih cepat dan lebih tinggi karena dapat mengurangi
Alagusundaram: 2010).
Ketika obat digunakan oleh pasien, obat akan menghasilkan efek tertentu
yang disebut efek biologis. Efek biologis ini merupakan hasil interaksi obat
dengan reseptor tertentu dari obat, dimana obat yang dihantarkan ke tempat
memberikan efek terapeutik yang maksimal dan dengan efek samping yang
seminimal mungkin.
dengan pasif.
c. Kadar Obat Semakin tinggi kadar obat dalam larutan semakin cepat
obat diabsorpsi.
Mekanisme Absorpsi
Obat yang diserap dari rongga hidung melewati lapisan lendir, ini adalah
langkah pertama dalam absorpsi. Obat kecil dengan mudah melewati lapisan ini
tetapi obat besar tidak mudah atau sulit dikenakan untuk menyebrang lapisan
juga dikenal sebagai rute paracellular. Rute ini lambat dan pasif. Ada
untuk obat dengan berat molekul lebih besar dari 1000 Dalton
b. Mekanisme kedua
alami dari kerang, membuka sambungan yang erat antara epitel sel
hewan menunjukkan hal yang mirip dengan manusia, dan begitu juga potensi
menurun bila berat molekul senyawa meningkat, dan untuk protein yang terdiri
dari lebih 72 asam amino, ketersediaan hayati mungkin rendah. Bebepara teknik
Produk yang sudah dipasarkan atau dalam tahap penelitian klinik untuk
sistemik sangat cerah dan prospektif. Dalam manufaktur sediaan nasal ini perlu
bahwa sediaan nasal hanya digunakan untuk satu orang pasien saja, dan
dijauhkan dari jangkauan anak-anak. Jika sediaan nasal akan digunakan untuk
nasal merupakan permukaan yang penuh dengan vaskular dan jaringan mukosa
a. Semprot hidung
memberikan dosis yang tepat dari 25-200 μm. Ukuran partikel dan
b. Tetes hidung
Tetes hidung adalah salah satu yang paling sederhana dan
c. Nasal gel
d. Nasal bubuk
sifat aerodinamis dan iritasi hidung obat aktif dan/ atau bahan
e. Intranasal mikroemulsi
Intranasal mikroemulsi merupakan salah satu pengiriman obat
penelitian lain, Vyas dkk dilaporkan cepat dan tingkat yang lebih besar
a. Keuntungan
3. Senyawa polar yang menunjukan absorpsi oral yang rendah mungkin bisa
b. Kelemahan
1. Ada resiko efek samping setempat dan menyebabkan kerusakan pada cilia
dari mukosa hidung, keduanya dari bahan aktif dan bahan tambahan yang
tidak layak untuk bobot molekul yang tingginya lebih dari 1 k Da.
6. Bisa menjadi kehilangan mekanik dari bentuk dosis kebagian lain di jalur
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
nasal merupakan permukaan yang penuh dengan vaskular dan jaringan mukosa
penetrasi yang bekerja menurut berbagai mekanisme. Fungsi dari hidung adalah
Rute nasal penghataran obat menarik karena selalu dicari rute pemberian
obat yang tidak dapat diberikan baik secara oral maupun parenteral dari obat
3.2 Saran
ditemukan penggantinya.
DAFTAR PUSTAKA
Ballenger JJ. 1994. Aplikasi Klinis Anatomi dan Fisiologi Hidung dan Sinus
Medidata. 2012. MIMS Petunjuk Konsultasi Edisi 12. Jakarta: Bhuana Ilmu Populer.
Walsh, W.E. dan Kern, R.C. 2006. Sinonasal Anatomy, Function, and Evaluation. In:
Bailey, B.J., Johnson, J.T., Newlands, S.D. (ed). Head and Neck Surgery–