Anda di halaman 1dari 11

FARMAKOTERAPI II

Tugas 1

“Hipertensi”

Oleh :

Nama : Rahmadona Syukri

No. BP : 1701039

Kelas : VI A

Dosen : Sri Oktavia, M. Farm, Apt.

SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI (STIFARM)

PADANG

2020
HIPERTENSI

1. JELASKAN DEFINISI HIPERTENSI !

Derajat Hipertensi atau yang lebih dikenal dengan sebutan penyakit darah tinggi
adalah suatu keadaan dimana tekanan darah seseorang berada diatas batas normal atau
optimal yaitu 120 mmHg untuk sistolik dan 80 mmHg untuk diastolik. Penyakit ini
dikategorikan sebagai the silent disease karena penderita tidak mengetahui dirinya mengidap
hipertensi sebelum memeriksakan tekanan darahnya (Purnomo, 2009).

2. JELASKAN KLASIFIKASI HIPERTENSI !

Hipertensi dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu

1) Hipertensi primer atau esensial yang penyebabnya tidak diketahui


2) Hipertensi sekunder yang dapat disebabkan oleh penyakit ginjal, penyakit endokrin,
penyakit jantung, dan gangguan anak ginjal (adrenal) (Nuraima, 2012).

Klasifikasi hipertensi menurut WHO


Klasifikasi hipertensi menurut JNC VII

3. JELASKAN ETIOLOGI HIPERTENSI !

Pada kebanyakan pasien, hipertensi disebabkan oleh etiologi patofisiologis yang tidak
diketahui (hipertensi esensial atau primer). Bentuk hipertensi ini tidak bisa disembuhkan,
tetapi bisa dikendalikan. Sebagian kecil pasien memiliki penyebab spesifik hipertensi
(hipertensi sekunder). Ada banyak penyebab sekunder potensial yang merupakan kondisi
medis bersamaan atau diinduksi secara endogen. Jika penyebabnya dapat diidentifikasi,
hipertensi pada pasien ini dapat dikurangi atau berpotensi disembuhkan (Dipiro, 2011).

a. Hipertensi essensial (idiopatik)

- Adalah hipertensi tanpa kelainan dasar patologis yang jelas

- Lebih dari 90%

- Penyebab : faktor genetik dan lingkungan.

 Faktor genetik : kepekaan terhadap natrium, kepekaan terhadap stress, reaktivitas


pembuluh darah terhadap vasokontriktor, resistensi insulin dll.
 Faktor lingkungan : diet, kebiasaan merokok, stress emosi, obesitas dll.

b. Hipertensi sekunder
- Meliputi 5-10% kasus hipertensi merupakan hipertensi sekunder dari penyakit
komorbid atau obat-obat tertentu yang dapat meningkatkan tekanan darah.
4. JELASKAN FAKTOR RESIKO HIPERTENSI !
a. Faktor risiko yang tidak dapat diubah
 Usia
 Jenis kelamin
 Keturunan (genetik)
b. Faktor risiko yang dapat diubah
 Kegemukan (obesitas)
 Psikososial dan stress
 Merokok
 Olahraga
 Konsumsi alkohol berlebih
 Komsumsi garam berlebihan
 Hiperlipidemia/Hiperkolestrolemia

5. JELASKAN PATOFISIOLOGI HIPERTENSI !


Patofisiologi terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II dari
angiotensin I oleh angiotensin I converting enzyme (ACE). ACE memegang peran fisiologis
penting dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung angiotensinogen yang diproduksi
di hati. Selanjutnya oleh hormon renin akan diubah menjadi angiotensin I. Oleh ACE yang
terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II.

Renin disintesis dan disimpan dalam bentuk inaktif yang disebut prorenin dalam sel-
sel jukstaglomerular (sel JG) pada ginjal. Sel JG merupakan modifikasi dari sel-sel otot polos
yang terletak pada dinding arteriol aferen tepat di proksimal glomeruli. Bila tekanan arteri
menurun, reaksi intrinsik dalam ginjal itu sendiri menyebabkan banyak molekul protein
dalam sel JG terurai dan melepaskan renin. Angiotensin II adalah vasokonstriktor yang
sangat kuat dan memiliki efek-efek lain yang juga mempengaruhi sirkulasi. Selama
angiotensin II ada dalam darah, maka angiotensin II mempunyai dua pengaruh utama yang
dapat meningkatkan tekanan arteri. Pengaruh pertama, yaitu vasokonstriksi, timbul dengan
cepat. Vasokonstriksi terjadi terutama pada arteriol dan sedikit lemah pada vena. Cara kedua
dimana angiotensin II meningkatkan tekanan arteri adalah dengan bekerja pada ginjal untuk
menurunkan ekskresi garam dan air.

6. SEBUTKAN NAMA ALAT UNTUK MENGUKUR TEKANAN DARAH!


Sfigmomanometer

7. KAPAN SESEORANG DINYATAKAN HIPERTENSI ?

Seseorang dikatakan menderita hipertensi, apabila tekanan arteri rata-ratanya lebih


tinggi dari pada batas atas yang dianggap normal. Apabila dalam keadaan istirahat tekanan
arteri rata-rata lebih tinggi 110 mmHg (normal dianggap sekitar 90 mmHg) maka hal ini
dianggap hipertensi. Nilai tersebut terjadi bila tekanan darah diastolik lebih besar dari 90
mmHg dan tekanan sistolik lebih besar dari kira-kira 135-140 mmHg. Pada hipertensi berat,
tekanan arteri rata-rata dapat meningkat sampai 150 hingga 170 mmHg, dengan tekanan
diastoliknya setinggi 130 mmHg dan tekanan arteri sistoliknya kadang sampai setinggi 250
mmHg (Guyton dan Hall 1997).

8. BAGAIMANA PENATALAKSANAAN NON FARMAKOLOGI UNTUK


PENDERITA HIPERTENSI?
Terapi non-farmakologi dilakukan pada penderita hipertensi dengan mengendalikan
faktor resiko dan memperbaiki pola hidup. Menurut JNC 7 dan beberapa panduan lain
modifikasi gaya hidup dapat dilakukan dengan cara:
a. Menurunkan berat badan pada penderita obesitas.
Penurunan berat badan dapat mengurangi tekanan darah sistolik 5-20
mmHg/penurunan 10kg. Rekomendasi ukuran pinggang >94 cm untuk pria dan
<80 cm untuk wanita indeks massa tubuh <25 kg/m. Rekomendasi penurunan berat
badan meliputi pengurangan asupan kalori dan juga meningkatkan aktivitas fisik.
b. Adopsi pola makan DASH (Dietary Approaches to Stop Hypertension) dapat
menurunkan tekanan darah sistolik 8-4 mmHg. Memperbanyak makan buah, sayur-
sayuran, dan produk susu rendah lemak dengan kandungan lemak jenuh dan total
lebih sedikit, kaya potassium dan calcium.
c. Restriksi garam harian dapat menurunkan tekanan darah sistolik 2-8 mmHg.
Konsumsi sodium chloride =6 g/hari (100mmol sodium/hari). Rekomendasikan
makan rendah garam sebagai bagian pola makan sehat.
d. Aktivitas fisik dapat menurunkan dapat menurunkan tekana darah sistolik 4-9
mmHg. Lakukan aktivitas fisik dengan intensitas sedang atau setiap hari pada 1
minggu (total harian dapat diakumulasikan, misalnya 3 sesi @ 10menit).

e. Pembatasan konsumsi alkohol dapat menurunkan tekanan darah sitoli 2- 4mmHg.


f. Berhenti merokok untuk mengurangi resiko kardiovaskuler secara keseluruhan.
Dengan memperbaiki gaya hidup biasanya cukup membantu untuk pasien
prehipertensi, namun hal ini tidak akan cukup untuk pasien dengan pasien
hipertensi yang disertai faktor resiko kardiovaskular atau adanya kerusakan organ
terkait hipertensi.

9. BUATLAH ALGORITMA PENATALAKSANAAN HIPERTENSI DAN


JELASKAN ALGORITMA TERSEBUT DENGAN BAHASA SENDIRI
SESUAI PEMAHAMAN SENDIRI
Dari gambar diatas dapat dijelaskan bahwa untuk pengobatan hipertensi dibagi atas 2
kelompok besar yang dimana untuk pengobatan berdasarkan hipertensi yang tidak ditandai
oleh penyakit lain dan hipertensi yang ditandai dengan penyakit lain.
A. Hipertensi yang tidak disertai penyakit lain.

1. Hipertensi tahap 1

Dimana hipertensi tahap ini ditandai dengan tekanan darah sistole berkisar 140-
159 mmHg atau tekanan darah diastolenya berkisar antara 90-99 mmHg.

Hipertensi tahap 1 ini dapat diobati dengan menggunakan pengobatan terapi tunggal,
yaitu obat-obat golongan:
 ACE Inhibitor [A-1]
 ARB [A-2]
 CCB [A-1] or thiazide-type diuretic [A-1]
 Kombinasi kedua obat tersebut [B-2].
2. Hipertensi Tahap 2

Dimana hipertensi tahap ini ditandai dengan tekanan darah sistole sama atau besar
dari 160 mmHg atau tekanan darah diastolenya sama atau besar dari 100 mmHg.
Hipertensi tahap 2 ini dapat diobati dengan menggunakan pengobatan dengan
kombinasi obat yang direkomendasikan,yaitu:
 ACE Inhibitor/ ARB dengan thiazide-type diuretic [B-2]
 ACE Inhibitor/ ARB dengan CCB [A-2]

A. Hipertensi yang ditandai dengan penyakit lain.

1. Gagal jantung dengan berkurangnya fraksi ejeksi.

Untuk hipertensi ini bisa digunakan farmakoterapi standar dengan diuretik dengan
ACE Inhibitor/ ARB. Kemudian tambahkan obat-obat golongan β-Blocker. Bisa
juga dengan terapi tambahan antagonis Aldosteron
2. Infark miokard.
Untuk hipertensi ini bisa digunakan farmakoterapi standar β-Blocker dengan
tambahan ACE inhibitor/ ARB
3. Penyakit pembuluh darah koroner.
Untuk hipertensi ini bisa digunakan farmakoterapi standar β-Blocker dengan
tambahan ACE inhibitor/ ARB dengan farmakoterapi tambahan CCB dan Diuretik
tiazid.
4. Diabetes melitus

ACE Inhibitor/ ARB CCB


Diuretik Tiazid, β-Blocker

5. Gagal ginjal kronis ACE


Inhibitor/ ARB
6. Pencegahan Stroke berulang

Diuretik tiazid/ Diuretik tiazid dengan ACE Inhibitor

10. JELASKAN MASING-MASING OBAT ANTIHIPERTENSI BESERTA DOSIS


PENGGUNAAN, DOSIS SEDIAAN YANG BEREDAR DAN EFEK SAMPING
YANG SERING MUNCUL DARI PENGGUNAAN MASING-MASING OBAT
TERSEBUT!
 Diuretik tiazid adalah diuretic dengan potensi menengah yang menurunkan
tekanan darah dengan cara menghambat reabsorpsi sodium pada daerah awal
tubulus distal ginjal, meningkatkan ekskresi sodium dan volume urin. Ex:
Hydrochlorothiazide 25-100 mg dan memiliki efek samping hipokalemia
 Beta blocker, Stimulasi reseptor beta pada otak dan perifer akan memacu
penglepasan neurotransmitter yang meningkatkan aktivitas system saraf simpatis.
Stimulasi reseptor beta‐1 pada nodus sino‐atrial dan miokardiak meningkatkan
heart rate dan kekuatan kontraksi. Stimulasi reseptor beta pada ginjal akan
menyebabkan penglepasan rennin, meningkatkan aktivitas system rennin‐
angiotensin‐aldosteron. Efek akhirnya adalah peningkatan cardiac output,
peningkatan tahanan perifer dan peningkatan sodium yang diperantarai
aldosteron dan retensi air. Terapi menggunakan beta‐blocker akan
mengantagonis semua efek tersebut sehingga terjadi penurunan tekanan
darah.contoh obat atenolol 100 mg dan golongan ini memiliki efeksamping
bronkhospasme
 ACE inhibitor, Angiotensin converting enzyme inhibitor (ACEi) menghambat
secara kompetitif pembentukan angiotensin II dari prekursor angiotensin I yang
inaktif, yang terdapat pada darah, pembuluh darah, ginjal, jantung, kelenjar
adrenal dan otak.
Contoh obat captopril 200 mg dan golongan ini memiliki efek samping
hiperkalemia
 Calsium chanel bloker, Calcium channel blockers (CCB) menurunkan influks ion
kalsium ke dalam sel miokard, sel‐sel dalam sistem konduksi jantung, dan sel‐sel
otot polos pembuluh darah. Efek ini akan menurunkan kontraktilitas jantung,
menekan pembentukan dan propagasi impuls elektrik dalam jantung dan memacu
aktivitas vasodilatasi, interferensi dengan konstriksi otot polos pembuluh darah.
Semua hal di atas adalah proses yang bergantung pada ion kalsium. Contoh obat
alodipin 10 mg dan memiliki efek samping Pemerahan pada wajah, pusing dan
pembengkakan pergelangan kaki
 Alpha blocker, Alpha‐blocker (penghambat adreno‐septor alfa‐1) memblok
adrenoseptor alfa‐1 perifer, mengakibatkan efek vasodilatasi karena merelaksaasi
otot polos pembuluh darah. Diindikasikan untuk hipertensi yang resisten. Contoh
obat valsartan 160 mg dan memiliki efek samping hipotensi postural
DAFTAR PUSTAKA

Dipiro J.T., Wells B.G., Schwinghammer T.L. and DiPiro C. V. 2015. Pharmacotherapy
Handbook, Ninth Edit., McGraw-Hill Education Companies, Inggris.

Dipiro, J.,T., Talbert, R.,L., Yee, G.,C., Matzke, G.,R., Wells, B., G., and Posey L.M. 2011.
Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, 8th ed., Mc Graw Hill, United State of
America.

Guyton AC and Hall JE. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran . Alih Bahasa : Irawati setiawan,
LMA Ken Ariata Tengadi, Alex Santoso. Jakarta : EGC.

Infodatin. 2014. Hipertensi. Jakarta: Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI.

Kuswardhani, RAT. 2006. Penatalaksanaan hipertensi pada lanjut usia. Jurnal Penyakit Dalam.
7(2):135-40.

Nuraima, A. 2012. Faktor risiko hipertensi pada masyarakat di Desa Kabongan Kidul
kabupaten Rembang [Laporan Penelitian]. Semarang: Universitas Diponegoro.

Purnomo, H. 2009. Pencegahan dan Pengobatan Penyakit Yang Paling Mematikan. Yogyakarta:
Buana Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai