Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH SISTEM PENGHANTARAN OBAT

NASAL DRUG DELIVERY SYSTEM

KELOMPOK 4

Disusun oleh:
Elisa Trioktaviyana (K100170098)
Fajar Ahsani (K100170114)
Laily Aulia Rizqy (K100170117)
Mantiqa Syafa D.G (K100170120)

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2020

1
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................3
A. Latar Belakang................................................................................................................3
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................3
C. Tujuan Penelitian............................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................4
A. Definisi Nasal Drug Delivery System.............................................................................4
B. Keuntungan Pemberian Obat melalui nasal:...................................................................4
C. Kerugian Pemberian Obat melalui nasal:........................................................................4
D. Anatomi dan Fisiologi Hidung........................................................................................4
E. Mekanisme Absorpsi Obat Nasal....................................................................................6
F. Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Absorpsi Obat Nasal............................................6
F. Bentuk Sediaan Nasal......................................................................................................9
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN..................................................................................15
A. Kesimpulan...................................................................................................................15
B. Saran..............................................................................................................................15

2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Nasal merupakan mukosa yang terdapat di dalam rongga hidung. hidung
menawarkan akses mudah ke permukaan luas mukosa sehingga cocok untuk dijadikan
sebagai jalur pemberian obat dan vaksin karena memberikan penyerapan tinggi pada
obat. hal ini disebabkan karena hidung bersifat permeabel untuk molekul obat
dibandingkan dengan organ gastrointestinal dimana hidung terhindar dari aktivitas
enzimatik pankreas dan lambung.
Menurut penelitian Kublik H (1998), menyebutkan bahwa beberapa penelitian
terkait sistem penghantaran obat melalui nasal ini telah terdokumentasikan bahwa dapat
menghantarkan hormon dan steroid dengan hasil absorbsi yang sempurna.
Kemampuan untuk mencegah eliminasi lintas pertama hepatik dan kenyamanan
dalam penggunaan pada pasien merupakan keunggulan dari teknik pemberian obat
melalui intranasal yang dapat dijadikan sebagai alternatif ideal untuk menggantikan
sistem penghantaran obat sistematik.
Terapi pengobatan melalui hidung juga dipraktikkan dalam teknik pengobatan
sistem Ayurveda di India yang sering disebut “Nasaya Karma”. teknik ini dilakukan
melalui pengisapan obat untuk meningkatkan daya tahan tubuh.
Dari beberapa hal di atas, oleh karena itu disusunlah makalah ini untuk
mengetahui tentang sistem penghantaran obat melalui rute nasal mulai dari mekanisme,
keuntungan, kerugian, hingga bentuk sediaannya yang tersedia di pasaran.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, terdapat beberapa rumusan masalah yaitu antara
lain:
1. Apa definisi dari sistem penghantaran obat rute nasal?
2. Bagaimana prinsip dan mekanisme sistem penghantaran obat rute nasal?
3. Apa saja bentuk sediaan obat sistem penghantaran obat rute nasal yang tersedia di
pasaran?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui definisi dari sistem penghantaran obat rute nasal.
2. Untuk mengetahui prinsip dan mekanisme sistem penghantaran obat rute nasal.
3. Untuk mengetahui bentuk sediaan obat sistem penghantaran obat rute nasal yang
tersedia di pasaran.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Nasal Drug Delivery System


Pemberian obat melalui hidung (nasal) telah diterapkan sejak ribuan tahun lalu
dan merupakan salah satu rute pemberian obat secara tradisional. Metode ini digunakan
untuk obat-obatan yang aktif dalam dosis rendah dan memiliki ketersediaan hayati oral
minimal seperti protein dan peptida. Rendahnya tingkat absorpsi peptida dan protein
melalui jalur hidung disebabkan karena jalur distribusi yang jauh dari situs absorpsi di
rongga hidung, hal ini dikarenakan adanya karena mekanisme pembersihan pada
mukosiliar. Rute nasal merupakan rute alternatif dalam pemberian obat lokal dan
sistemik. Rute ini juga menjadi pilihan untuk menghindari eliminasi presistemik saluran
gastrointestinal.
B. Keuntungan Pemberian Obat melalui nasal:
a. menghindari rasa sakit
b. onset aksi yang cepat
c. menghindari degradasi obat dari saluran gastrointestinal
d. melewati sawar darah di otak
e. memiliki ketersediaan hayati yang tinggi
f. menghindari over dosis
g. memiliki efek samping yang minimal

C. Kerugian Pemberian Obat melalui nasal:


a. menimbulkan iritasi pada hidung
b. mengakibatkan pengikisan pada mukosiliar
c. luas permukaan absorpsi yang sempit
d. hanya dapat menyalurkan senyawa yang memiliki BM kecil

D. Anatomi dan Fisiologi Hidung


Rongga hidung adalah bagian paling cephalic dari saluran pernapasan. Berhubungan
dengan lingkungan eksternal melalui lubang anterior, nares, dan nasofaring melalui
lubang posterior, choanae. Rongga ini dibagi menjadi dua rongga terpisah oleh septum
serta kerangka tulang dan tulang rawan.

4
Di sekitar rongga hidung terdapat sinus mukosa yang mengandung udara, yang meliputi
sinus frontal (anterior superior), sinus ethmoid (superior), sinus maksilaris berpasangan
(lateral), dan sinus sphenoid (posterior). Semua sinus paranasal ini, kecuali sphenoid,
berhubungan dengan rongga hidung melalui saluran yang mengalir melalui ostia, yang
bermuara pada ruang yang terletak di dinding lateral. Sinus sphenoid bermuara di atap
posterior.
Di dalam setiap rongga ada tiga wilayah; ruang depan hidung (daerah vestibuler),
daerah pernapasan, dan daerah penciuman.
1. Daerah Vestibuler
Daerah Vestibuler yang juga sering dikenal sebagai lubang hidung merupakan
daerah eksternal dari hidung. Didalam daerah vestibuler terdiri dari dua kelenjar
yaitu kelenjar keringat dan kelenjar sebasea. Pada daerah ini dilapisi oleh sel epitel
yang berkeratin. Didalam nya mengandung rambut-rambut pendek yang kasar yang
berperan menyaring partikel-partikel dari udara yang dihirup.
2. Daerah Pernapasan
Daerah pernapasan berfungsi untuk melembabkan, menghangatkan, menyaring,
melindungi, dan menghilangkan kotoran. Saat udara melintasi rongga hidung, ia
menghangat ke suhu tubuh dan mencapai hampir seratus persen kelembaban.
Mengatur aliran udara hidung dengan mengontrol volume darah di jaringan ereksi
pada turbinat inferior dan septum anterior. Partikel yang melewati ruang depan
hidung kemudian terperangkap di mukosa rongga hidung. Ketika ini terjadi, sistem
mukosiliar membantu menyingkirkan partikel-partikel ini. Epitel kolumnar semu
bersilia menyapu partikel dengan kecepatan satu sentimeter per menit ke dalam
nasofaring untuk pengusiran lebih lanjut. Lendir rongga hidung membentuk
penghalang pelindung untuk patogen yang terhirup.
3. Daerah Penciuman
Olfaksi membutuhkan aliran udara orthonasal atau retronasal untuk mengangkut
partikel yang membawa bau ke epitel olfaktorius yang terletak di puncak rongga
hidung. Saat bau terperangkap di dalam lendir, bau itu mengikat protein pengikat
bau yang berkonsentrasi dan membantu melarutkan partikel. Partikel tersebut
kemudian dilampirkan ke reseptor penciuman pada silia yang mengirimkan sinyal
spesifik ke atas melalui cribriform plate untuk bersinaps dengan neuron dari bola
olfaktorius, yang kemudian mengirimkan sinyal melalui saraf penciumanke neuron
sekunder untuk diproses lebih lanjut sebelum memasuki otak. (Sobiesk, 2019)

5
E. Mekanisme Absorpsi Obat Nasal
Secara umum, obat yang diberikan melalui hidung harus melewati lapisan lendir
sebagai langkah awal dalam penyerapan. Partikel obat yang kecil lebih mudah melewati
lapisan lendir dibandingkan partikel obat yang besar. Lendir memiliki protein utama
berupa musin. Musin mampu mengikat zat terlarut dan menghalangi proses difusi.
Lapisan lendir dapat mengalami perubahan struktural yang diakibatkan oleh perubahan
lingkungan (seperti pH, suhu, dan lainnya). Terdapat dua mekanisme nasal yang
digunakan, yaitu:
1. Mekanisme pertama
Mekanisme ini melibatkan absorpsi obat melalui paracellular (rute
transportasi air). Terdapat hubungan log-log terbalik antara absorpsi intranasal dan
berat molekul senyawa yang larut dalam air. Senyawa yang memiliki berat molekul
lebih besar dari 1000 Dalton menunjukkan ketersediaan hayati yang buruk.
2. Mekanisme kedua
Mekanisme ini melibatkan absorpsi obat melalui rute lipoidal. Mekanisme ini
bertanggung jawab dalam pengangkutan obat lipofilik, fungsi ini menunjukkan
adanya tingkat ketergantungan dalam lipofilisitasnya. Obat dapat melintasi
membran sel dengan rute transpor aktif melalui barrier.

F. Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Absorpsi Obat Nasal


Faktor-faktor yang mempengaruhi absorpsi obat nasal, dipengaruhi oleh sifat
fisikokimia obat, anatomi atau fisiologi hidung, dan jalur distribusi obat yang dipilih.
Faktor ini sangat berpengaruh pada obat untuk mencapai keefektifan terapi setelah
pemberian. Berikut beberapa faktor yang mempengaruhi absorpsi obat nasal.
1. Sifat Fisikokimia.
a. Ukuran molekul
Ukuran molekul obat mempengaruhi absorpsi obat melalui jalur hidung.
Obat lipofilik memiliki hubungan langsung antara MW
dan permeasi obat sedangkan senyawa yang larut dalam
air menggambarkan hubungan terbalik. Laju permeasi
sangat sensitif terhadap ukuran molekul untuk senyawa
dengan MW ≥ 300 Dalton
b. Keseimbangan lipofilik dan hidrofilik

6
Sifat hidrofilik dan lipofilik obat juga mempengaruhi proses absorpsi.
Meningkatnya lipofilisitas, maka permeasi juga meningkat melalui mukosa
hidung. Meskipun mukosa hidung memiliki beberapa karakter hidrofilik,
namun mukosa ini berperan penting dalam fungsi penghalang membran ini,
terutama mukosa yang lipofilik dan domain lipid. Obat lipofilik hampir semua
diserap saat diberikan melalui rute nasal, seperti nalokson, buprenorfin,
testosteron, dan 17a-etinil-estradiol.
c. Degradasi enzimatik di rongga hidung
Obat dalam bentuk peptida dan protein memiliki biavaibilitas yang rendah di
seluruh rongga hidung, sehingga obat ini dimungkinkan untuk mengalami
degradasi enzimatik dari molekul obat dalam lumen rongga hidung atau
selama melewati penghalang epitel.
2. Anatomi dan Fisiologi Rongga Hidung
a. Permeabilitas Membran
Permeabilitas membran hidung merupakan faktor utama yang mempengaruhi
absorpsi obat melalui jalur hidung. Obat yang larut dalam air (terutama obat
dengan BM besar) seperti peptida dan protein memiliki permeabilitas
membran yang rendah. Jadi senyawa seperti peptida dan protein akan diserap
melalui proses transpor endositosis dalam jumlah rendah. Obat dengan BM
tinggi yang larut dalam air melintasi mukosa hidung melalui difusi pasif
melalui pori-pori air.
b. Lingkungan PH
PH lingkungan berperan penting dalam efisiensi penyerapan obat hidung.
Senyawa kecil yang larut dalam air seperti asam benzoat, asam salisilat, dan
asam alkaloid menunjukkan adanya penyerapan hidung pada tikus terjadi
secara luas di mana senyawa ini berada dalam bentuk tak terionisasi. Namun,
pada nilai pH di mana senyawa ini terionisasi sebagian, ditunjukkan adanya
penyerapan yang substansial. Hal ini membuktikan bahwa bentuk lipofilik
yang tidak terionisasi akan melewati penghalang epitel hidung melalui jalur
transeluler, sedangkan bentuk lipofilik yang terionisasi akan melewati jalur
paraseluler berair.
c. Pembersihan Mukosiliar
Mukosiliar merupakan salah satu fungsi dari saluran pernafasan bagian atas
yaitu untuk mencegah masuknya zat berbahaya (alergen, bakteri, virus, racun,

7
dll.) masuk ke paru-paru. Ketika zat tersebut menempel ke lapisan lendir
rongga hidung, mereka diangkut ke nasofaring untuk dibuang ke saluran
pencernaan.
d. Rhinitis.
Rinitis merupakan penyakit yang paling sering dikaitkan dengan pengobatan
intranasal dan mempengaruhi bioavaibilitas obat. Umumnya, gejala rhinitia
berupa hipersekresi, gatal dan bersin yang disebabkan oleh virus, bakteri atau
iritan. Rinitis disebabkan oleh peradangan kronis atau akut pada selaput lendir
hidung sehingga kondisi tersebut mempengaruhi penyerapan obat melalui
selaput lendir.
3. Distribusi Obat
a. Formulasi (Konsentrasi, osmolaritas, pH)
pH formulasi dan permukaan hidung dapat mempengaruhi permeasi obat.
Untuk menghindari iritasi hidung, pH formulasi hidung harus berada di
rentang 4,5–6,5. Hal ini dikarenakan adanya lisozim dalam sekresi hidung
yang berperan untuk menghancurkan bakteri tertentu pada pH asam. Pada
kondisi basa, lisozim tidak aktif sehingga dan jaringan rentan terhadap infeksi
mikroba.
b. Gradien konsentrasi berperan sangat penting dalam proses absorpsi / permeasi
obat melalui selaput hidung akibat kerusakan mukosa hidung. Seperti absorpsi
L-Tirosin melalui hidung yang dapat meningkat dengan konsentrasi obat
dalam percobaan perfusi hidung. Absorpsi asam salisilat lainnya ditemukan
menurun dengan konsentrasi. Penurunan ini kemungkinan besar disebabkan
oleh kerusakan mukosa hidung yang permanen.
c. Osmolaritas bentuk sediaan mempengaruhi absorpsi obat intranasal.
Contohnya yaitu konsentrasi natrium klorida dari formulasi mempengaruhi
absorpsi hidung. Penyerapan maksimum tercapai dengan konsentrasi natrium
klorida sebesar 0,462 M. Konsentrasi yang lebih tinggi dapat menyebabkan
peningkatan bioavailabilitas dan dapat menimbulkan toksisitas pada epitel
hidung.
d. Distribusi Obat dan deposisi.
Distribusi obat di rongga hidung dapat menentukan efisiensi absorpsi suatu
obat. Penyerapan dan bioavailabilitas dari bentuk sediaan, dipengaruhi oleh
tempat disposisi. Bagian anterior hidung menyediakan waktu lama untuk

8
proses disposisi formulasi sehingga dapat meningkatkan penyerapan obat.
Sedangkan, bagian posterior rongga hidung digunakan untuk deposisi bentuk
sediaan, hal ini diikuti oleh proses pembersihan mukosiliar sehingga
menunjukkan bioavailabilitas yang rendah. Tempat disposisi dan distribusi
bentuk sediaan bergantung pada alat penghantaran, cara pemberian, sifat
fisikokimia molekul obat.
e. Viskositas
Viskositas yang lebih tinggi dari formulasi dapat meningkatkan waktu kontak
antara obat dan mukosa hidung sehingga meningkatkan waktu permeasi. Pada
waktu yang sama, formulasi yang sangat kental dapat mempengaruhi fungsi
normal seperti pergerakan silia atau pembersihan mukosiliar sehingga
permeabilitas obat berubah.

F. Bentuk Sediaan Nasal


Bentuk sediaan dipilih berdasarkan penggunaan obat, indikasi penyakit, kondisi
pasien, dan preferensi pemasaran. Umumnya, bentuk sediaan nasal berupa sediaan
solutio, aerosol, suspensi, emulsi dan serbuk kering.

Formulasi Sediaan Cair Pada Nasal


Sediaan cair merupakan sediaan yang sering digunakan pada pemberian obat melalui
hidung. Didasarkan pada formulasi keadaan aqueous. Efek Humidifying dari sediaan
ini terbilang nyaman dan sangat berguna, karena banyak alergi dan penyakit kronis
sering dikaitkan dengan kerak dan pengeringan selaput lendir. beberapa kekurangan
dari sediaan berbasis air adalah iritasi dan alergi rinitis, karena bahan pengawet yang
diperlukan mengganggu fungsi mukosiliar; serta waktu tinggal yang singkat dari
formulasi di hidung rongga adalah kelemahan utama dari formulasi cairan. Beberapa
jenis bentuk sediaan yang tersedia dalam bentuk cair yaitu, antara lain:

a. Pemasangan kateter dan rhinyle


Kateter mengirimkan tetesan ke titik tertentu daerah rongga hidung dengan mudah’
dengan menempatkan formulasi tabung dan tabung yang disimpan salah satu ujungnya
diposisikan di hidung, dan larutan dihantarkan ke hidung rongga dengan meniup ujung
lainnya melalui mulut.
b. Nebulizer udara terkompresi

9
Nebulizer merupakan alat untuk mengubah obat dalam bentuk cairan menjadi uap yang
dihirup. Prinsip nebulizer adalah menggunakan oksigen, udara terkompresi atau daya
ultrasonik, sebagai alat untuk memecah larutan/suspensi menjadi tetesan aerosol kecil ,
untuk dihirup langsung dari corong alat ini. Kortikosteroid dan Bronkodilator seperti
salbutamol terkadang dalam kombinasi dengan ipratropium; sering diformulasikan
dalam bentuk sediaan ini untuk menargetkan efeknya ke saluran pernapasan, yang
mempercepat onset kerja obat dan mengurangi efek samping, dibandingkan dengan
alternatif lain rute oral.
c. Dekongestan
Menekan botol plastik udara di dalam wadah ditekan keluar nosel kecil, sehingga
atomisasi volume tertentu. Melepaskan kembali tekanan udara ditarik ke dalam botol.
Prosedur ini seringkali mengakibatkan kontaminasi cairan oleh mikroorganisme dan
sekresi hidung tersedot ke dalam. Akurasi dosis dan pengendapan cairan dihantarkan
sangat tergantung pada cara pemberian. Perbedaan antara aplikasi yang ditekan dengan
kuat dan lemah memengaruhi dosis serta ukuran tetesan formulasi. Dengan demikian
dosisnya sulit dikendalikan. Oleh karena itu vasokonstriktor dalam bentuk sediaan tidak
disarankan untuk digunakan oleh anak-anak.
d. Semprotan pompa dosis terukur
Sediaan ini biasa digunakan untuk obat rute nassal, baik secara lokal untuk meredakan
flu atau gejala alergi seperti hidung tersumbat atau secara sistemik. Meskipun metode
penghantaran bervariasi, sebagian besar fungsi nassal spray mengalirkan kabut halus
ke dalam lubang hidung dengan pompa tangan yang dioperasikan. Akurasi dosis
semprotan pompa dosis terukur tergantung pada permukaan menghadapi ketegangan
dan viskositas formulasi. Untuk solutio dengan viskositas lebih tinggi, pompa dan katup
khusus kombinasi ada di pasaran.Contoh dari sistem ini adalah semprotan hidung
Zomig (Zolmitriptan) dan semprotan hidung Migranal (dihydroergotamine mesylate,
USP) yang digunakan untuk pengobatan sakit kepala migrain

10
GAMBAR 15.15 (A) Alat hidung tanpa udara dengan kantong yang dapat dilipat (Bag pada sistem katup) dan (B) alat
hidung tanpa udara dengan piston geser (PAS 27, Valois SA, Le Neubourg, Prancis) Bagian A : Diadaptasi dari
www.aptar.com; Bagian B: Diadaptasi dari Ref. [66].

e. Metered Dose Inhaler (MDI)


Merupakan perangkat yang memberikan sejumlah obat tertentu untuk paru-paru,
dibentuk semburan pendek obat aerosol yaitu dihirup oleh pasien.Sediaan ini yang
paling umum digunakan sistem penghantaran untuk mengobati asma, kronis penyakit
paru obstruktif (PPOK) dan lainnya penyakit pernapasan. Obat dalam dosis terukur
inhaler paling sering adalah bronkodilator,kortikosteroid atau kombinasi keduanya
untuk pengobatan asma dan COPD. Keunggulan MDI adalah mereka portabilitas dan
ukuran kecil, konsistensi dosis, akumulasi dosis, perlindungan konten dan bahwa
mereka cepat siap digunakan. Untuk menggunakan inhaler, pasien menekan bagian atas
tabung, dengan ibu jari menopang bagian bawah bagian dari aktuator. Propelan
menyediakan kekuatan untuk menghasilkan awan aerosol dan juga media di mana
komponen aktif harus berada ditangguhkan atau dibubarkan. Propelan di MDI biasanya
membuat lebih dari 99% dari dosis yang diberikan. Aktuasi perangkat melepaskan
dosis terukur tunggal dari formulasi yang berisi obat baik dilarutkan atau disuspensikan
dalam propelan. Pecahnya propelan yang mudah menguap menjadi tetesan, diikuti
dengan penguapan cepat dari tetesan ini, menghasilkan pembentukan aerosol yang
terdiri dari partikel obat berukuran mikrometer yang kemudian
dihirup.

G. Aplikasi Sistem Penghantaran Nasal


1. Penghantaran obat-obatan non-peptida

11
Berat molekul rendah (di bawah 1000 dalton) diserap dengan baik melalui hidung.
Selaput hidung mengandung epitel tinggi-vaskularisasi dan mengandung luas
permukaan yang besar sehingga mudah diakses untuk penyerapan obat. Obat dengan
metabolisme presistemik yang ekstensif, seperti progesteron, estradiol, propranolol,
nitrogliserin, natrium chromoglyate dapat dengan cepat diserap mukosa hidung dengan
bioavailabilitas sistemik dari sekitar 100%. Obat ini bisa menyebar luas sirkulasi dalam
beberapa menit setelah pemberian dosis, karena darah vena mengalir dari hidung
langsung ke sirkulasi sistemik.
Beberapa obat non-peptida sedang dipelajari untuk hidung penghantaran dan telah
menunjukkan ketersediaan hayati yang baik dengan ini rute meliputi:
1) Kortikosteroid adrenal
2) Hormon seks: 17ß-estradiol, progesteron, tidak rethindrone, dan testosteron.
3) Vitamin: vitamin B
4) Obat kardiovaskular: hydralazine, Angiotensin II antagonis, nitrogliserin, isosorbid
dinitrat, propanolol, dan colifilium tosylate.
5) Sistem saraf otonom:
a. Simpatomimetik: Efedrin, epinefrin,fenilefrin, Xylometazoline, dopamine dan
dobutamine.
b. Parasimpatomimetik: nikotin, metakolin
c. Parasimpatolitik: skopolamin, atropin, ipratropium.dll
d. Prostaglandin
6) Stimulan sistem saraf pusat: kokain, lidocaine
7) Narkotika dan antagonis: bupemorfin, naloxane
8) Histamin dan antihistamin: disodium cromoglycate, meclizine

2. Penghantaran obat-obatan berbasis peptida


Peptida dan protein memiliki bioavailabilitas oral yang umumnya rendah karena
ketidakstabilan fisik-kimiawi mereka dan kerentanan terhadap hepato-gastrointestinal
first-pass eliminasi. Contohnya adalah insulin, kalsitonin, hipofisis hormon dll. Peptida
ini dan protein adalah molekul polar hidrofilik berat molekul sangat tinggi, diserap
dengan buruk melintasi membran biologis dengan bioavailabilitas dipertahankan di
wilayah konsentrasi 1–2% saat melayani sebagai solusi sederhana. Untuk mengatasi
masalah ini kita meningkatkan penyerapan menggunakan surfaktan, glikosida,

12
siklodekstrin dan glikol untuk dimeningkatkan ketersediaan hayati. Rute hidung
terbukti rute terbaik untuk produk bioteknologi tersebut.
3. Penghantaran Obat ke Otak melalui Rongga Hidung:
Sistem penghantaran ini bermanfaat dalam kondisi seperti penyakit Parkinson, penyakit
Alzheimer atau nyeri karena itu membutuhkan penargetan obat yang cepat dan / atau
spesifik ke otak. Pengembangan sistem penghantaran hidung ke Otak akan
meningkatkan fraksi obat yang mencapai SSP setelah persalinan nasal. Wilayah
olfaktorius berada di bagian terpencil atas dari saluran hidung menawarkan potensi
senyawa tertentu untuk menghindari sawar darah-otak dan masuk ke otak. Baru-baru
ini studi mengungkapkan faktor neurotropik seperti NGF, IGF-I, FGF dan ADNF telah
dikirim secara intranasal ke CNS menunjukkan hasil yang baik untuk meningkatkan
ketersediaan hayati. kekuatan obat di otak.
4. Penghantaran Vaksin melalui Jalur Hidung:
Daerah mukosa memberikan garis pertahanan pertama melawan mikroorganisme
masuk ke dalam tubuh, mukosa hidung bertindak dengan menyaring patogen dari udara
yang terinspirasi oleh pemadatan dan pembersihan mukosiliar. Hidung dengan jaringan
limfoid terkait hidung (NALT) bertindak sebagai ef- situs yang efektif dari sistem
kekebalan, itu disebut Waldeyer Cincin pada manusia dan sekresi hidung terutama
disebabkan Mengandung imunoglobulin (IgA, IgG, IgM, IgE), pelindung protein
seperti komplemen serta neutrofil dan limfosit di mukosa (Mestecky J et al. , 1997;
Kuper CF dkk ., 1992; Durrani Z et al 1998). Alasan Utama jalur hidung untuk
penghantaran vaksin diantaranya :
1) mukosa hidung adalah tempat kontak pertama dengan patogen yang terhirup,
2) Saluran hidung kaya dalam jaringan limfoid,
3) Pembuatan mukosa dan respon imun sistemik,
4) Biaya rendah, sabar ramah, tidak dapat disuntikkan, aman.
Mengirimkan vaksin ke rongga hidung itu sendiri merangsang terlambat produksi
antibodi IgA sekretori lokal serta IgG, memberikan baris pertama de-fense, yang
membantu menghilangkan patogen sebelumnya menjadi mapan (Durrani Z et al 1998).
Belakangan ini, untuk penyakit seperti antraks dan influenza dirawat dengan
menggunakan vaksin hidung yang disiapkan oleh menggunakan pelindung Bacillus
anthracis rekombinan antigen (rPA) dan kitosan masing-masing (Baca RC et al ., 2005;
Soane RJ et al ., 2001).
5. Penghantaran obat diagnostik

13
Sistem penghantaran obat hidung juga berperan sangat penting peran dalam
penghantaran agen diagnostik untuk diagnosis dari berbagai penyakit dan kelainan pada
tubuh. Menjadi menyebabkan rute intranasal lebih baik untuk pelepasan sistemik obat
ke dalam sirkulasi darah, jadi bisa cepat menghasilkan lebih sedikit toksisitas.
Phenolsulfonphthalein adalah agen diagnostik yang digunakan untuk mendiagnosis
fungsi ginjal dari pasien. Gangguan pankreas penderita diabetes pasien didiagnosis
dengan menggunakan 'Secretin'.

14
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
1. Nasal Drug Delivery System (Sistem Penghantaran Obat rute nasal)
merupakan sistem penghantaran obat yang telah digunakan sejak terdahulu.
Sistem ini sangat efektif dalam penggunaannya karena di dalam anatomi nasal
terdiri dari beberapa sel khususnya sel respiratori yang memiliki tingkat
vaskularisasi yang tinggi sehingga absorbsi obat dalam sel sangat tinggi.
2. Ada beberapa keuntungan yang dapat diberikan oleh sistem penghantaran rute
nasal ini, antara lain: menghindari rasa sakit , onset aksi yang cepat,
menghindari degradasi obat dari saluran gastrointestinal. Ada juga kekurangan
dari sistem ini, antara lain: menimbulkan iritasi pada hidung, mengakibatkan
pengikisan pada mukosiliar, luas permukaan absorpsi yang sempit, hanya
dapat menyalurkan senyawa yang memiliki BM kecil.
3. Bentuk sediaan nasal DDS yaitu formula cair, sediaan solutio, aerosol,
suspensi, emulsi dan serbuk kering. Salah satu sediaan yang tersedia di
pasaran adalah MDI (Meter Dose Inhaler) yang paling sering dilakukan dalam
pengobatan mengobati asma, kronis penyakit paru obstruktif (PPOK) dan
lainnya penyakit pernapasan.

G. Saran
Diharapkan dapat dilakukan penelitian terkait pengembangan sistem nasal
DDS untuk penyakit yang lainnya sehingga tidak hanya lebih terfokus untuk
pengobatan penyakit pernafasan saja.

15
DAFTAR PUSTAKA
Hussein et al. 2020. Advances in nasal drug delivery system. Advances in Medical and
Surgical Engineering. (15), 279-311.
M. Alagusundaram, B.Chengaiah, K.Gnanaprakash, S.Ramkanth, C.Madhusudhana
Chetty, & D. Dhachinamoorthi. 2010. Sistem penghantaran obat hidung -
gambaran umum. Jurnal Internasional Penelitian dalam Ilmu Farmasi , 1 (4),
454-465. Diambil dari https://pharmascope.org/ijrps/article/view/920
Mundlia J, Kumar M dan Amardeep. 2015. Penghantaran Obat Hidung- Gambaran
Umum. Int J Pharm Sci Res 6 (3): 951-960. Diambil dari https://ijpsr.com/bft-
article/nasal-drug-delivery-an-overview/?view=fulltext

16

Anda mungkin juga menyukai