RHINITIS ALERGI
KELOMPOK 1
Anastasya Donadear (220110080001)
Sarah R.F. (220110080013)
Ayu Agustina (220110080025)
Nina Irmayani (220110080037)
Ilma Fahma N.S. (220110080049)
Rola Oktorina (220110080061)
Fitri Risma hayati (220110080073)
Silvia Junianty (220110080097)
Wimby Dea Rambadi (220110080109)
Dewi Asmalinda (220110080121)
Dewi Indriyani Utari (220110080133)
Siti Annisa Z.N (220110080145)
Anis Supi Tasripyah (220110080157)
UNIVERSITAS PADJADJAAN
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
JATINANGOR, APRIL 2009
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan YME yang telah
memberikan karunianya sehingga makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan
pada Pasien dengan Rhinitis Alergi” ini dapat diselesaikan.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu nilai mata kuliah respirasi
pada khususnya, dan untuk memberikan pengetahuan kepada calon perawat
tentang penyakit rhinitis.
Dalam pembuatan makalah ini kami banyak mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak, oleh karena itu saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada:
1. Irman Soemantri, S.Kp, M.kep, selaku koordinator mata kuliah
respiratory yang telah memberikan kasus yang memicu kami untuk
mencari informasi lebih banyak demi terselesaikannya pembuatan
makalah ini.
2. Restuning Widiasih, S.Kp. M. Kep. Sp. Mat, selaku fasilitator kami
yang telah banyak membantu dalam pembuatan makalah ini.
3. Teman – teman SGD Kelompok 1, yang telah bekerja sama dalam
pembuatan makalah ini.
Kami memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila terdapat kesalahan
dalam penulisan, karena kesempurnaan itu hanyalah milik-Nya semata. Kami
harap para pembaca berkenan kiranya menyampaikan kritik, usul, dan saran
kepada saya sehingga karya tulis yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca kelak.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Hal ini memberikan suatu tantangan yang sangat menyenangkan dan nyata
bagi perawat dan mahasiswa keperawatan dalam mengahdapi masalah tersebut.
Salah satu masalah kesehatan yang sering muncul saat ini berhubungan
dengan pernafasan. Begitu banyak masalah yang muncul, utamanya karena
masalah lingkunagn yang tercemar polusi, gaya hidup masyarakat yang tidak
sehat, dan kurangnya pengetahuan tentang penyakit.
B. Identifikasi kasus
Adapun kasus pemicu dalam masalah ini adalah sebagai berikut :
Pertanyaan :
5. Proses keperawatan
b. Pemeriksaan fisik
C. Tujuan
Hidung meliputi bagian eksternal yang menonjol dari wajah dan bagian
internal berupa rongga hidung sebagai alat penyalur udara. Hidung bagian
luar tertutup oleh kulit dan disupport oleh sepasang tulang hidung.
Hidung berfungsi sebagai saluran untuk udara mengalir ke dan dari paru-
paru. Jalan napas ini berfungsi sebagai penyaring kotoran dan melembabkan
serta menghangatkan udara yang dihirupkan ke dalam paru-paru. Hidung
bertanggung jawab terhadap olfaktori atau penghidu karena reseptor olfaksi
terletak dalam mukosa hidung. Fungsi ini berkurang sejalan dengan
pertambahan usia.
b. Fungsi hidung
2. Faring
Faring adalah pipa berotot berukuran 12,5 cm yang berjalan dari dasar
tengkorak sampai persambungannya dengan oesopagus pada ketinggian
tulang rawan krikoid. Maka letaknya di belakang larinx (larinx-faringeal).
Bagian sebelah atas faring dibentuk oleh badan tulang sfenoidalis dan
sebelah dalamnya berhubungan langsung dengan esophagus. Pada bagian
belakang, faring dipisahkan dari vertebra servikalis oleh jaringan
penghubung, sementara dinding depannya tidak sempurna dan
berhubungan dengan hidung, mulut, dan laring.
1) Nasofaring
2) Orofaring
3) Laringofaring
b) Kartilago Krikoid adalah cincin anterior yang lebih kecil dan lebih
tebal, terletak di bawah kartilago tiroid.
2) Kartilago berpasangan
e) Pasangan bagian bawah adalah pita suara sejati yang melekat pada
kartilago tiroid dan pada kartilago aritenoid serta kartilago krikoid.
4. Trakea
1. Proses Ventilasi
2) Jalan nafas
3) Daya kembang toraks dan paru
4) Pusat nafas (Medula oblongata) yaitu kemampuan untuk
merangsang CO2 dalam darah
2. Proses Difusi
3. Proses Transportasi
4. Transpor O2
5. Pengangkutan O2
6. Transpor CO2
Pons
Medula
oblongata
Hembusan dada
Nervus Frenikus
Diafragma
Pengaruh aktivitas pernapasan diatur secara kimia dan secara non kimia.
Secara kimia, pengaturan dipengaruhi oleh penurunan tekanan oksigen darah
arteri dan peningkatan tekanan CO2 atau konsentrasi hidrogen darah arteri.
Kondisi tersebut akan meningkatkan tingkat aktivitas pusat respirasi.
Perubahan yang berlawanan mempunyai efek penghambatan terhadap tingkat
aktivitas respirasi. Secara nonkimia, pengaturan aktivitas pernapasan secara
non kimia lainnya adalah suhu tubuh dan aktivitas fisik. Peningkatan suhu
tubuh dapat menyebabkan pernapasan menjadi cepat dan dangkal.
2. Mekanisme Bersin
Bersin terjadi lewat hidung dan mulut. Udara tersebut keluar sebagai
respon yang dilakukan oleh membran hidung ketika mendeteksi adanya
bakteri dan kelebihan cairan yang masuk ke dalam hidung. Di dalam tubuh
mempunyai sistem penolakan terhadap sesuatu yang tidak seharusnya berada
dalam tubuh seperti kehadiran bakteri, kuman, dll. Antibodi mengidentifikasi
bahwa barang yang masuk tersebut membahayakan sistem tubuh maka
terjadilah bersin. Secara refleks maka otot-otot yang ada di muka menegang,
dan jantung akan berhenti berdenyut atau berhenti berdetak untuk sekejap,
selama bersin tersebut. Setelah bersin selesai, jantung akan kembali lagi
berdenyut.
Hidung dan Mulut membran hidung Antibodi (mendeteksi
adanya bakteri)
Bersin
1. Rhinitis
Rhinitis alergi adalah penyakit inflamansi yang disebabkan oleh reaksi
alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersinsetitasi dengan allergen
yang sama serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan
ulangan dengan allergen spesifik tersebut (Von Piqruet,1986).
Menurut WHO ARIA (Allergic Rhinitis and its impact on Asthma) adalah
kelainan pada hidung dengan gejala bersin – bersin, rinore, rasa gatal dan
tersumbat setelah mukosa terpapar allergen yang diperantai oleh Ig E.
2. Sinusitis
a. Definisi
Yang dimaksud dengan sinusitis adalah radang (proses inflamasi)
mukosa sinus paranasal (Mangunkusumo & Rifki, 2006) . Sinus paranasal
merupakan hasil pneumatisasi tulang-tulang kepala, sehingga terbentuk
rongga di dalam tulang. bentuknya sangat bervariasi pada setiap individu.
Ada 4 pasang sinus paranasal mulai dari yang terbesar yaitu sinus maksila,
sinus frontal, sinus etmoid, dan sinus sphenoid. Sesuai dengan anatomi
sinus yang terkena, sinusitis dapat dibagi menjadi sinusitis maksila,
sinusistis etmoid, sinusitis frontal, sinusitis sfenoid.
b. Patofisiologi
Bila terjadi edema di kompleks osiometal, mukosa yang letaknya
berhadapan akan saling bertemu sehingga silia tidak dapat bergerak dan
lendir tidak dapat dialirkan. Maka terjadi gangguan drainase dan ventilasi
di dalam sinus, sehingga silia menjadi kurang aktif dan lendir yang
diproduksi oleh mukosa sinus menjadi lebih kental dan merupakan media
yang baik untuk tumbuhnya bakteri patogen. Bila sumbatan terus terjadi,
akan terjadi hipoksia dan retensi lendir, sehingga timbul infeksi oleh
bakteri anaerob. Selanjutnya bisa terjadi perubahan jaringan menjadi
hipertrofi, polipoid, dan kista.
1) Faktor predisposisi atau yang memperberat sinusitis adalah
sebagai berikut:
a) Obstruksi ostium sinus
c. Klasifikasi
Secara klinis sinusitis dapat sikategorikan sebagai sinusitis akut apabila
gejalanya berlangsung dari beberapa hari sampai 4 minggu; sinusitis
subakut bila berlangsung dari 4 minggu sampai 3 bulan; dan sinusitis
kronis apabila lebih dari 3 bulan.
Apabila dilihat dari gejalanya, maka sinusitis dianggap sinusitis akut
bila terdapat tanda-tanda radang akut; subakut bila tanda akut sudah reda
dan perubahan histologik mukosa sinus masih reversible; kronis bila
perubahan histologik mukosa sudah irreversible, misalnya sudah berubah
menjadi jaringan granulasi atau polipoid.
1) Sinusitis akut
Penyakit ini dimulai dengan penyumbatan daerah kompleks
ostiometal oleh infeksi, obstruksi, alergi, atau infeksi gigi.
a) Penyebabnya
(1) Rinitis akut;
(3) Infeksi gigi rahang atas M1, M2, M3, serta P1 dan P2
(dentogen);
2) Sinusitis Subakut
Gejala klinisnya sama dengan sinusitis akut, hanya saja tanda-tanda
radang akutnya (demam, sakit kepala hebat, nyeri tekan) sudah reda.
Pada rinoskopi anterior tampak sekret purulen di meatus medius
atau superior. Pada rinoskopi posterior tampak sekret purulen pada
nasofaring. Pada pemeriksaan transiluminasi tampak sinus yang sakit
suram atau gelap.
a) Pengobatan
Untuk terapinya, mula-mula diberikan medikamentosa, bila
perlu dibantu dengan tindakan seperti diatermi dengan sinar
gelombang pendek (ultra short wave diathermy), sebanyak 5-6 kali
pada dearah yang sakit untuk memperbaiki vaskularisasi sinus, atau
pencucian sinus. Obat yang diberikan berupa antibiotika
berspektrum luas, atau yang sesuai dengan tes resistensi kuman,
selama 10-14 hari, analgetika, antihistamin, dan mukolitik. Dapat
diberikan juga obat-obat simtomastis berupa dekongestan lokal
(obat tetes hidung) untuk memperlancar drainase. Obat tetes hidung
hanya boleh diberikan selama 5-10 hari karena jika terlalu lama
dapat menyebabkan rhinitis medikamentosa.
3) Sinusitis kronis
Berbeda dari sinusitis sebelumnya, sinusitis kronis lebih sulit
disembuhkan hanya dengan pengobatan medikamentosa, harus dicari
faktor penyebab dan faktor predisposisinya.
Awalnya, silia mengalami kerusakan menyebabkan terjadinya
perubahan mukosa hidung. Perubahan ini dapat disebabkan oleh
polusi bahan kimia, alergi, atau defisiensi imunologik. Perubahan
mukosa hidung akan mempermudah terjadinya infeksi dan infeksi
menjadi kronis apabila pengobatan pada sinusitis akut tidak sempurna.
polusi bahan
silia rusak
gangguan perubahan
obstruksi mekanik alergi dan defisiensi
infeksi kronis
(e)gejala mata;
3. Faringitis
a. Definisi
Faringitis adalah suatu radangan pada tenggorokkan (faring) yang
biasanya disebut juga dengan radang tenggorokkan.
b. Penyebab
d. Jenis faringitis
4. Tonsilitis
a. Klasifikasi tonsillitis
Tonsillitis akut
b) Pengobatan
c) Komplikasi
2) Tonsillitis membranosa
a) Tonsillitis difteri
(2) Diagnosis
(3) Terapi
(4) Komplikasi
(1) Gejala
(2) Pemeriksaan
(3) Terapi
3) Tonsillitis kronis
a) Patologi
c) Terapi
d) Komplikasi
(a) Sumbatan
2. Sleep apnea
3. Gangguan menelan
4. Gangguan berbicara
5. Cor pulmonale
(b) Infeksi
3. Peritonsiler abses
5. Laringitis
a. Definisi
Laringitis adalah peradangan pada laring yang terjadi karena banyak
sebab. Inflamasi laring sering terjadi sebagai akibat terlalu banyak
menggunakan suara, pemajanan terhadap debu, bahan kimiawi, asap, dan
polutan lainnya, atau sebagai bagian dari infeksi saluran nafas atas.
Kemungkinan juga disebabkan oleh infeksi yang terisolasi yang hanya
mengenai pita suara.
b. Patofisiologi
Hampir semua penyebab inflamasi ini adalah virus. Invasi bakteri
mungkin sekunder. Laringitis biasanyan disertai rinitis atau nasofaring.
Awitan infeksi mungkin berkaitan dengan pemajanan terhadap perubahan
suhu mendadak, defisiensi diet, malnutrisi, dan tidak ada immunitas.
Laringitis umum terjadi pada musim dingin dan mudah ditularkan. Ini
terjadi seiring
Dengan menurunnya daya tahan tubuh dari host serta prevalensi virus
yang meningkat. Laringitis ini biasanya didahului oleh faringitis dan
infeksi saluran nafas bagian atas lainnya. Hal ini akan mengakibatkan
iritasi mukosa saluran nafas atas dan merangsang kelenjar mucus untuk
memproduksi mucus secara berlebihan sehingga menyumbat saluran nafas.
Kondisi tersebut akan merangsang terjadinya batuk hebat yang bisa
menyebabkan iritasi pada laring. Dan memacu terjadinya inflamasi pada
laring tersebut. Inflamasi ini akan menyebabkan nyeri akibat pengeluaran
mediator kimia darah yang jika berlebihan akan merangsang peningkatan
suhu tubuh.
c. Tanda – tanda
Laringitis akut ditandai Dengan suara serak atau tidak dapat
mengeluarkan suara sama sekali (afonia) dan batuk berat. Laringitis kronis
ditandai Dengan suara serak yang persisten. Laringitis kronis mungkin
sebagai komplikasi dari sinusitis kronis dan bronchitis kronis.
1. Definisi
Rinitis alergi adalah penyait imflamasi yang disebabkan oleh reaksi
alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitasi dengan
allergen yang sama,serta dilepaskannya mediator kimia ketika terjadi
paparan ulangan denagn allergen spesifik tersebut(Von pirquet 1986).
7. Patofisiologi
Rinitis alergi merupakan statu penyakit imflamasi yang di awali denag
tahap sensitisasi dan diikuti dengan reaksi alergi.
8. Reaksi alergi
Alergen
makrofag/monosit
melepas sitokinin(IL1)
pragmen pendek peptida
mengaktifkan Th0
IL3,IL4,IL5,IL13
Sel T helper(Th0)
menhasilkan IgE
mastosit/basofil jd aktif
gatal,bersin,rinorea
F. Proses keperawatan
1). Pengkajian yang dapat dilakukan
Riwayat kesehatan anak mengikuti garis besar yang sama seperti riwayat
kesehatan pada orang dewasa, dengan tambahan tertentu yang disajikan.
a). Identifikasi data
Tempat tanggal lahir, nama kecil, nama depan orang tua, usia
b). Keluhan utama. Keluhan-keluhan ini merupakan pokok masalah dari
anak, orang tua, guru, di sekolah atau dari orang lain.
c). Riwayat penyakit saat ini. Bagaimana setiap anggota keluarga
merespon terhadap adanya gejala-gejala yang dialami oleh anak
d). Riwayat kesehatan dahulu
e). Riwayat kesehatan keluarga
(1). Riwayat kelahiran
(a). Prenatal – kesehatan ibu, pengobatan, penggunaan alcohol
atau obat terlarang, perdarahan vagina, penambahan berat badan,
lamanya kehamilan
(b). Natal – sifat persalinan dan kelahiran, berat badan lahir
(c). Neonatal – upaya resusitasi, sianosis, ikterik, infeksi.
(2). Riwayat pemberian makan
(a). Menyusui : Frekuansi dan lamanya menyusui, kesulitan yang
ditemukan
(b). Pemberian makanan tambahan : jenis, jumlah, frekuensi,
muntah kolik, diare, suplemen vitamin, zat besi, dan florida,
(c). Pemberian makanan padat : Kebiasaan makan – kesuakaan
atau ketidaksukaan, jenis dan jumlah makanan yang dimakan;
sikap dan respon orang tua
(3). Riwayat pertumbuhan dan perkembangan
(a). Pertumbuhan fisik – berat badan, tinggi badan, dan lingkar
kepala saat lahir dan usia 1, 2, 5, dan 10 tahun.
(b). Perkembangan – usia anak ketika dapat mengangkat kepala,
berbalik, mundur, duduk, berjalan, dan berbicara.
(c). Perkembangan sosial – pola tidur siang dan malam hari, toilet
training, masalah-masalah wicara, perilaku kebiasaa, masalah-
masalah disiplin, performa sekolah, hubungan dengan orangtua,
saudara sekandun, dan teman sebaya.
f). Status kesehatan terakhir
1). Alergi, perhatian khusus pada alergi-alergi yang diamali saat masa kanak-
kanak
2). Imunisasi, termasuk tanggal diberikan dan reaksi-reaksi yang timbul
3). Uji skrining, uji penglihatan, pendengaran, kolesterol, tuberkolosis,
golongan darah, penyakit sel sabit, dan kelaian metabolisme sejak lahir
BAB III
PEMBAHASAN KASUS
Berdasarkan dengan kasus yang ada, pasien A 13 tahun dengan keluhan
bersin yang terus menerus, rhinorea, nyeri kepala di daerah frontal, adanya rasa
gatal di hidung dan mata, lakrimasi. Pasien tersebut mengalami hal yang demikian
saat musim kemarau ketika banyak debu dijalanan dan ia juga mengalami
penurunan berat badan yang disebabkan adanya anoreksia. .
Sehingga kami menyimpulkan bahwa pasien A mengalami rhinitis alergi.
Karena ia mengalami bersin yang terus – menerus, sekretnya pun encer,
mengalami sakit kepala. Selain itu timbul rasa gatal pada hidung dan mata yang
disebabkan oleh H1 yang dirangsang oleh histamin sehingga timbulah rasa gatal
tersebut.
Berikut di bawah ini adalah Rencana Asuhan Keperawatan terkait dengan
kasus rhinitis.
Pengkajian
a. Penelurusan data subjektif dan objektif
Data objektif :
• Tekanan Darah ( 100/60 mmHg )
• Respiratory Rate 30x/menit irregular
• Sekret encer
Data subjektif :
• Bersin, rhinorea
• Nyeri kepala bagian frontal
• Gatal di hidung mata, lakrimasi
b. Identifikasi Data
Nama : Saudara A
TTL : -
Nama kecil : -
Nama Orang tua : -
c. Keluhan utama
Bersin terus-menerus, rhinorea, nyeri kepala di daerah frontal, adanya rasa
gatal di hidung dan mata, lakrimasi
d. Riwayat Kesehatan masa lalu
1. Riwayat kelahiran : -
2. Riwayat pemberian makan : -
3. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan : -
e. Riwayat kesehatan sekarang : Rhinitis
f. Status kesehatan terakhir
1. Alergi : -
2. Imunisasi : -
3. Uji skrining : -
g. Data-data tambahan yangperlu dikaji
1. Riwayat Keluarga : -
2. Riwayat Psikososial, meliputi :
3. Situasi Rumah dan Orang terdekat : -
4. Kehidupan sehari-hari :
5. Agama : -
6. Su :
a) Pemeriksaan fisik
(1) Pemeriksaan hidung luar
Rinoskopi anterior (inspeksi)
Pemeriksaan rongga hidung dari depan dengan memakai speculum
hidung. Di belakang vestibulum dapat dilihat bagian dalam hidung. Hal
– hal yang harus diperhatikan pada rinoskopi anterior ialah :
(a) Mukosa. Dalam keadaan normal mukosa bewarna merah muda.
Pada raddang bewarna merah, sedangkan pada alergi akan
tampak pucat / kebiru – biruan (livid).
(b) Septum (palpasi). Biasanya terletak ditengah dan lurus.
Diperhatikan apakah terdapat defiasi, Krista, spina, perforasi,
hematoma, abses, dan lain – lain.
(c) Konka. Diperhatikan apakah konka besarnya normal (eutrofi),
hipertrofi, hipotrofi atau atrofi
(d) Sekret. Bila ditemukan sekret di dalam rongga hidung, harus
diperhatikan banyaknya, sifatnya (serus, mukoid, mukokurulen,
kurulen, atau bercampur darah) dan lokalisasinya (meatus
inferior), medius (superior). Adanya sekret yang encer dan
banyak.
(e) Massa. Massa yang sering ditemukan dalam rongga hidung
adalah polip dan tumor. Pada anak dapat ditemukan benda
asing.
(2) Rinoskopi Posterior (inspeksi). Adalah pemeriksaan rongga hidung
dari belakang, dengan menggunakan kaca nasofaring. Dengan
mengubah – ubah posisi kaca, kita dapat melihat koana, ujung
posterior septum, ujung posterior konka, sekret yang mengalir dari
hidung ke nasofaring (post nasal drip), torus tubarius, ostium tuba
dan fosa rosenmuller.
(3) Pemeriksaan sitologi hidung. Ditemukannya eosinofil dalam
jumlah banyak menunjukan kemungkinan alergi inhalan. Jika
basofil (5sel/lap) mungkin disebabkan alergi makanan, sedangkan
jika ditemukan sel PMN menunjukan adanya infeksi bakteri.
(4) Perkusi dengan cara periksa nyeri tekan sinusitis
(5) Periksa indra penghidu.
Know
Do
Show
• Diharapkan peserta didik memperhatikan penyuluhan dengan seksama.
• Peserta didik diharapkan dapat menunjukan antusiasme ketika diberikan
materi penyuluhan
• Peserta didik diharapkan dapat mengajukan pertanyaan setelah diberikan
penyuluhan
H. Penelitian terkait
Efek dari terapi akupuntur yang diterapkan kepada pasien dengan usia 15 –
45 tahun yang kedua kelompok umur tersebut mengalami penyakit rhinitis alergi.
Terapi akupuntur ini telah dibandingkan dengan terapi antihistamin konvensional.
tanda – tanda yang menunjukan kemajuan dan penemuan laboratorium
membuktikan bahwa kedua terapi ini baik untuk pasien rhinitis. Namun, terapi
akupuntur lebih baik dan memiliki efek yang panjang.
Subyek dari pemeriksaan psikosomatik ini adalah pasien dengan vasomotor
rhinitis (28) dan pollenosis (23) dan keduanya diberikan akupuntur atau
phonostimulation khusus. Akupunktur dilakukan setelah metode klasik dalam
phonostimulation kepada 22 orang pasien dari 29 orang. Hasil evaluasi yang
berdasarkan tes laryngological dan appraisals dianjurkan kepada pasien yang
memiliki masalah – masalah khusus. Kondisi Pollenosis tidak dapat berubah
dengan perawatan. Pada vasomotor rhinitis, factor – factor psikis sangatlah
penting. Diawal perawatan, Beberapa pasien biasanya menunjukan peningkatan
sedangkan beberapa penderita tidak menunjukan perubahan.efek ini mungkin
dapat menjadi saran untuk penelitian ini.
Tujuan proyek uji coba ini adalah untuk mengevaluasi efek langsung dari
akupunktur dibandingkan dengan kontrol placebo dua (sham akupunktur dan
paling transcutaneous stimulasi listrik saraf) dalam perawatan pasien nonallergic
rhinitis. Ketiga perawatan ini diberikan sama rata untuk pasien yang sama selama
beberapa minggu.
Ternyata Akupunktur menunjukkan peningkatan dalam ketahanan saluran
udara dalam hidung setelah perawatan pada 9 dari 13 pasien, sham akupunktur
pada 2 dari 9 pasien , dan tiruan aliran listrik di syaraf stimulasi pada 3 dari 10
pasien. Panduan pembelajaran ini mengemukakan sejumlah isu yang berhubungan
dengan efek dari akupunktur pada rhinitis nonalergi yang harus diatasi oleh
sebuah studi yang melibatkan lebih banyak pasien yang di urutkan secara acak
dalam pengobatan dan perawatan kontrol placebo dua dievaluasi dalam kaitannya
dengan kredibilitas mereka.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
1) Kesimpulan
Setelah mengkaji kondisi pasien dan mempelajari macam – macam penyakit
saluran atas pernafasan, kami dapat menyimpulkan bahwa penyakit – penyakit
tersebut memiliki gejala yang hampir mirip, namun tetap terdapat perbedaan dari
masing – masing penyakit.
Pada penyakit rhinitis dapat ditemukan adanya sekret yang cair, sakit kepala,
bersin yang terus – menerus. Sedangkan pada penyakit yang lain (faringitis,
laringitis, tonsillitis, dan sinusitis), gejala – gejala tersebut tidak sepenuhnya
muncul, sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa pasien tersebut mengalami
penyakit rhinitis alergi.
Rhinitis alergi dapat muncul jika lingkungan tempat tinggal kita tidak besih,
sehingga dapat menimbulkan alergi pada hal – hal tertentu. Dengan menjaga
lingkungan, kita dapat terhindar dan meminimalisir timbulnya penyakit.
2) Saran
Kami menyarankan kepada masyarakat agar menjaga kebersihan
lingkungannya agar terhindar dari penyakit pernafasan. Selain itu, sebaiknya
sebelum makan kita mencuci tangan terlebih dahulu untuk membunuh kuman dan
penyakit sehingga memutuskan rantai penyebaran penyakit.
DAFTAR PUSTAKA
Soepardi & Iskandar. 2006. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok
kepala leher edisi ke lima. Jakarta: Gaya Baru
http://arbaa-fivone.blogspot.com/2009/02/rinitis.html
.
http://www.dkk-bpp.com/index.php?
option=com_content&task=view&id=125&Itemid=47
http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/03/09/laringitis/
http://www.internethealthlibrary.com/Health-problems/Rhinitis%20-
%20researchAltTherapies.htm
http://medicastore.com/penyakit/782/Rinitis_Alergika_Pereneal.html
http://www.medicastore.com/index.php?mod=iklan
http://myscienceblogs.com/kids/2007/11/02/bersin-mengeluarkan-40000-butir-
penyebab-penyakit
www.klikdokter.com/illness/detail/197
www.kabarindonesia.com/berita.php?
pil=3&jd=Tips+Praktis+Mengenali+Faringitis+Bakteri&dn=20081204085825
www.surabaya-ehealth.org/content/tips-cegah-penyakit-rinitis-alergi-dan-
rinosinusitis