Anda di halaman 1dari 46

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pneumonia merupakan peradangan parenkim paru yang disebabkan
oleh mikroorganisme bakteri, virus, jamur, dan parasit yang menyebabkan
nyeri saat bernafas dan keterbatasan intake oksigen. Pneumonia juga dapat
disebabkan oleh bahan kimia ataupun karena paparan fisik seperti suhu atau
radiasi dan dapat disebarkan dengan berbagai cara antara lain saat batuk dan
bersin (Djojodibroto, 2014).
Penderita pneumonia di dunia di perkirakan ada 5,5 juta kasus, sebagian
besar estimasi jumlah kasus berada di wilayah Asia Tenggara (20%), Afrika
(10%) dan Eropa (34%. Di Asia Tenggara terdapat 3 negara yang menderita
kasus pneumonia yaitu Philipina (5,2%), Indonesia (3,8%), dan Malaysia
(1,2%). Indonesia berada pada posisi kedua dengan negara yang memiliki
kasus pneumonia (WHO, 2018)
Di Indonesia, kejadian pneumonia pada semua jenjang usia mengalami
peningkatan yaitu dari 1,6% di tahun 2013, meningkat menjadi 2,0% di tahun
2018. Jawa Barat menduduki peringkat pertama dengan jumlah kasus
pneumonia terbanyak (2,6%) (Riskesdas, 2018).
Sistem imun normal yang terganggu oleh organisme yang meliputi
bakteri, virus, benda asing, jamur, mycoplasma pneumonia. Stapilokokus
yang mengakibatkan thrombus disebabkan oleh toksin dan cougulase yang
berinteraksi dengan faktor plasma dan menghasilkan bahan aktif yang
mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin ,sehingga pada permukaan lapisan
pleura yang tertutup tebal eksudat thrombus vena pulmonalis,yang
menyebabkan nekrosis hemoragik di alveoli yang terisi oleh eksudat dari
hasil inflamasi, udara tidak dapat masuk karena alveoli diisi oleh sputum
(Nuratif et al, 2016).
Apabila produksi sputum semakin meningkat, kebersihan jalan napas
akan terganggu dan menghambat pemenuhan suplai oksigen ke otak dan sel-
sel diseluruh tubuh, Jika dibiarkan dalam waktu yang lama akan
menyebabkan hipoksemia lalu berkembang menjadi hipoksia berat dan
penurunan kesadaran serta kematian sehingga terjadilah masalah keperawatan
ketidakefektifan bersihan jalan nafas (Purnama, 2016)
Komplikasi pneumonia meliputi hipoksemia, gagal respiratorik,
efusipleura, empyema, abses paru, dan bacteremia, disertai penyebaran
infeksi ke bagian tubuh lain yang menyebabkan meningitis, endocarditis, dan
pericarditis. Dampak dari pneumonia apabila tidak diberikan asuhan
keperawatan yang sesuai antara lain demam menetap atau kekambuhan
mungkin akan terjadi, super infeksi, efusi pleura atau pneumonia yang
disebabkan oleh organisme tidak lazim seperti pneumocystis carinni (Zainul
and Manik, 2015).
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas merupakan keadaan dimana
individu tidak mampu mengeluarkan sekret dari saluran nafas untuk
mempertahankan kepatenan jalan nafas. Masalah bersihan jalan nafas ini jika
tidak ditangani secara cepat maka bisa menimbulkan masalah yang lebih
berat saperti pasien akan mengalami sesak yang hebat bahkan bisa
menimbulkan kematian (NANDA Internasional, 2015).
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas jika tidak dilakukan penanganan
dengan tepat dan benar akan menimbulkan beberapa dampak antara lain:
adanya perubahan struktur paru normal, perluasan infeksi lokal untuk
mengenai pleura (pleuritis), kerusakan yang berlebihan pada parenkim paru,
abses paru, empiema atau efusi pleura. Hal ini harus segera ditangani dengan
cara memberi penatalaksanaan yang efektif dalam membantu pengeluaran
sputum (Lemone, 2015).
Masalah keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan napas dapat di
cegah dengan penatalaksanaan perawat dalam memberi asuhan keperawatan
secara menyeluruh mulai dari pengkajian masalah, menentukan diagnosa
keperawatan, membuat intervensi, implementasi serta evaluasi asuhan
keperawatan pada pasien pneumonia dengan memperbaiki ketidakefektifan
bersihan jalan napas. Keluhan diatas dapat di tangani dengan keperawatan
dan kolaborasi dengan cara farmakologi dan non farmakologi seperti
memberikan latihan nafas dan memperbaiki pola nafas, serta memberikan
jalan nafas yang tersumbat oleh sekret atau dahak. (Nanda, 2012).
Dengan memberikan dorongan untuk sering batuk dan mengeluarkan
sekresi, ajarkan latihan nafas dalam, berikan posisi semi fowler, melakukan
terapi fisik dada untuk mengencerkan sekresi dan meningkatkan pengeluaran
sekresi sehingga kesembuhan pasien pneumonia dapat diukur dengan
berkurangnya batuk, sesak nafas, dan lancarnya pengeluaran sekresi.
Penerapkan evidence based atau beberapa hasil penelitian terbaru tanpa
memberikan efek samping bagi tubuh akan dibahas dalam Karya Ilmiah
Akhir Ners dan diharapkan bisa di implementasiakan kepada pasien dengan
harapan penyembuhan akan cepat lebih optimal pada penderita pneumonia.
(Arifin dan Ratnawati, 2015).
Berdasarkan permasalahan pada kasus di atas penulis tertarik untuk
melakukan studi kasus pada pasien dengan masalah Pneumonia yang
dituangkan dalam Karya Tulis Ilmiah Akhir Ners dengan judul “Gambaran
Asuhan Keperawatan Manajemen Jalan Napas pada Pasien Pneumonia Di
Ruang Kemuning RSUD Dr. M.Yunus Bengkulu Tahun 2020”

B. Rumusan Masalah
Bagaimana Gambaran Asuhan Keperawatan Manajemen Jalan Napas pada
Pasien Pneumonia Di Ruang Kemuning RSUD Dr. M.Yunus Bengkulu
Tahun 2020?

C. Tujuan Studi Kasus


1. Tujuan Umum
Menggambarkan asuhan keperawatan manajemen jalan napas pada pasien
Pneumonia.
2. Tujuan Khusus
a. Menggambarkan pengkajian manajemen jalan napas pada pasien
Pneumonia.
b. Menggambarkan diagnosis keperawatan manajemen jalan napas pada
pasien Pneumonia.
c. Menggambarkan perencanaan keperawatan manajemen jalan napas
pada pasien Pneumonia.
d. Menggambarkan implementasi keperawatan manajemen jalan napas
pada pasien Pneumonia.
e. Menggambarkan evaluasi keperawatan manajemen jalan napas pada
pasien Pneumonia.

D. Manfaat Studi Kasus


1. Bagi Mahasiswa
Karya tulis ilmiah akhir ini sebagai bahan masukan untuk meningkatkan
ilmu pengetahuan, pengalaman dan menambah keterampilan atau
kemampuan mahasiswa dalam menerapkan asuhan keperawatan anak
pada pasien Pneumonia.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Dapat menambah referensi bacaan literatur dalam meningkatkan mutu
pendidikan dan sebagai bahan pertimbangan untuk lebih memperkaya
pengetahuan dan bahan ajar mengenai manajemen jalan napas pada
pasien Pneumonia.
3. Bagi Pelayan Kesehatan / RSUD DR M. Yunus Bengkulu
Karya Tulis Ilmiah Akhir ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan dan
sumber informasi bagi perawat dalam meningkatkan pelayanan
keperawatan khususnya asuhan keperawatan pada pasien Pneumonia.
4. Bagi Pasien dan Keluarga.
Karya Tulis Ilmiah akhir ini diharapkan bisa menjadi informasi tambahan
bagi pasien dan keluarga dalam mengatasi masalah Pneumonia dengan
evidence based terbaru.
5. Bagi Ilmu Pengetahuan
Penelitian ini dapat memberikan sumbangan untuk pengembangan konsep
keperawatan yang terkait dan sebagai dasar untuk penelitian lebih lanjut.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI FISIOLOGI

Gambar 2.1 Anatomi Fisiologi Pernafasan

Sistem pernapasan pada manusia di bagi menjadi beberapa bagian.


Saluran saluran pengantar udara dari hidung hidung hingga mencapai paru-
paru sendiri meliputi dua bagian yaitu saluran pernapasan bagian atas dan
bagian bawah (Sumber Smelzer & Bare 2002).

1. Saluran pernapasan bagian atas (upper respiratory airway)


Secara umum, fungsi utama dari saluran pernapasan atas adalah
sebagai saluran udara (air conduction ) menuju saluran napas bagian
bawah untuk pertukaran gas, melindungi (protecting) saluran napas
bagian bawah dari benda asing, dan sebagai penghangat, penyaring serta
pelembab (warning filtration and hamidifuiction) dari udara yang
dihirup hidung. Saluran pernapasan terdiri dari organ-organ berikut:
a. Hidung (Cavum Nasalis)
Rongga hidung di lapisi sejenis selaput lendir yang hangat kaya
akan pembuluh darah. Rongga ini bersambung dengan lapisan
faring dan selaput lendir sinus yang mempunyai lubang masuk ke
dalam rongga hidung.
b. Sinus Paranasalis
Sinus paranasalis merupakan daerah yang terbuka pada tulang
kepala. Nama sinus paranasalis sendiri disesuaikan dengan nama
tulang di mana organ itu berada, organ itu sendiri atas sinus
frontalis, sinus etmoidalis, sinus spenoidalis dan sinus maksilaris.
c. Faring (Tekak)
Faring adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tenggorokan
sampai persambungannya dengan esofagus pada ketinggian tulang
rawan krikoid, oleh karena itu letak faring dibelakang laring
(Laryns phargneal)
d. Laring (Tenggorokan)
Laring terletak didepan bagian terendah faring memisahkan dari
columma vertebrata. Laring merentang sampai bagian atas
vertebrata servikalis dan masuk kedalam trakea bawahnya, laring
terdiri atas kepingan tulang rawan yang di ikat, di tentukan oleh
ligament dan membran.

2. Saluran pernapasan bagian bawah (lover airway)


Di tinjau dari fungsinya, secara umum saluran pernapasan bagian
bawah terbagi menjadi dua komponen. Pertama, saluran udara kondusif
atau yang sering disebut sebagai percabangan dari trakeobronkialis.
Saluran ini terdiri atas trakea, bronki dan bronkioli, kedua saluran
respiratorius terminal (kadang kala di sebut acini) yang merupakan
saluran udara konduktif dengan fungsi utamanya sebagai penyalut
(konduksi) gas masuk ke luar dari satuan respiratorius terminal)
merrupakan tempat pertukaran gas yang sesungguhnya.
a. Trakea
Trakea atau batang tenggorokan memiliki panjang kira-kira 9 cm.
Oragan ini merentang larinng sampai kira-kira di bagian atas
vertebrata torakalis kelima. Dari tempat ini, trakea bercabang
menjadi dua bronkus (bronchi). Trakea tersusun atas 16-20
lingkaran tak lengkap, berupa ciri-ciri cincin tulang rawan yang
disatukan bersama oleh jaringan fibrosa dan melengkapi lingkaran
disebelah belakang trkaea. Selain itu, trakea juga memuat jaringan
otot.
b. Bronkus dan Bronkeoli
Bronkus yang terbentuk dari belahan dua trakea pada tingkatan
vertebrata torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan
trakea dan di lapisi oleh sejenis sel yang sama. Bronkus-bronkus
itu membentang ke bawah dan samping, ke arah tampuk paru,
bronkus kanan lebih pendek dan lebih lebar daripada yang kiri,
sedikit lebih tinggi dari arteri pulmonalis dan mengeluarkan sebuah
cabang utama lewat bawah arteri, yang di sebut bronkus lobus
bawah. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih langsung dari yang
kanan, serta merentang di bawah arteri pulmonalis sebelum
akhirnya terbelah menjadi beberapa cabang menuju ke lobus atas
dan bawah, cabang utama bronkus kanan dan kiri bercabang
menjadi bronkus lobaris dan kemudian menjadi lobus segmentalis,
yaitu saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveoli
(kantong udara).
c. Alveolus
Alveolus (yaitu tempat pertukaran gas sinus) terdiri dari
bronkiolus dan respiratorius yang terkadang memiliki kantong
udara kecil atau alveoli pada dindingnya. Alveolus adalah kantong
berdinding tipis yang mengandung udara. Melalui seluruh dinding
inilah terjadi pertukaran gas.
d. Paru-paru
Bagian kiri dan kanan paru-paru terdapat rongga toraks. Paru-paru
dilapisi pleura yaitu parietal pleura dan viseral pleura. Di dalam
rongga pleura yaitu parietal pleura dan viscreral pleura. Di dalam
rongga pleura terdapat rongga cairan surfukta yang berfungsi
untuk lubrink. Paru kanan di bagi atas tiga lobus, yaitu lobus
superior lobus medius dan lobus inferior. Sedangkan paru kiri di
bagi menjadi dua lobus yaitu lobus superior dan inferior, tiap
lobus di bungkus oleh jaringan elastic.
e. Toraks, diagrafma, dan Pleura
Rongga toraks berfungsi melindungi paru-paru, jantung dan
pembuluh darah besar. Bagian rongga toraks terdiri atas 12 iga
costa. Pada atas toraks di daerah leher, terdapat dua otot
tambahan untuk proses inspirasi, yakni skaleneus dan
sternokleidomastoideus. Otot skaleneus menaikan tulang iga
pertama dan kedua selama inspirasi untuk memprluas rongga dada
atas dan menstabilkan dinding dada.
Otot sternokleidomastoideus berfungsi untuk mengangakat
sternum, otot paresternal, trapezius, dan pektoralis juga
merupakan otot inspirasi tambahan yang berguna untuk
meningkatkan kerja nafas. Diantara tulang iga terdapat otot
interkostal, otot interkostal eksternum adalah otot yang
menggerakan tulang iga keatas dan kedepan, sehingga dapat
meningkatkan diameter anteroposterior dari dinding dada.
Diafragma terletak dibawah rongga toraks, pada keadaan
relaksasi diafragma ini berbentuk kubah, mekanisme pengaturan
otot diafragma (nervus frenikus). Oleh karena itu jika terjadi
kecelakaan pada saraf C3, maka hal ini dapat menyebabkan
vebtilasi. (Kozier, B, and Erbs. 2009)
3. Fisiologis Pernapasan
Menurut (Ardiansyah, 2012) Proses fisiologis pernapasan adalah dimana
oksigen di pindahkan dari udara ke dalam jaringan-jaringan dan CO2, di
keluarkan ke udara (ekspirasi) yang dibagi menjadi 3 proses sebagai
berikut:
a. Ventilasi
Ventilasi adalah proses masuk dan keluarnya udara dari
paru-paru. Udara bergerak masuk dan keluar paru karena adanya
selisih tekanan yang terdapat antara atmosfer dan alveolus akibat
kerja mekanik otot-otot. Pada inspirasi volume toraks bertambah
besar karena diafragma turun dan iga terangkat akibat kontraksi
beberapa otot, pada waktu yang bersamaan otot-otot interkostal
internal berkontraksi dan mendororng dinding dada sedikit ke arah
luar. Dengan gerakan seperti ini ruang didalam dada meluas,
tekanan dalam alveoli menurun dan udara memasuki paru-paru.
Pada ekspirasi diafragma dan otot-otot interkosta eksterna
relaksasi. Pada waktu otot interkosta eksterna relaksasi, rangka iga
turun dan lengkungan diafragma naik ke atas ke dalam rongga
toraks, menyebabkan volume toraks berkurang, sehingga udara
mengalir ke luar paru-paru sampai tekanan jalan nafas dan tekanan
atmosfer menjadi sama
b. Difusi
Merupakan tahap kedua dari proses pernafasan yang
merupakan gerakan diantara udara dan karbondioksida didalam
alveoli dan darah didalam kapiler sekitarnya. Dalam cara difusi ini
gas mengalir dari tempat yang tinggi tekanan parsialnya ke tempat
lain yang lebih rendah tekanan parsialnya. Oksigen dalam alveoli
mempunyai tekanan parsial yang lebih tinggi dari oksigen yang
berada dalam darah dan karenanya udara dapat mengalir dari
alveoli masuk ke dalam darah. Karbondioksida dalam darah
mempunyai tekanan parsial yang lebih tinggi dari oksigen yang
berada dalam darah dan karenanya udara dapat mengalir dari
alveoli kedalam darah. Sehingga CO2 lebih mudah berdifusi dari
pada oksigen
c. Transportasi gas dalam darah
Transportasi adalah pengangkutan oksigen dan karbon
dioksida oleh darah. O2 dapat diangkut dari paru ke jaringan-
jaringan melalui dua jalan: secara fisik larut dalam plasma atau
secara kimia berikatan dengan hemoglobin (HB) membentuk
oksihemoglobin. CO2 ditransportasi dalam darah sebagai natrium
bikarbonat dalam dan kalium bikarbonat dalam sel-sel darah merah
dalam larutan bergabung dengan hemoglobin dan protein plasma.

B. KOSEP PNEUMONIA
1. Definisi Pneumonia
Pneumonia merupakan peradangan parenkim paru yang disebabkan
oleh mikroorganisme bakteri, virus, jamur, dan parasit yang
menyebabkan nyeri saat bernafas dan keterbatasan intake oksigen.
Pneumonia juga dapat disebabkan oleh bahan kimia ataupun karena
paparan fisik seperti suhu atau radiasi dan dapat disebarkan dengan
berbagai cara antara lain saat batuk dan bersin (Djojodibroto, 2014).
2. Etiologi Pneumonia
Menutut Padila (2013) etiologi pneumonia:
a. Bakteri
Organisme gram positif seperti: Streptococcus pneumonia, S.
aerous, dan streptococcus pyogenesis. Bakteri gram negative seperti
Haemophilus influenza, klebsiella pneumonia dan P. Aeruginosa
b. Virus
Penyebab utama pneumonia virus ini yaitu Cytomegalovirus
c. Jamur
Jamur hitoplasma yang menyebar melalui udara yang mengandung
spora dan ditemukan pada kotoran burung, tanah serta kompos.
d. Protozoa
Menimbulkan terjadinya Pneumocystis carinii pneumonia (CPC).
Biasanya pada pasien yang mengalami immunosupresi. Penyebaran
infeksi melalui droplet dan disebabkan oleh streptococcus
pneumonia, melalui selang infus yaitu stapilococcus aureus dan
pemakaian ventilator oleh P. Aeruginosa dan enterobacter. Dan bisa
terjadi karena kekebalan tubuh dan juga mempunyai riwayat
penyakit kronis.

Selain diatas penyebab terjadinya pneumonia yaitu dari Non


mikroorganisme:
a. Bahan kimia.
b. Paparan fisik seperti suhu dan radiasi
c. Merokok.
d. Debu, bau-bauan, dan polusi lingkungan
3. Patofisiologi Pneumonia
Menurut Smeltzer & Bare (2013) kuman masuk kedalam jaringan
paru-paru melalui saluran nafas bagian atas menuju ke bronkhiolus dan
alveolus. Setelah Bakteri masuk dapat menimbulkan reaksi peradangan
dan menghasilkan cairan edema yang kaya protein.
Kuman pneumokokusus dapat meluas dari alveoli ke seluruh
segmen atau lobus. Eritrosit dan leukosit mengalami peningkatan,
sehingga Alveoli penuh dengan cairan edema yang berisi eritrosit, fibrin
dan leukosit sehingga kapiler alveoli menjadi melebar, paru menjadi
tidak berisi udara. Pada tingkat lebih lanjut, aliran darah menurun
sehingga alveoli penuh dengan leukosit dan eritrosit menjadi sedikit.
Setelah itu paru tampak berwarna abu-abu kekuningan. Perlahan
sel darah merah yang akan masuk ke alveoli menjadi mati dan terdapat
eksudat pada alveolus Sehingga membran dari alveolus akan mengalami
kerusakan yang dapat mengakibatkan gangguan proses difusi osmosis
oksigen dan berdampak pada penurunan jumlah oksigen yang dibawa
oleh darah.
Secara klinis penderita mengalami pucat sampai sianosis.
Terdapatnya cairan purulent pada alveolus menyebabkan peningkatan
tekanan pada paru, dan dapat menurunan kemampuan mengambil
oksigen dari luar serta mengakibatkan berkurangnya kapasitas paru.
Sehingga penderita akan menggunakan otot bantu pernafasan yang dapat
menimbulkan retraksi dada.
Secara hematogen maupun lewat penyebaran sel, mikroorganisme
yang ada di paru akan menyebar ke bronkus sehingga terjadi fase
peradangan lumen bronkus. Hal ini mengakibatkan terjadinya peningkan
produksi mukosa dan peningkatan gerakan silia sehingga timbul reflek
batuk.
4. Klasifikasi Pneumonia
Menurut buku Pneumonia Komuniti, Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan di Indonesia yang dikeluarkan (Perhimpunan Dokter
Paru Indonesia, 2003) menyebutkan tiga klasifikasi pneumonia, yaitu:
a. Berdasarkan klinis dan epidemiologi:
1) Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia),
pneumonia yang didapat dari masyarakat, dimulai sebagai penyakit
pernafasan umum dan bisa berkembang menjadi pneumonia
2) Pneumonia nosokomial, pneumonia yang terjadi setelah pasien 48
jam dirawat dirumah sakit dan disingkirkan semua infeksi yang
terjadi sebelum masuk rumah sakit.
3) Pneumonia aspirasi, merupakan infeksi paru-paru yang diakibatkan
oleh terhirupnya sesuatu ke dalam saluran pernafasan.
4) Pneumonia pada penderita immunocompromised.
b. Berdasarkan bakteri penyebab:
1) Pneumonia bakteri/tipikal, dapat terjadi pada semua usia beberapa
bakteri mempunyai tendensi menyerang seseorang yang peka,
misalnya klebsiella pada penderita alkoholik, staphyllococcus pada
penderita pasca infeksi influenza. Pneumonia Atipikal disebabkan
mycoplasma, legionella, dan chalamydia .
2) Pneumonia virus, Disebabkan seperi virus Influenza.
3) Pneumonia jamur, sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi
pada penderita dengan daya lemah tahan terutama
fimmunocompromised).
c. Berdasarkan predileksi infeksi:
1) Pneumonia lobaris, pneumonia yang terjadi pada satu lobus
(percabangan besar dari pohon bronkus) baik kanan maupun kiri.
2) Pneumonia bronkopneumonia, pneumonia yang ditandai bercak-
bercak infeksi pada berbagai tempat di paru. Bisa kanan maupun
kiri yang disebabkan virus atau bakteri dan sering terjadi pada bayi
atau orang tua.
3) Pneumonia interstisial, peradangan paru-paru kronis yang sering
terjadi pada perokok atau mantan perokok.
Sedangkan Menurut Nurarif (2015), membagi kedalam tiga klasifikasi
pneumonia sebagai berikut:
a. Pembagian melalui anatomis
1) Pneumonia lobularis, melibat seluruh atau suatu bagian besar
dari satu atau lebih lobus paru. Bila kedua paru terkena maka
dikenal sebagai pneumonial bilateral atau ganda.
2) Pneumonia lobularis (Bronkopneumonia) terjadi pada ujung
akhir bronkiolus, yang tersumbat oleh eksudat mukopurulen
untuk membentuk bercak konsulidasi dalam lobus yang berada
didekatnya, disebut juga pneumonia lobularis.
3) Pneumonia Interstitial (Bronkiolitis) proses inflamasi yang
terjadi di dalam dinding alveolar (interstinium) dan jaringan
peribronkial serta interlobular.
b. Berdasarkan bakteri penyebab:
1) Pneumonia bakteri/tipikal, dapat terjadi pada semua usia
beberapa bakteri mempunyai tendensi menyerang seseorang
yang peka, misalnya klebsiella pada penderita alkoholik,
staphyllococcus pada penderita pasca infeksi influenza.
Pneumonia Atipikal disebabkan mycoplasma, legionella, dan
chalamydia .
2) Pneumonia virus, Disebabkan seperi virus Influenza.
3) Pneumonia jamur, sering merupakan infeksi sekunder.
Predileksi pada penderita dengan daya lemah tahan terutama
fimmunocompromised)
c. Berdasarkan usia:
1) Usia 2 bulan – 5 tahun
a) Pneumonia berat, ditandai secara klinis oleh sesak nafas
yang dilihat dengan adanya tarikan dinding dada bagian
bawah.
b) Pneumonia, ditandai secar aklinis oleh adanya nafas cepat
yaitu pada usia 2 bulan – 1 tahun frekuensi nafas 50 x/menit
atau lebih, dan pada usia 1-5 tahun 40 x/menit atau lebih.
c) Bukan pneumonia, ditandai secara klinis oleh batuk pilek
biasa dapat disertai dengan demam, tetapi tanpa terikan
dinding dada bagian bawah dan tanpa adanya nafas cepat.
2) Usia 0 – 2 bulan
a) Pneumonia berat, bila ada tarikan kuat dinding dada bagian
bawah atau nafas cepat yaitu frekuensi nafas 60 x/menit atau
lebih.
b) Bukan pneumonia, bila tidak ada tarikan kuat dinding dada
bagian bawah dan tidak ada nafas cepat.
5. Woc

Normal system Mikroganisme dan non


pertahanan terganggu mikroorganisme

Organisme Sel napas bagian bawah Stapilokokus


pneumokokus

Kuman pathogen Eksudat masuk ke Thrombus


mencapai bronkioli alveoli
terminalis merusak sel
epitel bersilia, sel
goblet Alveoli Toksin, koagulase

Cairan edema + Sel darah merah, Permukaan lapisan


leukosit masuk ke leukosit, pneumokokus pleura tertutup tebal
alveolii mengisi alveoli eksudat thrombus vena
pulmonaris

Konsolidasi paru Leukosit + fibrin Nekrosis hemoragik


mengalami konsolidasi

Kapasitas vital, leukositosis


compliance menurun,
hemoragik
Suhu tubuh meningkat

Intolersi aktifitas Hipertermi

Produksi sputum Abses pneumatocele


meningkat (kerusakan jaringan parut)

Ketidakefektifan Ketidakefektifan pola


bersihan jalan napas napas

Gambar 2.1 Pathway Pneumonia (Nanda, 2015)


6. Manifestasi Pneumonia
Gambaran klinis beragam, tergantung pada organisme penyebab dan
penyakit pasien Brunner & Suddarth (2011)
a. Menggigil mendadak dan dengan cepat berlanjut menjadi demam
(38,5 o C sampai 40,5 o C).
b. Nyeri dada pleuritik yang semakin berat ketika bernapas dan batuk.
c. Dapat mengalami takipnea berat (25 sampai 45 kali
pernapasan/menit) dan dyspnea, prtopnea ketika disangga.
d. Nadi cepat dan memantul, dapat meningkat 10 kali/menit per satu
derajat peningkatan suhu tubuh (Celcius).
e. Bradikardi relative untuk tingginya demam menunjukkan infeksi
virus, infeksi mikroplasma, atau infeksi organisme Legionella.
f. Tanda lain : infeksi saluran napas atas, sakit kepala, demam derajat
rendah, nyeri pleuritik, myalgia, ruam faringitis, setelah beberapa
hari, sputum mucoid atau mukopurulen dikeluarkan.
g. Pneumonia berat : pipi memerah, bibi dan bantalan kuku
menunjukkan sianosis sentral.
h. Sputum purulent, bewarna seperti katar, bercampur darah, kental,
atau hijau, bergantung pada agen penyebab.
i. Nafsu makan buruk, dan pasien mengalami diaphoresis dan mudah
lelah.
j. Tanda dan gejala pneumonia dapat juga bergantung pada kondisi
utama pasien (misal, yang menjalani terapi imunosupresan, yang
menurunkan resistensi terhadap infeksi.
7. Komplikasi Pneumonia
Komplikasi pneumonia meliputi hipoksemia, gagal respiratorik,
effusi pleura, empyema, abses paru, dan bacteremia, disertai penyebaran
infeksi ke bagian tubuh lain yang menyebabkan meningitis, endocarditis,
dan pericarditis (Paramita 2011).
8. Pemeriksaan Penunjang Pneumonia
Menurut Misnadiarly (2008) pemeriksaan diagnostik yang dapat
dilakukan adalah:
a. Sinar X
Mengidentifikasi distribusi (missal: lobar, bronchial), luas abses atau
infiltrate, empyema (stapilococcus), dan penyebaran infiltrate.
b. GDA
Jika terdapat penyakit paru biasanya GDA Tidak normal tergantung
pada luas paru yang sakit.
c. JDL leukositosis
Sel darah putih rendah karena terjadi infeksi virus, dan kondisi imun.
d. LED meningkat
Terjadi karena hipoksia, volume menurun, tekanan jalan napas
meningkat.
9. Penatalaksanaan Pneumonia
Penatalaksanaan medis secara umum untuk pneumonia menurut Shaleh
(2013) adalah :
a. Pemberian antibiotik seperti : penicillin, cephalosporin pneumonia
b. Pemberian antipiretik, analgetik, bronkodilator
c. Pemberian oksigen
d. Pemberian cairan parenteral sesuai indikasi.
Sedangkan untuk penyebab pneumonia bervariasi sehingga
penanganannya pun akan disesuaikan dengan penyebab tersebut. Selain
itu, pengobatan pneumonia tergantung dari tingkat keparahan gejala yang
timbul.
C. PENELITIAN TERKAIT UPAYA PEMENUHUAN KEBUTUHAN OKSIGENASI PASIEN PNEUMONIA

Jurnal &
Metode
No Penulis & Judul Tahun Sample Pasien Hasil Penelitian
Penelitian
Terbit

1 Angga M. Raharjo, Jurnal Sampel Desain penelitian Sebanyak 30 subjek PPOK stabil dibagi dua
Suradi, Jatu Respirologi sebanyak 30 menggunakan menjadi kelompok perlakuan dan kontrol.
Aphridasari Indonesia subjek PPOK quasi- Kelompok perlakuan menunjukan peningkatan
“Pengaruh Latihan Volume 39 stabil dibagi dua experimental: pre- KI (1,78±0,30 liter) dan 6MWT (420,00±35,49
Harmonika Pada No.1 menjadi test-post-test with meter), penurunan skor mMRC (1,00 ± 0,458)
Kapasitas Inspirasi p-ISSN kelompok control group, serta skor SGRQ (33,87 ± 6,05) sesudah latihan
Gejala Sesak Napas, 0853-7704 perlakuan dan pengambilan dan terdapat perbedaan bermakna dibandingkan
Kapasitas Latihan dan e-ISSN control sampel secara kontrol (p<0,005). Latihan harmonika dapat
Kualitas Hidup 2620-3162 purposive meningkatan KI, menurunkan gejala sesak
Penderita PPOK sampling napas, meningkatkan kapasitas latihan dan
Tahun 2019 meningkatkan kualitas hidup penderita PPOK
stabil. Latihan harmonika menunjukan manfaat
dan dapat diaplikasikan sebagai program
rehabilitasi paru pada penderita PPOK stabil

2 Diah Ayu Agustin, JPPNI Subjek penelian Desain penel itian Hasil penelitian didapatkan bahwa Pemberian
Nani nurheni, Vol.02/No01 pada penelitian quasi- madu berpengaruh terhadap penurunan
“Pengaruh madu / April-Juli ini adalah balita experimental: pre- frekuensi batuk, frekuensi napas, dan ronkhi
terhadap frekuensi 2017 berjumlah 34 test-post-test, non- balita pneumonia
batuk dan nafas sampel equivalent control
ronkhi pada balita Tahun 2017 group
pneumonia

3 Safrin Arifin. Jurnal Pada Metode penelitian Hasil Latihan pernapasan dengan teknik ACBT
Prosiding penulusuran study literatur (active cycle of breathing technique) terbukti
“penggunaan active ISBN: 978- didapatkan 19 dapat mengurangi sesak secara signifikan dilihat
cycle of breathing 602-51407- artikel yang dari penurunan brog scale. Latihan ini juga
technique pada kasus 1-6 memenuhi dapat digunakan pada saat terjadi serangan
bronkiektasis et causa kriteria inklusi sesak. Sehingga dapat meringankan sesak yang
post tuberkulosis paru Tahun 2019 dialami oleh pasien Selain itu, latihan ACBT
rs paru dr. M juga berpengaruh terhadap retensi sputum.
goenawan cisarua Dikarenakan pasien sudah mampu batuk efektif,
bogor” maka pasien juga menjadi mudah untuk
mengeluarkan sputum dari jalan napasnya.

4 Munawwrah Jurnal Sampel dalam Metode yang Analisis menunjukkan selama 3 hari pemberian
“Intervensi Inovasi Universitas studi kasus ini digunakan adalah intervensi terjadi peningkatan nilai saturasi
Posisi Lateral Kiri Muhamadiya berfokus pada observasi pre dan oksigen dari 93% menjadi 99%. Menunjukkan
Elevasi Kepala 30̊ h Kalimantan satu orang bayi post intervensi peningkatan saturasi oksigen. Hal ini dapat
Terhadap Saturasi Timur yang menjalani dilihat dari penurunan kadar oksigen yang
Oksigen di Ruang perawatan di diberikan serta peningkatan kesadaran klien
Pediatric Care Unit Tahun 2019 PICU dengan
RSUD Abdul Wahab diagnosa medis
Sjahranie Samarinda pneumonia

5 Muhammad Arif, Jurnal Jumlah sampel Desain penelitian Hasil penelitian ini menunjukkan ada perbedaan
Mariza Elvira Pembanguna masing-masing menggunakan bermakna fungsi ventilasi oksigenasi paru
“Pengaruh Tekhnik n Negeri kelompok quasy eksperiment setelah melakukan teknik pernapasan Buteyko
Pernafasan Buteyko Volume 3 berjumlah 15 nonequivalent selama 6 minggu (p= 0.00, α= 0.05).
Terhadap Fungsi Nomor 1 responden asma pre-post Rekomendasi peneliti adalah sebaiknya untuk
Ventilasi Oksigen bronchial meningkatkan fungsi ventilasi oksigenasi paru
control group,
Paru” Tahun 2018 dilakukan intervensi teknik pernapasan Buteyko
pengambilan
pada pasien asma bronkial.
sampel dengan
teknik consecutive
sampling

6 Nugroho Priyo, Anida Jurnal Dalam Penelitian ini Hasil uji observasi dengan melakukan terapai
Nur Ashifa, Ari Aji Keperawatan penelitian ini merupakan sinar matahari dengan cara berjemur
Kristiawan. GSH Vol 5 peneliti penelitian menunjukan pada Responden 1 Sebelum pasien
mengambil 3 kualitatif dengan diberikan terapi sinar matahari pasien masih
sampel yaitu pendekatan case mengalami sesak nafas. Dan setelah diberikan
“Pengaruh Sinar Tahun 2016 pasien yang study research terapi sinar matahari pasien mengatakan sesak
Matahari Untuk mengalami (studi kasus). nafas berkurang dan pasien tampak lebih
Meningkatkan PPOK nyaman dan rileks disertai pengeluaran secret.
Efektifitas Bersihan Pada Responden 2 Sebelum pasien diberikan
Jalan Nafas Pada terapi sinar matahari pasien hanya bernafas
Pasien PP0K Di dangkal dan berujung mengalami sesak nafas
Puskesmas Selogiri” dan batuk. Dan setelah diberikan terapi sinar
matahari pasien mengatakan sesak nafas
berkurang dan tampak nyaman serta rileks
setelah adanya pengeluaran secret.

7 Wisma Sandhy Putra Fakultas Jumlah sampel Metode penelitian Hasil penelitian dianalisa menggunakan uji
“Pengaruh Chest ilmu 20 responden menggunakan paired t-test diketahui bahwa nilai p-value sesak
Therapy Terhadap kesehatan, laki-laki yang quasi eksperiment nafas, sangkar thorak (Axila, ICS 4, dan
Sesak Nafas dan Universitas memenuhi dengan desain processus xypoideus) sebesar 0.000 < 0.05
Ekspansi Thorak Muhammadi kriteia inklusi penelitian one sehingga dapat disimpulkan bahwa chest
Pasien dengan yah grup pre test – therapy mempunyai pengaruh terhadap sesak
Pneumonia di RSUD Surakarta post test nafas dan ekspansi thorak pasien dengan
dr. Darsono Pacitan pneumonia. Pemberian chest therapy dapat
Tahun 2019 berpengaruh terhadap penurunan sesak nafas
dan peningkatan ekspansi thorak.
8 Titin Hidayatin Jurnal Teknik Metode penelitian Hasil penelitian menunjukkan uji statistik
Keperawatan pengambilan menggunakan dengan menggunakan uji Cochran didapatkan
“Pengaruh Pemberian Surya Vol 11 data adalah menggunakan bahwa nilai P value < α yang artinya ada
Fisioterapi Dada Dan concecutive quasy perbedaan yang artinya ada perbedaan yang
Pursed Lips Breathing Tahun 2019 sampling experimental bermakna antara bersihan jalan nafas antara
(Tiupan Lidah) dengan jumlah dengan rancangan sebelum dan sesudah dilakukan intervensi
Terhadap Bersihan sampel yang non randomized fisioterapi dada dan PLB (pursed lips
Jalan Nafas Pada Anak akan diambil without control breathing ) pada anak balita dengan pneumonia
Balita Dengan sebanyak 30 group pretest- di RSUD Kabupaten Indramayu. Dari hasil
Pneumonia” responden posttest penelitian didapatkan bahwa pada intervensi
pertama belum terjadi perubahan terhadap
bersihan jalan napas, tetapi pada intervensi
berikutnya terjadi perubahan terhadap bersihan
jalan napas dan perubahan yang sangat
signifikan terjadi pada intervensi kedua (sore
hari) hari kedua yaitu semua responden (10
balita) mengalami perubahan terhadap bersihan
jalan napas

9 Rusna Tahir , Health Sampel dalam Jenis penelitian ini Hasil penelitian menunjukan bahwa fisioterapi
Dhea Sry Ayu, Information : studi kasus ini adalah deskiftif dada dan batuk efektif dapat digunakan sebagai
Siti Muhsinah Jurnal berfokus pada dengan intervensi mengeluarkan sekret pasien
Penelitian satu orang pendekatan ditunjukkan pada hari pertama sampai hari
“Fisioterapi Dada Dan Volume 11 pasien yang observasional terakhir pemberian tindakan fisioterapi dada dan
Batuk Efektif Sebagai menjalani melalui studi batuk efektif. Kemampuan mengeluarkan sekret
Penatalaksanaan Tahun 2019 perawatan di kasus berkaitan dengan kemampuan pasien melakukan
Ketidakefektifan RSUD Kota batuk efektif. Batuk yang efektif dapat
Bersihan Jalan Nafas Kendari dengan mendorong sekret yang menumpuk pada jalan
Pada Pasien TB Paru diagnosa medis nafas untuk keluar. Setelah dilakukan latihan
Di RSUD Kota TB paru dan fisioterapi dada dan batuk efektif selama 3 hari
Kendari” diagnosa maka didapatkan hasil bahwa pasien mampu
keperawatan mengeluarkan sekret karena bisa melakukan
ketidakefektifan batuk dengan efektif.
bersihan jalan dengan kriteria hasil kepatenan jalan napas yang
napas dengan ditandai dengan frekuensi napas normal, irama
kriteria yaitu napas teratur, tidak ada suara napas tambahan,
pasien dengan pasien mampu mengeluarkan sputum
diagnosa medis
TB paru

10 Luthfia Fadillah Jurnal Sampel dalam Metode yang Setelah dilakukan terapi selama 6 kali didapat
“Penatalaksanaan Fisioterapi studi kasus ini digunakan adalah hasil penilaian sesak napas T1 : 5 menjadi T6 :
Fisioterapi Pada Kasus Universitas berfokus pada observasi pre dan 3, ekspansi torak bagian axilla T1 : 1,5 menjadi
Pneumonia dengan Muhamadiya satu orang post intervensi T6 : 2,5, ekspansi torak bagian intercostalis T1 :
Modalitas Nebulizer, h Surakarta pasien yang 1,5 menjadi T6 : 2,5, ekspansi torak bagian
Infra Red (IR), menjalani xyphoideus T1 : 1,5 menjadi T6: 2,5, nyeri pada
Postural Drainage, Tahun 2018 perawatan di nyeri diam T1 : 2 menjadi T6 : 0,7, nyeri tekan
dan Thoracic BBKPM T1 : 4 menjadi T6 : 2, nyeri saat napas dalam T1
Expansion Exercise Surakarta : 6 menjadi T6 : 3. Nebulizer dapat mengurangi
(TEE) di BBKPM dengan diagnosa dilatasi bronkus dalam kondisi pneumonia, Infra
Surakarta medis Red (IR) dapat mengurangi nyeri dada akibat
pneumonia spasme otot bantu pernapasan dalam kondisi
diagnosa pneumonia, Postural Drainage dapat
keperawatan mengeluarkan dahak dalam kondisi pnemonia
ketidakefektifan dan Thoracic Expansion Exercise (TEE) dapat
bersihan jalan meningkatkan ekspansi torak dalam kondisi
napas pneumonia.
D. ASUHAN KEPERAWATAN MANAJEMEN JALAN NAPAS PADA
PASIEN PNEUMONIA

2. Pengkajian
Menurut Hidayat (2012) Pengkajian adalah langkah awal dari tahapan proses
keperawatan, yang harus memperhatikan data dasar dari pasien untuk
mendapatkan informasi yang diharapkan. Pengkajian komprehensif
mencangkup seluruh aspek kerangka pengkajian keperawatan seperti 11 pola
kesehatan fungsional Gordon dan pengkajian fokus mencangkup pemeriksaan
fisik. Pengkajian pasien dengan pneumonia yaitu ;
a. Identitas
Meliputi nama, nomor RM, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat,
pekerjaan, asuransi kesehatan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS,
nomor registrasi, serta diagnose medis
b. Keluhan utama
Klien dengan pneumonia adalah sesak napas, batuk, dan peningkatan suhu
tubuh atau demam
c. Riwayat penyakit saat ini
Pengkajian ini dilakukan untuk mendukung keluhan utama. Apabila klien
mengatakan batuk, maka perawat harus menanyakan sudah berapa lama,
dan lama keluhan batuk muncul. Keluhan batuk biasanya timbul
mendadak dan tidak berkurang setelah minum obat. Pada awalnya keluhan
batuk nonproduktif, lama kelamaan menjadi batuk produktif dengan
mukus purulent kekuningan, kehijauan, kecoklatan, atau kemerahan dan
sering kali berbau busuk. Klien biasanya mengeluh mengalami demam
tinggi dan menggigl serta sesak napas, peningkatan frekuensi pernapasan,
dan lemas.
d. Riwayat penyakit dahulu
Penyakit diarahkn pada waktu sebelumnya, apakah klien pernah
mengalami infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) dengan gejala seperti
luka tenggorokan, kongesti nasal, bersin, dan demam ringan
e. Riwayat penyakit keluarga
Pengkajian riwayat kesehatan keluarga pada sistem pernapasan adalah hal
yang mendukung keluhan penderita, perlu dicari riwayat keluarga yang
dapat memberikan presdiposisi keluhan seperti adanya riwayat sesak
napas, batuk dalam jangka waktu lama, sputum berlebih dari generasi
terdahulu
f. Riwayat keperawatan berdasarkan pola kesehatan fungsional
1. Pola persepsi sehat-penatalaksanaan sehat
Keluarga sering menganggap seperti batuk biasa, dan menganggap
benar-benar sakit apabila sudah mengalami sesak napas.
2. Pola metabolik nutrisi
Sering muncul anoreksia (akibat respon sistematik melalui control
saraf pusat), mual muntah karena terjadi peningkatan rangsangan
gaster dari dampak peningkatan toksik mikroorganisme.
3. Pola eliminasi
Penderita mengalami penurunan produksi urin akibat perpindahan
cairan karena demam.
4. Pola tidur-istirahat
Data yang muncul adalah pasien kesulitan tidur karena sesak napas.
Penampilan lemah, sering menguap, dan tidak bisa tidur di malam hari
karena tidak kenyamanan tersebut.
5. Pola aktivitas-latihan
Aktivitas menurun dan terjadi kelemahan fisik.
6. Pola kognitif-persepsi
Penurunan kognitif untuk mengingat apa yang pernah disampaikan
biasanya sesaat akibat penurunan asupan nutrisi dan oksigenasi pada
otak.
7. Pola persepsi diri-konsep diri
Tampak gambaran keluarga terhadap pasien, karena pasien diam.
8. Pola peran hubungan
Pasien terlihat malas jika diajak bicara dengan keluarga, pasien lebih
banyak diam.
9. Pola toleransi stress-koping
Aktivitas yang sering tampak saat menghadapi stress adalah pasien
selalu diam dan mudah marah.
10. Pola nilai-kepercayaan
Nilai keyakinan mungkin meningkat seiring dengan kebutuhan untuk
mendapat sumber kesembuhan dari Allah SWT.
e. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum umum klien dengan pneumonia dapat dilakukan
dengan menilai keadaan fisik bagian tubuh. Hasil pemeriksaan tanda-
tanda vital pada klien dengan pneumonia biasanya mengalami
peningkatan suhu tubuh yaitu lebih dari 40 C, frekuensi napas
meningkat.
2. Pola pernafasan
 Inspeksi: bentuk dada dan gerak pernapasan. Pada klien dengan
pneumonia sering ditemukan peningkatan frekuensi napas cepat
dan dangkal. Napas cuping hidung dan sesak berat. Batuk
produktif disertai dengan peningkatan produksi sekret yang
berlebih.
 Perkusi: klien dengan pneumonia tanpa disertai komplikasi,
didapatkan bunyi resonan atau sonor pada seluruh lapang paru.
 Palpasi : fremitus raba mungkin meningkat pada sisi yang sakit
 Auskultasi: didapatkan bunyi napas melemah dan adanya suara
napas tambahan ronkhi basah pada sisi yang sakit. Peting bagi
perawat untuk mendokumentasi hasil auskultasi di daerah mana
didapatkan adanya ronkhi. Pernapasan bronchial, egotomi,
bronkofoni, kadang terdengar bising gesek pleura.
3. Sistem neurologi klien dengan pneumonia yang berat sering terjadi
penurunan kesadaran, Pada pengkajian objektif wajah klien tampak
meringis, menangis, merintih

3. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon manusia
terhadap gangguan kesehatan atau proses kehidupan, atau kerentangan respon
dari seorang individu, keluarga, kelompok, atau komunitas. Diagnosa
keperawatan biasanya berisi dua bagian yaitu deskription atau pengubah,
fokus diagnosis, atau konsep kunci dari diagnosis (Hermand dkk, 2015).
Diagnosa keperawatan pada pasien Pneumonia dengan gangguan sistem
pernapasaan yaitu :
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan peningkatan produksi
sekret.

4. Intervensi Keperawatan
Dalam mengatasi diagnosa keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan napas
maka perawat mengacu pada tujuan dan kriteria hasil dari (Nursing Outcome
Clasification/NOC) yaitu status pernapasan dan intervensi keperawatan yang
mengacu pada (Nursing Intervention Clasification/NIC) yaitu manajemen
jalan napas. Selain itu perawat juga melakukan 10 intervensi tambahan
berdasarkan evidence base yang telah penulis baca dari beberapa sumber
ilmiah yang sudah dilakukan penelitian.
5. Implementasi Keperawatan
Implementasi yang merupakan komponen dari proses keperawatan adalah
kategori dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk
mencapai tindakan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan
dilakukan dan diselesaikan. Implementasi mencakup melakukan, membantu
atau mengarahkan kinerja aktivitas kehidupan sehari-hari, memberikan arahan
perawatan untuk mencapai tujuan yang berpusat pada klien dan mengevaluasi
kerja anggota staf dan mencatat serta melakukan pertukaran informasi yang
relevan dengan perawatan kesehatan berkelanjutan dari klien. Implementasi
meluangkan rencana asuhan ke dalam tindakan. Setelah rencana di
kembangkan, sesuai dengan kebutuhan dan prioritas klien, perawat melakukan
intervensi keperawatan spesifik, yang mencakup tindakan perawat dan
tindakan (Potter & Perry, 2015).

6. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah proses keperawatan mengukur respon klien terhadap
tindakan keperawatan dan kemajuan klien kearah pencapaian tujuan. Tahap
akhir yang bertujuan untuk mencapai kemampuan klien dan tujuan dengan
melihat perkembangan klien. Evaluasi klien gout artritis dilakukan
berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya pada tujuan (Potter &
Perry, 2015)
BAB III
METODELOGI PENULISAN

A. Rencana Studi Kasus


Desain penulisan karya ilmiah ini yaitu studi kasus deskriptif. Untuk
membuat gambaran, atau lukisan secara sistematis, aktual dan akurat
mengenai gambaran asuhan keperawatan manajemen bersihan jalan nafas
pada pasien pneumonia di ruang Kemuning RSUD Dr. M.Yunus Bengkulu.
Dengan metode literature riview, yaitu serangkaian penelitian yang
berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka yang berkaitan atau
yang objek penelitiannya digali melalui beragam informasi kepustakaan
(buku, esiklopedia, jurnal ilmiah, dan dokumen) untuk mengungkapkan
berbagai teori-teori yang relavan dengan permasalahan yang dihadapi atau
teliti sebagai bahan rujukan dalam bentuk studi kasus untuk mengeksplorasi
kasus dengan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan asuhan
keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi.

B. Subyek Studi Kasus


Subyek penelitian yang digunakan dalam gambaran asuhan
keperawatan manajemen bersihan jalan nafas pada pasien pneumonia di
ruang Kemuning RSUD Dr. M.Yunus Bengkulu adalah individu yang
menderita penyakit pneumonia. Adapun subyek penelitian yang akan diteliti
berjumlah dua orang pada pasien pneumonia dengan kriteria inklusi dan
ekslusi sebagai berikut:
1. Kriteria Inklusi
a. Pasien pneumonia laki-laki atau perempuan berusia 17-80 tahun
b. Pasien pneumonia yang mengalami bersihan jalan napas tidak
efektif
c. Bersedia menjadi responden.
2. Kriterian Ekslusi
a. Pasien pulang Atas Permintaan Sendiri (APS) atau dirujuk
b. Pasien meninggal dunia saat dirawat inap
c. Pasien yang menjalani perawatan intensif dan isolasi.

C. Definisi Operasional
1) Asuhan keperawatan medical bedah menurut penulis adalah suatu proses
keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosa, intervensi,
implementasi dan evaluasi keperawatan.
2) Manajemen jalan nafas adalah tindakan yang dilakukan untuk mengatasi
sumbatan jalan nafas baik secara parsial dan total.
3) Pneumonia adalah peradangan pada alveoli paru yang disebabkan
mikroorganisme dengan dignosa medis yang telah di tetapkan oleh
dokter.
4) Ketidakefektifan bersihan jalan napas adalah ketidakmampuan seseorang
untuk membersihkan secret atau sputum dijalan napas secara mandiri.

D. Tempat dan Waktu


Lokasi penelitian ini adalah di ruang Kemuning RSUD dr. M. Yunus
Bengkulu. Dan proses pengumpulan data dilakukan pada saat penullis praktik
di stase keperawatan medical bedah bulan November 2019 dan penyelesaian
laporan dilakukan pada bulan Juli s.d Agustus 2020.

E. Pengumpulan Data
1. Anamnesa yaitu data di dapatkan melalui wawancara dengan hasil
anamnesis yang berisi tentang identitas klien, keluhan utama, riwayat
penyakit sekarang – dahulu keluarga, riwayat psikologi. Sumber data
bisa dari klien, keluarga, dan perawat lainnya.
2. Observasi dan pemeriksaan fisik yang meliputi keadaan umum,
pemeriksaan ADL (Activity Daily Living), pemeriksaan Fungsi
kardiovaskular, fungsi respiratory, fungsi gastrointestinal, fungsi
integumen, serebral, tingkat kesadaran, pada sistem tubuh pasien.
3. Studi dokumentasi dan instrument dilakukan menggunakan study
literature yaitu peneliti melakukan akses pencarian menggunakan google
Scholar dan situs web perpustakaan nasional yang dapat mengunduh
jurnal dan data yang berkaitan dengan masalah dan tujuan penelitian
yang diunduh secara gratis tanpa berbayar. Teknik ini bertujuan untuk
mengungkapkan berbagai teori-teori yang relavan dengan permasalahan
yang dihadapi atau teliti sebagai bahan rujukan.

F. Penyajian Data
Penyajian data pada studi kasus disajikan secara tekstual dengan data-
data proses asuhan keperawatan yang kemudian disajikan secara terstruktur
atau narasi, disertai dengan ungkapan verbal dan cuplikan. Dalam penelitian
ini, penulis meneliti dua responden pneumonia dengan masalah
ketidakefektifan bersihan jalan nafas.

G. Etika Studi Kasus


Peneliti akan mempertimbangkan etik dan legal penelitian untuk
melindungi responden agar terhindar dari segala bahaya serta
ketidaknyamanan fisik dan psikologis. Ethical clearence mempertimbangkan
hal-hal dibawah ini:
1. Self determinan
Pada studi kasus ini, responden diberi kebebasan untuk berpartisipasi
atau tidak dalam penelitian ini tanpa ada paksaan.
2. Tanpa nama (anonimity)
Peneliti menjaga kerahasiaan responden dengan cara tidak
mencantumkan nama responden pada lembar pengumpulan data, peneliti
hanya akan member inisial sebagai pengganti identitas responden.
3. Kerahasiaan (confidentialy)
Semua informasi yang didapat dari responden tidak akan disebarluaskan
ke orang lain dan hanya peneliti yang mengetahuinya. Dan 3 bulan
setelah hasil penelitian di presentasikan, data yang diolah akan
dimusnahkan demi kerahasiaan responden.
4. Keadilan (justice)
Peneliti akan memperlakukan semua responden secara adil selama
pengumpulan data tanpa adanya diskriminasi, baik yang bersedia
mengikuti penelitia nmaupun yang menolak untuk menjadi responden
penelitian.
5. Asas kemanfaatan (beneficiency)
Asas kemanfaatan harus memiliki tiga prinsip yaitu bebas penderitaan,
bebas eksploitasi dan beban resiko. Bebas penderitaan yaitu peneliti
menjamin responden tidak akan mengalami cidera, mengurangi rasa
sakit, dan tidak akan memberikan penderitaan pada responden. Bebas
eksploitasi dimana pemberian informasi dari responden akan digunakan
sebaik mungkin dan tidak akan digunakan secara sewenang-wenang demi
keutungan peneliti. Bebas risiko yaitu responden terhindar dari risiko
bahaya kedepannya. Tujuan dari penelitian adalah untuk menambah
pengetahuan, menerapkan perawatan pasien Bronkopneumonia serta
berperan dalam mengurangi hari lama rawat.
6. Maleficience
Peneliti menjamin tidak akan menyakiti, membahayakan, atau
memberikan ketidaknyamanan baik secara fisik maupun psikologi.
BAB IV
HASIL STUDI KASUS

Bab ini menjelaskan tentang studi kasus manajemen jalan napas melalui
pendekatan asuhan keperawatan yang dilakukan pada Ny. A dan Tn. B dengan 3
hari rawat di ruang Kemuning RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu, kesadaran pasien
composmentis dan bersedia menjadi responden. Pelaksanaan asuhan keperawatan
yang dilakukan meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan
keperawatan, implementasi keperawatan dan evaluasi keperawatan. Pengkajian ini
dilakukan dengan metode auto anamnesa (wawancara dengan klien terdekat
langsung), dan allo anamnesa (wawancara dengan keluarga atau orang terdekat),
tenaga kesehatan lain (perawat ruangan), pengamatan, observasi, pemeriksaan
fisik, menelaah catatan medis dan catatan keperawatan.

A. Hasil Pengkajian Keperawatan


1. Gambaran Data Demografi
Table 4.1 Data Demografi Pasien Pneumonia di ruang Kemuning RSUD Dr.
M. Yunus Bengkulu
Karakteristik Ny. A Tn.B
Identitas Seorang pasien perempuan Seorang pasien laki-laki Tn.
pasien Ny. A lahir pada tanggal 10 B lahir pada tanggal 19 Juni
Maret 1952, beragama Islam, 1951, beragama Islam, suku
suku Serawai, status Serawai, status perkawinan
perkawinan menikah, bahasa menikah, bahasa yang
yang digunakan bahasa digunakan bahasa Bengkulu,
daerah, pekerjaan ibu rumah pekerjaan swasta, dan
tangga dan beralamat di beralamat di Penurunan
kelurahan Sukaraja perumahan resident Kota
Kecamatan Sukaraja Bengkulu
2. Riwayat Kesehatan
Pada pengkajian riwayat kesehatan perawat melakukan pengkajian keperawatan meliputi keluhan utama, keluhan
sekarang, riwayat penyakit terdahulu, riwayat keluarga, riwayat pola kebiasaan, riwayat psikososial, riwayat spiritual, dan
pemeriksaan fisik untuk menegakan diagnosa keperawatan dan juga perencanaan keperawatan yang akan dilakukan pada
pasien dalam penelitian.
Tabel 4.2 Riwayat Kesehatan Pasien Pneumonia di Ruang Kemuning RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu
Karakteristik Ny. A Tn. B

Keluhan Utama Ny. A diantar oleh keluarga ke RSUD Dr. M. Yunus Tn. B diantar oleh keluarga ke RSUD Dr. M. Yunus
MRS Bengkulu pada tanggal 25 November 2019 pukul Bengkulu pada tanggal 11 November 2019 pukul 10.00
14.30 WIB dengan keluhan sesak nafas memberat WIB dengan keluhan sakit kepala dan batuk berdahak
dan batuk ±2 SMRS. ±3 minggu.
Keluhan Sekarang Saat dilakukan pengkajian pada hari Selasa tanggal Saat dilakukan pengkajian pada hari Selasa tanggal 12
26 November 2019 pukul 14.00 WIB di ruang November 2019 pukul 09.00 WIB di ruang Kemuning
Kemuning RSUD dr M.Yunus Bengkulu, keluarga RSUD dr M.Yunus Bengkulu, pasien mengatakan
dan pasien mengatakan masih sesak, lemas, batuk dan masih batuk berdahak dan kadang berdarah sedikit.
dahak susah dikeluarkan. Keadaan umum pasien Keadaan umum pasien baik, GCS 15 (E4V5M6),
sedang, GCS 14 (E3V5M6), kesadaran composmentis, kesadaran composmentis, tekanan darah 90/60 mmHg,
tekanan darah 140/80 mmHg, frekuensi nadi 92 x/m, frekuensi nadi 86 x/m, frekuensi nafas 26 x/m, suhu
frekuensi nafas 28 x/m, suhu tubuh 36 ̊C dan SpO2 tubuh 36,3 ̊C dan SpO2 98%
99%
Riwayat Kesehatan Pasien mengatakan pernah dirawat ±2 minggu lalu di Pasien mengatakan memiliki riwayat penyakit
Dahulu RSUD.Dr.M.Yunus Bengkulu dengan diagnosis hipertensi dan jantung, memiliki riwayat operasi bibir
penyakit jantung. Pasien mengatakan memiliki riwayat sumbing di RSUD Cipto pada tahun 1970, memiliki
diabetes mellitus. Pasien tidak memiliki riwayat riwayat merokok ±40 tahun lalu namun sekarang sudah
operasi, merokok, narkoba, alcohol dan alergi obat berhenti, tidak memiliki riwayat narkoba, alcohol dan
ataupun makanan. alergi obat ataupun makanan.
Riwayat Kesehatan Pasien dan keluarga mengatakan tidak ada anggota Pasien dan keluarga mengatakan orang tua pasien
Keluarga keluarga yang mempunyai riwayat penyakit yang sama mempunyai riwayat penyakit hipertensi
Riwayat Orang terdekat dengan pasien saat ini adalah anaknya, Orang terdekat dengan pasien saat ini adalah anaknya,
Psikososial dan pola komunikasi dalam keluarga terbuka, pembuat pola komunikasi dalam keluarga terbuka, pembuat
Spiritual keputusan dilakukan oleh anaknya, pasien tidak aktif keputusan dilakukan oleh anaknya, pasien aktif dalam
dalam kegiatan kemasyarakatan karena factor usia kegiatan kemasyarakatan seperti gotong royong.
yang sudah tua. Keluarga cemas dan tidak bisa Keluarga sedih dan tidak bisa melakukan aktivitas
melakukan aktivitas sehari-hari seperti biasanya karena sehari-hari seperti biasanya karena kondisi pasien,
kondisi pasien, pasien mengatakan ingin cepat sembuh pasien mengatakan mengapa penyakitnya tidak
dan pulang ke rumah, tidak ada system nilai kunjung sembuh, pasien berharap cepat sehat dan
kepercayaan yang bertentangan dengan kesehatan, pulang kerumah, tidak ada system nilai kepercayaan
pasien menjalankan ibadah sesui keyakinan namun yang bertentangan dengan kesehatan, pasien
sedikit terganggu. menjalankan ibadah sesui keyakinan.

3. Pengkajian Pola Kebiasaan


Table 4.3 Pola Kebutuhan Oksigenasi Pasien Pneumonia di Ruang Kemuning RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu
Karateristik Ny. A Tn. B

Pola Kebutuhan Pasien mengatakan di rumah mempunyai keluhan Pasien mengatakan di rumah mempunyai keluhan
Oksigenasi batuk ±2 hari, sesak nafas namun masih terkontrol, batuk berdahak ±3 minggu, tidak ada kesulitan
tidak ada produksi sputum, tidak ada nyeri dada dan bernapas, ada produksi sputum namun susah keluar,
keluhan pemenuhan oksigenasi sedikit terganggu. Saat tidak ada nyeri dada dan keluhan pemenuhan
di rumah sakit, pasien mengatakan batuk berdahak, oksigenasi sedikit terganggu. Saat di rumah sakit,
terdapat produksi sputum serta kesulitan dalam pasien mengatakan batuk berdahak kadang terdapat
mengeluarkannya. Keluhan pemenuhan kebutuhan sedikit bercak darah, terdapat produksi sputum, serta
oksigenasi terganggu karena mengalami kesulitan kesulitan dalam mengeluarkannya. Keluhan
bernapas, saat bernapas pasien mengatakan terasa pemenuhan kebutuhan oksigenasi sedikit terganggu
berat, sempit dan sesak serta tidak ada keluhan nyeri karena mengalami dyspnea dan tidak ada keluhan nyeri
dada. dada.

4. Pemeriksaan Fisik
Table 4.4 Pemeriksaan Fisik Sistem Pernafasan Pasien Pneumonia di Ruang Kemuning RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu
Karakteristik Ny. A Tn. B
Pemeriksaan Fisik Pada saat pengkajian inspeksi pernapasan tampak Pada saat pengkajian inspeksi pernapasan tidak ada
penggunaan otot bantu pernapasan, adanya pernapasan penggunaan otot bantu pernapasan, tidak tampak
cuping hidung, bentuk dada normo chest, tidak ada pernapasan cuping hidung, bentuk dada normo chest,
retraksi dinding dada, irama pernapasan cepat, fase tidak ada retraksi dinding dada, irama pernapasan cepat
ekspirasi lebih panjang dari pada inspirasi dengan jenis dan dangkal, tidak ada sianosis, frekuensi napas 26 x/m
pernafasan kusmaul, tidak ada sianosis, frekuensi dan SpO2 98%. Saat dipalpasi ekspansi dada simetris
napas 28 x/m dan SpO2 99%. Saat dipalpasi ekspansi dan terdapat peningkatan taktil fremitus. Terdengar
dada simetris dan terdapat peningkatan taktil fremitus. suara sonor pada semua lapang paru saat diperkusi.
Terdengar suara sonor pada semua lapang paru saat Saat di auskultasi terdengar suara ronchi basah pada
diperkusi. Saat di auskultasi terdengar suara ronchi lapang paru dextra dan sinistra. Terdapat penggunaan
basah pada lapang paru dextra. Terdapat penggunaan alat bantu napas O2 nasal kanul dengan aliran 4
alat bantu napas O2 nasal kanul dengan aliran 5 liter/menit.
liter/menit.
5. Pemeriksaan Penunjang
Table 4.5 Pemeriksaan Penunjang Pasien Pneumonia di Ruang Kemuning
RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu

Jenis Pemeriksaan Ny. A Tn. B Nilai Normal


Laboratorium 25-11-2019 11-11-2019
Hematokrit 29 37 L : 40-52%
P : 35-47%
Leukosit 7.100 12.000 4.000-11.000 mm3
Trombosit 167.000 250.000 150.000-450.000 sel/mm3
Hemoglobin 9,8 12,1 L : 13,0-18,0 g/dl
P : 12,0-16,0 g/dl
Creatinin 2,2 1,1 L : 0,5-1,2 mg/dl
P : 0,5-1,1 mg/dl
Ureum 97 28 Ureum serum : 8-20 mg
Ureum rutin : 12-20/24 jam
Natrium 143 123 136-145 mmol/L
Kalium 3,5 5,8 3,4-5,3 mmol/L
GDS 184 134 70-120 mg/dl
Clorida - 92 96-106 mmol/L

Jenis Pemeriksaan Ny. A Tn. B


Rontgen 25-11-2019 11-11-2019

6. Penatalaksanaan Kolaborasi
Table 4.6 Penatalaksanaan Pasien Pneumonia di Ruang Kemuning RSUD Dr.
M. Yunus Bengkulu

Ny. A Tn. B
Obat Dosis Obat Dosis
Ampicilin 3x1 mg Ampicilin 3x1 gr
Hidrocortison 1x1 gr Hidrocortison 1x1 gr
Combiven 3x1 Combiven 3x1
Clopidogrel 1x75 mg OBH Sirup 3x1 cth
Furosemid 1x1 ISDN 3x1kap
Spironolactone 1x25 mg Atorvastatin 1x40 mg
Ramipril 1x2,5 mg Ramipril 1x2,5 mg
Candesartan 1x8 mg
Laxadine 3x1
Glyceryl Guaiacolate 3x1
(GG)
B. Diagnosa Keperawatan
Table 4.7 Diagnosa Keperawatan Pasien Pneumonia di Ruang Kemuning RSUD
Dr. M. Yunus Bengkulu
Ny. A Tn. B
Ketidakefektifan bersihan jalan napas Ketidakefektifan bersihan jalan napas
berhubungan dengan peningkatan berhubungan dengan peningkatan
produksi sekret produksi sekret

DS DS
1. Pasien mengeluh sesak sejak ±2 hari 1. Pasien mengatakan mengeluh
yang lalu batuk berdahak susah dikeluarkan
2. Pasien mengeluh lemas dan batuk sejak ±3 minggu yang lalu
berdahak susah dikeluarkan 2. Pasien mengatakan masih
3. Pasien mengatakan mengalami merasakan sesak napas (dyspnea)
kesulitan bernapas 3. Pasien mengatakan pemenuhan
4. Pasien mengatakan saat bernapas kebutuhan oksigenasi sedikit
terasa berat dan sempit terganggu

DO DO
1. RR 28 x/m 1. RR 26 x/m
2. Tampak penggunaan otot bantu 2. Terdapat peningkatan taktil
sternokleidomastoideus fremitus
3. Adanya pernapasan cuping hidung 3. Kadang tampak sedikit bercak
4. Irama pernapasan cepat darah saat batuk
5. Fase ekspirasi lebih panjang dari 4. Irama pernapasan cepat dan
pada inspirasi dengan jenis dangkal
pernafasan kusmaul 5. Suara napas ronchi basah pada
6. Terdapat peningkatan taktil lapang paru dextra dan sinistra
fremitus. 6. Terdapat penggunaan alat bantu
7. suara napas ronchi basah pada napas O2 nasal kanul dengan
lapang paru dextra. aliran 4 liter/menit.
8. Terdapat penggunaan alat bantu
napas O2 nasal kanul dengan aliran
5 liter/menit.
C. Rencana Keperawatan
Table 4.8 Perencanaan Keperawatan Pasien Pneumonia di Ruang Kemuning RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL


DIAGNOSA
TUJUAN /KRITERIA HASIL RENCANA TINDAKAN
KEPERAWATAN
(Nursing Outcome Clasification/NOC) (Nursing Intervention Clasification/NIC)
Ketidakefektifan Setelah diberikan intervensi NIC: Manajemen Jalan Napas
bersihan jalan keperawatan selama 3 x 24 jam, Aktivitas Keperawatan:
napas diharapkan jalan napas paten dengan: 1. Monitor status pernapasan 1. Jalan napas yang tidak paten
berhubungan NOC: Status pernapasan: kepatenan sebagaimana mestinya dapat mengakibatkan tidak
dengan peningkatan jalan napas adekuatnya ventilasi yang
produksi sekret  Dipertahankan pada 4 menyebabkan frekuensi
 Ditingkatkan pada 5 meningkat dan irama yang

 1 = deviasi berat dari kisaran tidak teratur

normal 2. Buang sekret dengan memotivasi 2. Batuk efektif


pasien untuk melakukan batuk atau memaksimalkan
 2 = deviasi yang cukup berat dari menyedot lender pengeluaran secret sehingga
kisaran normal pasien tidak merasa
kelelahan, suction dapat
 3 = deviasi sedang dari kisaran
dilakukan untuk
normal
membersihkan secret pada
 4 = deviasi ringan dari kisaran jalan napas buatan, secret
normal yang tertahan, atau pasien
tidak sadar
 5 = tidak ada deviasi dari kisaran
3. Auskultasi suara napas, catat area 3. Suara nafas yang abnormal
normal
yang ventilasinya menurun atau tidak menunjukkan lokasi adanya
Dengan kriteria hasil: ada dan adanya suara tambahan secret pada area lobus paru.
Bersihan jalan napas 1/2/3/4/5 4. Instruksikan bagaimana agar bisa 4. Membantu mengeluarkan
- Frekuensi pernapasan (4) melakukan batuk efektif sputum dimana dapat
- Irama pernapasan (4) menganggu ventilasi dan
- Kedalaman inspirasi (4) ketidaknyamanan upaya
- Kemampuan untuk mengeluarkan bernafas
secret (4) 5. Kelola pemberian bronkodilator 5. Bronkodilator membantu
- Suara napas tambahan (4) mencairkan secret sehingga
- Pernapasan cuping hidung (4) secret lebih mudah
- Dispnea saat istirahat (4) dikeluarkan
- Penggunaan otot bantu pernapasan 6. Posisikan pasien untuk 6. Posisi semi fowler
(4) memaksimalkan ventilasi menggunakan gaya gravitasi
- Batuk (4) untuk membantu
- Akumulasi sputum (4) pengembangan paru dan
mengurangi tekanan dari
abdomen pada diagfragma
NIC: Fisioterapi Dada
Aktivitas Keperawatan
7. Monitor status respirasi 7. Sesak dapat terjadi pada
pasien jika posisi postural
drainage terlalu lama
dipertahankan
8. Kenali ada tidaknya kontraindikasi 8. PPOK eksaserbasi akut,
dilakukannya fisioterapi dada pada pneumonia tanpa produksi
pasien sputum berlebih, kanker
paru, edema serebri,
osteoporosis merupakan
kontraindikasi dari
pemberian fisioterpai dada
9. Tentukan segmen paru yang berisi 9. Menentukan posisi dalam
sekret berlebih melakukan fisioterapi dada
10. Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan 10. Inform consent sebelum
fisioterapi dada tindakan meningktakan
kepercayaan pasien terhadap
prosedur tindakan
11. Lakukan fisioterpai dada 11. Fisioterapi dada
memanfaatkan gravitasi dan
getaran dalam mengeluarkan
secret
12. Lakukan fisioterapi dada minimal 2 12. fisioterapi dada yang
jam setelah makan diberikan sesaat setelah
makan dapat meningkatkan
resiko refluk makanan dari
lambung dan mengaibatkan
aspirasi.
13. Instruksikan pasien untuk 13. Membantu pasien dalam
mengeluarkan secret dengan napas menghemat energi saat
dalam mengeluarkan secret
sehingga pasien tidak
kelelahan
Evidence Based Nursing Practice
1. Latihan harmonika untuk mengurangi
gejala sesak napas (Angga M.
Raharjo, Suradi, Jatu Aphridasari.
2019)
2. Pemberian madu terhadap frekuensi
batuk dan nafas (Diah Ayu Agustin,
Nani nurheni. 2017)
3. Penggunaan active cycle of breathing
technique (Safrin Arifin. 2019)
4. Posisi lateral kiri elevasi kepala 30̊
(Munawwrah. 2019)
5. Pemberian tekhnik pernafasan Buteyko
(Muhammad Arif, Mariza Elvira.
2019)
6. Sinar matahari untuk meningkatkan
efektifitas jalan napas (Nugroho Priyo,
Anida Nur Ashifa, Ari Aji Kristiawan.
2016)
7. Pemberian Chest Therapy terhadap
sesak nafas dan ekspansi thorak
(Wisma Sandhy Putra. 2019)
8. Pemberian fisioterapi dada dan Pursed
Lips Breathing (Titin Hidayatin. 2019)
9. Fisioterapi dada dan batuk efektif
(Rusna Tahir , Dhea Sry Ayu, Siti
Muhsinah. 2019)
10. Penatalaksanaan Nebulizer, Infra Red
(IR), Postural Drainage, dan Thoracic
Expansion Exercise (Luthfia Fadillah.
2019)

Anda mungkin juga menyukai