Anda di halaman 1dari 27

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny.

S DENGAN POLA NAFAS TIDAK


EFEKTIF DENGAN DIAGNOSA PNEUMONIA DI RUANG ANGGREK
RUMAH SAKIT UMUM IMELDA PEKERJA INDONESIA MEDAN

DISUSUN

OLEH :
RIKA AMELIA LUBIS
2314901032

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


UNIVERSITAS IMELDA MEDAN
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat

yang diberikan kepada kami, sehingga kami sampai saat ini masih diberikan

kesehatan dan kekuatan sebagai dasar dalam penyelesaikan makalah seminar

praktik klinik ini. Dalam penyusunan makalah ini kami banyak mendaparkan

bantuan, bimbingan dan arahan dari berbagai pihak. Untuk itu, dalam kesempatan

ini kami mengucapkan terima kasih kepada:

1. dr. H.R. Imran Ritonga, M.sc selaku Ketua Yayasan Imelda Medan.

2. Dr. dr Imelda L. Ritonga, S.Kp, M.Pd., MN selaku Rektor Universitas Imelda

Medan.

3. dr. Hedy Tan, MARs., MOG., Sp. OG selaku Direktur Rumh Sakit Imelda

Pekerja Indonesia Medan.

4. Edy Syahputra Ritonga S.Kep., Ns., M.kep. selaku Kepala Departemen

Keperawatan Dasar Profesi dan pembimbing Akademik.

5. Arta Marisi Dame, S.Kep, Ns, M.Kep selaku preseptor Klinik Rumah Sakit

Yang telah membimbing saya dalam laporan kasus ini.

6. Ny. T P, selaku pasien yang telah bersedia memberi informasi terhadap

penulisan tentang penyakit

7. Seluruh rekan-rekan mahasiswa/I yang ikut berperan serta dalam

pembuatan/penyusunan laporan kasus ini

Medan, 20 Oktober 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................ i

DAFTAR ISI............................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.............................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah......................................................................... 2

1.3 Tujuan Penulisan.......................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Medis..................................................................... 3

2.2 Konsep Dasar Keperawatan.......................................................... 3

BAB III LAPORAN KASUS

3.1 Pengkajian.................................................................................... 16

3.2 Analisa Data................................................................................. 16

3.3 Diagnosa Keperawatan Prioritas.................................................. 17

3.4 Intervensi Keperawatan................................................................ 18

3.5 Implementasi dan Evaluasi........................................................... 18

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan................................................................................... 21

4.2 Saran............................................................................................. 21

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama
pada orang-orang dewasa di Negara berkembang, Pneumonia merupakan proses
inflamasi parenkim paru yang umumnya disebabkan oleh bakteri. Kasus
pneumonia tidak mengenal kriteria usia ataupun jenis kelamin, pneumonia dapat
menyerang siapapun, terutama pada orang yang memiliki daya imun yang
menurun, gangguan sistem pernafasan pada pneumonia juga mengalami terjadinya
sesak nafas, dispnea, retraksi dada/nafas cuping hidung, sehingga terjadi
ketidakefektifan pola nafas, (Hidayat, 2017). Pada pasien pneumonia dampak dari
ketidak efektifan pola nafas dapat menyebabkan terjadinya hipoksia dan gagal
nafas. Hal ini disebabkan karena daerah paru menjadi padat (eksudat) sehingga
terjadi penurunan ratio ventilasi dan perfusi yang berdampak pada penurunan
kapasitas difusi (Djodjosubroto, 2017). Dampak dari pneumonia apabila tidak
diberikan penanganan asuhan keperawatan yang sesuai antara lain demam, nafas
cepat, terjadi superinfeksi, kegagalan pneumonia untuk menyembuh,
meningkatkan kecurigaan terjadinya karsinoma pernapasan, dan akan
menimbulkan komplikasi yaitu atelektasis, syok, gagal pernapasan, dan efusi
pleura.
Upaya yang dapat dilakukan pada pasien dengan pneumonia adalah dengan
menjaga kelancaran sistem pernafasan, terutama pada pasien dengan masalah
ketidakefektifan pola nafas, memelihara kebersihan paru, ajarkan batuk efektif
dan monitor O2 juga dapat dilakukan untuk menjaga kelancaran sistem pernafasan
penuhi kebutuhan nutrisi dan cairan, mengontrol suhu tubuh, serta menjaga
lingkungan yang bersih dan aman. Dan juga lakukan Manejemen jalan nafas,
pemantauan respirasi seperti buka jalan nafas, catat pergerakan dada.
Pneumonia merupakan penyebab kematian terbesar di seluruh dunia. Pada
tahun 2017, terjadi 920.136 kematian akibat pneumonia, 16% dari seluruh
kematian anak usia kurang dari 5 tahun (WHO, 2017). Jumlah penderita
pneumonia di Indonesia pada tahun 2017 berkisar antara 23%-27% dan kematian
akibat pneumonia sebesar 1,19% (Kemenkes RI, 2017). Pada tahun 2017 terjadi

1
peningkatan cakupan pneumonia diatas 50% walaupun belum mencapai target
nasional yang telah ditentukan (Dinkes jawa timur, 2017). Angka kesakitan
pneumonia menggambarkan jumlah penderita kasus pneumonia di suatu wilayah
tertentu selama 1 tahun diantara jumlah penduduk di wilayah. Pada tahun 2017
ditemukan 235,71% kasus pneumonia di Kota Pasuruan (Profil kesehatan, 2017).

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Agar kelompok mampu mempelajari Asuhan Keperawatan pada pasien
pneumonia dengan secara komprehensif, sehingga mampu mencapai hasil yang
terbaik dalam mengatasi masalah keperawatan pada pasien dengan pneumonia
1.2.2 Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian pada Ny. S dengan pneumonia
b. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada Ny. S dengan pneumonia
c. Mampu menyusun rencana keperawatan pada Ny. S dengan diagnosa pneumonia
d. Mampu melaksanakan rencana keperawatan pada Ny. S dengan diagnosa
pneumonia

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1 Konsep pneumonia


Pneumonia adalah salah satu bentuk infeksi saluran nafas bawah
akut (ISNBA) merupakan peradangan yang mengenai parenkim paru dari

2
bronkhiolus terminalis yang mencakup bronkhiolus respiratorius, dan
alveoli serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan
pertukaran udara (Dahlan, 2007).
Pneumonia adalah infeksi yang menyebabkan paru-paru meradang.
Kantung-kantung kemampuan menyerap oksigen menjadi berkurang.
Kekurangan oksigen membuat sel-sel tubuh tidak bekerja. Inilah penyebab
penderita pneumonia dapat meninggal, selain dari penyebaran infeksi ke
seluruh tubuh (Misnadiarly, 2008).
Pneumonia adalah suatu infeksi atau peradangan pada organ paru-paru yang
disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, ataupun parasit, dimana pulmonary alveolus
(alveoli), organ yang bertanggung jawab menyerap oksigen dari atmosfer,
mengalami peradangan dan terisi oleh cairan (shaleh, 2013).
Jadi pneumonia adalah penyakit infeksi saluran nafas bawah akut
yang mengenai jaringan paru (alveoli) dengan gejala batuk, sesak nafas,
ronkhi dan tampak infiltrate pada foto rongten (Dahlan, 2007).

2.1.1 Anatomi dan Fisiologi


a. Rongga Hidung (cavum nasalis)
Udara dari luar akan masuk lewat rongga hidung (cavum nasalis).
Rongga hidung berlapis selaput lendir, di dalamnya terdapat kelenjar
minyak (kelenjar sebasea) dan kelenjar keringat (kelenjar sudorifera).
Selaput lendir berfungsi menangkap benda asing yang masuk lewat
saluran pernapasan. Selain itu, terdapat juga rambut pendek dan tebal yang
berfungsi menyaring partikel kotoran yang masuk bersama udara. Juga
terdapat konka yang mempunyai banyak kapiler darah yang berfungsi
menghangatkan udara yang masuk. Di sebelah belakang rongga hidung
terhubung dengan nasofaring melalui dua lubang yang disebut choanae.
Pada permukaan rongga hidung terdapat rambut-rambut halus dan selaput
lendir yang berfungsi untuk menyaring udara yang masuk ke dalam rongga
hidung.
b. Faring (Tenggorokan)
Udara dari rongga hidung masuk ke faring. Faring merupakan
percabangan 2 saluran, yaitu saluran pernapasan (nasofarings) pada bagian

3
depan dan saluran pencernaan (orofarings) pada bagian belakang. Pada
bagian belakang faring (posterior) terdapat laring (tekak) tempat
terletaknya pita suara (pita vocalis). Masuknya udara melalui faring akan
menyebabkan pita suara bergetar dan terdengar sebagai suara. Makan
sambil berbicara dapat mengakibatkan makanan masuk ke saluran
pernapasan karena saluran pernapasan pada saat tersebut sedang terbuka.
Walaupun demikian, saraf kita akan mengatur agar peristiwa menelan,
bernapas, dan berbicara tidak terjadi bersamaan sehingga mengakibatkan
gangguan kesehatan. Fungsi utama faring adalah menyediakan saluran
bagi udara yang keluar masuk dan juga sebagi jalan makanan dan
minuman yang ditelan, faring juga menyediakan ruang dengung(resonansi)
untuk suara percakapan.
c. Pangkal Tenggorokan (laring)
Laring merupakan suatu saluran yang dikelilingi oleh tulang rawan.
Laring berada diantara orofaring dan trakea, didepan lariofaring. Salah
satu tulang rawan pada laring disebut epiglotis. Epiglotis terletak di ujung
bagian pangkal laring. Laring diselaputi oleh membrane mukosa yang
terdiri dari epitel berlapis pipih yang cukup tebal sehingga kuat untuk
menahan getaran-getaran suara pada laring. Fungsi utama laring adalah
menghasilkan suara dan juga sebagai tempat keluar masuknya udara.
Pangkal tenggorok disusun oleh beberapa tulang rawan yang membentuk
jakun. Pangkal tenggorok dapat ditutup oleh katup pangkal tenggorok
(epiglotis). Pada waktu menelan makanan, katup tersebut menutup pangkal
tenggorok dan pada waktu bernapas katup membuka. Pada pangkal
tenggorok terdapat selaput suara yang akan bergetar bila ada udara dari
paru-paru, misalnya pada waktu kita bicara.
d. Batang Tenggorokan (Trakea)
Tenggorokan berupa pipa yang panjangnya ± 10 cm, terletak
sebagian di leher dan sebagian di rongga dada (torak). Dinding
tenggorokan tipis dan kaku, dikelilingi oleh 4 cincin tulang rawan, dan
pada bagian dalam rongga bersilia. Silia-silia ini berfungsi menyaring
benda-benda asing yang masuk ke saluran pernapasan. Batang tenggorok

4
(trakea) terletak di sebelah depan kerongkongan. Di dalam rongga dada,
batang tenggorok bercabang menjadi dua cabang tenggorok (bronkus). Di
dalam paru-paru, cabang tenggorok bercabang-cabang lagi menjadi
saluran yang sangat kecil disebut bronkiolus. Ujung bronkiolus berupa
gelembung kecil yang disebut gelembung paru-paru (alveolus).
e. Cabang Batang Tenggorokan (Bronkus)
Tenggorokan (trakea) bercabang menjadi dua bagian, yaitu bronkus
kanan dan bronkus kiri. Struktur lapisan mukosa bronkus sama dengan
trakea, hanya tulang rawan bronkus bentuknya tidak teratur dan pada
bagian bronkus yang lebih besar cincin tulang rawannya melingkari lumen
dengan sempurna. Bronkus bercabangcabang lagi menjadi bronkiolus.
Batang tenggorokan bercabang menjadi dua bronkus, yaitu bronkus
sebelah kiri dan sebelah kanan. Kedua bronkus menuju paru-paru,
bronkus bercabang lagi menjadi bronkiolus.
Bronkus sebelah kanan(bronkus primer) bercabang menjadi tiga bronkus lobaris
(bronkus sekunder), sedangkan bronkus sebelah kiri bercabang menjadi dua
bronkiolus. Cabang-cabang yang paling kecil masuk ke dalam gelembung paru-
paru atau alveolus. Fungsi utama bronkus adalah menyediakan jalan bagi udara
yang masuk dan keluar paru-paru.
f. Bronchiolus
Tidak mengandung lempeng tulang rawan, tidak mengandung
kelenjar submukosa. Otot polos bercampur dengan jaringan ikat longgar,
sel bronkiolar tanpa silia (sel Clara). Lamina propria tidak mengandung sel
goblet. Bronchiolus berfungsi sebagai pengatur jumlah udara yang masuk
dan keluar dari alveoli.
g. Alveolus
Kantong berdinding sangat tipis pada bronkioli terminalis. Tempat
terjadinya pertukaran oksigen dan karbondioksida antara darah dan udara
yang dihirup. Jumlahnya 200 - 500 juta. Terdapat tiga jenis sel-sel
alveolar Sel alveolar tipe I adalah sel epitel yang membentuk diding
alveolar, Tipe II sel-sel yang aktif secara metabolik, mensekresi surfaktan,
suatu fosfolifit yang melapisi permukaan dalam dan mencegah alveolar

5
agar tidak kolaps, dan Tipe III makrofag yang merupakan sel-sel fagositis
yang besar yang memakan benda asing (mis, lendir, bakteri), dan
bekerja sebagai mekanisme pertahan yang penting.

2.1.2 Etiologi
Penyebab pneumonia pada orang dewasa dan usia lanjut umumnya
adalah bakteri. Penyebab paling umum pneumonia di Amerika Serikat
yaitu bakteri Streptococcus pneumonia, atau Pneumococcus.Sedangkan
pneumonia yang disebabkan karena virus umumnya adalah Respiratory
Syncytial Virus, rhinovirus, Herpes Simplex Virus, Severe Acute
Respiratory Syndrome (SARS)(Nursalam, 2016).
a. Bakteri
Pneumonia bakterial dibagi menjadi dua bakteri penyebabnya yaitu
1) Typical organisme
Penyebab pneumonia berasal dari gram positif berupa :
a) Streptococcus pneumonia
b) Staphylococcus aureus
c) Enterococcus (E. faecalis, E faecium)
2). Atipikal organisme
Bakteri yang termasuk atipikal ada alah Mycoplasma sp, chlamedia sp,
Legionella sp.
b. Virus
Disebabkan oleh virus influenza yang menyebar melalui droplet, biasanya
menyerang pada pasien dengan imunodefisiensi. Diduga virus penyebabnya
adalah cytomegali virus, herpes simplex virus, varicella zooster virus.
c. Fungi
Infeksi pneumonia akibat jamur biasanya disebabkan oleh jamur oportunistik,
dimana spora jamur masuk kedalam tubuh saat menghirup udara. Organisme yang
menyerang adalah Candida sp, Aspergillus sp, Cryptococcus neoformans.
d. Lingkungan
Faktor lingkungan termasuk faktor yang sangat mempengaruhi untuk terjadinya
pneumonia salah satunya yaitu pencemaran udara. Pencemaran udara dalam

6
rumah dipengaruhi oleh berbagai factor antara lain, bahan bangunan (misal;
asbes), struktur bangunan (misal; ventilasi), bahan pelapis untuk furniture serta
interior (pada pelarut organiknya), kepadatan hunian, kualitas udara luar rumah
(ambient air quality), radiasi dari Radon (Rd), formaldehid, debu, dan kelembaban
yang berlebihan. Selainitu, kualitas udara juga dipengaruhi oleh kegiatan dalam
rumah seperti dalam hal penggunaan energy tidak ramah lingkungan, penggunaan
sumber energi yang relative murah seperti batu bara dan biomasa (kayu, kotoran
kering dari hewan ternak, residu pertanian), perilaku merokok dalam rumah,
penggunaan pestisida, penggunaan bahan kimia pembersih, dan kosmetika.
Bahan-bahan kimia tersebut dapat mengeluarkan polutan yang dapat bertahan
dalam rumah untuk jangka waktu yang cukup lama (Kemenkes RI, 2011).
2.1.3 Patofisiologi
Umumnya mikroorganisme penyebab terhisap ke paru bagian perifer
melalui saluran respiratori. Mula-mula terjadi edema akibat reaksi jaringan
yang mempermudah proliferasi dan penyebaran kuman ke jaringan
sekitarnya. Bagian paru yang terkena mengalami konsolidasi, yaitu terjadi
serbukan fibrin, eritrosit, cairan edema, dan ditemukannya kuman di
alveoli. Stadium ini disebut stadium hepatisasi merah. Selanjutnya,
deposisi fibrin semakin bertambah, terdapat fibrin dan leukosit di
alveoli dan terjadi proses fagositosis yang cepat.
Stadium ini disebut stadium hepatisasi kelabu. Selanjutnya, jumlah
makrofag meningkat di alveoli, sel akan mengalami degenerasi, fibrin
menipis, kuman dan debris menghilang. Stadium ini disebut stadium
resolusi. Sistem bronkopulmoner jaringan paru yang tidak terkena akan
tetap normal (Nursalam, 2016).
Apabila kuman patogen mencapai bronkioli terminalis, cairan edema
masuk ke dalam alveoli, diikuti oleh leukosit dalam jumlah banyak,
kemudian makrofag akan membersihkan debris sel dan bakteri. Proses ini
bisa meluas lebih jauh lagi ke lobus yang sama, atau mungkin ke bagian
lain dari paru- paru melalui cairan bronkial yang terinfeksi. Melalui
saluran limfe paru, bakteri dapat mencapai aliran darah dan pluro
viscelaris. Karena jaringan paru mengalami konsolidasi, maka kapasitas
vital dan comliance paru menurun, serta aliran darah yang mengalami

7
konsolidasi menimbulkan pirau/ shunt kanan ke kiri dengan ventilasi
perfusi yang mismatch, sehingga berakibat pada hipoksia. Kerja jantung
mungkin meningkat oleh karena saturasi oksigen yang menurun dan
hipertakipnea. Pada keadaan yang berat bisa terjadi gagal nafas
(Nursalam, 2016).

8
pola
nafas
tidak
efektif

2.1.4 Manifestasi Klinik


Gejala klinis dari pneumonia adalah demam, menggigil, berkeringat,
batuk (baik non produktif atau produktif atau menghasilkan sputum

9
berlendir, purulen, atau bercak darah), sakit dada karena pleuritis dan
sesak. Gejala umum lainnya adalah pasien lebih suka berbaring pada yang
sakit dengan lutut tertekuk karena nyeri dada. Pemeriksaan fisik
didapatkan retraksi atau penarikan dinding dada bagian bawah saat
pernafas, takipneu, kenaikan atau penurunan taktil fremitus, perkusi redup
sampai pekak menggambarkan konsolidasi atau terdapat cairan pleura, dan
ronki(Nursalam, 2016).
Sedangkan menurut (Nursalam, 2016) pneumonia menunjukan gejala klinis
sebagai berikut:
a. Batuk
b. Sputum produktif
c. Sesak nafas
d. Ronki
e. Demam tidak setabil
f. Leukositosis
g. Infiltrat

2.1.5 Pemeriksaan Penunjang


a. Radiologi
Pemeriksaan menggunakan foto thoraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan
penunjang utama (gold standard) untuk menegakkan diagnosis pneumonia.
Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat sampai konsolidasi dengan air
bronchogram, penyebaran bronkogenik dan intertisial serta gambaran kavitas.
b. Laboratorium
Peningkatan jumlah leukosit berkisar antara 10.000 - 40.000/ul, Leukosit
polimorfonuklear dengan banyak bentuk. Meskipun dapat pula
ditemukanleukopenia.
c. Mikrobiologi
Pemeriksaan mikrobiologi diantaranya biakan sputum dan kultur darah untuk
mengetahui adanya S. pneumonia dengan pemeriksaan koagulasi antigen
polisakarida pneumokokkus.
d. Analisa Gas Darah
Ditemukan hipoksemia sedang atau berat. Pada beberapa kasus, tekanan parsial

10
karbondioksida (PCO2) menurun dan pada stadium lanjut menunjukkan asidosis
respiratorik.

2.2 Konsep Ketidak efektifan Pola Nafas


1. Pengertian
Ketidakefektifan pola nafas adalah “inspirasi dan atau ekspirasi yang tidak
memberi ventilasi adekuat” (Herdman & Kamitsuru, 2015). Ketidakefektifan pola
nafas adalah suatu kondisi ketika individu mengalami penurunan ventilasi yang
aktual atau potensial yang disebabkan oleh perubahan pola pernafasan (Tamsuri,
2008). Jadi dapat disimpulkan ketidakefektifan pola nafas adalah suatu kondisi
tidak adekuatnya pemberian ventilasi yang disebabkan oleh adanya perubahan pola
pernafasan.
2. Batasan Karakteristik
Batasan karakteristik dari ketidakefektifan pola nafas adalah Bradipnea, dispnea,
fase ekspirasi memanjang, ortopnea, penggunaan otot bantu pernafasan, penurunan
kapasitas vital, penurunan tekanan ekspirasi, penurunan tekanan inspirasi,
pernafasan bibir, pernafasan cuping hidung, perubahan ekskursi dada, pola nafas
abnormal, takipnea, peningkatan diameter anterior-posterior, penggunaan posisi
tiga titik (Herdman & Kamitsuru, 2015).
3. Faktor yang Berhubungan
Faktor yang berhubungan dari ketidakefektifan pola nafas adalah ansietas, cedera
medula spinalis, deformitas dinding dada, deformitas tulang, disfungsi
neuromuscular, gangguan musculoskeletal, gangguan neurologis, hiperventilasi,
imaturitas neurologis, keletihan, keletihan otot pernafasan, nyeri, obesitas, posisi
tubuh yang menghambat ekspansi paru, sindrom hipoventilasi (Herdman &
Kamitsuru, 2015)

2.3 Konsep Asuhan Keperawatan


2.3.1 Pengkajian
Menurut Muttaqin, (2008) pengkajian yang harus dilakukan pada klien dengan
pneumonia, yaitu :
a. Identitas

11
Pengkajian pada identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan,
alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register,
dan diagnosa medis.
b. Keluhan Utama
Biasanya klien datang ke rumah sakit dalam kondisi sesak nafas. Sesak nafas
merupakan gejala nyata adanyan gangguan trakeobonkhial, parenkim paru,
rongga pleura.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Kronologi peristiwa pada saat terjadi keluhan batuk, sesak nafas disertai demam
dan sakit tenggorokan.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Penyakit yang pernah diderita pada masa-masa dahulu seperti adanya riwayat
diabetes alergi, frekuensi ISPA, kebiasaan, TBC paru, penggunaan obat-obatan,
imunisasi. Menurut Wahid, Abd, (2013) Influenza sering terjadi dalam rentang
waktu 3-14 hari sebelum diketahui adanya penyakit pneumonia.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Kemungkinan ada anggota keluarga yang menderita batuk, TBC, kanker paru,
pneumonia.
f. Perilaku yang Mempengaruhi Kesehatan
Kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan biasanya merokok dan tidak
menggunakan masker penutup wajah saat berkendara.
g. Pemeriksaan fisik
Berguna selain untuk menemukan tanda-tanda fisik yang mendukung diagnosis
pneumonia dan menyingkirkan kemungkinan penyakit lain, juga berguna untuk
mengetahui penyakit yang mungkin menyertai pneumonia. Berikut pola
pemeriksaan fisik sesuai Review of System:
1) B1 (Breathing)
Bentuk dada dan gerakan pernapasan. Gerakan nafas simetris. Pada klien dengan
pneumonia sering ditemukan peningkatan frekuensi nafas cepat dan dangkal, serta
adanya retraksi sternum dan intercosta space (ICS). Nafas cuping hidung pada
sesak berat. Pada klien biasanya didapatkan batuk produktif disertai dengan
adanya batuk dengan produksi sputum yang purulen. Gerakan dinding thoraks

12
anterior/ekskrusi pernafasan, getaran suara ( vokal fremitus ) biasanya teraba
normal, Nyeri dada yang meningkat karena batuk. Pneumonia yang disertai
komplikasi biasanya di dapatkan bunyi resonan atau sonor pada seluruh lapang
paru. Bunyi redup perkusi pada klien dengan pneumonia didapatkan apabila
bronchopneumonia menjadi suatu sarang (konfluens). Pada klien dengan
pneumonia juga di dapatkan bunyi nafas melemah dan bunyi nafas tambahan
ronkhi basah pada sisi yang sakit.
2) B2 (Blood)
Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum. Biasanya klien tampak
melindungi area yang sakit. denyut nadi perifer melemah, batas jantung tidak
mengalami pergeseran, tekanan darah biasanya normal, dan bunyi jantung
tambahan biasanya tidak didapatkan.
3) B3 (Brain)
Pada klien dengan pneumonia yang berat sering terjadi penurunan kesadaran,
didapatkan sianosis perifer bila gangguan perfusi jaringan berat. Pada pengkajian
objektif, wajah klien tampak meringis, menangis, merintih, meregang dan
menggeliat
4) B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine perlu dilakukan karena berkaitan dengan intake
cairan. Pada penderita pneumonia, perlu memonitor adanya oliguria karena hal
tersebut merupakan tanda awal dari syok.
5) B5 (Bowel)
Klien biasanya mengalami mual, muntah, anoreksia, dan penurunan berat badan.
6) B6 (Bone)
Kelemahan dan kelelahan fisik secara umum sering menyebabkan ketergantungan
klien terhadap bantuan orang lain dalam melakukan aktivitas sehari-hari
7) B7 (Penginderaan)
Pada klien penderita pneumonia tidak ditemukan adanya kerusakan penginderaan.
8) B8 (Endokrin)
Pada penderita pneumonia tidak ditemukan adanya pembesaran kelenjar endokrin.
2.3.2 Analisa Data
Analisis data merupakan kemampuan kognitif dalam pengembangan

13
daya berfikir dan penalaran yang dipengaruhi oleh latar belakang ilmu dan
pengetahuan, pengalaman, dan pengertian keperawatan. Analisa data
adalah kemampuan dalam mengembangkan kemampuan berfikir rasional
sesuai dengan latar belakang ilmu pengetahuan. Dalam melakukan analisis
data, diperlukan kemampuan mengaitkan data dan menghubungkan data
tersebut dengan konsep, teori dan prinsip yang relevan untuk membuat
kesimpulan dalam menentukan masalah kesehatan dan keperawatan klien.
2.3.3 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menjelaskan status
kesehatan atau masalah aktual atau potensial. Perawat memakai proses
keperawatan dalam mengidentifikasi dan mensintesis data klinis dan
menentukan intervensi keperawatan untuk mengurangi, menghilangkan
atau mencegah masalah kesehatan klien yang ada pada tanggungjawabnya.
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien pneumonia menurut
Nurarif & Kusuma (2016) adalah:
Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan proses inflamasi.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan
pola nafas kembali efektif.
Kriteria Hasil:
1) Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada
sianosis dan dyspneu ( mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan
mudah, tidak ada pursed lips).
2) Menunjukkan jalan napas paten ( klien tiak merasa tercekik, irama nafas,
frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal).
3) Tanda-tanda vital dalam batas normal ( tekanan darah, nadi, pernafasan dan
suhu).

Intervensi:
1) Observasi frekuensi, kedalama pernafasan dan ekspansi dada. Catat upaya
pernafasan, termasuk penggunaan otot bantu, pelebaran nasal.
Rasional: Kecepatan biasanya meningkat. Dispnea dan terjadi peningkatan kerja
nafas ( pada awal atau hanya tanpa EP subakut). Kedalaman pernafasan bervarias

14
tergantung derajat gagal nafas. Ekspandi dada terbatas yang berhubungan dengan
etelektasis dan atau nyeri dada pleuritik.
2) Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas adventisius, seperti
krekels, mengi, gesekan pleural. Rasional: Bunyi nafas menurun atau tidak ada
bila jalan nafas obstruksi sekunder terhadap perdarahan, pembekuan atau kolaps
jalan nafas kecil ( atelektasi). Ronki dan mengi menyertai obstruksi jalan nafas
atau kegagalan pernafasan.
3) Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi. Bangunkan pasien turun tempat
tidur dan ambulasi sesegera mungkin. Rasional: Duduk tinggi memungkinkan
ekspansi paru dan memudahkan pernafasan.
4) Bantu fisioterapi dada.
Rasional: Memudahkan upaya bernafas dalam dan meningkatkan drainas sekret
dari segmen paru kedalaman bronkus, dimana dapat lebih mempercepat
pembuangan dengan batuk atau penghisapan.
4) Berikan oksigen tambahan.
Rasional: Memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja
nafas.
2.3.4 Pelaksanaan
Pelaksanaan atau implementasi merupakan pelaksanaan dari
perencanaan keperawatan yang dilakukan oleh perawat. Seperti tahap-
tahap yang lain dalam proses keperawatan, fase pelaksanaan terdiri dari
beberapa kegiatan antara lain validasi (pengesahan) rencana keperawatan,
menulis/mendokumentasikan rencana keperawatan, melanjutkan
pengumpulan data, dan memberikan asuhan keperawatan.
Pelaksanaan atau implementasi dari diagnosa ketidakefektifan pola
nafas, yang berhubungan dengan proses inflamasi antara lain,
memposisikan semi fowler, melakukan pemberian tambahan oksigen
dengan kanula atau masker sesuai indikasi pasien
2.3.5 Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan
yang merupakan kegiatan sengaja dan terus-menerus yang melibatkan
klien atau pasien dengan perawat dan anggota tim kesehatan lainnya.

15
Evaluasi pada diagnose ketidakefektifan pola nafas, yang
berhubungan dengan proses inflamasi adalah, klien mampu
mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada
sianosis dan dyspneu ( mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas
dengan mudah, tidak ada pursed lips), menunjukkan jalan napas paten (
klien tiak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam
rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal), Tanda-tanda vital dalam
batas normal ( tekanan darah, nadi, pernafasan dan suhu).

BAB III
LAPORAN KASUS

16
3.1 Resume

Ny. S umur 61 tahun, jenis kelamin perempuan, agama islam, suku


batak, pendidikan SLTA, pekerjaan ibu rumah tangga, alamat jalan mayor
pasar 4. Kampung, penanggung jawab klien adalah Ny. N umur 42 tahun,
pekerjaan ibu rumah tangga hubungan dengan klien sebagai anak. Klien
datang ke IGD pada tanggal 02 Oktober 2023 pukul 21:50 WIB dengan
keluhan sesak nafas 2-3 hari ini, batuk seskali, demam, lemas, dengan
diagnosa medis dyspnea ec pneumonia. Hasil pengkajian di dapat hasil
TTV TD: 113/61 mmHg, HR: 110x/i, RR: 24x/i, spo2: 98%, T: 38°C, BB:
62 kg, TB: 155 cm. Dari hasil pemeriksaan laboratorium hasil darah
lengkap didapat leukosit 19.2/uL (14-11). Berdasarkan hasil elektrolit
lengkap didapat natrium 135 mmoL/L (135-150), kalium 3.1 mmoL/L
(3.6-5.5), clorida 99 mmoL/L (96-108). Terapi yang diberikan saat di IGD
RL 10 tts/menit, dexametason 1 amp(1x), ceftriaxon 2gr/24jam, novalgin
1amp(1x), ventolin + pulmicort 1amp/8jam, paracetamol 3x 500mg, vit c
500mg 3x1, ksr 1x 600mg. setelah itu klien dipindahkan ke ruang Anggrek
pada tanggal 02 Oktober 2023 pukul 23.00 WIB.
Hasil pengkajian yang dilakukan diruang Anggrek pada tanggal 03
Oktober 2023 pukul 10.00 WIB klien mengatakan sesak nafas 2-3 hari
ini,batuk sesekali, demam, lemas, dengan TTV TD: 110/62 mmHg, HR:
83x/i, RR: 22x/I, T: 38°C. Terapi yang diberikan RL 10 tts/menit,
dexametason 1amp(1x), ceftriaxon 2gr/24jam, novalgin 1amp(1x),
ventolin + pulmicort 1 mamp/8jam, paracetamol 3x 500mg, vit c 500mg
3x1, ksr 1x600mg.

17
3.2 Analisa data
Data Etiologi Masalah
keperawata
n
1 DS: Pola Nafas
- Klien Tidak Efektif
Virus, bakteri, microplasma(mirip
mengatakan bakteri), jamur
sesak nafas
Masuk saluran pernafasan
2-3 hari ini.
- Klien Paru-paru
mengatakan
Bronkus & alveoli
batuk
sesekali, Mengganggu kerja makrofag
demam.
infeksi
DO:
- Klien Peradangan/ inflamasi
tampak
pneumonia
lemas.
- TD: 113/61
dyspnea
mmHg
- HR: 110x/i Pola nafas tidak efektif

- RR: 24x/i
- Temp: 38°C
- Pemeriksaa
n darah
Leukosit :
19.2 103/uL
(normal 4-
11 103/uL)

3.3 Prioritas diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan yang muncul pada klien sesuai dengan priotitas

18
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dyspnea dengan ditandai dengan klien
mengatakan mengalami sesak nafas 2-3 hari ini, batuk sesekali, demam,
lemas, TD: 113/61 mmHg, HR: 110x/i, RR: 24x/i, T: 38°C

19
3.5 Intervensi dan Implemtasi evaluasi Catatan Perkembangan
N Tanggal
o pengkaj Diagnosa Kriteria hasil Intervensi Implementasi Evaluasi
. ian
1 02 Pola Setelah Observasi : 1. Monitor TTV S:
. Oktober Nafas dilakukan 1. Monitor pola nafas (frekuensi, 2. Monitor pola - Klien mengatakan
2023 Tidak tindakan kedalaman, usaha nafas). nafas sesak nafas 2-3
Efektif keperawatan 2. Monitor bunyi nafas tambahan. 3. Memposisikan hari ini.
selama 3x24 3. Monitor sputum. semi fowler dan - Klien mengatakan
jam diharapkan Teraupetik : fowler batuk sesekali,
klien dapat 1. posisikan semi-fowler atau 4. Berikan o2 sesuai demam.
manajem pola fowler. kebutuhan
nafas teratasi. 2. berikan minum hangat. 5. Memberikan O:
Dengan kriteria 3. lakukan fisioterapi dada, jika perlu. teknik batuk - Klien tampak
hasil : 4. lakukan penghisapan lendir kurang efektif lemas.
1. Pola nafas dari 15 detik. 6. Berikan cairan - TD: 113/61 mmHg
membaik 5. Berikan oksigen jika perlu (RL 10 tts/menit) - HR: 110x/i
2. Frekuensi 7. Kolaborasi - RR: 24x/i
nafas Edukasi : pemberian obat - Temp: 38°C
normal 12- 1. Anjurkan asupan cairan 2000 (Ventolin+pulmic
20x/i ml/hari, jika tidak kontraindikasi. ort 1amp/8jam) A: masalah belum teratasi
3. Kedalaman 2. Ajarkan teknik batuk efektif. (Novalgin
nafas 1amp/1x) P: intervensi dilanjutkan
membaik Kolaborasi : (Ceftriaxon
1. Kolaborasi pemberian 2gr/24jam)
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu.

20
2 03 Pola Setelah Observasi : 1. Monitor TTV S:
. Oktober Nafas dilakukan 1. Monitor pola nafas (frekuensi, 2. Monitor pola - Klien mengatakan
2023 Tidak tindakan kedalaman, usaha nafas). nafas sesak nafas 2x hari
Efektif keperawatan 2. Monitor bunyi nafas tambahan. 3. Memposisikan ini.
selama 3x24 3. Monitor sputum. semi fowler dan - Klien mengatakan
jam diharapkan fowler batuk sesekali,
klien dapat Teraupetik : 4. Berikan o2 sesuai demam sudah
manajem pola 1. posisikan semi-fowler atau kebutuhan sedikit berkurang.
nafas teratasi. fowler. 5. Memberikan
Dengan kriteria 2. berikan minum hangat. teknik batuk O:
hasil : 3. lakukan fisioterapi dada, jika perlu. efektif - Klien tampak
1. Pola nafas 4. lakukan penghisapan lendir kurang 6. Berikan cairan lemas.
membaik dari 15 detik. (RL 10 tts/menit) - TD: 110/62 mmHg
2. Frekuensi 5. Berikan o2 sesuai kebutuhan 7. Kolaborasi - HR: 80x/i
nafas pemberian obat - RR: 22x/i
normal 12- Edukasi : (Ventolin+pulmic - Temp: 37°C
20x/i 1. Anjurkan asupan cairan 2000 ort 1amp/8jam)
3. Kedalaman ml/hari, jika tidak kontraindikasi. (Novalgin A: masalah teratasi
nafas 2. Ajarkan teknik batuk efektif. 1amp/1x) sebagian
membaik (Ceftriaxon
Kolaborasi : 2gr/24jam) P: intervensi dilanjutkan
1. Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu.

21
3 04 Pola Setelah Observasi : 1. Monitor TTV S:
. Oktober Nafas dilakukan 1. Monitor pola nafas (frekuensi, 2. Monitor pola - Klien mengatakan
2023 Tidak tindakan kedalaman, usaha nafas). nafas sesak nafas sudah
Efektif keperawatan 2. Monitor bunyi nafas tambahan. 3. Memposisikan berkurang .
selama 3x24 3. Monitor sputum. semi fowler dan - Klien
jam diharapkan Teraupetik : fowler mengatakan, batuk
klien dapat 1. posisikan semi-fowler atau 4. Berikan o2 sesuai sudah tidak ada,
manajem pola fowler. kebutuhan sudah tidak
nafas teratasi. 2. berikan minum hangat. 5. Memberikan demam.
Dengan kriteria 3. lakukan fisioterapi dada, jika perlu. teknik batuk O:
hasil : 4. lakukan penghisapan lendir kurang efektif - Klien sudah
1. Pola nafas dari 15 detik. 6. Berikan cairan tampak tidak
membaik 5. Berikan o2 sesuai kebutuhan (RL 10 tts/menit) lemas.
2. Frekuensi Edukasi : 7. Kolaborasi - TD: 110/62 mmHg
nafas 1. Anjurkan asupan cairan 2000 pemberian obat - HR: 80x/i
normal 12- ml/hari, jika tidak kontraindikasi. (Ventolin+pulmic - RR: 20x/i
20x/i 2. Ajarkan teknik batuk efektif. ort 1amp/8jam) - Temp: 36°C
3. Kedalaman Kolaborasi : (Novalgin A: masalah teratasi
nafas 1. Kolaborasi pemberian 1amp/1x) sebagian
membaik bronkodilator, ekspektoran, (Ceftriaxon P: intervensi dilanjutkan
mukolitik, jika perlu. 2gr/24jam)

Discharge planning:
1. Anjurkan klien posisikan semi-fowler atau fowler.
2. Anjurkan klien minum hangat.
3. Ajurkan klien teknik batuk efektif.

22
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penulisan makalah tentang Asuhan Keperawatan pada Ny. S
dengan Prioritas Masalah pola nafas tidak efektif, penulis akan membahas tentang
asuhan keperawatan yang dilakukan kepada Ny. S pada 02 oktober 2023 Pada
kasus ini, mahasiswa memberi penkes tentang penyakit yang dialami oleh pasien,
seperti penyebab, tanda dan gejala, juga makanan yang dianjurkan kepada pasien.
Pasien juga mampu mengetahui penyakit yang diderita seperti penyebab, tanda
dan gejala penyakit.

4.2 Saran
Diharapkan kepada mahasiswa/mahasiswi keperawatan yang akan menjadi
perawat untuk melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan
kebutuhan dasar secara komprehensif dengan menerapkan ilmu-ilmu
keperawatan.

23
DAFTAR PUSTAKA

https://repository.poltekkes-smg.ac.id
https://id.scribd.com/document/536792754/Makalah-ASKEP-Pneumonia
https://id.scribd.com/document/458627324/285582843-PATHWAY-Pneumonia-
docx
https://repository.poltekkes-kaltim.ac.id
PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Seluruh Indonesia.
PPNI. (2018a). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Dewan Pengurus
Pusat Persatuan Perawat Seluruh Indonesia.
PPNI. (2018b). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Indonesia.

24

Anda mungkin juga menyukai