Anda di halaman 1dari 30

ASUHAN KEPERAWATAN EMFISEMA

DI SUSUN OLEH : KELOMPOK III

Alvin Anugrah Pratama


Ayu Wulandari
Niken Apriani
Nursinah
Yunita
Muhamad Akbar
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MATARAM
TAHUN 2019
KATA PENGANTAR

Kami panjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan
hidayahnya kami dapat menyusun makalah Sistem Respirasi yang berjudul Asuhan Keperawatan
pada pasien dengan Emfisema. Selesainya penyusunan ini berkat bantuan dari berbagai pihak oleh
karena itu, pada kesempatan ini kami sampaikan terima kasih dan penghargaan yang terhormat:

Kami menyadari bahwa ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itu kritik dan saran yang
bersifat membangun sangat kami harapkan dan sebagai umpan balik yang positif demi perbaikan
di masa mendatang. Harapan kami semoga makalah ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu
pengetahuan khususnya di bidang ilmu Keperawatan.
Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih dan kami berharap agar makalah ini bermanfaat bagi
semua pihak yang membutuhkan.

Mataram, 10 September 2019

Kelompok III
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Emfisema adalah jenis penyakit paru obstruktif kronik yang melibatkan kerusakan pada
kantung udara (alveoli) di paru-paru. Akibatnya, tubuh tidak mendapatkan oksigen yang
diperlukan sehingga membuat penderita sulit bernafas dan juga batuk kronis. Rokok adalah
penyebab utama timbulnya emfisema. Biasanya pada pasien perokok berumur 15-25 tahun. Pada
umur 25-35 tahun mulai timbul perubahan pada saluran napas kecil dan fungsi paru-parunya.
Umur 35-45 tahun timbul batuk yang produktif. Pada umur 45-55 tahun terjadi sesak napas,
hipoksemia, dan perubahan spirometri. Pada umur 55-60 tahun sudah ada kor-pulmonal yang dapat
menyebabkan kegagalan napas dan meninggal dunia. Penyakit emfisema rata-rata pada laki-laki
terdapat 65% dan 15% pada wanita.
Penyakit emfisema di Indonesia meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah orang
yang menghisap rokok, dan pesatnya kemajuan industri. Di Negara-negara barat, ilmu
pengetahuan dan industri telah maju dengan mencolok tetapi menimbulkan pula pencemaran
lingkungan dan polusi. Ditambah lagi dengan masalah merokok yang dapat menyebabkan penyakit
bronchitis kronik dan emfisema. Di Amerika Serikat kurang lebih 2 juta orang menderita.
Emfisema menduduki peringkat ke-9 diantara penyakit kronis yang dapat menimbulkan gangguan
aktifitas.
Pada Survei Kesehatan Rumat Tangga (SKRT) DepKes RI menunjukkan angka kematian
karena emfisema menduduki peringkat ke-6 dari 10 penyebab tersering kematian di Indonesia.
Penyakit emfisema di Indonesia meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah orang yang
menghisap rokok, dan pesatnya kemajuan industri yang menimbulkan pencemaran lingkungan dan
polusi.
Emfisema tergabung dalam penyakit paru obstruksi kronik yang merupakan salah satu
kelompok penyakit tidak menular yang menjadi masalah kesehtan di Indonesia. Hasil survei
penyakit tidak menular oleh Direktorat Jenderal PPM dan PL di lima rumah sakit di Indonesia
(Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung, dan Sumatra Selatan), pada tahun 2004
menunjukkan PPOK termasuk emfisema masuk dalam urutan pertama penyumbang angka
kesakitan yaitu 35%, asma bronkial 33%, kanker paru 30% dan lainnya 2%. Berdasarkan hasil
SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional) tahun 2001 sebanyak 54,5% penduduk laki-laki dan
1,2% perempuan merupakan perokok, sehingga emfisema mempunyai faktor penyebab dari rokok
sebesar 92%.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pada klien dengan emfisema.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui definisi emfisema
b. Untuk mengetahui etiologi/faktor pencetus emfisema
c. Untuk mengetahui tanda dan gejala emfisema
d. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang pada emfisema
e. Untuk mengetahui patofisiologi emfisema
f. Untuk mengetahui asuhan keperawatan dengan gangguan emfisema

C. Sistematika Penulisan
BAB I : Latar Belakang, Tujuan Penulisan, Sistematika Penulisan
BAB II: Definisi Emfisema, Etiologi, Patofisiologi, Manifestasi Klinis, Komplikasi, Pemeriksaan
Penunjang, Asuhan Keperawatan
BAB III: Kesimpulan, Saran, Daftar Pustaka.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Anatomi Fisiologi
Pernapasan adalah suatu proses pertukaran gas (O2) dari udara oleh organisme hidup yang
digunakan untuk serangkaian metabolisme yang akan menghasilkan karbondioksida (CO2) yang
harus dikeluarkan, karena tidak dibutuhkan oleh tubuh. Setiap makluk hidup melakukan
pernafasan untuk memperoleh oksigen O2 yang digunankan untuk pembakaran zat makanan
didalam sel-sel tubuh. Alat pernafasan setiap makhluk tidaklah sama, pada hewan intervertebrata
memiliki alat pernafasan dari mekanisme pernafasan yang berbeda dengan hewan vertebrata.
Salauran penghantar udara hingga mencapai paru-paru adalah : hidung – faring – laring- trakhea –
bronkus – dan bronkiolus. Mekanisme pernafasan manusia. Pada saat bernafas terjadi kegiatan
inspirasi dan ekspirasi, inspirasi adalah pemasukan gas O2 dan udara atmosfer ke dalam paru-paru,
sedangkan ekspirasi adalah pengeluaran CO2 dan uap air dari paru-paru ke luar tubuh. Setiap
menitnya kita melakukan kegiatan inspirasi dan ekspirasi kurang lebih 16-18 kali. Pernafasan pada
manusia dapat digolongkan menjadi 2, yaitu :
1. Pernafasan dada
Pada pernafasan dada otot yang berperan penting adalah otot antar tulang rusuk. Otot
tulang rusuk dapat dibedakan menjadi dua, yaitu otot tulang rusuk luar yang berperan dalam
mengangkat tulang-tulang rusuk dan tulang rusuk dalam berfungsi menurunkan atau
mengembalikan tulang rusuk keposisi semula. Bila otot antar tulang rusuk luar berkontraksi, maka
tulang rusuk akan terangkat sehingga volume dada bertambah besar. Bertambah besarnya akan
menyebabkan tekanan dalam rongga dada lebih kecil daripada rongga dada luar. Karena tekanan
udara kecil pada rongga dada menyebabkan aliran udara mengalir dari luar tubuh dan masuk
kedalam tubuh, proses ini disebut proses inspirasi. Sedangkan pada proses ekspirasi terjadi apabila
kontraksi dari otot dalam, tulang rusuk kembali ke posisi semula dan menyebabkan tekanan udara
didalam tubuh meningkat. Sehingga udara dalam paru-paru tertekan dalam rongga dada, dan aliran
udara terdorong ke luar tubuh, proses ini disebut ekpirasi.
2. Pernafasan perut
Pada pernafasan ini otot yang berperan aktif adalah otot diafragma dan otot dinding rongga
perut. Bila otot diafragma berkontraksi, posisi diafragma akan mendatar. Hal itu menyebabkan
volume rongga dada bertambah besar sehingga tekanan udaranya semakin kecil. Penurunan
tekanan udara menyebabkan mengembangnya paru-paru, sehingga udara mengalir masuk ke paru-
paru (inspirasi). Bila otot diagfragma bereaksi dan otot dinding perut berkontraksi, isi rongga perut
akan terdesak ke diafragma sehingga diafragma cekung ke arah rongga dada. Sehingga volume
rongga dada mengecil dan tekanannya meningkat. Meningkatnya tekanan rongga dada
menyebabkan isi rongga paru-paru terdesak keluar dan terjadinlah proses ekspirasi. Kelainan yang
terjadi pada sistem pernafasan yang terjadi pada organ paru-paru seperti emfisema.

B. Definisi Emfisema
Emfisema paru merupakan suatu keadaan abnormal pada anatomi paru dengan adanya
kondisi kliniks berupa melebarnya saluran udara bagian distal bronkhiolus terminal yang disertai
dengan kerusakan dinding alveoli. Kondisi ini merupakan taakhir proses yang mengalami
kemajuan dengan lambat selama beberapa tahun. Pada kenyataanya, ketika klien mengalami gejala
emfisema , fungsi paru sudah mengalami kerusakan permanen (trreversible) yang disertai dengan
bronchitis obstruksi kronis. Kondisi ini merupakan penyebab utama kecacatan. ( Arif
Muttaqim,2008).
Emfisema merupakan pengembangan paru yang di tandai dengan pelebaran ruang udara di
dalam paru-paru disertai destruksi jaringam (Somantri,2009).
Ada 3 tipe Emfisema :
1. Emfisema Centriolobular ( centriacinar ), menyebabkan kerusakan bronkiolus pada region paru
atas. Tipe ini sering terjadi akibat kebiasaan merokok yang lama.
2. Emfisema panlobular (panacinar), melibatkan seluruh alveolus distal dan bronkiolus terminal
serta paling banyak pada paru bagian bawah. Tipe ini sering terjadi pada pasien dengan
defisiensi α1- antitripsin.
3. Emfisema paraseptal, mengenai saluran nafas distal, duktus dan sakus. Dapat mengalami
komplikasi pneumothorax spontan.

C. Etiologi
1. Faktor Genetik
Faktor genetik mempunyai peran pada penyakit emfisema faktor genetik diantaranya
adalah atopi yang ditandai dengan adanya eosinifilia atau peningkatan kadar
imonoglobulin E (lgE) serum, adanya hiper responsif bronkus, riwayat penyakit obstruksi
paru pada keluar, dan defisiensi protein alfa-1 antitripsin.
2. Polusi
Sebagai faktor penyebab penyakit, polusi tidak begitu besar pengaruhnya tetapi bila
ditambah merokok risiko akan lebih tinggi
3. Sosial Ekonomi
Emfisema lebih banyak didapat pada golongan sosial ekonomi rendah, mungkin karena
perbedaan pola merokok, selain itu mungkin disebabkan faktor lingkungan dan ekonomi
yang lebih jelek.
4. Merokok
Rokok adalah penyebab utama timbulnya bronkitis kronik dan emfisema paru. Secara
patologis rokok berhubungan dengan hyperplasia kelenjar mucus bronkus dari metoplasi
epitel skuarmus saluran pernafasan.
5. Infeksi
Infeksi menyebabkan kerusakan paru lebih hebat sehingga gejala yang timbul lebih berat.
Infeksi pernafasan bagian atas pasien bronkitis kronik selalu menyebabkan infeksi paru
bagian dalam, serta menyebabkan kerusakan paru bertambah. Bakteri yang di isolasi paling
banyak adalah haemophilus influenzae dan streptococcus pneumoniae.

D. Patofisiologi
Pada emfisema, beberapa faktor penyebab obstruksi jalan nafas yaitu : inflamasi dan
pembengkakan bronki, produksi lendir yang berlebihan, kehilangan rekoil elastis jalan napas, dan
kolaps bronkiolus serta redistribusi udara ke alveoli yang berfungsi.
Karena dinding alveoli mengalami kerusakan ( suatu proses yang dipercepat oleh infeksi
tambahan ), area permukaan alveolar yang kontak langsung dengan kapiler paru secara kontinu
berkurang, menyebabkan peningkatan ruang rugi ( area paru dimana tidak ada pertukaran gas yang
dapat terjadi) dan mengakibatkan kerusakan difusi oksigen. Kerusakan difusi oksigen
mengakibatkan hipoksemia. Pada tahap akhir penyakit, eliminasi karbondioksida mengalami
kerusakan, mengakibatkan peningkatan tekanan karbondioksida dalam darah arteri (hiperkapnia)
dan menyebabkan asidosis respiratorius.
Karena dinding alveolar terus mengalami kerusakan jaring-jaring kapiler pulmonal
berkurang. Aliran darah pulmonal meningkat dan ventrikel kanan dipaksa untuk mempertahankan
tekanan darah yang tinggi dalam arteri pulmonal. Dengan demikian, gagal jantung sebelah kanan
(kor-pulmonal) adalah salah satu komplikasi emfisema. Terdapatnya kongesti, edema tungkai
(edema dependen), distensi vena leher, atau nyeri pada region hepar menandakan terjadinya gagal
jantung.
Sekresi meningkat dan tertahan menyebabkan individu tidak mampu untuk
membangkitkan batuk yang kuat untuk mengeluarkan sekresi. Infeksi akut dan kronik dengan
demikian menetap dalam paru-paru yang mengalami emfisema, memperberat masalah.
Individu dengan emfisema mengalami obstruksi kronik (ditandai oleh peningkatan tahanan
jalan napas) ke aliran masuk dan aliran keluar udara dari paru-paru. Paru-paru dalam keadaan
hiperekspansi kronik. Untuk mengalirkan udara ke dalam dan keluar paru-paru, dibutuhkan
tekanan negatif selama inspirasi dan tekanan positif dalam tingkat yang adekuat harus dicapai dan
dipertahankan selama eksprirasi. Posisi selebihnya adalah salah satu inflasi. Daripada menjalani
pasif involunter, ekspansi menjadi aktif dan membutuhkan upaya otot-otot. Sesak nafas pasien
terus meningkat, dada menjadi kaku.

E. Manifetasi Klinis
Emfisema paru adalah suatu penyakit menahun, terjadi sedikit demi sedikit bertahun-tahun.
Biasanya mulai pada pasien perokok berumur 15-25 tahun. Pada umur 25-35 tahun mulai timbul
perubahan pada saluran nafas kecil dan fungsi paru. Umur 35-45 tahun timbul batuk yang
produktif. Pada umur 45-55 tahun terjadi sesak nafas, hipoksemia dan perubahan spirometri. Pada
umur 55-60 tahun sudah ada kor-pulmonal, yang dapat menyebabkan kegagalan nafas dan
meninggal dunia.

Gambaran Emfisema
Mulai timbul Usia 30-40 tahun
Sputum Minimal
Dispnea Dispnea relative dini
Rasio V/Q Ketidak seimbangan minimal
Bentuk tubuh Kurus dan ramping
Diameter AP dada Dada seperti tong
Gambaran Respirasi Hiperventilasi
Volume paru FEV 1 rendah
TLC dan RV meningkat
PaO₂ Normal/rendah
SaO₂ Normal
Polisitemia Normal
Sianosis Jarang

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Sinar X dada ( Chest X-Ray) : Dapat menyatakan hiperinflasi paru-paru, mendatarnya
diagfragma, peningkatan area udara retrosternal, penurunan tanda vaskularisasi/bula
(emfisema), peningkatan tanda bronkovaskuler (bronkitis), hasil normal selama periode remisi
(asma).
2. Tes Fungsi paru : Dilakukan untuk menentukan penyeebab dispnea, untuk menentukan
apakah fungsi abnormal adalah obstruksi atau restriksi, untuk memperkirakan derajat disfungsi
untuk mengevaluasi efek terapi, misal bronkodilator.
3. TCL : peningkatan pada luasnya bronkitis dan kadang-kadang pada asma, penurunan
emfisema.
4. Kapasitas inspirasi : menurunnya pada emfisema.
5. Volume residu : meningkat pada emfisema, bronkitis kronis, dan asma.
6. FEV/FVC : rasio volume ekspirasi kuat dengan kapasitas vital kuat menurun pada bronkitis
dan asma.
7. GDA : memperkirakan progresi proses penyakit kronis, misal paling sering PaO2 menurun,
dan PaCO2 normal atau meningkat ( bronkitis kronis dan emfisema) tetapi sering menurun
pada asma ; pH normal atau asidotik, alkalosis respiratorik ringan sekunder terhadap
hiperventilasi (emfisema sedang atau asma).
8. Bronkogram : dapat menunjukan dilatasi silindris bronkus pada inspirasi, kolaps bronkial pada
ekspirasi kuat ( emfisema ), pembesaran duktus mukosa yang terlihat pada bronkitis.
9. JDL dan diferensial : hemoglobin meningkat ( emfisema luas), peningkatan eosinofil (asma).
10. Kimia darah : Alfa 1-antitripsin dilakukan untuk meyakinkan defisiensi
dan diagnosa emfisema perifer.
11. Sputum : kultur untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi patogen, pemeriksaan
sistolik untuk mengetahui keganasan atau gangguan alergi.
12. EKG : deviasi aksis kanan, peninggian gelombang P ( asma berat ), distritmia atrial (bronkitis),
peninggian gelombang P pada lead II , III, AVF (bronkitis, emfisema ), aksis ventrikel QRS
(emfisema).
13. EKG latihan, tes stres : membantu dalam mengkaji derajat disfungsi paru, mengevaluasi
keefektivan terapi bronkodilator, perencanaan/ evaluasi program latihan.

G. Penatalaksanaan
1. Penyuluhan, menerangkan pada para pasien hal-hal yang dapat memperberat penyakit, hal-hal
yang harus dihindari dan bagaimana cara pengobatan dengan baik.
2. Pencegahan
a. Rokok, merokok harus dihentikan meskipun sukar. Penyuluhan dan usaha yang optimal harus
dilakukan.
b. Menghindari lingkungan polusi, sebaiknya dilakukan penyuluhan secara berkala pada pekerja
pabrik, terutama pada pabrik-pabrik yang mengeluarkan zat-zat polutan yang berbahaya
terhadap saluran nafas.
c. Vaksin, dianjurkan vaksinasi untuk mencegah eksaserbasi, terutama terhadap influenza dan
infeksi pneumokokus.
3. Terapi farmakologi, tujuan utama adalah untuk mengurangi obstruksi jalan nafas yang masih
mempunyai komponen reversible meskipun sedikit. Hal ini dapat dilakukan dengan :
a. Pemberian bronkodilator, golongan teofilin, biasanya diberikan dengan dosis 10-15mg/kg BB
peroral dengan memperhatikan kadar teofilin dalam darah. Konsentrasi dalam darah yang baik
antara 10-15mg/L.

H. Kompliksi
1. Sering mengalami infeksi pada saluran pernafasan
2. Daya tahan tubuh kurang sempurna
3. Tingkat kerusakan paru semakin parah
4. Proses peradangan yang kronis pada saluran nafas
5. Pneumonia
6. Atelaktasis
7. Meningkatkan resiko gagal nafas pada pasien
BAB III
Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
a. Aktivitas/istirahat
Gejala: keletihan, kelelahan, malaise, ketidakmampuan untuk melakukan
aktivitas sehari-hari sulit bernapas.
Ketidakmampuan untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk
tinggi.
Dispnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau
latihan.
Tanda: Keletihan, gelisah, insomnia, kelemahan umum/kehilangan massa
otot.

b. Sirkulasi
Gejala Pembengkakan pada ekstremitas bawah.
Tanda Peningkatan TD.
Peningkatan frekuensi jantung/takikardia berat,
distritmia. Distensi vena leher ( penyakit berat).
Edema dependen, tidak berhubungan dengan
penyakit jantung. Bunyi jantung redup ( yang
berhubungan dengan peningkatan diameter AP dada).
Warna kulit/ membran mukosa : normal atau abu-
abu/ sianosis; kuku tabuh dan sianosis perifer. Pucat
dapat menunjukkan anemia.
c. Integritas Ego
Gejala Peningkatan faktor resiko
Perubahan pola hidup
Tanda Ansietas, ketakutan, peka rangsang

d. Makanan/Cairan

Gejala Mual/muntah.
Nafsu makan buruk/anoreksia (emfisema).
Ketidakmampuan untuk makan karena distensi
pernapasan. Penurunan berat badan menetap (emfisema),
peningkatan berat badan menunjukan edema (bronkitis)
Tanda Turgor kulit buruk.
Edema dependen.
Berkeringat.
Penurunan berat badan, penurunan massa otot/
lemak subkutan (emfisema).
Palpitasi abdominal dapat menyatakan
hematomegali (bronkitis)
e. Hygiene
Gejala Penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan
bantuan melakukan aktivitas sehari-hari.
Tanda Kebersihan buruk, bau badan.

f. Pernapasan
Gejala Napas pendek (timbulnya tersembunyi dengan dispnea sebagai
gejala menonjol paada emfisema) khususnya pada kerja; cuaca
atau episode berulangnya sulit napas (asma); rasa dada tertekan,
ketidakmampuan untuk bernapas ( asma) “lapar udara” kronis.
Batuk menetao dengan produksi sputum setiap hari (terutama pada
saat bangun) selama minimum 3 bulan berturut-turut tiap tahun
sedikitnya 2 tahun. Produksi sputum (hijau, putih, atau kuning)
dan banyak sekali (bronkitis kronis).
Episode batuk hilang-timbul, biasanya tidak produktif pada tahap
dini meskipun dapat menjadi produktif (emfisema).
Riwayat pneumonia berulang, terpajan pada polusi kimia/iritan
pernapasan dalam jangka panjang (mis rokok) atau debu/ asap
(misal asbes,debu batubara, rami katun, serbuk gergaji).
Faktor keluarga dan keturunan, misal defisiensi alfa-antitripsin
(emfisema).
Penggunaan oksigen pada malam hari atau terus menerus.
Tanda Pernapasan: biasanya cepat, dapat lambat ; fase ekspirasi
memanjang dengan mendengkur, nafas bibir ( emfisema ).
Lebih memilih posisi tiga titik (“tripot”) untuk bernapas
(khususnya dengan eksaserbasi akut bronkitis kronis).
Penggunaan otot bantu pernapasan, misal meninggikan bahu,
retraksi fosa supraklafikula, melebarkan hidung.
Dada : dapat terlihat hiperinflasi dengan peninggian diameter AP
(bentuk-barrel); gerakan diafragma minimal.
Bunyi nafas : mungkin redup degan ekspirasi (emfisema);
menyebar, lembut, atau krekels lembab kasar (bronkitis); ronki,
mengi sepanjang area paru pada ekspirasi dan kemungkinan
selama inspirasi berlanjut sampai penurunan atau tak adanya
bunyi napas (asma).
Perkusi : hiperesonan pada area paru (mis jebakan udara dengan
emfisema); bunyi pekak pada area paru (misal, konsolidasi,
cairan, mukosa).
Kesulitan bicara kalimat atau lebih dari 4 atau 5 kata sekaligus.
Warna : pucat dengan sianosis bibir dan dasar kuku ; abu-abu
keseluruhan; warna merah (bronkitis kronis, “biru
menggembung).
Pasien dengan emfisema sedang sering disebut “pink puffer”
karena warna normal meskipun pertukaran gas tak normal dan
frekuensi pernapasan cepat.
Tabuh pada jari-jari ( emfisema ).

g. Kemanan
Gejala Riwayat reaksi alergi atau sensitif terhadap
zat/faktor lingkungan.
Tanda Adanya/ berulangnya infeksi.
Kemerahan/berkeringat (asma).

h. Seksualitas
Gejala Penurunan libido.

i. Interaksi Sosial
Gejala Hubungan ketergantungan.
Kurang sistem pendukung.
Kegagalan dukungan dari/terhadap
pasangan/orang terdekat.
Penyakit lama atau ketidakmampuan membaik.
Tanda Ketidakmampuan untuk membuat/mempertahankan
suara karena distres pernafasan
Keterbatasan mobilitas fisik.
Kelalaian hubungan dengan anggota keluarga lain.

j. Penyuluhan/Pembelajaran
Gejala Penggunaan/penyalahgunaan obat pernapasan.
Tanda Kesulitan menghentikan merokok.
Penggunaan alkohol secara teratur.
Kegagalan untuk membaik.
B. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan patofisiologi di atas dan dari data pengkajian, diagnosis keperawatan utama
untuk klien adalah :
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif yang berhubungan dengan peningkatan produksi
sekret.
2. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan kurangnya suplai oksigen.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan anoreksia,
mual/muntah.
4. Risiko tinggi terhadap infeksi yang berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan
utama.
5. Kurangnya pengetahuan mengenai kondisi yang berhubungan dengan kurang
informasi/tidak mengenal sumber informasi.

C. Rencana/Intervensi Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif yang berhubungan dengan peningkatan produksi sekret.
Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam dapat mengatasi masalah ketidakefektifan jalan nafas.
Kriteria : Sekret lancar dan jalan nafas bersih
Mandiri:
a. Auskultasi bunyi napas. Catat adanya bunyi napas, mis., mengi, krekels, ronki.
Rasional: Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan napas dan dapat/tak
dimanifestasikan adanya bunyi napas adventisius, mis., penebaran, krekels basah (bronkitis);
bunyi napas redup dengan ekspirasi mengi (emfisema); atau tak adanya bunyi napas (asma berat).
b. Kaji/pantau frekuensi pernapasan. Catat rasio inspirasi/ekspirasi.
Rasional: Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan atau
selama stress/adanya proses infeksi akut. Pernapasan dapat melambat dan frekuensi ekspirasi
memanjang disbanding inspirasi.
c. Catat adanya/derajat dispnea, mis., keluhan “lapar udara,” gelisah, ansietas, distress pernapasan,
penggunaan otot bantu.
Rasional: Disfungsi pernapasan adalah variable yang tergantung pada tahap proses kronis selain
proses akut yang menimbulkan perawatan di rumah sakit, mis., infeksi, reaksi alergi.
d. Kaji pasien untuk posisi yang nyaman, mis., peninggian kepala tempat tidur, duduk pada sandaran
tempat tidur.
Rasional: Peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernapasan dengan menggunakan
gravitasi. Namun, pasien dengan distress berat akan mencari posisi yang paling mudah untuk
bernapas. Sokongan tangan/kaki dengan meja, bantal, dan lain-lain membantu menurunkan
kelemah
e. Pertahankan polusi lingkungan minimum, mis., debu, asap, dan bulu bantal yang berhubungan
dengan kondisi individu.
Rasional: Pencetus tipe reaksi alergi pernapasan yang dapat mentriger episode akut.
f. Dorong/bantu latihan napas abdomen atau bibir.
Rasional: Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol dispnea dan
menurunkan jebakan udara.
g. Observasi karakteristik batuk, mis., menetap, batuk pendek, basah. Bantu tindakan untuk
memperbaiki keefektifan upaya batuk.
h. Rasional: Batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya bila pasien lansia, sakit akut, atau
kelemahan. Batuk paling efektifbpada posisi duduk tinggi atau kepala di bawah setelah perkusi
dada.
i. Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hari sesuai toleransi jantung. Memberikan air hangat.
Anjurkan masukan cairan antara, sebagai pengganti makanan.
Rasional: Hidrasi membantu menurunkan kekentalan secret, mempermudah pengeluaran.
Penggunaan cairan hangat dapat menurunkan spasme bronkus. Cairan selama makan dapat
meningkatkan distensi gaster dan tekanan pada diafragma.

Kolaborasi
j. Berikan obat sesuai indikasi. Bronkodilator, mis., β-agonis: epinefrin (Adrenalin, Vaponefrin);
albuterol (Proventil, Ventolin); terbutalin (Brethine, Brethaire); isoetarin (Brokosol,
Bronkometer).
Rasional: Merilekskan otot halus dan menurunkan kongesti local, menurunkan spasme jalan
napas, mengi, dan produksi mukosa. Obat-obatan mungkin per oral, injeksi, atau inhalasi.
k. Xiantin, mis., aminofilin, oxtrifilin (Choledly); teofilin (Bronkodly, Theo-Dur).
Rasional: Menurunkan edema mukosa dan spasme otot polos dengan peningkatan langsung siklus
AMP. Dapat juga menurunkan kelemahan oto/kegagalan pernapasan dengan meningkatkan
kontraktilitas diafragma. Meskipun teofilin mungkin sedikit atau tak menguntungkan pada
program obat β-agonis adekuat. Namun, ini dapat mempertahankan bronkodilatasi sesuai
penurunan efek dosis antar β-agonis. Penelitian saat ini menunjukkan teofilin menggunakan
korelasi dengan penurunan frekuensi perawatan di rumah sakit.
l. Kromolin (Intal), flunisolida (Aerobid).
Rasional: Menurunkan inflamasi jalan napas lokaldan edema dengan menghambat efek histamin
dan mediator lain.
m. .Steroid oral, IV, dan inhalasi; metilprednisolon (Medrol); deksametason (Decadral); antihistamin
mis., beklometason (Vanceril, Beklonent); triamsinolon (Azmacort).
Rasional: Kortikosteroid digunakan untuk mencegah reaksi alergi/menghambat pengeluaran
histamine, menurunkan berat dan frekuensi spasme jalan napas, inflamasi pernapasan, dan dispnea.
n. Antimicrobial.
Rasional: Banyak antimicrobial dapat diindikasikan untuk mengontrol infeksi
pernapasan/pneumonia. Catatan: meskipun taka da pneumonia, terapi dapat meningkatkan aliran
udara dan memperbaiki hasil.
o. Analgesik, penekan batuk/antitusif mis., kodein, produk dextrometorfan (Benylin DM, Comtrex,
Novahistine).
Rasional: Batuk menetap yang melelahkan perlu ditekan untuk menghemat energy dan
memungkinkan pasien istirahat.
p. Berikan humidifikasi tambahan, mis., nebuliser ultranik, humidifier aerosol ruangan.
Rasional: Kelembaban menurunkan kekentalan secret mempermudah pengeluaran dan dapat
membantu menurunkan/mencegah pembentukan mukosa tebal pada bronkus.
q. Bantu pengobatan pernapasan, mis., IPPB, fisioterapi dada.
Rasional: Drainase postural dan perkusi bagian penting untuk membuang banyaknya sekresi/kental
dan memperbaiki ventilasi pada segmen dasar paru. Catatan: dapat meningkatkan spasme bronkus
pada asma.
r. Awasi/buat grafik seri GDA, nadi oksimetri, foto dada.
Rasional: Membuat dasar untuk pengawasan kemajuan/kemunduran proses penyakit dan
komplikasi.

2. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan kurangnya suplai oksigen.


Tujuan: Dalam waktu 3x24 jam dapat menujukkan perbaikan ventilasi & oksigenasi jaringan yang
adekuat.
Kriteria: Menunjukkan perbaikan ventilasi & oksigenasi.
Mandiri
a. Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan. Catat penggunaan otot aksesori, napas bibir,
ketidakmampuan bicara/bincang.
Rasional: Berguna dalam evaluasi derajat distres pernapasan dan/atau kronisnya proses
penyakit.
b. Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang mudah untuk bernapas.
Dorong napas dalam perlahan atau napas bibir sesuai kebutuhan/toleransi individu.
Rasional: Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan latihan napas
untuk menurunkan kolaps jalan napas, dispnea, dan kerja napas.
c. Kaji/awasi secara rutin kulit dan warna membran mukosa.
Rasional: Sianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku) atau sentral (terlihat sekitar bibir/atau
daun telinga. Keabu-abuan dan dianosis sentral mengindikasikan beratnya hipoksemia.
d. Dorong mengeluarkan sputum;penghisapan bila diindikasikan.
Rasional: Kental, tebal, dan banyaknya sekresi adalah sumber utama gangguan pertukaran gas
pada jalan napas kecil. Penghisapan dibutuhkan bila batuk tidak efektif.
e. Austulkasi bunyi napas, catat area penurunan aliran udara dan/atau bunyi tambahan.
Rasional: Bunyi napas mungkin redup karena penurunan aliran udara atau area konsolidasi.
Adanya mengi mengindikasikan spasme bronkus/tertahannya sekret. Krekels basah menyebar
menunjukan cairan pada intertisidial/dekompensasi jantung.
f. Palpasi fremitus
Rasional: Penurunan getaran vibrasi diduga ada pengumpulan cairan atau udara terjebak.
g. Awasi tingkat kesadaran/status mental. Selidiki adanya perubahan.
Rasional: Gelisah dan ansietas adalah menifestasi umum pada hipoksia. GDA memburuk
disertai bingung/somnolen menunjukan disfungi serebral yang berhubungan dengan
hipoksemia.
h. Evaluasi tingkat toleransi aktivitas. Berikan lingkungan tenang dan kalem. Batasi aktivitas
pasien atau dorong untuk tidur/istirahat dikursi selama fase akut. Mungkinkan pasien
melakukan aktivitas secara bertahap dan tingkatkan sesuai toleransi individu.
Rasional: Selama distres pernapasan berat/akut/refraktori pasien secara total tak mampu
melakukan aktifitas sehari-hari karena hipoksemia dan dispnea. Istirahat diselingi aktivitas
perawatan masih penting dari program pengobatan. Namun, program latihan ditujukan untuk
meningkatkan ketahanan dan kekuatan tanpa menyebabkan dispnea berat, dan dapat
meningkatkan rasa sehat.
i. Awasi tanda vital dan irama jantung.
Rasional: Takikardia, distrimia, dan perubahan TD dapat menunjukkan efek hipoksemia
sistemik pada fungsi jantung.

Kolaborasi
j. Awasi/gambarkan seri GDA dan nadi oksimetri.
Rasional: PaCO2 biasanya meningkat (bronkitis, emfisema) dan PaCO2 secara umum menurun,
sehingga hipoksia terjadi dengan derajat lebih kecil atau lebih besar. Catatan: PaCO2 “normal”
atau meningkat menandakan kegagalan pernapasan yang akan datang selama asmatik.
k. Berikan oksigen yang sesuai dengan indikasi hasil GDA dan toleransi pasien.
Rasional: Dapat memperbaiki/mencegah memburuknya hipoksia. Catatan: emfisemia kronis,
mengatur pernapasan pasien diitentukan oleh kadar CO2 dan mungkin dikeluarkan dengan
peningkatan PaO2 berlebihan.
l. Berikan penekan SSP (mis., antiansinetas, sedatif, atau narkotik) dengan hati-hati.
Rasional: Digunakan untuk mengontrol ansietas/gelisah yang meningkatkan konsumsi
oksigen/kebutuhan, eksaserbasi dispnea. Dipantau ketat karena dapat terjadi gagal napas.
m. Bantu intubasi, berikan/pertahankan ventilasi mekanik, dan pindahkan ke UPI sesuai instruksi
untuk pasien.
Rasional: Terjadinya kegagalan napas yang akan datang memerlukan upaya tindakan
penyelamatan hidup.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan anoreksia,
mual/muntah.
Tujuan: Dalam waktu 3x24 jam nutrisi klien membaik.
Kriteria: Menunjukkan peningkatan berat badan menuju tujuan yang tepat.
Mandiri
a. Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Catat derajat kesulitan makan. Evaluasi
berat badan dan ukuran tubuh.
Rasional: Pasien distres pernapasan akut sering anoreksia karena dispnea, produksi
sputum, dan obat. Selain itu, banyak pasien PPOM mempunyai makan buruk, meskipun
kegagalan pernapasan membuat status hipermetabolis dengan peningkatan kebutuhan
kalori. Sebagai akibat pasien sering masuk RS dengan beberapa derajat mal nutrisi. Orang
yang mengalami emfisema sering kurus dengan perototan kurang.
b. Auskultasi bunyi usus.
Rasional: Penurunan/hipoaktif bising usus menunjukkan penurunan mobilitas gaster dan
konstipasi (komplikasi umum) yang berhubungan dengan pembatasan pemasukan cairan,
pilihan makanan buruk, penurunan aktifitas, dan hipoksemia.
c. Berikan perawatan oral sering, buang sekret, berikan wadah khusus untuk sekali pakai dan
tisu.
Rasional: Rasa tak enak, bau dan penampilan adalah pencegah utama terhadap napsu
makan dan dapat membuat mual dan muntah dengan peningkatan kesulitan napas.
d. Dorong periode istirahat semalam 1 jam sebelum dan sesudah makan. Berikan makan porsi
kecil tapi sering.
Rasional: Membantu menurunkan kelemahan selama waktu makan dan memberikan
kesempatan untuk meningkatkan masukan kalori total.
e. Hindari makanan penghasil gas dan minuman berkarbonat.
Rasional: Dapat menghasilkan distensi abdomen yang mengganggu napas abdomen dan
gerakan diagfragma, dan dapat meningkatkan dispnea.
f. Hindari makanan yang sangat panas atau sangat dingin.
Rasional: Suhu ekstrem dapat mencetuskan/meningkatkan spasme batuk
g. Timbang berat badan sesuai indikasi.
Rasional: Berguna untuk menentukan kebutuhan kalori, menyusun tujuan berat badan dan
evaluasi keadekuatan rencana nutrisi. Catatan; penurunan berat badan dapat berlanjut,
meskipun masukan adekuat sesuai teratasinya edema.

Kolaborasi
h. Konsul ahli gizi/nutrisi pendukung tim untuk memberikan makanan yang mudah dicerna,
secara nutrisi seimbang, mis., nutrisi tambahan oral/selang, nutrisi parenteral (rujuk ke DK:
Dukungan Nutrisi Total).
Rasional: Metode makan dan kebutuhan kalori didasarkan pada situasi/kebutuhan individu
untuk memberikan nutrisi maksimal dengan upaya minimal pasien/penggunaan energi.
i. Kaji pemeriksaan laboraturium, mis., albumin serum, transferin, profil asam amino, besi,
pemeriksaan keseimbangan nitrogen, glukosa, pemeriksaan fungsi hati, elektrolit. Berikan
vitamin/mineral/elektrolit sesuai indikasi.
Rasional: Mengevaluasi/mengatasi kekurangan dan mengawasi keefektifan terapi nutrisi.
j. Berikan oksigen tambahan selama makan sesuai indikasi.
Rasional: Menurunkan dispnea dan meningkatkan energi untuk makan meningkatkan
masukan.

4. Risiko tinggi terhadap infeksi yang berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan utama.
Tujuan: Dalam waktu 3x24 jam mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan risiko
infeksi.
Kriteria: Mencegah atau menurunkan risiko infeksi.
Mandiri
a. Awasi suhu.
b. Rasional: Demam dapat terjadi karena infeksi dan/atau dehidrasi.
c. Kaji pentingnya latihan napas, batuk efektif, perubahan posisi sering, dan masukkan cairan
adekuat.
d. Rasional: Aktivitas ini meningkatkan mobilisasi dan pengeluaran sekret untuk menurunkan
resiko terjadinya infeksi paru.
e. Observasi warna, karakter, bau sputum.
f. Rasional: Mencegah penyebaran patogen melalui cairan.
g. Tunjukkan dan bantu pasien tentang pembuangan tisu dan sputum. Tekankan cuci tangan yang
benar (perawat dan pasien) dan penggunaan sarung tangan bila memegang/membuang tisu,
wadah seputum. Awasi pengunjung; berikan masker sesuai indikasi.
h. Rasional: Mencegah penyebaran patogen melalui cairan.
a. Dorong keseimbangan antara aktivitas dan istirahat.
i. Rasional: Menurunkan potensial teroajan pada penyakit infeksius (misalnya ISK).
a. Diskusikan kebutuhan masukan nutrisi adekuat.
j. Rasional: Menurunkan konsumsi/kebutuhan keseimbangan oksigen dan memperbaiki
pertahanan pasien terhadap infeksi, meningkatkan penyembuhan.
k. Kolaborasi
l. Dapatkan spesimen sputum dengan batuk atau penghisapan untuk pewarnaan kuman gram,
kultur/sensitivitas.
m. Rasional: Malnutrisi dapat mempengaruhi kesehatan umum dan menurunkan tahanan terhadap
infeksi.
n. Berikan antimikrobial sesuai indikasi.
o. Rasional: Dilakukan untuk mengidentifikasi organisme penyebab dan kerentanan terhadap
berbagai antimikrobial.

5. Kurangnya pengetahuan mengenai kondisi yang berhubungan dengan kurang informasi/tidak


mengenal sumber informasi.
Tujuan: Dalam waktu 3x24 jam dapat memahami kondisi/proses penyakit dan tindakan.
Kriteria: Mengidentifikasi hubungan tanda/gejala yang ada dari proses penyakit dan
menghubungkan dengan faktor penyebab.
Mandiri
a. Jelaskan/kuatkan penjelasan pasien penyakit individu dorong pasien/orang terdekat untuk
menanyakan pertanyaan
Rasional: Menurunkan ansietas dan dapat menimbulkan perbaikan partisipasi pada rencana
pengobatan.
B. Intruksikan/kuatkan rasional untuk latihan napas, batuk efektif dan latihan kondisi umum.
Rasional: Napas bibir dan napas abnominal/diagfragmatik menguatkan otot pernafasan,
membantu meminimalkan kolaps jalan napas kecil, dan memberikan individu arti untuk
mengontrol dipsnea. Latihan kondisi umum meningkatkan toleransi aktivitas, kekuatan otot
dan rasa sehat.
C. Tunjukkan teknik menggunakan dosis inhaler (matered-dose-inhaler/MDI) seperti bagaimana
memegang, interfal semprotan 2-5menit, bersihkan inhaler.
Rasional: Pasien ini sering mendapat obat pernafasan banyak sekaligus yang mempunyai efek
samping hampir sama dan potensial interaksi obat.
D. Diskusikan obat pernapasan, efek samping, dan reaksi yang tak diinginkan.
Rasional: Penring bagi pasien memahami perbedaan antara efek samping mengganggu (obat
dilanjutkan) dan efek samping merugikan (obat mungkin diberhentikan atau diganti).
E. Anjurkan menghindari agen sedatif antiansietas kecuali diresepkan diberikan oleh dokter
mengobati kondisi pernafasan.
Rasional: Meskipun pasien mungkin gugup dan merasa perlu sedatif, ini dapat menekan
pernafasan dan melindungi mekanisme batuk.
F. Diskusikan pentingnya menghindari orang yang sedang infeksi pernafasan aktif. Tekankan
perlunya vaksinasi influenza/pnemokokal rutin.
Rasional: Menurunkan pemajanan dan insiden mendapatkan infeksi saluran napas atas
G. Diskusikan faktor individu yang meningkatkan kondisi, misalnya udara terlalu kering, angin,
lingkungan dengan suhu ekstrem, serbuk, asap tembakau, sprei aerosol, polusi udara. Dorong
pasien/orang terdekat untuk mencari cara mengontrol faktor ini dan sekitar rumah.
Rasional: Faktor lingkungan ini dapat menimbulkan / meningkatkan iritasi bronkial
menimbulkan peningkatan produksi sekret dan hambatan jalan napas.
H. Kaji efek bahaya merokok dan nasehatkan menghentikan rokok pada pasien dan/atau orang
terdekat.
Rasional: Penghentian rokok dapat memperlambat/menghambat kemajuan PPOM. Namun,
meskipun pasien ingin menghentikan merokok, diperlukan kelompok pendukung dan
pengawasan medik. Catatan: penelitian menunjukkan bahwa rokok “side-stream” atau “second
hand” dapat terganggu seperti halnya merokok nyata.
I. Berikan informasi tentang pembatasan aktivitas dan aktivitas pilihan dengan periode istirahat
untuk mencegah kelemahan ; cara menghemat energi selama aktivitas (misalnya menarik dan
mendorong, duduk, dan berdiri sementara melakukan tugas); menggunakan napas bibir, posisi
berbaring dan kemungkinan perlu oksigen tambahan selama aktivitas seksual.
Rasional: Mempunyai pengetahuan ini dapat memampukan pasien untuk membuat
pilihan/keputusan informasi untuk menurunkan dispnea, memaksimalkan tingkat aktivitas,
melakukan aktivitas yang diinginkan dan mencegah komplikasi.
J. Diskusikan pentingnya mengikuti perawatan medik, foto dada periodik, dan kultur sputum.
Rasional: Pengawasan proses penyakit untuk membuat program terapi untuk memenuhi
perunahan kebutuhan dan dapat membantu mencegah komplikasi.
K. Kaji kebutuhan/dosis oksigen untuk pasien yang pulang dengan oksigen tambahan.
Rasional: Menurunkan risiko kesalahan penggunaan (terlalu kecil/terlalu banyak) dan
komplikasi lanjut.
L. Anjurkan pasien/orang terdekat dalam penggunaan oksigen aman dan merujuk ke perusahaan
penghasil sesuai indikasi.
Rasional: Pasien ini dan orang terdekatnya dapat mengalami ansietas, depresi, dan reaksi lain
sesuai dengan penerimaan dengan penyakit kronis yang mempunyai dampak pada pola hidup
mereka. Kelompok pendukung dan/atau kunjungan rumah mungkin diperlukan atau diinginkan
untuk memberikan bantuan, dukungan emosi, dan perawatan.
M. Rujuk untuk evaluasi perawatan di rumah bila diindikasikan. Berikan rencana perawatan detil
dan pengkajian dasar fisik untuk perawatan di rumah sesuai kebutuhan pulang dan perawatan
akut.
Rasional: Memberikan kelanjutan perawatan. Dapat membantu menurunkan frekuensi
perawatan di rumah sakit.

4. Implementasi
Pengobatan adalah untuk memperbaiki kualitas hidup, untuk memperlambat kemajuan
proses penyakit, dan untuk mengatasi, obstruksi jalan napas untuk menghilangkan hipoksia.
Pendekatan terapeutik mencakup:
a. Tindakan pengobatan dimaksudkan untuk memperbaiki ventilasi dan menurunkan upaya
bernapas.
b. Pencegahan dan pengobatan cepat terhadap infeksi.
c. Teknik terapi fisik untuk memelihara dan meningkatkan ventilasi pulmonari.
d. Pemeliharaan kondisi lingkungan yang sesuai untuk memudahkan pernapasan.
e. Dukungan psikologis.
f. Penyuluhan pasien dan rehabilitasi yang berkesinambungan.
g. Bronkodilator.
Bronkodilator diresepkan untuk mendilatasi jalan nafas karena preparat ini melawan edema
mukosa maupun spasme muskular dan membantu mengurangi obstruksi jalan nafas serta
memperbaiki pertukaran gas.Medikasi ini mencakup antagonis β-adrenergik (metoproterenol,
isoproterenol) dan metilxantin (teofilin, aminofilin), yang menghasilkan dilatasi bronkial.
Bronkodilator mungkin diresepkan per oral, subkutan, intravena, per rektal atau inhalasi.
Medikasi inhalasi dapat diberikan melalui aerosol bertekanan, nebuliser.Bronkodilator mungkin
menyebabkan efek samping yang tidak diinginkan termasuk takikardia, disritmia jantung, dan
perangsangan sisten saraf pusat. Metilxantin dapat juga menyebabkan gangguan gastrointestinal
seperti mual dan muntah.
Terapi Aerosol
Aerosolisasi (proses membagi partikel mrnjadi serbuk yang sangat halus) dari
bronkodilator salin dan mukolitik sering kali digunakan untuk membantu dalam bronkodilatasi.
Aerosol yang dinebulizer menghilangkan edema mukosa dan mengencerkan sekresi bronkial. Hal
ini mempermudah proses pembersihan bronkhiolus, membantu mengendalikan proses inflamasi
dan memperbaiki fungsi ventilasi.
Pengobatan Infeksi
Pasien dengan emfisema rentan dengan infeksi paru dan harus diobati pada saat awal
timbulnya tanda-tanda infeksi seperti sputum purulen, batuk meningkat dan demam. Organisme
yang paling sering adalah S. pneumonia, H. influenzae, dan Branhamella catarrhalis. Terapi
antimikroba dengan tetrasiklin, ampisilin, amoksisilin atau trimetoprim-sulfametoxazol (Bactrim)
mungkin diresepkan.
Oksigenasi
Terapi oksigen dapat meningkatkan kelangsungan hidup pada pasien dengan emfisema
berat. Hipoksemia berat diatasi dengan konsentrasi oksigen rendah untuk meningkatkan tekanan
oksigen hingga antara 65 dan 80 mmHg. Pada emfisema berat, oksigen diberikan sedikitnya 16
jam perhari sampai 24 jam perhari
.
Fisioterapi
Tujuan dari fisioterapi adalah :
a. Membantu mengeluarkan sputum dan meningkatkan efisiensi batuk.
b. Mengatasi gangguan pernapasan pasien.
c. Memperbaiki gangguan pengembangan thoraks.
d. Meningkatkan kekuatan otot-otot pernapasan.
e. Mengurangi spasme otot leher. Penerapan fisioterapi :

1. Postural Drainase
Salah satu tehnik membersihkan jalan napas akibat akumulasi sekresi dengan cara
penderita diatur dalam berbagai posisi untuk mengeluarkan sputum dengan bantuan gaya gravitasi.
Tujuannya untuk mengeluarkan sputum yang terkumpul dalam lobus paru, mengatasi
gangguan pernapasan dan meningkatkan efisiensi mekanisme batuk .
2. Breathing Exercises
Dimulai dengan menarik napas melalui hidung dengan mulut tertutup kemudian
menghembuskan napas melalui bibir. Posisi yang dapat digunakan adalah tidur terlentang dengan
kedua lutut menekuk atau kaki ditinggikan, duduk di kursi atau di tempat tidur dan berdiri.
Tujuannya untuk memperbaiki ventilasi alveoli, menurunkan pekerjaan pernapasan,
meningkatkan efisiensi batuk, mengatur kecepatan pernapasan, mendapatkan relaksasi otot-otot
dada dan bahu dalam sikap normal dan memelihara pergerakan dada.
3. Latihan Batuk
Merupakan cara yang paling efektif untuk membersihkan laring, trakea, bronkioli dari
sekret dan benda asing
4. Latihan Relaksasi
Secara individual penderita sering tampak cemas, takut karena sesat napas dan
kemungkinan mati lemas. Dalam keadaan tersebut, maka latihan relaksasi merupakan usaha yang
paling penting dan sekaligus sebagai langkah pertolongan.
Metode yang biasa digunakan adalah Yacobson.
Contohnya : Penderita di tempatkan dalam ruangan yang hangat, segar dan bersih,
kemudian penderita ditidurkan terlentang dengan kepala diberi bantal, lutut ditekuk dengan
memberi bantal sebagai penyangga.

D. Evaluasi
a. Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam
rentang normal dan bebas gejala distres pernafasan.
b. Mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih atau jelas.
c. Menujukan perilaku atau perubahan pola hidup untuk meningkatkan atau mempertahankan
berat yang tepat.
d. Kemandirian dalam aktifitas perawatan diri.
e. Mendapatkan mekanisme koping yang efektif dan ikutserta dalam program rehabilitasi paru
dan nyeri.
f. Melakukan perubahan pola hidup dan berpartisipasi dalam program pengobatan.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Emfisema merupakan pengembangan paru yang ditandai dengan pelebaran ruang udara
didalam paru-paru disertai destruksi jaringan yang disebabkan oleh beberapa faktor antara lain
rokok dan faktor genetik dengan defisiensi alfa antitripsin. Akibat dua faktor tersebut perjalanan
udara terganggu dan kesulitan espirasi sebagai akibat dari destruksi dinding di antara alveoli,
kolaps jalan nafas sebagaian, dan kehilangan elastisitas paru.
Emfisema dapat diketahui dengan pemeriksaan sinar x dada, yang dapat menunjukan
hiperinflation paru, mendatarnya restrostinal.
Masalah keperawatan yang timbul pada emfisema adalah ketidakefektifan jalan nafas
gangguan pertukaran gas,gangguan pemenuhan nutrisi,resiko infeksi.dan ketidak tahuan atau
pemenuhan informasi sebelum mendapatkan keperawatan,perawat melakukan pengkajian,setelah
melakukan pengkajian,perawat menganalisa data yang didapat dari pengajian tersebut.kemudian
didapatkan masalah keperawatan dan tindakan yang akan dilakukan dalam melakukan
perawatan.setelah melakukan tindakan perawat harus melakukan tindaka akhir yaitu evaluasi.

B. Saran

Sebagai perawat diharapkan mampu untuk melakukan asuhan keperawatan terhadap


penderita emfisema.perawat juga harus mampu berperan sebagai pendidik.dalam hal ini
melakukan penyuluhan mengenai pentingnya hal-hal yang dapat memperberat penyakit,hal-hal
yang harus dihindari dan bagaimana cara pengobatan yang baik .
DAFTAR PUSTAKA

Baughman,D.C& Hackley,J.C.2000. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II Balai Penerbit FKUI, Jakarta 2001

Mills,John& Luce,John M.1993. Gawat Darurat Paru-Paru.Jakarta : EGC

Perhimpunan Dokter Sepesialis Penyakit Dalam Indonesia. Editor Kepela : Prof.Dr.H.Slamet Suryono
Spd,KE

Soemarto,R.1994. Pedoman Diagnosis dan Terapi.Surabaya : RSUD Dr.Soetomo

Anda mungkin juga menyukai