Anda di halaman 1dari 26

Askep enfisema

DI
S
U
S
U
N

OLEH KELOMPOK : 1

1. Mutia Salima
2. Endang lestari
3. Rosiana
4. Pariyanti
5. Juhratul badri
6. Ita nellita
7. Wildaturrahma

DOSEN PEMBIMBING : Ns.yuni sulihati

AKADEMI KEPERAWATAN KESDAM IM BANDA ACEH

TAHUN AJARAN 2015/2016


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan yang maha Esa yang telah memberikan
nikmat kesehatan kepada kami sehingga kami mampu menyelesaikan tugas makalah ini
dengan baik yang berjudul EMFISEMA Makalah ini ditulis untuk memenuhi tugas
pelajaran KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH .

Makalah ini belum sempurna dan masih terdapat berbagai kekurangan. Oleh
karenanya kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak demi lebih
baiknya makalah ini.

Kami sampaikan terimakasih kepada pihak yang telah membantu terselesaikannya


makalah ini,dan juga tentunya kepada dosen pembimbing kami Ns. Yuni Sulihati dan
kepada semua pihak yang telah membantu kami.Semoga segala bantuannya menjadi amal
baik yang mendapatkan balasan kebaikan yang tiada henti-hentinya dari Allah SWT. Amin.

Banda Aceh, .... oktober 2016

Penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

1.2. Tujuan

1.3. Manfaat

1.4. Rumusan Masalah

BAB II : PEMBAHASAN

2.1. Definisi

2.2. Etiology

2.3. Patofishiologi

2.4. Tanda dan gejala

2.5. Komplikasi

2.6. Pengobatan

2.7. Pemeriksaan Fokus

2.8. Pemeriksaan Penunjang

2.9. Diagnosa keperawatan

2.10. Rencana intervensi (NIC) dan Tujuan (NOC)

BAB III. PENUTUP

3.1 Kesimpulan dan saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Emfisema tergabung dalam Penyakit Paru Obstruktif Kronik yang merupakan salah satu
kelompok penyakit tidak menular yang menjadi masalah kesehatan di Indonesia.

Hasil survei penyakit tidak menular oleh Direktorat Jenderal PPM dan PL di lima rumah sakit di
Indonesia ( Jawa Barat, Jawah Tengah, Jawa Timur, Lampung dan Sumatera selatan), pada tahun
2004 menunjukan PPOK termasuk emfisema masuk dalam urutan pertama penyumbang angka
kesakitan yaitu 35%, asma bronkial 33%, kanker paru 30% dan lainnya 2% .

Berdasarkan hasil SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional) tahun 2001 sebanyak 54,5%
penduduk laki laki dan 1,2 % perempuan merupakan perokok, sehingga emfisema mempunyai
faktor penyebab dari rokok sebesar 92% 5.

1.2 Tujuan

Tujuan Umum

1. Menjelaskan pengertian dan asuhan keperawatan pada klien emfisema.

Tujuan Khusus

1. Mengetahui dan memahami definisi emfisema.


2. Mengetahui dan memahami etiologi/ faktor pencetus emfisema.
3. Menyebutkan dan memahami tanda dan gejala emfisema.
4. Mengetahui dan memahami komplikasi dari hipertensi.
5. Mengetahui dan memahami pemeriksaan penunjang pada emfisema.
6. Mengetahui dan memahami penatalaksanaan klien dengan emfisema.
7. Menjelaskan asuhan keperawatan pasien dengan hipertensi.
8. Mengetahui dan memahami phatofisiologi Emfisema.

1.3 Manfaat

1. Dapat mengetahui dan memahami definisi emfisema.


2. Dapat mengetahui dan memahami etiologi/ faktor pencetus emfisema.
3. Dapat mengetahui dan memahami komplikasi dari emfisema .
4. Dapat mengetahui dan memahami pemeriksaan penunjang pada emfisema.
5. Dapat mengetahui dan memahami penatalaksanaan klien dengan emfisema.
6. Dapat menjelaskan asuhan keperawatan pasien dengan emfisema.
7. Dapat mengetahui dan memahami phatofisiologi emfisema.
1.4. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini antara lain meliputi, phatofisiologi
emfisema, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan,asuhan keperawatan pada pasien emfisema.
BAB II

2.1 KONSEP DASAR ENFISEMA

2.1.1 Tinjauan Teoritis

A. Definisi
Emfisema adalah penyakit obstruktif kronik akibat berkurangnya elastisitas paru dan luas
permukaan alveolus. Kerusakan dapat terbatas hanya di bagian sentral lobus, dimana dalam hal ini
yang paling terpengaruh adalah integritas dinding bronkiolus, atau dapat mengenai paru
keseluruhan, yang menyebabkan kerusakan bronkus dan alveolus.

Ada 4 jenis emfisema yaitu:

1. Emfisema sentrilobuler (sentriasiner), mengenai ruang udara di bagian tengah lobulus.


2. Emfisema panlobuler (panasiner), mengenai seluruh ruang udara sebelah distal dari
bronkiolus terminalis.
3. Emfisema paraseptal (distal asinus), mengenai ruang udara sebelah tepi lobus, terutama
yang dekat dengan pleura.
4. Emfisema ireguler, secara tidak teratur mengenai asinus respiratorus.

B. Etiologi

Merokok merupakan penyebab utama emfisema. Akan tetapi, pada sedikit pasien (dalam
presentase yang kecil) terdapat predisposisi familial terhadap emfisema yang berkaitan dengan
abnormalitas protein plasma, defisiensi antitripsin-a1, yang merupakan suatu enzim inhibitir. Tanpa
enzim inhibitor ini, enzim tertentu akan menghancurkan jaringan paru. Individu yang secara genetik
sensitif terhadap faktor-faktor lingkungan (merokok, polusi udara, agen-agen infeksius, alergen) dan
pada waktunya mengalami gejala-gejala obstruktif kronis.

C. Patofisiologi

Pada emfisema, beberapa faktor penyebab obstruksi jalan napas yaitu: inflamasi dan
pembengkakan bronki; produksi lendir yang berlebihan; kehilangan rekoil elastis jalan napas; dan
kolaps bronkiolus serta redistribusi udara ke alveoli yang berfungsi.

Karena dinding alveoli mengalami kerusakan (suatu proses yang dipercepat oleh infeksi
kambahan), area permukaan alveolar yang kontak langsung dengan kapiler paru secara kontinu
berkurang, menyebabkan peningkatan ruang rugi (area paru dimana tidak ada pertukaran gas yang
dapat terjadi) dan mengakibatkan kerusakan difusi oksigen. Kerusakan difusi oksigen mengakibatkan
hipoksemia. Pada tahap akhir penyakit, eliminasi karbon dioksida mengalami kerusakan,
mengakibatkan peningkatan tekanan karbon dioksida dalam darah arteri (hiperkapnia) dan
menyebabkan asidosis respiratorius.

Karena dinding alveolar terus mengalami kerusakan jaring-jaring kapiler pulmonal berkurang.
Aliran darah pulmonal meningkat dan ventrikel kanan dipaksa untuk mempertahankan tekanan
darah yang tinggi dalam arteri pulmonal. Dengan demikian, gagal jantung sebelah kanan (kor-
pulmonal) adalah salah satu komplikasi emfisema. Terdapatnya kongesti, edema tungkai (edema
dependen), distensi vena leher, atau nyeri pada region hepar menandakan terjadinya gagal jantung.

Sekresi meningkat dan tertahan menyebabkan individu tidak mampu untuk membangkitkan
batuk yang kuat untuk mengeluarkan sekresi. Infeksi akut dan kronik dengan demikian menetap
dalam paru-paru yang mengalami emfisema, memperberat masalah.

Individu dengan emfisema mengalami obstruksi kronik (ditandai oleh peningkatan tahanan jalan
napas) ke aliran masuk dan aliran keluar udara dari paru-paru. Paru-paru dalam keadaan
hiperekspansi kronik. Untuk mengalirkan udara ke dalam dan keluar paru-paru, dibutuhkan tekanan
negatif selama inspirasi dan tekanan positif dalam tingkat yang adekuat harus dicapai dan
dipertahankan selama ekspirasi. Posisi selebihnya adalah salah satu inflasi. Daripada menjalani pasif
involunter, ekspirasi menjadi aktif dan membutuhkan upaya otot-otot. Sesak napas pasien terus
meningkat, dada menjadi kaku, dan iga-iga terfiksasi pada persendiannya. Dada seperti tong (barrel
chest) pada banyak pasien ini terjadi akibat kehilangan elastisitas paru karena adanya
kecenderungan yang berkelanjutan pada dinding dada untuk mengembang.

Pada beberapa kasus, barrel chest terjadi akibat kifosis dimana tulang belakang bagian atas
secara abnormal bentuknya menjadi membulat atau cembung. Beberapa pasien membungkuk ke
depan untuk dapat bernapas, menggunakan otot-otot aksesori pernapasan. Retraksi fosa
supraklavikula yang terjadi pada inspirasi mengakibatkan bahu melengkung ke depan. Pada penyakit
lebih lanjut, otot-otot abdomen juga berkontraksi saat inspirasi. Terjadi penurunan progresif dalam
kapasitas vital. Ekshalasi normal menjadi lebih sulit dan akhirnya tidak memungkinkan. Kapasitas
vital total (VC) mungkin normal, tetapi rasio dari volume ekspirasi kuat dalam 1-detik dengan
kapasitas vital (FEV1:VC) rendah. Hal ini terjadi karena elastisitas alveoli sangat menurun. Upaya
yang dibutuhkan pasien untuk menggerakkan udara dari alveoli yang mengalami kerusakan dan jalan
napas yang menyempit meningkatkan upaya pernapasan. Kemampuan untuk mengadaptasi
terhadap perubahan kebutuhan oksigenasi sangat terganggu.

D. Manifestasi Klinik

Terperangkapnya udara akibat hilangnya elastisitas paru menyebabkan dada mengembang.

Penurunan pertukaran gas akibat rusaknya dinding alveolus, sehingga kecepatan difusi oksigen
dan karbon dioksida berkurang yang menimbulkan hipoksia dan hiperkapnia.

Takipnu (peningkatan kecepatan pernapasan) akibat hipoksia dan hiperkapnia. Karena


peningkatan kecepatan pernapasan pada penyakit ini efektif, maka sebagian besar individu yang
mengidap emfisema tidak memperlihatkan perubahan yang bermakna dalam gas darah arteri
sampai penyakit tahap lanjut pada saat kecepatan pernapasan tidak dapat mengatasi hipoksia dan
hiperkapnia. Akhirnya, semua nilai gas darah memburuk dan timbul hipoksia, hiperkapnia, dan
asidosis. Susunan saraf pusat dapat tertekan akibat tingginya kadar karbon dioksida (narkosis karbon
dioksida).
Suatu perbedaan kunci antara emfisema dan bronkitis kronik adalah pada emfisema tidak terjadi
pembentukan mukus.

E. Komplikasi

Hipertensi paru akibat vasokonstriksi hipoksik paru kronik, yang akhirnya menyebabkan kor
pulmonale.

F. Pemeriksaan Penunjang

Gejala-gejala pasien dan temuan klinis saat pemeriksaan fisik memberikan petunjuk awal pada
masalah pasien. Pemeriksaan diagnostik lainnya termasuk rontgen dada. Pemeriksaan fungsi
pulmonari (terutama spirometri), gas-gas darah arteri (untuk mengkaji fungsi ventilasi dan
pertukaran gas pulmonari), serta hitung darah lengkap (HDL).

Pemeriksaan fungsi pulmonari biasanya menunjukkan peningkatan kapasitas paru total (TLC)
dan volume residual (RV). Terjadi penurunan dalam kapasitas vital (VC) dan volume ekspirasi kuat
(FEV). Temuan-temuan ini menegaskan kesulitan yang dialami pasien dalam mendorong udara
keluar dari paru-paru. Hemoglobin dan hematokrit mungkin normal pada tahap awal penyakit.
Rontgen dada menunjukkan hiperinflasi, pendataran diafragma, pelebaran margin interkosta, dan
jantung normal. Dengan berkembangnya penyakit, gas-gas darah arteri dapat menunjukkan hipoksia
ringan dan hiperkapnia.

G. Penatalaksanaan

Pengobatan emfisema ditujukan untuk menghilangkan gejala dan mencegah perburukan


keadaan. Emfisema tidak dapat disembuhkan.

Pengobatan mencakup:

a. Mendorong pasien agar berhenti merokok.


b. Mengatur posisi dan pola bernapas untuk mengurangi jumlah udara yang terperangkap.
c. Memberi pengajaran mengenai teknik-teknik relaksasi dan cara-cara untuk menyimpan
energi.
d. Banyak pasien emfisema akhirnya akan memerlukan terapi oksigen agar dapat menjalankan
tugas sehari-hari.
H. Patofisiologi Perjalanan Penyakit

BAB III

PEMBAHASAN

2.1. Definisi

Empisema adalah suatu perubahan anatomis paru yang ditandai dengan melebarnya secara
abnormal saluran udara bagian distal bronkus terminal, yang disertai kerusakan dinding alveolus
atau perubahan anatomis parenkim paru yang ditandai pelebaran dinding alveolus, duktus alveolaris
dan destruksi dinding alveolar (The American Thorack society 1962)1.

Emfisema merupakan pengembangan paru yang ditandaidengan pelebaran ruang udara didalam
paru-parudisertai destruksi jaringan (Somantri, 2009).

Ada 3 Tipe dari Emfisema :

1. Emfisema Centriolobular (centriacinar), menyebabkan kerusakan bronkiolus pada region paru


atas. Tipe ini sering terjadi akibat kebiasaan merokok yang lama

2. Emfisema Panlobular (Panacinar), melibatkan seluruh alveolus distal dan bronkiolus terminal
serta paling banyak pada paru bagian bawah. Tipe ini sering tejadi pada pasien dengan defisiensi 1-
antitripsin

3. Emfisema Paraseptal, mengenai saluran napas distal, duktus dan sakus. Dapat mengalami
komplikasi pneumothorax spontan

2.2. Etiologi /penyebab

Ada 3 faktor utama yang mempengaruhi timbulnya bronkitis kronik dan emfisema paru, yaitu rokok,
infeksi, dan polusi. Selain itu, terdapat pulahubungan dengan faktor keturunan dan status sosial.

1. Rokok

Menurut buku Report of the WHO Expert Committee on Smoking Control , rokok adalah penyebab
utama timbulnya bronkitis kronik dan emfisema paru. Terdapat hubungan erat antara merokok dan
penurunanVEP (volume ekspansi paksa) 1 detik. Dari 34.000 dokter di Inggris,hanya tiga dokter yang
meninggal karena bronkitis kronik dan emfisema paru. Sedang penderita perokok, banyak yang
meninggal karena penyakit di atas. Secara patologis, rokok berhubungan dengan hiperplasia kelenjar
mukus bronkus dan metaplasia skuamus epitelsaluran pernafasan. Juga dapat menyebabkan
bronkokonstriksi akut.Menurut Crofton dan Douglas, merokok menimbulkan pula inhibisiaktivitas sel
rambut getar, makrofag alveolar dan surfaktan.

2. Infeksi

Menyebabkan kerusakan paru lebih hebat sehingga gejala-gejalanya pun lebih berat. Infeksi saluran
pernafasan bagian atas pada seorang penderita bronkitis kronik hampir selalu menyebabkan
kerusakan paru bertambah. Eksaserbasi bronkitis kronik disangka paling sering diawali dengan
infeksi virus, yang kemudian menyebabkan infeksi sekunder oleh bakteri.Bakteri yang diisolasi paling
banyak adalah Haemophilus influenza dan Streptococcus pneumonia.

3. Polusi

Polusi tidak begitu besar pengaruhnya sebagai faktor penyebab penyakit di atas, tetapi bila
ditambah merokok, risiko akan lebih tinggi.Zat-zat kimia yang dapat juga menyebabkan bronkitis
adalah zat-zat pereduksi seperti O2, zat-zat pengoksidasi seperti N2O, hidrokarbon,aldehid, Ozon.

4. Keturunan

Belum diketahui jelas apakah faktor keturunan berperan atau tidak,kecuali pada penderita dengan
defisiensi alfa-1-anti tripsin yangmerupakan suatu protein. Kerja enzim ini menetralkan enzim
proteolitik yang sering dikeluarkan pada peradangan dan merusak jaringan,termasuk jaringan paru,
karena itu kerudakan jaringan lebih jauh dapatdicegah. Defisiensi alfa-1-anti tripsin adalah suatu
kelainan yangditurunkan secara autosom resesif. Yang sering menderita emfisema paru adalah
penderita dengan gen S atau Z.Emfisema paru akan lebih cepat timbul bila penderita tersebut
merokok

5. Kematian pada penderita bronkitis kronik ternyata lebih banyak pada golongan sosial
ekonomi rendah. Mungkin disebabkan faktor lingkungan dan ekonomi yang lebih jelek.

2.3. Pathofisiologi

Faktor - faktor yang tidak diketahui

Predisposisi genetik (defisiensi alfa antitripsin)


Asap tembakau dan

polusi udara

Seumur hidup

Sekat dan jaringan penyokong hilang

Gangguan pembersihan paru-paru

Saluran napas kecil kolaps saat ekspirasi

Obstruksi jalan napas akibat peradangan

PLE asimptomatik pada orang tua

PLE (emfisema panlobular )

Dinding bronkiolus melemah dan alveoli pecah

Hipoventilasi alveolar

Saluran napas kecil kolaps sewaktu ekspirasi

CLE dan PLE


Bronkiolitis kronis

CLE ( Emfisema Sentriolobular )

CLE Bronkitis Kronis

Emfisema panlobular dan sentriobular, disebabkan oleh 2 faktor utama yaitu asap tembakau
/rokok dan polusi udara dan juga dari faktor genetik.

Asap tembakau dan polusi udara menyebabkan gangguan pembersihan paru-paru, sehingga
saluran nafas kecil kolaps sewaktu ekspirasi sehigga terjadi CLE

Asap tembakau dan polusi udara menyebabkan gangguan pembersihan paru-paru sehingga
terjadi peradangan bronkus dan bronkiolus, dan terjadi obstruksi jalan nafas akibat peradangan
kemudian menyebabkan hipoventilasi alveolar sehingga terjadi brokiolitis kronis, bersamaan dengan
itu dindin bronkiolus melemah dan alveoli pecah sehingga saluran nafas kolaps sewaktu ekspirasi
sehingga terjadi CLE.

Faktor genetik ( defisiensi alfa antitripsin ) menyebabkan sekat antara jaring penyokong hilang,
kemudian saluran nafas kecil kolaps waktu ekspirasi sehingga terjadi PLE ( emfisema fanlobular ).

2.4. Tanda dan Gejala

1. Batuk

2. Sputum putih, jika ada infeksi menjadi purulen atau mukopurulen

3. Sesak sampai menggunakan otot-otot pernafasan tambahan

4. Nafas terengah-engah disertai dengan suara seperti peluit

5. dada berbentuk seperti tong, otot leher tampak menonjol, membungkuk

6. Bibir tampak kebiruan

7. Berat badan menurun akibat nafsu makan menurun


8.Batuk menahun

2.5. Komplikasi

1.Sering mengalami infeksi pada saluran pernafasan

2.Daya tahan tubuh kurang sempurna

3.Tingkat kerusakan paru semakin parah

4.Proses peradangan yang kronis pada saluran nafas

5.Pneumonia

6.Atelaktasis

7.Pneumothoraks

8.Meningkatkan resiko gagal nafas pada pasien.

2.6. Pengobatan

Terapi Farmakologi

Tujuan utama adalah untuk mengurangi obstruksi jalan nafas yang masih mempunyai

komponen yang reversible meskipun sedikit. Hal ini dapat dilakukan dengan:

1. Pemberian Bronkodilator

Golongan Teofilin

Biasanya Konsentrasi dalam darah yang baik antara 10-15 mg/L

Golongan Agonis B2

Biasanya diberikan secara aerosol/nebuliser. Efek samping utama adalah

tremor,tetapi menghilang dengan pemberian agak lama.

2. Pemberian Kortikosteroid

Pada beberapa pasien, pemberian kortikosteroid akan berhasil mengurangi


obstruksi saluran nafas.Hinshaw dan Murry menganjurkan untuk mencoba pemberian

kortikosteroid selama 3-4 minggu. Kalau tidak ada respon baru dihentikan.

3. Mengurangi Sekresi Mucus

Minum cukup,supaya tidak dehidrasi dan mucus lebih encer sehingga urine

tetap kuning pucat.

Ekspektoran, yang sering digunakan ialah gliseril guaiakolat, kalium yodida, dan amonium
klorida.

Nebulisasi dan humidifikasi dengan uap air menurunkan viskositas dan

mengencerkan sputum.

Mukolitik dapat digunakan asetilsistein atau bromheksin.

2.7. Pemeriksaan Fokus

PENGKAJIAN

a. Aktivitas/Istirahat

Gejala:

- Keletihan, kelelahan, malaise

- Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari karena sulit bernapas

- Ketidakmampuan untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk tinggi

- Dispnea pada saat istirahat atau respons terhadap aktivitas atau latihan

Tanda:

- Keletihan, gelisah, insomnia

- Kelemahan umum/kehilangan massa otot


b. Sirkulasi

Gejala:

- pembengkakan pada ekstremitas bawah

Tanda:

- Peningkatan tekanan darah, peningkatan frekuensi jantung/takikardia berat, disritmia, distensi

vena leher

- Edema dependen, tidak berhubungan dengan penyakit jantung

- Bunyi jantung redup (yang berhubungan dengan peningkatan diameter AP dada)

- Warna kulit/membran mukosa: normal atau abu-abu/sianosis

- Pucat dapat menunjukkan anemia

c. Makanan/Cairan

Gejala:

- Mual/muntah, nafsu makan buruk/anoreksia (emfisema)

- Ketidakmampuan untuk makan karena distres pernapasan

- Penurunan berat badan menetap (emfisema), peningkatan berat badan menunjukkan edema

(bronkitis)

Tanda:

- Turgor kulit buruk, edema dependen

- Berkeringat, penuruna berat badan, penurunan massa otot/lemak subkutan (emfisema)

- Palpitasi abdominal dapat menyebabkan hepatomegali (bronkitis)

d. Hygiene

Gejala:

- Penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan melakukan aktivitas sehari-hari

Tanda:

- Kebersihan, buruk, bau badan


e. Pernafasan

Gejala:

- Nafas pendek (timbulnya tersembunyi dengan dispnea sebagai gejala menonjol pada

emfisema) khususnya pada kerja, cuaca atau episode berulangnya sulit nafas (asma), rasa dada

tertekan, ketidakmampuan untuk bernafas (asma)

- Lapar udara kronis

- Bentuk menetap dengan produksi sputum setiap hari (terutama pada saat bangun) selama

minimum 3 bulan berturut-turut tiap tahun sedikitnya 2 tahun. Produksi sputum (hijau, putih

dan kuning) dapat banyak sekali (bronkitis kronis)

- Episode batuk hilang timbul biasanya tidak produktif pada tahap dini meskipun dapat terjadi

produktif (emfisema)

- Riwayat pneumonia berulang: terpajan pada polusi kimia/iritan pernafasan dalam jangka

panjang (mis., rokok sigaret) atau debu/asap (mis., abses, debu atau batu bara, serbuk gergaji)

- Faktor keluarga dan keturunan, mis., defisiensi alfa-anti tripsin (emfisema)

- Penggunaan oksigen pada malam hari atau terus menerus

Tanda:

- Pernafasan: biasanya cepat, dapat lambat, penggunaan otot bantu pernapasan

- Dada: hiperinflasi dengan peninggian diameter AP, gerakan diafragma minimal

- Bunyi nafas: mungkin redup dengan ekspirasi mengi (emfisema); menyebar, lembut atau krekels,

ronki, mengi sepanjang area paru.

- Perkusi: hiperesonan pada area paru

- Warna: pucat dengan sianosis bibir dan dasar kuku.

f. Keamanan

Gejala:
- Riwayat reaksi alergi atau sensitif terhadap zat/faktor lingkungan

- Adanya/berulangnya infeksi

- Kemerahan/berkeringat (asma)

g. Seksualitas

Gejala:

- Penurunan libido

h. Interaksi sosial

Gejala:

- Hubungan ketergantungan, kurang sistem pendukung, ketidak mampuan membaik/penyakit

lama

Tanda:

- Ketidakmampuan untuk/membuat mempertahankan suara pernafasan

- Keterbatasan mobilitas fisik, kelainan dengan anggota keluarga lalu

i. Penyuluhan/Pembelajaran

Gejala:

- Penggunaan/penyalahgunaan obat pernapasan, kesulitan menghentikan merokok, penggunaan

alkohol secara teratur, kegagalan untuk membaik.

* Pemeriksaan fisik :

Inspeksi:

- Paru hiperinflasi, ekspansi dada berkurang, kesukaran inspirasi, dada berbentuk barrel

chest, dada anterior menonjol, punggung berbentuk kifosis dorsal.

Palpasi :

- Ruang antar iga melebar, taktik vocal fremitus menurun,

Perkusi :
- Terdengar hipersonor, peningkatan diameter dada anterior posterior.

Auskultasi :

- Suara napas berkurang, ronkhi bisa terdengar apabila ada dahak

2.8.Pemeriksaan Penunjang

Sinar x dada ( Chest X-Ray )

Dapat menunjukkan hiperinflasi paru-paru, mendatarnya diafragma, peningkatan area udara


retrosternal, penurunan tanda vaskularisasi/bula(emfisema), peningkatan tanda bronkovaskuler
(bronkitis), hasil normal selama periode remisi (asma).

Pemeriksaan radiologis pada emfisema paru telah diselidiki, antara lainoleh Thurlbeck dkk. Dan
ternyata lebih khas dari pada bronkitis kronik.Terdapat 2 bentuk kelainan foto dada pada emfisema
paru, yaitu :

1.Gambaran defisiensi arteri Terjadi overinflasi , pulmonary oligoemia dan bulae.

Menurut Fraser & Pare lebih sering didapat pada emfisema panlobular dan pink puffer .

Overinflasi

Hampir selalu terlihat diafragma yang rendah dan datar, kadang-kadang malah konkaf. Pada
pemeriksaan sinar tembus,gerakannya berkurang. Udara di ruang retrosternal bertambah(trapped
air ), yaitu jarak antara sternum dan pinggir depan aortaasendens. Juga sternum lebih melengkung,
penambahan kifosis,tulang iga lebih mendatar dan melebar.

Oligoemia

Penciutan pembuluh darah pulmonal dan penambahan corakan ke distal. Mungkin disebabkan
karena darah yang mengalir ke bagian bawah paru yang emfisema sangat berkurang, karena darah
dialirkan ke bagian atas paru.

Bulai

Sering terdapat pada emfisema paru. b.Corakan paru yang bertambah (increased marking pattern)
Lebih sering terdapat pada kor pulmonal, emfisemasentrolobular, dan blue bloaters .

Pemeriksaan Fungsi Paru

Dilakukan untuk menentukan penyebab dispnea,menentukan abnormalitas fungsi tersebut aoakah


akibat obstruksi atau retriksi,memperkirakan tingkat disfungsi dan mengevaluasi efek dari terapi,
misalnya bronkodilator.

TLC ( Total Lung Capacity )


Meningkat pada bronkitis berat dan biasanya pada asma, namun menurun pada emfisema.

Kapasitas Inspirasi

Menurun pada emfisema.

Arterial Blood Gasses ( ABGs )

Menunjukkan proses penyakit kronis, sering kali PaO2 menurun dan PaCO2 normal atau meningkat (
bronkitis kronis dan emfisema ), tetapi sering menurun pada asma, Ph normal atau asidosis,
alkalosis respiratori ringan sekunder terhadap hiperventilasi ( emfisema sedang atau asma ).

Bronkogram

Dapat menunjukkan dilatasi dari bronki saat inspirasi, kolaps bronkial pada tekanan ekspirasi (
emfisema ), pembesaran kelenjar mukus (bronkitis ).

Sputum Kultur

Untuk menentukan adanya infeksi,mengidentifikasi patogen; pemeriksaan sitologi digunakan untuk


mengetahui penyakit keganasan atau gangguan alergi

ECG ( Elektrokardiogram )

Deviasi aksis kanan, peninggian gelombang P tinggi (asma berat),atrial disritmia (bronkitis),
peninggian gelombang P pada lead II, III, AVF (bronkitis,emfisema), aksis vertikal QRS (emfisema)

2.9. Diagnosa keperawatan

1. Bersihan jalan napas tak efektif b.d. Bronkospasme.

2. Kerusakan pertukaran gas b.d. Kurangya suplai oksigen akibat obstruksi jalan napas oleh
bronkospasme

3. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d. anoreksia

2.10. Intervensi (NIC) dan Tujuan (NOC)

1. DX : Bersihan jalan napas tak efektif b.d. Bronkospasme.

Tujuan

Intervensi

Rasional

setelah diberikan intervensi 3 x 24 jam klien mampu bernapas secara efektif ,dengan KH :
1.Mempertahankan jalan napas paten dengan bunyi napas bersih

2. Mampu batuk efektif

3. Mengeluarakan sekret tanpa bantuan

1.Bantu pasien untuk meninggikan kepala tempat tidur, duduk pada sandaran tempat tidur

2. Bantu melakukan latihan napas abdomen atau bibir

3. Pantau frekuensi pernapasan

4. Kolaborasi dalam pemberian obat sesuai indikasi, contoh : bronkodilator, xantin, dan kromolin.

5. Kolaborasi dalam memberikan humidifikasi tambahan, mis : nebuliser.


1. Peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernapasan dengan menggunakan
gravitasi.

2. Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol dispnea dan menurunkan
jebakan udara.

3. Pernapasan dapat melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang dibanding inspirasi

4. Bronkodilator untuk merilekskan otot halus dan menurunkan kongesti lokal, menurunkan spasme
jalan napas, mengi, dan produksi mukosa. Xantin diberikan untuk menurunkan edema mukosa dan
spasme otot polos dengan peningkatan langsung siklus AMP Kromolin, menurunkan inflamasi jalan
napas lokal dan edema dengan menghambat efek histamin dan mediator lain.

5. Mempermudah mengeluarkan sekret dan dapat membantu menurunkan pembentukan mukosa


tebal pada bronkus.

2. DX : Kerusakan pertukaran gas b.d. Kurangya suplai oksigen akibat obstruksi jalan napas oleh
bronkospasme

Tujuan

Intervensi

Rasional

setelah diberikan intervensi 3x24 jam klien menunjukkan perbaikan ventilasi & oksigenasi jaringan
yang adekuat, dengan KH :

1. Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi

2. GDA dalam rentang normal 3. Bebas gejala distres napas

1. Kaji RR dan otot bantu napas


2. Awasi tanda vital dan HR

3. Awasi GDA dan nadi oksimetri

4. Kolaborasi pemberian oksigen tambahan sesuai dengan indikasi hasil GDA dan toleransi pasien

1. Berguna dalam evaluasi derajat distress pernapasan dan/atau kronisnya proses penyakit

2. Takikardia, disritmia, dan perubahan TD dapat menunjukkan efek hipoksemia pada fungsi jantung

3. Pada klien emfisema biasanya PaCO2 meningkat dan PaO2 menurun, sehingga hipoksia terjadi
dengan derajat lebih kecil atau lebih besar.

4. Dapat memperbaiki/mencegah memburuknya hipoksia.

3. DX : Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d. anoreksia

Tujuan

Intervensi

Rasional

Setelah di beri intervensi selama 2x24 jam kebutuhan nutrisi klien adekuat dengan KH :

1. BB meningkat /ideal
2. Porsi makan yg diberikan habis

1. Berikan perawatan oral secara rutin, buang sekret, berikan wadah sekali pakai dan tisu

2. Dukung pasien untuk makan porsi kecil tapi sering

3. Hindari makan yang sangat panas atau sangat dingin

4. Timbang berat badan sesuai indikasi

5. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk memberikan makanan yang mudah dicerna tapi dengan nutrisi
yang seimbang

6. Berikan vitamin/mineral/ elektrolit sesuai indikasi

7. Kolaborasi dengan dokter untuk memberikan oksigen tambahan selama makan sesuai indikasi

1. Rasa tak enak pada mulut, bau mulut dan penampilan adalah pencegah utama terhadap nafsu
makan

2. Memberikan kesempatan untuk meningkatkan masukan kalori total

3. Suhu ekstrem dapat mencetuskan/meningkatkan spasme batuk


4. Berguna untuk menentukan kebutuhan kalori, menyusun tujuan berat badan, dan evaluasi
keadekuatan rencana nutrisi.

5. Metode makan dan kebutuhan kalori didasarkan pada situasi/kebutuhan individu untuk
memberikan nutrisi maksimal dengan upaya minimal pasien/penggunaan energy

6. Mengatasi kekurangan keefektifan terapi nutrisi

7. Menurunkan dispnea dan meningkatkan energi untuk makan meningkatkan masukan

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Emfisema merupakan pengembangan paru yang ditandaidengan pelebaran ruang udara


didalam paru-paru disertai destruksi jaringan yang disebabkan oleh beberapa faktor antara lain asap
tembakau / rokok dan fakor genetik dengan defisiensi alfa antitripsin. Akibat dua faktor tersebut
perjalanan udara terganggu dan kesulitan ekspirasi sebagai akibat dari destruksi dinding di antara
alveoli , kolaps jalan nafas sebagian, dan kehilangan elastisitas paru.

Emfisema dapat diketahui dengan pemeriksaan sinar X dada, yang dapat menujukkan
hiperinflation paru, mendatarnya diafragma, peningkatan ruang udara restrostinal.

Dalam asuhan keperawatan , aktifitas, pernafasan, sampai pada penyuluhan / pembelajaran.


Saran

Setelah mempelajari apa yang dibahas, diharapkan mampu dan mau menerapkannya dalam
memberikan asuhan keperawatan .

Dan untuk menurunkan tingkat kematian karena emfisema, hindari faktor penyebabnya seperti
merokaok.
Daftar Pustaka

Herdman,Heather.2010. Diagnosa Keperawatan.Jakarta : EGC.

Wilkinson,Judith.2007. Buku Saku Diagnosis keperawatan Dengan NIC dan NOC.Jakarta : Buku
Kedokteran,EGC.

www.Scribd.com/doc/88424656/emfisema-bronkhitis

Irman,Somantri.2007. Auhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem


Pernapasan.Jakarta : Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai