DI
S
U
S
U
N
OLEH KELOMPOK : 1
1. Mutia Salima
2. Endang lestari
3. Rosiana
4. Pariyanti
5. Juhratul badri
6. Ita nellita
7. Wildaturrahma
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan yang maha Esa yang telah memberikan
nikmat kesehatan kepada kami sehingga kami mampu menyelesaikan tugas makalah ini
dengan baik yang berjudul EMFISEMA Makalah ini ditulis untuk memenuhi tugas
pelajaran KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH .
Makalah ini belum sempurna dan masih terdapat berbagai kekurangan. Oleh
karenanya kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak demi lebih
baiknya makalah ini.
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.2. Tujuan
1.3. Manfaat
BAB II : PEMBAHASAN
2.1. Definisi
2.2. Etiology
2.3. Patofishiologi
2.5. Komplikasi
2.6. Pengobatan
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Emfisema tergabung dalam Penyakit Paru Obstruktif Kronik yang merupakan salah satu
kelompok penyakit tidak menular yang menjadi masalah kesehatan di Indonesia.
Hasil survei penyakit tidak menular oleh Direktorat Jenderal PPM dan PL di lima rumah sakit di
Indonesia ( Jawa Barat, Jawah Tengah, Jawa Timur, Lampung dan Sumatera selatan), pada tahun
2004 menunjukan PPOK termasuk emfisema masuk dalam urutan pertama penyumbang angka
kesakitan yaitu 35%, asma bronkial 33%, kanker paru 30% dan lainnya 2% .
Berdasarkan hasil SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional) tahun 2001 sebanyak 54,5%
penduduk laki laki dan 1,2 % perempuan merupakan perokok, sehingga emfisema mempunyai
faktor penyebab dari rokok sebesar 92% 5.
1.2 Tujuan
Tujuan Umum
Tujuan Khusus
1.3 Manfaat
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini antara lain meliputi, phatofisiologi
emfisema, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan,asuhan keperawatan pada pasien emfisema.
BAB II
A. Definisi
Emfisema adalah penyakit obstruktif kronik akibat berkurangnya elastisitas paru dan luas
permukaan alveolus. Kerusakan dapat terbatas hanya di bagian sentral lobus, dimana dalam hal ini
yang paling terpengaruh adalah integritas dinding bronkiolus, atau dapat mengenai paru
keseluruhan, yang menyebabkan kerusakan bronkus dan alveolus.
B. Etiologi
Merokok merupakan penyebab utama emfisema. Akan tetapi, pada sedikit pasien (dalam
presentase yang kecil) terdapat predisposisi familial terhadap emfisema yang berkaitan dengan
abnormalitas protein plasma, defisiensi antitripsin-a1, yang merupakan suatu enzim inhibitir. Tanpa
enzim inhibitor ini, enzim tertentu akan menghancurkan jaringan paru. Individu yang secara genetik
sensitif terhadap faktor-faktor lingkungan (merokok, polusi udara, agen-agen infeksius, alergen) dan
pada waktunya mengalami gejala-gejala obstruktif kronis.
C. Patofisiologi
Pada emfisema, beberapa faktor penyebab obstruksi jalan napas yaitu: inflamasi dan
pembengkakan bronki; produksi lendir yang berlebihan; kehilangan rekoil elastis jalan napas; dan
kolaps bronkiolus serta redistribusi udara ke alveoli yang berfungsi.
Karena dinding alveoli mengalami kerusakan (suatu proses yang dipercepat oleh infeksi
kambahan), area permukaan alveolar yang kontak langsung dengan kapiler paru secara kontinu
berkurang, menyebabkan peningkatan ruang rugi (area paru dimana tidak ada pertukaran gas yang
dapat terjadi) dan mengakibatkan kerusakan difusi oksigen. Kerusakan difusi oksigen mengakibatkan
hipoksemia. Pada tahap akhir penyakit, eliminasi karbon dioksida mengalami kerusakan,
mengakibatkan peningkatan tekanan karbon dioksida dalam darah arteri (hiperkapnia) dan
menyebabkan asidosis respiratorius.
Karena dinding alveolar terus mengalami kerusakan jaring-jaring kapiler pulmonal berkurang.
Aliran darah pulmonal meningkat dan ventrikel kanan dipaksa untuk mempertahankan tekanan
darah yang tinggi dalam arteri pulmonal. Dengan demikian, gagal jantung sebelah kanan (kor-
pulmonal) adalah salah satu komplikasi emfisema. Terdapatnya kongesti, edema tungkai (edema
dependen), distensi vena leher, atau nyeri pada region hepar menandakan terjadinya gagal jantung.
Sekresi meningkat dan tertahan menyebabkan individu tidak mampu untuk membangkitkan
batuk yang kuat untuk mengeluarkan sekresi. Infeksi akut dan kronik dengan demikian menetap
dalam paru-paru yang mengalami emfisema, memperberat masalah.
Individu dengan emfisema mengalami obstruksi kronik (ditandai oleh peningkatan tahanan jalan
napas) ke aliran masuk dan aliran keluar udara dari paru-paru. Paru-paru dalam keadaan
hiperekspansi kronik. Untuk mengalirkan udara ke dalam dan keluar paru-paru, dibutuhkan tekanan
negatif selama inspirasi dan tekanan positif dalam tingkat yang adekuat harus dicapai dan
dipertahankan selama ekspirasi. Posisi selebihnya adalah salah satu inflasi. Daripada menjalani pasif
involunter, ekspirasi menjadi aktif dan membutuhkan upaya otot-otot. Sesak napas pasien terus
meningkat, dada menjadi kaku, dan iga-iga terfiksasi pada persendiannya. Dada seperti tong (barrel
chest) pada banyak pasien ini terjadi akibat kehilangan elastisitas paru karena adanya
kecenderungan yang berkelanjutan pada dinding dada untuk mengembang.
Pada beberapa kasus, barrel chest terjadi akibat kifosis dimana tulang belakang bagian atas
secara abnormal bentuknya menjadi membulat atau cembung. Beberapa pasien membungkuk ke
depan untuk dapat bernapas, menggunakan otot-otot aksesori pernapasan. Retraksi fosa
supraklavikula yang terjadi pada inspirasi mengakibatkan bahu melengkung ke depan. Pada penyakit
lebih lanjut, otot-otot abdomen juga berkontraksi saat inspirasi. Terjadi penurunan progresif dalam
kapasitas vital. Ekshalasi normal menjadi lebih sulit dan akhirnya tidak memungkinkan. Kapasitas
vital total (VC) mungkin normal, tetapi rasio dari volume ekspirasi kuat dalam 1-detik dengan
kapasitas vital (FEV1:VC) rendah. Hal ini terjadi karena elastisitas alveoli sangat menurun. Upaya
yang dibutuhkan pasien untuk menggerakkan udara dari alveoli yang mengalami kerusakan dan jalan
napas yang menyempit meningkatkan upaya pernapasan. Kemampuan untuk mengadaptasi
terhadap perubahan kebutuhan oksigenasi sangat terganggu.
D. Manifestasi Klinik
Penurunan pertukaran gas akibat rusaknya dinding alveolus, sehingga kecepatan difusi oksigen
dan karbon dioksida berkurang yang menimbulkan hipoksia dan hiperkapnia.
E. Komplikasi
Hipertensi paru akibat vasokonstriksi hipoksik paru kronik, yang akhirnya menyebabkan kor
pulmonale.
F. Pemeriksaan Penunjang
Gejala-gejala pasien dan temuan klinis saat pemeriksaan fisik memberikan petunjuk awal pada
masalah pasien. Pemeriksaan diagnostik lainnya termasuk rontgen dada. Pemeriksaan fungsi
pulmonari (terutama spirometri), gas-gas darah arteri (untuk mengkaji fungsi ventilasi dan
pertukaran gas pulmonari), serta hitung darah lengkap (HDL).
Pemeriksaan fungsi pulmonari biasanya menunjukkan peningkatan kapasitas paru total (TLC)
dan volume residual (RV). Terjadi penurunan dalam kapasitas vital (VC) dan volume ekspirasi kuat
(FEV). Temuan-temuan ini menegaskan kesulitan yang dialami pasien dalam mendorong udara
keluar dari paru-paru. Hemoglobin dan hematokrit mungkin normal pada tahap awal penyakit.
Rontgen dada menunjukkan hiperinflasi, pendataran diafragma, pelebaran margin interkosta, dan
jantung normal. Dengan berkembangnya penyakit, gas-gas darah arteri dapat menunjukkan hipoksia
ringan dan hiperkapnia.
G. Penatalaksanaan
Pengobatan mencakup:
BAB III
PEMBAHASAN
2.1. Definisi
Empisema adalah suatu perubahan anatomis paru yang ditandai dengan melebarnya secara
abnormal saluran udara bagian distal bronkus terminal, yang disertai kerusakan dinding alveolus
atau perubahan anatomis parenkim paru yang ditandai pelebaran dinding alveolus, duktus alveolaris
dan destruksi dinding alveolar (The American Thorack society 1962)1.
Emfisema merupakan pengembangan paru yang ditandaidengan pelebaran ruang udara didalam
paru-parudisertai destruksi jaringan (Somantri, 2009).
2. Emfisema Panlobular (Panacinar), melibatkan seluruh alveolus distal dan bronkiolus terminal
serta paling banyak pada paru bagian bawah. Tipe ini sering tejadi pada pasien dengan defisiensi 1-
antitripsin
3. Emfisema Paraseptal, mengenai saluran napas distal, duktus dan sakus. Dapat mengalami
komplikasi pneumothorax spontan
Ada 3 faktor utama yang mempengaruhi timbulnya bronkitis kronik dan emfisema paru, yaitu rokok,
infeksi, dan polusi. Selain itu, terdapat pulahubungan dengan faktor keturunan dan status sosial.
1. Rokok
Menurut buku Report of the WHO Expert Committee on Smoking Control , rokok adalah penyebab
utama timbulnya bronkitis kronik dan emfisema paru. Terdapat hubungan erat antara merokok dan
penurunanVEP (volume ekspansi paksa) 1 detik. Dari 34.000 dokter di Inggris,hanya tiga dokter yang
meninggal karena bronkitis kronik dan emfisema paru. Sedang penderita perokok, banyak yang
meninggal karena penyakit di atas. Secara patologis, rokok berhubungan dengan hiperplasia kelenjar
mukus bronkus dan metaplasia skuamus epitelsaluran pernafasan. Juga dapat menyebabkan
bronkokonstriksi akut.Menurut Crofton dan Douglas, merokok menimbulkan pula inhibisiaktivitas sel
rambut getar, makrofag alveolar dan surfaktan.
2. Infeksi
Menyebabkan kerusakan paru lebih hebat sehingga gejala-gejalanya pun lebih berat. Infeksi saluran
pernafasan bagian atas pada seorang penderita bronkitis kronik hampir selalu menyebabkan
kerusakan paru bertambah. Eksaserbasi bronkitis kronik disangka paling sering diawali dengan
infeksi virus, yang kemudian menyebabkan infeksi sekunder oleh bakteri.Bakteri yang diisolasi paling
banyak adalah Haemophilus influenza dan Streptococcus pneumonia.
3. Polusi
Polusi tidak begitu besar pengaruhnya sebagai faktor penyebab penyakit di atas, tetapi bila
ditambah merokok, risiko akan lebih tinggi.Zat-zat kimia yang dapat juga menyebabkan bronkitis
adalah zat-zat pereduksi seperti O2, zat-zat pengoksidasi seperti N2O, hidrokarbon,aldehid, Ozon.
4. Keturunan
Belum diketahui jelas apakah faktor keturunan berperan atau tidak,kecuali pada penderita dengan
defisiensi alfa-1-anti tripsin yangmerupakan suatu protein. Kerja enzim ini menetralkan enzim
proteolitik yang sering dikeluarkan pada peradangan dan merusak jaringan,termasuk jaringan paru,
karena itu kerudakan jaringan lebih jauh dapatdicegah. Defisiensi alfa-1-anti tripsin adalah suatu
kelainan yangditurunkan secara autosom resesif. Yang sering menderita emfisema paru adalah
penderita dengan gen S atau Z.Emfisema paru akan lebih cepat timbul bila penderita tersebut
merokok
5. Kematian pada penderita bronkitis kronik ternyata lebih banyak pada golongan sosial
ekonomi rendah. Mungkin disebabkan faktor lingkungan dan ekonomi yang lebih jelek.
2.3. Pathofisiologi
polusi udara
Seumur hidup
Hipoventilasi alveolar
Emfisema panlobular dan sentriobular, disebabkan oleh 2 faktor utama yaitu asap tembakau
/rokok dan polusi udara dan juga dari faktor genetik.
Asap tembakau dan polusi udara menyebabkan gangguan pembersihan paru-paru, sehingga
saluran nafas kecil kolaps sewaktu ekspirasi sehigga terjadi CLE
Asap tembakau dan polusi udara menyebabkan gangguan pembersihan paru-paru sehingga
terjadi peradangan bronkus dan bronkiolus, dan terjadi obstruksi jalan nafas akibat peradangan
kemudian menyebabkan hipoventilasi alveolar sehingga terjadi brokiolitis kronis, bersamaan dengan
itu dindin bronkiolus melemah dan alveoli pecah sehingga saluran nafas kolaps sewaktu ekspirasi
sehingga terjadi CLE.
Faktor genetik ( defisiensi alfa antitripsin ) menyebabkan sekat antara jaring penyokong hilang,
kemudian saluran nafas kecil kolaps waktu ekspirasi sehingga terjadi PLE ( emfisema fanlobular ).
1. Batuk
2.5. Komplikasi
5.Pneumonia
6.Atelaktasis
7.Pneumothoraks
2.6. Pengobatan
Terapi Farmakologi
Tujuan utama adalah untuk mengurangi obstruksi jalan nafas yang masih mempunyai
komponen yang reversible meskipun sedikit. Hal ini dapat dilakukan dengan:
1. Pemberian Bronkodilator
Golongan Teofilin
Golongan Agonis B2
2. Pemberian Kortikosteroid
kortikosteroid selama 3-4 minggu. Kalau tidak ada respon baru dihentikan.
Minum cukup,supaya tidak dehidrasi dan mucus lebih encer sehingga urine
Ekspektoran, yang sering digunakan ialah gliseril guaiakolat, kalium yodida, dan amonium
klorida.
mengencerkan sputum.
PENGKAJIAN
a. Aktivitas/Istirahat
Gejala:
- Dispnea pada saat istirahat atau respons terhadap aktivitas atau latihan
Tanda:
Gejala:
Tanda:
vena leher
c. Makanan/Cairan
Gejala:
- Penurunan berat badan menetap (emfisema), peningkatan berat badan menunjukkan edema
(bronkitis)
Tanda:
d. Hygiene
Gejala:
Tanda:
Gejala:
- Nafas pendek (timbulnya tersembunyi dengan dispnea sebagai gejala menonjol pada
emfisema) khususnya pada kerja, cuaca atau episode berulangnya sulit nafas (asma), rasa dada
- Bentuk menetap dengan produksi sputum setiap hari (terutama pada saat bangun) selama
minimum 3 bulan berturut-turut tiap tahun sedikitnya 2 tahun. Produksi sputum (hijau, putih
- Episode batuk hilang timbul biasanya tidak produktif pada tahap dini meskipun dapat terjadi
produktif (emfisema)
- Riwayat pneumonia berulang: terpajan pada polusi kimia/iritan pernafasan dalam jangka
panjang (mis., rokok sigaret) atau debu/asap (mis., abses, debu atau batu bara, serbuk gergaji)
Tanda:
- Bunyi nafas: mungkin redup dengan ekspirasi mengi (emfisema); menyebar, lembut atau krekels,
f. Keamanan
Gejala:
- Riwayat reaksi alergi atau sensitif terhadap zat/faktor lingkungan
- Adanya/berulangnya infeksi
- Kemerahan/berkeringat (asma)
g. Seksualitas
Gejala:
- Penurunan libido
h. Interaksi sosial
Gejala:
lama
Tanda:
i. Penyuluhan/Pembelajaran
Gejala:
* Pemeriksaan fisik :
Inspeksi:
- Paru hiperinflasi, ekspansi dada berkurang, kesukaran inspirasi, dada berbentuk barrel
Palpasi :
Perkusi :
- Terdengar hipersonor, peningkatan diameter dada anterior posterior.
Auskultasi :
2.8.Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan radiologis pada emfisema paru telah diselidiki, antara lainoleh Thurlbeck dkk. Dan
ternyata lebih khas dari pada bronkitis kronik.Terdapat 2 bentuk kelainan foto dada pada emfisema
paru, yaitu :
Menurut Fraser & Pare lebih sering didapat pada emfisema panlobular dan pink puffer .
Overinflasi
Hampir selalu terlihat diafragma yang rendah dan datar, kadang-kadang malah konkaf. Pada
pemeriksaan sinar tembus,gerakannya berkurang. Udara di ruang retrosternal bertambah(trapped
air ), yaitu jarak antara sternum dan pinggir depan aortaasendens. Juga sternum lebih melengkung,
penambahan kifosis,tulang iga lebih mendatar dan melebar.
Oligoemia
Penciutan pembuluh darah pulmonal dan penambahan corakan ke distal. Mungkin disebabkan
karena darah yang mengalir ke bagian bawah paru yang emfisema sangat berkurang, karena darah
dialirkan ke bagian atas paru.
Bulai
Sering terdapat pada emfisema paru. b.Corakan paru yang bertambah (increased marking pattern)
Lebih sering terdapat pada kor pulmonal, emfisemasentrolobular, dan blue bloaters .
Kapasitas Inspirasi
Menunjukkan proses penyakit kronis, sering kali PaO2 menurun dan PaCO2 normal atau meningkat (
bronkitis kronis dan emfisema ), tetapi sering menurun pada asma, Ph normal atau asidosis,
alkalosis respiratori ringan sekunder terhadap hiperventilasi ( emfisema sedang atau asma ).
Bronkogram
Dapat menunjukkan dilatasi dari bronki saat inspirasi, kolaps bronkial pada tekanan ekspirasi (
emfisema ), pembesaran kelenjar mukus (bronkitis ).
Sputum Kultur
ECG ( Elektrokardiogram )
Deviasi aksis kanan, peninggian gelombang P tinggi (asma berat),atrial disritmia (bronkitis),
peninggian gelombang P pada lead II, III, AVF (bronkitis,emfisema), aksis vertikal QRS (emfisema)
2. Kerusakan pertukaran gas b.d. Kurangya suplai oksigen akibat obstruksi jalan napas oleh
bronkospasme
Tujuan
Intervensi
Rasional
setelah diberikan intervensi 3 x 24 jam klien mampu bernapas secara efektif ,dengan KH :
1.Mempertahankan jalan napas paten dengan bunyi napas bersih
1.Bantu pasien untuk meninggikan kepala tempat tidur, duduk pada sandaran tempat tidur
4. Kolaborasi dalam pemberian obat sesuai indikasi, contoh : bronkodilator, xantin, dan kromolin.
2. Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol dispnea dan menurunkan
jebakan udara.
4. Bronkodilator untuk merilekskan otot halus dan menurunkan kongesti lokal, menurunkan spasme
jalan napas, mengi, dan produksi mukosa. Xantin diberikan untuk menurunkan edema mukosa dan
spasme otot polos dengan peningkatan langsung siklus AMP Kromolin, menurunkan inflamasi jalan
napas lokal dan edema dengan menghambat efek histamin dan mediator lain.
2. DX : Kerusakan pertukaran gas b.d. Kurangya suplai oksigen akibat obstruksi jalan napas oleh
bronkospasme
Tujuan
Intervensi
Rasional
setelah diberikan intervensi 3x24 jam klien menunjukkan perbaikan ventilasi & oksigenasi jaringan
yang adekuat, dengan KH :
4. Kolaborasi pemberian oksigen tambahan sesuai dengan indikasi hasil GDA dan toleransi pasien
1. Berguna dalam evaluasi derajat distress pernapasan dan/atau kronisnya proses penyakit
2. Takikardia, disritmia, dan perubahan TD dapat menunjukkan efek hipoksemia pada fungsi jantung
3. Pada klien emfisema biasanya PaCO2 meningkat dan PaO2 menurun, sehingga hipoksia terjadi
dengan derajat lebih kecil atau lebih besar.
Tujuan
Intervensi
Rasional
Setelah di beri intervensi selama 2x24 jam kebutuhan nutrisi klien adekuat dengan KH :
1. BB meningkat /ideal
2. Porsi makan yg diberikan habis
1. Berikan perawatan oral secara rutin, buang sekret, berikan wadah sekali pakai dan tisu
5. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk memberikan makanan yang mudah dicerna tapi dengan nutrisi
yang seimbang
7. Kolaborasi dengan dokter untuk memberikan oksigen tambahan selama makan sesuai indikasi
1. Rasa tak enak pada mulut, bau mulut dan penampilan adalah pencegah utama terhadap nafsu
makan
5. Metode makan dan kebutuhan kalori didasarkan pada situasi/kebutuhan individu untuk
memberikan nutrisi maksimal dengan upaya minimal pasien/penggunaan energy
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Emfisema dapat diketahui dengan pemeriksaan sinar X dada, yang dapat menujukkan
hiperinflation paru, mendatarnya diafragma, peningkatan ruang udara restrostinal.
Setelah mempelajari apa yang dibahas, diharapkan mampu dan mau menerapkannya dalam
memberikan asuhan keperawatan .
Dan untuk menurunkan tingkat kematian karena emfisema, hindari faktor penyebabnya seperti
merokaok.
Daftar Pustaka
Wilkinson,Judith.2007. Buku Saku Diagnosis keperawatan Dengan NIC dan NOC.Jakarta : Buku
Kedokteran,EGC.
www.Scribd.com/doc/88424656/emfisema-bronkhitis