MAKALAH
ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS PADA PASIEN DENGAN
EMFISEMA PARU
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 5
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. atas limpahan rahmat-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah kelompok yang berjudul
“Asuhan keperawatan Kritis pada pasien dengan Emfisema paru”
Adapun tulisan ini masih jauh dari sempurna dan perlu kajian yang lebih
dalam lagi. Kami membuka diri jika ada saran dan kritik yang ditujukan pada
tulisan ini.
Kami juga sangat berterima kasih kepada teman-teman yang ikut
membantu dalam meyelesaikan tugas makalah kelompok ini, semoga kita semua
senantiasa dilimpahkan rahmat-Nya dan selalu dalam lindungan-Nya.
ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar .................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ......................................................................................... 1
B. Tujuan Umum ........................................................................................... 1
BAB II KONSEP MEDIS
A. Anatomi Fisiologi ..................................................................................... 2
B. Definisi ...................................................................................................... 2
C. Etiologi ..................................................................................................... 3
D. Patofisiologi ............................................................................................. 4
E. Manifestasi Klinis .................................................................................... 4
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
A. Diagnosis Keperwatan ............................................................................. 5
B. Penyimpangan KDM ................................................................................ 10
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Emfisema paru tergabung dalam Penyakit Paru Obstruktif Kronik.
SKRT DepKes RI menunjukkan angka kematian karena emfisema
menduduki peringkat ke-6 dari 10 penyebab tersering kematian di
Indonesia. Penyakit emfisema di Indonesia meningkat seiring dengan
meningkatnya jumlah orang yang menghisap rokok, dan pesatnya
kemajuan industri.
Kondisi ini memerlukan perhatian semua pihak khususnya yang
peduli terhadap kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. Atas dasar itulah,
kami membahas lebih lanjut mengenai emfisema paru yang merupakan
salah satu bagian dari PPOK khususnya mengenai Asuhan Keperawatan
Kritis pada klien emfisema paru. Sehingga diharapkan perawat mampu
memberikan asuhan keperawatan yang tepat pada klien emfisema.
B. Tujuan Umum
1. Untuk mengetahui konsep medis emfisema paru
2. Untuk mengetahui konsep Asuhan keperawatan kritis pada pasien
dengan emfisema paru
1
BAB II
KONSEP MEDIS
A. Anatomi Fisiologi
Emfisema paru terjadi di parenkim paru tepatnya pada alveoli.
Alveoli adalah saluran udara buntu membentuk gelembung-gelembung
udara dindingnya tipis setebal selapis sel lembab dan berlekatan dengan
kapiler darah (AR Timurawan, 2017).
Alveoli berkumpul mengelilingi kantong alveolar. Pada orang
dewasa mempunyai sekitar 300 juta alveoli. Dinding alveoli adalah lapisan
tunggal sel epitel skuamosa di atas membran basalis sangat tipis.
Permukaan luar alveoli dilapisi kapiler pulmonalis. Dinding alveolar dan
kapiler membentuk membaran respiratorik (Priscilla Lemone dkk, 2017).
Alveolus berfungsi sebagai tempat pertukaran gas O2 dan CO2
karena pada alveolus memiliki selaput tipis dan banyak kapiler darah .
Pada saat bernapas, oksigen yang masuk melalui saluran pernapasan
berakhir di alveolus di mana terdapat banyak kapiler arteri sehingga
mengalami proses difusi. Oksigen di alveolus di ikat oleh Hb yang ada
pada sel darah merah untuk di bawah keseluruh tubuh. Sedangkan CO2
diawah oleh kapiler vena menuju alveolus untuk kemudian dikeluarkan
saat ekspirasi (Novita wijayanti, 2017)
B. Definisi
Emfisema merupakan keadaan di mana alveoli menjadi kaku
mengembang dan terus menerus terisi udara walaupun setelah ekspirasi.
Emfisema merupakan marfologik didefisiensi sebagai pembesaran
abnormal ruang-ruang udara distal dari bronkiolus terminal dengan
destruksi dindingnya. Emfisema adalah penyakit paru obstruktif kronik
akibat kurangya elastisitas paru dan luas permukaan alveoli (Saktya Yudha
A.U, 2018).
2
Emfisema merupakan penyakit pernapasan yang dapat
menyebabkan kerusakan alveolar paru terjadi di parenkim paru (Dwita
Oktaria dkk, 2017).
3
hebat sehingga gejalanya lebih berat. Penyakit infeksi saluran napas
seperti pneumonia, bronkitis akus, dan asma bronkial, dapat mengarah
pada Obstruksi jalan napas, yang pada akhirnya dapat menyebabkan
emfisema. Bakteri paling banyak di isolasi adalah Haemophilus
influenza dan Streptococcus pneumonia.
4
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan yang bisa diangkat pada pasien emfisema
paru, sebagai berikut.
1. Hambatan Pertukaran Gas
Definisi : kelebihan atau defisit oksigensi dan/atau eliminasi karbon
dioksida pada membrane alveolar-kapiler.
Batasan Karakteristik :
a. Gas darah arteri abnormal
b. pH arteri abnormal
c. pola pernapasan abnormal
d. warna kulit abnormal
e. konfusi
f. penurunan karbondioksida (CO2)
g. diaforesis
h. dispnea
i. sakit kepala saat bangun
j. hiperkapnia
k. hipoksemia
l. hipoksia
m. iritabilitas
n. napas cuping hidung
o. gelisah
p. somnolen
q. takikardia
r. gangguan penglihatan
5
Faktor yang Berhubungan : Akan dikembangkan
Kondisi Terkait :
a. Perubahan membran alveolar-kapiler
b. Ketidakseimbangan ventilasi perfusi
(Nanda 2018-2020)
6
d. Hiperventilasi
e. Obesitas
f. Nyeri
g. Keletihan otot pernapasan
Kondisi Terkait :
a. Deformitas tulang
b. Deformitas dinding dada
c. Sindrom hipoventilasi
d. Gangguan musculoskeletal
e. Imaturitas neurologis
f. Gangguan neurologis
g. Disfungsi neuromuscular
h. Cedera medulla spinalis
(Nanda 2018-2020)
3. Intoleransi Aktivitas
Definisi : ketidakcukupan energj psikologis atau fisiologis untuk
mempertahankan atau menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari-hari
yang harus atau yang ingin dilakukan .
Batasan Karakteristik :
a. Respons tekanan darah abnormal terhadap aktivitas
b. Respon frekuensi jantung abnormal terhadap aktivitas
c. Perubahan elektrokardiogram (EKG)
d. Ketidaknyamanan setelah beraktivitas
e. Dispnea setelah beraktivitas
f. Keletihan
g. Kelemahan umum
7
Faktor yang Berhubungan:
a. Ketidakseimbangan anatara suplai dan kebutuhan oksigen
b. Imobilitas
c. Tidak pengalaman dengan suatu aktivitas
d. Fisik tidak bugar
e. Gaya hidup kurang gerak
Populasi Berisiko :
Riwayat intoleransi aktivitas sebelumnya
Kondisi Terkait :
a. Masalah sirkulasi
b. Gangguan pernapasan
(Nanda 2018-2020)
8
Faktor yang Berhubungan :
a. Mukus berlebihan
b. Terpajan asap
c. Benda asing dalam jalan napas
d. Sekresi yang tertahan
e. Perokok pasif
f. Perokok
Kondisi Terkait :
a. Spasme jalan napas
b. Jalan napas alergik
c. Asma
d. Penyakit paru obstruksi kronis
e. Eksudat dala alveoli
f. Hiperplasia pada dinding bronkus
g. Infeksi
h. Disfungsi neuromuscular
i. Adanya jalan napas buatan.
(Nanda 2018-2020)
9
B. Penyimpangan KDM
a. Infeksi
b. Polusi
c. Usia
d. Merokok
Ketidakefektifan
bersihan jalan CO2 terperangkap dalam alveolus
napas (Kerusakan difusi)
Hambatan
Pertukaran Gas
a. Kolaps bronkiolus
b. Hiperinflasi paru
10
BAB IV
PENANGANAN KRITIS
Terapi medis dan bedah yang di jelaskan untuk PPOK juga berhubungan
dengan pasien emfisema.
Terapi medis antara lain berhenti merokok, rehabilitasi pulmonal, dan terapi
oksigen pada semua pasien yang hipoksemia (Pao2 kurang dari 55 mm Hg atau
saturasi oksigen Sao2 kurang dari 88%). Terapi farmakologi mencakup
bronkudilator(agonisbeta2, antikolinergik, dan teofilen, kemungkinan mukolitik,
dan penggantian inhibitor α, -protease pada pasien muda yang mengalami
penyakit homozigot. Selain itu, nutrisi ade kuat di berikan ( Morton, 2014).
Bronkodilator memperbaiki pengosongan paru, mengurangi hiperimlamasi
pada saat istirahat dan selama latihan, dan memperbaiki performa latihan.
Bronkodilator meningkatkan FEV1 dengan memperlebar tonus otot polos jalan
napas, bukan dengan mengubah sifat rekoilelastis paru (Lemone, 2017).
Dua terapi bedah yang tersedia untuk pasien yang emfisema adalah LVRS
dan transplantasi paru. Saat ini, LVRS adalah satu-satunya terapi yang dikenal
yang dapat meningkatkan fungsi pernapasan (FEV, FVC, AGD dan kapasitas
latihan) pada emfisema sedang sampe berat. Beberapa penelitian
mendokumentasikan perbaikan FEV, dan FVC dalam rentang 50% -100% setelah
LVRS (Morton, 2014).
Untuk emfisema tahap akhir, satu-satunya terapi bedah defenitif adalah
transplantasi terapi tunggal. Karena adanya suplai yang singkat pada paru donor,
transplantasi paru biasanya dilakukan pada pasien yang lebih muda(usia kurang
dari 60 tahun) dengan defisiensi inhibitor α –protease. Penelitian menunjukan
perbaikan performal latihan dan AGD setelah trasplantasi paru (Morton, 2014).
11
BAB V
PENUTUP
12
DAFTAR PUSTAKA
13