Anda di halaman 1dari 16

Keperawatan Kritis

MAKALAH
ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS PADA PASIEN DENGAN
EMFISEMA PARU

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 5

NUZULIA RAMADHANI SYAFRAN 142 2017 0022


HASFIRANI TAHER 142 2017 0021
ENDANG ASTUTI 142 2017 0023
MARFIAH UMAGAPY 142 2017 0025

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. atas limpahan rahmat-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah kelompok yang berjudul
“Asuhan keperawatan Kritis pada pasien dengan Emfisema paru”
Adapun tulisan ini masih jauh dari sempurna dan perlu kajian yang lebih
dalam lagi. Kami membuka diri jika ada saran dan kritik yang ditujukan pada
tulisan ini.
Kami juga sangat berterima kasih kepada teman-teman yang ikut
membantu dalam meyelesaikan tugas makalah kelompok ini, semoga kita semua
senantiasa dilimpahkan rahmat-Nya dan selalu dalam lindungan-Nya.

Makassar, 13 Oktober 2019

ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar .................................................................................................. ii

Daftar Isi ............................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ......................................................................................... 1
B. Tujuan Umum ........................................................................................... 1
BAB II KONSEP MEDIS
A. Anatomi Fisiologi ..................................................................................... 2
B. Definisi ...................................................................................................... 2
C. Etiologi ..................................................................................................... 3
D. Patofisiologi ............................................................................................. 4
E. Manifestasi Klinis .................................................................................... 4
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
A. Diagnosis Keperwatan ............................................................................. 5
B. Penyimpangan KDM ................................................................................ 10

BAB IV PENANGANAN KRITIS ..................................................................... 11


BAB V PENUTUP ............................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 13

iii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Emfisema paru tergabung dalam Penyakit Paru Obstruktif Kronik.
SKRT DepKes RI menunjukkan angka kematian karena emfisema
menduduki peringkat ke-6 dari 10 penyebab tersering kematian di
Indonesia. Penyakit emfisema di Indonesia meningkat seiring dengan
meningkatnya jumlah orang yang menghisap rokok, dan pesatnya
kemajuan industri.
Kondisi ini memerlukan perhatian semua pihak khususnya yang
peduli terhadap kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. Atas dasar itulah,
kami membahas lebih lanjut mengenai emfisema paru yang merupakan
salah satu bagian dari PPOK khususnya mengenai Asuhan Keperawatan
Kritis pada klien emfisema paru. Sehingga diharapkan perawat mampu
memberikan asuhan keperawatan yang tepat pada klien emfisema.

B. Tujuan Umum
1. Untuk mengetahui konsep medis emfisema paru
2. Untuk mengetahui konsep Asuhan keperawatan kritis pada pasien
dengan emfisema paru

1
BAB II
KONSEP MEDIS

A. Anatomi Fisiologi
Emfisema paru terjadi di parenkim paru tepatnya pada alveoli.
Alveoli adalah saluran udara buntu membentuk gelembung-gelembung
udara dindingnya tipis setebal selapis sel lembab dan berlekatan dengan
kapiler darah (AR Timurawan, 2017).
Alveoli berkumpul mengelilingi kantong alveolar. Pada orang
dewasa mempunyai sekitar 300 juta alveoli. Dinding alveoli adalah lapisan
tunggal sel epitel skuamosa di atas membran basalis sangat tipis.
Permukaan luar alveoli dilapisi kapiler pulmonalis. Dinding alveolar dan
kapiler membentuk membaran respiratorik (Priscilla Lemone dkk, 2017).
Alveolus berfungsi sebagai tempat pertukaran gas O2 dan CO2
karena pada alveolus memiliki selaput tipis dan banyak kapiler darah .
Pada saat bernapas, oksigen yang masuk melalui saluran pernapasan
berakhir di alveolus di mana terdapat banyak kapiler arteri sehingga
mengalami proses difusi. Oksigen di alveolus di ikat oleh Hb yang ada
pada sel darah merah untuk di bawah keseluruh tubuh. Sedangkan CO2
diawah oleh kapiler vena menuju alveolus untuk kemudian dikeluarkan
saat ekspirasi (Novita wijayanti, 2017)

B. Definisi
Emfisema merupakan keadaan di mana alveoli menjadi kaku
mengembang dan terus menerus terisi udara walaupun setelah ekspirasi.
Emfisema merupakan marfologik didefisiensi sebagai pembesaran
abnormal ruang-ruang udara distal dari bronkiolus terminal dengan
destruksi dindingnya. Emfisema adalah penyakit paru obstruktif kronik
akibat kurangya elastisitas paru dan luas permukaan alveoli (Saktya Yudha
A.U, 2018).

2
Emfisema merupakan penyakit pernapasan yang dapat
menyebabkan kerusakan alveolar paru terjadi di parenkim paru (Dwita
Oktaria dkk, 2017).

C. Etiologi Emfisema Paru


Menurut Saktya Yudha A.U (2018), ada beberapa faktor penyebab
terjadinya emfisema paru, yaitu :
1. Faktor Genetik
Faktor genetik mempunyai peran pada penyakit emfisema. Faktor
genentik diantaranya adanya atopi yang ditandai dengan adanya
eosonifilia atau peningkata kadar imunoglobulin E (IgE) dalam serum,
adanya hiperesposid bronkus riwayat penyakit obstruksi paru pada
keluarga, dan defisiensi protein alfa-1 anti tripsin.
2. Hipotesis Elastase-Anti Elastase
Di dalam paru terdapat keseimbangan antara enzim proteolitik
elastase dan antielastase supaya tidak terjadi kerusakan jaringan.
Perubahan keseimbangan menimbulkan jaringan elastik paru rusak.
Arsitekstur paru akan berubah dan terjadi emfisema.
3. Rokok
Rokok adalah penyebab utama timbulnya emfisema paru. Rokok
secara patologis dapat menyebabkan gangguan pergerakan silia pada
jalan napas, menghambat fungsi makrofag alveolar, menyebabkan
hipertropi dan hiperplasia kelenjar mukus bronkus dan metaplasia
epitel skuamus saluran napas.
4. Polusi
Polusi udara seperti halnya asapnya rokok dapat menyebabkan
gangguan pada silia dan menghambat fungsi makrofag alveolar.
Sebagai faktor penyebab penyakit, polusi tidak begitu besar
pengaruhnya tetapi bila ditambah merokok risiko akan lebih tinggi
5. Infeksi
Infeksi saluran napas akan menyebabkan kerusakan paru lebih

3
hebat sehingga gejalanya lebih berat. Penyakit infeksi saluran napas
seperti pneumonia, bronkitis akus, dan asma bronkial, dapat mengarah
pada Obstruksi jalan napas, yang pada akhirnya dapat menyebabkan
emfisema. Bakteri paling banyak di isolasi adalah Haemophilus
influenza dan Streptococcus pneumonia.

D. Patofisiologi Emfisema Paru


Emfisema terjadi akibat pemecahan atau rusaknya serabut elastin
oleh enzim protoseae, sebagai akibatnya alveolus kehilangan elastisitasnya
dan kemungkinan alveolus mengalami kerusakan dan pembesaran rongga
alveolus serta kolaps bronkiolus. Pembesaran alveolus ini menyebabkan
terjadinya hiperinflamasi paru yaitu paru tidak dapat atau sulit kembali ke
posisi normal istirahat/ekspirasi. Selain itu, pembesaran aveoli ini
menyebabkan terbentuknya bullae (ruang tempat udara di sela parenkim
paru), (Saktya Yudha A.U, 2018).

E. Manifestasi Klinis Emfisema Paru


Penderita empisema dimanifestasikan secara klinik sebagai berikut :
1. Batuk kronis, sesak napas, takipnea, hipoksia, hiperkapnia
2. Melakukan aktivitas ringan menyebabkan dipsnea dan kelemahan
3. Pada Inspeksi terdapat pernapasan abnormal, penggunaan otot bantu
pernapasan dan terdapat pernapasan mulut.
4. Pada auskutasi bunyi napas hilang disertai crackles, ronkhi, dan
perpanjangan ekspirasi
5. Hipersonan pada perkusi dan menurun pada fremitus
(Saktya Yudha A.U, 2018)

4
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan yang bisa diangkat pada pasien emfisema
paru, sebagai berikut.
1. Hambatan Pertukaran Gas
Definisi : kelebihan atau defisit oksigensi dan/atau eliminasi karbon
dioksida pada membrane alveolar-kapiler.
Batasan Karakteristik :
a. Gas darah arteri abnormal
b. pH arteri abnormal
c. pola pernapasan abnormal
d. warna kulit abnormal
e. konfusi
f. penurunan karbondioksida (CO2)
g. diaforesis
h. dispnea
i. sakit kepala saat bangun
j. hiperkapnia
k. hipoksemia
l. hipoksia
m. iritabilitas
n. napas cuping hidung
o. gelisah
p. somnolen
q. takikardia
r. gangguan penglihatan

5
Faktor yang Berhubungan : Akan dikembangkan
Kondisi Terkait :
a. Perubahan membran alveolar-kapiler
b. Ketidakseimbangan ventilasi perfusi
(Nanda 2018-2020)

2. Ketidakefektifan Pola Napas


Definisi : inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberi ventilasi
adekuat
Batasan Karakteristik :
a. Pola napas abnormal
b. Perubahan ekskursi dada
c. Bradipnea
d. Penurunan tekanan ekspirasi
e. Penurunan tekana inspirasi
f. Penurunan ventilasi semenit
g. Penurunan kapasitas vital
h. Dispnea
i. Peningkatan diameter anterior-posterior
j. Pernapasan cuping hidung
k. Ortopnea
l. Fase ekspirasi memanjang
m. Pernapasan bibir
n. Takipnea
o. Penggunaan otot bantu pernapasan
p. Penggunaan posisi tiga titik

Faktor yang Berhubungan


a. Ansietas
b. Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru
c. Keletihan

6
d. Hiperventilasi
e. Obesitas
f. Nyeri
g. Keletihan otot pernapasan

Kondisi Terkait :
a. Deformitas tulang
b. Deformitas dinding dada
c. Sindrom hipoventilasi
d. Gangguan musculoskeletal
e. Imaturitas neurologis
f. Gangguan neurologis
g. Disfungsi neuromuscular
h. Cedera medulla spinalis
(Nanda 2018-2020)

3. Intoleransi Aktivitas
Definisi : ketidakcukupan energj psikologis atau fisiologis untuk
mempertahankan atau menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari-hari
yang harus atau yang ingin dilakukan .
Batasan Karakteristik :
a. Respons tekanan darah abnormal terhadap aktivitas
b. Respon frekuensi jantung abnormal terhadap aktivitas
c. Perubahan elektrokardiogram (EKG)
d. Ketidaknyamanan setelah beraktivitas
e. Dispnea setelah beraktivitas
f. Keletihan
g. Kelemahan umum

7
Faktor yang Berhubungan:
a. Ketidakseimbangan anatara suplai dan kebutuhan oksigen
b. Imobilitas
c. Tidak pengalaman dengan suatu aktivitas
d. Fisik tidak bugar
e. Gaya hidup kurang gerak

Populasi Berisiko :
Riwayat intoleransi aktivitas sebelumnya

Kondisi Terkait :
a. Masalah sirkulasi
b. Gangguan pernapasan
(Nanda 2018-2020)

4. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas


Definisi : ketidakmampuan membersihkan sekresi atau obstruksi dari
saluran napas untuk mempertahankan bersihan jalan napas.
Batasan Karakteristik :
a. Tidak ada batuk
b. Suara napas tambahan
c. Perubahan pola napas
d. Perubahan frekuensi napas
e. Sianosis
f. Kesulitan verbalisasi
g. Penurunan bunyi nafas
h. Dispnea
i. Sputum dalam jumlah yang berlebihan
j. Batuk yang tidak efektif
k. Ortopnea
l. Gelisah
m. Mata terbuka lebar

8
Faktor yang Berhubungan :
a. Mukus berlebihan
b. Terpajan asap
c. Benda asing dalam jalan napas
d. Sekresi yang tertahan
e. Perokok pasif
f. Perokok

Kondisi Terkait :
a. Spasme jalan napas
b. Jalan napas alergik
c. Asma
d. Penyakit paru obstruksi kronis
e. Eksudat dala alveoli
f. Hiperplasia pada dinding bronkus
g. Infeksi
h. Disfungsi neuromuscular
i. Adanya jalan napas buatan.
(Nanda 2018-2020)

9
B. Penyimpangan KDM

a. Infeksi
b. Polusi
c. Usia
d. Merokok

Enzim alfa-1 antitripsin, enzim protoseae

Rusaknya serabut elastin

Peningkatan Alveolus kehilangan elastisitasnya →


Sekret Pembesaran & kolaps rongga alveolus

Ketidakefektifan
bersihan jalan CO2 terperangkap dalam alveolus
napas (Kerusakan difusi)
Hambatan
Pertukaran Gas

a. Kolaps bronkiolus
b. Hiperinflasi paru

Terbentuk Bullae a. Sesak, napas pendek


b. Peng. Otot bantu napas Ketidakefektifan
c. Pernapasan mulut Pola Napas
Ventilatory dead d. RR > 20x/menit
space area e. PaCO2 ↑
Gang. Metabolisme
f. PaO2 ↓ jaringan
Pertukaran gas/darah ↓
Produksi ATP ↓ =
Defisit Energi

Intoleransi Aktivitas Lelah, lemah

10
BAB IV
PENANGANAN KRITIS

Terapi medis dan bedah yang di jelaskan untuk PPOK juga berhubungan
dengan pasien emfisema.
Terapi medis antara lain berhenti merokok, rehabilitasi pulmonal, dan terapi
oksigen pada semua pasien yang hipoksemia (Pao2 kurang dari 55 mm Hg atau
saturasi oksigen Sao2 kurang dari 88%). Terapi farmakologi mencakup
bronkudilator(agonisbeta2, antikolinergik, dan teofilen, kemungkinan mukolitik,
dan penggantian inhibitor α, -protease pada pasien muda yang mengalami
penyakit homozigot. Selain itu, nutrisi ade kuat di berikan ( Morton, 2014).
Bronkodilator memperbaiki pengosongan paru, mengurangi hiperimlamasi
pada saat istirahat dan selama latihan, dan memperbaiki performa latihan.
Bronkodilator meningkatkan FEV1 dengan memperlebar tonus otot polos jalan
napas, bukan dengan mengubah sifat rekoilelastis paru (Lemone, 2017).
Dua terapi bedah yang tersedia untuk pasien yang emfisema adalah LVRS
dan transplantasi paru. Saat ini, LVRS adalah satu-satunya terapi yang dikenal
yang dapat meningkatkan fungsi pernapasan (FEV, FVC, AGD dan kapasitas
latihan) pada emfisema sedang sampe berat. Beberapa penelitian
mendokumentasikan perbaikan FEV, dan FVC dalam rentang 50% -100% setelah
LVRS (Morton, 2014).
Untuk emfisema tahap akhir, satu-satunya terapi bedah defenitif adalah
transplantasi terapi tunggal. Karena adanya suplai yang singkat pada paru donor,
transplantasi paru biasanya dilakukan pada pasien yang lebih muda(usia kurang
dari 60 tahun) dengan defisiensi inhibitor α –protease. Penelitian menunjukan
perbaikan performal latihan dan AGD setelah trasplantasi paru (Morton, 2014).

11
BAB V
PENUTUP

Emfisema merupakan keadaan di mana alveoli menjadi kaku mengembang


dan terus menerus terisi udara walaupun setelah ekspirasi sehingga menyebabkan
CO2 terperangkap di alveolus dan mengganggu proses difusi. Emfisema terjadi
karena beberapa faktor seperti merokok, polusi, infeksi, dan genetik sehingga
terjadi ketidakseimbangan enzim dalam tubuh. Emfisema tersebut menyebabkan
berbagai gangguan pada sistem pernapasan seperti pola napas tidak efektif,
gangguan pertukaran gas, dan ketidakefektifan bersihan jalan napas.

12
DAFTAR PUSTAKA

Herdman T Heather. 2018. NANDA-1 Diagnosis Keperawatan : Definisi dan


Klasifikasi 2018-2020 Edisi 11. Jakarta: EGC
Lemone Priscilla. 2017. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah: Gangguan
Respirasi Edisi 5: Jakarta: EGC
Morton, dkk. 2014. Keperawatan Kritis : Pendekatan Asuhan Holistik Edisi 8.
Jakarta : EGC
Oktaria Dwita, Maharani Sekar Ningrum. (2017). Pengaruh Merokok dan
Defiseiensi Alfa-I Antitipsin Terhadap Progresivitas Penyakit Paru
Obstruktif Kronis (PPOK) dan Enfisema, 6(2).
Timurawan AR. 2017. Anatomi Tubuh Manusia. Malang: Wilis
Wijayanti Novita. 2017. Fisiologi Manusia dan Metabolisme Zat Gizi. Malang:
UB Press.
Yudha Saktya Ardhi Utama. 2108. Keperawatan Medikal Bedah Sistem Respirasi.
Yogyakarta : Deepublish

13

Anda mungkin juga menyukai